• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PERBANKAN SYARIAH DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA Tbk. CABANG PEMBANTU DI KOTA BINJAI : PERSOALAN DAN KEBIJAKAN TESIS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IMPLEMENTASI PERBANKAN SYARIAH DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA Tbk. CABANG PEMBANTU DI KOTA BINJAI : PERSOALAN DAN KEBIJAKAN TESIS."

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PERBANKAN SYARIAH DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA Tbk. CABANG PEMBANTU DI

KOTA BINJAI : PERSOALAN DAN KEBIJAKAN  

 

TESIS

Oleh

ZUHAIRI RAHMI FITRI 117024029/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014

(2)

IMPLEMENTASI PERBANKAN SYARIAH DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA Tbk. CABANG PEMBANTU DI

KOTA BINJAI : PERSOALAN DAN KEBIJAKAN  

 

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) Program Studi Magister Studi Pembangunan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh

ZUHAIRI RAHMI FITRI 117024029/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014

(3)

Judul Tesis : IMPLEMENTASI PERBANKAN SYARIAH DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA Tbk.

CABANG PEMBANTU DI KOTA BINJAI : PERSOALAN DAN KEBIJAKAN

Nama Mahasiswa : Zuhairi Rahmi Fitri Nomor Pokok : 117024029

Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA) (Warjio, MA Ph.D) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA) (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)

Tanggal Lulus : 12 Februari 2014 Telah diuji pada

(4)

Tanggal 12 Februari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA Anggota : Warjio, MA Ph.D

: Drs. Heri Kuswanto

: Drs. Agus Suriadi, M.Si : Prof. Subhilhar, Ph.D

PERNYATAAN

(5)

IMPLEMENTASI PERBANKAN SYARIAH DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA Tbk. CABANG PEMBANTU DI KOTA BINJAI :

PERSOALAN DAN KEBIJAKAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Maret 2014

Penulis

(Zuhairi Rahmi Fitri)

         

(6)

IMPLEMENTASI PERBANKAN SYARIAH

DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA TBK. CABANG PEMBANTU DI KOTA BINJAI : PERSOALAN DAN KEBIJAKAN

ABSTRAKS

Ketika dominasi ekonomi dibawah sistem kapitalisme dianggap gagal, maka peluang ekonomi syariah makin terbuka luas untuk menjadi solusi kerusakan ekonomi dunia. Salah satu alternatif dalam ekonomi syariah, adalah dengan didirikannya bank islam atau bank syariah. Bank Muamalat Indonesia adalah sebagai bank pertama murni syariah, dan pelopor di pasar perbankan syariah nasional sejak tahun 1991, Bank Muamalat memiliki posisi yang strategis guna memanfaatkan peluang pertumbuhan tersebut.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang implementasi pelaksanaan perbankan syariah di PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk. Cabang Pembantu di Kota Binjai. Implementasi yang dimaksud adalah untuk meneliti sejauh mana penerapan prinsip-prinsip syariah dalam produk dan jasa yang dikeluarkan oleh bank muamalat, implementasi tentang pelaksanaan kebijakan pemerintah terhadap bank muamalat, serta meneliti tentang penerapan kebijakan Good Corporate Government yang saat ini sedang digalakkan oleh bank muamalat (Muamalat Spirit). Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengungkapkan segala persoalan yang dihadapi oleh bank muamalat cabang pembantu di kota Binjai dan solusi (kebijakan) apa saja yang dibutuhkan untuk mengatasi permasalahannya dan memajukan perusahaannya.

Baik itu kebijakan dari bank muamalat sendiri, ataupun kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kita dan meningkatkan perkembangan bank muamalat di masa yang akan datang.Dalam upaya mencari jawaban atas permasalahan penelitian, dilakukan berbagai metode penelaahan terhadap berbagai literatur yang ada. Hasil jawaban informan kunci yang sudah diwawancarai secara mendalam dikumpulkan dan dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan teori yang ada serta fakta-fakta yang muncul di lapangan sehingga menghasilkan kesimpulan penelitian yang komprehensif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwasanya implementasi pelaksanaan berbagai kebijakan pemerintah terhadap bank syariah (bank muamalat) sudah terlaksana sebagaimana mestinya. Hanya saja untuk masalah penerapan prinsip-prinsip syariah dalam produk dan jasa yang dikeluarkan oleh bank muamalat belum 100%

merujuk pada ketentuan hukum yang tertera dalam Alqur’an dan Al hadits, karena mengingat bahwa bank muamalat adalah lembaga keuangan, bukan lembaga sosial yang sama sekali tidak ingin mengambil keuntungan dari bidang usahanya.

Sedangkan untuk persoalan-persoalan yang dihadapi oleh bank muamalat di Kota Binjai masih seputar tentang masalah edukasi dan sosialisasi produk ke masyarakat, kantor cabang dan lokasi ATM yang masih kurang, masalah nilai pasar dan produk baru yang belum tepat sasaran. Berbagai kebijakan seperti yang

(7)

dituliskan Kotler dalam bukunya “Manajemen Pemasaran” harus dilakukan agar persoalan yang dihadapi oleh bank muamalat dapat segera teratasi.

Kata Kunci : Implementasi Perbankan Syariah, Persoalan dan Kebijakan

(8)

THE IMPLEMENTATION OF ISLAMIC BANKING (SHARIA) AT PT. BANK MUAMALAT INDONESIA TBK IN SUBSIDIARY OFFICE

OF BINJAI CITY : PROBLEMS AND POLICY

ABSTRACT

When economic domination under capitalism has failed , then the chances of Islamic economics increasingly wide open for a damage solution for the world economy . One alternative in Islamic economics, is the establishment of Islamic banks or Sharia banks . Bank Muamalat Indonesia is the first purely sharia bank , and a pioneer in the national Islamic banking market since 199 , Bank Muamalat has a strategic position to capitalize on growth of the opportunities. Tis research aims to analyze the implementation of the Islamic banking at PT . Bank Muamalat Indonesia Tbk in Subsidiary office of Binjai City. The iimplementation here means to examine the extent to which the application of the principles of sharia in the products and services issued by the Bank Muamalat, the implementation of government policy towards Muamalat bank, as well as research on the implementation of Good Corporate Government policy which is currently being promoted by the Bank Muamalat (Muamalat Spirit ) . In addition, this study aims to reveal all the problems faced by the bank Muamalat subsidiary office of Binjai city and solution ( policy ) which is needed to resolve the problem and promote the company . Whether it's the policy of the bank Muamalat itself, or policy issued by our government and improve the Bank Muamalat's development in the future. In order to find answers to the problems of this research, a review of the various methods of the existing literature is carried out. The answer of the key informants were interviewed in depth interview that has been collected and analyzed descriptively and compared with existing theories and facts that appear in the field so as to produce a comprehensive research conclusions. The study concluded that the implementation of government policies towards Islamic Banks (especially Bank Muamalat ) have been implemented properly . It's just for a matter of applying the principles of sharia in the products and services issued by Bank Muamalat not 100 % refers to the legal provisions contained in the Quran and Al- Hadits, considering that Muamalat bank is a financial institution, not social institution which does not want to take advantage of its business. As for the problems faced byBank Muamalat in the subsidiary office of Binjai City still around on the subject of education and dissemination of products to the public, branch offices and ATM locations are still lacking, the issue of market value and new products that have not been targeted. Various policies as outlined by Kotler in his book “Marketing Management " should be done so that the problems faced by the bank Muamalat be resolved soon.

Keywords : Implementation of Islamic Banking , Problems and Policies

(9)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan berkah-Nya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul “IMPLEMENTASI PERBANKAN SYARIAH DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA Tbk.

CABANG PEMBANTU DI KOTA BINJAI : PERSOALAN DAN KEBIJAKAN” syarat untuk memperoleh gelar Magister Studi Pembangunan pada sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, saya banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, selaku Ketua Program Studi Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan tesis ini.

4. Bapak Prof. Subilhar, Ph.D, selaku Sekretaris S3 Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. R. Hamdani Harahap, MA selaku Sekretaris Program Studi Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan sebagai Dosen Tamu ketika Penulis melaksanakan sidang meja hijau.

6. Bapak Warjio, MA, Ph.D selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan kesabarannya sudah sangat banyak membantu memberikan arahan dan bimbingan kepada Penulis untuk menyempurnakan penulisan tesis ini.

(10)

7. Bapak Drs. Heri Kuswanto, MA Ph.D dan Bapak Nurman Achmad, S.Sos, M.Soc, Sc selaku Komisi Pembanding yang juga telah membantu mengarahkan penulisan tesis ini.

8. Seluruh Dosen dan Staf di Program Studi Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu baik dalam bidang akademik maupun administratif.

9. Seluruh rekan-rekan seperjuangan di MSP Angkatan 2011 atas dukungan dan kerjasamanya, semoga kita semua sukses. Aamiin

10. Seluruh Staf dan informan di PT. Bank Muamalat Tbk yang telah banyak membantu Penulis saat melakukan penelitian.

Dan tak lupa pula Penulis ucapkan dengan penuh rasa cinta kepada orang tua, suami dan keluarga besar Penulis yang sudah sangat banyak memberi dukungan baik materi dan spiritual sejak mulai kuliah hingga akhirnya Penulis dapat menyelesaikan studi ini dengan tepat waktu.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat kepada seluruh pembaca. Aamiin.

Medan, Maret 2014 Penulis,

Zuhairi Rahmi Fitri

(11)

RIWAYAT HIDUP I. Identitas Pribadi

Nama : Zuhairi Rahmi Fitri

Tempat/ Tanggal Lahir : Batang Serangan/ 22 Januari 1985

Alamat : Jalan Medan Diski Km 15,5 Kabupaten Deli Serdang

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Menikah

II. Orang Tua

Nama Ayah : Suparman, S.pd

Nama Ibu : Nurhasniah Lubis, S.pd III. Keluarga

Nama Suami : Andri Purba, Amd IV. Pendidikan

1. SD N No. 050694 Batang Serangan, Kabupaten Langkat Tahun 1990-1996 2. SMP N 2 Padang Tualang, Kabupaten Langkat Tahun 1996-1999

3. SMA N 1 Padang Tualang, Kabupaten Langkat Tahun 1999-2002 4. S-1 FISIP USU Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Tahun 2002-2006 5. S-2 Magister Studi Pembangunan FISIP USU Tahun 2011-2014

Medan, April 2014 Penulis,

Zuhairi Rahmi Fitri

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK………...

ABSTRACT ………...

KATA PENGANTAR ………...

RIWAYAT HIDUP...

DAFTAR ISI ………...

DAFTAR TABEL ………...

DAFTAR GAMBAR ………...

i iii iv vi vii

ix x

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1.

1.2.

1.3.

1.4.

Latar Belakang...

Perumusan Masalah...

Tujuan Penelitian...

Tujuan dan Manfaat Penelitian……….

1 10 10 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

2.2.

2.3.

2.4.

2.5.

Teori Implementasi Kebijakan ………

Model dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan……….

Implementasi Good Corporate Governance (GCG) pada Bank Syariah………..

Pengertian Bank………..

Pengertian Bank Syariah………

2.5.1. Sejarah Pengembangan Bank Syariah di Dunia………...

2.5.2. Peaturan Perundang-undangan yang Terkait

12

16

26 28 29

(13)

dengan Perbankan………...

2.5.3. Konsep Riba dalam Perspektif Islam……...

2.5.4. Prinsip Dasar Bank Syariah………..

2.5.5. Fungsi dan Peran Bank Syariah………

2.5.6. Tujuan Bank Syariah………

2.5.7. Peran Sosial Bank Syariah………

13

30 19 32 36 38 42

BAB III METODE PENELITIAN 3.1.

3.2.

3.3.

3.4.

3.5.

3.6.

Jenis Penelitian... ...

Informan...

Teknik Pengumpulan Data ………...

Jenis dan Sumber Data ………...

Teknik Analisis Data………..

Lokasi Penelitian………

45 45 46 47 47 47

BAB IV DESKRIPSI PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kota Binjai... 48 4.2.

4.3.

4.4.

Gambaran Umum Bank Muamalat Indonesia…… 55 Gambaran Bank Muamalat Cabang Pembantu di

Kota Binjai……….

63 Analisis Hasil Penelitian……… 65

(14)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.

5.2.

Kesimpulan ………

Saran ………..

108 113

DAFTAR PUSTAKA ……….... 115

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

1.1. Total Aset Bank Syariah……….. 5

4.1. Komposisi jumlah penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin….. 52

4.2. Komposisi jumlah penduduk berdasarkan agama………... 53

4.3. Komposisi jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian……….. 54

4.4. Komposisi jumlah penduduk berdasarkan etnis……….. 55

4.5. Data laju pertambahan penduduk……… 55

4.6. Jumlah staf di Bank Muamalat Kota Binjai………. 64

(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

4.1. Peta Kota Binjai……….……….. 50

4.2. Struktur Organisasi Bank Muamalat………... 60

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Ekonomi konvensional di bawah dominasi kapitalisme saat ini sedang menghadapi masa krisis dan re-evaluasi. Sebagaimana yang kita ketahui kapitalisme menghadapi serangan kritikan dari berbagai penjuru. Mulai dari Karl Marx sampai pada era tahun 1940-an, 1950-an, 1960-an, bahkan di awal abad 21 kritikan tersebut semakin tajam dan meluas seperti Joseph Schumpeter, Daniel Bell, Irving Kristol, Gunnar Myrdal, Paul Omerod, Umar Ibrahim Vadillo, Critovan Buarque, sampai kepada Joseph Stigliz. (Agus Priono : 2010)

Menurut beliau, banyak indikasi kegagalan kapitalisme tersebut, antara lain.

pertama, Ekonomi konvensional yang berlandaskan pada sistem ribawi, ternyata semakin menciptakan ketimpangan pendapatan yang hebat dan ketidak-adilan ekonomi. Kedua, Ekonomi kapitalisme tersebut juga telah menciptakan krisis moneter dan ekonomi di banyak negara. Di bawah sistem kapitalisme, krisis demi krisi terjadi terus menerus, sejak tahun 1923, 1930, 1940, 1970, 1980, 1990, 1997 bahkan sampai sekarang. Banyak negara senantiasa terancam krisis susulan di masa depan jika sistem kapitalisme terus dipertahankan. Ketiga, Ekonomi kapitalisme banyak memiliki kekeliruan dan kesalahan dalam sejumlah premisnya, terutama rasionalitas ekonomi yang telah mengabaikan dimensi moral.

Teori pembangunan seperti yang dikembangkan di Barat disamping banyak dipengaruhi oleh karakteristik unik dan spesifik, juga dipengaruhi oleh nilai dan

(18)

infra struktur sosial politik ekonomi Barat. Teori demikian jelas tidak dapat diterapkan persis di negara-negara Islam. Terlebih lagi, sebagian teori pembangunan Barat lahir dari teori Kapitalis. Karena kelemahan mendasar inilah, maka teori tersebut tidak mampu menyelesaikan persoalan pembangunan di berbagai negara berkembang.

Ketika sistem ekonomi kapitalisme mengalami kegagalan maka peluang ekonomi syariah makin terbuka luas untuk menjadi solusi kerusakan ekonomi dunia. Diharapkan para ilmuwan dan praktisi ekonomi Islam saat ini dapat memanfaatkan peluang besar yang sangat strategis itu dengan bersungguh- sungguh merealisasikannya dalam praktik ekonomi di negara ini.

Pada akhirnya, kita memerlukan suatu konsep pembangunan ekonomi yang tidak hanya mampu merealisasikan sasaran-sasaran yang ingin dicapai dalam suatu pembangunan ekonomi secara tepat, teruji dan bisa diterapkan oleh semua negara-negara di belahan bumi ini, tetapi juga yang terpenting adalah kemampuan konsep tersebut meminimalisasir atau bahkan menghilangkan segala negative effect pembangunan yang dilakukan. Konsep tersebut juga harus mampu memperhatikan sisi kemanusiaan tanpa melupakan aspek moral. (Agustianto, 2013)

Salah satu solusi alternatif yang dibutuhkan untuk bangsa ini adalah sumbangan dari pemikiran islam dan khazanah peradabannya. Dimana keadilan adalah sesuatu hal yang harus diprioritaskan untuk kemaslahatan umat. Contohnya dengan mendirikan sebuah lembaga keuangan yang lebih adil dan menentramkan semua pihak, seperti bank syariah yang tujuan berdirinya bukan hanya untuk

(19)

mencari keuntungan internal namun juga memberikan prinsip keadilan bagi nasabahnya dengan program bagi hasil yang menentramkan. Konsekuensi dari keimanan dan pengharaman riba inilah yang mendorong bank syariah terlahir sebagai perwujudan ekonomi alternatif untuk mengurangi dampak krisis moneter yang terjadi di negri ini khususnya.

Perkembangan perbankan syariah merupakan suatu perwujudan permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang menyediakan jasa perbankan/keuangan yang sehat dan memenuhi prinsip-prinsip syariah. Perkembangan sistem keuangan syariah semakin kuat dengan ditetapkannya dasar-dasar hukum operasional melalui UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang telah dirubah dalam UU No. 10 tahun 1998, UU No. 23 tahun 1999 dan UU No. 9 tahun 2004 tentang Bank Indonesia.

Yang dimaksud dengan prinsip syariah, disebutkan dalam pasal 1 angka 13, yaitu “aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai syariah.” Disini terlihat, bahwa di Indonesia berlaku dua sistem perbankan (dual banking system) yang memperbolehkan dua system perbankan berjalan bersama-sama, yaitu system konvensional yang menggunakan system bunga dan system syariah yang berlandaskan pada ketentuan Islam. Dengan model seperti itu, maka operasional bank syariah tidak berdiri sendiri (mandiri), tetapi masih menginduk pada bank konvensional.

Dengan demikian, operasional perbankan syariah tersebut hanya menjadi salah satu bagian dari program pengembangan bank umum konvensional.

(20)

Sejarah berdirinya perbankan syariah dengan sistem bagi hasil, didasarkan pada dua alasan utama yaitu :

(1) Adanya pandangan bahwa bunga (interes) pada bank konvensional hukumnya haram karena termasuk dalam kategori riba yang dilarang oleh agama, bukan saja pada agama Islam tetapi dilarang juga oleh agama lainnya.

(2) Dari aspek ekonomi, penyerahan resiko usaha terhadap salah satu pihak dinilai melanggar norma keadilan. Dalam jangka panjang sistem perbankan konvensional akan menyebabkan penumpukkan kekayaan pada segelintir orang yang memiliki kapital besar (Sjahdeini, S. Remy, 1999).

Dalam pandangan masyarakat, perbankan syariah dinilai paling sesuai dengan kondisi perekonomian Indonesia, hal ini dikarenakan kemudahan yang ditawarkan. Namun tidak secara keseluruhan bank syariah dapat menjamin semua pihak bebas dari permasalahan hukum. Berdasarkan Undang-undang nomor 7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 1992, bank diperkenankan melakukan usahanya berdasarkan prinsip bagi hasil. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan penyediaan jasa perbankan berdasarkan prinsip bagi hasil. Hal ini ditegaskan dalam pasal 6 huruf m dan pasal 13 huruf c Undang-undang nomor 7 tahun 1992, bahwa bank dapat menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Kemudian dengan Undang-undang nomor 10 Tahun1998, bank sekaligus dapat menjalankan pola pembiayaan dan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

(21)

Hingga saat ini perkembangan perbankan syariah di Indonesia dapat terbilang cukup pesat, apalagi sejak diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, yang membuat pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi.

Untuk mengetahui seberapa besar perkembangan perbankan syariah selama lima tahun terakhir, mari kita lihat tabel di bawah ini :

Tabel 1.1. Total Aset Bank Syariah

Tabel Total Aset Gabungan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (milyar rupiah)

2006 2007 2008 2009 2010 2011 Jan 2012

26.722 36.538 49.555 66.090 97.519 145.467 143.888 Sumber : Direktorat Perbankan Syariah, 2012

Menurut data Bank Indonesia, terdapat 11 Bank Umum Syariah (BUS) yang beroperasi di Indonesia dengan nilai aset per Januari 2012 adalah sebesar Rp115,3 triliun tumbuh 46 persen dibandingkan pada Januari 2011 yang senilai Rp78,2 triliun. Sedangkan aset 24 Unit Usaha Syariah (UUS) per Januari 2012 adalah

(22)

Rp28,6 triliun tumbuh 63 persen dibandingkan Januari 2011 yang hanya berjumlah Rp17,9 triliun dan aset 155 Bank Perkreditan Rakyat Syariah per Januari 2012 ialah Rp3,61 triliun dibanding posisi Januari 2011 yaitu Rp2,77 triliun sehingga meningkat 30,1 persen.

Prospek perbankan syariah terlihat sangat cerah, apalagi Professor of Banking and Financial Regulation Loughborough University, Maximilian JB Hall mengatakan industri perbankan syariah dapat bertahan dari krisis global karena tidak terkait dengan mekanisme pasar dan tanpa spekulasi. Di tahun 2010 pertumbuhan aset perbankan syariah global mencapai 8,9 persen dengan total aset sebesar 900 miliar dolar AS. Dengan mayoritas penduduk Indonesia yang beragama islam, seharusnya, pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia dapat lebih meningkat dan tumbuh secara signifikan. (www.kompas.com)

Permasalahan yang dihadapi perbankan Islam sesungguhnya masih sangat banyak. Adapun prolematika yang muncul seiring dengan berkembangnya industri perbankan syariah dapat kita kategorikan pada beberapa masalah yang diantaranya adalah : Pertama, adalah kurangnya deposito. Perbankan yang beroperasi secara syariah tidak dapat menerima simpanan dari orang-orang yang ingin mendapat keuntungannya tanpa menanggung resiko apapun. Karena sesuai syariah, berbagi keuntungan tidak dibenarkan tanpa berbagi resiko. Jenis deposan seperti ini pada umumnya lebih cenderung untuk mendepositokan uangnya pada bank-bank yang beroperasi dengan system bunga / riba atau pada pasar modal (stock market). Yang kedua, masalah yang dihadapi oleh perbankan syariah adalah likuiditas berlebihan (excessive liquidity). Tentu saja bank Islam akan lebih

(23)

cenderung mempertahankan rasio yang tinggi antara uang tunai dengan simpanannya bila dibandingkan dengan perbankan konvensional. Ini dilakukan untuk mengantisipasi penarikan rekening tabungan yang dilakukan nasabah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Kemudian tidak semua nasabah bank Islam yang potensial menyetujui meminjamkan uangnya berdasarkan prinsip musyarakah atau kemitraan. Pada umumnya nasabah lebih senang meminjam dana atas dasar mudarabah, atau bahkan meminjam dari bank konvensional dengan system bunga.

Pembangunan sebagai salah satu indikator kemajuan suatu negara juga merupakan salah satu hal penting yang tidak bisa dilepaskan dari peran bank-bank nasional khususnya bank syariah. Bank syariah telah menunjukkan bahwa bank syariah memegang peranan penting dalam pembangunan, yaitu disaat negara dilanda krisis moneter pada tahun 1998. Pada saat itu, bank syariah keadaannya malah tidak begitu terguncang dan dapat dikatakan stabil. Andaikata pemerintah mengambil dan menjadikan ini sebagai gambaran dalam meniingkatkan kualitas pembangunan negara,pastilah pemerintah lebih memberikan perhatian yang lebih untuk bank syariah dalam mencapai tujuannya.

Pembangunan tidak semata ditekankan pada fisik semata, tetapi juga subjek pembangunan itu sendiri tidak kalah penting untuk ditekankan. Dalam hal ini yang menjadi subjek pembangunan itu sendiri adalah manusianya. Pembangunan sekiranya dilakukan dan diniatkan untuk tujuan yang baik dan dari pembiayaan yang halal. Bank syariah dalam transaksinya yang mengharamkan bunga telah memberikan pelajaran bahwa hak orang lain tidak boleh kita miliki. Riba dengan

(24)

segala macam jenisnya jelas merugikan, karena terlihat adanya kesenjangan dan ketidakadilan dalam pembagian hasil. Tingkat suku bunga hanya membuat kacau pembangunan, hal itu terlihat ketika masa krisis moneter pada tahun 1998, dimana tingkat suku bunga yang tinggilah yang mengakibatkan kekacauan perekonomian dan pastinya menghambat proses pembangunan. Sementara bank syariah dengan keutamaannya yang berkeadilan mampu bertahan. Hal itu sudah jelas-jelas membuktikan bahwa bank syariah adalah pilihan yang tepat guna untuk meningkatkan pembangunan kita.

Tapi,tentunya bank syariah tidak bekerja sendirian, karena dukungan penuh dari pemerintah dan masyarakat juga sangat berdampak besar dalam memajukan kinerja bank syariah yang pada akhirnya akan meningkatkan pembangunan di negara kita. Dengan tujuan dan niat yang baik serta pembiayaan yang halal oleh bank syariah,tentunya pembangunan di negara kita akan mendapatkan keberkahan. (Ramona Ujung, 2013)

Oleh karena itu dibutuhkan strategi dan solusi berupa kebijakan untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapinya. Peran dari pemerintah selaku pembuat regulasi juga sangat diharapkan dapat membantu kelancaran perkembangan bank syariah di Indonesia. Dan yang paling penting pihak bank syariah lah yang harus semakin gencar dalam meningkatkan kualitas dan mutu perusahaannya sehingga semakin diterima di masyarakat luas dan dapat semakin eksis di dunia ekonomi kapitalis pada saat ini. Implementasi penerapan prinsip- prinsip syariah juga harus tetap dipegang teguh oleh bank syariah, sehingga hukum-hukum islam dalam sistem ekonomi tetap terjaga kemurniannya.

(25)

Bank Muamalat Indonesia adalah sebagai bank pertama murni syariah, dan pelopor di pasar perbankan syariah nasional sejak tahun 1991, Bank Muamalat memiliki posisi yang strategis guna memanfaatkan peluang pertumbuhan tersebut.

Untuk itu, Bank Muamalat harus membangun landasan dan infrastruktur yang lebih kokoh. Pada tahun 2009, Bank Muamalat melakukan beberapa perubahan struktural, perbaikan sistem operasional, serta penyelarasan lini usaha. Semua ini adalah dalam rangka transformasi Bank Muamalat yang berkelanjutan untuk menjadi bank syariah modern yang beroperasi dengan standar kelas dunia lebih siap untuk melayani kebutuhan nasabah dari segala lapisan masyarakat, di berbagai kota besar hingga pelosok nusantara, bahkan di luar negeri.

Dalam hal ini peneliti mengkhususkan penelitian tentang implementasi bank syariah hanya di PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Cabang Pembantu yang ada di Kota Binjai. Peneliti tertarik untuk mengetahui persoalan-persoalan apa saja yang sering dihadapi oleh bank muamalat di kota Binjai. Dan kebijakan atau solusi apa sajakah yang ditempuh dalam mengatasi berbagai persoalan tersebut.

Kota Binjai adalah kota jasa, industri dan perdagangan yang memiliki penduduk yang cukup banyak. Apalagi letaknya yang sangat strategis di antara kota Medan, Stabat dan Langsa membuat kota ini akses ke luarnya semakin luas.

Karena potensi ekonominya tersebut cukup baik maka sudah tentu kebutuhan akan bank juga semakin meningkat. Salah satunya untuk mengembangkan usaha kecil menengah yang sedang digalakkan oleh pemerintah kota tersebut. Oleh karena itu saya tertarik untuk meneliti tentang sejauh mana kiprah bank muamalat di kota Binjai dalam keikutsertaannya membangun kota Binjai dan apa saja

(26)

tantangan yang mereka hadapi selama ini dalam menjalankan kinerja banknya tersebut.

Bertitik tolak dari latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul: “Implementasi Perbankan Syariah di PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Pembantu di Kota Binjai : Persoalan dan Kebijakan”

1.2 Perumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah dalam penelitian ini, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah implementasi perbankan syariah di PT. Bank Muamalat Indonesia Cabang Kota Binjai?

2. Apa saja kah persoalan yang dihadapi oleh PT. Bank Muamalat Indonesia Cabang Kota Binjai dalam menjalankan operasionalnya? Dan apa saja kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dan bank tersebut dalam mengatasi persoalan yang dihadapinya?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas ditetapkan tujuan umum penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi perbankan syariah di PT.

Bank Muamalat Tbk. Cabang Kota Binjai

(27)

2. Untuk mengetahui apa-apa saja persoalan yang dihadapi mereka sehingga diperlukan kebijakan untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut.

3. Untuk mengetahui tentang kebijakan apa saja yang akan atau sudah diambil sebagai solusi untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi oleh Bank Muamalat di kota Binjai.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran dan kontribusi terhadap penelitian dan kajian selanjutnya yang berhubungan dengan bank syariah.

2. Penelitian ini diharapkan pula dapat menambah perbendaharaan pengetahuan serta bahan bacaan yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

3. Penelitian ini juga memberikan informasi tentang pertimbangan responden agar memilih jasa bank syariah dibandingkan bank konvensional dalam hal menjauhi riba.

4. Sebagai bahan masukan bagi pihak bank syariah di kota Binjai dalam melakukan perbaikan terhadap sistem layanan yang ada saat ini.

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Implementasi Kebijakan

Studi implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Dalam praktiknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi berbagai kepentingan.

Untuk melukiskan kerumitan dalam proses implementasi tersebut dapat dilihat pada pernyataan yang dikemukakan oleh seorang ahli studi kebijakan Eugene Bardach dalam Leo Agustino (2006:138), yaitu: ”adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas kertas.

Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang termasuk mereka anggap klien.

”Dalam derajat lain Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam bukunya Implementation and Public Policy dalam (Leo Agustino 2006:139) mendefinisikan Implementasi Kebijakan sebagai: ”Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasi masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang

12

(29)

ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya”.

Sedangkan, Van Meter dan Van Horn dalam (Leo Agustino 2006 : 139) mendefinisikan implementasi kebijakan, sebagai: ”Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok- kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan”.

Dari tiga definisi tersebut di atas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu:

1. adanya tujuan atau sasaran kebijakan;

2. adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan; dan

3. adanya hasil kegiatan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Hal ini sesuai pula dengan apa yang diungkapkan oleh Lester dan Stewart Jr. (Leo Agustino, 2006 : 139) dimana mereka katakan bahwa implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil (output). Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output), yaitu: tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih. Hal ini tak jauh berbeda dengan apa yang diutarakan oleh Merrile Grindle (Leo Agustino, 2006 : 139) sebagai berikut:

(30)

“Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual projects dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai”.

Perlu dicatat bahwa implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam keseluruhan struktur kebijakan, karena melalui prosedur ini proses kebijakan secara keseluruhan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan. Hal ini dipertegas oleh Chief J.O Udoji dalam Leo Agustino (2006 : 140) dengan mengatakan bahwa: “Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan”. Dalam sejarah perkembangan studi implementasi kebijakan, dijelaskan tentang adanya dua pendekatan guna memahami implementasi kebijakan, yakni pendekatan top down, dan bottom up. Dalam bahasa Lester dan Stewart dalam Leo Agustino (2006 : 140) istilah itu dinamakan dengan the command and control approach (pendekatan kontrol dan komando, yang mirip dengan top down approach) dan the market approach (pendekatan pasar, yang mirip dengan bottom up approach).

Masing-masing pendekatan mengajukan model-model kerangka kerja dalam membentuk keterkaitan antara kebijakan dan hasilnya.

Sedangkan pendekatan top down, misalnya dapat disebut sebagai pendekatan yang mendominasi awal perkembangan studi implementasi kebijakan, walaupun dikemudian hari diantara pengikut pendekatan ini terdapat perbedaan- perbedaan, sehingga menelurkan pendekatan bottom up, namun pada dasarnya

(31)

mereka bertitik-tolak pada asumsi-asumsi yang sama dalam bentuk mengembangkan kerangka analisis tentang studi implementasi.

Dalam pendekatan Top Down, implementasi kebijakan yang dilakukan tersentralisir dan dimulai dari aktor tingkat pusat, dan keputusannya pun diambil dari tingkat pusat. Pendekatan Top Down bertitik tolak dari perspektif bahwa keputusan-keputusan politik (kebijakan) yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh administratur-administratur atau birokrat- birokrat pada level bawahnya. Jadi inti dari pendekatan Top Down adalah sejauh mana tindakan para pelaksana (administratur dan birokrat) sesuai dengan prosedur serta tujuan yang telah digariskan oleh para pembuat kebijakan di tingkat pusat.

Fokus analisis implementasi kebijakan berkisar pada masalah-masalah pencapaian tujuan formal kebijakan yang telah ditentukan. Hal ini sangat mungkin oleh karena street level-level-bureucrats tidak dilibatkan dalam formulasi kebijakan. Berangkat dari perspektif tersebut, maka timbullah pertanyaan- pertanyaan sebagai berikut :

1. Sampai sejauhmana tindakan-tindakan pejabat pelaksana konsisten dengan keputusan kebijakan tersebut?

2. Sejauhmana tujuan kebijakan tercapai?

3. Faktor-faktor apa yang secara prinsipil mempengaruhi output dan dampak kebijakan?

4. Bagaimana kebijakan tersebut diformulasikan kembali sesuai pengalaman lapangan?

(32)

Empat pertanyaan tersebut mengarah pada inti sejauhmana tindakan para pelaksana sesuai dengan prosedur dan tujuan kebijakan yang telah digariskan para pembuat kebijakan dilevel pusat. Fokus tersebut membawa konsekuensi pada perhatian terhadap aspek organisasi atau birokrasi sebagai ukuran efisiensi dan efektifitas pelaksanaan kebijakan.

2.2 Model dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan

Rencana adalah 20% keberhasilan, implementasi adalah 60%, 20% sisanya adalah bagaimana kita mengendalikan implementasi. Implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat, karena disini masalah-masalah yang kadang tidak dijumpai dalam konsep, muncul di lapangan. Selain itu, ancaman utama, adalah konsistensi implementasi (Nugroho, 2011).

Berbagai pendekatan dalam implementasi kebijakan, baik terkait dengan implementor, sumberdaya, lingkungan, metoda, permasalahan dan tingkat kemajemukan yang dihadapi di masyarakat. Sumberdaya manusia sebagai implementor mempunyai peranan yang penting dalam pengendalian implementasi kebijakan publik.

a. Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (1975)

Menurut Van Meter dan Van Horn (1975), ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni:

1. Standar dan sasaran kebijakan.

(33)

Setiap kebijakan publik harus mempunyai standar dan suatu sasaran kebijakan jelas dan terukur. Dengan ketentuan tersebut tujuannya dapat terwujudkan. Dalam standard an sasaran kebijakan tidak jelas, sehingga tidak bias terjadi multi-interpretasi dan mudah menimbulkan kesalah- pahaman dan konflik di antara para agen implementasi.

2. Sumberdaya.

Dalam suatu implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya, baik sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya materi (matrial resources) dan sumberdaya metoda (method resources). Dari ketiga sumberdaya tersebut, yang paling penting adalah sumberdaya manusia, karena disamping sebagai subjek implementasi kebijakan juga termasuk objek kebijakan publik.

3. Hubungan antar organisasi.

Dalam banyak program implementasi kebijakan, sebagai realitas dari program kebijakan perlu hubungan yang baik antar instansi yang terkait, yaitu dukungan komunikasi dan koordinasi. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program tersebut. Komunikasi dan koordinasi merupakan salah satu urat nadi dari sebuah organisasi agar program-programnya tersebut dapat direalisasikan dengan tujuan serta sasarannya.

4. Karakteristik agen pelaksana. Dalam suatu implementasi kebijakan agar mencapai keberhasilan maksimal harus diidentifikasikan dan diketahui

(34)

karakteristik agen pelaksana yang mencakup struktur birokrasi, norma- norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, semua itu akan mempengaruhi implementasi suatu program kebijakan yang telah ditentukan.

5. disposisi implementor;

Dalam implementasi kebijakan sikap atau disposisi implementor ini dibedakan menjadi tiga hal, yaitu; respons implementor terhadap kebijakan, yang terkait dengan kemauan implementor untuk melaksanakan kebijakan publik; kondisi, yakni pemahaman terhadap kebijakan yang telah ditetapkan; dan intens disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki tersebut.

6. kondisi sosial, ekonomi dan politik.

Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok- kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan;

karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.

b. Teori George C. Edwards III (1980)

Model implementasi kebijakan menurut pandangan Edwards III (1980), dipengaruhi empat variabel, yakni;

(35)

1. Komunikasi.

Implemetasi kebijakan publik agar dapat mencapai keberhasilan, mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan secara jelas. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus diinformasikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila penyampaian tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas, tidak memberikan pemahaman atau bahkan tujuan dan sasaran kebijakan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi suatu penolakan atau resistensi dari kelompok sasaran yang bersangkutan. Oleh karena itu diperlukan adanya tiga hal, yaitu; (1) penyaluran (transmisi) yang baik akan menghasilkan implementasi yang baik pula (kejelasan); (2) adanya kejelasan yang diterima oleh pelaksana kebijakan sehingga tidak membingungkan dalam pelaksanaan kebijakan, dan (3) adanya konsistensi yang diberikan dalam pelaksanaan kebijakan. Jika yang dikomunikasikan berubah-ubah akan membingungkan dalam pelaksanaan kebijakan yang bersangkutan.

2. Sumberdaya.

Dalam implementasi kebijakan harus ditunjang oleh sumberdaya baik sumberdaya manusia, materi dan metoda. Sasaran, tujuan dan isi kebijakan walaupun sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif dan efisien. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja tidak diwujudkan untuk memberikan

(36)

pemecahan masalah yang ada di masyarakat dan upaya memberikan pelayan pada masyarakat. Selanjutnya Wahab (2010), menjelaskan bahwa sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumberdaya finansial.

3. Disposisi.

Suatu disposisi dalam implementasi dan karakteristik, sikap yang dimiliki oleh implementor kebijakan, seperti komitmen, kejujuran, komunikatif, cerdik dan sifat demokratis. Implementor baik harus memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan dan ditetapkan oleh pembuat kebijakan. Implementasi kebijakan apabila memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasinya menjadi tidak efektif dan efisien. Wahab (2010), menjelaskan bahwa disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, keejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan.

4. Struktur birokrasi.

Organisasi, menyediakan peta sederhana untuk menunjukkan secara umum kegiatan-kegiatannya dan jarak dari puncak menunjukkan status relatifnya. Garis- garis antara berbagai posisi-posisi itu dibingkai untuk menunjukkan interaksi formal yang diterapkan. Kebanyakan peta organisasi bersifat hirarki yang

(37)

menentukan hubungan antara atasan dan bawahan dan hubungan secara diagonal langsung organisasi melalui lima hal harus tergambar, yaitu;

(1) jenjang hirarki jabatan-jabatan manajerial yang jelas sehingga terlihat “Siapa yang bertanggungjawab kepada siapa?”;

(2) pelembagaan berbagai jenis kegiatan oprasional sehingga nyata jawaban terhadap pertanyaan “Siapa yang melakukan apa?”;

(3) Berbagai saluran komunikasi yang terdapat dalam organisasi sebagai jawaban terhadap pertanyaan “Siapa yang berhubungan dengan siapa dan untuk kepentingan apa?”;

4) jaringan informasi yang dapat digunakan untuk berbagai kepentingan, baik yang sifatnya institusional maupun individual;

(5) hubungan antara satu satuan kerja dengan berbagai satuan kerja yang lain. Dalam implementasi kebijakan, struktur organisasi mempunyai peranan yang penting. Salah satu dari aspek struktur organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures/SOP). Fungsi dari SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni birokrasi yang rumit dan kompleks. Hal demikian pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

(38)

c. Teori Marilee S. Grindle (1980)

Menurut Grindle (1980), bahwa keberhasilan implementasi kebijakan publik dipengaruhi oleh dua variabel yang fundamental, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation).

1) Variabel isi kebijakan. Variabel isi kebijakan mencakup hal sebagai berikut, yaitu; (1) sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan publik; (2) jenis manfaat yang diterima oleh target group; (3) sejauh mana perubahan yang diinginkan oleh kebijakan. Dalam suatu program yang bertujuan mengubah sikap dan perilaku kelompok sasaran relatif lebih sulit diimplementasikan daripada sekedar memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada sekelompok masyarakat miskin; (4) apakah letak sebuah program sudah tepat; (5) apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci; dan (6) sumberdaya yang disebutkan apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai.

2) Variabel lingkungan kebijakan. Variabel lingkungan kebijakan mencakup hal-hal sebagai berikut; (1) seberapa besar kekuatan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan; (2) karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa; (3) tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

(39)

d. Teori Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983)

Menurut Mazmanian dan Sabatier (1983), ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni:

(1) karakteristik dari masalah (tractability of the problems);

(2) karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure implementation);

(3) variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementations).

d.1 Karakteristik masalah:

1) Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan. Di satu pihak ada beberapa masalah sosial secara teknis mudah dipecahkan, seperti kekurangan persediaan air minum bagi penduduk atau harga beras tiba-tiba naik. Di pihak lain terdapat masalah-masalah sosial yang sulit dipecahkan, seperti kemiskinan, pengangguran, korupsi dan sebagainya. Oleh karena itu, sifat masalah itu sendiri akan mempengaruhi mudah tidaknya suatu program diimplementasikan.

2) Tingkat kemajemukan kelompok sasaran. Ini berarti bahwa suatu program relatif mudah diimplementasikan apabila kelompok sasarannya homogen.

Sebaliknya, apabila kelompok sasarannya heterogen, maka implementasi program akan relatif lebih sulit, karena tingkat pemahaman setiap anggota kelompok sasaran program relatif berbeda.

(40)

3) Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi. Sebuah program akan relatif sulit diimplementasikan apabila sasarannya mencakup semua populasi. Sebaliknya, sebuah program relatif mudah diimplementasikan apabila kelompok sasarannya tidak terlalu besar.

4) Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan. Sebuah program yang bertujuan memberikan pengetahuan atau bersifat kognitif akan relatif mudah diimplementasikan daripada program yang bertujuan mengubah sikap dan perilaku masyarakat. Sebagai contoh, implementasi Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sulit diimplementasikan karena menyangkut perubahan perilaku masyarakat dalam berlalu lintas.

d.2 Karakteristik kebijakan:

1) Kejelasan isi kebijakan. Ini berarti semakin jelas dan rinci isi sebuah kebijakan akan mudah diimplementasikan karena implementor mudah memahami dan menterjemahkan dalam tindakan nyata. Sebaliknya, ketidakjelasan isi kebijakan merupakan potensi lahirnya distorsi dalam implementasi kebijakan.

2) Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis. Kebijakan yang memiliki dasar teoritis memiliki sifat yang lebih mantap karena sudah teruji, walaupun beberapa lingkungan sosial tertentu perlu ada modifikasi.

3) Besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan tersebut.

Sumberdaya keuangan adalah faktor krusial untuk setiap program sosial. Setiap program juga memerlukan dukungan staf untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan administrasi dan teknis, serta memonitor program, yang semuanya itu perlu biaya.

(41)

4) Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana. Kegagalan program sering disebabkan kurangnya koordinasi vertikal dan horizontal antar instansi yang terlibat dalam implementasi program.

5) Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana.

6) Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan. Kasus korupsi yang terjadi di negara-negara dunia ketiga, khususnya Indonesia salah satu sebabnya adalah rendahnya tingkat komitmen aparat untuk melaksanakan tugas dan pekerjaan atau program-program

7) Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan. Suatu program yang memberikan peluang luas bagi masyarakat untuk terlibat, relatif mendapat dukungan daripada program yang tidak melibatkan masyarakat. Masyarakat akan merasa terasing atau teralienasi apabila hanya menjadi penonton terhadap program yang ada di wilayahnya.

d.3 Lingkungan kebijakan:

1) Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi.

Masyarakat yang sudah terbuka dan terdidik relatif lebih mudah menerima program pembaruan dibanding dengan masyarakat yang masih tertutup dan tradisional. Demikian juga, kemajuan teknologi akan membantu dalam proses keberhasilan implementasi program, karena program-program tersebut dapat disosialisasikan dan diimplementasikan dengan bantuan teknologi modern.

(42)

2) Dukungan publik terhadap suatu kebijakan. Kebijakan yang memberikan insentif biasanya mudah mendapatkan dukungan publik. Sebaliknya, kebijakan yang bersifat dis-insentif seperti kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) atau kenaikan pajak akan kurang mendapat dukungan publik.

3) Sikap kelompok pemilih (constituency groups). Kelompok pemilih yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi implementasi kebijakan melalui berbagai cara antara lain; (1) kelompok pemilih dapat melakukan intervensi terhadap keputusan yang dibuat badan-badan pelaksana melalui berbagai komentar dengan maksud mengubah keputusan;

(2) kelompok pemilih dapat memiliki kemampuan untuk mempengaruhi badan- badan pelaksana secara tidak langsung melalui kritik yang dipublikasikan terhadap kinerja badan-badan pelaksana, dan membuat pernyataan yang ditujukan kepada badan legislatif.

4) Tingkat komitmen dan ketrampilan dari aparat dan implementor. Pada akhirnya, komitmen aparat pelaksana untuk merealisasikan tujuan yang telah tertuang dalam kebijakan adalah variabel yang paling krusial. Aparat badan pelaksana harus memiliki ketrampilan dalam membuat prioritas tujuan dan selanjutnya merealisasikan prioritas tujuan tersebut.

2.3 Implementasi Good Corporate Governance (GCG) pada Bank Syariah

Pada saat ini sedang marak implementasi Good Corporate Governance (GCG). Bank Indonesia sendiri telah mewajibkan implementasi GCG bagi bank umum, termasuk bank syariah. Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia, Salah satu

(43)

pilarnya adalah implementasi GCG. Selain itu Bank Indonesia juga telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Penerapan Prinsip GCG Bagi Bank Umum. Hal ini menunjukkan keseriusan regulator dalam implementasi GCG bagi perbaikan perekonomian bangsa. GCG pada hakikatnya adalah sistem dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan urusan-urusan perusahaan dalam rangka meningkatkan kemakmuran bisnis dan akuntabilitas perusahaan dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lain. Dalam bank syariah implementasi GCG bertumpu pada lima pilar utama yaitu Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas, Independensi dan Fairness. Kelima pilar ini diharapkan membentuk budaya kerja yang islami. GCG menghendaki agar pengelolaan perusahaan mengedepankan prinsip akuntabilitas berupa kejelasan sistem dan tanggung jawab antar para pihak dalam bank syariah. Bagi bank syariah ada beberapa kekhususan dalam implementasi GCG berupa aspek kepatuhan terhadap ketentuan syariah. Dengan implementasi GCG banyak manfaat yang dapat diperoleh bank syariah.

Bank Muamalat sebagai pelopor bank syariah di Indonesia, semenjak awal berdirinya hingga saat ini, terus berupaya untuk menjadi salah satu pelopor dalam implementasi Good Corporate Governance (GCG) di perbankan syariah. Menjadi pelopor perbankan syariah di Indonesia menuntut Bank Muamalat untuk terus menempa diri menjadi lebih baik, terus berupaya untuk tumbuh mengikuti perkembangan waktu (modern) dengan tetap berpegang pada nilai-nilai dan etika bisnis syariah, serta berkontribusi dalam meningkatkan ekonomi masyarakat secara profesional sehingga dapat memberikan manfaat nyata bagi para pemangku kepentingan dan masyarakat pada umumnya.

(44)

Prinsip-prinsip mengenai tata kelola perusahaan secara islami dan sesuai dengan praktek-praktek terbaik yang berlaku baik diperbankan nasional maupun internasional serta nilai-nilai yang ada di Bank Muamalat, merupakan suatu dasar bagi Bank Muamalat untuk terus berupaya menjadi bank terbaik dalam penerapan GCG selama ini. (www.muamalatbank.com)

2.4 Pengertian Bank

Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Di Indonesia, menurut jenisnya bank terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank konvensional dapat didefinisikan seperti pada pengertian bank umum pada pasal 1 ayat 3 Undang- Undang No. 10 tahun 1998 dengan menghilangkan kalimat “dan atau berdasarkan prinsip syariah”, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

(45)

2.5 Pengertian Bank Syariah

Pada umumnya yang dimaksud dengan bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip- prinsip syariah (Heri Sudarsono, 2004).

Mudrajad Kuncoro (2002) mendefinisikan bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam yaitu mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang ada dalam Al–Quran dan Al–Hadist. Dengan mengacu kepada Al–Quran dan Al–Hadist, maka bank syariah diharapkan dapat menghindari kegiatan-kegiatan yang mengandung unsur–unsur riba dan bertentangan dengan syariat Islam. Syaikh mahmud Syalthut mengatakan bahwa syariah adalah peraturan dan hukum yang telah digariskan oleh Allah SWT untuk dipatuhi oleh kaum muslimin. Syariah ini merupakan salah satu penghubung antara Allah SWT dengan umat manusia, maka jelas bahwa bank syariah merupakan bank yang berdasarkan aturan – aturan yang ada pada diri Islam.

Prinsip utama yang diikuti oleh bank syariah adalah : 1. Larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi.

2. Melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan perolehan keuntungan zakat.

3. Memberikan zakat.

Lebih jauh Al-Qur’an (Surat Al Baqarah: ayat 275-276) menjelaskan tentang syariat Islam yang melarang pembayaran dan penerimaan riba, perjudian (Surat Al Maidah: ayat 90), menimbun (Surat At Taubah: ayat 34), dan spekulasi (Khatib, 1961; Qureshi, 1976) dalam semua transaksi keuangan. Institut Islam

(46)

juga tidak bisa menanam modal dalam perusahaan yang memperdagangkan alkohol, daging babi, dan aktivitas lain yang dipertimbangkan tidak halal dari perspektif Islam.

2.5.1 Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Dunia

Sejarah panjang kelahiran Bank Syariah pada abad ke-20 tidak terlepas dari hadirnya dua gerakan renaisans Islam modern, yaitu gerakan-gerakan neorevivalis dan modernis. Sekitar tahun 1940-an, dimana para cendikiawan islam seperti Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiqi (1948) dan Mahmud Ahmad (1952) mengemukakan konsep dasar bagi hasil, yang sesuai dengan syariat islam ke dalam tulisan-tulisan yang mereka buat. Pemaparan yang lebih lengkap mengenai konsep-konsep dasar tentang perbankan syariah ditulis oleh ulama besar Pakistan, yakni Abul A’la Al-Mawdudi (1961) serta Muhammad Hamidullah (1944-1962).

Bank dengan konsep syariah, secara kelembagaan pertama kali didirikan pada tahun 1963 di Mesir, dengan nama Myt-Ghamr Bank. Pemimpin perintis usaha ini adalah Ahmad El Najjar, yang permodalannya dibantu oleh Raja F aisal dari Arab Saudi. Myt-Ghamr Bank dinilai sukses menggabungkan manajemen perbankan Jerman dengan prinsip-prinsip muamalah berdasarkan syariat Islam, dengan mengaplikasikannya dalam pelayanan produk bank yang efektif dan sesuai untuk daerah pedesaan, yang hampir seluruh industrinya adalah industri pertanian . Namun karena persoalan politik yang tidak mendukung, pada tahun 1967 Myt-Ghamr Bank ditutup . Kemudian untuk menggantikan Myt-Ghamr Bank, pada tahun 1971, di buat kembali Bank Islam dengan nama Nasser Social Bank, namun tujuan dari bank ini lebih bersifat sosial daripada komersil.

(47)

Perkembangan Bank Syariah memasuki fase yang baru pada tahun 1974.

Negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konfrensi Islam bersepakat mendirikan sebuah institusi keuangan yang menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara anggota OKI. Maka didirikanlah Islamic Development Bank (IDB). Walaupun utamanya IDB adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya, tetapi dalam prakteknya bank ini menerapkan prinsip-prinsip dasar syariat dalam mengelola keuangannya, dengan menghilangkan unsur bunga di dalam pelayanannya. hal ini mengukuhkan IDB sebagai institusi keuangan internasional yang berbasiskan syariah.

Pada tahun 1975, didirikan Bank syariah swasta pertama di dunia di kota Dubai, yang diberi nama Dubai Islamic Bank. Pendirian bank ini didanai oleh sekelompok pengusaha muslim dari berbagai negara. Hal ini diikuti dengan didirikannya beberapa bank syariah di negera-negara lainnya seperti Faysal Islamic Bank (1977) di Mesir dan Sudan, dan Kuwait Finance House yang diprkarsai oleh pemerintahan Kuwait. Sejak saat itu mendekati awal dekade 1980- an, Bank-bank Islam bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh dan Turki.

Sedangkan di Indonesia sendiri, perkembangan Bank syariah di mulai pada tahun 1991, dengan didirikannya Bank Muamalat Indonesia. Bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim.

(48)

Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah.

Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.

2.5.2 Peraturan Perundang-undangan yang Terkait dengan Perbankan Syariah

Adapun peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Perbankan Syariah adalah :

1. UU no 3 tahun 2004 perubahan atas UU no 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia

2. UU No 10 tahun 1998 perubahan atas UU No 7 tahun 1992 tentang Perbankan Syariah

3. UU no 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah 4. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

Kemudian diatur lagi dalam Peraturan Bank Indonesia, di antaranya termuat dalam :

1. PBI no 4/1/PBI/2002 tentang perubahan kegiatan usaha Bak Umum Konvensional menjadi bank Umum berdasarkan prinsip Syariah dan pembukaan kantor bank berdasarkan prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional.

2. PBI no 7/35/PBI2005 tentang perubahan atas PBI no 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

(49)

3. PBI no 7/46/PBI/2005 tentang akad penghimpunan dan penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

4. PBI no 8/25/PBI/2006 tentang perubahan atas PBI no 6/17/PBI/2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip Syariah.

5. PBI no 9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank Syariah.

6. Dan lain-lain

Sedangkan fatwa Dewan Syariah Nasional yang mengatur tentang bank Syariah ini di antaranya :

1. NO: 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang Giro 2. NO: 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan 3. NO: 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang Deposito 4. NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah 5. NO: 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam 6. NO: 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna'

7. NO: 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah 8. NO: 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah 9. NO: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah 8. NO: 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah

9. NO: 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Kafalah 10. NO: 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang Hawalah

11. NO: 13/DSN-MUI/IV/2000 tentang Uang Muka dalam Murabahah

12. NO: 14/DSN-MUI/IV/2000 tentang Sistem Distribusi Hasil Usaha dalam LKS

(50)

13. NO: 15/DSN-MUI/IV/2000 tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha dalam LKS

14. NO: 16/DSN-MUI/IV/2000 tentang Diskon dalam Murabahah

15. NO: 17/DSN-MUI/IV/2000 tentang Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda Pembayaran

16. NO: 18/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pencadangan Penghapusan Aktiva Produktif dalam LKS

17. NO: 19/DSN-MUI/IV/2000 tentang Al-Qardh

18. NO: 20/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksadana Syariah

Secara umum Perbankan Syariah diawasi oleh Bank Indonesia dalam kedudukannya sebagai bank Sentral, dan secara khusus pengawasnnya dilakukan oleh Dewan Syariah Nasional dan Dewan Pengawas Syariah. Menurut keputusan DSN No.01 tahun 2000 tentang Pedoman Dasar Dewan MUI, DSN bertugas sebagai berikut :

1. Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan khususnya.

2. Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan usaha

3. Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah 4. Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.

(51)

Tentang Dewan Pengawas Syariah diatur dalam Pasal 32 antara lain : 1) Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS.

2) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.

3) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah.

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.

Peran utama ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya operasioanl bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan- ketentuan syariah. Adapun yang menjadi Wewenang DPS adalah :

1. Memberikan pedoman secara garis besar tentang aspek syariah dari operasional Bank Islam, baik penyerahan dana, penyaluran dana maupun kegiatan-kegiatan Bank lainnya.

2. Mengadakan perbaikan terhadap suatu produk bank Islam yang telah atau sedang berjalan. Namun dinilai pelaksanaannya bertentangan dengan ketentuan syariah.

Dalam hal penerapan prinsip kehati-hatian diatur dalam Pasal 35 ayat 1 bahwa Bank Syariah dan UUS dalam melakukan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian. Aturan tentang ini diatur dalam Pasal 50 yaitu

(52)

Pembinaan dan pengawasan Bank Syariah dan UUS dilakukan oleh Bank Indonesia.

2.5.3 Konsep Riba dalam Perspektif Islam a. Pengertian Riba

Riba secara bahasa bermakna: Ziyadah yaitu tambahan. Sedangkan menurut istilah teknis riba adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Riba juga dapat diartikan sebagai pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil yang bertentangan dengan prinsip muamalat dalam islam.

Menurut syariah riba yaitu merujuk pada “premi” yang harus dibayarkan oleh peminjam kepada yang memberikan pinjaman bersama dengan jumlah pokok utang sebagai syarat pinjaman atau untuk perpanjangan waktu pinjaman.

b. Macam-macam Riba

Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang-piutang dan riba jual beli.

Riba utang-piutang terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Riba Qardh

Yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang (muqtaridh).

2. Riba Jahiliyah

Yaitu utang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.

Sedangkan riba jual-beli terbagi menjadi dua pula, yaitu:

(53)

1. Riba Fadhl

Pertukaran antara barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.

2. Riba Nasi’ah

Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

c. Larangan Riba

Di dalam Islam telah jelas disebutkan mengenai larangan Riba yang terdapat dalam Al-Qur’an pada empat kali penurunan wahyu yang berbeda-beda, diantaranya:

1. QS. Ar-Ruum: 39 2. QS. An-Nisa: 161 3. QS. Ali-Imran: 130-132 4. QS. Al-Baqarah: 275-281

Pelarangan riba dalam Islam tidak hanya merujuk pada Al-qur’an, melainkan juga Al-Hadits. Hal ini sebagaimana posisi umum hadis yang berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut yang telah digariskan melalui Al-qur’an, pelarangan riba dalam hadis lebih terperinci.

“Ingatlah bahwa kamu akan menghadap tuhanmu dan dia pasti akan menghitung amalanmu. Allah telah melarangmu mengambil riba. Oleh karena itu, utang akibat riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kamu adalah hak kamu.

Kamu tidak akan menderita atau pun mengalami ketidakadilan.”

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah bagaimana model terbaik untuk angka prevalensi penderita kusta di Jawa Timur beserta faktor-faktor yang

Selain berprofesi sebagai arsitek, Fritz juga memiliki hobi Jain yakni menulis cerita pendek.. Selain menulis cerpen, Fritz juga menulis di surat kabar maupun di

12/2020 yang mengizinkan ekspor benih lobster tidak memenuhi prinsip pembangunan berkelanjutan karena (i) manfaat ekono- mi dari kebijakan tersebut tidak berdam- pak signifikan

Variabel pengamatan dalam penelitian ini meliputi: jumlah spora dari setiap lokasi, pertumbuhan bibit kakao yang meliputi: tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah, berat

Kerusakan pada transformator CSP distribusi satu fasa pada umumnya berupa kerusakan akibat hubung singkat pada lilitan, kerusakan akibat pembebanan

Status kesehatan ibu hamil akan menunjukkan baik buruknya kondisi ibu dan juga terhadap perkembangan janin yang sedang dikandung, bagi ibu sendiri kesehatan yang

sebab atas segala kuasa-Nyalah Tugas Akhir yang berjudul “PERHITUNGAN SELISIH DAN EFEKTIVITAS ANGGARAN PERJALANAN DINAS PEKERJA UNTUK MENCARI PERAMALAN YANG PALING SESUAI

Kendhang jaipong merupakan alat musik yang berbudaya Jawa Barat atau Sunda yang memiliki karakter bunyi yang hampir sama dengan ketipung, sehingga seniman Tayub