FORMULASI SEDIAAN MIKROEM ULSI EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) SKRIPSI OLEH: DESY DAMAYANTI DAMANIK NIM
Teks penuh
(2) FORMULASI SEDIAAN MIKROEMULSI EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis). SKRIPSI. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. OLEH: DESY DAMAYANTI DAMANIK NIM 151524028. PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017.
(3) PENGESAHAN SKRIPSI. FORMULASI SEDIAAN MIKROEMULSI EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) OLEH: DESY DAMAYANTI DAMANIK NIM 151524028 Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal: 03 Oktober 2017. Pembimbing I,. Panitia Penguji,. Dra. Nazliniwaty, M.Si.,Apt. NIP 196005111989022001. Dr. Sumaiyah, S.Si., M.Si., Apt. NIP197712262008122002. Pembimbing II,. Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. NIP 196005111989022001. Drs. Suryanto, M.Si., Apt. NIP 196106191991031001. T. Ismanelly Hanum, S.Si., M.Si., Apt. NIP 197512082009122002. Drs. Suryanto, M.Si., Apt. NIP 196106191991031001. Medan, Oktober 2017 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Dekan,. Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt. NIP 195707231986012001.
(4) KATA PENGANTAR. Bismillahirrahmanirrahim, Puji dansyukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan berkat, rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, yang berjudul “Formulasi Sediaan Mikroemulsi Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)”. Daun binahong memiliki khasiat sebagai obat luka bakar, antibakteri, mengatasi jerawat dan menghaluskan kulit. Dalam upaya mencapai efek yang optimum penggunaan ekstrak daun binahong, diperlukan sistem penghantaran yang baik yaitu seperti bentuk sediaan mikroemulsi. Mikroemulsi adalah suatu sistem dispersi yang stabil secara termodinamika, jernih, transparan, viskositasnya rendah, dan mempunyai tingkat solubilisasi yang tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik serbuk simplisia daun binahong dan memformulasi serta mengevaluasi sediaan mikroemulsi ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis). Hasil yang diperoleh yaitu ekstrak daun binahong dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan mikroemulsi dengan hasil mikroemulsi yang jernih dan transparan yang paling baik terlihat pada konsentrasi ekstrak daun binahong 0,1% yang stabil selama penyimpanan 12 minggu. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya agar dapat memformulasikan sediaan mikroemulsi dalam bentuk sediaan misalnya sediaan kosmetik, bahan obat dan lain sebagainya.. iv.
(5) Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Nazliniwaty, M.Si.,Apt., dan Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt.,selaku pembimbing yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini.Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selakuDekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan. Ibu Sumaiyah, S.Si., M.Si., Apt.,selaku ketua penguji dan Ibu T. Ismanelly Hanum, S.Si., M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.Bapak dan Ibu Staf Pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama perkuliahan. Penulismengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda Sudirman Damanik dan Ibunda Normasariatas segala doa dan dukungannya. serta. keridhaannya. bagi. penulis. dalam. menempuh. danmenyelesaikan pendidikan, juga untuk keluarga abang Hendro Rudiansyah Damanik, adik Defri Agustian Damanik, kakak Shinta Dewi Yuliastri, orang terkasihdan para sahabat (Reza Lesmana, Indira, Hindri, Linda, Intan, Nia, Nanda)atas doa, nasehat dalam penyelesaian penelitian dan bahan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.. Medan, Penulis,. Oktober 2017. Desy Damayanti Damanik NIM 151524028. v.
(6) SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT. Saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama. : Desy Damayanti Damanik. Nomor Induk Mahasiswa : 151524028 Program Studi. : Ekstensi Farmasi. Judul Skripsi. : Formulasi Sediaan Mikroemulsi Ekstrak Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis). Daun. Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dari hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena didalam skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing. Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.. Medan, Oktober 2017 Yang membuat pernyataan,. Materai Rp 6.000. Desy Damayanti Damanik NIM 151524028. vi.
(7) FORMULASI SEDIAAN MIKROEMULSI EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) ABSTRAK Latar Belakang: Daun binahong memiliki kandungan metabolit sekunder seperti saponin, flavonoid, steroid, dan monoterpenoid. Pada penelitian sebelumnya daun binahong dibuat sebagai sediaan salep obat luka, obat penurun kolestrol, masker gel obat jerawat. Pada penelitian ini ekstrak daun binahong dibuat sebagai sediaan mikroemulsi karena mikroemulsi merupakan sistem dispersi yang stabil secara termodinamika, jernih, transparan, dan mempunyai tingkat solubilisasi yang tinggi. Tujuan: Mengetahui karakteristik serbuk simplisia daun binahong dan memformulasi serta mengevaluasi sediaan mikroemulsi ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis). Metode: Karakteristik serbuk simplisia meliputi penetapan kadar air, sari larut air, sari larut etanol, abu total, dan abu tidak larut asam.Ekstrak daun binahong dibuat dengan metode maserasi menggunakan etanol 96%, kemudian dikentalkan menggunakan rotary evaporator. Formula mikroemulsi terdiri dari Tween 80, PEG 400, ekstrak daun binahong, nipagin, minyak kedelai dan akuades. Sediaan mikroemulsi dengan konsentrasi ekstrak daun binahong 0,1% (F2), 0,3% (F3) 0,5% (F4), dan blanko (F1), dibuat dengan menambahkan fase minyak ke dalam fase air kemudian diaduk dengan magnetic stirrer selama delapan jam hingga terbentuk mikroemulsi yang jernih dan transparan. Evaluasi terhadap sediaan mikroemulsi meliputi uji stabilitas sediaan penyimpanan selama 12 minggu pada suhu kamar, homogenitas, tipe emulsi, viskositas, pH, sentrifugasi, bobot jenis, tegangan permukaan dan penentuan ukuran partikel. Hasil: Hasil penentuan karakteristik dari serbuk simplisia daun binahong menunjukkan kadar air 7,48%, sari larut air 19,17%, sari larut etanol 9,45%, abu total 4,03%, dan abu tidak larut asam 0,56%. Mikroemulsi ekstrak daun binahong adalah jernih, transparan, homogen, tipe emulsi m/a, viskositas 250-850 cps,pH 6,0-7,0, bobot jenis 1,049-1,0753 gram/ml, tegangan permukaan 35,2438,00dyne/cm, ukuran partikel 364,68-632,72 nm dan tetap stabil selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar. Kesimpulan: Ekstrak daun binahong dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan mikroemulsi. Mikroemulsi yang paling baik dihasilkan dari konsentrasi ekstrak daun binahong 0,1% (F2) yang stabil selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar, homogen, tidak terjadi perubahan pada uji sentrifugasi, memiliki ukuran partikel yang lebih kecil yaitu 364, 68 nm. Kata Kunci:ekstrak daun binahong, karakteristik simplisia, formulasi mikroemulsi. FORMULATION OF MICROEMULSIONS PREPARATION OF BINAHONG LEAVES EXTRACT(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis). vii.
(8) ABSTRACT Background: Binahong leaf has secondary metabolites such as saponins, flavonoids, steroids and monoterpenoid. In the previous research the leaves of binahong made as a dosage of ointment wound, cholestrol lowering drugs, acne drug mask gels. In this study the extract of binahong leaf is made as a microemulsion preparation because microemulsion is a thermodynamically stable dispersion system, clear, transparent, and have high solubilization rates. Objective: To know the characteristic of simplicia of binahong leaf and to formulate and evaluate microemulsions preparation of binahong leaf extract (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis). Method: Characteristic of simplicia powder includes determination of water content, water soluble, soluble ethanol extract, total ash, and acid soluble ash.Binahong leaf extract made by maceration method using 96% ethanol, then thickened using a rotary evaporator. The microemulsions formula consists of Tween 80, PEG 400, binahong leaf extract,nipagin, soybean oil and aquadest. The microemulsions preparation with concentration binahong leaf extract of 0.1% (F2), 0.3% (F3), 0.5% (F4), and blank (F1) were prepared by adding the oil phase into the water phase then the stirred with a magnetic stirrer for eight hours until a clear and transparent microemulsions formed. Evaluation of microemulsions preparation includes stability test storage for 12 weeks at room temperature, homogeneity, emulsion type, viscosity, pH, centrifugation, density, surface tension and particle size determination. Result: The results of characteristic determination of the binahong leaves powder show that 7.48% water content, water soluble 19.17%, ethanol soluble 9.45%, ash content 4.03%, and ash acid unsaturated 0.56%. Microemulsion of leaf extract of binahong is clear, transparent, homogenous, emulsion type m/a, viscosity250-850 cps, pH 6.0-7.0, density 1.049-1.0753 gram/ml, surface tension 35.24 -38.00 dyne/cm, particle size 364.68-632.72 nm and remain stable for 12 weeks storage at room temperature. Conclusion: Binahong leaf extract can be formulated in microemulsion. Microemulsion is best produced from concentration of 0.1% (F2) binahong leaf extracts for 12 weeksstorage at room temperature, homogeneous, no change in centrifugation test, has a smaller particle size 364, 68 nm. Keywords:leaf extract of binahong, characteristic of simplicia, microemulsions formulation. DAFTAR ISI. viii.
(9) Halaman JUDUL ........................................................................................................ i. LEMBAR JUDUL ...................................................................................... ii. LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iii. KATA PENGANTAR ................................................................................ iv. SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ............................................ vi. ABSTRAK .................................................................................................. vii. ABSTRACT ................................................................................................ viii. DAFTAR ISI ............................................................................................... ix. DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv. DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xv. DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi. BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1. 1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1. 1.2 Perumusan Masalah ................................................................. 3. 1.3 Hipotesis ................................................................................... 3. 1.4 Tujuan Penelitian ..................................................................... 4. 1.5 Manfaat Penelitian ................................................................... 4. BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 5. 2.1 Uraian Tumbuhan..................................................................... 5. 2.1.1 Morfologi ........................................................................ 5. 2.1.2Habitat dan penyebaran .................................................... 5. 2.1.3Sistematika tumbuhan ...................................................... 5. 2.1.4Sinonim ............................................................................ 6. 2.1.5 Nama asing ...................................................................... 6. ix.
(10) 2.1.6 Nama daerah.................................................................... 6. 2.1.7 Manfaat ........................................................................... 6. 2.1.8 Kandungan kimia ............................................................ 7. 2.2 Ekstraksi .................................................................................... 8. 2.2.1 Maserasi .......................................................................... 8. 2.2.2 Perkolasi .......................................................................... 9. 2.2.3 Refluks ............................................................................ 9. 2.2.4 Soxhletasi ............................................................................... 9. 2.2.5 Digesti ............................................................................. 9. 2.2.6 Infus................................................................................ 10 2.2.7 Dekok .............................................................................. 10. 2.2.8 Destilasi uap .......................................................................... 10 2.3 Mikroemulsi ............................................................................. 10 2.3.1 Perbedaan mikroemulsi dan emulsi ................................ 11. 2.3.2 Tipe mikroemulsi ........................................................... 11 2.3.3 Kestabilan mikroemulsi ................................................. 12 2.4 Surfaktan .................................................................................. 14 2.4.1 Tween 80 ......................................................................... 14. 2.5 Kosurfaktan .............................................................................. 15 2.5.1 PEG (polietilen glikol) 400 ............................................ 2.6 Sistem HLB .............................................................................. 16 BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 18 3.1 Alat dan Bahan ......................................................................... 18 3.1.1 Alat ................................................................................. 18 3.1.2 Bahan.............................................................................. 19. x. 16.
(11) 3.2Penyiapan Bahan Tumbuhan ..................................................... 19 3.2.1 Pengambilan bahan tumbuhan ....................................... 19 3.2.2Identifikasi tumbuhan...................................................... 19 3.2.3Pembuatan simplisia........................................................ 19 3.3Karakterisasi Simplisia .............................................................. 20 3.3.1 Pemeriksaan makroskopik.............................................. 20 3.3.2 Penetapan kadar air................................ ........................ 20 3.3.3 Penetapan kadar sari larut air .........................................21 3.3.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol ................ 21 3.3.5 Penetapan kadar abu total............................................... 21 3.3.6Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam aasam ........ 22 3.4Pembuatan Ekstrak Etanol 96% Daun Binahong ...................... 22 3.5Pembuatan Larutan Pereaksi ..................................................... 22 3.5.1 Pereaksi Mayer ............................................................... 23 3.5.2 Pereaksi Dragendroff...................................................... 23 3.5.3 Pereaksi Bourchardat............................................. ........ 23 3.5.4 Pereaksi Liebermann Burchard........................................ 23. 3.5.5 Larutan besi (III) klorida 1%............................................ 23. 3.5.3 Pereaksi Bourchardat...................................................... 23 3.5.6Larutan asam klorida 2 N................................................23 3.5.7Larutan asam sulfat 2 N...................................................24 3.6 Skrining Fitokimia.................................................................... 24 3.6.1 Pemeriksaan triterpenoida/ steroida ............................... 24 3.6.2 Pemeriksaan alkaloida .................................................... 24 3.6.3Pemeriksaan flavonoida .................................................. 25. xi.
(12) 3.6.4 Pemeriksaan tanin .......................................................... 25 3.6.5 Pemeriksaan saponin ...................................................... 25 3.7 Formulasi Sediaan .................................................................... 26 3.7.1 Formulasi sediaan mikroemulsi.................................... . 26 3.7.2 Prosedur pembuatan mikroemulsi.................................... 28. 3.8 Evaluasi Mikroemulsi .............................................................. 28 3.8.1 Pengamatan stabilitas ..................................................... 28 3.8.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan ................................. 29 3.8.3 Penentuan tipe emulsi .................................................... 29 3.8.4 Uji viskositas .................................................................. 29 3.8.5 Penentuan pH ................................................................. 29 3.8.6 Uji sentrifugasi ............................................................... 30 3.8.7Penentuan bobot jenis mikroemulsi ................................ 30 3.8.8Pengukuran tegangan permukaan mikroemulsi .............. 30 3.8.9Penentuan ukuran partikel mikroemulsi.......................... 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 32 4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan .................................................... 32 4.2 Karakterisasi Simplisia................................................................ 4.2.1 Pemeriksaan makroskopik.............................................. 32 4.3 Skrining Fitokimia.................................................................... 33 4.4 Formulasi Mikroemulsi ............................................................ 34 4.5 Evaluasi Mikroemulsi .............................................................. 35 4.5.1 Pengamatan stabilitas sediaan ........................................ 35 4.5.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan ................................. 37 4.5.3 Hasil penentuan tipe emulsi sediaan mikroemulsi ......... 37. xii. 32.
(13) 4.5.4 Uji viskositas .................................................................. 38 4.5.5 Penentuan pH ................................................................. 40 4.5.6 Uji sentrifugasi ............................................................... 41 4.5.7 Penentuan bobot jenis mikroemulsi ............................... 41 4.5.8 Pengukuran tegangan permukaan mikroemulsi ............. 42 4.5.9 Penentuan ukuran partikel mikroemulsi......................... 43 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 45 5.1 Kesimpulan............................................................................... 45 5.2 Saran ......................................................................................... 45 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 46 LAMPIRAN ............................................................................................... 50. xiii.
(14) DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Halaman Persentasekomposisibahandalammikroemulsi sebelum penambahan ekstrak ..................................................................... 26. 3.2Persentasekomposisibahandalammikroemulsi yang dimodifikasi sebelum penambahan ekstrak ................................... 27. 3.3. Persentasekomposisi bahandalam mikroemulsi setelah penambahan ekstrak ...................................................................... 27. 4.1. Pemeriksaan karakteristik serbuksimplisia ................................... 32. 4.2. Hasil pemeriksaan skrining fitokimia daun binahong .................. 34. 4.3Data pengamatan stabilitas mikroemulsi tanpa ekstrak .................... 4.4. 36. Data pengamatan stabilitas mikroemulsi dengan penambahan ekstrak ........................................................................................... 37. 4.5Datapenentuan tipe emulsi sediaan mikroemulsi menggunakan biru metil ........................................................................................ 38. 4.6Data uji viskositas mikroemulsi ......................................................... 39. 4.7. Data penentuan pH................................ ........................................ 40. 4.8. Data uji sentrifugasi................................ ...................................... 41. 4.9Data penentuan bobot jenis mikroemulsi .......................................... 42 4.10 Data pengukuran tegangan permukaan mikroemulsi ................... 4.11 Data penentuan ukuran partikel .................................................... 43. xiv. 42.
(15) DAFTAR GAMBAR. Gambar. Halaman. 2.1. Gambar tipe mikroemulsi ............................................................ 12. 2.2. Gambar rumus bangun Tween 80 ................................................ 15. 2.3. Gambar rumus bangun PEG 400 ................................................. 16. 4.1. Grafik uji viskositas mikroemulsi ................................................ 39. 4.2. Grafik pH ..................................................................................... 40. xv.
(16) DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran. Halaman. 1. Hasil identifikasi sampel tumbuhan ......................................... 50. 2. Tumbuhanbinahongdandaunbinahongsegar ............................. 51. 3. Simplisia daun binahong, serbuk simplisia daun binahong, dan ekstrak kental daun ............................................................ 52. 4. Skriningfitokimia ..................................................................... 53. 5. Baganpenyiapansampel ............................................................ 54. 6. Bagan alir pembuatanekstrak etanol daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis.......................................... 55. 7. Bagan formulasi mikroemulsi ................................................... 8. Hasilperhitunganrendemensimplisia ........................................ 57. 9. Hasil karakteristik simplisia daun binahong ............................ 58. 10. Sediaan awal mikroemulsi (blanko) ......................................... 61. 11. Sediaanmikroemulsi ................................................................. 62. 12. Gambaralat ............................................................................... 63. 13. Gambar bahan .......................................................................... 66. 14. Pengujian tipe emulsi ............................................................... 67. 15. Pengujian homogenitas ............................................................ 68. 16. Hasil pengukuran ukuran partikel sediaan mikroemulsi pada 0 minggu menggunakan alat Particle Size Analyzer ....... 69. 17 Hasil pengukuran ukuran partikel sediaan mikroemulsi setelah 12 minggu menggunakan alat Particle Size Analyzer.................................................................................... 71. xvi. 56.
(17) BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang Indonesia kaya akan sumber bahan obat alam dan tradisional yang secara. turun temurun telah digunakan sebagai ramuan obat tradisional. Pengobatan tradisional dengan tanaman obat diharapkan dapat dimanfaatkan dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Salah satu cara mengendalikan mutu simplisia adalah dengan melakukan standarisasi simplisia. Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang digunakan untuk obat sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan tertentu. Parameter mutu simplisia meliputi kadar air, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut air, dan kadar sari larut etanol dan untuk uji kebenaran dilakukan uji mikroskopik dan makroskopik terhadap simplisia tersebut (Febriani, dkk., 2015., Depkes RI, 2000). Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) merupakan tanaman asli Amerika Selatan. Binahong merupakan tumbuhan menjalar, yang bisa mencapai panjang 5 m dan umurnya bisa belasan tahun. Tanaman ini tumbuh baik di cuaca tropis dan subtropis. Secara morfologi, binahong mudah dikenali. Daunnya tunggal, berwarna hijau, bertangkai pendek, berbentuk jantung dengan perbandingan panjang dan lebar 2:1. Helaian daunnya tipis berujung meruncing serta memiliki pangkal berlekuk (Lina, 2013). Binahong digunakan secara tradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit, diantaranya untuk penyakit kulit, hipertensi, inflamasi dan rematik. Pengobatan tradisional di Colombia dan Taiwan menggunakan ekstrak daun binahong sebagai obat antidiabetes dan analgesik. Daun binahong juga berkhasiat. 1.
(18) sebagai obat luka bakar, antibakteri, mengatasi jerawat dan menghaluskan kulit. Daun binahong memiliki kandungan metabolit sekunder seperti saponin, flavonoid, kuinon, steroid, monoterpenoid, sedangkan rizomanya mengandung flavonoid, polifenol, tannin, dan steroid (Sukandar,dkk., 2011). Pada penelitian sebelumnya daun binahong dibuat sebagai sediaan salep obat luka, obat penurun kolestrol, masker gel obat jerawat (Arifan, dkk., 2013., Sari dan Yuliani, 2015). Pada penelitian ini ekstrak daun binahong dibuat sebagai sediaan mikroemulsi. Dalam upaya mencapai efek yang optimum penggunaan ekstrak daun binahong, diperlukan sistem penghantaran yang baik yaitu seperti bentuk sediaan mikroemulsi. Mikroemulsi merupakan suatu sistem dispersi yang dikembangkan dari sediaan emulsi, banyak karakteristik dari mikroemulsi yang membuat sediaan ini menarik untuk digunakan sebagai salah satu sistem penghantaran obat (drug delivery system) (Mahdi, 2004). Mikroemulsi adalah suatu sistem dispersi yang stabil secara termodinamika, jernih,transparan, viskositasnya rendah, dan mempunyai tingkat solubilisasi yang tinggi sehingga dapat meningkatkan bioavailabilitas obat-obat yang besifat hidrofobik,memiliki penetrasi yang lebih baik pada kulit (Eccleston, 1995). karena memiliki ukuran struktur yang kecil yaitu antara 10-1000 nm (Kumar dan Mittal, 1999). Berdasarkan. hal. diatas. penulis. telah. melakukan. penelitiantentang. formulasisediaan mikroemulsi ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis).. 2.
(19) 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada penelitian. ini: 1. Bagaimanakah karakteristik serbuk simplisia daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)? 2. Apakah ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) dapat diformulasikan sebagai sediaan mikroemulsi? 3. Apakah perbedaan konsentrasi mikroemulsi ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) berpengaruh terhadap evaluasi sediaan mikroemulsi?. 1.3. Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian ini. adalah: 1. Karakteristik serbuk simplisia daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)dapat diperoleh dengan melakukan karakterisasi serbuk simplisia menggunakan prosedur Materia Medika Indonesia 2. Ekstrak. daun. binahong. (Anredera. cordifolia. (Ten.). Steenis). dapat. diformulasikan sebagai sediaan mikroemulsi 3. Perbedaan konsentrasi mikroemulsi ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) berpengaruh terhadap evaluasi dari sediaan mikroemulsi. 3.
(20) 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:. 1. Mengetahui karakteristik serbuk simplisia daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) 2. Memformulasi ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) sebagai sediaan mikroemulsi 3. Melihat adanya perbedaan konsentrasi mikroemulsi ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) mempengaruhi evaluasi dari sediaan mikroemulsi. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah meningkatkan daya hasil guna dari daun. binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) sehingga dapat diformulasikan menjadi sediaan mikroemulsi. 4.
(21) BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Uraian Tumbuhan. 2.1.1. Morfologi Secara morfologi, binahong mudah dikenali. Daunnya tunggal, berwarna. hijau, bertangkai pendek (subsessile), susunannya berseling, berbentuk jantung (cordata) dengan perbandingan panjang dan lebar 2:1. Helaian daunnya tipis berujung meruncing serta memiliki pangkal berlekuk (emerginatus) (Lina, 2013). Batang tanaman binahong seperti batang kangkung, lunak, dan silindris. Batangnya saling membelit dengan permukaan halus berwarna kemerahan. Bertangkai panjang, muncul di ketiak daun dengan warna mahkota krem keputihan berjumlah lima helai. Bunga binahong berbau harum. Akar binahong berupa rimpang dan bila dipegang terasa lunak. Akarnya bisa diperbanyak secara vegetatif atau secara generatif melalui biji (Lina, 2013). 2.1.2 Habitat dan penyebaran Binahong (Anredera cardifolia) merupakan tanaman asli Amerika Selatan. Binahong merupakan tumbuhan menjalar, yang bisa mencapai panjang 5 m dan umurnya bisa belasan tahun. Tanaman ini tumbuh baik di cuaca tropis dan subtropis (Lina, 2013). 2.1.3 Sistematika tumbuhan Sistematika dari tumbuhan binahong adalah sebagai berikut: Kingdom. : Plantae. 5.
(22) Divisi. : Spermatophyta. Kelas. : Dicotyledoneae. Ordo. : Caryophyllales. Famili. : Basellaceae. Genus. : Anredera. Spesies. : Anredera cordifolia (Ten.) Steenis. Nama Lokal. : Binahong. 2.1.4 Sinonim Sinonim dari tumbuhan binahong adalah Boussingaultia cordifolia (Ten), Boussingaultia gracilis Miers, Boussingaultia basselloides, Boussingaultia pseudobasselloides Haum (Utami dan Puspaningtyas, 2013). 2.1.5 Nama asing Nama asing dari tumbuhan binahong adalah Hearthleaf Maderavine (Inggris) dan Dheng Shan Chi (Cina) (Hariana, 2013). 2.1.6 Nama daerah Nama daerah dari tumbuhan binahong adalah gandola (Sunda); gendola (Bali), lembayung (Minangkabau); genjerot, gedrek, uci-uci (Jawa); kandula (Madura), tatabuwe (Sulawesi Utara); poiloo (Gorontalo); kandola (Timor) (Hariana, 2013). 2.1.7 Manfaat Tanaman binahong sudah sejak lama terkenal memiliki khasiat dalam mempercepat pemulihan kesehatan pascaoperasi, melahirkan, khitan, dan segala luka-luka dalam. Daunnya pun mujarab untuk mengobati radang usus, melancarkan dan menormalkan peredaran darah, serta tekanan darah, mencegah stroke, asam. 6.
(23) urat, maag, menambah vitalitas tubuh, mengatasi ambeien, diabetes hingga menjadi obat konstipasi atau sembelit (Lina, 2013). Ekstrak daun binahong dapat menghambat pertumbuhan polibakteri dari Stomatitis Aftose Rekuren (SAR). Hal ini diduga karena adanya kandungan flavonoid, terpenoid, saponin dalam daun binahong. Ekstrak daun binahong juga memiliki kemampuan membunuh bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aureginosa.. Daun. binahong. memiliki. aktivitas. antibakteri. terhadap. Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis. Senyawa aktif yang bertanggung jawab sebagai antibakteri Staphylococcus epidermidis diduga adalah senyawa saponin, fenol, dan flavonoid. Senyawa flavonoid bertanggung jawab terhadap perkembangan Propionibacterium acnes. Daun binahong berperan mengurangi peradangan sel dan mempercepat penyembuhan luka, flavonoid berperan mengurangi peradangan (Utami dan Puspaningtyas, 2013). 2.1.8 Kandungan kimia Daun binahong memiliki kandungan metabolit sekunder seperti saponin, flavonoid, kuinon, steroid, monoterpenoid, sedangkan rizomanya mengandung flavonoid, polifenol, tannin, dan steroid (Sukandar, dkk., 2011). 1.. Flavonoid Beragam riset menunjukkan flavonoid dari ekstrak daun binahong memiliki. aktivitas farmakologi sebagai antiinflamasi, analgesik, dan antioksidan. Mekanisme antiinflamasi, misalnya terjadi melalui efek penghambatan pada jalur metabolisme asam arakhidona, pembentukan prostaglandin, hingga pelepasan histamin pada radang (Lina, 2013). 2.. Saponin. 7.
(24) Saponin adalah glikosida, yaitu metabolit sekunder yang banyak terdapat di alam, terdiri dari gugus gula yang berikatan dengan aglikon atau sapogenin.Pada tanaman saponin banyak ditemukan pada akar dan daun. Kehadiran saponin memberikan banyak manfaat karena memiliki sifat antibakteri dan antivirus. Riset Blumert dan Liu pada 2003 yang tertuang dalam buku China Immortal Herb edisi ketiga mengungkapkan isolasi dari senyawa saponin berkhasiat sebagai obat antikanker, antitumor, dan penurunan kolesterol (Lina, 2013). 3.. Asam oleanolik Asam oleanolik termasuk golongan triterpenoid yang merupakan sumber. antioksidan di tanaman. Sistem perlindungan oleh asam oleanolik adalah dengan mencegah racun menyusup ke dalam sel dengan cara meningkatkan sistem pertahanan sel. Asam oleanolik juga bersifat antiinflamasi. Kandungan nitrit oksida di asam oleanolik merupakan antioksidan kuat yang bersifat racun pada bakteri merugikan, yang dapat berfungsi sebagai toksin yang kuat untuk membunuh bakteri (Lina, 2013). 2.2. Ekstraksi Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa. aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah sari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Beberapa metode ekstraksi yang umum digunakan antara lain maserasi, perkolasi, refluks, soxhlet, digesti, infus, dekok, destilasi (Depkes RI, 2000). 2.2.1 Maserasi. 8.
(25) Maserasi adalah proses pengekstrakan cara simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Depkes RI, 2000). 2.2.2 Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhausive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/ penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Depkes RI, 2000). 2.2.3 Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000). 2.2.4 Soxhlet Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000). 2.2.5 Digesti. 9.
(26) Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur 40-50℃ (Depkes RI, 2000).. 2.2.6 Infus Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air, pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu(15-20 menit) (Depkes RI, 2000). 2.2.7 Dekok Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000). 2.2.8 Destilasi uap Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian. Destilasi uap, bahan (simplisia) benar-benar tidak tercelup ke air yang mendidih, namun dilewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi. Destilasi uap dan air, bahan (simplisia) bercampur sempurna atau sebagian dengan air mendidih, senyawa kandungan menguap tetap kontinu ikut terdestilasi (Depkes RI, 2000). 2.3. Mikroemulsi. 10.
(27) Mikroemulsi merupakan suatu sistem dispersi yang dikembangkan dari sediaan emulsi. Bila dibandingkan dengan emulsi, banyak karakteristik dari mikroemulsi yang membuat sediaan ini menarik untuk digunakan sebagai salah satu sistem penghantaran obat (drug delivery system). Antara lain mempunyaikestabilan dalam jangka waktu lama secara termodinamika, jernih dan transparan, mempunyai daya larut yang tinggi serta mempunyai kemampuan berpenetrasi yang baik (Mahdi, 2004). Untuk menghasilkan mikroemulsi diperlukan konsentrasi yang tinggi dari emulgator(biasanya 10% - 40%) untuk menurunkan tegangan antarmuka suatu sistem menuju nol (Sprowls, 1970). Jenis dan konsentrasi emulgator (surfaktan) harus dioptimasi untuk mendapatkan formula mikroemulsi yang stabilitasnya optimum. Pada umumnya surfaktan nonionik dipilih karena toleransi perkutannya baik, potensi iritasi dan toksisitas yang lebih rendah (Grampurohit, 2009). 2.3.1 Perbedaan mikroemulsi dan emulsi Perbedaan utama antara emulsi dan mikroemulsi adalahmikroemulsi berbentuk transparan sedangkan emulsi tidak. Namun secara termodinamika emulsi tidak stabil dan cenderung akan memisah (Lawrence dan Rees, 2000). Menurut Anton dan Vandamme (2011) dan Flanagan dan Singh (2006), mikroemulsi dapat dibuat tanpa melibatkan energi tinggi yaitu dengan emulsifikasi spontan. Mikroemulsi dengan emulsi fikasi spontan dapat dibentuk pada rasio surfaktan-minyak (SOR= surfactant oil ratio) lebih dari 1 (Yang dkk., 2012). Rao dan McClements (2011) menyatakan bahwa mikroemulsi umumnya lebih mudah dibuat daripadananoemulsi dan emulsi namun memerlukan konsentrasi surfaktan yang lebih tinggi. 2.3.2 Tipe mikroemulsi. 11.
(28) Mikroemulsi dibagi menjadi tiga jenis yaitu: a. Mikroemulsi Air dalam Minyak (w/o) b. Mikroemulsi Minyak dalam Air (o/w) c. Mikroemulsi bicontinuos Gambar tipe mikroemulsi dapat dilihat pada Gambar 2.1.. Oil in water microemulsion. Water in oil microemulsion. Bicontinuous microemulsion Gambar 2.1 Tipe sistem dispersi mikroemulsi (Lawrence dan Rees, 2000) Jenis mikroemulsi yang terbentuk bergantung pada komposisi pembentuknya. Mikroemulsi minyak dalam air terbentuk karena fraksi dari minyak rendah. Sedangkan mikroemulsi air dalam minyak terjadi ketika fraksi dari air rendah. Sistem mikroemulsi bicontinuos mungkin terjadi jika jumlah air dan minyak hampir sama (Lawrence dan Rees, 2000). Jenis emulsi (A/M) kurang sensitif terhadap pH, tetapi sensitif terhadap panas, peka terhadap perlakuan elektrik, mempunyai konduktifitas lebih rendah, terwarnai oleh pewarna yang larut dalam minyak, dan dapat diencerkan dengan penambahan minyak murni sedangkan sifat jenis emulsi minyak dalam air (M/A) kebalikan dari sifat emulsi air dalam minyak (A/M) (Supriyo, 2007). 2.3.3 Kestabilan mikroemulsi Secara umum, bentuk ketidakstabilan emulsi dapat berupa creaming, flokulasi, dan koalesens (Ali, dkk., 2013).. 12.
(29) 1. Creaming Creaming adalah pemisahan fase emulsi yang disebabkan oleh perbedaan densitas antara fase dispersi dengan medium dispersi. Creaming bersifat reversible dan dapat dihilangkan dengan perlakuan penggojokan. Creaming dapat dicegah dengan mengecilkan perbedaan densitas antara fase dispersi dengan medium dispersi (Ali, dkk., 2013). 2. Flokulasi Flokulasi adalah keadaan dimana droplet saling bergabung karena adanya ikatan antar droplet yang lemah. Flokulasi bersifat reversible dan dapat dihilangkan dengan perlakuan penggojokan yang kuat. Droplet yang terflokulasi ditandai dengan kemampuannya untuk mempertahankan bentuk dan ukuran. Flokulasi juga dapat menyebabkan terjadinya koalesens yang bersifat irreversible (Ali, dkk., 2013). Pada sistem emulsi yang menggunakan surfaktan non-ionik, terdapat gaya tarik-menarik antar droplet yang disebabkan oleh adanya gaya van der Waals, tetapi gaya itu dapat dilemahkan dengan menurunkan jarak antar droplet. Seiring dengan peningkatan konsentrasi surfaktan, maka lapisan film antar muka yang membentuk droplet juga akan semakin menebal dan menandakan bahwa halangan sterik antar droplet juga membesar. Halangan sterik yang besar berfungsi dalam mencegah terjadinya penyatuan droplet yang bersifat irreversible atau mencegah terjadinya koalesens, sehingga dapat dikatakan penggunaan konsentrasi surfaktan dalam jumlah tinggi dapat menghasilkan suatu emulsi yang lebih stabil (Abdulkarim,dkk., 2010). 3. Koalesens. 13.
(30) Koalesens terjadi ketika droplet-droplet saling menyatu dan membentuk suatu droplet baru yang memiliki ukuran lebih besar dan bersifat irreversible (Abdulkarim,dkk., 2010).. 2.4. Surfaktan Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati antar. permukaan antara tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik di sekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan fase, sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran (Ditjen POM, 1985). Surfaktan cenderung berkumpul pada antar muka, dan diadsorbsi pada antarmuka minyak-air, sebagai lapisan-lapisan monomolekular. Jika konsentrasi nya cukup tiggi, surfaktan membentuk suatu lapisan yang kaku yang bertindak sebagai suatu penghalang mekanik, baik terhadap adhesi maupun menggabungnya tetesan-tetesan emulsi. Surfaktan membantu memecahkan bola-bola besar menjadi bola-bola kecil, yang kemudian mempunyai kecendrungan untuk bersatu yang lebih kecil daripada lazimnya (Ansel, 2008). Surfaktan yang digunakan untuk menstabilkan sistem mikroemulsi antara lain yaitu anionik, kationik, nonionik, dan zwitterionik. Kombinasi antara surfaktan ionik dan non ionik sangat efektif untuk meningkatkan kelarutan mikroemulsi. Contoh surfaktan non ionik yaitu surfaktan poliksietilen atau ester gula seperti sorbitan monooleat (Span 80). Surfaktan non ionik merupakan yang paling efektif dalam pembentukan mikroemulsi. Contoh dari surfaktan zwitterionik yaitu. 14.
(31) phospholipid yang menunjukkan biokompatibilitas yang sangat baik (Lawrence dan Rees, 2000). 2.4.1 Tween 80 Tween. 80. disebut. juga. sebagai. polisorbat. 80. (polioksietilen. 20. sorbitanmonooleat).Tween 80 memiliki karakteristik cairan berminyak berwarna kuningpada suhu 25℃ dan suhu hangat, serta berasa pahit. Tween 80 larut dalam etanoldan air, tidak larut dalam minyak mineral dan minyak nabati.Tween 80 memiliki bobot jenis 1,08g/cm3 dan nilai HLB 15.Tween 80 berfungsisebagai pengemulsi, surfaktan nonionik, solubilizing agent, agen pensuspensi, danagen pembasa. Tween 80 stabil untuk elektrolit dan asam serta basa lemah, saponifikasiterjadi dengan asam dan basa kuat.Ester asam oleat dari tween 80 sestitif terhadapoksidasi.Tween 80 harus disimpan dalam wadah tertutup baik,terlindung dari cahaya, dingin, dan kering (Rowe., Sheskey., dan Quin, 2009). Salah satu keuntungannya adalah dapat digunakan sebagai zat tambahan makanan dan secara luas digunakan dalam kosmetik dan beberapa formulasi sediaan farmasi (Tadros, 2005). Dosis tween 80 yang dapat digunakan di dalam tubuh selama sehari (acceptable daily intake) yaitu 25 mg/kgbb (Rowe., Sheskey., dan Quin, 2009). Gambar rumus bangun Tween 80 dapat dilihat pada Gambar 2.2.. Polyoxyethylene sorbitan monoester. 15.
(32) Gambar 2.2 Rumus bangun tween 80 (Rowe., Sheskey., dan Quin, 2009). 2.5. Kosurfaktan Kosurfaktan merupakan molekul kecil bersifat amfifilik, sebuah alkohol. rantai pendek hingga medium (C2-C10). Surfaktan dalam keadaan sendiri tidak dapat. menurunkan. tegangan. antarmuka. air-minyak. secara. cukup. untuk. menghasilkan sebuah mikroemulsi. Penambahan kosurfaktan dapat membantu menghasilkan tegangan antarmuka mendekati nol. Tegangan antarmuka yang mendekati nol mengakibatkan diameter globul menjadi sangat kecil. Secara luas molekul yang dapat berfungsi sebagai kosurfaktan meliputi surfaktan nonionik, alkohol, asam alkanoat, alkanediol dan alkil amina (Lawrence dan Rees, 2000). 2.5.1 PEG (Polietilen glikol) 400 PEG (Polietilen glikol) merupakan polimer dari etilen oksida dan dibuat menjadi bermacam-macam panjang rantainya. Polietilen glikol yang memiliki berat molekul rata-rata 200, 400, dan 600 berupa cairan bening tidak berwarna dan yang mempunyai berat molekul rata-rata lebih dari 1000 berupa lilin putih, padat, dan kepadatannya bertambah dengan bertambahnya berat molekul. Macam-macam kombinasi dari polietilen glikol bisa digabung dengan cara melebur dengan memakai dua jenis atau lebih untuk memperoleh konsistensi basis yang diinginkan, dan sifat khasnya (Ansel, 2008). Gambar rumus bangun PEG 400 dapat dilihat pada Gambar 2.3.. Gambar 2.3 Rumus bangun PEG 400. 16.
(33) 2.6. Sistem HLB Umumnya masing-masing zat pengemulsi mempunyai suatu bagian hidrofilik. dan suatu bagian lipofilik dengan salah satu diantaranya lebih atau kurang dominan dalam mempengaruhi dengan cara yang telah diuraikan untuk membentuk tipe emulsi. Suatu metode telah diperkirakan dimana zat pengemulsi dan zat aktif per mukaan dapat digolongkan susunan kimianya sebagai keseimbangan hidrofil-lipofil atau HLB nya. Dengan metode ini tiap zat mempunyai harga HLB atau angka yang menunjukkan polaritas dari zat tersebut (Ansel, 2008). Bahan-bahan yang sangat polar atau hidrofilik angkanya lebih besar daripada bahan-bahan yang kurang polar dan lebih lipofilik. Umumnya zat aktif permukaan itu mempunyai harga HLB yang ditetapkan antara 3 sampai 6 dan menghasilkan emulsi air dalam minyak. Sedangkan zat-zat yang mempunyai harga HLB antara 8 sampai 18 menghasilkan emulsi minyak dalam air (Ansel, 2008).. 17.
(34) BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental yang meliputi tahapan pengumpulan sampel dan pengolahan simplisia, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak etanol 96%, pembuatan sediaan mikroemulsi, evaluasi sediaan meliputi pengamatanorganoleptis, pengujian tipe emulsi, pengujian homogenitas, uji viskositas, penentuan pH, uji sentrifugasi, penentuan bobot jenis, pengukuran tegangan permukaan, penentuan ukuran partikel dan penentuan stabilitas sediaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Farmasi Fisik Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Kosmetologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.. 3.1. Alat dan Bahan. 3.1.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik (Boeco Germany), lemari pengering, oven, pemanas, seperangkat alat destilasi, blender (Miyako), rak tabung reaksi, kertas saring, alumunium foil, spatula, sudip, pot plastik, kertas perkamen, alat-alat gelas laboratorium(Iwaki pyrex), cawan penguap, penangas. air,. rotary. evaporator,. magnetic. 18. stirer. (Thermo),. Viskometer.
(35) Brookfield,pH meter (Hanna), alat sentrifus (Hitachi CF 16 R X II), tabung sentrifus(Pyrex), piknometer, Vascoγ CORDOUAN Particle SizeAnalyzerdan sonikator(Branson). 3.1.2 Bahan Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis). Bahan kimia yang digunakan yaitu : etanol 96%, asam klorida, asam sulfat pekat, asam asetat anhidrida, besi (III) klorida bismuth nitrat, magnesium, butanol, amil alkohol, n-heksan, toluen, kloroform, raksa (II) klorida, kalium iodida, bismuth (II) nitrat, akuades, minyak kedelai, tween 80, PEG 400, nipagin, metilen biru, larutan dapar pH asam (4,0) dan larutan dapar pH netral (7,01).. 3.2. Penyiapan Bahan Tumbuhan Penyiapan bahan tumbuhan meliputi pengambilan bahan tumbuhan,. identifikasi tumbuhan, pembuatan dan karakterisasi simplisia dan pembuatan ekstrak etanol 96% daun binahong. 3.2.1 Pengambilan bahan tumbuhan Bahan yang digunakan adalah daun binahong yang masih segar. Pengambilan daun binahong dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan diambil dari Jalan Seram Gg. Bengkel No. 7, Kelurahan Bantan, Kecamatan Siantar Barat, Kota Pematangsiantar, Provinsi Sumatera Utara. 3.2.2 Identifikasi tumbuhan. 19.
(36) Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense, Departemen Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara. 3.2.3 Pembuatan simplisia Daun binahong dibersihkan dari kotoran yang melekat, dicuci dengan air bersih, ditiriskan, lalu ditimbang berat basah, kemudian dikeringkan di lemari pengering dengan suhu 40-50oC. Daun kering yang ditandai rapuh (bila diremas menjadi hancur) dan diperoleh berat kering, kemudian diserbuk dengan menggunakan blender. Serbuk simplisia disimpan dalam wadah plastik tertutup rapat.. 3.3. Karakterisasi Simplisia Pemeriksaan karakterisasi simplisia seperti penetapan kadar air dilakukan. menurut prosedur World Health Organization (1998); pemeriksaan makroskopik, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu tidak larut asam dilakukan menurut prosedur Depkes RI (1989). 3.3.1 Pemeriksaan makroskopik Pemeriksaan makroskopik terhadap simplisia daun binahong meliputi pemeriksaan bentuk, bau, warna, dan rasa dan juga dilakukan pemeriksaan makroskopik terhadap daun binahong segar. 3.3.2 Penetapan kadar air Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bundar, lalu didestilasi selama 2 jam. Setelah itu, toluen dibiarkan mendingin selama 30 menit, dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 ml. Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 2 gram serbuk simplisia. 20.
(37) yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998). 3.3.3 Penetapan kadar sari yang larut dalam air Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimasukkan dalam labu tersumbat, dimaserasi dengan 100 ml air kloroform P (2,5 ml kloroform dalam 1000 ml air) selama 24 jam, sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring, sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam air, terhadap bahan yang telah dikeringkan udara (Depkes RI, 1989). 3.3.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimasukkan dalam labu tersumbat, dimaserasi dengan 100 ml etanol 96% selama 24 jam, sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring, kemudian sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasarkan rata-rata cawan yang telah ditara sebelumnya, kemudian sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Hitung dalam persen kadar sari yang dalametanol terhadap bahan yang telah dikeringkan udara (Depkes RI, 1989).. 21. larut.
(38) 3.3.5 Penetapan kadar abu total Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan ke dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, timbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1989). 3.3.6 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total, didihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, saring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1989).. 3.4. Pembuatan Ekstrak Etanol 96% Daun Binahong Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut. etanol 96%. Masukkan 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok ke dalam sebuah bejana, tuangi dengan 75 bagian cairan penyari, tutup, biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, serkai, peras, cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan ke dalam bejana tertutup, biarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari. Enap tuangkan atau saring (Ditjen POM, 1979).. 22.
(39) 3.5. Pembuatan Larutan Pereaksi Pembuatan pereaksi Bourchardat, pereaksi Mayer, pereaksi Dragendroff,. klorida 1%, pereaksi Liebermann-Burchard, larutan asam sulfat 2N, larutan asam klorida 2N,larutan besi (III) klorida 1% (Depkes RI, 1989).. 3.5.1 Pereaksi Mayer Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 10 ml air suling. Kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1989). 3.5.2 Pereaksi Dragendroff Sebanyak 0,8 g bismuth (II) nitrat ditmbang, dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat pekat, lalu ditimbang sebanyak 27,2 g kalium iodida dalam 50 ml air suling. Kedua larutan dicampurkan dan didiamkan sampai memisah sempurna, larutan jernih diencerkan dalam air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1989). 3.5.3 Pereaksi Bourchardat Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, dilarutkan dalam air suling secukupnya, lalu ditambahkan 2 g iodium kemudian ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1989). 3.5.4 Pereaksi Liebermann-Burchard Sebanyak 5 bagian volume asam sulfat pekat dicampurkan dengan 50 bagian volume etanol 95%. Ditambahkan dengan hati-hati 5 bagian volume asetat anhidrida ke dalam campuran tersebut dan dinginkan (Depkes RI, 1995). 3.5.5 Larutan besi (III) klorida 1%. 23.
(40) Sebanyak 1 g besi (III) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM RI, 1979). 3.5.6 Larutan asam klorida 2 N Diambil asam klorida pekat 7,293 g kemudian ditambah air suling sampai 100 ml (Depkes RI, 1989). 3.5.7 Larutan asam sulfat 2 N Sebanyak 5,5 ml larutan asam sulfat pekat ditambahkan air suling sampai 100 ml (Depkes RI, 1989).. 3.6. Skrining Fitokimia Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa kimia. yang terkandung dalam simplisia, meliputi golongan alkaloida, flavonoida, saponin, tanin, dan steroida/triterpenoida. 3.6.1 Pemeriksaan triterpenoida/steroida Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, disaring, filtrat diuapkan dan sisanya ditambahkan pereaksi LiebermannBurchard. Terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru kehijauan menunjukkan adanya triterpenoid/steroid bebas(Farnsworth, 1966). 3.6.2 Pemeriksaan alkaloida Timbang 500 mg serbuk simplisia, tambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air, panaskan di atas penangas air selama 2 menit, dinginkan dan saring. Pindahkan 3 tetes filtrat pada kaca arloji, tambahkan 2 tetes Bouchardat. Jika pada kedua percobaan tidak terjadi endapan, maka serbuk tidak mengandung alkaloid.Mayer terbentuk endapan berwarna putih atau kuning yang larut dalam. 24.
(41) metanol dan dengan Bouchardat terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam, maka ada kemungkinan terdapat alkaloid. Lanjutkan percobaan dengan mengocok sisa filtrat dengan 3 ml ammonia pekat dan 10 ml campuran 3 bagian volume eter dan 1 bagian volume kloroform. Ambil fase organik, tambahkan natrium sulfat anhidrat, saring. Uapkan filtrat di atas penangas air larutkan sisa dalam sedikit asam klorida 2 N. Lakukan percobaan dengan keempat golongan larutan percobaan, serbuk mengandung alkaloid jika sekurang-kurangnya terbentuk endapan dengan menggunakan dua golongan larutan percobaan yang digunakan (Depkes RI, 1989). 3.6.3 Pemeriksaan flavonoida Sebanyak 0,5 g sampel ditambahkan 20 ml air panas, dididihkan selama 10 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnsium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966). 3.6.4 Pemeriksaan tanin Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Filtrat yang diperoleh diambil 2 ml, lalu ditambahkan 1-2 tetes pereaksi FeCl3. Terbentuknya warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966). 3.6.5 Pemeriksaan saponin Masukkan 0,5 g serbuk yang diperiksa ke dalam tabung reaksi, tambahkan 10 ml air panas, dinginkan dan kemudian kocok kuat-kuat selama 10 detik, terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm. pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N, buih tidak hilang (Depkes RI, 1989).. 25.
(42) 3.7. Formulasi Sediaan. 3.7.1 Formulasi sediaan mikroemulsi Pada. formulasi. mikroemulsi,. persentase. komposisi. bahan. dalam. mikroemulsidimodifikasi dari formulasi mikroemulsi pada penelitian sebelumnya. Pada penelitian sebelumnya, Anggai, dkk (2015) melakukan penelitian tentang mikroemulsi ekstrak etanol beras merah dengan variasi konsentrasi tween 80 dan PEG 400. Komposisi bahan yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Formula mikroemulsipada penelitian Anggai, dkk., (2015) Formula % (Minyak : Tween 80 + PEG 400) F4 F5 F6 F7 F8 F9. F1. F2. F3. F10. F11. 1:1. 1:2. 1:3. 1:4. 1:5. 1:6. 1:7. 1:8. 1:9. 1:10. 1:11. Sweet almond oil. 5. 5. 5. 5. 5. 5. 5. 5. 5. 5. 5. Tween 80. 3,5. 7,5. 10,5. 12,5. 15. 17,5. 20. 22,5. 25. 27,5. 30. PEG 400. 1,5. 2,5. 4,5. 7,5. 10. 12,5. 15. 17,5. 20. 22,5. 25. Air ad. 100. 100. 100. 100. 100. 100. 100. 100. 100. 100. 100. Bahan. Selanjutnya, pada penelitian ini formulasi mikroemulsi diperoleh dengan cara modifikasi formula pada penelitian Anggai, dkk (2015), namun sebelumnya terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan (orientasi) untuk mengetahui kondisi dan komposisi bahan yang terbaik dalam pembuatan sehingga didapatkan sediaan mikroemulsi yang jernih dan stabil. Maka untuk uji pendahuluan diambil formula F9, F10, dan F11. Perbandingan 1:1 sampai 1:11 didapatkan dari jumlah minyak (1). 26.
(43) : hasil penjumlahan dari Tween 80 + PEG 400. Formulasi komposisi bahan yang dimodifikasi dari penelitian Anggai., dkk (2015) terdapat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2Formula mikroemulsi yang dimodifikasi sebelum penambahan ekstrak. Bahan Minyak kedelai Tween 80 PEG 400 Nipagin Air ad. Formula % (Minyak : Tween 80 + PEG 400) F1 F2 F3 1:9 1:10 1:11 5 5 5 25 27,5 30 20 22,5 25 0,1 0,1 0,1 100 100 100. Keterangan : F1: Konsentrasi Tween 80 (25 %) dan PEG 400 (20%) F2 : Konsentrasi Tween 80 (27,5 %)dan PEG 400 (22,5%) F3 : Konsentrasi Tween 80 (30 %) dan PEG 400 (25%) Dari uji pendahuluan yang telah dilakukan diperoleh formula F3 (1:11) dengan komposisi bahan yang terbaik yang menghasilkan mikroemulsi yang jernih dan transparan. Maka F3 (1:11) diformulasikan sebagai blanko dan penambahan ekstrak dengan konsentrasi yang berbeda. Formulasi mikroemulsi dengan variasi konsentrasi ekstrak dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3Formulasi mikroemulsi setelah penambahan ekstrak. Bahan Ekstrak etanol daun binahong Minyak kedelai Tween 80 PEG 400 Nipagin Air ad. Keterangan:. Formula % (Minyak : Tween 80 + PEG 400) F1 F2 F3 F4 1:11 1:11 1:11 1:11 0,1 0,3 0,5 5 5 5 5 30 30 30 30 25 25 25 25 0,1 0,1 0,1 0,1 100 100 100 100. F1: Blanko F2: Konsentrasi ekstrak daun binahong 0,1% 27.
(44) F3: Konsentrasi ekstrak daun binahong 0,3% F4: Konsentrasi ekstrak daun binahong 0,5%. 3.7.2 Prosedur pembuatan mikroemulsi Pada proses pembuatan mikroemulsi terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan untuk mengetahui kondisi terbaik dan komposisi bahan yang terbaik dalam pembuatan sehingga didapatkan sediaan mikroemulsi yang jernih dan stabil. Prosedur pembuatan mikroemulsi sebagai berikut : 1. Dilarutkan nipagin dengan akuades dengan cara dipanaskan hingga nipagin larut kemudian didinginkan 2. Kemudian larutan tersebut digunakan untuk melarutkan ekstrak daun binahong sambil diaduk dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit 3. Ditambahkan surfaktan (tween 80) dan kosurfaktan (PEG 400) sampai terbentuk campuran homogen 4. Kemudian ditambahkan minyak kedelai dan diaduk hingga homogen dengan kecepatan 5000 rpm, pengadukan dilakukan selama delapan jam dihitung dari semua bahan yang telah dicampurkan hingga terbentuk mikroemulsi yang jernih dan transparan 5. Disonikator mikroemulsi yang terbentuk selama 30 menit (Anggai, dkk, 2015) 3.8. Evaluasi Mikroemulsi. 3.8.1 Pengamatan stabilitas. 28.
(45) Sediaan mikroemulsi dievaluasi secara fisik meliputi bau, warna, kejernihan dan endapan selama 12 minggu dengan pengamatan setiap 1 minggu sekali. Pengamatan ini dilakukan pada mikroemulsi yang disimpan pada suhu kamar (Ansel, 2008).. 3.8.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen. POM, 1979). 3.8.3 Penentuan tipe emulsi Penentuan tipe emulsi pada sediaan krim dilakukan dengan dua cara, yaitu: Pengenceran fase dilakukan dengan mengencerkan 0,5 gram sediaan krim dengan 25ml air dalam beaker gelas. Jika sediaan terdispersi secara homogen dalam air, maka sediaan termasuk emulsi tipe m/a sedangkan jika sediaan tidak terdispersi secara homogen dalam air, maka sediaan termasuk emulsi tipe a/m (Ditjen POM, 1985). Pewarnaan dilakukan dengan menambahkan larutan metilen biru sebanyak 1 tetes dengan 1 tetes sediaan, lalu diaduk. Bila metilen biru tersebar merata berarti sediaan tersebut emulsi tipe m/a, tetapi bila metilen biru tersebar tidak merata berarti sediaan tersebut emulsi tipe a/m (Ditjen POM, 1985). 3.8.4 Uji viskositas Pengukuran. viskositas. dilakukan. dengan. cara. sediaan. mikroemulsi. dimasukkan ke dalam beker gelas 100 ml dan dipilih nomor spindle yang sesuai.. 29.
(46) Pengukuran ini dilakukan dengan tiga kali pengulangan dengan menggunakan viskometer Brookfield DV-E. 3.8.5 Penentuan pH Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.Cara: Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standarnetral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 0,25 gram sediaan dan dilarutkan dalam 25 ml air suling. Kemudiaan elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003). 3.8.6 Uji sentrifugasi Uji sentrifugasi dilakukan pada awal setelah sediaan dibuat dengan pengukuran sebanyak 1 kali. Sediaan mikroemulsi dimasukkan ke dalam tabung sentrifus kemudian dilakukan sentrifus pada kecepatan 3750 rpm selama 5 jam (Lachman, dkk., 1994). 3.8.7 Penentuan bobot jenis mikroemulsi Penentuan bobot jenis mikroemulsi dilakukan pada awal setelah sediaan dibuat dengan pengukuran sebanyak 1 kali. Bobot jenis diukur dengan menggunakan piknometer pada suhu kamar. Piknometer yang bersih dan kering ditimbang (A g). Kemudian diisi dengan air sampai penuh dan ditimbang (A1 g). Air dikeluarkan dari piknometer dan piknometer dibersihkan. Sediaan mikroemulsi diisikan dalam piknometer sampai penuh dan ditimbang (A2 g). Bobot jenis diukur dengan perhitungan sebagai berikut : Bobot jenis =. A2−A A1−A. 30.
(47) (Ditjen POM, 1995). 3.8.8 Pengukuran tegangan permukaan mikroemulsi Pengukuran tegangan permukaan mikroemulsi dilakukan pada awal setelah sediaan dibuat dengan pengukuran sebanyak 1 kali. Tegangan permukaan diukur dengan menggunakan Tensiometer Du Nouy pada suhu kamar. Sampel diisi ke dalam cawan gelas kira-kira 50% nya. Kalibrasikan alat Tensiometer menggunakan akuades. Jika Tensiometer sudah siap, bersihkan cincin Du Nouy dengan cara memanaskan cincin tersebut pada nyala api bunsen selama 10 – 15 detik. Gantung cincin tersebut pada pengait kemudian set posisi jarum pada nol. Turunkan cincin Du Nouy ke dalam sampel hingga kedalaman 2-3 mm dari permukaan cairan. Selanjutnya angkat pelan-pelan hingga lepas dari cairan sampel. Angka yang ditunjukkan saat cincin lepas dicatat sebagai nilai tegangan permukaan sampel tersebut (Sudarmadji, 2012). 3.8.9 Penentuan ukuran partikel mikroemulsi Penentuan ukuran partikel dilakukan di Laboratorium Terpadu Fisika USU Medan. menggunakan. alat. Vascoγ. SizeAnalyzer pada suhu kamar.. 31. CORDOUAN. Technologies. Particle.
(48) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Tumbuhan yang telah diidentifikasi di Herbarium Medanense, Departemen. Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara, hasilnya adalah Anredera cordifolia (Ten.) Steenis, suku Basellaceae. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 50.. 4.2. Karakterisasi Simplisia Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopis,. pemeriksaan karaterisasi terhadap serbuk simplisia dilakukan uji kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total, dan kadar abu tidak larut asam. 4.2.1 Pemeriksaan makroskopis Hasil pemeriksaan makroskopik dari daun binahong segar yaitu daun tunggal, bertangkai sangat pendek, berwarna hijau, bentuk jantung, panjang 5-10 cm, lebar 3-7 cm, helaian daun tipis lemas, ujung runcing, tepi rata, permukaan licin dan bisa dimakan. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 51. 4.2.2 Pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia. 32.
(49) Hasil karakteristik dari serbuk simplisia daun binahong dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini: Tabel 4.1 Hasil karakteristik serbuk simplisia daun binahong No. Parameter Hasil 1. Kadar air 7,48 % 2. Kadar sari larut air 19,17% 3. Kadar sari larut etanol 9,45% 4. Kadar abu total 4,03 % Karakterisasi penetapan0,56 kadar 5. Kadarsimplisia abu tidakmeliputi larut asam % air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol. Karakterisasi simplisia meliputi penetapan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, dan susut pengeringan, dilakukan dengan tujuan menjamin keseragaman mutu simplisia agar memenuhi. persyaratan. standar. simplisia.. Beberapa. faktor. yang. dapat. mempengaruhi pemeriksaan karakteristik simplisia, diantaranya adalah bahan baku simplisia, cara pembuatan dan penyimpanan simplisia. Selain itu pemeriksaan ini juga menentukan jumlah cemaran dan pengotor yang terkandung pada simplisia. Penetapan kadar air sangat penting untuk memberikan batasan maksimal kandungan air di dalam simplisia, karena jumlah air yang tinggi dapat menjadi media tumbuhnya bakteri dan jamur sehingga dapat merusak senyawa yang terkandung dalam simplisia (Depkes RI, 2000). Syarat kadar air untuk simplisia daun pada umumnya <10%. Apabila kadar air simplisia lebih besar 10% maka simplisia tersebut akan mudah ditumbuhi kapang pada saat penyimpanan sehingga mutu simplisia akan menurun. Penetapan kadar sari larut air dan etanol dilakukan untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa yang dapat tersari dengan pelarut air dan etanol. dari suatu simplisia (Depkes RI, 2000). Penetapan kadar abu total dilakukan dengan tujuan memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal. 33.
(50) dari proses awal sampai terbentuknya simplisia yang berkaitan dengan senyawa organik maupun anorganik yang diperoleh secara internal dan eksternal. Kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk mengetahui jumlah abu yang diperoleh dari faktor eksternal seperti pasir atau tanah silikat (Febriani, dkk., 2015). 4.3. Skrining Fitokimia Skrining fitokimia dilakakukan terhadap simplisia daun binahong. Hasil. skrining fitokimia terlihat pada Tabel 4.2 dibawah ini: Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan skrining fitokimia daun binahong No. 1 2 3 4 5. Golongan senyawa Alkaloid Flavonoid Tanin Saponin Triterpenoid/Steroid. Simplisia + + +. Keterangan: ( + ) positif: mengandung golongan senyawa ( ˗ ) negatif: tidak mengandung golongan senyawa Berdasarkan hasil skrining diketahui bahwa simplisia daun binahong mengandung flavonoid, saponin dan triterpenoid/steroid. Daun Anredera cordifolia (Ten.) Steenis., mengandung senyawa saponin, flavonoid, kuinon, steroid, monoterpenoid, dan sesquiterpenoid (Sukandar, dkk., 2011). Identifikasi menggunakan reaksi warna, uji tanin dinyatakan positif jika dengan penambahan larutan FeCl3 dan harus menghasilkan warna biru, biru kehitaman, hijau atau biru kehijauan dan lapisan endapan. Pengujian flavonoid dengan penambahan serbuk magnesium dan HCl pekat akan menghasilkan perubahan warna dari orange-merah (flavones), merah-merah tua (flavonols), merah tua-magenta (flavonones), dan terkadang hijau atau biru (Farnsworth, 1966). Reaksi Lieberman-Burchard banyak digunakan untuk uji triterpenoid dan steroid akan memberikan warna hijau-biru menunjukan saponin steroidal dan warna. 34.
(51) merah, pink, atau ungu menunjukkan triterpenoid. Keberadaan saponin ditunjukkan dengan terbentuknya busa yang bertahan selama 30 menit setelah pengocokan dengan air panas selama 3-5 menit (Farnsworth, 1966) 4.4. Formulasi Mikroemulsi Pada penelitian ini dihasilkan sediaan mikroemulsi untuk blanko yang. berwarna kuning transparan. Mikroemulsi ekstrak dengan konsentrasi ekstrak 0,1%, 0,3% dan 0,5% yang berwarna kuning kehijauan transparan sampai hijau gelap transparan dengan bau khas. Formulasi sediaan mikroemulsi terdiri dari ekstrak etanol daun binahong, minyak kedelai, Tween 80, PEG 400, nipagin dan akuades. Minyak kedelai merupakan minyak yang mengandung asam lemak rantai panjang, dimana minyak kedelai merupakan minyak yang mengandung lesitin sehingga dapat berfungsi sebagai zat pengemulsi (emulgator) dan membantu terbentuknya mikroemulsi (Rizqiyah dan Estiasih, 2015). Ekstrak etanol daun binahong dengan perbedaan konsentrasi yaitu 0,1%, 0,3% dan 0,5% sebagai bahan aktif. Tween 80 dalam formula mikroemulsi ini berfungsi sebagai surfaktan, surfaktan dalam konsentrasi kecil dapat menurunkan tegangan permukaan antara dua cairan yang tidak bercampur. PEG 400 berfungsi sebagai kosurfaktan yang bertujuan untuk mempertahankan kestabilan antara minyak dan air (Martin, dkk., 1993).. 4.5. Evaluasi Mikroemulsi. 4.5.1 Pengamatan stabilitas sediaan Hasil pengamatan stabilitas sediaan menunjukkan bahwa mikroemulsi tanpa ekstrak (blanko) F3 yang disimpan pada suhu kamar tetap jernih hingga 12minggu,. 35.
(52) warna serta baunya tidak berubah, sedangkan mikroemulsi F2 sudah mulai keruh pada minggu kedua dan F1 terlihat keruh sejak awal pengamatan dan penyimpanan. Hal ini menunjukkan mikroemulsi sebelum penambahan ekstrak pada F3 lebih stabil dari mikroemulsi F2 dan F1 secara makroskopik. Maka formulasi F3 digunakan sebagai basis dan sebagai formula untuk penambahan ekstrak. Mikroemulsi adalah sistem yang stabil secara termodinamika dan transparan, merupakan dispersi dari minyak dan air yang distabilkan oleh lapis tipis (film) molekul ampifilik (surfaktan dan kosurfaktan) (Talegaonkar S et al., 2008). Mikroemulsi F1 sudah terlihat keruh pada minggu pertama dan F2 keruh setelah penyimpanan 2 minggu, sedangkan F3 tetap jernih pada penyimpanan 12 minggu. Maka digunakan F3 sebagai blanko. Data pengamatan stabilitas mikroemulsi tanpa ekstrak dapat dilihat pada Tabel 4.3. Sedangkan hasil pengamatan stabilitas dengan penambahan ekstrak dengan konsentrasi ekstrak 0,1%, 0,3% dan 0,5% yang disimpan pada suhu kamar selama 12 minggu, warna serta baunya tidak berubah, dan tetap stabil. Data pengamatan stabilitas mikroemulsi dengan penambahan ekstrak dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.3 Data pengamatan stabilitas mikroemulsi tanpa ekstrak Lama PenyimWarna panan (minggu) F1 F2 F3 F1 1 K KJ KJ Khas 2 K K KJ Khas. Stabilitas Bau. Kejernihan. F2 Khas Khas. F3 Khas Khas. F1 Keruh Keruh. F2 F3 Jernih Jernih Keruh Jernih. Pemisahan fase F1 F2 F3 -. 3. K. K. KJ Khas. Khas. Khas. Keruh. Keruh Jernih. -. -. -. 4. K. K. KJ Khas. Khas. Khas. Keruh. Keruh Jernih. -. -. -. 5. K. K. KJ Khas. Khas. Khas. Keruh. Keruh Jernih. -. -. -. 6. K. K. KJ Khas. Khas. Khas. Keruh. Keruh Jernih. -. -. -. 7. K. K. KJ Khas. Khas. Khas. Keruh. Keruh Jernih. -. -. -. 8. K. K. KJ Khas. Khas. Khas. Keruh. Keruh Jernih. -. -. -. 9. K. K. KJ Khas. Khas. Khas. Keruh. Keruh Jernih. -. -. -. 10. K. K. KJ Khas. Khas. Khas. Keruh. Keruh Jernih. -. -. -. 36.
(53) 11. K. K. KJ Khas. Khas. Khas. Keruh. Keruh Jernih. -. -. -. 12. K. K. KJ Khas. Khas. Khas. Keruh. Keruh Jernih. -. -. -. Keterangan: F1: Konsentrasi Tween 80 (25%) dan PEG 400 (20%) F2: Konsentrasi Tween 80 (27,5%) dan PEG 400 (22,5%) F3: Konsentrasi Tween 80 (30%) dan PEG 400 (25%) KJ:Kuning Jernih K : Kuning - : Tidak terjadi pemisahan fase + : Terjadi pemisahan fase. Tabel 4.4 Data pengamatan stabilitas mikroemulsi dengan penambahan ekstrak Lama Penyimpanan (minggu). Organoleptis. 1. F1 KJ. Warna Bau Kejernihan F2 F3 F4 F1 F2 F3 F4 F1 F2 F3 F4 KK HK HG Khas Khas Khas Khas Jernih Jernih Jernih Jernih. 2. KJ. KK HK HG Khas Khas Khas Khas Jernih Jernih Jernih Jernih. 3. KJ. KK HK HG Khas Khas Khas Khas Jernih Jernih Jernih Jernih. 4. KJ. KK HK HG Khas Khas Khas Khas Jernih Jernih Jernih Jernih. 5. KJ. KK HK HG Khas Khas Khas Khas Jernih Jernih Jernih Jernih. 6. KJ. KK HK HG Khas Khas Khas Khas Jernih Jernih Jernih Jernih. 7. KJ. KK HK HG Khas Khas Khas Khas Jernih Jernih Jernih Jernih. 8. KJ. KK HK HG Khas Khas Khas Khas Jernih Jernih Jernih Jernih. 9. KJ. KK HK HG Khas Khas Khas Khas Jernih Jernih Jernih Jernih. 10. KJ. KK HK HG Khas Khas Khas Khas Jernih Jernih Jernih Jernih. 11. KJ. KK HK HG Khas Khas Khas Khas Jernih Jernih Jernih Jernih. 12. KJ. KK HK HG Khas Khas Khas Khas Jernih Jernih Jernih Jernih. Keterangan: F1 : Blanko F2 : Konsentrasi ekstrak daun binahong 0,1% F3 : Konsentrasi ekstrak daun binahong 0,3% F4 : Konsentrasi ekstrak daun binahong 0,5% KJ : Kuning Jernih KK: Kuning Kehijauan HK: Hijau Kecoklatan HG: Hijau Gelap. 4.5.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan Hasil pemeriksaan homogenitas terhadap sediaan mikroemulsi ekstrak daun binahong menunjukkan bahwa semua sediaan tidak memperlihatkan adanya butir-. 37.
(54) butir kasar pada saat sediaan dioleskan pada kaca transparan. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat memiliki susunan yang homogen (Ditjen POM RI., 1979). Hasil pemeriksaan homogenitas dapat dilihat pada Lampiran 15, halaman 68. 4.5.3 Hasil penentuan tipe emulsi sediaan mikroemulsi Dari hasil uji tipe emulsi semua sediaan mikroemulsi menunjukkan bahwa metilen biru dapat homogen atau tersebar merata di dalam mikroemulsi sehingga dapat dibuktikan bahwa sediaan mikroemulsi yang dibuat mempunyai tipe emulsi minyak dalam air (m/a), dan pada pengujian tipe emulsi metode pengenceran menunjukkan bahwa sediaan terdispersi secara homogen dalam air, maka sediaan termasuk emulsi tipe (m/a) (Ditjen POM., 1985). Tipe emulsi ini memiliki keuntungan yaitu lebih mudah menyebar di permukaan kulit, tidak lengket dan mudah dihilangkan dengan adanya pencucian. Hasil penentuan tipe emulsi m/a pada sedíaan mikroemulsi menggunakan metilen biru dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan pada Lampiran 14, halaman 67. Tabel 4.5 Data penentuan tipe emulsi sediaan mikroemulsi menggunakan metilen biru Formula F1 F2 F3 F4. Kelarutan Biru Metil pada Sediaan Ya Tidak √ √ √ √ -. Keterangan : F1: Blanko F2: Konsentrasi ekstrak daun binahong 0,1% F3: Konsentrasi ekstrak daun binahong 0,3% F4: Konsentrasi ekstrak daun binahong 0,5% 4.5.4 Uji viskositas. 38.
Garis besar
Dokumen terkait
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui senyawa metabolit sekunder dalam daun binahong yang bersifat antibakteri, untuk mengetahui efektivitas antibakteri ekstrak daun binahong dalam
Pada penelitian ini didapatkan perbedaan yang jelas antara penyembuhan luka yang diberi daun binahong dan yang tidak diberi daun binahong yaitupembentukan jaringan
Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) Terhadap Kadar Kolesterol Total Darah Pada Mencit Putih Jantan Hiperkolesterolemia.. Prosiding
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh bukti ilmiah bahwa ekstrak etanol daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) yang dibuat dalam bentuk sediaan salep dengan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa gel ekstrak etanol daun binahong memiliki pengaruh dalam memperbaiki proses
5.1.4 Sediaan hand sanitizer spray berbahan aktif ekstrak daun binahong (A.cordifolia (Ten.) Steenis) dan minyak atsiri serai (C.citratus (DC.) Stapf) efektif
Penetapan potensi antioksidan ini dilakukan dengan cara menetapkan nilai IC 50 atau melihat potensi antioksidan simplisia daun binahong dan sediaan daun binahong yang
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Setelah melalui uji fisik dapat disimpulkan bahwa formula f0c memiliki karakter fisik terbaik sabun cair antiluka untuk bahan aktif daun binahong dengan