• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dalam bentuk lambang lambang grafis, yang perubahannya menjadi wicara bermakna dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dalam bentuk lambang lambang grafis, yang perubahannya menjadi wicara bermakna dalam"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1. Hakikat Membaca

Pada hakikatnya membaca merupakan keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk lambang – lambang grafis, yang perubahannya menjadi wicara bermakna dalam bentuk pemahaman diam – diam atau pengujaran keras – keras (Kridalaksana, 1993:135 dalam Haryadi dan Zamzami, 1996:32). Dengan demikian, membaca dapat dilihat sebagai proses dan juga dapat dilihat sebagai hasil.

Membaca yang dilihat sebagai proses merupakan semua kegiatan dan tekhnik yang ditempuh oleh pembaca, yang mengarah kepada tujuan melalui tahap – tahap tertentu (Burns, 1985 dalam Haryadi dan Zamzami, 1996:32). Proses yang dimaksud dapat berupa penyandian kembali dari penafsiran sandi. Kegiatan ini dimulai dari pengenalan huruf, kata, ungkapan, frasa, kalimat dan wacana, serta menghubungkannya dengan bunyi dan maksudnya (Anderson, 1986 dalam Haryadi dan Zamzami, 1996:32).

Berkenaan dengan uraian di atas, dapat dilihat bahwa kegiatan membaca cenderung terkait dengan pengenalan huruf dan bunyi huruf. Selain itu, kegiatan membaca juga terkait dengan makna dan pemaknaan terhadap makna atau maksud berdasarkan konteks wacana.

Membaca yang dilihat sebagai hasil merupakan peristiwa tercapainya komunikasi fikiran dan perasaan penulis dengan pembaca. Komunikasi ini terjadi oleh adanya kesamaan pengetahuan dan asumsi antara penulis dan pembaca, di mana kejadiannya tergantung pada pemahaman yang dirasakan melalui semua proses konstruktif (membangun gagasan atau maksud penulis).

(2)

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa keberhasilan kegiatan membaca sangat ditentukan oleh adanya pengalaman dan pengetahuan pembaca, baik yang berkenaan dengan kebahasaan maupun non – kebahasaan. Hal ini dipandang cukup beralasan sebab seorang penulispun harus mengungkapkan gagasan – gagasannya dengan menggunakan alur berfikir tertentu dan dengan kaidah bahasa yang berlaku.

2.1.1. Pengertian Membaca

Istilah membaca berarti melihat dan mengucapkan kata yang tertulis serta memahami maknanya (Quirk L, 2000:1175). Dengan demikian membaca merupakan suatu kegiatan dalam rangka untuk memahami suatu pernyataan, situasi, peristiwa, dan lain – lain yang ada dalam bentuk tulisan.

Dalam dunia pendidikan, membaca sangat menuntut adanya suatu pengetahuan, keterampilan, kecakapan atau kapabilitas yang dimiliki seseorang, ia mampu mengkinerjakan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor tertentu secara optimal (Sudjana dalam Depdiknas, 2006:70). Berdasarkan pemaknaan ini, dapat dirumuskan bahwa kemampuan membaca siswa merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki siswa secara terpadu dalam kegiatan membaca yang dapat didemonstrsikan dengan cara mengucapkan kata – kata atau pernyataan yang tertulis.

Dalam hal membaca, siswa kelas 1 SD dituntut untuk memahami benar naskah yang dibacanya. Untuk mewujudkan hal ini, kurikulum bahasa Indonesia kelas I SD menghendaki agar siswa meningkatkan kemampuannya dalam memahami teks pendek dengan membaca nyaring kata atau kalimat dengan lafal yang tepat. Kondisi ini menunjukkan bahwa, betapa pentingnya kemampuan membaca bagi seorang siswa, sehingga ia dituntut untuk secara kreatif dan terus menerus berlatih dan mengembangkan potensi dirinya dalam membaca.

(3)

2.1.2.Tujuan Membaca

Pada dasarnya tujuan seseorang dalam membaca sangat bertalian dengan latar belakang pendidikan, profesi dan kondisi social ekonomi serta lingkungan di mana ia tinggal. Dengan demikian tujuan ini nampak berbeda bagi setiap orang yang melakukan kegiatan membaca sebagai berikut:

1. Memenuhi keinginan untuk mengembangkan diri di masa mendatang dengan membaca informasi tentang factor dan kejadian dan bahkan informasi tentang teori- teori dan temuan ilmiah yang canggih.

2. Memenuhi keinginan untuk memperoleh pandangan dan nilai positip masyarakat terhadap diri peribadi dengan membaca karya para penulis kenamaan.

3. Memenuhi keinginan untuk melepaskan diri dari kenyataan yang tidak menyenangkan seperti ketika sedang merasa jenuh, sedih, dan bahkan putus asa dengan membaca bacaan bermanfaat yang sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi.

4. Memenuhi keinginan untuk mendapat kesenangan atau hiburan dengan membaca jenis bacaan ringan yang disukai.

5. Memenuhi keinginan untuk sekedar iseng, hanya karena tidak tahu apa yang harus dilakukan (Tarigan, 2008: 56 – 57).

Terlepas dari kelima keinginan di atas, terdapat satu keinginan yang bernilai tinggi yakni membaca dengan tujuan mencari nilai-nilai keindahan atau pengalaman estetis dan nilai-nilai kehidupan lainnya melalui bacaan yang bermutu. Penulis berasumsi bahwa semua tujuan membaca dalam uraian di atas bisa saja dimiliki oleh seseorang kapan saja sesuai situasi, kondisi yang sedang dihadapi dan fasilitas bacaan yang tersedia.

(4)

2.1.3. Manfaat Membaca

Dari tujuan membaca pada uraian di atas dapat kita lihat bahwa kegiatan membaca sangatlah bermanfaat terutama bagi terpenuhinya keinginan seseorang akan informasi yang berupa nilai-nilai keindahan atau pengalaman estetis dan nilai-nilai kehidupan lainnya dari bahan bacaan yang ia baca. Selain itu manfaat membaca tidak lepas dari hal-hal berikut ini:

1. Terpenuhinya keinginan untuk mengembangkan diri di masa mendatang.

2. Terpenuhinya keinginan untuk memperoleh pandangan dan nilai positip masyarakat terhadap diri peribadi.

3. Terpenuhinya keinginan untuk melepaskan diri dari kenyataan yang tidak menyenangkan.

4. Terpenuhinya keinginan mendapat kesenangan atau hiburan dari bahan bacaan ringan yang disukai.

5. Sebagai pengisi waktu ketika seseorang sedang tidak tahu apa yang harus ia lakukan (Tarigan, 2008: 58).

Dari keseluruhan uraian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa

manfaat membaca bagi siswa yang masih duduk di kelas I sekolah dasar dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Terpenuhinya keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk lambang – lambang grafis, yang pada gilirannya akan berubah menjadi wicara bermakna dalam bentuk pemahaman terhadap

informasi tertulis.

2. Terpenuhinya keinginan mengembangkan pengetahuan yang dibutuhkan dalam menghadapi pembelajaran di kelas yang lebih tinggi.

(5)

2.1.4. Pembelajaran Membaca

Kegiatan pembelajaran membaca biasanya menggunakan metode yang cukup beragam.

Hal ini terutama berlaku pada kelas awal sekolah dasar sesuai dengan kebutuhan siswa, situasi, dan kondisi serta tujuan dan materi pembelajaran.

Adapun metode-metode pembelajaran yang dimaksud antara lain:

1. Metode Global.

Dalam penerapannya, metode ini diawali dengan pengenalan kalimat utuh yang dibantu dengan ilustrasi gambar. Tahap berikutnya, gambar dihilangkan sehingga yang muncul tinggal deret kata yang berupa kalimat utuh. Tahap selanjutnya diikuti dengan pengenalan kata, suku kata, dan huruf melalui proses penguraian (Depdikbud:

5; Sugiarto, 1982:14 tersebut dalam Kemendikbud: 2012: 40-41).

2. Metode Abjad.

Pembelajaran membaca permulaan dengan metode ini dimulai dengan pengenalan huruf-huruf yang kemudian dirangkai menjadi suku kata, suku kata dirangkai menjadi kata dan pada akhirnya dirangkai menjadi kalimat (Depdikbud, 1994:4 tersebut dalam Kemendikbud: 2012:41).

3. Metode Eja/ Bunyi.

Dalam pelaksanaannya, metode ini dimulai dari pengenalan lambang bunyi terkecil berupa huruf-huruf. Metode ini memperkenalkan lambang-lambang huruf sesuai dengan bunyi dari lambang tersebut.

4. Metode Suku Kata.

Pada metode ini, guru mengenalkan suku kata yang terdiri dari kumpulan huruf yang belum memiliki makna utuh.

(6)

5. Metode Kata Lembaga.

Pada praktiknya, metode ini mengawali pembelaran dengan memperkenalkan sebuah kata yang selanjutnya menjadi kata lembaga yang diuraikan menjadi suku-suku kata.

Akhirnya, huruf-huruf tadi digabung menjadi suku kata, dan suku kata menjadi kata.

6. Metode SAS (Struktural Analisis Sintesis).

Metode ini memulai pembelajaran membaca permulaan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Guru berceritera atau bertanya-jawab dengan siswa disertai dengan gambar sebuah keluarga.

b. Membaca beberapa gambar misalnya gambar ibu, gambar ayah, gambar Budi, dan sebagainya.

c. Membaca beberapa kalimat dengan gambar misalnya:

- Di bawah gambar seorang ibu terdapat bacaan”Ini ibu saya”

- Di bawah gambar seorang ayah terdapat bacaan”Ini ayah saya”

- Di bawah gambar seorang anak laki-laki terdapat kalimat”Ini saya”

d. Setelah anak hafal membaca kalimat dengan bantuan gambar dilanjutkan membaca tanpa bantuan gambar misalnya:

- Ini ibu saya - Ini bapak saya

- Ini saya (Kemendikbud: 2012: 40-44).

Dari uraian beberapa metode pembelajaran di atas, penulis bermaksud

mengangkat salah satu metode pembelajaran yang nampak sesuai dengan kondisi pembelajaran di kelas I yang sedang dikembangkan dalam penelitian ini. Terkait hal ini, penulis menerapkan

(7)

metode pembelajaran suku kata, namun dalam hal ini penulis mengenalkan suku kata yang terdiri dari kumpulan huruf yang sudah memiliki makna utuh di atas media kartu kata.

2.1.5. Proses Membaca

Untuk dapat mengembangkan kemampuan siswa membaca permulaan secara lebih bermakna dan konseptual, seorang guru dituntut untuk mengetahui adanya proses pencapaian kemampuan membaca yang bahwasanya:

1. Proses pembelajaran membaca dapat terjadi melalui interaksi dan kolaborasi sosial dalam situasi kelompok kecil.

2. Siswa belajar membaca sebagai hasil pengalaman kehidupan.

3. Siswa belajar membaca jika mereka melihat tujuan dan kebutuhannya untuk membaca.

4. Proses pembelajaran membaca dapat terjadi melalui pembelajaran langsung, yang menuntut kelihaian seorang guru mengakomodasikan kebutuhan individual siswa ke dalam strategi pembelajaran yang tepat.

5. Siswa memiliki tahapan dan laju pencapaian kemampuan membaca yang berbeda- beda (Tarigan, 2008: 62).

Dari uraian tentang proses pencapaian kemampuan membaca permulaan di

atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kehadiran seorang guru dalam pembelajaran membaca tidak menjamin adanya siswa yang belajar membaca. Hal ini cukup beralasan sebab untuk menciptakan situasi di mana siswa aktif belajar pada pembelajaran membaca permulaan di kelas I sekolah dasar sangat menuntut pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman, serta kelihaian

(8)

seorang guru dalam memilih metode, serta alat bantu mengajar yang sesuai dengan tingkat kebutuhan siswa.

2.1.6. Pengertian Media Kartu Kata

Dalam Longman’s New Contemporary Dictionary istilah media berarti “something that provides information for the public” (1978: 890). Menurut kamus ini, media adalah sesuatu yang

menyediakan keterangan untuk orang banyak. Sejalan dengan pemaknaan media ini, Rahadi A.

(2004:7) berkomentar bahwa pada dasarnya istilah media berasal dari bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak dari”medium” yang dapat dimaknai sebagai “perantara atau pengantar”.

Makna yang terkandung dalam pengertian media di atas memberikan isyarat bahwa media dapat berupa segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi kepada orang banyak yang dewasa ini sangat populer digunakan dalam bidang komunikasi. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika media kartu kata yang digunakan dalam proses pembelajran disebut media pembelajaran sebab pada dasarnya proses belajar-mengajar juga merupakan proses komunikasi.

Dari beberapa rumusan makna media di atas dan dari uraian sebelumnya, dapat dilihat bahwa penggunaan media kartu kata dalam proses pembelajaran akan mempermudah penguasaan kemampuan membaca yang akan dilatihkan, yang pada giliranya akan mampu memberikan pengaruh besar terhadap hasil capaian siswa (Sukarman H. 2004:13). Hal ini tentu akan terwujud, jika dan hanya jika penggunaan media kartu kata dalam proses pembelajaran ini sesuai dengan karakteristik pribadi guru dan perbedaan kemampuan, kompetensi, minat, kepribadian, sikap dan motivasi belajar siswa dimana guru itu bertugas (Ekojuniarto 2004:6).

(9)

Uraian di atas mengisyaratkan bahwa untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa dapat pula ditempuh dengan menggunakan media pembelajaran lainnya. Hal ini berarti bahwa media pembelajaran yang digunakan untuk tujuan yang sama bisa bersifat dinamis, dalam artian suatu media dapat digunakan dengan baik untuk kelompok tertentu, belum tentu cocok untuk kelompok yang lain, atau suatu media berhasil digunakan dengan baik oleh guru tertentu, belum tentu berhasil dengan baik jika digunakan oleh guru yang lain (Sudjatmiko dan Nurlaili L.

2004:22 – 23).

Namun satu hal yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa Kegiatan pembelajaran dengan media kartu kata, perlu diawali dengan apersepsi yang mengaitkan konsep pembelajaran pada pemahaman ide-ide yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Dengan kata lain bahwa pembelajaran selalu dibangun di atas pengetahuan yang telah ada sehingga tidak mustahil akan membangkitkan minat dan perhatian (Herbart 1841 tersebut dalam Sukarman H. 2004:9).

Selain apersepsi, guru perlu menyiapkan media kartu kata yang mampu berfungsi sebagai penyaji dan penyalur pesan kepada siswa, dalam artian jika media itu didesain dan dikembangkan dengan baik, maka fungsi itu akan dapat diperankan oleh media itu walaupun tanpa keberadaan guru (Rahadi A. 2004:11).

2.1.7. Pembelajaran Membaca Permulaan Melalui Media Kartu Kata

Setelah melaksanakan kegiatan pendahuluan dalam pembelajaran, guru akan masuk pada tahap kegiatan inti dengan menyajikan beberapa gambar benda melalui chart di papan tulis dan menyiapkan beberapa kartu yang bertuliskan nama-nama benda di atas meja guru. Dalam hal ini, guru (peneliti) meminta siswa secara individual datang ke depan kelas untuk memilih dan melafalkan kata dalam salah satu kartu kata yang sesuai dengan nama benda yang disajikan dalam gambar dengan intonasi dan ekspresi yang sesuai.

(10)

Sebagai langkah selanjutnya, guru akan membagikan lembar kerja siswa (LKS) beserta sejumlah kartu yang bertuliskan kata berupa nama-nama benda kepada setiap kelompok siswa.

Terkait hal ini, guru (peneliti) meminta setiap kelompok siswa untuk menempelkan kartu kata yang sesuai dengan nama benda yang disajikan oleh guru melalui lembar kerja siswa (LKS).

Sebagai langkah terakhir, guru meminta setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas.

2.2. Kajian Penelitian yang Relevan

Dewasa ini sudah banyak yang melakukan penelitian terkait kemampuan siswa membaca permulaan di tingkat sekolah dasar. Dari sejumlah penelitian itu terdapat beberapa yang relevan dengan yang dilaksanakan oleh penulis (peneliti) di antaranya yang telah dilaksanakan oleh Fitriyah Nur Farikatul pada tahun 2010 dengan judul “Penggunaan Media Kartu Huruf dan Kartu Kata melalui Permainan untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Permulaan Siswa Kelas I SDN Sudimoro 01 Kecamatan Bululawang.

Dari penelitian di atas dapat dilihat adanya peningkatan aktivitas belajar siswa dari biasanya di mana pada siklus I, hasil belajar siswa mencapai nilai rata-rata 70,91 dan pada siklus II mencapai nilai rata-rata 83,91 yang secara berturut-turut sama dengan 68,18% dan 95,5% dari nilai ketuntasan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya, yakni sebesar 80% atau lebih. Hal ini menunjukkan bahwa nilai ketuntasan belajar siswa tercapai setelah melaksanakan siklus ke II.

Peneliti (Fitriyah Nur Farikatul) berkesimpulan bahwa penggunaan media kartu huruf dan kartu kata pada pembelajaran membaca permulaan di kelas I SD mampu meningkatkan aktivitas belajar siswa yang pada giliranya akan bermuara kepada peningkatan mutu capaian siswa. Hal ini sudah terbukti dan oleh karena itu tidaklah berlebihan jika beliau menyarankan agar kiranya

(11)

guru kelas I SD menggunakan media kartu huruf dan kartu kata sebagai alternative media yang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca permulaan.

Selain dari saran di atas, beliau berpesan agar sekolah dapat memfasilitasi pemenuhan media pembelajaran guna pencapaian hasil belajar siswa yang maksimal. Juga disarankan agar siswa diberikan tugas bermakna yang dapat dijadikan sebagai arena berlatih membaca di mana saja dan kapan saja.

Kajian penelitian yang juga relevan dengan apa yang sedang dikembangkan oleh peneliti adalah penelitian yang dilakukan oleh Sri Wahyuningsih pada tahun 2008 di Universitas Negeri Malang, Jurusan S1 PGSD yang berjudul “Pemanfaatan kartu huruf untuk meningkatkan keterampilan membaca permulaan siswa kelas 1 SDN Tulusrejo V Kecamatan Lowokwaru Kota Malang”. Hasil penelitiannya disajikan sebagai berikut: (1) nilai rata-rata pre tes siklus I adalah 46,2; (2) nilai rata-rata post tes siklus I adalah 60,9; (3) nilai rata-rata post tes siklus II adalah 76,6.

Sri Wahyuningsih berkesimpulan bahwa pemanfaatan kartu huruf dapat meningkatkan keterampilan membaca pada siswa kelas I SDN Tulusrejo V.

Di samping itu ia menambahkan bahwa pemanfaatan kartu huruf dalam pembelajaran dapat meningkatkan minat, aktivitas, perhatian, dan kreativitas siswa. Hal ini dapat dilihat pada hasil pengamatan yang dilaksanakan selama pembelajaran siklus I yang disajikan sebagai berikut : 55% dari total siswa sangat berminat, 45% cukup berminat; 57% sangat aktif, 24% cukup aktif, 19% kurang aktif; 48% sangat perhatian, 38% cukup perhatian, 14% kurang perhatian; 52%

sangat kreatif, 43% cukup kreatif, 5% kurang kreatif.

Sementara pada siklus II, hasil pengamatan menunjukkan bahwa 76% dari total siswa yang ada sangat berminat, 24% cukup berminat. Dalam hal keaktifan dan perhatian serta kreatifitas

(12)

siswa menunjukkan bahwa 86% sangat aktif, 9% cukup aktif,5% kurang aktif; 67% sangat perhatian, 33% cukup perhatian; 67% sangat kreatif, 33% cukup kreatif.

Bertitik tolak pada hasil penelitian di atas, Sri Wahyuningsih menyarankan agar guru dapat menggunakan alat peraga yang menarik minat belajar siswa dalam pembelajaran membaca permulaan di kelas I SD guna pencapaian hasil yang maksimal. Hal ini cukup beralasan mengingat siswa kelas I SD masih cenderung berfikir secara konkrit, katanya.

Selain 2 kajian penelitian yang relevan dalam uraian di atas, seorang mahasiswa bernama Herlina dari program studi SI PGSD tahun 2011 di Universitas Negeri Malang juga melakukan penelitian yang relevan dengan penelitian yang sedang dilaksanakan oleh penulis. Dalam hal ini, Herlina melakukan penelitian dengan judul: “Penggunan Kartu Kata dan Gambar untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Kelas I SDN Banjarimbo 02 Kecamatan Lumbang Kabupaten Pasuruan”.

Penelitian di atas dilaksanakan dengan tujuan untuk mendiskripsikan penggunaan kartu dalam gambar guna meningkatkan kemampuan membaca permulaan siswa kelas I SDN Banjarimbo 02 Kecamatan Lumbang Kabupaten Pasuruan yang berjumlah 20 orang. Berkenaan dengan hal ini, peneliti menggunakan instrument berupa lembar observasi, wawancara, dan tes dalam upayanya memperoleh data, dengan tehnik analisis data rata – rata dan persentase.

Penelitian di atas memperlihatkan adanya peningkatan aktivitas belajar siswa dari biasanya.

Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya capaian rata-rata hasil belajar siswa yang pada siklus I hanya 62,25% dan pada siklus II telah mencapai nilai rata-rata 86,60%.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian tindakan kelas ini, Herlina menyarankan kiranya sekolah melengkapi fasilitas belajar siswa untuk pembelajaran bahasa Indonesia dengan melengkapi media dan buku-buku yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Selain itu ia

(13)

menyarankan kiranya guru bahasa Indonesia dapat menggunakan media gambar dan kartu kata guna meningkatnya kemampuan siswa membaca permulaan sehingga yang akan bermuara kepada kelancaran siswa dalam membaca.

Dari hasil kajian ketiga penelitian tindakan yang dilaksanakan oleh Fitriyah Nur Farikatul, Sri Wahyuningsih, dan Herlina di kelas I SD dalam uraian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa:

1. Pemanfaatan kartu huruf dan atau kartu kata dalam pembelajaran

membaca permulaan di kelas I SD dapat meningkatkan minat, aktivitas, perhatian, dan kreativitas siswa yang pada gilirannya dapat meningkatkan kemampuan siswa membaca permulaan.

2. Ada kecenderungan bahwa nilai ketuntasan belajar tercapai setelah peneliti melaksanakan pembelajaran siklus II.

Adapun perbedaan yang terdapat di antara penelitian tindakan kelas yang

telah dilaksanakan oleh 3 peneliti dalam uraian di atas dan yang sedang dilaksanakan oleh penulis saat ini terletak pada media pembelajaran yang digunakan, di mana di antara ketiga peneliti di atas sering menunjang penggunaan media kartu kata dengan media berupa kartu huruf dan gambar. Perbedaan lain yang dapat dilihat melibatkan tempat pelaksanaan, jumlah siswa yang dikenai tindakan dan hasil capaian siswa pada akhir pembelajaran siklus I dan II.

2.3. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya, dapat dirumuskan sebuah hipotesis tindakan sebagai berikut: “Jika guru menggunakan media kartu kata, maka kemampuan membaca siswa kelas I SDN 10 Kabila Kabupaten Bone Bolango akan meningkat”.

2.4. Indikator Kinerja

(14)

Adapun indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah capaian siswa dalam proses pembelajaran membaca melalui kartu kata mencapai 70% dengan nilai rata – rata 70.

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan Kreativitas melalui Pendekatan Tematik dalam Pembelajaran Seni Grafis Cetak Tinggi Bahan Alam di SD Sistem pendidikan Sekolah Dasar, sebagaimana diungkapkan

Berdasarkan analisis kesesuaian lahan aktual untuk pengembangan tanaman kakao (Theobroma cacao L.) yang dilakukan, 57,8 % wilayah Kabupaten Padang Pariaman berada pada kelas

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap parameter logam berat Timbal (Pb) pada sampel sedimen pada titik 1 – 5 diperoleh konsentrasi logam berat Timbal

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa total nilai seluruh jawaban 1.441 dengan 1.225 nilai jawaban mengatakan sangat setuju (SS), 204 nilai jawaban mengatakan setuju (S),

(3) Mahasiswa berprestasi yang dapat diberikan tarif layanan sebesar Rp0,00 (nol rupiah) dari tarif Sumbangan Pembinaan Pendidikan dan/atau tarif Dana Pengembangan

yang mempengaruhi terjadinya financial distress yaitu struktur tata kelola perusahaan yang baik dengan indikatornya terdiri dari kepemilikan institusional,

Berdasarkan tabel 4 diatas diketahui suhu yang didapatkan dari hasil objek yang sama dan waktu yang sama, hasil di atas merupakan hasil dari dua alat ukur yang berbeda

Analisa biostratigrafi dilakukan untuk mengetahui umur dan lingkungan purba (paleo-environment) dari reservoir “A” yang terdapat pada Formasi Upper Arang. Data biostratigrafi