• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara kontrol diri dan perilaku agresi pada remaja.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara kontrol diri dan perilaku agresi pada remaja."

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

THE CORRELATION BETWEEN SELF-CONTROL AND AGGRESSION BEHAVIOR IN ADOLESCENT

Nunuk Putri Permatasari

ABSTRACT

The aim of this study is to know the influence of self-control to aggression behavior in adolescent. The hypothesis of this study is that self-control can predict aggression behavior in adolescent negatively. In order to prove the hypothesis, researcher used the hypothesis analysis in SPSS 16.00. Subject in this study consist of adolescent in age range between 11-24 years old, 73 male subjects and 164 female subjects. This study used two scales. The first scale is self-control variable that was measured using Self-control Scale that based on self-control theory by Baumeister. And the second scale is aggression behavior variable that was measured using Aggression Behavior Scale that based on aggression theory by Buss & Perry. Reliability coefficient of Self-control Scale is 0,928, while Aggression Behavior Scale is 0,902. Based on the study, researcher obtained significant value 0,000 (p < 0,05), B = -0,496. This result indicates that self-control can predict aggression behavior negatively in adolescent. Whereas the prediction strength of self-control toward aggression behavior is 26,7%

(2)

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA

Nunuk Putri Permatasari

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh yang diberikan oleh kontrol diri pada perilaku agresi pada remaja.Hipotesis dalam penelitian ini adalah kontrol diri mampu memprediksi perilaku agresi pada remaja secara negatif.Untuk membuktikan hipotesis tersebut, maka analisis hipotesis dilakukan dengan menggunakan SPSS 16.00. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja dengan rentang usia 11-24 tahun dan belum menikah, dengan jumlah subjek laki-laki sebanyak 73 orang dan subjek perempuan sebanyak 164 orang. Dalam penelitian ini digunakan dua skala, variabel kontrol diri diukur menggunakan Skala Kontrol Diri berdasar pada teori kontrol diri Baumeister dan variabel perilaku agresi diukur menggunakan Skala Perilaku Agresi berdasarkan teori agresi Buss & Perry. Koefisien reliabilitas dari Skala Kontrol Diri sebesar 0,928, sedangkan reliabilitas Skala Perilaku Agresi sebesar 0,902. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05) dengan nilai B = -0,496. Hasil tersebut menyatakan bahwa kontrol diri dapat menjadi prediktor perilaku pada remaja secara negatif. Sedangkan kekuatan prediksi kontrol diri terhadap perilaku agresi sebesar 26,7%.

(3)

i

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

Disusun oleh : Nunuk Putri Permatasari

119114075

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA

Oleh :

Nunuk Putri Permatasari NIM : 119114075

Telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing

(5)

iii

PENGESAHAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA

Dipersiapkan dan ditulis oleh : Nunuk Putri Permatasari

NIM : 119114075

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 26 Januari 2016

dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Penguji I : Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si. Penguji II : YB. Cahya Widiyanto, Ph. D. Penguji III : Drs. H. Wahyudi, M. Si.

Yogyakarta, ………

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Dekan,

(6)

iv

Halaman Motto

“Be yourself, you’ll be fine” (Honda Tohru’s Mom)

To get a success, your courage must be greater than your fear

janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau;

(7)

v

Halaman Persembahan

Skripsi ini kupersembahkan bagi,

Tuhan Yesus Kristus yang selalu berada di sisiku untuk menguatkan dan memberikan penghiburan,

Kedua orangtuaku yang sabar, Bapak Subandi & Ibu Eko Purwani,

Kakak laki-laki penyemangatku, Mas Nugroho Danang Sasongko,

Teman-teman yang membantu dan membuatku untuk tetap maju,

(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam daftar pustaka sebagaimana selayakya sebuah karya ilmiah.

Yogyakarta, 5 Januari 2016

Penulis

(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA

Nunuk Putri Permatasari

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh yang diberikan oleh kontrol diri pada perilaku agresi pada remaja. Hipotesis dalam penelitian ini adalah kontrol diri mampu memprediksi perilaku agresi pada remaja secara negatif. Untuk membuktikan hipotesis tersebut, maka analisis hipotesis dilakukan dengan menggunakan SPSS 16.00. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja dengan rentang usia 11-24 tahun dan belum menikah, dengan jumlah subjek laki-laki sebanyak 73 orang dan subjek perempuan sebanyak 164 orang. Dalam penelitian ini digunakan dua skala, variabel kontrol diri diukur menggunakan Skala Kontrol Diri berdasar pada teori kontrol diri Baumeister dan variabel perilaku agresi diukur menggunakan Skala Perilaku Agresi berdasarkan teori agresi Buss & Perry. Koefisien reliabilitas dari Skala Kontrol Diri sebesar 0,928, sedangkan reliabilitas Skala Perilaku Agresi sebesar 0,902. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05) dengan nilai B = -0,496. Hasil tersebut menyatakan bahwa kontrol diri dapat menjadi prediktor perilaku pada remaja secara negatif. Sedangkan kekuatan prediksi kontrol diri terhadap perilaku agresi sebesar 26,7%.

(10)

viii

THE CORRELATION BETWEEN SELF-CONTROL AND AGGRESSION BEHAVIOR IN ADOLESCENT

Nunuk Putri Permatasari

ABSTRACT

The aim of this study is to know the influence of self-control to aggression behavior in adolescent. The hypothesis of this study is that self-control can predict aggression behavior in adolescent negatively. In order to prove the hypothesis, researcher used the hypothesis analysis in SPSS 16.00. Subject in this study consist of adolescent in age range between 11-24 years old, 73 male subjects and 164 female subjects. This study used two scales. The first scale is self-control variable that was measured using Self-control Scale that based on self-control theory by Baumeister. And the second scale is aggression behavior variable that was measured using Aggression Behavior Scale that based on aggression theory by Buss & Perry. Reliability coefficient of Self-control Scale is 0,928, while Aggression Behavior Scale is 0,902. Based on the study, researcher obtained significant value 0,000 (p < 0,05), B = -0,496. This result indicates that self-control can predict aggression behaviornegatively in adolescent. Whereas the prediction strength of self-control toward aggression behavior is 26,7%

(11)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Nunuk Putri Permatasari

Nomor Mahasiswa : 119114075

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Hubungan antara Kontrol Diri dan Perilaku Agresi pada Remaja Beserta perangkat diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan Kepada Perpustakan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya Dib uat di Yogyakarta

Pada tanggal : 5 Januari 2016 Yang menyatakan,

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan pada Tuhan Yesus atas penyertaan dan rahmat-Nya, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi ini. Begitu banyak perjuangan dalam bertanding dengan diri sendiri sehingga akhirnya mau untuk berjuang dalam pengerjaan skripsi ini. Tentu dalam pengerjaan skripsi ini ada banyak pihak yang senantiasa membuat penulis merasa terdukung karena cinta dan dukungannya. Oleh karena penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dan dosen pembimbing penulis

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M. Si selaku Kepala Program Studi Universitas Sanata Dharma

3. Ibu Dewi Soerna Anggraeni, M. Psi selaku dosen pembimbing akademik penulis

4. Mas Muji, Mas Doni, dan teman-teman (Vivi, Martha, Iyah, Ivana, dan Natan) yang memberikan pengalaman berharga selama penulis menjadi

student staff laboratorium psikologi. Kalian memberikan canda dan tawa di

tengah-tengah tekanan dunia yang sangat luar biasa.

(13)

xi

6. Seluruh karyawan Bappeda Sleman yang mempermudahkan penulis dalam hal perijinan. Pelayanan yang cepat, nyaman, dan ramah membuat penulis merasa termotivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

7. Kepala Sekolah SMPN 4 Depok dan Kepala Sekolah SMAN 1 Depok yang telah bersedia membantu penulis dalam pengambilan data. Khususnya Ibu Sum dan Ibu Wahyu yang dengan tulus hati mendampingi penulis dalam pegambilan data.

8. Kedua orangtua yang dengan susah payah dan tulus telah membesarkan, Bapak Subandi dan Ibu Eko Purwani. Dukungan doa dan finansial yang sangat luar biasa yang mampu membuat penulis mampu menyelesaikan masa studinya dengan baik, walaupun mungkin tidak sesuai dengan harapan. 9. The One and only my big brother, mamas Nugroho Danang Sasongko.

Pengertian yang sangat luar biasa, mampu mengerti perasaanyang dialami penulis selama menjalani penulisan skrpsi dan tidak memberikan tekanan tambahan. Greatful to have you as my big bro <3.

10. Teman-teman di kelompok yang kita sebut Cucok Rumpi.

a. Dara, sesama manusia bergologan darah B, terima kasih sudah mau mengorbankan waktu untuk melihat kembali skripsi penulis dan mengawal pelaksanaannya. Sudah menjadi tempat sampah dan mendengarkan semua keluh kesah serta menjadi teman nonton pertunjukkan tari dimana-mana

(14)

xii

dan kosmu yang dekat penulis merasa sangat terbantu dalam berbagai hal. Pengalaman pacaranmu juga yang membuat penulis ingin segera menenuaikan tugas perkembangan yang seharusnya diselesaikan.

c. Vivi the miss rempong, yang sudah mau berjalan beriringan bersama-sama mengerjakan skripsi di kala teman-teman yang lain sudah di tahap selanjutnya. Terima kasih untuk gossip-gosip terkini dan usahamu dalam mencarikan penulis pasangan hidup. Pintu rumah nun jauh di sana-mu yang selalu terbuka untuk penulis bagaikan rumah kedua.

d. Anita sang manager, terima kasih atas makanan gratis yang selalu kau tawarkan. Ketulusan hatimu dalam memberikan bantuan tidak akan pernah penulis lupakan. Semangat dalam meraih cita dan cintamu.

e. Hervy the sheilagenk, satu-satu anggota Cucok Rumpi yang mengerti hatiku sebagai fansgirl. Terima kasih buat bantuan dan masukkan dalam pembuatan skala. Tidak lupa juga atas jasa catring di awal-awal kehidupan mahasiswa penulis. Semangatmu dalam meraih tujuan membuat penulis tak berdaya.

(15)

xiii

12. Pipin sesama teman seperjuangan yang sudah memberikan bantuan besar dalam pengambilan data. Terima kasih juga telah mengijinkan penulis untuk menumpang mandi selama ini.

13. Breho Murti yang sudah mau bolak-balik Solo-Jogja untuk menghibur diriku. Terima kasih sudah membantu menginput data penelitian. Teman fujoshi satu-satunya tempat berbagi imajinasi liar.

14. Yang terkasih fandom-fandom penulis yang menemani dan selalu memberikan keceriaan tersendiri kepada penulis. My ichiban yang tak lekang oleh waktu, Reita. Dedek gemes, Brandon Salim yang sudah datang dan menghibur. Abang Neita yang sudah saya ketahui wujud dan nama aslinya, dirimu sangat menginspirasi supaya penulis segera menyelesaikan skripsinya. Akhir kata penulis berharap dari penelitian ini dapat membuat kita menyadari betapa pentingnya kontrol diri dalam kehidupa sehari-hari. Terutama kaitannya dengan perilaku agresi. Dengan mengetahui hubungan keduanya diharapkan mampu menciptakan kehidupan sosial yang harmonis. Meskipun begitu, penulis masih mengharapkan kritik dan saran yang membangun, agar penelitian ini dapat semakin menyumbang perkembangan ilmu pengetahuan kita ini. Terima kasih.

(16)

xiv

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan Pembimbing ... ii

Halaman Pengesahan Skripsi ... iii

Halaman Motto... iv

Halaman Persembahan ... v

Halaman Pernyataan Keaslian Karya ... vi

Abstrak ... vii

Abstract ... viii

Halaman Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah... ix

Kata Pengantar ... x

Daftar Tabel ... xviii

Daftar Gambar ... xx

Daftar Lampiran ... xxi

BAB I Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

(17)

xv

2. Praktis ... 7

BAB II Landasan Teori ... 8

A. Kontrol Diri ... 8

1. Pengertian Kontrol Diri ... 8

2. Internal Locus of Control ... 9

3. Manfaat Kontrol Diri ... 10

4. Dampak Kontrol Diri ... 11

5. Aspek Kontrol Diri ... 12

B. Perilaku Agresi ... 15

1. Pengertian Perilaku Agresi ... 15

2. Teori Perilaku Agresi ... 16

3. Jenis Perilaku Agresi ... 18

4. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Agresi ... 20

5. Aspek Perilaku Agresi ... 24

C. Remaja... 25

1. Definisi Remaja ... 25

2. Perkembangan Remaja ... 26

D. Kontrol Diri pada Remaja ... 29

(18)

xvi

G. HIPOTESIS ... 35

BAB III Metode Penelitian ... 36

A. Jenis Penelitian ... 36

B. Identitas Variabel Penelitiam ... 36

c. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 37

1. Kontrol Diri ... 37

2. Perilaku Agresi ... 37

D. Subjek Penelitian ... 38

E. Metode Pengumpulan Data ... 38

F. Uji Skala ... 43

1. Uji Validitas ... 43

2. Seleksi Aitem ... 44

3. Uji Reliabilitas ... 46

G. Uji Analisis Data ... 48

1. Uji Asumsi ... 48

2. Uji Hipotesis ... 49

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 50

A. Persiapan Penelitian ... 50

B. Pelaksanaan Penelitian ... 51

(19)

xvii

1. Data Demografis ... 52

2. Hasil Rerata Subjek terhadap Skala ... 53

D. Hasil Penelitian ... 54

1. Uji Asumsi ... 54

2. Uji Hipotesis ... 57

E. Pembahasan ... 59

F. Keterbatasan Penelitian ... 62

BAB V Kesimpulan dan Saran ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 63

Daftar Pustaka ... 66

(20)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blueprint dan Rancangan Skala Kontrol Diri Sebelum Uji Coba ... 40

Tabel 2. Sebaran Aitem Skala Kontrol Diri ... 41

Tabel 3. Skor Aitem untuk Skala Kontrol Diri ... 41

Tabel 4. Blueprint dan Rancangan Skala Perilaku Agresi Sebelum Uji Coba... 42

Tabel 5. Sebaran Aitem Skala Perilaku Agresi ... 42

Tabel 6. Skor Aitem untuk Skala Perilaku Agresi ... 43

Tabel 7. Distribusi Aitem Skala Kontrol Diri ... 45

Tabel 8. Distribusi Aitem Skala Perilaku Agresi ... 46

Tabel 9. Hasil Uji Reliabilitas Alpha Cronbach Skala Kontrol Diri ... 47

Tabel 10. Hasil Uji Reliabilitas Alpha Cronbach Skala Perilaku Agresi ... 47

Tabel 11. Tabel Analisis Deskriptif Variabel Kontrol Diri... 53

Tabel 12. Tabel Analisis Deskriptif Variabel Perilaku Agresi ... 53

Tabel 13. Tabel Hasil Uji Normalitas ... 55

Tabel 14. Tabel Uji S Staistik ... 56

Tabel 15. Tabel Hasil Uji Linearitas ... 57

(21)

xix

(22)

xx

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Teori I3 pada Perilaku Agresi ... 16

Gambar 2. Bagan dan Deskripsi Dinamika antarvariabel ... 35

Gambar 3. Grafik Normal Q-Q Plot Unstandardized Residual ... 55

(23)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Data Sebaran Usia Subjek ... 72

Lampiran B. Data Sebaran Jenis Kelamin Subjek ... 72

Lampiran C. Data Sebaran Tingkat Pendidikan Subjek... 73

Lampiran D. Hasil Reliabilitas Skala Kontrol Diri ... 73

Lampiran E. Hasil Reliabilitas Skala Perilaku Agresi ... 75

(24)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tingkat kriminalitas di Indonesia masih tergolong tinggi (regional.kompasiana.com, 2014). Bambang Widodo Umar, kriminolog dari Universitas Indonesia, juga berpendapat bahwa angka kriminal di Indoneisa masih tinggi dan akan ada banyak tindakan kejahatan (news.liputan6.com, 2013). Menurut Kepala Polisi Republik Indonesia Jendral Pol Sutarman, tindak pidana pada tahun 2011 mencapai 347.605 kasus. Angka tersebut sempat mengalami penurunan sebanyak 1,85% pada tahun 2012. Namun pada tahun 2013 mengalami kenaikan sebanyak 0,22 % (republika.co.id, 2013). Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Inspektur Jendral Polisi Saud Usman mengatakan bahwa setiap 91 detik terjadi sebuah kejahatan di Indonesia sepanjang tahun 2012 (nasional.kompas.com, 2012).

(25)

mencapai 50% untuk remaja. Meskipun usianya masih tergolong muda namun tingkat kejahatan yang dilakukannya sama dengan pelaku kejahatan lainnya (jogja.tribunnews.com, 2015). Selain kasus pembegalan, terjadi pula kasus penyekapan dan penganiayaan. Salah satunya terjadi di daerah Bantul, Yogyakarta. Korban disekap dan dianiaya oleh lima pelaku karena menyandingkan tato hello kitty miliknya dan pelaku di media sosial instagram (jogja.solopos.com, 2015). Pelaku yang masih di bawah umur ini mengikat korban dan menganiaya korban dengan menyulutkan puntung rokok, bahkan sampai melukai daerah kemaluan korban (nasional.republika.co.id, 2015).

Perbuatan yang dilakukan para remaja tersebut merupakan perilaku agresi. Menurut Elliot Aronson, perilaku agresi merupakan perilaku yang melukai individu lain dengan maupun tanpa tujuan (Koeswara, 1988). Sedangkan Moore dan Fine mendefinisikan perilaku agresif sebagai tindak kekerasan yang ditujukan kepada individu lain maupun objek-objek secara fisik maupun verbal (Koeswara, 1988). Hal yang serupa juga dikemukakan oleh Robert Baron. Baron memandang perilaku agresi sebagai tingkah laku melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan perilaku tersebut terjadi pada dirinya (Koeswara, 1988). Sedangkan kekerasan merupakan tipe paling berat dari agresi fisik. Kekerasan sering kali mengakibatkan luka fisik yang serius (Shaver & Mikulincer, 2011).

(26)

Hal ini dipengaruhi oleh produksi hormon ACTH, adrenalin, testosteron, dan campuran senyawa androgenik pada sistem limbik (Brown & Schuster, 1986). Sedangkan pada remaja, waktu terjadinya kematangan seksual yang dipengaruhi oleh kinerja hormon dapat menjadi penyebab perilaku agresi. Remaja laki-laki dan perempuan yang mencapai masa pubertas lebih awal dibanding dengan teman-teman sebayanya akan cenderung terlibat dalam aktivitas yang menyimpang atau antisosial, seperti membolos, kenakalan, dan mengonsumsi alkohol. Remaja laki-laki yang mencapai pubertas lebih awal akan lebih matang secara fisik dan berteman dengan anak laki-laki lain yang lebih tua. Pertemanan ini akan mengarahkan mereka untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang menyimpang (Steinberg, 2002).

(27)

ketidakbahagiaan pada remaja dan mendorong mereka untuk berperilaku agresi (Hurlock, 1973; Hurlock, 1953).

Penelitian mengenai agresi pada remaja sering mengaitkan perilaku agresi dengan variabel eksternal, seperti tingkatan sekolah (Onukwufor, 2013), hukuman fisik (Simons, Wu, Lin, Gordon, Conger, 2000), keanggotaan pada geng (Gordon, Lahey, Kawai, Loeber, Lober, Farrington, 2004), status ekonomi sosial, lingkungan kriminal, dan suku (Heimer, 1997). Sedangkan variabel internal yang biasa dikaitkan dengan perilaku agresi adalah kadar hormon, jenis kelamin (Brown & Schuster, 1986), kemampuan coping stress (Anggaraningtyas & Nugroho, 2013), dan self-esteem (Thomaes, Bushman, de Castro, Cohen, & Denissen, 2009). Namun jika dilihat dari karakteristik remaja yang tidak stabil, hal ini dapat dilihat sebagai kurangnya kemampuan kontrol diri pada remaja. Oleh karena itu peneliti melihat pentingya peran kontrol diri dalam mengendalikan perilaku agresi pada remaja.

Kontrol diri merupakan kemampuan individu untuk mengendalikan emosi, dorongan-dorongan dari dalam dirinya untuk mengatur proses-proses fisik, psikologis, perilaku dalam menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang positif agar dapat diterima dalam lingkungan sosial (Schulz, 2004). Kontrol diri yang kuat terasosiasikan dengan perilaku yang tidak bermasalah (Woessner& Schneider, 2013).

(28)

berkompromi dengan standar personal maupun sosial dalam memperingatkan agresi yang akan muncul. Penelitian yang dilakukan oleh Halloran, Doumas, John, & Margolin pada tahun 1999 menyatakan bahwa internal locus of

control memiliki hubungan dengan perilaku agresi. Hal ini disebabkan karena

kurangnya locus of control menimbulkan kemarahan dan frustasi yang mengarah pada perilaku agresi (dalam Denson, DeWall, & Finkell, 2012).

Pada penelitian yang lain ditemukan bahwa impulsivitas merupakan faktor penting dalam mengembangkan perilaku agresif (dalam Deming & Lochman, 2008). Impusivitas merupakan keadaan ketika seseorang kekurangan kontrol diri (Tochkov, 2010). Studi mengenai impulsivitas juga menunjukkan bahwa impulsivitas merupakan prediktor dari perilaku agresi pada masa kanak-kanak. Selain itu impulsivitas juga menjadi prediksi perilaku kekerasan di sekolah (dalam Denson, DeWall, & Finkell, 2012).

(29)

digunakan bukan remaja secara umum namun diseleksi terlebih dahulu menggunakan Peer Conflict Scale. Sehingga subjek yang didapat adalah subjek yang sedang mengalami konflik dengan teman sebaaya.

Sejalan dengan pemikiran tersebut, penulis terdorong untuk mengeahui kedudukan kontrol diri dalam memprediksi perilaku agresi pada remaja. Dengan itu kecenderungan berperilaku agresi pada remaja bisa lebih dipahami. Subjek yang dipilih peneliti adalah remaja karena masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang biasanya menimbulkan banyak masalah (Hurlock, 1990).

B. RUMUSAN MASALAH

Apakah kontrol diri dapat memprediksi secara empirik perilaku agresi pada remaja?

C. TUJUAN PENELITIAN

(30)

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Teoretis

Penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu Psikologi, terutama Psikologi Forensik dan Psikologi Remaja. Hasil penelitian ini memperjelas hubungan antara kontrol diri dan perilaku agresi pada remaja di Indonesia.

2. Praktis

(31)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. KONTROL DIRI

1. Pengertian Kontrol Diri

Kontrol diri dapat didefinisikan sebagai tendensi untuk meregulasi impuls dan menahan atau menolak godaan diberi penghargaan secara langsung untuk tujuan jangka panjang (Duckworth, Kim, & Tsukuyama, 2013). Menurut Rodin kontrol diri merupakan perasaan bahwa seseorang dapat membuat keputusan dan mengambil tindakan yang efektif untuk menghasilkan akibat yang diinginkan dan menghindari akibat yang tidak diinginkan (dalam Widiana, Retnowati, & Hidayat, 2004). Dalam Kamus Psikologi, kontrol diri didefinisikan sebagai kemampuan mengendalikan impulsivitas dengan menghambat hasrat-hasrat jangka pendek yang muncul spontan (Reber & Reber, 2010).

(32)

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kontrol diri adalah kemampuan seseorang untuk menahan atau menolak godaan dan menahan hasrat jangka pendek yang menimbulkan penghargaan segera dan mengubahnya menjadi respon yang diinginkan supaya mengindari akibat yang tidak diinginkan dan mencapai tujuan jangka panjang.

2. Internal Locus of Control

Istilah yang sering kali disejajarkan dengan kontrol diri adalah

internal locus of control. Locus of control merupakan keyakinan individu

mengenai seberapa besar kontrol yang dimilikinya dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Sedangkan internal locus of control sendiri merupakan keyakinan individu bahwa perilaku dan karakteristik yang dimilikinyalah yang akan menentukan peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Individu yang memiliki internal locus of control merasa memiliki kontrol akan hal-hal yang terjadi dalam hidupnya (Passer & Smith, 2007; Rotter, 1990; Tsai & Hsieh, 2014).

(33)

3. Manfaat Kontrol Diri

Individu yang memiliki kontrol diri maka ia juga meyakini bahwa dirinya merupakan penentu peristiwa yang akan terjadi. Hal ini menyebabkan individu tersebut berjuang lebih keras untuk mengembangkan kemampuan yang ada dalam dirinya. Oleh karena itu, individu yang memiliki kontrol diri akan menjadi pekerja keras (Franken, 2002; Morris, 1990).

Selain itu individu yang memiliki kontrol diri juga keteguhan hati yang kuat. Hal ini juga dipengaruhi oleh keyakinan dalam dirinya bahwa segala sesuatu merupakan hasil dari perbuatannya. Individu yang memiliki kontrol diri juga mampu beradaptasi dengan baik. Indivdu mampu mengendalikan dorongan-dorongan dalam dirinya sehingga mampu menempatkan dirinya dengan baik di lingkungan yang baru (Franken, 2002; Myers, 2013).

(34)

4. Dampak Kontrol Diri

Individu dengan kontrol diri yang tinggi akan memiliki hubungan interpersonal yang baik, keluarga yang bersatu dengan ikatan yang kuat, lebih sedikit masalah dan simptom psikologis, penerimaan serta harga diri yang lebih tinggi, dan mengalami masalah emosional lebih sedikit (Tangney, Baumeister, & Boone 2001). Sedangkan bagi siswa yang memiliki kontrol diri tinggi cenderung memiliki peringkat lebih baik daripada siswa yang lain. Bawahan yang memiliki pemimpin dengan kontrol diri tinggi akan menilai pemimpinnya sebagai individu yang lebih adil dan terpercaya dibanding pemimpin yang lain.

(35)

5. Aspek Kontrol Diri

Kontrol diri memliki tiga buah aspek yang penting (Baumeister, 2002; 2013). Aspek ini merupakan bagian penting dari kontrol diri sehingga kontrol diri dapat dimunculkan dengan baik. Aspek-aspek tersebut adalah :

a. Standar-standar (Standards)

(36)

Sedangkan dalam keadaan kacau atau sedih individu akan mencari kepuasan yang bisa segera ia dapatkan.

b. Pengawasan (Monitoring)

Aspek kedua dalam kontrol diri adalah proses pengawasan. Pengawasan merupakan menjaga atau mengawasi perilaku yang relevan. Ketika seseorang tidak mampu mengawasi perilakunya atau keluar jalur maka kontrol dirinya juga akan hancur. Hal ini disebabkan karena tanpa memantau perilaku mengontol diri merupakan pekerjaan yang sulit. Perhatian yang terfokus pada diri merupakan hal yang penting dalam mengawasi diri sendiri.

c. Kapasitas untuk Berubah (The Capacity to Change)

Aspek ketiga dari kontrol diri adalah kapasitas seseorang untuk mengubah dirinya sendiri. Kedua aspek yang lain tidak akan berguna tanpa aspek ketiga ini. Hal ini melibatkan penyusunan tenaga dalam mengubah atau membatasi perbuatan yang tidak pantas. Individu yang tidak memiliki kapasitas untuk berubah sama saja dengan individu yang telah mengerti dengan pasti namun tidak mampu membuat dirinya melakukan aksi untuk mencapai tujuannya tersebut.

(37)

sehingga menyebabkan efektivitas kontrol diri akan berkurang dari normalnya pada tindakan kontrol diri yang kedua dan selanjutnya. Cara yang kedua melibatkan kemampuan kognitif individu seperti pengetahuan mengenai diri dan memikirkan kemungkinan-kemungkinan. Cara ini mengibaratkan kontrol diri seperti perangkat lunak (software) yang bisa terus menerus diisi. Berbeda dengan cara yang pertama, cara yang melibatkan kemampuan kognitif ini memprediksi kemudahan. Tindakan kontrol diri yang pertama akan

mengisi “perangkat lunak” atau melengkapinya dengan skema kontrol

(38)

B. PERILAKU AGRESI

1. Pengertian Perilaku Agresi

Pengertian perilaku agresi menurut Arnold Buss (dalam Berkowitz, 1995) adalah stimulus berbahya yang dikirimkan kepada orang lain. Sedangkan menurut Berkowitz, kontrol diri adalah segala perilaku yang bertujuan untuk menyakiti orang lain secara fisik maupun mental (Berkowitz, 1995). Baron (dalam Koeswara, 1988) memiliki pendapat yang serupa, yaitu perilaku yang bertujuan untuk melukai atau mencelakakan orang lain yang tidak menginginkan datangnya perilaku tersebut. Elliot Aronson (dalam Koeswara, 1988) mendefinisikan perilaku agresi sebagai perilaku yang dijalankan dengan tujuan melukai atau mencelakakan orang lain dengan atau tanpa tujuan tertentu. Pendapat yang serupa dikemukakan oleh Dollard, Doob, Miller, Mowrer, & Sears (dalam Bandura, 1973) yang mengatakan bahwa perilaku agresi merupakan rangkaian perilaku yang bertujuan untuk melukai orang yang perilaku tersebut ditujukan. Sedangkan Moore & Fine (dalam Koeswara, 1988) secara spesifik mengatakan perilaku agresi sebagai perilaku kekerasan secara fisik maupun verbal terhadap orang maupun objek lain.

(39)

verbal, maupun mental. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa perilaku agresi adalah perilaku yang bertujuan untuk melukai, menyakiti atau mencelakakan orang maupun objek benda mati yang menjadi sasaran baik secara fisik, verbal, maupun mental.

2. Teori Perilaku Agresi

Teori I3 (dibaca I-cubed) merupakan teori yang mencoba menjelaskan perilaku agresi seseorang tidak hanya berdasarkan variabel tertentu, namun teori ini memberikan struktur untuk memahami bagaimana faktor resiko mempengaruhi perilaku agresi dan hubungan antara faktor resiko dalam memperburuk atau mengurangi perilaku agresi. Teori I3 menyatakan tiga faktor resiko yang mempengaruhi perilaku agresi, yaitu instigating trigger, impelling forces, dan inhibiting forces (Shaver & Mikulincer, 2011; Denson, DeWall, & Finkel, 2012).

Gambar 1. Bagan Teori I3 pada Perilaku Agresi

(40)

a. Instigating Trigger

Instigating trigger merupakan peristiwa atau keadaan yang

dapat menstimulus perilaku agresi seseorang. Tanpa adanya peristiwa maupun keadaan yang dapat memicu maka perilaku agresi tidak akan muncul, meskipun individu tersebut memiliki agresivitas yang tergolong tinggi. Teori I3 juga melihat bahwa perilaku agresi juga akan muncul ketika individu memiliki tujuan instrumental, contohnya ketika individu diberikan upah untuk menghajar orang lain. Salah satu contoh instigating trigger adalah provokasi. Ejekan dari orang lain dapat menjadi stimulus dari perilaku agresi individu. b. Impelling Forces

Impelling forces adalah faktor situasonal atau disposisi yang

meningkatkan kemungkinan individu dalam mengalami dorongan agresif ketika menanggapi instigating trigger. Sifat agresif pada individu merupakan salah satu contoh dari impelling forces. Faktor resiko ini menentukan seberapa besar dorongan agresif yang akan dialami oleh individu. Perilaku agresi akan semakin tinggi ketika

instigator trigger bertemu dengan impelling forces. Individu yang

memiliki impelling forces yang lemah akan cenderung rendah perilaku agresinya dibanding dengan yang kuat ketika menghadapi

instigator trigger yang sama. Ketika provokasi menjadi instigator

(41)

perilaku agresi yang sangat tinggi jika ia memiliki sifat agresif. Meskipun individu tersebut tidak memiliki sifat agresif, namun ketika sebelum terprovokasi mengalami kejadian seperti bertengkar dengan ibunya maka kecenderungan berperilaku agresi individu tersebut akan tinggi juga.

c. Inhibiting Forces

Inhibiting forces merupakan faktor situasional maupun

disposisi individu yang mampu meningkatkan kemungkinan bahwa individu dapat melampaui atau bahkan menolak dorongan untuk beragresi yang muncul dalam dirinya. Jika dorongan untuk berperilaku agresi tinggi maka individu harus memiliki kekuatan

inhibiting forces yang lebih tinggi daripada dorongan tersebut

supaya perilaku agresi tidak muncul. Kontrol diri merupakan salah satu contoh dari inhibiting forces.

3. Jenis Perilaku Agresi

Berkowitz membagi perilaku agresi menjadi dua jenis (Berkowitz, 1995; Koeswara, 1988), yaitu :

a. Agresi Instrumental

(42)

tentara yang membunuh musuhnya. Hal ini belum tentu dilakukan oleh tentara tersebut untuk membuat musuhnya kesakitan, namun bisa karena rasa patriotisme kepada negaranya.

b. Agresi Emosional

Jenis agresi ini juga biasa disebut agresi jahat. Hal ini disebabkan karena tujuan utama pelaku melakukan perilaku ini adalah berbuat jahat. Agresi emosional biasanya terjadi karena seseorang tersinggung dan berusaha menyakiti orang lain.

Sedangkan menurut Dollar & Sear (dalam Berkowitz, 1995), perilaku agresi dibagi menjadi empat jenis :

a. Agresi Fisik

Perilaku agresi fisik melibatkan tindakan yang secara terang-terangan bermaksud untuk mencelakakan atau menyakiti orang lain dengan segala cara.

b. Agresi Verbal

Perilaku agresi verbal merupakan usaha untuk mencelakakan atau menyakiti orang lain melalui kata-kata. Terkadang hal ini berdampak pada stress psikologis, kecemasan, dan jatuhnya harga diri korban. c. Agresi Langsung

(43)

d. Agresi Tidak Langsung

Perilaku agresi tidak langsung adalah usaha untuk mencelakakan atau menyakiti orang lain melalui aksi perantara atau dengan menyerang orang atau subjek yang berharga bagi korban.

4. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Agresi

Faktor dari perilaku agresi merupakan hal yang dapat menyebabkan atau mempengaruhi terjadinya perilaku agresi. Faktor perilaku agresi dibagi menjadi dua bagian, yaitu faktor personal dan faktor situasional. Faktor personal meliputi semua karakteristik yang seseorang bawa. Sedangkan faktor situasional meliputi semua ciri-ciri dari sebuah situasi (dalam Anderson & Bushman, 2002).

a. Faktor Personal 1) Trait (Sifat)

Beberapa sifat tertentu mempengaruhi seseorang kepada agresi tingkat tinggi. Sifat individu yang lebih mudah melakukan agresi kepada orang lain karena kecurigaan kepada atribusi bermusuhan (hostile attribution), persepsi, dan ekspektasi yang bias. Teori lain mengatakan tipe A yang memiliki self-esteem yang tinggi akan cenderung melakukan perilaku agresi.

2) Sex (Jenis Kelamin)

(44)

banyaknya pelaku laki-laki sepuluh kali lipat lebih banyak dari pada perempuan. Tipe dari perilaku agresi yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan juga berbeda. Laki-laki cenderung untuk melakukan agresi secara langsung sedang perempuan sebaliknya. 3) Belief (Kepercayaan)

Banyak tipe kepercayaan yang berperan penting dalam terjadinya perilaku agresi. Bagi mereka yang percaya bahwa mereka dapat berperilaku agresi dan hasilnya akan memuaskan bagi mereka maka akan cenderung melakukan perilaku agresi dibandingkan dengan mereka yang tidak percaya kesuksesan dari perilaku agresi. Perilaku agresi yang berhubungan dengan kepercayaan diyakini mampu memprediksi tingkat agresivitas seseorang di masa depan.

4) Attitude (Sikap)

Sikap adalah evaluasi umum seseorang mengenai dirinya sendiri, orang lain, objek-objek, dan isu-isu. Ketika seseorang memiliki sikap yang positif mengenai kekerasan maka secara umum orang tersebut cenderung akan berperilaku secara agresif. 5) Value (Nilai)

(45)

mengatasi konflik interpersonal yang sedang dihadapi. Sebagai contoh, kekerasan yang dilakukan oleh sebuah geng atau kelompok didasari untuk mempertahankan kehormatan yang ada dalam kelompok tersebut.

6) Long-term Goal (Tujuan Jangka Panjang)

Tujuan jangka panjang sangatlah penting dalam memprediksi perilaku agresi seseorang. Tujuan jangka panjang yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi persepsi, nilai, dan kepercayaan mengenai seberapa penting ia melakukan perilaku agresi tersebut. b. Faktor Situasional

1) Aggressive Cue (Isyarat Agresif)

Isyarat agresif adalah objek utama dalam agresi yang berhubungan dengan konsep dalam ingatan. Sebagai contohnya, ketika seseorang dihadapkan pada sebuah senjata maka hal tersebut akan meningkatkan agresivitas seseorang. Hal ini disebabkan gambaran mengenai senjata secara otomatis memunculkan pikiran agresi.

2) Provocation (Provokasi)

(46)

mendapat perlakuan yang tidak adil di tempat kerja maka ia akan cenderung melakukan agresi.

3) Frustation (Frustasi)

Frustrasi dapat didefinisikan sebagai penghalang dari pencapaian tujuan. Sebagian besar provokasi dapat dilihat sebagai salah satu tipe frustrasi yang diidentifikasi individu sebagai agen yang menggagalkan seseorang untuk mencapai suatu tujuan. Frustasi telah dipercaya dapat meningkatkan agresi seseorang. 4) Pain and Discomfort (Rasa Sakit dan Ketidaknyamanan)

(47)

5. Aspek Perilaku Agresi

Menurut Buss & Perry (1992) perilaku agresi dipengaruhi oleh empat aspek. Aspek ini merupakan bagian pernting dari perilaku agresi sehingga perilaku agresi dapat muncul. Aspek pertama dan kedua dilihat dari jenis perilakunya, yaitu agresi fisik dan agresi verbal. Agresi fisik maupun agresi verbal dilihat dari segi motorik atau konatif. Aspek ketiga adalah kemarahan (anger) yang dilihat dari segi emosional atau afektif. Dan aspek terakhir adalah kebencian (hostility) yang merupakan perwakilan dari sisi kognitif.

a. Agresi Fisik

Agresi fisik merupakan perbuatan melukai atau menyakiti orang lain atau objek langsung secara fisik. Agresi fisik meliputi memukul, menendang, menampar, dan menggigit (Ivory & Kaestle, 2013; Kawabata, Tseng, & Crick, 2014).

b. Agresi Verbal

Agresi verbal menggunakan kata-kata untuk menyakiti orang lain secara langsung dan sengaja. Contoh perilaku dari agresi verbal adalah menghina dan mengejek orang lain dengan sebutan (Coyne, Robinson, & Nelson, 2010).

c. Kemarahan (Anger)

(48)

Varjonen, & Sandnabba, 2011). Individu dengan tingkat kemarahan yeng tinggi akan mudah marah dan tersinggung (dalam Reyna, Lello, Sanchez, Brussino, 2011).

d. Permusuhan (Hostility)

Permusuhan bisa dikonsepkan sebagai sikap bermusuhan secara interpersonal (dalam Haney, Maynard, Houseworth, Scherwitz, William, & Barefoot, 1996). Individu yang memiliki permusuhan akan cenderung memiliki keyakinan negatif mengenai orang lain, seperti prasangka yang buruk, perasaan curiga, iri hati, sinisme, paranoid, dan mencela. Selain itu individu dengan sikap permusuhan akan memiliki perasaan jengkel dan dendam (Reyna, et al, 2011; )

C. REMAJA

1. Definisi Remaja

(49)

2. Perkembangan Remaja a. Perkembangan Fisik

Salah satu perubahan yang terjadi pada tubuh remaja adalah perubahan hormonal. Tiap jenis kelamin mengalami perubahan hormon yang berbeda. Pada laki-laki akan didominasi oleh hormon testosteron sedangkan esterogen untuk perempuan. Perkembangan hormon inilah yang mampu mempengaruhi cara kerja otak sehingga menimbulkan perilaku yang berbeda antara remaja laki-laki dan perempuan (Steinberg, 2002).

b. Perkembangan Kognitif

Perkembangan otak pada masa remaja menjadi kunci untuk mereka mengembangkan regulasi emosi dan perilakunya. Selain itu perkembangan otak pada masa remaja juga semakin memampukan remaja untuk mempersepsi dan mengevaluasi resiko dan penghargaan yang akan mereka terima (Steinberg, 2005). Perkembangan berpikir remaja yang semakin maju dibandingkan ketika mereka kanak-kanak juga digambarkan dalam 5 hal menurut Keating (dalam Steinberg, 2002) :

1. Kemampuan remaja lebih baik dalam memperkirakan kemungkinan-kemungkinan. Mereka tidak terbatas pada hal-hal yang mereka lihat saja

(50)

4. Cara berpikir remaja lebih luas. Mereka berpikir secara multidimensional.

5. Remaja melihat segala sesuatu secara relatif dan tidak absolut. Menurut Piaget (dalam Steinberg, 2002) remaja memasuki tahap cara berpikir operasional formal. Ciri khas dari cara berpikir operasional formal adalah remaja mampu berpikir tentang kemungkinan, berpikir secara multidimensi, dan mampu berpikir mengenai konsep-konsep abstrak.

c. Perkembangan Emosi

Remaja sangat terkenal dengan istilah storm and stress (badai dan stres). Oleh karena keadaan ini remaja identik dengan kemarahan dan emosi yang meledak-ledak. Salah satu penyebabnya adalah perubahan hormonal (Steinberg, 2002). Selain itu penyesuaian terhadap lingkungan yang baru juga dapat membuat remaja mengalami keadaan emosi yang berlebihan. Hal ini disebabkan remaja kurang siap ketika meninggalkan dunia kanak-kanaknya dan mengalami kebingungan dengan peran mereka yang baru.

(51)

bagaimana cara bersikap di depan lawan jenis, dan bagaimana cara untuk popular diantara lawan jenis.

Tidak hanya lingkungan sosial namun keluarga juga mempengaruhi keadaan emosi remaja. Remaja akan mengalami ketegangan emosi ketika memiliki orangtua yang sangat keras dan memberikan kebebasan yang sangat terbatas bagi remaja untuk berkembang.

Di sisi lain remaja mulai menyadari pentingnya pendidikan bagi kehidupannya di masa depan dan menimbulkan perasaan cemas yang tidak pernah timbul ketika masa kanak-kanak. Kecemasan tersebut berlanjut ketika remaja dihadapkan pada kehidupan setelah sekolah, ketika mereka harus bekerja atau menentukan jurusan di perguruan tinggi. Cita-cita tidak realistis yang dibawanya sejak masa kanak-kanak akan memberikan kesulitan remaja untuk menentukan pilihannya di masa depan. Meskipun remaja mampu menentukkan apa yang diinginkan belum tentu hal tersebut akan mereka dapatkan. Keadaan ekonomi keluarga dan izin dari orangtua yang biasanya menjadi penghalang antara remaja dan keinginannya sehingga membuat remaja merasa frustasi (Hurlock, 1973). Meskipun demikian dari tahun ke tahun cenderung terjadi perbaikan perilaku emosional pada remaja (Hurlock, 1990).

(52)

tetapi, remaja akan menunggu waktu dan tempat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya dan dengan cara yang lebih dapat diterima secara sosial. Hal ini disebabkan remaja yang sudah mencapai kematangan emosi dapat melihat situasi secara kritis dan berpikir terlebih dahulu sebelum bereaksi (Hurlock, 1990).

D. Kontrol Diri pada Remaja

Kontrol diri yang dimiliki remaja tidak muncul begitu saja. Kontrol diri ini dibangun individu sejak kecil. Ketika anak-anak usia prasekolah mampu untuk menunda kepuasan (delay of gratification) terhadap suatu hadiah yang nyata dan tanpa distraksi maka kontrol diri akan sedikit demi sedikit terbangun. Oleh karena itu kontrol diri merupakan kemampuan individu untuk mentoleransi penundaan kepuasaan. Keinginan untuk menunda kepuasan (delay of gratification) pada anak dapat dipelajari dengan mengobservasi model. Mengajarkan anak untuk dapat menunda kepuasan (delay of gratification) di awal-awal kehidupannya akan sangat berguna di tahap perkembangan berikutnya (Hergenhahn & Olson, 2007).

(53)

dengan baik ketika termotivasi, mengejar tujuan ketika termotivasi, menunjukkan kecerdasan, serta mampu mempertahankan pertemanan dan dapat bergaul dengan teman sebaya. Sedangkan kecil kemungkinannya untuk teralihkan oleh rintangan yang kecil, menyerah pada godaan, mudah terdistraksi ketika berusaha berkonsentrasi, dan kehilangan kontrol diri ketika frustrasi (Hergenhahn & Olson, 2007).

Erik Erikson dalam tahapan psikososialnya juga menjelaskan bahwa kemampuan kontrol diri seseorang mulai dikembangkan sejak masa kanak-kanak. Kontrol diri mulai berkembang pada usia 2 – 3 tahun ketika anak memasuki tahap autonomy vs shame & doubt. Pada usia 2 tahun, kemampuan motorik anak mulai berkembang dan mereka bisa melakukan banyak hal tanpa bantuan orangtuanya. Suasana suportif dan tidak terlalu mengekang dari orangtua dapat mengembangkan kemampuan kontrol diri pada anak. Selain itu, pada tahapan selanjutnya, initiative vs guilt, kemampuan kontrol diri anak juga semakin berkembang. Pada usia 4 tahun, anak mulai mengembangkan inisiatif dalam memulai suatu kegiatan. Terkadang anak ingin melakukan sesuatu yang terlalu berbahaya sehingga orangtua harus membatasi mereka. Dari sinilah anak mulai belajar untuk mengontrol dirinya (Erikson, 1963; Miller, 2011).

Kemampuan kontrol diri yang dikembangkan ketika kanak-kanak ini sangat mempengaruhi pencapaian mereka di tahapan selanjutnya. Pada tahap

industry vs inferiority individu diharapkan dapat mengembangkan suatu

(54)

ketika mereka mengalami kegagalan. Anak yang kemapuan kontrol dirinya rendah akan mudah frustrasi sehingga memungkinkan mengembangkan rasa inferior dalam dirinya. Selanjutnya pada tahap identity vs role diffusion, kemampuan kontrol diri ini dapat membantu individu dalam mencapai suatu identitas tertentu (Erikson, 1963; Miller, 2011).

E. DINAMIKA HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DAN

PERILAKU AGRESI PADA REMAJA

(55)

Selain itu remaja terkadang belum siap dalam menghadapi perubahan dalam dirinya maupun tuntutan yang baru dari lingkungan sekitar. Lingkungan yang menuntut perilaku yang lebih matang dari remaja memiliki tekanan tersendiri. Belum lagi masalah hubungan mereka dengan lawan jenis. Semua tuntutan tersebut membuat remaja menjadi frustrasi (Hurlock, 1973). Hasil dari rasa frustrasi tersebut biasanya berupa amarah dan emosi yang meledak-ledak. Hal ini membuat masa remaja terkenal dengan istilah storm

and stress (Steinberg, 2002). Rasa frustrasi atau ketegangan emosi yang

dirasakan remaja diekspresikan salah satunya dalam perilaku agresi. Perilaku agresi remaja sering kali ditujukan pada orang-orang di sekitar mereka yang telah membuat mereka marah atau frustrasi, yaitu orangtua, saudara, atau bahkan teman sebayanya (Hurlock, 1973).

Dalam upaya menjelaskan perilaku agresi, teori I3 mencoba menjelaskan bagaimana perilaku agresi bisa terjadi. Menurut teori I3 sebelum perilaku agresi dimunculkan oleh individu pasti akan didahului oleh instigating

trigger. Instigating trigger merupakan peristiwa atau keadaan sekitar individu

yang menjadi stimulus atau pemicu individu tersebut dalam beragresi.

Instigating trigger sendiri bisa menimbulkan perilaku agresi pada individu

jika memiliki kekuatan yang besar. Akan tetapi ada hal lain yang mampu mendorong perilaku agresi muncul semakin kuat, yaitu impelling forces.

Impelling forces ini dapat berupa disposisi dalam diri individu maupun

keadaan situasional. Perilaku agresi akan semakin kuat ketika instigating

(56)

memiliki dorongan yang kuat. Untuk menekan atau mengurangi kekuatan beragresi individu, dibutuhkan faktor situasional atau disposisi seseorang yang disebut inhibiting forces. Salah satu disposisi individu yang dirasa cukup efektif untuk menghambat perilaku agresi seseorang adalah kontrol diri (Shaver & Mikulincer, 2011).

(57)
(58)

F. SKEMA HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA

Gambar 2. Bagan dan Deskripsi Dinamika Antar Variabel

G. HIPOTESIS

Menurut penjabaran di atas, peneliti menarik hipotesis penelitian, yaitu kontrol diri dapat memprediksi perilaku agresi pada remaja secara negatif.

Kontrol Diri

Kontrol Diri Tinggi

(59)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif. Hal ini disebabkan masalah dalam penelitian ini sudah diidentifikasi dan dibatasi. Selain itu penelitian ini menggunakan teori untuk menjawab masalah yang diungkapkan (Sugiyono, 2014). Penelitian ini juga merupakan penelitian yang bersifat korelasional yang bertujuan menunjukkan hubungan antara dua variabel atau lebih. Jenis hubungan pada penelitian ini adalah hubungan kausal atau sebab-akibat. Penelitian dengan jenis hubungan kausal ditandai dengan adanya variabel independen (variabel yang mempengaruhi) dan variabel dependen (variabel yang dipengaruhi) (Sugiyono, 2014; Taniredja & Mustafidah, 2011).

B. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN 1. Variabel dependen

Variable dependen dalam penelitian ini adalah perilaku agresi. 2. Variable independen

(60)

C. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

Definisi operasional dibuat untuk mempermudah peneliti dalam melihat hubungan antara dua variabel penelitian. Hal ini disebabkan variabel yang akan diteliti masih bersifat konseptual. Definisi operasional adalah definisi suatu variabel berdasarkan karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati (Sarwono, 2006). Definisi operasional variabel-variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

1. Kontrol Diri

Kontrol diri adalah kemampuan seseorang untuk menahan atau menolak godaan dan menahan hasrat jangka pendek yang menimbulkan penghargaan segera dan mengubahnya menjadi respon yang diinginkan supaya mengindari akibat yang tidak diinginkan dan mencapai tujuan jangka panjang. Kontrol diri akan diukur menggunakan skala kontrol diri. Skala tersebut akan disusun berdasarkan ketiga aspek yang telah diutarakan Baumeister (2002; 2013), yaitu standar-standar, pengawasan, dan kapasitas untuk berubah 2. Perilaku Agresi

(61)

Brussino, 2011), yaitu agresi fisik, agresi verbal, kemarahan (anger), dan permusuhan (hostility).

D. SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian ini dipilih dengan cara nonprobability sampling, teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang yang sama besar terhadap anggota populasi yang sudah ditentukan. Teknik yang digunakan adalah

quota sampling. Peneliti telah menentukan jumlah (kuota) sampel yang

diinginkan dari suatu populasi (Sugiyono, 2014). Karakteristik subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah subjek merupakan remaja yang berusia 11-24 tahun dan belum menikah dan remaja berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Rentang usia yang cukup besar ini digunakan peneliti untuk melihat remaja secara keseluruhan, baik remaja awal, tengah, maupun akhir.

E. METODE PENGUMPULAN DATA

(62)

jawaban yang ganjil biasanya akan membuat subjek untuk cenderung memilih jawaban yang di tengah. Akan tetapi menurut Azwar (2013) hal tersebut dapat dihindari dengan menuliskan aitem dengan benar. Kecenderungan memilih jawaban tengah bisa terjadi karena aitem yang ditulis tidak cukup sensitif untuk memancing respon yang berbeda dari setiap subjek. Selain itu ketika pilihan jawaban tengah ditiadakan akan membuat subjek merasa sulit apabila dirinya merasa berada di antara dua pilihan jawaban yang telah disediakan. Dan yang terakhir Azwar mengatakan belum adanya bukti secara empirik mengenai kekhawatiran peneliti akan respon subjek yang cenderung memilih jawaban di tengah.

Azwar menyarankan untuk memberikan istilah netral dan bukan ragu-ragu pada pilihan jawaban yang berada di tengah. Menurutnya istilah netral lebih tepat karena ketika subjek memilih pilihan netral, mereka percaya bahwa dirinya memang menjawab karena netral dan bukan karena mereka ragu-ragu akan pilihan yang dibuatnya.

Skala yang digunakan terdiri dari jenis aitem favorable dan aitem

unfavorable. Aitem favorable merupakan aitem yang isinya mendukung atau

(63)

untuk Tidak Sesuai (TS), 3 untuk Netral (N), 2 untuk Sesuai (S), dan 1 untuk Sangat Sesuai (SS).

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan Skala Kontrol Diri dan Skala Perilaku Agresi. Kedua skala tersebut akan dijadikan satu dalam sebuah angket.

1. Skala Kontrol Diri

Skala ini digunakan untuk mengukur kemampuan seseorang untuk menahan atau mengubah responnya dalam menghadapi situasi tertentu. Skala ini disusun berdasarkan aspek-aspek yang diutarakan Baumeister (2002; 2013), yaitu :

a. standar-standar b. pengawasan

c. kapasitas untuk berubah

Tabel 1

Blueprint dan Rancangan Skala Kontrol Diri Sebelum Uji Coba

(64)

Tabel 2

Sebaran Aitem Skala Kontrol Diri

No. Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1. Standar-standar 4, 12, 24, 30, 35,

Skala Kontrol Diri terdiri dari pernyataan-pernyataan dengan lima buah pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Netral (N), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Subjek akan diminta memilih salah satu dari lima pilihan jawaban tersebut. Penilaian untuk pernyataan yang dipilih adalah sebagai berikut : Tabel 3

Skor Aitem untuk Skala Kontrol Diri

Respon Skor

2. Skala Perilaku Agresi

(65)

a. agresi fisik b. agresi verbal c. kemarahan (anger) d. permusuhan (hostility)

Tabel 4

Blueprint dan Rancangan Skala Perilaku Agresi Sebelum Uji Coba

No. Aspek Perilaku

Sebaran Aitem Skala Perilaku Agresi

No. Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1. Agresi Fisik 3, 11, 6, 19, 22,

(66)

diminta memilih salah satu dari lima pilihan jawaban tersebut. Penilaian untuk pernyataan yang dipilih adalah sebagai berikut :

Tabel 6

Skor Aitem untuk Skala Perilaku Agresi

(67)

judgement) yang merupakan dosen pembimbing peneliti (Azwar, 2013).

Ahli (dosen pembimbing) diminta untuk memastikan bahwa aitem-aitem pada skala dalam penelitian ini sudah sesuai dengan tujuan penelitian.

2. Seleksi Aitem

Seleksi aitem digunakan untuk menentukkan aitem-aitem yang dianggap baik dan layak untuk digunakan dalam sebuah penelitian. Hal yang perlu diperhatikan dalam menyeleksi aitem adalah daya diskriminasi aitem. Daya diskriminisasi aitem ini dapat membedakan respons yang diberikan dari tiap individu. Pada aplikasi SPSS 16.00 daya diskriminasi aitem dapat dilihat pada kolom Corrected Item-Total Correlation atau koefisien korelasi aitem-total (rix). Besaran koefisien korelasi aitem-total

bergerak dari nilai 0 sampai 1,00 dengan tanda positif dan negatif. Batasan kriteria seleksi aitem dengan menggunakan koefisien korelasi aitem-total adalah rix> 0,30. Oleh karena itu aitem yang memiliki

koefisiean korelasi aitem-total lebih atau sama dengan 0,30 dianggap memiliki daya diskriminasi yang baik. Sebaliknya aitem yang memiliki koefisien korelasi aitem-total kurang dari 0,30 dianggap daya diskriminasinya rendah (Azwar, 2013).

a. Skala Kontrol Diri

(68)

uji diskriminasi aitem pada skala kontrol diri, didapatkan koefisien korelasi aitem-total tertinggi adalah 0,656 dan koefisien korelasi aitem-total terendah adalah -0,363. Distribusi aitem skala kontrol diri setelah melalui seleksi aitem dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 7

Distribusi Aitem Skala Kontrol Diri

No. Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1. Standar-standar 4, 12, 24, 30, 35,

Keterangan : aitem yang dicetak tebal adala aitem yang gugur.

b. Skala Perilaku Agresi

Berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan terhadap 61 subjek, skala perilaku agresi memiliki 33 aitem yang lolos seleksi dari 48 aitem awal dengan koefisien korelasi aitem-total (rix) > 0.30.

(69)

Tabel 8

Distribusi Aitem Skala Perilaku Agresi

No. Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1. Agresi Fisik 3, 11, 6, 19, 22,

Keterangan : aitem yang dicetak tebal adala aitem yang gugur.

3. Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan kosistensi hasil pengukuran suatu alat ukur (Suyabrata, 2008). Alat ukur diangap reliabel jika alat tersebut dapat mengukur gejala yang sama dari waktu ke waktu dengan konsisten (Siregar, 2014). Selain itu alat ukur yang reliabel juga menunjukkan seberapa tinggi kecermatan pengukuran oleh alat ukur tersebut. Koefisien reliabilitas (rxx’) berada dari 0 sampai 1,00. Semakin koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 maka semakin reliabel alat ukurnya (Azwar, 2013). Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan analisis Alpha

Cronbach. Alat ukur dianggap reliabel ketika koefisien alpha cronbach

menunjukkan angka > 0,60 dan semakin baik ketika koefisien alpha

cronbach medekati angka 1,00 (Sujarweni & Endrayanto, 2012).

(70)

a. Skala Kontrol Diri

Koefisien reliabilitas pada skala kontrol diri setelah dilakukan uji coba didapatkan sebesar 0,906. Setelah dilakukan seleksi aitem didapatkan 31 aitem yang akan digunakan untuk pengambilan data. Dari 31 aitem tersebut diperoleh koefisien alpha cronbach sebesar 0,928.

Tabel 9

Hasil Uji Reliabilitas Alpha Cronbach Skala Kontrol Diri

Cronbach’s

Alpha N of Items

0.928 31

b. Skala Perilaku Agresi

Koefisien reliabilitas pada skala perilaku agresi setelah dilakukan uji coba didapatkan sebesar 0,873. Setelah dilakukan seleksi aitem didapatkan 33 aitem yang akan digunakan untuk pengambilan data. Dari 33 aitem tersebut diperoleh koefisien alpha cronbach sebesar 0,902.

Tabel 10

Hasil Uji Reliabilitas Alpha Cronbach Skala Perilaku Agresi

Cronbach’s

Alpha N of Items

(71)

G. UJI ANALISIS DATA

Pada penelitian ini, uji analisis data akan dilakukan mulai dari uji asumsi sampai dengan uji hipotesis. Pengujian analisis ini akan dilakukan dengan menggunakan aplikasi SPSS 16.00.

1. Uji Asumsi a. Uji Normalitas

Uji normalitas memiliki tujuan untuk melihat data sampel yang telah diambil apakah mengikuti sebaran distribusi normal. Sebaran dapat dilihat dari tabel histogram maupun plot datanya. Data yang dikatakan berdistribusi normal merupakan data yang mengikuti atau berada di sekitar garis normal. Normalitas ini penting untuk membuat generalisasi atas data sampel (Ariyanto,2005).

b. Uji Homogenitas

Uji Homogenitas bertujuan untuk sampel yang diteliti memiliki varian yang sama. Jika sampel yang digunakan untuk penelitian tidak memiliki varian yang sama maka uji ANOVA tidak dapat diberikan (Siregar, 2014).

c. Uji Linearitas

(72)

2. Uji Hipotesis

(73)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. PERSIAPAN PENELITIAN

Sebelum melakukan penelitian, peneliti membuat skala untuk mengukur kontrol diri dan perilaku agresi. Skala yang dibuat didasari oleh blueprint yang digunakan untuk menentukan jumlah aitem pada masing-masing skala penelitian. Setelah itu, peneliti membuat aitem untuk setiap variabel penelitian berdasarkan definisi operasional yang sudah dibentuk sebelumnya. Peneliti melakukan konsultasi pada professional judgement yang merupakan dosen pembimbing sebelum peneliti melakukan uji coba.

Oleh karena subjek pada penelitian ini remaja, peneliti berencana untuk mengambil sampel yang merupakan siswa-siswi SMPN 4 Depok, SMAN 1 Depok, dan mahasiswa. Untuk itu peneliti meminta surat pengantar ijin penelitian kepada Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma untuk selanjutnya dimintakan surat ijin kepada Bappeda Kabupaten Sleman supaya dapat melakukan penelitian pada SMPN 4 Depok dan SMAN 1 Depok.

(74)

pernyatan sehingga gugur. Pada akhirnya data yang digunakan sebagai data uji coba sebanyak 61 subjek. Lalu peneliti melihat reliabilitas alat ukur dengan menggunakan alpha cronbach dan melakukan seleksi item. Untuk proses secara lengkap telah diuraikan pada bagian uji skala bab III.

Dari hasil reliabilitas dan seleksi didapatkan jumlah aitem total yang pasti. Untuk skala kontrol diri yang semula sebanyak 48 aitem menjadi 31 aitem. Sedangkan skala agresi yang semula berjumlah 48, setelah dilakukan seleksi aitem masih bertahan sebanyak 33 aitem. Oleh karena itu, jumlah keseluruhan aitem pada alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 64 aitem.

B. PELAKSANAAN PENELITIAN

Data penelitian yang pertama diambil pada Hari Selasa, 17 November 2015 di SMAN 1 Depok. Pengambilan data dilakukan mulai dari pukul 07.00

(75)

Selama proses pengambilan data, administrasi dilakukan secara klasikal maupun individual. Administrasi klasikal dilakukan pada saat pengambilan data di SMPN 4 Depok dan SMAN 1 Depok. Hal ini disebabkan tempat pengambilan data yang berupa kelas. Sedangkan administrasi secara individual dilakukan ketika pengambilan data dengan sasaran subjek mahasiswa. Para subjek dipersilahkan mengerjakan tanpa diberi batas waktu tertentu. Subjek juga diberikan kebebasan untuk bertanya kepada peneliti jika ada hal yang belum dipahami selama waktu pengerjaan. Perbedaan antara administrasi klasikal dan individual hanya terletak pada pembacaan petunjuk pengerjaan yang dilakukan oleh peneliti dan disimak oleh para subjek.

C. GAMBARAN SUBJEK PENELITIAN 1. Data Demografis

(76)

2. Hasil Rerata Subjek terhadap Skala a. Kontrol Diri

Tabel 11

Tabel Analisis Deskriptif Variabel Kontrol Diri

N Min Max M SD

237 70 150 112.4995 14.27251

Dari hasil analisis deskriptif pada variabel kontrol diri dapat dilihat bahwa respon minimum yang diberikan subjek sebesar 70 dan respon maksimum adalah sebesar 150. Sedangkan secara teoretis nilai minimumnya sebesar 31 dan nilai maksimum sebesar 155. Rata-rata respon yang diberikan oleh subjek sebesar 112,4995 (SD = 14,27251). Dibandingkan dengan nilai rata-rata teoretis, respon yang diberikan subjek tergolong dalam tinggi karena berada di atas rata-rata teoretis yang sebesar 93.

b. Perilaku Agresi Tabel 12

Tabel Analisis Deskriptif Variabel Perilaku Agresi

N Min Max M SD

237 36 116 82.4868 13.73537

(77)

minimumnya sebesar 33 dan nilai maksimumnya 165. Rata-rata respon yang diberikan oleh subjek sebesar 82,4868 (SD = 13,73537). Dibandingkan dengan nilai rata-rata teoretis, respon yang diberikan subjek tergolong dalam rendah karena berada di bawah rata-rata teoretis yang sebesar 99.

D. HASIL PENELITIAN 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Berdasarkan gambar no 3 Grafik Normal Q-Q Plot Unstandardized

Residual, dapat dikatakan bahwa data normal karena tersebar dengan

mendekati garis normal. Selain itu peneliti juga melihat hasil normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov dari tabel 13 Tabel

Hasil Uji Normalitas. Dari tabel tersebut didapatkan nilai signifikansi

(78)

Gambar 3. Grafik Normal Q-Q Plot Unstandardized Residual

Tabel 13

Tabel Hasil Uji Normalitas

Kolmogorov-Smirnov

Statistic Df Sig.

Unstandardized

Residual .51 158 .200

b. Uji Homogenitas

Menurut gambar 3 yaitu gambar Scatterplot Hasil Uji

Homogenitas pola grafik tesebut acak dan tidak membentuk pola

(79)

merupakan nilai Sum of Square yang dibagi 2, yaitu 0,2215 (Tabel 14). Dengan df = 1 maka nilai chi square-nya adalah 3,841. Oleh karena itu menurut uji S Statistik data dianggap homogen karena S <

chi square.

Gambar 4. Scatterplot Hasil Uji Homogenitas

Tabel 14

Tabel Uji S Statistik

Model Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Regresion .443 1 .443 .235 .629

Resdual 294.178 156 1.886

Gambar

Tabel 17. Tabel Nilai Koefisien Determinasi ......................................................
Gambar 3. Grafik Normal Q-Q Plot Unstandardized Residual ............................ 55
Gambar 1. Bagan Teori I3 pada Perilaku Agresi
Gambar 2. Bagan dan Deskripsi Dinamika Antar Variabel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti, rendahnya kecerdasan emosi pada remaja dapat mengakibatkan remaja melakukan perilaku agresi

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kontrol diri dengan pengungkapan diri pada remaja pengguna facebook

Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara kontrol diri dengan perilaku seksual pranikah pada mahasiswa. Kata kunci: Kontrol diri,

Hipotesis penelitian ini adalah adanya hubungan yang negatif antara kontrol diri dan agresi elektronik pada pengguna media sosial di masa transisi menuju dewasa.. Subjek

Hipotesis yang diajukan: Ada hubungan negatif antara kontrol diri dengan sikap terhadap perilaku seksual. Subjek penelitian anggota Karang taruna “Sedyo Utomo” Kelurahan Jeron

Hasil ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara kontrol diri dengan perilaku agresi verbal pada mahasiswa pemain game online (PUBG) di

Penyebaran instrument penelitian berupa skala kontrol diri dan skala perilaku agresi kepada subjek penelitian dalam hal ini adalah kepada mahasiswa penggemar musik metal di

Hasil analisis data dalam penelitian ini dengan hipotesis mayor terdapat hubungan antara kontrol diri dan iklim sekolah terhadap perilaku cyberbullying diterima