xv ABSTRAK
ANALISIS PENGARUH MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN
(Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2012)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah mekanisme Good Corporate Governance (GCG) berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Mekanisme GCG diukur dengan mengggunakan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komite audit, komisaris independen, dan dewan komisaris. Nilai perusahaan diukur dengan menggunakan Price to Book Value (PBV).
Penelitian ini merupakan jenis penelitian empiris. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 2010-2012. Total sampel perusahaan adalah 54 perusahaan yang ditentukan berdasarkan metode purposive sampling. Metode analisis yang digunakan adalah regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, (2) Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, (3) Komite audit tidak berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, (4) Komisaris independen tidak berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, dan (5) Dewan komisaris tidak berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
xv ABSTRACT
THE ANALYSIS OF GOOD CORPORATE GOVERNANCE MECHANISM EFFECT TO THE FIRMS’ VALUE
(Empirical Study on the Registered Manufacturing Firms in Indonesia Stock Exchange 2010-2012) measured by managerial ownership, institutional ownership, audit committee, independent commissioner, and the board of commissioners. The firms’ value was measured by Price to Book Value (PBV).
This research was empirical research. The samples were consisted of 54 manufacturing firms listed at BEI during 2010-2012. The sampling method was purposive method. The data was analyzed by multiple linear regression.
The results showed that: (1) Managerial ownership had no positive effect to the firms’ value, (2) Institutional ownership had positive effect to the firms’ value, (3) Audit committee had no positive effect to the firms’ value, (4) Independent commissioner had no positive effect to the firms’ value, and (5) Board of commissioners had no positive effect to the firms’ value.
i
ANALISIS PENGARUH MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN
(Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2010-2012)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akunntansi
Oleh :
Maria Puput Indah Sari
102114124
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
Motto dan Persembahan
“Tuhan mengulurkan tangan-Nya untuk menolong mereka yang telah berusaha keras”
(Aeschylus)
“To get a success, your courage must be greater
than your fear
”
(Unknown)
“Aku percaya dengan cara yang entah bagaimana.
Tuhan Yesus akan selalu memberikan yang lebih dari sekedar baik”
(Pute)
“
But he said, what is impossible with men is impossible with God”(Luke 18:27)
Skripsiku ini kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus dan Bunda Maria
Kedua Orang Tua Terhebatku
Mak Tuo Tersayang
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Studi Akuntansi,
Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan,
bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D selaku Rektor Universitas Sanata
Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan
mengembangkan kepribadian kepada penulis.
2. Dr. Fr. Reni Retno A., M,Si., Ak., CA selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan
bimbingan, saran, kritik yang sangat berharga, dan motivasi sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan dengan baik.
3. Staff pojok Bursa Efek Indonesia atas pelayanannya membantu penulis
dalam mengumpulkan data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibuku (Paulus Gopin dan Fermina Srimiatun) yang telah bekerja
keras untuk membiayai kuliahku selama ini, yang selalu mendo’akan,
memberikan dorongan semangat dan untuk semua hal yang telah diberikan
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi
HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii
HALAMAN DAFTAR ISI ... x
HALAMAN DAFTAR TABEL ... xiii
HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xiv
ABSTRAK ... xv
ABSTRACT ... xvi
BAB I PENDAHULUAN……….. .... 1
A.Latar Belakang Masalah ……….... .. 1
B.Rumusan Masalah………... 6
C.Tujuan Penelitian ... 6
D.Manfaat Penelitian ... 7
E.Sistematika Penulisan ... 8
BAB II LANDASAN TEORI ... 10
A.Nilai Perusahaan ... 10
x
C.Teori Signal ... 13
D.Good Corporate Governance ... 14
E.Mekanisme GCG dan Nilai Perusahaan ... 30
F. Perumusan Hipotesis ... 31
G.Model Penelitian ... 38
BAB III METODE PENELITIAN... 39
A.Jenis Penelitian ... 39
B.Tempat dan Waktu Penelitian... 39
C.Jenis dan Sumber Data ... 39
D.Populasi dan Sampel ... 40
E.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 40
F. Teknik Analisis Data ... 43
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 52
A.Deskripsi Data ... 52
B.Sampel Perhitungan Variabel ... 53
C.Analisis Data... 56
D.Pembahasan ... 66
BAB V PENUTUP ... 72
A.Kesimpulan ... 72
B.Keterbatasan ... 74
C.Saran ... 74
DAFTAR PUSAKA ... 75
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
4.1 Prosedur Pemilihan Sampel ... 53
4.2 Satistik Deskriptif Penelitian ... 57
4.3 Hasil Uji Normalitas ... 60
4.4 Hasil Uji Multikolinearitas ... 61
4.5 Hasil Uji Autokorelasi ... 62
4.6 Hasil Uji F ... 64
4.7 Koefisien Determinasi ... 65
4.8 Regresi Berganda ... 66
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran ... 38
4.1 Grafik Histogram... 60
xiii
ABSTRAK
ANALISIS PENGARUH MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN
(Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2012)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah mekanisme Good Corporate Governance (GCG) berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Mekanisme GCG diukur dengan mengggunakan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komite audit, komisaris independen, dan dewan komisaris. Nilai perusahaan diukur dengan menggunakan Price to Book Value (PBV).
Penelitian ini merupakan jenis penelitian empiris. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 2010-2012. Total sampel perusahaan adalah 54 perusahaan yang ditentukan berdasarkan metode purposive sampling. Metode analisis yang digunakan adalah regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, (2) Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, (3) Komite audit tidak berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, (4) Komisaris independen tidak berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, dan (5) Dewan komisaris tidak berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
xiv
ABSTRACT
THE ANALYSIS OF GOOD CORPORATE GOVERNANCE MECHANISM EFFECT TO THE FIRMS’ VALUE
(Empirical Study on the Registered Manufacturing Firms in Indonesia Stock Exchange 2010-2012) measured by managerial ownership, institutional ownership, audit committee, independent commissioner, and the board of commissioners. The firms’ value was measured by Price to Book Value (PBV).
This research was empirical research. The samples were consisted of 54 manufacturing firms listed at BEI during 2010-2012. The sampling method was purposive method. The data was analyzed by multiple linear regression.
The results showed that: (1) Managerial ownership had no positive effect to the firms’ value, (2) Institutional ownership had positive effect to the firms’ value, (3) Audit committee had no positive effect to the firms’ value, (4) Independent commissioner had no positive effect to the firms’ value, and (5) Board of commissioners had no positive effect to the firms’ value.
1
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Perusahaan merupakan suatu organisasi yang terdiri atas sekelompok
orang yang bekerja untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan jangka panjang yang
harus dicapai dari suatu perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan.
Nilai perusahaan akan tercermin dari harga pasar sahamnya. Nilai perusahaan
adalah nilai jual bagi perusahaan dan merupakan nilai tambah bagi pemegang
saham.Hal ini disebabkan karena harga pasar saham perusahaan mencerminkan
penilaian investor keseluruhan atas setiap ekuitas yang dimiliki. Harga pasar
saham menunjukkan penilaian dari seluruh pelaku pasar, harga pasar saham
bertindak sebagai barometer kinerja manajemen perusahaan. Peningkatan nilai
perusahaan ini dapat tercapai apabila ada sinergi antara manajemen perusahaan
dengan pemegang saham dalam membuat keputusan-keputusan keuangan.
Dalam proses memaksimalkan nilai perusahaan, kadang-kadang muncul
konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham (pemilik
perusahaan). Tidak jarang pihak manajemen mempunyai tujuan dan
kepentingan lain yang bertentangan dengan tujuan utama perusahaan dan
sering mengabaikan kepentingan pemegang saham. Perbedaan kepentingan
antara manajer dan pemegang saham ini dapat menimbulkan konflik yang
terjadi karena manajer mengutamakan kepentingan pribadi dan tidak sesuai
dengan tujuan perusahaan yaitu memakmurkan pemilik perusahaan dan
meningkatkan nilai perusahaan.
Apabila tindakan antara manajer dengan pemegang saham tersebut
berjalan selaras, maka masalah diantara kedua pihak tersebut tidak akan terjadi.
Akan tetapi, adanya penyatuan kepentingan antara manajer dan pemegang
saham sering menimbulkan masalah. Masalah antara kedua belah pihak
tersebut disebut sebagai masalah agensi (agency problem). Dengan adanya
masalah agensi tersebut akan menyebabkan munculnya biaya keagenan
(agency cost) dan tujuan keuangan perusahaan tidak akan tercapai. Salah satu
mekanisme yang diharapkan dapat mengontrol biaya keagenan yaitu dengan
menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance)
(Rupilu, 2011).
Corporate governance mulai menjadi isu yang hangat dibicarakan sejak
terjadinya skandal bisnis yang mengindikasikan lemahnya corporate
governance di perusahaan-perusahaan Inggris sekitar tahun 1950-an dan
semakin berlanjut hingga menimbulkan resesi di tahun 1980-an (Davies, 1999
dalam Darmawati, 2006). Di Indonesia, isu mengenai corporate governance
mulai mengemuka setelah Indonesia mengalami masa krisis yang
berkepanjangan sejak tahun 1998. Banyak pihak mengatakan bahwa lamanya
proses perbaikan krisis ekonomi di Indonesia dikarenakan oleh lemahnya
saat itu, baik pemerintah maupun investor mulai memberikan perhatian yang
cukup signifikan dalam praktik corporate governance di Indonesia.
Corporate covernance atau tata kelola perusahaan merupakan suatu sistem
yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Kesuksesan suatu perusahaan
banyak ditentukan oleh karakteristik strategis dan manajerial perusahaan
tersebut. Strategi tersebut diantaranya juga mencakup strategi penerapan sistem
good corporate governance dalam perusahaan. Dalam penerapan good
corporate governance terdapat beberapa mekanisme meliputi kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, komite
audit dan ukuran dewan direksi. Mekanisme corporate governace ini akan
meningkatkan pengawasan bagi perusahaan, sehingga melalui pengawasan
tersebut diharapkan kinerja perusahaan akan lebih baik. Diharapkan bahwa
good corporate governance dapat meningkatkan nilai perusahaan (Laila,
2011).
Mekanisme good corporate governance di ukur dengan beberapa variabel
(Purwaningtyas, 2011), diantaranya yaitu:
1) Kepemilikan manajerial
Menurut Shleifer dan Vishny (1997), kepemilikan manajerial
terhadap saham perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi
perbedaan antara pemegang saham luar dengan manajemen. Kepemilikan
manajerial dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada
akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan
karena adanya kontrol yang mereka miliki (Wahyudi dan Pawestri, 2006
dalam Rachmawati dan Triatmoko, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh
Taswan (2003) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh
positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, sedangkan penelitian yang
dilakukan Lamanepa (2014) dengan sampel perusahaan manufaktur,
menghasilkan kesimpulan bahwa kepemilikan saham manajerial
berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan yang berarti
semakin tinggi proporsi kepemilikan manajerial akan menurunkan nilai
perusahaan.
2) Kepemilikan institusional
Semakin tinggi tingkat kepemilikan institusional, maka semakin kuat
kontrol terhadap perusahaan. Hal ini disebabkan karena biasanya institusi
mempunyai hak yang cukup besar, sehingga mengambil andil yang cukup
besar pula atas kepemilikan saham suatu perusahaan. Peranan pemilik
institusi dalam good corporate governance adalah (a) mengarahkan dan
memonitor kegiatan bisnis dimana mereka menanamkan dananya, (b)
sebagai sumber informasi perusahaan, dan (c) memiliki hak dan kewajiban
suara yang substansial dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Seperti dalam penelitian Nugraha (2009) yang menyatakan bahwa
kepemilikan institusional berpengaruh secara positif terhadap nilai
perusahaan, dimana dengan meningkatnya jumlah kepemilikan institusional
3) Komisaris independen
Adanya komisaris independen diharapkan mampu meningkatkan
peran dewan komisaris sehingga tercipta good corporate governance di
dalam perusahaan (Rachmawati dan Triatmoko, 2007). Menurut Lastanti,
2004 dalam Anggraini, 2013 menjelaskan bahwa terdapat hubungan positif
dan signifikan antara independensi dewan komisaris dengan nilai
perusahaan. Adanya pengaruh positif tersebut disebabkan oleh mekanisme
kontrol yang kuat dari komisaris independen terhadap manajemen, dimana
mekanisme kontrol tersebut merupakan peran vital bagi terciptanya GCG.
4) Komite audit
Penggunaan komite audit merupakan usaha perbaikan terhadap cara
pengelolaan perusahaan terutama cara pengawasan terhadap manajemen
perusahaan, karena akan menjadi penghubung antara manajemen
perusahaan dengan dewan komisaris maupun pihak eksternal lainnya. Tugas
komite audit juga berkaitan erat dengan penelaahan terhadap resiko yang
dihadapi perusahaan serta ketaatan terhadap peraturan. Seperti dalam
penelitian yang dilakukan oleh McMullen (1996) dalam Purwaningtyas
(2011) yang menyatakan dengan adanya keberadaan komite audit secara
positif dan signifikan mempengaruhi nilai perusahaan.
5) Dewan komisaris
Dewan komisaris memegang peranan penting dalam perusahaan,
terutama dalam pelaksanaan good corporate governance. Dewan komisaris
strategi perusahaan, melakukan pengawasan terhadap manajer, serta
mewajibkan terlaksananya akuntabilitas dalam perusahaan (Purwaningtyas,
2011). Melalui perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan akan
memastikan pencapaian kinerja perusahaan dan mampu meningkatkan nilai
perusahaan. Penelitian terdahulu yang dilakukan Anggraini (2013)
menunjukkan adanya pengaruh signifikan dewan komisaris terhadap nilai
perusahaan.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas,
maka rumusan masalah dalam penelitian adalah:
1. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan?
2. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan?
3. Apakah komite audit berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan?
4. Apakah komisaris independen berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan?
C.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah:
1. Untuk mendapatkan bukti empiris apakah kepemilikan manajerial
mempengaruhi nilai perusahaan.
2. Untuk mendapatkan bukti empiris apakah kepemilikan institusional
mempengaruhi nilai perusahaan.
3. Untuk mendapatkan bukti empiris apakah komite audit mempengaruhi nilai
perusahaan.
4. Untuk mendapatkan bukti empiris apakah komisaris independen
mempengaruhi nilai perusahaan.
5. Untuk mendapatkan bukti empiris apakah dewan komisaris mempengaruhi
nilai perusahaan.
D.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut:
1. Bagi Manajemen
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi mengenai manfaat
dari penerapan mekanisme GCG dalam meningkatkan nilai perusahaan.
2. Bagi Investor dan Calon Investor
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan sumber
informasi sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan investasi yang akan dilakukan dalam memilih perusahaan yang
3. Bagi Universitas
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta
menambah literatur koleksi perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang
berkaitan dengan mekanisme GCG.
4. Bagi Peneliti
Peneliti mendapatkan pengetahuan tentang pengaruh mekanisme GCG
terhadap nilai perusahaan dan dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh
selama mengikuti pembelajaran terutama tentang GCG.
5. Bagi Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi
pihak-pihak yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai
permasalahan GCG.
E.Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini merupakan bentuk ringkas dari keseluruhan
isi penelitian dan gambaran permasalahan yang
diangkat dalam penelitian ini, yang mana
menguraikan tentang latar belakang, perumusan
masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian serta sistematika penulisan yang
Bab II Landasan Teori
Bab ini merupakan bagian yang berisi penjelasan
mengenai landasan teori dan penelitian terdahulu,
yang merupakan hasil dari tinjauan pustaka dan
teori yang berkaitan dengan masalah yang akan
diteliti dalam penelitian ini.
Bab III Metode Penelitian
Bab ini berisi tentang metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian, yang mana
menguraikan variabel penelitian dan definisi
operasional, penentuan sampel, jenis dan sumber
data, metode pengumpulan data, dan metode
analisis data.
Bab IV Analisis Data dan Pembahasan
Bab ini berisi tentang penjelasan dari deskripsi
obyek penelitiandan analisis data serta pembahasan
dari hasil analisis data tersebut.
Bab V Penutup
Bab ini menyajikan kesimpulan akhir yang
diperoleh dari hasil analisis data pada bab
sebelumnya dan saran-saran yang diberikan kepada
berbagai pihak yang berkepentingan atas hasil
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A.Nilai Perusahaan
Menurut Rachmawati dan Triatmoko (2007) nilai perusahaan adalah
nilai jual perusahaan atau nilai tumbuh bagi pemegang saham. Nilai
perusahaan akan tercermin dari harga pasar sahamnya. Nilai perusahaan
didefinisikan sebagai nilai pasar (Nurlela dan Islahudin, 2008). Nilai
perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara
maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga
saham, maka semakin tinggi kemakmuran pemegang saham.
Tujuan pendirian perusahaan adalah untuk mencapai keuntungan yang
maksimal atau memperoleh laba yang sebesar-besarnya, serta ingin
memakmurkan pemegang saham dan memaksimalkan nilai perusahaan.
Memaksimalkan nilai pasar perusahaan sama dengan memaksimalkan harga
pasar saham. Menurut Sudana (2011), Memaksimalkan nilai perusahaan dinilai
lebih tepat sebagai tujuan perusahaan karena:
1. Mempertimbangkan faktor resiko.
2. Memaksimalkan nilai perusahaan lebih menekankan pada arus kas daripada
sekedar laba menurut pengertian akuntansi.
4. Memaksimalkan nilai perusahaan berarti memaksimalkan nilai sekarang
dari semua keuntungan yang akan diterima oleh pemegang saham di masa
yang akan datang atau berorientasi jangka panjang.
Nilai perusahaan pada umumnya dapat diukur dari beberapa aspek,
salah satunya adalah nilai pasar saham yaitu dengan Price to Book Value Ratio
(PBV). Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar kepada manajemen dan
organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus tumbuh. Dengan
kata lain, rasio ini menunjukkan seberapa jauh suatu perusahaan mampu
menciptakan nilai perusahaan relatif terhadap jumlah modal yang
diinvestasikan (Brigham, 1996).
Rasio Price Book to Value (PBV), yaitu rasio nilai pasar/buku (Market
to Book Ratio). Rasio ini menunjukkan hubungan antara nilai perusahaan pada
bursa saham dan nilai aktiva/buku yang mendasari sebagaimana yang
ditunjukkan dalam neraca semakin besar rasio. Semakin besar nilai pasar
dibandingkan nilai buku (Walsh, 2002).
B.Teori Keagenan
Teori keagenan mendasarkan hubungan kontrak antar
anggota-anggota yang ada didalam perusahaan, prinsipal dan agen sebagai pelaku
utama. Pemegang saham memberikan kekuasaan kepada para manajer untuk
pengambilan keputusan. Para manajer yang mengambil keputusan tidak jarang
mempunyai kepentingan atau memikirkan kepuasan untuk dirinya sendiri dan
perusahaan. Dimana hal ini dapat menimbulkan potensi konflik kepentingan.
Hubungan keagenan (agency relationship) terjadi ketika satu atau lebih
individu yang disebut prinsipal menyewa individu atau organisasi lain, yang
disebut sebagai agen, untuk melakukan sejumlah jasa dan mendelegasikan
kewenangan untuk membuat keputusan kepada agen tersebut (Brigham dan
Houston, 2006).
Teori keagenan, dapat menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang
terlibat dalam perusahaan akan berperilaku, karena pada dasarnya antara agen
dan prinsipal memiliki kepentingan yang berbeda yang menyebabkan
terjadinya konflik keagenan (Purwaningtyas, 2011).
Menurut Jensen dan Meckling dalam Purwaningtyas, 2011, adanya
masalah keagenan memunculkan biaya agensi. Biaya agensi meliputi:
a. The monitoring expenditure by the principle (monitoring cost), yaitu biaya
pengawasan yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengawasi perilaku dari
agen dalam mengelola perusahaan.
b. The bounding expenditure by the agent (bounding cost), yaitu biaya yang
dikeluarkan oleh agent untuk menjamin bahwa agen tidak bertindak yang
merugikan prinsipal.
c. The Residual Loss, yaitu penurunan tingkat utilitas prinsipal maupun agen
karena ada hubungan agensi.
Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada
teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberi
mereka investasikan. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana
investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi investor,
yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau
menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan
berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh investor dan
berkaitan dengan bagaimana para investor mengendalikan para manajer
(Sheifer dan Vishny, 1997).
C.Teori Signal (Signalling Theory)
Teori signal menjelaskan bahwa pemberian sinyal dilakukan untuk
mengurangi asimetri informasi. Signalling theory menekankan kepada
pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan
investasi oleh pihak diluar perusahaan. Bagi investor dan pelaku bisnis sebuah
informasi merupakan unsur yang penting karena pada umumnya informasi
menyajikan gambaran yang baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun
pada keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu
perusahaan. Dengan kurangnya informasi mengenai perusahaan oleh pihak luar
(investor) menyebabkan mereka melindungi diri atau berhati-hati dalam
mengambil keputusan dengan memberikan harga yang rendah untuk
perusahaan, karena untuk mengambil keputusan investasi investor dan pelaku
bisnis memerlukan informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu
Menurut Sharpe (1997) dan Ivana (2005) dalam Syagata (2014),
pengumuman informasi memberikan signal bahwa perusahaan memberikan
signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa mendatang
(good news) sehingga investor tertarik untuk melakukan perdagangan saham,
dengan demikian akan tercermin reaksi pasar melalui perubahan dalam volume
perdagangan saham.
Salah satu jenis informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang
dapat menjadi signal bagi pihak di luar perusahaan (investor) adalah laporan
tahunan. Laporan tahunan pada umumnya memuat informasi yang relevan dan
mengungkapkan informasi yang dianggap penting untuk diketahui oleh
pengguna laporan, baik pihak dalam maupun pihak luar perusahaan. Dengan
pengungkapan ini, maka diharapkan dapat meningkatkan pandangan yang baik
tentang perusahaan dan meningkatkan reputasi serta nilai perusahaan melalui
peningkatan harga saham.
D.Good Corporate Governance
1. Pengertian Good Corporate Governance (GCG)
Good corporate governance dapat didefinisikan sebagai struktur,
sistem, dan proses yang digunakan oleh organ-organ perusahaan sebagai
upaya untuk memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan
dalam jangka panjang (IICG, 2010).
Pengertian corporate governance menurut Report (1999) yang
suatu sistem pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama
mengelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui
pengamanan asset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang
saham dalam jangka panjang.
Bank Dunia (World Bank) mendefinisikan good corporate governance
(GCG) sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib
dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan untuk
berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang
yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat
sekitar secara keseluruhan.
Lembaga corporate governance di Malaysia, yaitu Finance
Committee on Corporate Governance (FCCG), mendefinisikan corporate
governance sebagai proses dan struktur yang digunakan untuk
mengarahkan dan mengelola bisnis serta aktivitas perusahaan ke arah
peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, GCG secara singkat
dapat diartikan sebagai seperangkat sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added)
bagi para pemangku kepentingan. Hal ini disebabkan karena GCG dapat
mendorong terbentuknya pola kerja manajemen yang bersih, transparan, dan
profesional (BTP). Implementasi prinsip-prinsip GCG secara konsisten di
Hal ini sangat penting bagi perusahaan yang akan mengembangkan
usahanya, seperti melakukan investasi baru maupun proyek ekspansi.
2. Konsep Good Corporate Governance
Menurut Effendi (2009:5-6), Implementasi prinsip-prinsip GCG
menyangkut pengembangan dua aspek yang saling berkaitan satu dengan
yang lain, yaitu perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software).
Hardware yang lebih bersifat teknis mencakup pembentukan atau
perubahan struktur dan sistem organisasi. Sedangkan, software yang lebih
bersifat psikososial mencakup perubahan paradigma, visi, misi, nilai
(values), sikap (attitude), dan etika keperilakuan (behavioral ethics).
Raka (2001) dalam Effendi (2009), salah seorang panel ahli dari
Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG), menyatakan dalam
GCG tersirat secara implisit bahwa sebuah perusahaan bukanlah mesin
pencetak keuntungan bagi pemiliknya, melainkan sebuah entitas untuk
menciptakan nilai bagi semua pihak yang berkepentingan. Konsep GCG
mencerminkan pentingnya sikap berbagi (sharing), peduli (caring), dan
melestarikan. Kepemimpinan dalam hal ini berperan besar dalam
menumbuhkan aspirasi, menanamkan nilai, serta menumbuhkan idealisme
dan kesadaran akan tujuan pada anggota perusahaan. Seorang pemimpin
bertugas untuk menjelaskan paradigma, visi, dan nilai-nilai yang berada
dibalik prinsip-prinsip GCG; apa arti dari visi, paradigma, dan nilai-nilai
anggota organisasi. Perubahan aspek teknis dalam bidang struktur dan
sistem memerlukan kemampuan manajemen. Dalam hal ini, yang menjadi
titik berat perhatian adalah keteraturan dan kelancaran proses-proses dalam
organisasi serta ketaatan anggota perusahaan terhadap kebijakan dan sistem
yang dirancang untuk melaksanakan prinsip-prinsip GCG. Sistem dan
struktur tersebut menjadi pedoman teknis untuk melaksanakan kegiatan
sehari-hari agar tidak menyimpang dari prinsip-prinsip GCG.
3. Tujuan Penerapan GCG
Penerapan sistim good corporate governance diharapkan dapat
meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders) (Wijaya dan Permatasari , 2012), melalui beberapa tujuan
berikut:
a. Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi
yang memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang
saham, pegawai dan stakeholders lainnya yang merupakan solusi yang
elegan dalam menghadapi tantangan organisasi kedepan.
b. Meningkatkan legimitasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil,
dan dapat dipertanggungjawabkan.
c. Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para shareholders dan
4. Manfaat Good Corporate Governance
Surya dan Vandana (2007) dalam Purwaningtyas (2011) manfaat
dari penerapan good corporate governance adalah:
a. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja
ekonomi perusahaan.
b. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku yang
memiliki kepentingan terhadap perusahaan.
c. Meningkatkan nilai saham perusahaan, sehingga pencitraan perusahaan
di mata publik meningkat dalam jangka waktu yang lama.
Disamping hal-hal tersebut di atas, GCG juga dapat (Wijaya dan
Permatasari, 2012):
1) Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung
pemegang saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada
pihak manajemen. Biaya-biaya ini dapat berupa kerugian yang
diderita perusahaan sebagai akibat penyalahgunaan wewenang,
ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah
terjadinya hal tersebut.
2) Mengurangi biaya modal, yaitu sebagai dampak dari pengelolaan
perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas dana atau
sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring
dengan turunnya tingkat resiko perusahaan.
3) Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan
4) Menciptakan dukungan para pihak yang berkepentingan (stakeholder)
dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan
berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena
umumnya mereka mendapat jaminan bahwa mereka juga mendapat
manfaat maksimal dari segala tindakan dan operasi perusahaan dalam
menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.
5. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan GCG
Menurut Wijaya dan Permatasari (2012), terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi keberhasilan dari GCG, yaitu:
a. Faktor Eksternal
Yang dimaksud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang
berasal dari luar perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan
penerapan GCG, diantaranya:
1) Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin
berlakunya supremasi hukum yang konsisten dan efektif.
2) Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/ lembaga
pemerintahaan yang diharapkan dapat pula melaksanakan Good
Governance dan Clean Government menuju GCG yang sebenarnya.
3) Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices)
yang dapat menjadi standard pelaksanaan GCG yang efektif dan
4) Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan
GCG di masyarakat. Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan
timbul partisipasi aktif berbagai kalangan masyarakat untuk
mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG secara sukarela.
5) Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat
keberhasilan implementasi GCG terutama di Indonesia adalah
adanya semangat anti korupsi yang berkembang di lingkungan
publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah
kualitas pendidikan dan perluasan peluang kerja. Bahkan dapat
dikatakan bahwa perbaikan lingkungan publik sangat
mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam implementasi
GCG.
b. Faktor Internal
Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan
praktek GCG yang berasal dari dalam perusahaan. Beberapa faktor
dimaksud antara lain:
1) Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung
penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di
perusahaan.
2) Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan
mengacu pada penerapan nilai-nilai GCG.
3) Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada
4) Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam
perusahaan untuk menghindari setiap penyimpangan yang mungkin
akan terjadi.
5) Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami
setiap gerak dan langkah manajemen dalam perusahaan sehingga
kalangan publik dapat memahami dan mengikuti setiap derap langkah
perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke waktu.
6. Prinsip – Prinsip Good Corporate Governance
Prinsip–prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance) sesuai Pasal 3 Surat Keputusan Menteri BUMN No.
117/M-MBU/2002 tentang Penerapan GCG pada BUMN (Effendi, 2009:4-5),
sebagai berikut:
1) Tranparansi (transparency)
Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan
pengungkapan informasi materil yang relevan mengenai perusahaan.
2) Akuntabilitas (accountability)
Kejelasan fungsi, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban manajemen
perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif
dan ekonomis.
3) Pertanggungjawaban (Responsibilitas)
Kesesuaian pengelolaan perusahaan terhadap peraturan
4) Kemandirian (independence)
Suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa
konflik kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun
yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
5) Kewajaran (fairness)
Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak pemangku
kepentingan yang timbul sebagai akibat dari perjanjian dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
7. Mekanisme Good Corporate Governance
Menurut Boediono (2005) dalam Sari (2010), mekanisme good
corporate governance merupakan suatu sistem yang mampu
mengendalikan dan mengarahkan kegiatan operasional perusahaan serta
pihak-pihak yang terlibat didalamnya, sehingga dapat digunakan untuk
menekan terjadinya masalah keagenan.
Menurut Barnhart dan Rosenstein (1998) dalam Purwantini
(2010), mekanisme good corporate governance dibagi dalam dua
kelompok yaitu internal dan eksternal mechanism. Internal mechanism
(mekanisme internal), seperti komposisi dewan direksi/komisaris,
kepemilikan manajerial, dan komposisi eksekutif. External mechanism
(mekanisme eksternal), seperti pengendalian oleh pasar. Sedangkan
mekanisme corporate governance juga dibagi menjadi dua kelompok
yaitu internal dan external mechanism.
1) internal mechanism adalah cara untuk mengenalikan perusahaan
dengan menggunakan struktur dan proses internal seperti rapat umum
pemegang saham, komposisi dewan komisaris, komposisi dewan
direksi dan pertemuan dengan board of directors, sedangkan struktur
kepemilikan perusahaan dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Tingkat konsentrasi kepemilikan
Tingkat konsentrasi kepemilikan dapat dikategorikan menjadi
struktur kepemilikan terkonsentrasi dan perusahaan yang struktur
kepemilikannya tidak terkonsentrasi.
b. Kepemilikan perusahaan
Suatu perusahaan dapat dimiliki institusi maupun non institusi.
Institusi merupakan sebuah lembaga yang memiliki kepentingan
besar terhadap investasi saham. Sehingga biasanya institusi
menyerahkan tanggung jawab pada divisi tertentu untuk mengelola
investasi perusahaan tersebut. Karena institusi memantau secara
professional perkembangan investasinya maka tingkat
pengendalian terhadap tindakan manajemen sangat tinggi sehingga
potensi kecurangan dapat ditekan. Keberadaan institusi inilah yang
2) External mechanism adalah cara mempengaruhi perusahaan selain
dengan menggunakan mekanisme internal, seperti pengendalian oleh
perusahaan dan pengendalian oleh pasar.
Menurut Ujiyantho dan Pramuka (2007) dalam Puryati (2012),
mekanisme Good Corporate Governance terdiri dari komite audit,
komisaris independen, Kepemilikan institusional dan Kepemilikan
manajemen.
Mekanisme good corporate governance yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional,
komisaris independen, komite audit dan dewan komisaris. Kepemilikan
manajerial dan kepemilikan institusional digunakan karena oleh beberapa
peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan dalam
mencapai tujuan perusahaan yaitu memaksimalisasi nilai perusahaan. Hal
ini disebabkan oleh karena adanya kontrol yang mereka miliki (Wahyudi
dan Pawestri, 2006 dalam Susanti, 2010). Menurut Jensen dan Meckling
(1976) dalam Arifin (2010), kepemilikan manjerial dan kepemilikan
institusional merupakan dua mekanisme corporate governance utama
yang membantu mengendalikan masalah keagenan. Dewan Komisaris
memegang peranan penting dalam mengarahkan strategi dan mengawasi
jalannya perusahaan serta memastikan bahwa para manajer benar-benar
meningkatkan kinerja perusahaan sebagai bagian daripada pencapaian
tujuan perusahaan. Keberadaan komisaris independen sangat diperlukan
meningkatkan akuntabilitas dewan komisaris. Komisaris independen
membantu merencanakan strategi jangka panjang dan secara berkala
melakukan review atas implementasi strategi tersebut (Firdausya dkk,
2013). Komite audit mempunyai peran yang sangat penting dan strategis
dalam hal memelihara krediabilitas proses penyusunan laporan keuangan,
seperti menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang
memadai serta dilaksanakannya Good Corporate Governance (Puryati,
2012).
a. Kepemilikan Manajerial
Masalah keagenan (agency problem) bisa dikurangi bila
manajer mempunyai kepemilikan saham dalam perusahaan, semakin
meningkat proporsi kepemilikan saham manajerial maka akan baik
kinerja perusahaan. Kepemilikan saham yang besar dari segi
ekonomisnya memiliki insentif untuk memonitor. Secara teoritis
ketika kepemilikan manajerial rendah, maka insentif terhadap
kemungkinan terjadinya oportunistik manajemen akan meningkat.
Kepemilikan manajerial terhadap saham perusahaan dipandang dapat
menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang
saham luar dengan manajemen. Sehingga permasalahan keagenan
diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer adalah juga
sekaligus sebagai seorang pemilik. Kepemilikan manajerial dapat
digunakan sebagai mekanisme good corporate governance yang dapat
yang berkepentingan dengan perusahaan. Dengan memperbesar
kepemilikan manajerial, maka manajemen akan merasakan secara
langsung dampak dari setiap keputusan yang mereka ambil karena
mereka menjadi pemilik perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976).
Semakin besar kepemilikan saham manajerial dapat mencegah
tindakan opportunistic manajer.
Pengertian kepemilikan manajerial menurut Wahidahwati
(2001) sebagai berikut: “Kepemilikan manajerial merupakan
pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam
pengambilan keputusan perusahaan”.
Kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan
dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara
pemegang saham luar dengan manajemen. Sehingga permasalahan
keagenan diasumsikan akan hilang apabila seseorang manajer adalah
juga sekaligus sebagai seorang pemilik (Shleifer dan Vishny, 1997).
b. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat
penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara
manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor institusional
dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam
setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan
sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan manipulasi data
(Jensen dan Meckling, 1976).
Kepemilikan institusional umumnya bertindak sebagai
pihak yang memonitor perusahaan. Perusahaan dengan kepemilikan
institusional yang besar (lebih dari 5%) mengidentifikasikan
kemampuannya untuk memonitor manajemen. Semakin besar
kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva
perusahaan, dengan demikian proporsi kepemilikan institusional
bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan
manajemen.
Kepemilikan institusioanal akan mendorong pemilik untuk
melakukan peminjaman kepada manajemen, sehingga dapat
memotivasi manajemen untuk meningkatkan kinerjanya dan akan
meningkatkan nilai perusahaan.
c. Komite audit
Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) mendefinisikan
komite audit sebagai berikut: “Suatu komite yang bekerja secara
professional dan independen yang dibentuk oleh dewan komisaris dan,
dengan demikian, tugasnya adalah membantu dan memperkuat fungsi
dewan komisaris (atau dewan pengawas) dalam menjalankan fungsi
pengawasan (oversight) atas proses pelaporan keuangan, manajemen
risiko, pelaksanaan audit dan implementasi dari corporate governance
Menurut Purwaningtyas (2011) Penggunaan komite audit
usaha perbaikan terhadap cara pengelolaan perusahaan terutama cara
pengawasan terhadap manajemen perusahaan, karena akan menjadi
penghubung antara manajemen perusahaan dengan dewan komisaris
maupun pihak eksternal lainnya. Tugas komite audit juga berkaitan
erat dengan penelaahan terhadap risiko yang dihadapi perusahaan
serta ketaatan terhadap peraturan.
d. Komisaris independen
Effendi (2009:16-17), Butir 1-a dari Peraturan Pencatatan
Efek No 1-A PT Bursa Efek Jakarta (sekarang PT Bursa Efek
Indonesia) mengenai Ketentuan Umum Pencatatan Efek yang Bersifat
Ekuitas di Bursa mengatur tentang rasio komisaris independen. Dalam
butir tersebut dinyatakan bahwa jumlah komisaris independen
haruslah secara proposional sebanding dengan jumlah saham yang
dimiliki oleh pihak yang bukan merupakan pemegang saham
pengendali, dengan ketentuan bahwa jumlah komisaris independen
sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari seluruh jumlah
anggota komisaris.
Butir 2 dari peraturan tersebut mengatur mengenai
persyaratan komisaris independen. Butir tersebut menyatakan bahwa
komisaris independen dilarang untuk memiliki hubungan terafiliasi
baik dengan pemegang saham pengendali, direktur, maupun komisaris
Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa komisaris
independen mewakili kepentingan minoritas, sehingga diharapkan
menjadi penyeimbang dalam pengawasan perusahaan publik.
e. Dewan Komisaris
Dewan komisaris dalam suatu perusahaan lebih ditekankan
pada fungsi monitoring dari implementasi kebijakan direksi. Peran
dewan komisaris diharapkan akan meminimalisir permasalahan agensi
yang timbul antara agen dan prinsipal. Menurut Pedoman Umum
Good Corporate Governance Indonesia 2006, dewan komisaris
sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara
kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat
kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksnakan
GCG.
Dewan komisaris memiliki peranan yang sangat penting
dalam mengarahkan strategi dan mengawasi jalannya perusahaan serta
memastikan bahwa para manajer benar-benar meningkatkan kinerja
perusahaan sebagai bagian daripada pencapaian tujuan perusahaan
yaitu memaksimalkan nilai perusahaan.
E.Mekanisme GCG dan Nilai Perusahaan
Dalam perspektif teori keagenan, agen yang cenderung mementingkan dirinya sendiri akan mengalokasikan resources (berinvestasi) yang tidak
bahwa nilai perusahaan akan naik apabila pemilik perusahaan bisa
mengendalikan perilaku manajemen agar tidak menghamburkan resources
perusahaan, baik dalam bentuk investasi yang tidak layak, maupun dalam
bentuk shirking (Siallagan dan Machfoedz, 2006).
Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan yang diharapkan dapat memberikan dan
meningkatkan nilai perusahaan kepada para pemegang saham. Dengan
demikian, penerapan good corporate governance dipercaya dapat
meningkatkan nilai perusahaan (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Mekanisme
good corporate governance dibutuhkan untuk menjamin dan mengawasi sistem
operasional suatu perusahaan. Mekanisme GCG dapat meminimalisir
terjadinya masalah perbedaan kepentingan antara principal dan agen, sehingga
dapat mengurangi biaya egensi yang muncul dan akan memberikan
perlindungan kepada pemegang saham dan kreditur untuk memperoleh kembali
atas investasinya yang kemudian akan meningkatkan nilai perusahaan.
F. Perumusan Hipotesis
1. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Nilai Perusahaan
Kepemilikan manajerial akan mendorong manajemen untuk
meningkatkan kinerja perusahaan, karena manajemen juga memiliki
perusahaan. Kinerja perusahaan yang meningkat akan mendorong dan
meningkatkan nilai perusahaan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Jensen
kepemilikan manajemen mempunyai pengaruh positif terhadap nilai
perusahaan.
Kepemilikan manajerial adalah proporsi pemegang saham dari
pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan
perusahaan. Dengan adanya kepemilikan manajerial dalam sebuah
perusahaan, akan menimbulkan dugaan bahwa nilai perusahaan meningkat
sebagai akibat kepemilikan manajerial yang meningkat. Kepemilikan
manajerial yang meningkat dan besar akan efektif dalam memonitor
aktivitas perusahaan (Praditha, 2011).
Dengan proporsi kepemilikan yang cukup tinggi, maka manajer
akan merasa ikut memiliki perusahaan, sehingga akan berusaha semaksimal
mungkin melakukan tindakan-tindakan yang dapat memaksimalkan nilai
perusahaan. Hal tersebut didasarkan pada logika, bahwa peningkatan
proporsi saham yang dimiliki manajer akan menurunkan kecenderungan
manajer untuk melakukan tindakan yang berlebihan. Dengan demikian,
maka akan mempersatukan kepentingan manajer dengan pemegang saham,
hal ini berdampak positif meningkatkan nilai perusahaan (Praditha, 2011)
Menurut Soliha dan Taswan (2003) dalam Jimmi dan Rustendi
(2008) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan
signifikan terhadap nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan Taswan
(2003) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam
ini adalah sebagai berikut:
H1 : Kepemilikan Manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
2. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Nilai Perusahaan
Menurut Tarjo (2008) kepemilikan institusional merupakan saham
perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan
asuransi, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain. Institusi
merupakan sebuah lembaga yang memiliki kepentingan besar terhadap
investasi yang dilakukan termasuk investasi saham, sehingga biasanya
institusi menyerahkan tanggungjawab pada divisi tertentu untuk mengelola
investasi perusahaan tersebut. Karena institusi memantau secara profesional
perkembangan investasinya maka tingkat pengendalian terhadap tindakan
manajemen sangat tinggi (Lastanti, 2004 dalam Purwaningtyas, 2011).
Keberadaan institusi inilah yang mampu menjadi alat monitoring efektif
bagi perusahaan.
Kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap nilai
pemegang saham. Hal ini berarti menunjukkan bahwa kepemilikan
institusional menjadi mekanisme yang handal sehingga mampu memotivasi
manajer dalam meningkatkan kinerjanya yang pada akhirnya dapat
meningkatkan nilai perusahaan (Tarjo, 2008). Kepemilikan institusional
a. Memiliki profesionalisme dalam menganalisis informasi sehingga dapat
menguji keandalan informasi.
b. Memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan pengawasan yang
lebih ketat atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan.
Aktivitas monitoring institusi mampu mengubah struktur
pengelolaan perusahaan dan mampu meningkatkan kemakmuran pemegang
saham. Monitoring yang dilakukan institusi mampu mensubtitusi biaya
keagenan lain, sehingga biaya keagenan menurun dan nilai perusahaan
meningkat.
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H2 : Kepemilikan Institusional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
3. Pengaruh Komite Audit terhadap Nilai Perusahaan
Komite audit adalah sekelompok orang yang dipilih dari dewan
komisaris perusahaan yang bertanggungjawab untuk membantu auditor
dalam mempertahankan independensinya terhadap manajemen. Dalam
lampiran surat keputusan dewan direksi PT.Bursa Efek Jakarta No.
Kep-315/BEJ/06-2000 poin 2f, peraturan tentang pembentukan komite audit
disebutkan bahwa “Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan
komisaris perusahaan tercatat yang anggotanya diangkat dan diberhentikan
oleh dewan komisaris perusahaan tercatat untuk membantu dewan komisaris
perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam pengelolaan perusahaan
tercatat”.
Berdasarkan Surat Edaran dari Direksi PT. Bursa Efek Jakarta
No.SE-008/BEJ/12-2001 tanggal 7 Desember 2001 perihal keanggotaan
komite audit, disebutkan bahwa :
1. Jumlah anggota komite audit sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang,
termasuk ketua komite audit.
2. Anggota komite audit yang berasal dari komisaris, hanya sebanyak 1
(satu) orang. Anggota komite audit yang berasal dari komisaris tersebut
harus merupakan komisaris independen perusahaan tercatat yang
sekaligus menjadi ketua komite audit.
3. Anggota lainnya dari komite audit adalah berasal dari pihak eksternal
yang independen. Pihak eksternal adalah pihak di luar perusahaan
tercatat yang bukan merupakan komisaris, direksi dan karyawan dari
perusahaan tercatat tersebut. Sedangkan, independen adalah pihak diluar
perusahaan tercatat yang tidak memiliki hubungan usaha dan hubungan
afiliasi dengan perusahaan tercatat tersebut maupun dengan komisaris,
direksi, serta pemegang saham utamanya, serta mampu memberikan
pendapat profesional secara bebas sesuai dengan etika profesionalnya
dengan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Jika kualitas dan karakteristik komite audit dapat tercapai, maka
transparansi pertanggungjawaban manajemen perusahaan dapat dipercaya
Menurut McMullen (1996) dalam Purwaningtyas (2011)
menyebutkan bahwa investor, analisis dan regulator menganggap komite
audit memberikan konstribusi dalam kualitas pelaporan keuangan.
Keberadaan komite audit dalam hal ini mempengaruhi nilai perusahaan
secara positif dan signifikan. Komite audit merupakan usaha perbaikan cara
pengelolaan perusahaan terutama cara pengawasan terhadap manajemen
perusahaan, karena akan menjadi penghubung antara manajemen dengan
dewan komisaris maupun pihak ekstern lainnya. Komite audit juga berperan
dalam mengawasi proses pelaporan keuangan perusahaan yang bertujuan
mewujudkan laporan keuangan yang disusun melalui proses pemeriksaan
dengan integritas dan obyektifitas dari auditor. Komite audit akan berperan
efektif untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan dan membantu
dewan komisaris memperoleh kepercayaan dari pemegang saham.
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H3 : Komite audit berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. 4. Pengaruh Komisaris Independen terhadap Nilai Perusahaan
Komisaris independen diharapkan mampu meningkatkan peran
dewan komisaris sehingga dapat terciptanya good corporate governance di
dalam perusahaan. Dewan komisaris independen adalah jumlah dewan
komisaris independen dalam perusahaan. Dengan jumlah dewan komisaris
independen yang semakin banyak, menandakan bahwa dewan komisaris
perusahaan yang semakin baik. Semakin tinggi perwakilan dari komisaris
independen, maka semakin tinggi independensi dan efektivitas corporate
board, sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Anggraini (2013) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang
positif dan signifikan antara independensi dewan komisaris dengan nilai
perusahaan. Adanya pengaruh tersebut disebabkan oleh mekanisme kontrol
yang kuat dari komisaris independen terhadap manajemen, dimana
mekanisme kontrol tersebut merupakan peran vital bagi terciptanya GCG.
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H4 : Komisaris Independen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
5. Pengaruh Dewan Komisaris terhadap Nilai Perusahaan
Dewan komisaris adalah jumlah anggota dewan komisaris yang
ada didalam perusahaan. Semakin banyak dewan dalam perusahaan akan
memberikan suatu bentuk pengawasan terhadap kinerja perusahaan yang
semakin lebih baik, dengan kinerja perusahaan yang baik dan terkontrol,
maka akan menghasilkan profitabilitas yang baik dan nantinya akan
meningkatkan harga saham perusahaan dan nilai perusahaan pun akan ikut
meningkat. Siallagan dan Machfoedz (2006) menyimpulkan bahwa dewan
komisaris secara statistik berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Komisaris memainkan peran penting dalam pelaksanaan GCG. Dewan
komisaris merupakan inti dari tata kelola perusahaan. Dewan komisaris
komisaris bertugas memastikan strategi perusahaan, membutuhkan
akuntabilitas dan bertanggung jawab untuk mengawasi manajemen dalam
meningkatkan efisiensi, daya saing dan nilai perusahaan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam
: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
: Kepemilikan Institusional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan Institusional
Komite Audit Nilai Perusahaan (PBV)
Komisaris Independen
: Komite Audit berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
: Komisaris independen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
82
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2010-2012.
B.Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di pojok bursa efek Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta dan Pojok Bursa Efek Indonesia Universitas Kristen Duta
Wacana Yogyakarta untukpengambilan data perusahaanmanufaktur yang
terdaftar di BEI pada tahun 2010-2012.
C.Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh
secara tidak langsung dari sumbernya atau melalui media perantara. Jenis
perusahaan yang diteliti adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
padatahun 2010-2012.Variabel dalam penelitian ini adalah mekanisme GCG
(yang terdiri dari kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komite
audit, komisaris independen, dan dewan komisaris) dan nilai perusahaan.
Sumber data yang digunakan ini diperoleh melalui BEI dan dapat juga
Indonesia Capital Market Directory (ICMD), Pojok BEI Universitas Sanata
Dharma, dan Pojok BEI Universitas Kristen Duta Wacana.
D.Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periodetahun 2010–2012.
Sementara Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling,
yaitu sampel harus memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Adapun criteria
pengambilan sampel sebagai berikut:
1. Perusahaan manufaktur yang menyajikan laporan keuangan secara konsisten
selama periode pengamatan dan telah terdaftar di BEI (Bursa Efek
Indonesia) selama periode 2010–2012.
2. Perusahaan manufaktur tersebut sebagian sahamnya dimiliki oleh
manajemen dan institusi selama periode pengamatan.
3. Perusahaan tersebut memiliki dewan komisaris, komisaris independen dan
komite audit selama periode pengamatan.
E.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
a. Variabel Dependen
Variabel dependen (variabel terikat) adalah variabel yang
dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan.
b. Variabel Independen
Variabel independen (variabel bebas) adalah variabel yang
mempengaruhi variabel terikat. Variabel independen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah mekanisme good corporate governance yang
terdiri dari kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komite
audit, komisaris independen, dan dewan komisaris.
c. Variabel Kontrol
Variabel kontrol digunakan untuk mengontrol hubungan antara
variabel bebas dengan variabel terikat, karena diduga variabel kontrol
ikut berpengaruh terhadap variabel bebas. Variabel kontrol yang
digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan dan leverage.
Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan
besar kecilnya perusahaan (Praditia, 2010). Dalam penelitian ini, ukuran
perusahaan diukur dengan logaritma dari total asset perusahaan sampel
untuk setiap tahun penelitian. Sedangkan leverage menggambarkankan
proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan kekayaan yang dimiliki.
Variabel ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk
dan Prawesti, 2003 dalam Rupilu, 2011). Dalam penelitian ini leverage
diukur dengan total liabilitas terhadap total aset.
2. Definisi Operasional
a. Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan diukur dengan menggunakan price to book value
(PBV) atau sering disebut Market to book Ratio. Ratio harga terhadap
nilai buku ini merupakan fungsi dari profitabilitas masa depan relatif
terhadap nilai buku dan pertumbuhan nilai buku.
PBV dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut
(Lamanepa, 2014) :
PBV =
b. Mekanisme good corporate governance
Dalam penelitian ini, mekanisme diukur dengan kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional, komite audit, komisaris
independen dan dewan komisaris.
1) Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial merupakan tingkat kepemilikan
saham pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan
keputusan perusahaan. Kepemilikan saham yang besar dari segi nilai
ekonomisnya memiliki intensif menyelaraskan kepentingan
prinsipal. Diukur dari jumlah kepemilikan saham oleh manajerial
KM =
2) Kepemilikan institusional
Kepemilikan saham institusional adalah jumlah
kepemilikan saham oleh pihak institusi. Diukur dari jumlah
kepemilikan saham oleh institusi:
KI =
3) Komite audit
Komite audit bertanggung jawab untuk mengawasi laporan
keuangan, mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem
pengendalian internal (termasuk audit internal) dapat mengurangi
sifat oportunistik manajemen yang melakukan manajemen laba
dengan cara mengawasi laporan keuangan dan melakukan
pengawasan pada audit eksternal. Komite audit diukur dengan
jumlah komite audit yang ada didalam perusahaan (Siallagan &
Machfoedz, 2006).
KA= ∑ Anggota Komite Audit
4) Komisaris independen
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris
yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris
lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan
bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi