• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) UNTUK MENGIDENTIFIKASI LAHAN PANGAN BERKELANJUTAN PADA AREAL PERSAWAHAAN DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) UNTUK MENGIDENTIFIKASI LAHAN PANGAN BERKELANJUTAN PADA AREAL PERSAWAHAAN DI KOTA PADANGSIDIMPUAN"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) UNTUK MENGIDENTIFIKASI LAHAN PANGAN BERKELANJUTAN PADA AREAL PERSAWAHAAN

DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

SKRIPSI

OLEH :

ZUL FADLI TANJUNG

140308025/KETEKNIKAN PERTANIAN

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(2)

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) UNTUK MENGIDENTIFIKASI LAHAN PANGAN BERKELANJUTAN PADA AREAL PERSAWAHAAN

DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

SKRIPSI

OLEH :

ZUL FADLI TANJUNG

140308025/KETEKNIKAN PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(3)
(4)

Panitia Penguji Skripsi Achwil Putra Munir STP, M.Si Dr. Taufik Rizaldi, STP, MP Dr. Ir. Edi Susanto, M.Si Raju, STP, M.Si

(5)

ABSTRAK

ZUL FADLI TANJUNG: Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) untuk Mengidentifikasi Lahan Pangan Berkelanjutan pada Areal Persawahan di Kota Padangsidimpuan, dibimbing oleh ACHWIL PUTRA MUNIR.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi lahan pertanian sawah sebagai lahan pangan berkelanjutan dengan menggunakan sistem informasi geografi (SIG) di Kota Padangsidimpuan. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu metode pendekatan kuantitatif berjenjang (metode pemberian harkat dan skor pada tiap parameter) dengan menggunakan teknik overlay intersect beberapa peta. Seperti peta kemiringan lereng, peta jenis batuan, peta jenis tanah, peta penggunaan lahan dan peta penyebaran lahan sawah di Kota Padangsidimpuan. Satuan peta lahan (SPL) kerawanan erosi, indeks potensi lahan dan potensi lahan sawah didapatkan dari hasil overlay intersect tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kota Padangsidimpuan memiliki empat kelas indeks potensi lahan, yaitu kelas sangat rendah seluas 395, 40 ha (1,68%), kelas rendah seluas 5.062,37 ha (21.47%), kelas sedang seluas 7.016,60 ha (29.77%), dan kelas tinggi seluas 11.098,67 ha (47,08%). Potensi lahan sawah pada IPL kelas sangat rendah memiliki luas 15,60 ha (0,47%), kelas rendah seluas 217,55 ha (8,22%), kelas sedang seluas 653,12 ha (19,77%), dan kelas tinggi seluas 2.363,17 (71,54%).

Kata kunci: indeks potensi lahan, lahan pangan berkelanjutan, sistem informasi geografi (SIG).

ABSTRACT

ZUL FADLI TANJUNG: The Application of Geographic Information System (GIS) for Identifying Sustainable Food Land in Padangsidimpuan City Paddy Fields, supervised by ACHWIL PUTRA MUNIR.

This study aim is to identify the potential of paddy farming land as a sustainable food land by using a geographic information system (GIS) in Padangsidimpuan City. The method used in this study was a tiered quantitative approach method (the method of granting digits and scores on each parameter) using several map overlect overlay techniques. Such as slope maps, maps of rock types, maps of soil types, maps of land use and maps of the distribution of paddy fields in Padangsidimpuan City. Land map unit (SPL) erosion hazard, land potential index and rice field potential were obtained from the intersect overlay. The results of this study indicated that Padangsidimpuan City had four classes of Land Potential Index, namely very low class of 395,40 ha (1.68%), low class of 5,062.37 ha (21.47%), medium class of 7,016.60 ha ( 29.77%), and high class area of 11,098.67 ha (47.08%). The potential of lowland rice fields in the very low grade IPL had an area of 15.60 ha (0.47%), a low class of 217.55 ha (8.22%), a medium class of 653.12 ha (19.77%), and high class area of 2,363.17 (71.54%).

Keywords: land potential index, sustainable food land, geographic information system (GIS).

(6)

RIWAYAT HIDUP

Zul Fadli Tanjung, dilahirkan di Padangsidimpuan pada tanggal 23 Maret 1996 dari ayah Haris Fadillah Tanjung dan Ibu Masdariah Pohan. Penulis merupakan anak ke tiga dari lima bersaudara.

Tahun 2014 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Padangsidimpuan. Pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis bergabung dan aktif dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Keteknikan Pertanian (IMATETA) sebagai pengurus tahun 2017/2018 dan Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian Indonesia (IMATETANI) sebagai anggota. Kemudian penulis juga bergabung dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Kota Padangsidimpuan Universitas Sumatera Utara – Politeknik Negeri Medan (IMAKOPASID USU-POLMED) sebagai ketua umum pada periode 2016/2017. Pada bulan Juni Tahun 2017 penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Pabrik PT. SMA ASIAN AGRI Aek Nabara, Kabupaten Labuhan Batu.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) untuk Mengidentifikasi Lahan Pangan Berkelanjutan pada Areal Persawahan di Kota Padangsidimpuan” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua saya beserta keluarga yang selalu memberikan semangat, dukungan moril dan materil, kepada Bapak Achwil Putra Munir STP, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan, saran, dan kritik berharga kepada penulis sehingga akripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini di masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, September 2019

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi ... 4

Lahan ... 5

Ketahanan Pangan ... 6

Kesesuaian Lahan ... 7

Karakteristik Lahan ... 8

Sistem Informasi Pertanian ... 17

Pengertian Sistem Informasi Geografi ... 18

Karakteristik Sistem Informasi geografi ... 18

Peranan Sistem Informasi Geografi ... 18

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 21

Alat dan Bahan ... 21

Metode Penelitian ... 21

Analisis Pengolahan Data ... 24

Tahapan penentuan Indeks Potensi Lahan ... 24

Penentuan Potensi Lahan Pertanian Sawah ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN Kota Padangsidimpuan ... 26

Kemiringan Lereng Kota Padangsidimpuan ... 27

Jenis Tanah Kota Padangsidimpuan ... 28

Jenis Batuan Kota Padangsidimpuan... 30

Analisis Hidrologi Kota Padangsidimpuan ... 31

Penggunaan Lahan Kota Padangsidimpuan ... 34

Kerawanan Erosi Kota Padangsidimpuan ... 35

Indeks Potensi Lahan Kota Padangsidimpuan ... 40

Potensi Lahan Pertanian Sawah Kota Padangsidimpuan ... 45

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 49

Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

LAMPIRAN ... 54

(9)

DAFTAR TABEL

Hal

1. Klasifikasi kemiringan lereng ... 9

2. Klasifikasi jenis batuan ... 10

3. Klasifikasi jenis tanah ... 11

4. Klasifikasi iklim menurut Schmidt-Ferguson ... 12

5. Jenis tanah dan nilai faktor erodibilitas tanah (K) ... 13

6. Nilai faktor CP ... 14

7. Klasifikasi tingkat bahaya erosi ... 15

8. Klasifikasi indeks potensi lahan ... 16

9. Luas wilayah Kota Padangsidimpuan ... 26

10. Kemiringan lereng Kota Padangsidimpuan ... 27

11. Jenis tanah Kota Padangsidimpuan ... 29

12. Jenis batuan Kota Padangsidimpuan ... 30

13. Data curah hujan dan klasifikasi iklim Kota Padangsidimpuan ... 33

14. Penggunaan lahan Kota Padangsidimpuan ... 34

15. Perhitungan nilai erosivitas hujan (R) tahun 2017 ... 36

16. Tingkat erosi berdasarkan penggunaan lahan Kota Padangsidimpuan ... 38

17. Tingkat bahaya erosi Kota Padangsidimpuan ... 39

18. Indeks potensi lahan berdasarkan kecamatan ... 42

19. Kelas indeks potensi lahan Kota Padangsidimpuan ... 44

20. Luas potensi lahan sawah terhadap IPL ... 46

21. Luas potensi lahan sawah berdasarkan kecamatan ... 47

(10)

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Peta administrasi Kota Padangsidimpuan ... 26

2. Peta kemiringan lereng Kota Padangsidimpuan ... 28

3. Peta jenis tanah Kota Padangsidimpuan ... 29

4. Peta jenis batuan Kota Padangsidimpuan ... 31

5. Peta penggunaan lahan Kota Padangsidimpuan... 35

6. Curah hujan bulanan tahun 2017 Kota Padangsidimpuan ... 36

7. Hubungan antara curah hujan erosivitas ... 37

8. Grafik erosi berdasarkan penggunaan lahan tahun 2017 ... 39

9. Peta tingkat bahaya erosi Kota Padangsidimpuan ... 40

10. Sampel daerah dengan indeks potensi lahan tingggi ... 41

11. Peta indeks potensi lahan Kota Padangsidimpuan ... 45

12. Peta potensi lahan sawah Kota Padangsidimpuan ... 47

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal 1. Diagram alir penelitian ... 54 2. Perhitungan nilai erosivitas ... 55

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Kebutuhan pangan dikatakan kebutuhan fundamental karena jika tidak terpenuhi, maka kehidupan seseorang dapat dikatakan tidak layak. Pemenuhan akan pangan sangat penting karena menentukan kualitas dari sumber daya manusia (Nurpita dkk., 2018).

Saat ini permasalahan lahan pertanian di Indonesia adalah alih fungsi lahan pertanian pangan terutama lahan sawah ke penggunaan lain, yang menjadi fenomena hampir di semua wilayah. Dampak yang ditimbulkan dari alih fungsi lahan antara lain adalah ancaman terhadap ketahanan pangan. Bagi sektor pertanian pangan, lahan merupakan faktor produksi pertama dan tidak tergantikan.

Berbeda dengan penurunan produksi yang disebabkan oleh serangan hama penyakit, kekeringan, banjir dan lainnya lebih bersifat sementara, penurunan produksi yang diakibatkan oleh alih fungsi lahan bersifat permanen dan sulit untuk diperbaiki (Deptan, 2006).

Konversi lahan yang meluas jika tidak dikendalikan akan mempengaruhi jumlah produksi padi. Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan merupakan sistem dan proses dalam merencanakan dan menetapkan, mengembangkan, memanfaatkan dan membina, mengendalikan, dan mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan. Konversi lahan pertanian merupakan ancaman yang serius bagi ketahanan pangan nasional, sebab konversi lahan tersebut sulit dihindari dan dampaknya terhadap masalah pangan bersifat permanen, kumulatif, dan progresif (Irawan, 2005).

(13)

Lahan yang potensial adalah lahan yang produktif, jika dikelola dengan baik dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi. Potensi lahan memiliki arti penting dalam pengolahan lahan dan pemanfaatan lahan. Pemanfaatan lahan sebaiknya sesuai dengan potensi lahan yang dimiliki. Potensi lahan pada lahan sawah menggambarkan keadaan yang ideal dan sesuai untuk lahan sawah. Padi yang ditanam pada lahan sawah yang berpotensi tinggi sebaiknya dapat menghasilkan padi yang berkualitas, produktivitas tinggi serta memiliki nilai ekonomis yang tinggi (Hidayati dan Yoga, 2011).

Potensi lahan memiliki beberapa parameter pendukung yaitu kemiringan lereng, jenis batuan, jenis tanah, hidrologi, serta kerawanan bencana sebagai faktor pembatas. Lahan sawah yang berada pada daerah yang potensi lahan tinggi akan menghasilkan produktivitas padi yang lebih besar dibandingkan lahan sawah yang berada pada potensi lahan rendah. Batas-batas untuk tiap potensi lahan dapat diketahui pola keruangannya menggunakan suatu metode yang dapat mengolah dan menganalisa data spasial dan data atribut untuk pembuatan peta Indeks Potensi Lahan (IPL). Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) dapat dimanfaatkan untuk analisis potensi lahan padi sawah yaitu dalam pengolahan data parameter-parameter indeks potensi lahan yang ditumpang susunkan (overlay) menjadi peta indeks potensi lahan, kemudian ditumpangsusunkan lagi (overlay) dengan peta penyebaran areal lahan sawah menjadi peta potensi lahan padi sawah.

Oleh karena itu melalui pengaplikasian Sistem Informasi Geografis (SIG) diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pengembangan teknologi informasi khususnya dalam menyediakan informasi berupa peta tematik tentang

(14)

klasifikasi lahan persawahan yang layak untuk dipertahankan menjadi lahan pangan berkelanjutan di Kota Padangsidimpuan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi lahan pertanian sawah sebagai lahan pangan berkelanjutan dengan menggunakan sistem informasi geografi (SIG) di Kota Padangsidimpuan.

Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Bagi mahasiswa yaitu sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang pengembangan teknologi informasi pertanian menggunakan sistem informasi geografis (SIG).

3. Sebagai masukan bagi para petani atau pengelola lahan agar dapat memanfaatkan lahan pertanian sawah sesuai dengan kesesuaian lahan yang didasarkan terhadap Indeks Potensi Lahan (IPL).

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Padi

Tanaman padi merupakan tanaman rumput-rumputan dengan Genus Oriza Linn dan masuk ke dalam golongan rumput-rumputan. Tanaman padi dapat hidup dengan baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air atau dapat disimpulkan, padi dapat tumbuh dengan baik di iklim yang panas dan dengan udara yang lembab. Lembab disini dapat diartikan dengan jumlah curah hujan, temperatur, ketinggian tempat sinar matahari, dan angin (Kanisius, 1990).

Menurut Kanisius tahun 1990 klasifikasi padi adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub division : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Genus : Oriza Linn Family : Graminae Species : Oryza Sativa L.

Menurut cara bertanamnya, padi (Oryza sativa L.) dapat dibedakan atas dua macam yaitu padi sawah dan padi kering (ladang). Dalam rangka usaha peningkatan produksi padi, pemerintah selalu berupaya untuk mendapatkan jenis padi yang mempunyai sifat-sifat baik. Jenis padi yang mempunyai sifat baik itu juga disebut dengan padi jenis unggul atau varietas unggul. Caranya dengan mengadakan perkawinan silang antara jenis padi yang mempunyai sifat baik dengan padi jenis lain.

(16)

Usaha peningkatan padi sawah di Indonesia pada dasarnya ditempuh secara bersama sama dengan cara yaitu peningkatan hasil setiap satuan luas (intensifikasi) dan perluasan areal pertanaman (ekstensifikasi). Peningkatan produktivitas tanah umumnya diutamakan dari perluasan areal pertanian, hal ini terjadi karena terbatasnya tanah yang tersedia dan sulitnya pemindahan penduduk dari tempat yang padat ke tempat yang renggang. Produktivitas tanah umumnya dilakukan melalui perbaikan di bidang teknologi pertanian untuk meningkatkan daya produksi tanam dan mengusahakan cara bertanam baru yang memungkinkan sebidang tanah menghasilkan lebih dari satu macam tanaman pada waktu yang sama misalnya pertanian tumpang sari (Syahwier dkk., 1994).

Tanaman padi memerlukan lahan atau tanah yang tergenang pada masa pertumbuhan vegetatif. Kondisi ini sangat memungkinkan jika penanaman padi dilakukan pada lahan yang memiliki kemampuan untuk menampung air (kedap air) lebih lama. Tekstur tanah turut menentukan tata air dalam tanah, berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan mengikat air oleh tanah. Tekstur tanah berperan terhadap kemampuan tanah dalam menahan dan meresapkan air.

Tekstur tanah yang sesuai untuk pertanaman padi sawah adalah tekstur yang halus dengan porositas yang rendah (Supriyadi dkk., 2009).

Lahan

Lahan dapat dipandang sebagai suatu sistem yang tersusun atas berbagai komponen. Komponen-komponen ini dapat dikategorikan menjadi 2, yaitu (1) komponen struktural yang sering disebut karakteristik lahan, dan (2) komponen fungsional yang sering disebut kualitas lahan. Kualitas lahan merupakan

(17)

sekelompok unsur-unsur lahan yang menentukan tingkat kemampuan dan kesesuaian lahan bagi macam pemanfaatan tertentu (Juhadi, 2007).

Pengunaan lahan didefenisikan sebagai salah satu macam campur tangan manusia terhadap sumber daya lahan baik bersifat menetap ataupun merupakan siklus yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal praktek penggunaan lahan adalah persyaratan pemggunaan lahan dan hambatan-hambatannya. Untuk setiap penggunaan lahan diperlukan persyaratan penggunaan laha yang spesifik (Sitorus, 1995).

Lahan dengan kemampuan tinggi diharapkan berpotensi tinggi dalam berbagai penggunaan, sehingga memungkinkan penggunaan efektif untuk berbagai macam kegiatan. Untuk mempertahankan produktivitas lahan perlu suatu cara pengelolaan yang tepat agar dapat dicapai produktivitas yang optimal dan tidak menimbulkan kerusakan pada lahan (Jumiyati, 2009).

Ketahanan Pangan

Ketahanan Pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah, maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Ketahanan pangan merupakan hal yang penting dan strategis, karena berdasarkan pengalaman di banyak negara menunjukkan bahwa tidak ada satu negarapun yang dapat melaksanakan pembangunan secara mantap sebelum mampu mewujudkan ketahanan pangan terlebih dahulu (BBKP, 2003).

Pertanian berkelanjutan mempunyai beberapa prinsip yaitu: (a) menggunakan sistem input luar yang efektif, produktif, murah, dan membuang metode produksi yang menggunakan sistem input dari industri, (b) memahami dan

(18)

menghargai kearifan lokal serta lebih banyak melibatkan peran petani dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pertanian, (c) melaksanakan konservasi sumberdaya alam yang digunakan dalam sistem produksi (Budiasa, 2011).

Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan untuk tanaman pertanian pada dasarnya merupakan pencerminan kesesuaian kondisi fisik lahan terhadap peruntukan yang bersangkutan. Diketahuinya data kesesuaian lahan dan data produksi serta produktivitas pertanian daerah penelitian akan dapat menemukenali keselarasan antara kondisi lahan dengan kemampuan berproduksinya, sehingga diketahui wilayah-wilayah yang berkonstribusi positif terhadap pengusahaan tanaman pertanian maupun yang bermasalah (Anggoro, 2006).

Hardjowigeno dan Widiatmaka (2011) mengatakan bahwa kesesuaian lahan merupakan tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu yang mencakup dua hal penting yaitu kesesuaian lahan aktual dan kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan dalam keadaan alami, belum mempertimbangkan usaha perbaikan dan tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor pembatas yang ada di setiap satuan peta. Faktor pembatas dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu faktor pembatas yang sifatnya permanen dan tidak ekonomis serta faktor pembatas yang dapat diperbaiki dan secara ekonomis masih menguntungkan.

Sedangkan kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan yang akan dicapai setelah dilakukan usaha-usaha perbaikan lahan.

Evaluasi lahan adalah upaya penafsiran atau penilaian terhadap kinerja suatu lahan bila digunakan untuk suatu penggunaan lahan. Evaluasi lahan

(19)

dimaksudkan juga untuk menyajikan suatu dasar atau kerangka rasional dalam pengambilan keputusan penggunaan lahan yang tepat dan didasarkan dengan karakteristik lahan itu sendiri dan memberikan perkiraan masukan yang diperlukan dalam proyeksi luaran yang diharapkan (Sutanto, 2005).

Karakteristik Lahan

Satuan peta lahan yang dihasilkan dari kegiatan survei dan pemetaan sumberdaya lahan mempunyai karakteristik-karakteristik yang dapat dirinci dan diuraikan sebagai karakteristik lahan, baik berupa karakteristik tanah maupun fisik lingkungannya. Karakteristik lahan yang digunakan dalam evaluasi dapat bersifat tunggal maupun bersifat lebih dari satu karena mempunyai interaksi satu sama lain. Interpretasi perlu mempertimbangkan atau membandingkan lahan dengan penggunaannya dalam pengertian kualitas lahan. Sebagai contoh kualitas lahan ketersediaan air ditentukan oleh bulan kering dan curah hujan/tahun, tetapi air yang tersedia untuk tanaman juga tergantung pada kualitas lahan lain, seperti media perakaran (tekstur dan kedalaman efektif) (Ritung dkk., 2011).

1. Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng terjadi akibat perubahan permukaan bumi yang disebabkan oleh daya-daya eksogen dan gaya-gaya endogen yang terjadi sehingga mengakibatkan pebedaan letak ketinggian titik-titik diatas permukaan bumi.

Kemiringan lereng mempengaruhi erosi melalui runoff. Makin curam lereng makin besar laju dan jumlah aliran permukaan dan semakin besar erosi yang terjadi (Arsyad, 2010). Tentunya, drajat kemiringan lereng dan panjang lereng merupakan sifat topografi yang dapat mempengaruhi besarnya erosi tanah.

(20)

Kemiringan lereng dapat berpengaruh terhadap penentuan fungsi kawasan.

Semakin curam lereng pada suatu kawasan, maka kawasan tersebut tidak boleh dijadikan sebagai kawasan budidaya, karena pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dapat menyebabkan tingkat erosi yang tinggi pada kawasan yang memiliki lereng curam (Arsyad, 2010).

Klasifikasi kemiringan lereng didasarkan pengaruh terhadap kemungkinan bahaya erosi dan pengupasan permukaan, dimana kedua hal tersebut akan berpengaruh terhadap mudah atau tidaknya suatu lahan untuk diusahakan, klasifikasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Kemiringan Lereng

No. Kemiringan Lereng (%) Nilai LS Harkat

1 Dataran 0 – 8 0,40 5

2 Bergelombang 8 – 15 1,40 4

3 Berbukit Rendah 15 – 25 3,10 3

4 Berbukit 25 – 40 6,80 2

5 Bergunung >40 9,50 1

Sumber: Suharsono, 1998.

2. Jenis Batuan

Litologi adalah deskripsi batuan pada singkapan berdasarkan karakteristiknya, seperti: warna, komposisi mineral dan ukuran butiran. Litologi juga merupakan karakteristik dari batuan. Litologi mempengaruhi kondisi suatu lahan karena litologi merupakan awal dari pembentukan jenis tanah di suatu wilayah yang berpengaruh tehadap kesuburan tanah (Muttaqin, 2016).

Faktor litologi atau batuan dapat digunakan untuk menilai potensi lahan.

Faktor batuan berpengaruh karena jenis- jenis batuan akan mempengaruhi bentuk lahan yang ada. Penyebaran jenis batuan secara umum seperti pada Tabel 2.

(21)

Tabel 2. Klasifikasi Jenis Batuan

No. Jenis Batuan Harkat

1. Alluvium/colluvium 10

2. Batuan piroklastik (Vulkanik) 8

3. Batuan Gamping 5

4. Batuan Beku Massif (Metamorphic) 5

5. Sediment klasik berbutir kasar 5

6. Sediment gampingan dan metamorf (Plutonik) 3 7. Sediment klasik berbutir halus (Sedimentary) 2 Sumber: Hamranani, 2014.

3. Jenis Tanah

Jenis tanah dibentuk pada lingkungan fisiografis dan proses yang sama.

Faktor fisiografis seperti batuan induk alami, topografi, drainase, iklim dan vegetasi. Jenis tanah akan mempengaruhi jenis penggunaan lahan yang cocok untuk suatu tanaman dan dapat menjadi salah satu parameter yang dapat menentukan arahan fungsi pemanfaatan lahan. Jenis tanah yang dapat memberikan hasil maksimal terhadap penggunaannya merupakan jenis tanah yang memiliki tingkat kesuburan yang tinggi. Jenis tanah juga digunakan sebagai salah satu paremeter dalam menentukan arahan fungsi kawasan berdasarkan resistensi tanah terhadap erosi oleh aliran air. Jika pada suatu daerah terdapat jenis tanah yang sangat peka terhadap erosi, maka daerah pemanfaatan lahan di daerah tersebut tidak dibenarkan sebagai kawasan budidaya (Sutanto, 2005)

Faktor jenis tanah berpengaruh terhadap potensi lahan, dikarenakan jenis tanah akan berpengaruh terhadap kesuburan tanah dan kemampuan tanah seperti drainese permukaan dan infiltrasi tanah. Klasifikasi jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 3.

(22)

Tabel 3. Klasifikasi Jenis Tanah

No. Jenis tanah Harkat

1 Aluvial, Mediteran, Brown forest soil 5

2 Podsolik, Andosol 4

3 Gley humus, Rensina, Podsol 3

4 Grumosol, Latosol 2

5 Regosol, Litosol, Organosol 1

Sumber: Suharsono, 1998.

4. Hidrologi

Hidrologi adalah ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam, yang meliputi berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan- perubahannya antara keadaan cair, padat dan gas dalam atmosfir, di atas dan bawah permukaan tanah (Soemarto, 1995). Karakteristik hidrologi suatu daerah sangat bergantung pada kondisi geologi dan geografis daerah tersebut. Faktor iklim merupakan ciri-ciri hidrologi, seperti (1) Jumlah dan distribusi presipitasi;

(2) Proses terjadinya es; (3) Pengaruh suhu, kelembaban, yang sangat berpengaruh pada evapotranspirasi (Limantara, 2010).

Iklim adalah suatu usur yang sama sekali tidak dapat dipengaruhi, artinya dengan jalan bagaimanapun tidak dapat diubah sekehendak manusia. Unsur-unsur iklim seperti suhu, sinar matahari, curah hujan, angin dan penguapan. Iklim besar pengaruhnya terhadap usaha pertanian misalnya dalam pemilihan kultur, produktivitas hasil tanaman, pelaksanaan pekerjaan pertanian. Tanaman menuntut jenis iklim tertentu, tidak semua tanaman dapat ditanam disembarang tempat pada iklim yang berbagai macam. Sebaliknya, pada iklim tertentu (yang sama) tidak semua jenis tanaman dapat hidup produktif disitu. Jadi, setiap jenis dan varietas harus disesuaikan dengan iklimnya (Kanisius, 1983). Klasifikasi iklim merupakan suatu sistem penamaan terhadap kesamaan sifat-sifat unsur iklim disuatu wilayah

(23)

sehingga dapat dikelompokkan menjadi kelas-kelas iklim. Tabel 4 menunjukkan klasifikasi iklim menurut Schmidt-Ferguson:

Tabel 4. Klasifikasi Iklim Menurut Schmidt-Ferguson

No. Tipe Iklim Nilai Harkat Keterangan

1 A 0<Q<14,3 7 Sangat Basah

2 B 14,3<Q<33,3 6 Basah

3 C 33,3<Q<60 5 Agak Basah

4 D 60<Q<100 4 Sedang

5 E 100<Q<167 3 Agak Kering

6 F 167<Q<300 2 Kering

7 G 300<Q<700 1 Sangat Kering

8 H 700<Q 0 Luar Biasa Kering

Sumber: Hartono, 2007.

5. Kerawanan Erosi

Kerawanan bencana dalam penelitian ini berdasarkan pada parameter kerawanan erosi. Besar kecilnya erosi sangat dipengaruhi oleh faktor tekstur tanah, kemiringan tanah, kemiringan lereng, jenis tanah dan penggunaan lahan.

Kaitan antara kerawanan bencana dan erosi adalah bencana tanah longsor tejadi karena beberapa faktor. Menurut Hardiyatmo (2006) banyak faktor semacam kondisi-kondisi geologi dan hidrologi, topografi, iklim dan perubahan cuaca dapat mempengaruhi stabilitas lereng yang mengakibatkan terjadinya longsor. Longsor dan erosi adalah proses perpindahan tanah atau batuan dari satu tempat yang lebih tinggi ketempat yang lebih rendah akibat dorongan air, angin atau gaya gravitasi.

Hanya saja dibedakan oleh volume tanah yang dipindahkan, waktu yang dibutuhkan dan kerusakan yang ditimbulkan.

Salah satu persamaan yang pertama kali dikembangkan untuk mempelajari erosi lahan adalah yang disebut dengan persamaan Musgrave, yang selanjutnya berkembang terus menjadi persamaan yang disebut Universal Soil Loss Equation (USLE). USLE memungkinkan perencanaan memprediksi laju erosi rata-rata

(24)

lahan tertentu pada suatu kemiringan dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam-macam jenis tanah dan penerapan pengelolaan lahan (tindakan konservasi lahan). USLE dirancang untuk memprediksi erosi jangka panjang. Persamaan tersebut dapat juga memprediksi erosi pada lahan-lahan (Listriyana, 2006).

Tanah merupakan faktor penting yang menentukan besarnya erosi yang terjadi. Faktor-faktor tanah yang berpengaruh antara lain yaitu (1) Ketahanan tanah terhadap daya rusak dari luar baik oleh pukulan air hujan maupun limpasan permukaan; (2) Kemampuan tanah untuk menyerap air hujan melalui perkolasi dan infiltrasi (Utomo, 1994). Tanah dapat menentukan besar kecilnya laju pengikisan (erosi) dan dinyatakan sebagai faktor erodibilitas tanah. Semakin tinggi erodibilitas tanah semakin banyak tanah yang tererosi hal ini pada gilirannya akan berpengaruh terhadap perkembangan bentuk lahan dan menurunnya kesuburan tanah dan kemampuan tanah. Tabel 5 menunjukkan nilai faktor erodibilitas tanah (K).

Tabel 5. Jenis Tanah dan Nilai Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Jenis Tanah Nilai K

Latosol coklat kemrahan dan litosol 0,43 Latosol kuning kemerahan dan litosol 0,36

Komplek Mediteran dan Litosol 0,46

Latosol Kuning Kemerahan 0,56

Grumosol 0,20

Alluvial 0,47

Regosol 0,40

Latosol 0,31

Podosolik 0,16

Podsolok Merah Kuning 0,32

Brown Forest Soil 0,14

Andosol 0,28

Gley Humus 0,13

Sumber: Suharsono, 1998.

Selain faktor erodibilitas tanah (K), faktor vegetasi dan pengelolaan tanaman (CP) menunjukkan keseluruhan pengaruh dari vegetasi, keseluruhan

(25)

permukaan tanah, dan pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah yang hilang (erosi). Faktor pengelolaan tanaman menggambarkan nilai antara besarnya erosi dari suatau areal dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang indentik tanpa tanaman.

Nilai faktor tindakan konservasi tanah (CP) adalah nilai antara besarnya erosi dari lahan dengan suatu tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya erosi pada lahan tanpa tindakan konservasi dalam keadaan identik. Termasuk dalam tindakan konservasi tanah adalah pengolahan tanah menurut kontur, guludan dan teras. Nilai CP sendiri dari hasil pengukuran secara langsung di lapangan dengan membuat plot, hasil penelitian yang dilakukan dari beberapa referensi seperti terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai Faktor CP untuk Beberapa Aspek Pengolahan

Penggunaan Lahan Faktor CP

Hutam Primer 0,001

Hutan Sekunder 0,005

Kebun Campuran 0,5

Sawah 0,1

Semak Belukar 0,3

Bandara 1

Hutan Konservasi 0,001

Industri 1

Kawasan Wisata 1

Pelabuhan/Terminal 1

Perdagangan 1

Permukiman 1

Pertambangan Terbatas 1

Pertanian Lahan Kering 0,5

Pertanian Tahunan 0,1

Peternakan dan Pertanian Terpadu 0,1

RTH 0,1

RTH Kebun Botani 0,1

Sumber: Sinaga dkk., 2014.

Setiap macam penggunaan tanah mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap kerusakan tanah oleh erosi. Metode vegetatif dan mekanik dapat

(26)

diterapkan untuk mencegah terjadinya erosi. Metode vegetatif adalah penggunaan tanaman dan tumbuhan, atau bagian tumbuhan atau sisa-sisanya untuk mengurangi daya tumbuk butir hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan yang pada akhirnya mengurangi erosi tanah.

Sedangkan metode mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanik yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, dan meningkatkan kemampuan penggunaan tanah (Arsyad, 2010). Berikut Tabel 7 yang menjelaskan klasifikasi tingkat bahaya erosi.

Tabel 7. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi

Kelas TBE Kehilangan tanah (ton/ha/th) Keterangan

I <15 Sangat Ringan

II 16 – 60 Ringan

III 60 – 180 Sedang

IV 180 – 480 Berat

V >480 Sangat Berat

Sumber: Departemen Kehutanan, 1998.

Indeks Potensi Lahan Pertanian

Informasi sumberdaya lahan berisi informasi mengenai berbagai aspek sumberdaya yang berguna sebagai bahan untuk mengkaji kecocokan peruntukan lahan. Lahan dapat dikatakan lahan yang potensial apabila lahan tersebut mempunyai tingkat kesuburan yang tinggi dan mempunyai daya dukung terhadap kebutuhan manusia, sehingga banyak pula lahan potensial yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi (Hamranani, 2014).

Indeks potensi lahan adalah upaya penilaian lahan sesuai potensinya.

Indeks potensi lahan merupakan proses yang berhubungan dengan lahan untuk kegunaan umum yang dinyatakan dengan angka. Indeks potensi lahan dilakukan dengan pembagian kelas, yaitu evaluasi yang dilaksanakan dengan cara

(27)

mengelompokkan lahan ke dalam beberapa kategori berdasarkan 5 parameter yaitu kemiringan lereng, jenis tanah, litologi, curah hujan dan kerawanan bencana.

Klasifikasi potensi lahan adalah pengelompokan lahan ke dalam satuan - satuan khusus menurut kemampuannya untuk penggunaan yang paling optimal dan perlakuan yang diberikan untuk dapat digunakan secara terus menerus. Oleh karena itu sistem klasifikasi lahan ini bertujuan mengelompokkan lahan yang dapat digarap menurut potensi dan penghambatnya untuk dapat berproduksi secara lestari. Sistem tersebut didasarkan pada faktor-faktor penghambat dan potensi bahaya lain yang masih dapat diterima dalam klasifikasi lahan (Sitorus, 1995).

Indeks Potensi Lahan (IPL) menyatakan potensi relatif lahan untuk kegunaan umum. Semakin tinggi nilai IPL maka semakin tinggi pula kemampuan lahan tersebut apabila digunakan untuk kegiatan pengolahan lahannya sehingga dapat memberikan hasil yang optimal. Karakteristik lahan dapat dirinci dan diuraikan yang mencakup keadaan fisik lingkungan dan tanahnya. Data tersebut dapat digunakan untuk keperluan iterpretasi dan evaluasi lahan bagi komoditas tertentu. Berikut Tabel 8 yang menjelaskan klasifikasi Indeks Potensi Lahan.

Tabel 8. Klasifikasi Indeks Potensi Lahan

No. Kelas Potensi Lahan Nilai (IPL)

1. Sangat Tinggi > 22,8

2. Tinggi 18,5 - 22,7

3. Sedang 14,2 -18,4

4. Rendah 9,9 - 14,1

5. Sangat Rendah < 9.8

Sumber: Suharsono, 1998.

(28)

Sistem Informasi Pertanian

Informasi merupakan sumber daya penting dalam pertanian modern.

Perkembangan komputer dan pernaikan teknologi komunikasi memberikan petani kesempatan untuk memperoleh informasi teknis dan ekonomi dengan cepat dan menggunakannya secara efektif untuk pengambilan keputusan. Pelaku pengembangan pertanian membutuhkan informasi inovasi pertanian yang memadai sebagai dasar strategi perencanaan dan pertimbangan untuk pengembangan usaha tani lebih lanjut (BPPP, 2004).

Pengembangan sistem informasi pertanian memerlukan dukungan data yang akurat, sistem informasi dan layanan data, serta informasi yang baik. Dengan informasi yang baik, akan dapat dilakukan pemantauan dan penyebarluasan informasi pertanian secara cepat, akurat dan murah. Pengembangan sistem informasi juga diperlukan dalam membangun kegiatan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, program dan kegiatan pembangunan pertanian baik oleh departemen pertanian maupun swasta (Hanani dkk., 2003).

Pengertian Sistem Informasi Geografi (SIG)

Sistem informasi geografis (SIG) adalah suatu sistem informasi berbasiskan komputer untuk menyimpan, mengelola dan menganalisis serta memanggil data bereferensi geografis. Memanfaatkan SIG akan memberikan kemudahan kepada para pengguna atau para pengambil keputusan untuk menentukan kebijaksanaan yang akan diambil, khususnya yang berkaitan dengan aspek keruangan/spasial (Prahasta, 2001).

SIG dapat dimanfaatkan untuk pemetaan indeks potensi lahan suatu daerah dan dapat dikelola berkelanjutan sesuai fungsinya dalam jangka waktu yang

(29)

panjang agar dalam mengembangkannya untuk pembangunan yang lebih baik di masa yang akan datang. Teknologi ini dapat diaplikasikan untuk mengetahui potensi lahan yang kompleks (Chandranegara, 2014)

Karakteristik Sistem Informasi Geografi

Sebagai sebuah sistem, SIG memiliki karakteristik umum sebagaimana layaknya sistem-sistem yang dikembangkan di berbagai bidang. Berdasarkan Husein (2006) bahwa karakteristik yang dimiliki oleh SIG di antaranya sebagai berikut :

- Merupakan suatu sistem hasil pengembangan perangkat keras dan perangkat lunak untuk tujuan pemetaan, sehingga fakta wilayah dapat disajikan dalam satu sistem berbasis komputer.

- Perbedaannya dengan sistem informasi lainnya: data dikaitkan dengan letak geografis dan terdiri dari data tekstual maupun grafik .

- Bukan hanya sekedar merupakan pengubahan peta konvensional (tradisional) ke dalam bentuk peta digital untuk kemudian disajikan (dicetak atau diperbanyak) kembali.

- Mampu mengumpulkan, menyimpan, mentransformasikan, menampilkan, memanipulasi, memadukan, dan menganalisis data spasial dari fenomena geografis suatu wilayah.

- Mampu menyimpan data dasar yang dibutuhkan untuk penyelesaian suatu masalah.

Peranan Sistem Informasi Geografi

Fungsi dari sistem informasi adalah untuk menaikkan kemampuan dalam membuat kesimpulan. Sistem informasi merupakan rantai dari kegiatan

(30)

perencanaan yang meliputi observasi dan pengumpulan data, penyimpanan data dan analisis data untuk digunakan sebagai informasi untuk penarikan kesimpulan.

Fungsi SIG secara mendasar adalah sebagai berikut:

1. Memasukkan (input) data untuk mengubah format data-data grafis menjadi data digital dalam suatu format yang digunakan oleh GIS.

2. Mengelola (management) data, yaitu dapat menyimpan data yang sudah dimasukkan dan kemudian mengambil data tersebut pada saat yang diperlukan.

3. Memanipulasi dan analisis data yang ada, sehingga dari GIS ini dapat diperoleh informasi lebih mendalam dan lengkap.

4. Mengeluarkan (output) data, sehingga dari GIS dapat diperoleh informasi yang merupakan hasil olahan dalam GIS tersebut (Nirwansyah, 2016).

Kemampuan SIG berbeda dengan sistem informasi lainnya membuatnya menjadi berguna untuk berbagai kalangan untuk menjelaskan kejadian, merencanakan strategi, dan memprediksi apa yang terjadi. Kemampuan SIG antara lain memetakan letak, memetakan kuantitas, memetakan kerapatan (Densitie). Memetakan perubahan dan memetakan apa yang ada di dalam dan di luar suatu area. SIG digunakan juga untuk memonitor apa yang terjadi dan keputusan apa yang akan di ambil dengan memetakan apa yang ada pada suatu area dan di luar area (Gunawan, 2011).

ArcGIS adalah produk sistem kebutuhan software yang merupakan kumpulan dari produk - produk software lainnya dengan tujuan untuk membangun sistem SIG yang lengkap. Dalam kaitan inilah pihak pengembang ArcGIS merancangnya sedemikian rupa hingga terdiri dari beberapa framework yang siap

(31)

berkembang terus dalam rangka mempermudah pembuatan aplikasi-aplikasi SIG yang sesuai dengan kebutuhan penggunanya (Novitasarai dkk., 2015).

(32)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Padangsidimpuan, Provinsi Sumatera Utara mulai bulan Desember 2018 sampai Juni 2019.

Alat dan Bahan Penelitian Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis, perangkat keras (hardware) berupa Laptop, perangkat lunak (software) pendukung yang meliputi MS. Excel dan ArcGIS versi 10.0.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data curah hujan Kota Padangsidimpuan yang di peroleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Aek Godang dan data yang diperoleh dari Dinas Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Sumatera Utara yaitu berupa data dalam bentuk shp (Shapefile) yaitu: kemiringan lereng Kota Padangsidimpuan, peta jenis tanah Kota Padangsidimpuan, peta jenis batuan Kota Padangsidimpuan, peta penggunaan lahan Kota Padangsidimpuan, dan peta administrasi Kota Padangsidimpuan untuk mengetahui lokasi daerah penelitian.

Metode Penelitian

Metode dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode pendekatan kuantitatif berjenjang. Metode pendekatan kuantitatif berjenjang merupakan metode yang menggunakan pemberian harkat dan perhitungan skor di tiap parameternya. Penelitian ini juga menggunakan teknik overlay Intersect beberapa peta untuk menghasilkan informasi baru yang kemudian dianalisis menjadi sebuah

(33)

informasi yang disajikan dalam bentuk peta tematik dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG).

Secara sistematis kegiatan penelitian dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu : 1. Mengumpulkan Data dan Beberapa Peta, seperti :

a. Data curah hujan Kota Padangsidimpuan b. Peta administrasi Kota Padangsidimpuan c. Peta kemiringan lereng Kota Padangsidimpuan d. Peta jenis tanah Kota Padangsidimpuan

e. Peta penggunaan lahan Kota Padangsidimpuan f. Peta jenis batuan Kota Padangsidimpuan

g. Peta penyebaran areal persawahan Kota Padangsidimpuan 2. Analisis Hidrologi

Analisis yang dilakukan pada tahap ini berupa pengklasifikasian tipe iklim yang diolah dari data curah hujan wilayah penelitian, menggunakan metode Schmidt-Ferguson dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Hartono, 2007):

Q ………...……….………..(1)

dimana :

Q = Perbandingan bulan kering dan bulan basah (%) Bk = Rata – rata Bulan Kering

Bb = Rata – rata Bulan Basah

Klasifikasi tipe iklim menurut Schmidt-Ferguson hanya menggunakan data curah hujan di suatu wilayah dengan memberikan kriteria curah hujan bulanan pada bulan kering, bulan lembab, dan bulan basah. Klasifikasi iklim dapat dilihat pada Tabel 4. Indikator yang digunakan menentukan bulan basah, bulan

(34)

lembab, dan bulan kering adalah sebagai berikut : Bulan Basah (BB) : Curah hujan > 100 mm perbulan Bulan Lembab (BL) : Curah hujan 60 – 100 mm perbulan Bulan Kering (BK) : Curah hujan < 60 mm perbulan 3. Tahap Pembuatan Peta Kerawanan Erosi

Peta yang dibuat pada tahap ini peta kerawanan erosi dengan menggabungkan (overlay) peta jenis tanah, peta kemiringan lereng, peta penggunaan lahan dan erosivitas hujan. Perhitungan tingkat bahaya erosi pada wilayah penelitian berdasarkan rumus Universal Soil Loss Equation (USLE).

Adapun persamaan ini adalah (Listriyana, 2006) :

A = R × K × LS × CP ………..………...………..(2) dimana :

A = Jumlah hilang tanah maksimum (ton/ha/tahun) R = Faktor erosivitas hujan (cm/tahun)

K = Faktor erodibilitas tanah (ton/ha) LS = Faktor panjang dan kemiringan lereng CP = Faktor tanaman dan teknik pengolahan a. Faktor Erosivitas (R)

Faktor erovisitas bulanan dihitung dengan rumus yang dikemukakan oleh Lenvain, yaitu sebagai berikut (Listriyana, 2006) :

R = 2.21 CH1.36 ………...…(3)

dimana: R = Indeks erosivitas hujan bulanan CH = Curah hujan bulanan rata-rata (cm)

(35)

b. Faktor Erodibilitas (K)

Faktor erodibilitas tanah menunjukkan tingkat kerentanan tanah terhadap erosi. Berdasarkan peta jenis tanah, nilai faktor K sesuai tabel 5.

c. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)

Pengukuran faktor panjang dan kemiringan lereng berdasarkan peta kemiringan lereng, nilai faktor LS sesuai tabel 1.

d. Faktor Tanaman dan Teknik Pengolahan (CP)

Nilai faktor CP berdasarkan jenis penggunaan lahan dan teknik pengolahan yang ada. Tabel 6 menunjukkan nilai faktor CP untuk berbagai aspek pengolahan lahan yang mengacu pada nilai faktor vegetasi penutup tanah dan pengolahan tanaman.

Selanjutnya, untuk mengetahui tingkat bahaya erosi pada wilayah penelitian, maka hasil perhitungan nilai laju erosi dengan menggunakan rumus USLE kemudian diklasifikasikan menjadi empat kelas, yaitu sangat ringan, ringan, sedang dan berat.

Analisis Pengolahan Data

Setelah semua data yang diperlukan sudah didapat, tahapan selanjutnya yang dilakukan yaitu proses pengolahan data. Pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan aplikasi ArcGis versi 10.0 khususnya ArcMap dengan melakukan beberapa tahapan meliputi pembuatan layer, table, editing, overlay dan layout.

Tahapan Penentuan Indeks Potensi Lahan (IPL)

Dalam penentuan Indeks Potensi Lahan (IPL), terlebih dahulu dilakukan pengharkatan (skoring) pada masing-masing parameter berdasarkan tabel acuan

(36)

yang telah ditentukan. Parameter yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait. Tiap parameter diberi harkat sesuai dengan pengaruhnya terhadap potensi lahan daerah kajian. Harkat dari parameter tersebut kemudian dijumlahkan, kecuali parameter erosi. Faktor erosi ini merupakan faktor penghambat yang nantinya digunakan sebagai penghambat faktor pengali pada hasil penjumlahan harkat dari parameter-parameter lainnya. Perhitungan skor total tersebut menggunakan rumus sebagai berikut (Suharsono, 1998) :

IPL = (R + L + T + H) x B ..……….(4) dimana :

IPL = Indeks Potensi Lahan R = Harkat faktor relief L = Harkat faktor litologi T = Harkat faktor tanah H = Harkat faktor hidrologi

B = Harkat faktor kerawanan erosi Penentuan Potensi Lahan Sawah

Untuk menentukan potensi lahan sawah, maka dilakukan proses overlay intersect hasil Indeks Potensi Lahan (IPL) dengan penyebaran lahan sawah di Kota Padangsidimpuan. Hasil dari overlay intersect tersebut maka akan didapatkan potensi lahan sawah dengan beberapa kategori.

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kota Padangsidimpuan

Kota Padangsidimpuan terbagi atas 6 kecamatan, yaitu Kecamatan Angkola Julu, Hutaimbaru, Padangsidimpuan Batunadua, Padangsidimpuan Selatan, Padangsidimpuan Tenggara, dan Padangsidimpuan Utara. Luas wilayah Kota Padangsidimpuan berdasarkan kecamatan dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 1.

Gambar 1. Peta Administrasi Kota Padangsidimpuan.

Sumber: BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara.

Tabel 9. Luas Wilayah Berdasarkan Kecamatan

No. Kecamatan Luas km2 Luas (%)

1 Angkola Julu 36,23 15,53

2 Hutaimbaru 28,26 12,11

3 Padangsidimpuan Batunadua 53,58 22,96

4 Padangsidimpuan Selatan 21,57 9,24

5 Padangsidimpuan Tenggara 80,34 34,43

6 Padagsidimpuan Utara 13,35 5,72

Total Luas 233,33 100

Sumber: BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara (Pengolahan Data, 2019).

(38)

Berdasarkan Tabel 9, dapat dilihat luas terbesar terdapat pada kecamatan padangsidimpuan tenggara dengan luas 80,34 km2atau (34,43%) dari total luas kota padangsidimpuan. Sedangkan luas terkecil terdapat pada kecamatan padangsidimpuan utara dengan luas 13,35 km2 atau (5,72%). Terdapat selisih antara kedua nya yaitu seluas 66,99 km2 atau (28,71%) dari luas kota padangsidimpuan.

Kemiringan Lereng Kota Padangsidimpuan

Kemiringan lereng di Kota Padangsidimpuan diklasifikasikan menjadi beberapa kelas, yaitu kelas I (Dataran) dengan kemiringan 0-8%, kelas II (Bergelombang) dengan kemiringan 8-15%, kelas III (Berbukit rendah) dengan kemiringan 15-25%, kelas IV (Berbukit) dengan kemiringan 25-40% dan kelas V (Bergunung) dengan kemiringan >40%. Rincian kemiringan lereng Kota Padangsidimpuan dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 2.

Tabel 10. Kemiringan Lereng Kota Padangsidimpuan

No. Kemiringan Lereng (%) Nilai LS Harkat Luas (Ha) Luas (%)

1 Dataran 0 - 8% 0,40 5 744,23 3,19

2 Bergelombang 8 - 15% 1,40 4 12.991,76 55,61

3 Berbukit Rendah 15 - 25% 3,10 3 3.792,69 16,23

4 Berbukit 25 - 40% 6,80 2 4.791,87 20,51

5 Bergunung > 40% 9,50 1 1.041,51 4,46

Total Luas 23.362,06 100

Sumber: BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara (Pengolahan Data, 2019).

Berdasakan Tabel 10, luas terbesar yaitu kemiringan lereng 8-15% dengan kondisi lereng bergelombang memiliki luas 12.991,76 ha atau 55,61% dari total luas Kota Padangsidimpuan. Sedangkan luas terkecil yaitu kemiringan lereng dengan kondisi lereng dataran 0-8% memiliki luas 744,23 ha atau 3,19%. Selisih luas daerah kemiringan lereng terbesar dengan luas daerah kemiringan lereng terkecil yaitu sebesar 12.247,53 ha dengan persentase luas yaitu 52,42%.

(39)

Kemiringan lereng dapat berpengaruh terhadap penentuan fungsi kawasan.

Semakin curam lereng pada suatu kawasan, maka kawasan tersebut tidak boleh dijadikan sebagai kawasan budidaya, karena pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dapat menyebabkan tingkat erosi yang tinggi pada kawasan yang memiliki lereng curam (Arsyad, 2010).

Gambar 2. Peta Kemiringan Lereng Kota Padangsidimpuan.

Sumber: BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara.

Jenis Tanah Kota Padangsidimpuan

Jenis tanah dapat diketahui menggunakan peta jenis tanah Kota Padangsidimpuan. Jenis tanah yang terdapat di Kota Padangsidimpuan pada penelitian ini dikelompokkan ke dalam tiga jenis tanah yaitu tanah Aluvial, tanah Latosol, dan tanah Podosolik. Rincian luas setiap jenis tanah secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 3.

(40)

Tabel 11. Jenis Tanah Kota Padangsidimpuan

No. Jenis Tanah Nilai K Harkat Luas (Ha) Luas (%)

1. Aluvial 0,47 5 358,05 1,53

2. Latosol 0,31 2 19.205,89 82,31

3. Podosolik 0,16 4 3.770,20 16,16

Total Luas 23.334,14 100

Sumber: BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara (Pengolahan Data, 2019).

Berdasarkan Tabel 11, dapat dilihat bahwa dari total luas jenis tanah di Kota Padangsidimpuan, jenis tanah latosol adalah jenis tanah terluas yang terdapat di Kota Padangsidimpuan dengan luas yaitu sebesar 19.205,89 ha atau 82,31%

dari total luas Kota Padangsidimpuan. Jenis tanah aluvial adalah jenis tanah yang memiliki luas terkecil dengan luas 358,05 ha atau 1,53%. Selisih luas antara jenis tanah tersebut adalah 18.847,84 ha dengan persentase luas yaitu 80.77%. Jenis tanah akan mempengaruhi jenis penggunaan lahan yang cocok untuk suatu tanaman dan dapat menjadi salah satu parameter yang dapat menentukan arahan fungsi pemanfaatan lahan (Sutanto, 2005).

Gambar 3. Peta Jenis Tanah Kota Padangsidimpuan Sumber: BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara.

(41)

Jenis Batuan Kota Padangsidimpuan

Litologi (jenis batuan) yang terdapat di Kota Padangsidimpuan dapat diketahui menggunakan peta jenis batuan Kota Padangsidimpuan. Jenis batuan yang terdapat di Kota Padangsidimpuan sangatlah beragam, adapun jenis batuan tersebut yaitu batuan metamorphic, batuan plutonik, batuan sedimentary, dan batuan vulkanik. Rincian luas dari setiap jenis batuan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 12 dan Gambar 4.

Tabel 12. Jenis Batuan Kota Padangsidimpuan

No. Jenis Batuan Harkat Luas (Ha) Luas (%)

1. Metamorphic 5 5.087,87 21,58

2. Plutonik 3 477,76 2,03

3. Sedimentary 2 1.675,42 7,11

4. Vulkanik 8 16.331,98 69,28

Total Luas 23.573,03 100

Sumber: BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara (Pengolahan Data, 2019).

Berdasarkan Tabel 12, dapat dilihat bahwa jenis batuan vulkanik memiliki daerah terluas yaitu sebesar 16,331,98 ha atau 69,28% dari total luas Kota Padangsidimpuan. Sedangkan luas terkecil yaitu plutonik dengan luas 477,76 ha atau 2,03%. Selisih luas antara keduanya yaitu sebesar 17.060,15 ha dengan persentase luas yaitu 67,26%. Litologi (Jenis Batuan) mempengaruhi kondisi suatu lahan karena litologi merupakan awal dari pembentukan jenis tanah di suatu wilayah yang berpengaruh terhadap kesuburan tanah (Muttaqin, 2016).

(42)

Gambar 4. Peta Jenis Batuan Kota Padangsidimpuan Sumber: BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara.

Analisis Hidrologi Kota Padangsidimpuan

Pendekatan yang digunakan pada analisis hidrologi dalam perhitungan indeks potensi lahan (IPL) yaitu iklim. Pengklasifikasian tipe iklim dianalisis menggunakan metode Schmidt-Ferguson dengan Persamaan 1, yaitu membandingkan persentase rata-rata bulan kering dengan rata-rata bulan basah atau disebut dengan (Q) dengan satuan persen (%). Bulan kering adalah jika dalam satu bulan mempunyai jumlah curah hujan lebih kecil dari 60 mm per bulan, sedangkan bulan basah jika dalam satu bulan mempunyai jumlah curah hujan lebih besar dari 100 mm per bulan, dan bulan lembab mempunyai jumlah curah hujan antara 60-100 mm per bulan. Klasifikasi tipe iklim yang diolah dari data curah hujan wilayah penelitian Kota Padangsidimpuan diambil dari tahun 2009 sampai tahun 2017. Berdasarkan klasifikasi Schmidt-Ferguson, Kota Padangsidimpuan memiliki jumlah bulan basah sebanyak 79 bulan dan jumlah

(43)

bulan kering sebanyak 19 bulan. Data curah hujan dan pengklasifikasian iklim Kota Padangsidimpuan dapat dilihat pada Tabel 13.

(44)

Tabel 13. Data Curah Hujan dan Klasifikasi Iklim Kota Padangsidimpuan

Sumber: BMKG Aek Godang, 2019.

Keterangan: BK = Bulan kering (Curah hujan <60 mm perbulan) BL = Bulan Lembab (Curah hujan 60-100 mm perbulan) BB = Bulan Basah (Curah hujan >100 mm perbulan) No

Bulan Tahun

2009 (mm)

2010 (mm)

2011 (mm)

2012 (mm)

2013 (mm)

2014 (mm)

2015 (mm)

2016 (mm)

2017 (mm)

Jumlah (mm)

Rerata (mm)

1 Januari 237,6 308,7 201,9 57,7 385,3 321,3 470,5 78,3 295,7 2357,0 261,9

2 Februari 125,6 370,6 161,7 393,7 151,0 24,8 42,5 153,5 159,8 1583,2 175,9

3 Maret 334,0 132,1 178,9 92,7 264,5 157,0 181,1 140,5 320,2 1801,1 200,1

4 April 255,7 204,1 185,6 328,9 135,3 316,2 185,8 192,8 239,9 2044,3 277,1

5 Mei 44,9 235,9 59,2 66,9 139,8 302,8 124,9 159,9 163,4 1297,7 144,2

6 Juni 54,3 163,5 13,6 102,5 105,6 12,6 134,8 19,8 108,4 715,1 79,5

7 Juli 23,2 141,2 23,4 120,0 19,1 15,1 125,9 69,9 17,1 554,9 61,7

8 Agustus 200,9 83,4 65,0 47,8 124,1 187,0 420,3 28,0 229,3 1385,8 154,0

9 September 81,5 179,9 83,4 74,6 104,4 119,7 101,8 24,4 88,9 858,6 95,4

10 Oktober 204,7 40,8 318,7 259,9 217,8 462,0 252,3 47,1 149,7 1953,0 217,0

11 November 319,8 323,8 322,1 277,4 267,2 520,2 563,5 177,1 127,9 2899,0 322,1

12 Desember 344,8 208,1 282,2 456,5 298,60 317,5 204,6 145,3 159,4 2416,4 268,5

Jumlah 2227,0 2392,1 1895,7 2278,6 2212,1 2756,2 2808,0 1236,6 2059,7 19866,0 2207,3

BK 3 1 3 2 1 3 1 4 1 19 2,1 BL 1 1 2 3 0 0 0 2 1 10 1,1 BB 8 10 7 7 11 9 11 6 10 79 8,8

(45)

Tabel 13 menunjukkan curah hujan rata-rata tahunan selama 9 tahun sebesar 2.207,3 mm per tahun. Jumlah curah hujan terbesar pada tahun 2015 sebesar 2.808 mm per tahun dan terkecil pada tahun 2016 sebesar 1.236,6 mm per tahun.

Hasil perhitungan yang diperoleh menunjukkan bahwa rata-rata bulan kering sejumlah 2,1 sedangkan rata-rata bulan basah yang diperoleh yaitu sejumlah 8,8. Perbandingan antara jumlah rata-rata bulan kering dan rata-rata bulan basah didapatkan persentase indeks nilai Q di Kota Padangsidimpuan sebesar 23,86%. Berdasarkan Tabel 5, Kota Padangsidimpuan termasuk dalam tipe iklim B dengan nilai Q berkisar antara 14,3 sampai 33,3%. Tipe iklim tersebut tergolong basah dengan harkat 6 untuk parameter hidrologi.

Penggunaan Lahan Kota Padangsidimpuan

Penggunaan lahan dapat diketahui dengan menggunakan peta penggunaan lahan Kota Padangsidimpuan. Penggunaan lahan Kota Padangsidimpuan terbagi menjadi 6 kawasan, hutan sekunder, perkebunan, permukiman, sawah, ladang dan semak belukar. Rincian luas daerah penggunaan lahan di Kota Padangsidimpuan dapat dilihat pada Tabel 14 dan Gambar 5.

Tabel 14. Penggunaan lahan Kota Padangsidimpuan

No. Penggunaan lahan Nilai CP Luas (Ha) Luas (%)

1. Hutan Sekunder 0,005 495,12 2,12

2. Perkebunan 0,1 10.456,06 44,81

3. Permukiman 1 1.589,89 6,81

4. Sawah 0,1 5.511,36 23,62

5. Ladang 0,5 129,60 0,56

6. Semak Belukar 0,3 5.152,09 22,08

Total Luas 23.334,14 100

Sumber: BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara (Pengolahan Data, 2019).

(46)

Gambar 5. Peta Penggunaan Lahan Kota Padangsidimpuan Sumber: BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan Tabel 14, dari total luas penggunaan lahan di Kota Padangsidimpuan, dapat dilihat bahwa penggunaan lahan yang memiliki luas terbesar yaitu perkebunan dengan luas 10.456,06 ha atau 44,81% dari total luas Kota padangsidimpuan. Penggunaan lahan yang memiliki luas terkecil yaitu ladang dengan luas 129,60 ha atau 0,56%. Selisih luas daerah antara penggunaan lahan tersebut adalah 10.326,46 ha dengan persentase luas yaitu 44,25%.

Kerawanan Erosi Kota Padangsidimpuan

Kerawanan erosi pada penelitian ini diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan metode USLE pada persamaan 2, parameter dari metode USLE yaitu faktor erosivitas hujan, faktor erosivitas hujan tahunan dihitung dengan menggunakan rumus Lenvain pada persamaan 3, komponen erosivitas hujan pada daerah penelitian, yaitu data curah hujan pada tahun 2017. Setelah dilakukan perhitungan diperoleh nilai erosivitas hujan sebesar 105,52cm/th. Erosivitas hujan

(47)

tahunan diperoleh dari rata-rata curah hujan bulan Januari hingga Desember tahun 2017. Curah hujan bulanan pada tahun 2017 disajikan pada Gambar 6. Hasil perhitungan nilai erosivitas hujan disajikan pada Tabel 15 dan data curah hujan selama 9 tahun pada Lampiran 2.

Gambar 6. Curah Hujan Bulanan Tahun 2017 Kota Padangsidimpuan Sumber: BMKG Aek Godang, 2019.

Tabel 15. Perhitungan Nilai Erosivitas Hujan (R) Tahun 2017

Bulan Curah Hujan (mm)

Januari 295,7

Februari 159,8

Maret 320,2

April 239,9

Mei 163,4

Juni 108,4

Juli 17,1

Agustus 229,3

September 88,9

Oktober 149,7

November 127,9

Desember 159,4

Rerata (cm) 17,16

R= 2,21 CH1,36 105,52

Sumber: BMKG Aek Godang (Hasil Perhitungan, 2019).

Hubungan antara curah hujan terhadap erosivitas dapat dilihat pada Gambar 7, dari grafik hubungan tersebut diperoleh persamaan regresi y = 124.78x

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Jumlah 295,7 159,8 320,2 239,9 163,4 108,4 17,1 229,3 88,9 149,7 127,9 159,4 0

50 100 150 200 250 300 350

Curah Hujan (mm)

(48)

+ 0,000009 dengan nilai koefisien determinasi sebesar R2 = 1. Berdasarkan grafik tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi yang dihasilkan memiliki hubungan yang sangat erat sehingga dapat dikatakan bahwa nilai curah hujan berpengaruh terhadap nilai erosi.

Gambar 7. Hubungan Antara Curah Hujan dan Erosivitas Tahun 2009-2017.

Nilai LS, K dan CP dapat dilihat pada Tabel 10, 11 dan 14 diperoleh dengan menggunakan peta kemiringan lereng, peta jenis tanah dan peta penggunaan lahan yang selanjutnya di lakukan overlay pada parameter peta tersebut dan menghasilkan sebanyak 560 SPL dengan nilai erosi yang berbeda- beda, hasil yang diperoleh diklasifikasikan ke dalam empat kelas tingkat bahaya erosi, yaitu kelas I (sangat ringan) dengan kehilangan tanah <15 ton/ha/th, kelas II (ringan) dengan kehilangan tanah 16-60 ton/ha/th, kelas III (sedang) dengan kehilangan tanah 60-180 ton/ha/th, kelas IV (berat) dengan kehilangan tanah 180- 480 ton/ha/th. Menurut Kironoto (2000) Semakin tinggi erodibilitas tanah semakin banyak tanah yang tererosi hal ini pada gilirannya akan berpengaruh terhadap perkembangan bentuk lahan dan menurunnya kesuburan tanah dan kemampuan tanah.

y = 124.78x + 0,000009 R² = 1

0 5000 10000 15000 20000 25000

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

Erosi (ton/ha/thn)

Curah Hujan (cm)

(49)

Jika dilihat berdasarkan tabel penggunaan lahan Kota Padangsidimpuan, kerawanan erosi yang terjadi pada penggunaan lahan perkebunan merupakan daerah yang memiliki kerawanan erosi terluas yaitu seluas 6.579,14 ha atau 25,87% dari total luas penggunaan lahan Kota Padangsidimpuan dengan kategori kerawanan erosi sangat ringan. Sedangkan penggunaan lahan ladang merupakan kawasan penggunaan lahan yang memiliki luas daerah kerawanan erosi terkecil yaitu sebesar 5,81 ha atau 0,02% dari total luas penggunaan lahan Kota Padangsidimpuan dengan kategori kerawanan erosi sedang. Rincian luas daerah kerawanan erosi berdasarkan penggunaan lahan Kota Padangsidimpuan dilihat pada Tabel 16, sedangkan grafik erosi berdasarkan penggunaan lahan tahun 2017 dapat dilihat pada Gambar 8.

Tabel 16. Tingkat Erosi Berdasarkan Penggunaan Lahan Kota Padangsidimpuan No. Penggunaan Lahan Keterangan Luas (ha) Luas (%)

1 Hutan Sekunder Sangat Ringan 495,12 2,12

2 Perkebunan Sangat Ringan 6.579,14 25,87

3 Perkebunan Ringan 3.876,92 18,94

4 Permukiman Sangat Ringan 163,37 0,67

5 Permukiman Ringan 1.369,84 5

6 Permukiman Sedang 17,14 1,03

7 Permukiman Berat 39,54 0,12

8 Sawah Sangat Ringan 5.461,11 23,24

9 Sawah Ringan 50,25 0,38

10 Ladang Sangat Ringan 43,82 0,06

11 Ladang Ringan 79,97 0,45

12 Ladang Sedang 5,81 0,02

13 Semak Belukar Sangat Ringan 2.250,42 4,41

14 Semak Belukar Ringan 1.663,34 14,29

15 Semak Belukar Sedang 1.238,34 3,38

Total Luas 23.334,14 100

Sumber: BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara (Pengolahan Data, 2019).

Gambar

Gambar 1. Peta Administrasi Kota Padangsidimpuan.
Gambar 2. Peta Kemiringan Lereng Kota Padangsidimpuan.
Tabel 11. Jenis Tanah Kota Padangsidimpuan
Gambar 4. Peta Jenis Batuan Kota Padangsidimpuan  Sumber: BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun konsep diri dari aspek fisik yang dirasakan oleh responden 2 sesuai dengan hasil wawancara adalah :Bahwa Septi merasa kalau ia berjilbab mode, ia akan terlihat

dan Lemparan Kedalam, serta Permainan Sepakbola. Permasalahan yang menjadi pusat perhatian dalam penelitian ini adalah : 1) Berapa besar sumbangan kekuatan otot perut terhadap

Peneliti yang menggunakan metode soft computing baik fuzzy maupun neuro-fuzzy telah berhasil dalam memecahkan masalah unit commitment, seperti metode ANFIS dapat digunakan

Supaya tidak timbul kesan pada para pen- dengar kita bahwa dalam musim karnaval bahasa orang ”dipermak“ juga, ingin saya jelaskan adanya nada suara yang berbeda-beda dalam

Benih yang baik harus memenuhi syarat sebagai berikut: a) Benih utuh, artinya tidak luka atau tidak cacat. b) Benih harus bebas hama dan penyakit. c) Benih harus murni, artinya

Disposisi berpikir kritis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu kecenderungan sikap seseorang dalam kegiatan berpikir kritis yang ditandai oleh

kesesuaian tindakan aktor yang terlibat. • Yang menunjukkan bahwa lebih berpengaruh dibandingkan variabel lainnya, yang mana menunjukkan besarnya kekuatan masyarakat dalam

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran aktif dengan strategi Index Card Match jika dibandingkan dengan model pembelajaran langsung