ABSTRAK
Ita Susanti. 2016. Pengaruh Metode Eksperimen Terbimbing Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Dan Keterampilan Proses Sains Pada Pokok Bahasan Perubahan Wujud Kelas X SMA Stella Duce Bantul. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pembimbing: Prof. Dr. Paul
Suparno, S.J., M.S.T.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Pengaruh metode
eksperimen terhadap peningkatan hasil belajar siswa di SMA Stella Duce Bantul,
(2) Pengaruh metode eksperimen terhadap peningkatan keterampilan proses sains
siswa di SMA Stella Duce Bantul untuk topik perubahan wujud.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 01 Maret 2016 sampai dengan 26
April 2016. Penelitian ini dilakukan pada dua kelas. Untuk kelas kontrol dengan
jumlah sampel 27 siswa dan pada kelas eksperimen dengan jumlah sampel 26
siswa. Instrumen yang digunakan yaitu pre-test dan post-test sebagai tes tertulis untuk melihat hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa serta laporan
percobaan dan lembar observasi untuk keterampilan proses sains siswa. Data
dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Untuk data kuantitatif analisa yang
penelitian adalah uji Test-T.
Hasil dari penelitian ini adalah pembelajaran fisika pada pokok bahasan
perubahan wujud zat dengan menggunakan metode eksperimen di SMA Stella
Duce Bantul: (1) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan hasilnya lebih baik
dibandingkan dengan pembelajaran dengan metode ceramah, (2) dapat
meningkatkan keterampilan proses sains siswa.
ABSTRACT
Ita Susanti. 2016. The Influence Of Guided Experiment Method Towards Learning Improvement and Science Process Skill in Shape-Changing Topic At 10th Grade Of SMA Stella Duce Bantul. An Undergraduate Thesis. Physics Education Study Program. Science and Mathematics
Education Program. Faculty of Teacher Training and Education. Sanata
Dharma University. Advisor: Prof. Dr. Paul Suparno, S.J., M.S.T.
This research aimed to know: (1) the influence of experiment method
towards learning improvement of students in SMA Stella Duce Bantul, (2) the
influence of experiment method towards the improvement of science process skill
of students in SMA Stella Duce Bantul regarding shape-changing topics.
This research was conducted on March 1st, 2016 until April 26th, 2016 in two classes. The first class was a control group with 27 sample students and the
second class was an experimental group with 26 sample students. The instruments
were pre and posttest as written test intended to examine the learning
improvement and the student’s science process skill; an experiment report and observation sheet for the student’s science process skill. The data were analyzed quantitatively and qualitatively. Qualitative analysis in this research used a T-test.
The results of this research was that the physics learning about
shape-changing topics using experiment in SMA Stella Duce Bantul: (1) could improve student’s learning result and the result was better compared to learning using preaching method, (2) could improve student’s science process skill.
PENGARUH METODE EKSPERIMEN TERBIMBING TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS
PADA POKOK BAHASAN PERUBAHAN WUJUD KELAS X SMA STELLA DUCE BANTUL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika
Disusun Oleh :
ITA SUSANTI
121424027
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
PENGARUH METODE EKSPERIMEN TERBIMBING TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS
PADA POKOK BAHASAN PERUBAHAN WUJUD KELAS X SMA STELLA DUCE BANTUL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika
Disusun Oleh :
ITA SUSANTI
121424027
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini, di persembahkan kepada Tuhan Yesus Kritus dan Bunda Maria yang
ABSTRAK
Ita Susanti. 2016. Pengaruh Metode Eksperimen Terbimbing Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Dan Keterampilan Proses Sains Pada Pokok Bahasan Perubahan Wujud Kelas X SMA Stella Duce Bantul. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pembimbing: Prof. Dr. Paul
Suparno, S.J., M.S.T.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Pengaruh metode
eksperimen terhadap peningkatan hasil belajar siswa di SMA Stella Duce Bantul,
(2) Pengaruh metode eksperimen terhadap peningkatan keterampilan proses sains
siswa di SMA Stella Duce Bantul untuk topik perubahan wujud.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 01 Maret 2016 sampai dengan 26
April 2016. Penelitian ini dilakukan pada dua kelas. Untuk kelas kontrol dengan
jumlah sampel 27 siswa dan pada kelas eksperimen dengan jumlah sampel 26
siswa. Instrumen yang digunakan yaitu pre-test dan post-test sebagai tes tertulis untuk melihat hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa serta laporan
percobaan dan lembar observasi untuk keterampilan proses sains siswa. Data
dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Untuk data kuantitatif analisa yang
penelitian adalah uji Test-T.
Hasil dari penelitian ini adalah pembelajaran fisika pada pokok bahasan
perubahan wujud zat dengan menggunakan metode eksperimen di SMA Stella
Duce Bantul: (1) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan hasilnya lebih baik
dibandingkan dengan pembelajaran dengan metode ceramah, (2) dapat
meningkatkan keterampilan proses sains siswa.
ABSTRACT
Ita Susanti. 2016. The Influence Of Guided Experiment Method Towards Learning Improvement and Science Process Skill in Shape-Changing Topic At 10th Grade Of SMA Stella Duce Bantul. An Undergraduate Thesis. Physics Education Study Program. Science and Mathematics
Education Program. Faculty of Teacher Training and Education. Sanata
Dharma University. Advisor: Prof. Dr. Paul Suparno, S.J., M.S.T.
This research aimed to know: (1) the influence of experiment method
towards learning improvement of students in SMA Stella Duce Bantul, (2) the
influence of experiment method towards the improvement of science process skill
of students in SMA Stella Duce Bantul regarding shape-changing topics.
This research was conducted on March 1st, 2016 until April 26th, 2016 in two classes. The first class was a control group with 27 sample students and the
second class was an experimental group with 26 sample students. The instruments
were pre and posttest as written test intended to examine the learning
improvement and the student’s science process skill; an experiment report and observation sheet for the student’s science process skill. The data were analyzed quantitatively and qualitatively. Qualitative analysis in this research used a T-test.
The results of this research was that the physics learning about
shape-changing topics using experiment in SMA Stella Duce Bantul: (1) could improve student’s learning result and the result was better compared to learning using preaching method, (2) could improve student’s science process skill.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yesus Kritus atas berkat dan kasih-Nya
dalam penyusunan skripsi yang berjudul ‘Pengaruh Metode Eksperimen Terbimbing Terhadap Peningkatan Hasil Belajar dan Keterampilan Proses Sains Pada Pokok Bahasan Perubahan Wujud Kelas X SMA Stella Duce Bantul’ sehingga dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir untuk memenuhi syarat
kelulusan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
Penulisan skripsi ini dapat diselsaikan dengan baik, tidak terlepas dari banyak
pihak yang turut memberi dukungan, doa, materi serta bantuan dan semangat yang
sangat bermanfaat bagi penulis. Oleh karena itu penulis ingin berterimakasih
kepada:
1. Rohandi, Ph. D. selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma;
2. Prof. Dr. Paul Suparno, S.J., M.S.T. selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan bimbingan, arahan, dukungan, masukan dan
motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;
3. Dr. Ign. Edi Santosa, M.S. selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Fisika yang memberi dukungan dan motivasi;
4. Drs. Saverinus Domi, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi
ABSTRAK ... vii
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II LANDASAN TEORI ... 6
A. Filsafat Konstruktivisme ... 6
B. Metode Eksperimen ... 8
C. Hasil Belajar ... 13
D. Keterampilan Proses Sains ... 22
E. Perubahan Wujud Zat ... 33
BAB III METODE PENELITIAN ... 38
A. Desain Penelitian ... 38
C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40
D. Treatmen ... 40
E. Instrumen Penelitian ... 43
F. Metode Analisis Data ... 49
BAB IV DATA DAN ANALISA DATA ... 54
A. Pelaksanaan Penelitian ... 54
B. Data dan Analisis ... 60
1. Peningkatan Hasil Belajar ... 60
2. Keterampilan Proses Sains ... 66
C. Pembahasan ... 72
D. Keterbatasan Penelitian ... 76
BAB V PENUTUP ... 78
A. Kesimpulan ... 78
B. Saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 80
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Desain Penelitian Pretest and Posttest Control Group ... 39
Tabel 3.2. Kisi-kisi Tes Pengetahuan Tentang Perubahan Wujud ... 45
Tabel 3.3. Kisi-kisi Tes Keterampilan Proses Tentang Perubahan Wujud ... 46
Tabel 3.4. Klasifikasi Penguasaan Hasil Belajar dan Keterampilan Proses ... 50
Tabel 4.1. Kegiatan Yang Dilakukan Selama Penelitian ... 54
Tabel 4.2. Nilai Pre-test dan Post-test Siswa ... 60
Tabel 4.3. Hasil Perbandingan Kemampuan Awal Kelas X.1 dan Kelas X2 ... 61
Tabel 4.4. Hasil Peningkatan Kemampuan Kelas Kontrol (X.1) ... 62
Tabel 4.5. Hasil Peningkatan Kemampuan Kelas Eksperimen (X.2) ... 63
Tabel 4.6. Hasil Perbedaan Kemampuan Akhir Kelas X1 dan Kelas X2 ... 64
Tabel 4.7. Klasifikasi Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol ... 65
Tabel 4.8. Klasifikasi Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen ... 65
Tabel 4.9. Nilai Pre-test dan Post-test siswa Kelas X.2 ... 66
Tabel 4.10. Peningkatan Keterampilan Proses Sains ... 67
Tabel 4.11. Klasifikasi Keterampilan Proses Hasil Pretest dan Posttest ... 68
Tabel 4.12. Porsentase Klasifikasi Keterampilan Proses Sains Siswa Secara Umum Dari Hasil Pre-test dan Post-test Untuk Setiap Aspek ... 68
Tabel 4.13. Nilai Laporan Percobaan ... 69
Tabel 4.14. Klasifikasi Laporan percobaan ... 69
Tabel 4.15. Klasifikasi KPS Untuk Aspek Membuat Hipotesis ... 69
Tabel 4.16. Klasifikasi KPS Untuk Aspek Merancang Percobaan ... 70
Tabel 4.17. Klasifikasi KPS Untuk Aspek Menentukan Variabel ... 70
Tabel 4.18. Klasifikasi KPS Untuk Aspek Membuat Grafik ... 70
Tabel 4.19. Klasifikasi KPS Untuk Aspek Menganalisa Penyelidikan ... 71
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 83
Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 84
Lampiran 3. RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol) ... 85
Lampiran 4. RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen) ... 88
Lampiran 5. Lembar Kerja Siswa ... 91
Lampiran 6. Soal Pretest dan Posttest ... 93
Lampiran 7. Hasil Validasi Pretest dan Posttest ... 96
Lampiran 8. Panduan Penskoran Soal Pretest dan Posttest ... 98
Lampiran 9. Jawaban Soal Pretest dan Posttest ... 102
Lampiran 10. Lembar Observasi ... 105
Lampiran 11. Panduan Penskoran Laporan dan Lembar Jawaban ... 109
Lampiran 12. Daftar Nilai Pre-tes dan Post-tes Kelas X1 ... 114
Lampiran 13. Daftar Nilai Pre-tes dan Post-tes Kelas X2 ... 115
Lampiran 14. Hasil Penilaian KPS dari observasi ... 116
Lampiran 15. Contoh Pekerjaan Siswa (Pretest X1) ... 118
Lampiran 16. Contoh pekerjaan siswa (Posttest X1) ... 119
Lampiran 17. Contoh Pekerjaan Siswa (Pretest X2) ... 120
Lampiran 18. Contoh Pekerjaan Siswa (Posttest X2) ... 121
Lampiran 19. Contoh Pekerjaan Siswa KPS (Pretest X2) ... 122
Lampiran 20. Contoh Pekerjaan Siswa KPS (Posttest X2)... 123
Lampiran 21. Contoh Laporan Percobaan Siswa ... 125
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Gambar Pretest Kelas Kontrol ... 133
Gambar 2. Gambar Posttest Kelas Kontrol ... 133
Gambar 3. Gambar Siswa Melakukan Percobaan ... 134
Gambar 4. Gambar Pembelajaran Kelas Kontrol ... 134
Gambar 5. Gambar Pretest Kelas Eksperimen ... 135
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada hakikatnya pembelajaran IPA (Fisika) terdiri dari tiga aspek yaitu sikap,
proses dan produk. IPA sebagai sikap yaitu sikap ilmiah yang ditimbulkan dari
proses. IPA sebagai proses yaitu kerja ilmiah yang dilakukan sedangkan IPA
sebagai produk yaitu pengetahuan IPA yang berupa pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, dan metakognitif. Kajian IPA menjadi semakin luas,
meliputi konsep IPA, proses, nilai, dan sikap ilmiah, dan aplikasi IPA dalam
kehidupan sehari-hari (Wisudawati & Sulistyowati, 2014: 22).
Teori belajar konstruktivistik memahami belajar sebagai proses pengetahuan
oleh si belajar itu sendiri (Siregar & Nara, 2011: 39). Bila yang sedang belajar
adalah siswa, maka pengetahuan itu adalah bentukan siswa sendiri. Menurut
Suparno (2013: 8) unsur terpenting dalam belajar fisika adalah siswa yang aktif
belajar fisika. Maka semua usaha guru harus diarahkan untuk membantu dan
mendorong agar siswa mau mempelajari fisika sendiri. Dengan kata lain dalam
belajar siswa harus aktif mengolah bahan, mencerna, memikirkan, menganalisis
dan akhirnya merangkumnya sebagai suatu pengertian yang utuh.
Fisika oleh Piaget dikelompokan sebagai pengetahuan fisis. Pengetahuan fisis
adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu obyek atau kejadian seperti
bentuk, besar, kekasaran, berat, serta bagaimana objek-objek itu berinteraksi satu
Karena fisika adalah pengetahuan fisis maka untuk mempelajari fisika dan
membentuk pengetahuan tentang fisika, diperlukan kontak langsung dengan hal
yang ingin diketahui atau dipelajari. Menurut Suparno metode eksperimen dan
inquiry sangat cocok untuk mendalami fisika, dimana siswa dapat mengamati, mengukur, mengumpulkan data, menganalisa data, dan menyimpulkan.
Pada tahun 2013 di Indonesia diterapkan kurikulum 2013. Pembelajaran yang
digunakan pada IPA di kurikulum 2013 adalah pendekatan saintifik atau
pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah ini diyakini sebagai pengembangan sikap,
keterampilan dan pengetahuan peserta didik. Pembelajaran dengan pendekatan
sainstifik ini memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi
atau eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian
memformulasi dan menguji hipotesis. Keterampilan proses yang ditunjukan dalam
pendekatan saintifik seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan,
menjelaskan dan menyimpulkan. Karakteristik pada pembelajaran metode
saintifik ini berpusat pada peserta didik, keterampilan proses sains dalam
mengkonstruksi konsep, hukum, atau prinsip, serta melibatkan proses-proses
kognitif (Daryanto, 2014).
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik itu lebih efektif hasilnya
dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Hasil penelitian membuktikan
bahwa pada pembelajaran tradisonal, retensi informasi dari guru sebesar 10%
setelah 15 menit, dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25%. Pada
lebih dari 90% setelah dua hari dan perolehan pemahaman kentekstual sebesar
50-70%. (Daryanto, 2014).
Menurut Suparno (2009: 2) banyak sekolah belum mempunyai laboratorium
fisika. Beberapa mempunyai ruang laboratorium tetapi tidak mempunyai peralatan
laboratorium fisika yang lengkap, bahkan beberapa tidak mempunyai peralatan.
Beberapa SMA di luar Jawa masih ada yang belum mempunyai kelas yang
mencukupi.
Dari hasil pengamatan peneliti di sekolah yang pernah ditemui menunjukan
bahwa siswa jarang sekali melakukan percobaan fisika, siswa belajar fisika lebih
dengan teori tanpa praktik, tanpa ditatapkan pada lingkungan mereka yang
konkret dan hidup. Guru cenderung berceramah atau menjelaskan di depan kelas,
kemudian siswa mendengarkan dan mencatat. Akibatnya fisika menjadi kurang
menarik, sulit dipahami dan membosankan. Selain itu mengakibatkan
pembelajaran fisika yang terjadi di sekolah tidak sesuai yang diharapkan, seperti
yang dijelaskan di atas.
Menurut Susanto (2015) masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan
adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran siswa
kurang didorong untuk mengembangkan keterampilan berfikir. Proses
pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan siswa untuk
menghafal informasi, siswa terbiasa untuk mengingat dan menimbun informasi,
tanpa berusaha untuk menghubungkan yang diingat itu dengan kehidupan
Dari penjelasan diatas, pengajaran fisika di sekolah yang diamati belum
menyentuh aspek proses dan sikap, kenyataan yang terjadi di sekolah-sekolah.
Guru lebih mengutamakan nilai akhir peserta didik dibandingkan proses
pembelajarannya. Pembelajaran fisika yang berfokus pada proses dan hasil akan
lebih baik dari pembelajaran fisika yang hanya berfokus terhadap hasil akhir.
Akibatnya keterampilan proses sains siswa rendah.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti ingin melakukan penelitian di
SMA Stella Duce Bantul, untuk melihat pengaruh metode eksperimen terhadap
peningkatan hasil belajar dan keterampilan proses sains pada topik perubahan
wujud suatu benda. Jika terbukti berpengaruh maka salah satu metode
pembelajaran yaitu eksperimen perlu diterapkan di sekolah untuk pembelajaran
fisika.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah pembelajaran dengan metode eksperimen meningkatkan hasil belajar
siswa di SMA Stella Duce Bantul kelas X pada topik perubahan wujud suatu
benda?
2. Apakah pembelajaran dengan metode eksperimen meningkatkan
keterampilan proses sains siswa di SMA Stella Duce Bantul kelas X pada
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui:
1. Pengaruh metode eksperimen terhadap peningkatan hasil belajar siswa di
SMA Stella Duce Bantul, untuk topik perubahan wujud benda;
2. Pengaruh metode eksperimen terhadap peningkatan keterampilan proses sains
siswa di SMA Stella Duce Bantul, pada topik perubahan wujud benda;
D. Manfaat Penelitian 1. Kegunaan teoritis
Bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan, terutama pendidikan
fisika.
2. Kegunaan praktis
a. Bagi guru
1) Memberi masukan kepada guru fisika bahwa metode eksperimen
dapat meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses siswa.
2) Memeberi alternatif pembelajaran fisika yang lebih mengaktifkan
siswa.
b. Bagi siswa
Untuk menumbuhkan, melatih keterampilan proses sains siswa terutama
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Filsafat Konstruktivisme
Filsafat konstruktivisme adalah filsafat yang mempelajari hakikat
pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi (Suparno, 2013: 14). Menurut
filsafat konstruktivisme pengetahuan itu adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri
yang sedang menekuninya (Von Glaserfeld dalam Suparno, 2013: 14). Sedangkan
menurut Driver dan Bell pengetahuan bukanlah hanya kumpulan hukum atau
daftar fakta. Ilmu pengetahuan terutama sains adalah ciptaan fikiran manusia
dengan semua gagasan dan konsepnya yang ditemukan secara bebas (Eisntein dan
Infeld dalam Bettencourt 1989, dalam Suparno, 1997: 17).
Bila yang menekuni itu adalah siswa maka pengetahuan itu adalah bentukan
dari siswa itu sendiri. Oleh karena pengetahuan itu merupakan konstruksi
seseorang yang sedang mengolahnya maka pengetahuan itu tidak dapat ditransfer
atau dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa. Pengetahuan hanya dapat
ditawarkan kepada siswa untuk dikonstruksikan sendiri secara aktif oleh siswa itu
sendiri.
Para konstruktivis menjelaskan bahwa alat atau sarana yang tersedia bagi
seseorang untuk mengetahui sesuatu adalah inderanya (Suparno, 1997: 18).
Tampak bahwa pengetahuan lebih menunjuk pada pengalaman seseorang, tanpa
Pengalaman tidak harus diartikan sebagai pengalaman fisik, tetapi juga dapat
diartikan sebagai pengalaman kognitif dan mental (Suparno, 1997: 19).
Menurut Suparno (2013: 19) filsafat konstruktivisme ini membawa dampak
pembelajaran bagi siswa dan guru.
1. Dampak Konstruktivisme bagi Siswa yang Belajar
Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah proses yang aktif dimana siswa
membangun sendiri pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka
pelajari. Dari proses ini siswa menyesuaikan konsep dan ide-ide baru yang mereka
pelajari dengan kerangka berfikir yang telah mereka punyai (Betterncourt, 1989;
Shymansky, 1992; Watss & Pope, 1989, dalam Suparno, 2013: 19).
Setiap siswa mempunyai cara untuk mengerti sendiri pelajaran fisika. Setiap
siswa mempunyai cara yang cocok untuk mengkonstruksikan bahan fisika yang
kadang sangat berbeda dengan yang lain.
2. Dampak Konstruktivisme bagi Guru Fisika
Menurut kaum konstruktivis, seorang pengajar atau guru berperan sebagai
mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan
baik (Suparno, 1997: 65). Tekanan ada pada siswa yang belajar dan bukan pada
disiplin atau guru yang mengajar. Siswa sudah membawa konsep awal sebelum
belajar fisika secara formal, maka seorang guru fisika perlu mengerti bahwa
siswanya bukanlah lembaran kertas kosong (tabula rasa) yang begitu saja dapat
mengerti sesuatu sebelum mengikuti pelajaran fisika karena pengalaman hidup
siswa itu.
Menurut Suparno (2013: 21) secara garis besar fungsi sebagai mediator dan
fasilitator dari guru itu dapat dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai berikut:
a. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa ambil
tanggung jawab dalam membuat perencanaan belajar, proses belajar, dan
membuat penelitian.
b. Menyediakan atau memberikan kegiatan yang merangsang keingintahuan
siswa, membantu siswa untuk mengekspresikan gagasannya dan
mengkomunikasikan ide ilmiahnya.
c. Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukan apakah pemikiran itu jalan
atau tidak.
d. Guru membantu dalam mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan siswa.
B. Metode Eksperimen
Secara singkat konstruktivisme mengungkapkan bahwa pengetahuan itu
adalah konstruksi siswa (Von Glasersfeld dalam Bettencourt, dalam Mattehews
1994, dalam Suparno, 2009: 24). Siswalah yang membentuk pengetahuan fisika
selama bela;jar fisika dalam otaknya. Oleh karena itu siswa hanya dapat mengerti
sesuatu konsep fisika bila mereka sendiri belajar aktif dan memikirkannya.
Metode eksperimen merupakan suatu cara mengajar yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri data atau fakta yang
aktif, maka siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya. Pada dasarnya prinsip
pembelajaran konstruktivis dapat diwujudkan dengan metode eksperimen. Melalui
metode eksperimen siswa dapat berhadapan langsung dengan fenomena yang akan
dipelajari. Siswa dapat dengan bebas dan terbimbing melakukan kegiatan untuk
mencari jawaban dari masalah yang ditemui. Bila kita melihat tujuan
pembelajaran dengan metode eksperimen, maka metode eksperimen merupakan
pendekatan pembelajaran konstruktivis.
Menurut Suparno (2013: 18), metode eksperimen dan inquiry sangat cocok
untuk mendalami fisika karena dengan menggunakan metode eksperimen dan
inquiry siswa dapat mengamati, mengukur, mengumpulkan data, menganalisa data, dan menyimpulkan data. Secara umum metode eksperimen adalah metode
mengajar yang mengajak siswa untuk melakukan percobaan sebagai pembuktian,
pengecekan bahwa teori yang sudah dibicarakan itu memang benar (Suparno,
2013: 83). Metode eksperimen bukan untuk menemukan teori, tetapi lebih untuk
menguji teori atau hukum yang sudah ditemukan para ahli. Dalam praktik dapat
dilakukan eksperimen untuk menemukan teori atau hukumnya. Metode
eksperimen dalam proses pembelajaran IPA tidak terlepas dari metode ilmiah
(scientific method) dalam mempelajari IPA serta keterampilan proses IPA (Wisudawati & Sulistyowati, 2014: 155). Metode eksperimen dapat digunakan
untuk mengembangkan keterampilan proses sains.
Menurut Suparno Metode eksperimen dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
1. Eksperimen Terbimbing
a. Pengertian Eksperimen Terbimbing
Eksperimen terbimbing merupakan eksperimen yang seluruh jalannya
percobaan sudah dirancang oleh guru sebelum percobaan dilakukan oleh siswa.
Langkah-langkah yang harus dibuat siswa, peralatan yang harus digunakan, apa
yang harus diamati dan diukur semuanya sudah ditentukan sejak awal. Maka
siswa tidak akan bingung tentang langkah-langkah yang akan dibuat.
b. Tugas Guru
Untuk melakukan pembelajaran dengan eksperimen terbimbing, guru punya
peran sangat penting. Beberapa hal yang harus dilakukan guru adalah:
1) Memilih eksperimen apa yang akan ditugaskan kepada siswa;
2) Merencanakan langkah-langkah percobaan seperti: apa tujuannya,
peralatan yang digunakan, bagaimana merangkai percobaan, data yang
harus dikumpulkan siswa, bagaimana menganalisis data, dan apa
kesimpulannya;
3) Mempersiapkan semua peralatan yang akan digunakan sehingga pada
saat siswa mencoba siap dan lancar;
4) Pada saat percobaan sendiri, guru dapat berkeliling melihat bagaimana
siswa melakukan percobaanya dan memberikan masukan kepada siswa;
5) Bila ada peralatan yang macet guru membantu siswa agar alat dapat jalan
6) Membantu siswa dalam menarik kesimpulan dengan percobaan yang
dilakukan;
7) Bila siswa membuat laporan, maka guru harus memeriksannya;
8) Guru sebaiknya mempersiapkan petunjuk dan langkah percobaan dalam
satu lembar kerja sehingga memudahkan siswa bekerja.
c. Tugas Siswa
Dalam eksperimen siswa sendiri atau dalam kelompok kecil melakukan
percobaan sesuai dengan petunjuk yang diberikan guru. Dalam percobaan, siswa
antara lain akan melakukan tindakan berikut:
1) Membaca petunjuk percobaan dengan teliti;
2) Mencari alat yang diperlukan;
3) Merangkai alat-alat sesuai dengan skema percobaan;
4) Mulai mengamati jalannya percobaan;
5) Mencatat data yang diperlukan;
6) Mendiskusikan dalam kelompok untuk ambil kesimpulan dari data yang
ada;
7) Membuat laporan percobaan dan mengumpulkan;
8) Dapat juga mempresentasikan percobannya di depan kelas.
2. Eksperimen Bebas
Eksperimen bebas merupakan eksperimen dimana guru tidak memberikan
banyak berfikir sendiri, bagaimana akan merangkai rangkaian, apa yang harus
diamati, diukur, dianalisa serta disimpulkan.
Keuntungan dari eksperimen bebas adalah siswa ditantang untuk
merencanakan percobaan sendiri tanpa banyak dipengaruhi arahan guru. Dengan
demikian, akan tampak bagaimana kreativitas, kepandaian, dan kemampuan siswa
dalam memecahkan tugas yang diberikan guru. Jelas model ini lebih konstruktivis
dari pada percobaan yang sudah dibuatkan langkah-langkahnya.
Dalam penelitian ini digunakan metode eksperimen bebas terbimbing. Guru
tidak memberi petunjuk percobaan secara rinci. Siswa dibantu dengan
pertanyaan-pertanyaan yang memandu untuk melakukan percobaan, sehingga siswa akan
lebih aktif untuk merancang percobaan.
3. Keunggulan Metode Eksperimen
Menurut Djajadisastra (1982: 16) ada beberapa keuntungan menggunakan
metode eksperimen dalam pembelajaran, yaitu:
a) Siswa mengalami atau mengamati sendiri suatu proses atau kejadian;
b) Karena mengamati sendiri suatu proses atau kejadian, maka siswa menjadi
benar-benar yakin akan hasil suatu proses;
c) Siswa menjadi lebih bersikap hati-hati, teliti, dan mampu berfikir analitis;
d) Memupuk dan mengembangkan sikap berfikir ilmiah;
e) Membangkitkan hasrat ingin tahu pada anak;
4. Kelemahan Metode Eksperimen
Menurut Djajadisastra (1982: 17) ada beberapa kelemahan menggunakan
metode eksperimen dalam pembelajaran, yaitu:
a) Tidak semua mata pelajaran dapat diajarkan dengan metode eksperimen;
b) Tidak semua hal dapat dieksperimenkan;
c) Eksperimen tidak selalu berhasil seperti yang diharapkan;
d) Mahalnya alat-alat praktikum menjadi hambatan untuk melakukan
eksperimen di sekolah.
C. Hasil Belajar 1. Pengertian Belajar
Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua
orang dan berlangsung seumur hidup. Salah satu tanda bahwa seseorang telah
belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya, tingkah laku
tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan
keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif)
(Siregar dan Nara, 2011: 3).
Menurut Ausubel, Novak, dan Hanesian (dalam Suparno, 1997: 53) ada dua
jenis belajar yaitu belajar bermakna (meaningful learning) dan belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang
informasi baru dalam dunia pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan
dengan apa yang telah ia ketahui.
Menurut Ausubel dalam proses belajar ini siswa mengkonstruksi apa yang ia
pelajari sendiri. Teori belajar Ausubel ini sangat dekat dengan inti pokok
konstruktivisme. Keduanya menekankan pentingnya belajar mengasosiasikan
pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru ke dalam sistem pengertian yang
telah dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru ke
dalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa. Keduanya menekankan
andaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif.
Beberapa tokoh lain juga mendefinisikan pengertian belajar. Belajar
didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang relatif tetap yang disebabkan
praktik atau pengalaman yang sampai pada situasi tertentu (Singer 1968, dalam
Siregar dan Nara 2011: 4). Menurut James O. Whittaker, belajar adalah proses
dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman
(dalam Annurrahman, 2010: 35). Pendapat Whittaker didukung oleh pendapat
Hilgard (1962) yang mengemukakan bahwa belajar adalah suatu perubahan
kegiatan yang dimaksud mencakup pengetahuan, kecakapan, tingkah laku, dan ini
diperoleh melalui latihan (pengalaman) (dalam Susanto, 2015: 3). Holgard
menegaskan bahwa belajar merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam
diri seseorang melalui latihan, pembiasaan, dan pengalaman.
Menurut Herman Hudojo (1988: 1) belajar merupakan kegiatan bagi setiap
orang. Herman Hudojo mengungkapkan bahwa pengetahuan keterampilan,
disebabkan oleh proses belajar. Karena itu seseorang dikatakan belajar apabila diri
orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan
tingkah laku.
Menurut Gagne (1989, dalam Susanto 2015: 1) belajar dapat didefinisikan
sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai suatu
proses dimana organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Belajar
dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Dua konsep ini menjadi terpadu dalam satu kegiatan dimana terjadi interaksi
antara guru dengan siswa, serta siswa dengan siswa pada saat pembelajaran
berlangsung.
Paul Suparno (2013: 19) mendefinisikan belajar sebagai proses aktif dimana
siswa membangun sendiri pengetahuannya. Siswalah yang mencari arti sendiri
dari yang mereka pelajari. Belajar bukanlah suatu kegiatan mengumpulkan fakta,
tetapi suatu perkembangan berfikir dengan membuat kerangka pengertian yang
baru. Siswa harus punya pengalaman dengan membuat hipotesis, meramalkan,
mengetes hipotesis, memanipulasi objek, memecahkan persoalan, mencari
jawaban, menggambarkan, meneliti, berdialog, dan mengadakan refleksi.
Dalam kesimpulan yang dikemukakan Abdillah (2002), belajar adalah suatu
usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik
melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu (dalam Aunurrahman, 2012:
35). Dengan demikian, secara singkat dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
individu dengan lingkungannya, dimana perubahan tersebut melaui pengetahuan
(kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan
sikap (afektif).
2. Ciri–ciri Belajar
Dalam pengertian yang umum, belajar seringkali diartikan sebagai aktivitas
untuk memperoleh pengetahuan. Kemampuan orang untuk belajar menjadi ciri
penting yang membedakan jenisnya dari jenis mahluk yang lain (Gredler 1994
dalam Aunurrahman, 2011: 38). Menurut Surjadi seseorang dikatakan belajar
apabila perubahan-perubahan berikut ini terjadi (2012: 3):
1) Penambahan informasi;
2) Pengembangan atau peningkatan pengertian;
3) Penerimaan sikap-sikap baru;
4) Perolehan penghargaan baru;
5) Pengerjaan sesuatu dengan mempergunakan apa yang telah dipelajari;
6) Mengganti informasi lama.
Keenam jenis perubahan ini dapat dimasukan dalam tiga kategori yaitu:
pengetahuan (Cognitive), perasaan (Affective), dan perubahan (Behavioral). Siregar dan Nara (2011: 5) menjelaskan ada 4 ciri belajar yaitu:
1) Adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku tersebut
bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), maupun nilai
2) Perubahan belajar tidak berlangsung sesaat saja, melainkan menetap atau
dapat disimpan.
3) Perubahan itu tidak terjadi begitu saja, melainkan harus dengan usaha.
Perubahan akan terjadi bila ada interaksi dengan lingkungan.
4) Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik atau
kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ciri belajar yaitu membawa
perubahan pada seseorang yang mengalami proses belajar.
3. Prinsip Belajar dalam Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran, guru dituntut untuk mampu mengembangkan
potensi siswa secara optimal. Agar aktivitas guru dalam proses pembelajaran
terarah pada upaya peningkatan potensi siswa secara komprehensip, maka
pembelajaran harus sesuai dengan prinsi-prinsip yang benar, yang bertolak dari
kebutuhan internal siswa untuk belajar. Prinsip belajar ini menunjuk kepada
hal-hal penting yang harus dilakukan guru agar terjadi proses belajar siswa sehingga
proses pembelajaran yang dilakukan dapat mencapai hasil yang diharapkan. Bagi
guru, kemampuan menerapkan prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran
akan dapat membantu terwujudnya tujuan pembelajaran yang dirumuskan dalam
perencanaan pembelajaran. Sementara bagi siswa prinsip-prinsip pembelajaran
akan membantu tercapainya hasil belajar yang diharapkan.
Berikut ini diuraikan kerangka dasar bagi penerapan prinsip-prinsip belajar
1) Hal apapun yang dipelajari peserta didik, ia harus mempelajarinnya
sendiri. Tidak seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut
untuk seseorang.
2) Setiap peserta didik belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri dan
untuk setiap umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar.
3) Peserta didik akan belajar lebih banyak apabila setiap langkah segera
diberikan penguatan.
4) Penguasaan secara penuh dari setiap langkah pembelajaran,
memungkinkan peserta didik belajar secara lebih berarti.
5) Apabila peserta didik diberikan tanggung jawab untuk mempelajari
sendiri, maka ia akan lebih termotivasi untuk belajar.
4. Hasil Belajar
Dalam kegiatan pembelajaran secara formal guru menetapkan tujuan belajar.
Siswa yang berhasil dalam belajar adalah siswa yang berhasil mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Berikut adalah beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian hasil belajar.
Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan
belajar (Abdurrahman 1999 dalam Jihad dan Haris, 2013: 14). Menurut Benyamin
S. Bloom terdapat tiga ranah (domain) dari hasil belajar, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dari ranah kognitif ini merupakan hasil dari proses
berfikir atau perilaku dari hasil kerja otak. Hasil belajar untuk ranah afektif
membuat pilihan atau keputusan akan sesuatu hal. Sedangkan untuk hasil belajar
pada ranah psikomotorik yaitu dimunculkan oleh hasil kerja fungsi tubuh
manusia.
Selanjutnya Benyamin S. Bloom berpendapat bahwa hasil belajar dapat
dikelompokan ke dalam dua macam yaitu pengetahuan dan keterampilan (dalam
Jihad dan Haris, 2013: 14)
1) Pengetahuan terdiri dari empat kategori, yaitu:
a) Pengetahuan tentang fakta;
b) Pengetahuan tentang prosedural;
c) Pengetahuan tentang konsep;
d) Pengetahuan tentang prinsip.
2) Keterampilan juga terdiri dari empat prinsip, yaitu:
a) Keterampilan untuk berfikir atau keterampilan kognitif;
b) Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik;
c) Keterampilan bereaksi atau bersikap;
d) Keterampilan berinteraksi.
Menurut A.J. Romizowski (dalam Jihad dan Haris, 2013: 14) hasil belajar
merupakan keluaran (outputs) dari suatu sistem pemrosesan masukan (input). Masukan dari sistem tersebut berupa macam-macam informasi sedangkan
keluarannya adalah perbuatan atau kinerja. Sudjana (2012) berpendapat bahwa
hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
Secara sederhana yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah
kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar (Susanto, 2015:
5). Dalam kegiatan pembelajaran biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Anak
yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran.
Nawawi (dalam Brahim, 2007 dalam Susanto 2015: 5) menyatakan bahwa hasil
belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari
materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam nilai yang diperoleh dari hasil
tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.
Djamarah dan Zain (2002:120, dalam dalam Susanto 2015: 3) menetapkan
bahwa hasil belajar tercapai apabila telah terpenuhi dua indikator berikut, yaitu:
1) Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi
tinggi, baik secara individual maupun kelompok;
2) Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus
telah dicapai oleh siswa baik secara individual maupun kelompok.
Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil
belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu (Sudjana, 2012: 3). Penilaian
proses belajar merupakan upaya untuk memberi nilai terhadap kegiatan belajar
mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan pengajaran.
Dalam penilaian dapat dilihat sejauh mana keefektifan dan efisien dalam
mencapai tujuan pengajaran yaitu perubahan tingkah laku siswa. Tujuan penilaian
menurut Sudjana (2012: 4) terbagi menjadi empat, yaitu:
1) Mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui
yang ditempuh, selain itu dapat diketahui pula posisi kemampuan siswa
dibandingkan dengan siswa lain.
2) Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran disekolah,
yaitu seberapa jauh keefektifan dalam mengubah tingkah laku para siswa
kearah tujuan pendidikan yang diharapkan. Keberhasilan pendidikan dan
pengajaran penting artinya mengingat peranannya sebagai upaya
memanusiakan atau membudayakan manusia.
3) Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan
penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta
strategi pelaksanaannya. Kegagalan para siswa dalam hasil belajar yang
dicapai hendaknya tidak dipandang sebagai kekurangan pada diri siswa,
tetapi bisa disebabkan oleh program pengajaran yang diberikan kepadanya
atau kesalahan strategi dalam melaksanakan program tersebut.
4) Memberikan pertanggungjawaban dari pihak sekolah kepada pihak yang
berkepentingan. Pihak yang dimaksud meliputi pemerintah, masyarakat,
dan orang tua siswa. Untuk mempertanggungjawabkan hasil yang telah
dicapai, sekolah memberikan laporan berbagai kekuatan dan kelemahan
pelaksanaan sistem pendidikan dan pengajaran serta kendala yang
dihadapi.
Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
secara khusus adalah suatu perolehan suatu konsep, pemahaman, atau
pengetahuan yang akan memungkinkan terjadi perubahan sikap seseorang atau
pengalaman belajar yang dapat dinyatakan dalam bentuk nilai. Baik buruknya
hasil belajar dapat dilihat dari hasil pengukuran yang berupa evaluasi. Selain
mengukur hasil belajar penilaian dapat juga ditunjukan kepada proses
pembelajaran, yaitu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keterlibatan siswa
dalam proses pembelajaran. Semakin baik proses pembelajaran maka hasil belajar
yang diperoleh akan semakin tinggi sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan
sebelumnya.
D. Keterampilan Proses Sains
Usman dan Setiawati (1993, dalam Susanto, 2015: 9) mengemukakan bahwa
keterampilan proses merupakan keterampilan yang mengarah kepada
pembangunan kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai
penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu siswa.
Keterampilan proses juga diartikan sebagai keseluruhan keterampilan ilmiah
yang terarah (baik kognitif maupun psikomotorik) yang dapat digunakan untuk
menemukan suatu konsep, prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang
telah ada sebelumnya, atau untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu
penemuan (Indrawati,1999, dalam Trianto 2012: 144). Dari penjabaran mengenai
keterampilan proses dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses merupakan
keterampilan baik secara mental, fisik, dan sosial yang mengarah pada proses
ilmiah (kognitif dan psikomotorik) yang digunakan untuk menemukan suatu
Ada empat alasan yang melandasi perlunya diterapkan pendekatan
keterampilan proses dalam kegiatan belajar mengajar (Semiawan, 1985: 14)
antara lain:
a. Perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga tak
mungkin lagi para guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada
siswa.
b. Para ahli psikologi umumnya sependapat bahwa anak-anak mudah
memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan
contoh kongkret, contoh yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang
hadapi. Perkembangan pikiran (kognitif) sesungguhnya dilandasi oleh
gerakan dan perbuatan. Anak harus bergerak dan berbuat sesuatu terhadap
obyek yang nyata.
c. Penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak, penemuannya bersifat
relatif. Suatu teori mungkin terbantah dan ditolak setelah orang mendapat
data baru yang mampu membuktikan kekeliruan teori yang dianut. Semua
konsep yang ditemukan melalui penyelidikan ilmiah masih tetap terbuka
untuk dipertanyakan, dipersoalkan, dan diperbaiki. Maka anak perlu dilatih
untuk selalu bertanya, berfikir kritis, dan mengusahakan
kemungkinan-kemungkinan jawaban terhadap satu masalah.
d. Dalam proses belajar mengajar, pengembangan konsep tidak dilepaskan
dari pengembangan sikap dan nilai dari diri anak didik. Karena itu,
sebagai wahana pengait antara pengembangan konsep dan pengembangan
sikap serta nilai.
Indrawati (1999, dalam Trianto 2012: 144) membagi keterampilan proses
menjadi dua tingkatan, yaitu keterampilan proses tingkat dasar (basic science process skill) yang meliputi observasi, klasifikasi, komunikasi, pengukuran, prediksi dan inferensi. Sedangkan keterampilan proses terpadu (intregated science
process skill) meliputi menentukan variabel, menyusun tabel data, menyusun grafik, menginterprestasi data, memberi hubungan variabel, memproses data,
menganalisis penyelidikan, menyusun hipotesis, menentukan variabel secara
oprasional, merencanakan penyelidikan dan melakukan eksperimen.
1. Keterampilan proses tingkat dasar (basic science process skill) meliputi: a. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah salah satu keterampilan ilmiah yang
mendasar. Mengobservasi atau mengamati tidak sama dengan melihat (Semiawan,
1985: 19). Dalam melakukan observasi digunakan semua indera, untuk melihat,
mendengar, merasa, mengecap, dan mencium. Observasi atau mengamati
memiliki dua sifat utama, yakni sifat kualitatif dan sifat kuantitatif (Dimyati dan
Mudjiono, 2006: 142). Mengamati bersifat kualitatif apabila dalam
pelaksanaannya hanya menggunakan panca indera untuk memperoleh informasi.
Sedangkan mengamati bersifat kuantitatif apabila dalam pelaksanaanya selain
menggunakan panca indra, juga menggunakan peralatan lain yang memberikan
Menurut Trianto (2012: 144) ada beberapa perilaku yang dikerjakan siswa
pada saat melakukan observasi atau pengamatan
1) Penggunaan indera-indera tidak hanya penglihatan;
2) Pengorganisasian objek-objek menurut suatu sifat tertentu;
3) Pengidentifikasian banyak sifat;
4) Melakukan pengamatan kuantitatif;
5) Melakukan pengamatan kuantitatif.
b. Klasifikasi
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 142) mengklasifikasi merupakan
keterampilan proses untuk memilah berbagai objek peristiwa berdasarkan
sifat-sifat khususnya, sehingga didapat golongan atau kelompok sejenis dari objek yang
dimaksud. Dalam membuat klasifikasi, dituntut kecermatan anak dalam
mengamati.
Pengklasifikasian adalah pengelompokan objek-objek menurut sifat-sifat
tertentu (Trianto 2012: 145). Semakin tinggi tingkat pendidikan anak, semakin
rumit jenis klasifikasi yang dapat dilatih. Menurut Trianto (2012: 145) ada dua
perilaku siswa dalam melakukan kegiatan klasifikasi antara lain:
1) Pengidentifikasian suatu sifat umum
c. Komunikasi
Menurut Semiawan (1987: 32) setiap ahli dituntut agar mampu
menyampaikan hasil penemuannya kepada orang lain. Komunikasi atau
pengkomunikasian adalah mengatakan apa yang ketahui dengan ucapan kata-kata,
tulisan, gambar, demonstrasi, atau grafik (Trianto, 2012: 145).
Menurut Trianto (2012: 146) ada beberapa perilaku yang dikerjakan siswa
pada saat melakukan komunikasi antara lain:
1) Pemaparan pengamatan dengan menggunakan kata yang sesuai
2) Pengembangan grafik atau gambar untuk menyajikan pengamatn dan
peragaan data
3) Perancangan poster atau diagram untuk menyajikan data untuk
menyakinkan orang lain.
d. Pengukuran
Pengukuran adalah penemuan ukuran dari suatu objek, objek tersebut
dibandingkan dengan suatu pengukuran (Trianto, 2012: 146). Keterampilan
mengukur sangat penting dalam kerja ilmiah. Proses ini digunakan untuk
melakukan pengamatan kuantitatif. Dasar dari pengukuran adalah pembanding
(Semiawan, 1985: 21). Semakin tinggi tingkat sekolah, pengukuran yang
e. Inferensi
Inferensi atau kesimpulan sementara sering dilakukan oleh seorangilmuwan
dalam proses penelitian. Kesimpulan tersebut bukan merupakan kesimpulan akhir,
hanya merupakan kesimpulan sementara yang dapat diterima sampai pada saat ini
(Semiawan, 1985: 30).
f. Prediksi
Prediksi atau peramalan adalah pengajuan hasil-hasil yang mungkin
dihasilkan dari suatu percobaan (Trianto, 2012: 145). Prediksi dapat diartikan juga
sebagai membuat ramalan tentang segalah hal yang terjadi pada waktu mendatang,
berdasarkan perkiraan pada pola, hubungan antar fakta, konsep, dan prinsip dalam
ilmu pengetahuan (Dimyati & Mudjiono, 2006:144). Prediksi atau peramalan ini
ini didasarkan pada pengamatan dan inferensi sebelumnya. Prediksi merupakan
suatu pernyataan tentang pengamatan apa yang mungkin dijumpai di masa yang
akan datang. Beberapa perilaku siswa antara lain:
1) Penggunaan data dan pengamatan yang sesuai;
2) Penafsiran generalisasi tentang pola-pola;
3) Pengujian kebenaran dari prediksi atau ramalan yang sesuai.
2. Keterampilan proses terpadu (intregated science process skill)
Adapun keterampilan proses terpadu yang digunakan dalam penelitian ini
a. Menentukan variabel
Variabel digunakan untuk memilih faktor yang mempengaruhi suatu
penelitian (Semiawan, 1985: 28). Dalam penyelidikan ilmiah para ilmuwan
sering mengendalikan variabel eksperimen atau penelitian (Semiawan,1985: 28).
Dalam suatu eksperimen, seluruh variabel harus dijaga tetap sama kecuali satu,
yaitu variabel manipulasi.
Dalam pengendalian variabel ada beberapa perilaku yang harus diperhatikan.
Menurut Trianto (2012: 147) beberpa perilaku tersebut antara lain:
1) Pengidentifikasian variabel yang mempengaruhi hasil;
2) Pengidentifikasian variabel yang diubah dalam percobaan;
3) Pengidentifikasian variabel yang dikontrol dalam suatu percobaan.
b. Meyusun tabel data
Keterampilan membuat tabel perlu diajarkan kepada siswa karena fungsinya
yang penting untuk menyajikan data yang diperlukan dalam penelitian (Dimyati &
Mudjiono, 2006:146).
c. Meyusun grafik
Keterampilan membuat grafik adalah kemampuan mengolah data untuk
disajikan dalam bentuk visualisasi garis atau bidang datar dengan variabel
termanipulasi pada sumbu datar dan variabel hasil pada sumbu vertikal (Dimyati
& Mudjiono, 2006:147). Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan
membuat grafik garis, membuat grafik balok, dan membuat grafik bidang lain.
Keterampilan membuat grafik ini untuk memudahkan dan meningkatkan daya
tarik penyajian data.
d. Memberi hubungan variabel
Keterampilan mendeskripsikan hubungan antar variabel merupakan salah satu
kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap peneliti. Menurut Dimyati dan
Mudjiono (2006:147) keterampilan ini dapat diartikan sebagai kemampuan
mendeskripsikan hubungan antar variabel termanipulasi dengan variabel hasil.
Hubungan antar variabel ini perlu digambarkan karena merupakan inti penelitian
ilmiah (Singarimbun, 1986, dalam Dimyati & Mudjiono 2006:144).
e. Memproses data
Menurut Surakhmad (1978, dalam Dimyati & Mudjiono, 2006:148)
keterampilan mengolah data diperlukan untuk pengukuran dan pengujian
hipotesis. Keterampilan memproses data adalah kemampuan memperoleh
informasi/data dari orang atau sumber informasi lain dengan cara lisan, tertulis,
atau pengamatan dan mengkajinya secara kuantitatif atau kualitatif sebagai dasar
pengujian hipotesis atau penyimpulan (Dimyati & Mudjiono, 2006:148).
f. Menganalisa penyelidikan/penelitian
Untuk menjadi seorang ilmuwan, keterampilan menganalisis penelitian sangat
penelitian merupakan kemampuan menelaah laporan penelitian untuk
meningkatkan pengenalan terhadap unsur-unsur penelitian (Dimyati & Mudjiono,
2006:148).
g. Menyusun / merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah suatu perkiraan yang beralasaan untuk menerangkan suatu
kejadian atau pengamatan tertentu (Semiawan, 1985:24). Menyusun/ merumuskan
hipotesis adalah merumuskan dugaan yang masuk akal yang akan dapat diuji
tentang bagaimana atau mengapa sesuatu terjadi (Trianto, 2012: 147). Perumusan
hipotesa ini berdasarkan pengamatan dan inferensi. Dalam kerja ilmiah, seorang
ilmuwan biasanya membuat hipotesis yang kemudian diuji melalui eksperimen.
Keterampilan menyusun hipotesis menghasilkan rumusan dalam bentuk kalimat
pertanyaan (Dimyati & Mudjiono, 2006:149).
Menurut Trianto (2012: 147) ada beberapa perilaku yang dikerjakan siswa
pada saat merumuskan hipotesis antara lain:
1) Perumusan hipotesis berdasarkan pengamatan dan inferensi;
2) Merancang cara-cara untuk menguji hipotesis;
3) Merevisi hipotesis apabila data tidak mendukung hipotesis tersebut.
h. Menentukan variabel secara oprasional
Variabel secara oprasional adalah perumusan suatu definisi berdasarkan pada
apa yang dilakukan atau apa yang diamati. Suatu definisi oprasional mengatakan
atau kejadian itu (Trianto, 2012: 147). Beberapa perilaku siswa yang dapat
dilakukan adalah:
1) Memaparkan pengalaman-pengalaman dengan menggunakan
objek-objek konkret;
2) Mengatakan apa yang diperbuat objek-objek tersebut;
3) Memaparkan perubahan atau pengukuran selama suatu kejadian.
i. Merencanakan penyelidikan
Penyelidikan atau penelitian tidak lain adalah usaha menguji atau mengetes
melalui penyelidikan praktis (Semiawan, 1985: 26). Perencanaan penyelidikan ini
diperlukan alam kegiatan ilmiah karena untuk melakukan suatu percobaan atau
penelitian dibutuhkan perencaan yang matang. Karena tanpa rencana bisa terjadi
pemborosan waktu, tenaga, dan biaya serta hasilnya mungkin tidak sesuai dengan
yang diharapkan.
j. Melakukan eksperimen.
Melalukan eksperimen adalah pengujian dari hipotesisi atau prediksi (Trianto,
2012:146). Menurut Dimyati & Mudjiono (2006:150) bereksperimen merupakan
keterampilan mengadakan pengujian terhadap ide-ide yang bersumber dari fakta,
konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan sehingga dapat diperoleh informasi yang
menerima atau menolak ide-ide itu.
Kemampuan atau keterampilan ini justru berproses dalam kerja ilmiah.
dalam wujud potensi atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas,
kemampuan yang masih sederhana, kemampuan yang masih perlu dirangsang
agar mampu menampilkan diri (Semiawan, 1985: 18).
Dengan mengembangkan keterampilan memproseskan perolehan, anak akan
mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta
menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Dengan
demikian keterampilan proses menjadi sebuah roda penggerak penemuan dan
pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan dan pengembangan sikap dan
nilai atau tindakan dalam proses belajar mengajar. Seperti ini akan menciptakan
kondisi cara belajar siswa aktif (Semiawan, 1985: 18).
3. Keterampilan Proses dalam IPA
Trianto (2012: 148) mengemukakan bahwa keterampilan proses perlu
dilatihkan atau dikembangkan dalam pembelajaran IPA karena keterampilan
proses mempunyai peran-peran sebagai berikut:
a. Membantu siswa belajar mengembangkan pikirannya.
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan.
c. Meningkatkan daya ingat.
d. Memberi kepuasan intrinsik bila anak telah berhasil melakukan sesuatu.
e. Membantu siswa mempelajari konsep-konsep sains.
Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan proses IPA, anak akan
mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta
Muhammad (2003, dalam Trianto, 2012: 150) mengemukakan beberapa tujuan
melatihakan keterampilan proses pada pembelajarana IPA, diantarannya sebagai
berikut:
a. Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, karena dalam melatihkan
ini siswa dipacu untuk berpartisupasi secara aktif dan efisien dalam
belajar.
b. Menuntaskan hasil belajar siswa secara serentak, baik keterampilan
produk, proses maupun keterampilan kinerjannya.
c. Menemukan dan membangun sendiri konsepsi serta dapat
mendefinisikan swecara benar untuk mencegak terjadinya miskonsepsi.
Untuk lebih memperdalam konsep, pengertian, dan fakta yang
dipelajarinya
E. Perubahan Wujud Zat
Kalor dapat mengubah wujud zat. Misalnya es (zat padat) yang dipanaskan
(diberi kalor) akan berubah wujudnya menjadi air (zat cair). Demikian pula
sebaliknya air (zat cair) yang didinginkan akan berubah wujud menjadi es. Pada
Gambar 2.1 Diagram perubahan wujud zat.
Melebur perubahan wujud dari padat ke cair
Membeku perubahan wujud dari cair menjadi padat
Menguap perubahan wujud dari cair ke gas
Mengembun perubahan wujud dari gas menjadi cair
Menyublim perubahan wujud dari padat menjadi gas
Menghablur / deposisi perubahan wujud dari gas ke padat
1. Kalor Laten
Kalor laten adalah banyaknya kalor yang diperlukan oleh 1 kg zat untuk
mengubah wujud zat itu. Disebut kalor laten (laten artinya tersembunyi) karena
pemberian kalor ini pada suatu zat tidak tampak sebagai kenaikan suhu.
a) Kalor laten lebur dan beku
Kalor laten lebur atau kalor lebur adalah banyaknya kalor yang diserap untuk
mengubah 1 kg zat dari wujud padat menjadi cair pada titik leburnya.
Kalor laten beku atau kalor beku adalah banyaknya kalor yang dilepaskan
untuk mengubah 1 kg zat dari wujud cair menjadi padat pada titik bekunya. Kalor
lebur sama dengan kalor beku dan titik lebur sama dengan titik beku.
Kalor yang digunakan untuk mengubah wujud benda disebut kalor laten.
Kalor beku sama dengan kalor lebur (Hf). Kalor laten lebur (Hf) adalah banyaknya
kalor yang diperlukan oleh m kg zat untuk melebur adalah Q joule.
Dengan Q = kalor,
m = massa zat
Hf = kalor lebur
b) Kalor laten didih dan embun
Kalor laten didih atau kalor didih adalah banyaknya kalor yang diserap untuk
mengubah 1 kg zat dari wujud cair menjadi uap pada titik didihnya. Kalor didih
juga disebut kalor uap.
Kalor laten embun atau kalor embun adalah banyaknya kalor yang dilepaskan
untuk mengubah 1 kg zat dari wujud uap menjadi cair pada titik embunnya. Kalor
didih sama dengan kalor embun dan titik didih sama dengan titik embun.
Kalor yang digunakan untuk mengubah wujud benda disebut kalor laten.
Kalor embun sama dengan kalor didih (Hv). Kalor didih (Hv) adalah banyaknya
kalor yang diperlukan untuk mengubah 1 kg zat dari air ke gas. Besarnya sama
dengan
Hv = Q / m atau Q = m.Hv
Dengan Q = kalor,
m = massa zat
Tabel 2.1 Kalor Lebur dan Kalor Didih Beberapa Zat. No Zat Titik
lebur (˚C)
Kalor lebur (J/kg)
Titik didih (˚C)
Kalor didih (J/kg)
1 Alkohol -144 1,05 x 105 78 8,54 x 105 2 Tembaga 1083 1,34x 105 1187 5,07 x 106 3 Timah 330 2,50 x 104 1170 8,70 x 105 4 Merkuri -39 1,20 x 104 358 2,97 x 105 5 Perak 961 8,80 x 104 2193 2,33 x 106
6 Air 0 2,50 x 104 100 2,26 x 106
2. Grafik Suhu Terhadap Waktu
Gambar grafik suhu terhadap waktu untuk es yang dipanaskan sampai menjadi
uap air. Gambar di atas menunjukan grafik suhu-waktu ketika sejumlah massa
tertentu es yang bersuhu dibawah 0˚C dipanaskan (diberi kalor). Suhu naik (dari a
ke b) sampai pada titik lebur es 0˚C dicapai. Antara a dan b berwujud padat (es).
Kemudian ketika kalor ditambahkan (dari b ke c), suhu tetap sampai semua es
melebur menjadi air. Antara b dan c berwujud padat (es) dan cair (air). Kemudian
wujud cair (air). Pada titik didih (dari d ke e) kembali suhu tetap walau kalor terus
ditambahkan sampai semua air mendidih menjadi uap air (gas). Antara d dan e
terdapat wujud cair (air) dan gas (uap air).
Peneliti menggunakan buku Physics For Senior High School Year X
(Purwoko dan Fendi, 2009:198), Physics For Senior High School Second
Semester Grade X (Kanginan, 2010:165) dan Pengantar Termofisika (Suparno,
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif adalah
desain penelitian yang menggunakan data berupa skor atau angka, lalu
menggunakan analisis dengan statistik. Sedangkan penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bersifat deskriptif, data yang dikumpulkan dalam bentuk
kata-kata, gambar, dan keadaan (Suparno, 2007: 136-154).
Penelitian ini disebut kuantitatif karena data yang diperoleh untuk mengukur
keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa dalam bentuk skor yang
dianalisa secara statistik. Sedangkan penelitian ini dikatakan kualitatif karena
peneliti menjelaskan gambaran keterampilan proses sains siswa selama penelitian
secara deskriptif, dan data yang diperoleh dianalisa secara kualitatif. Penelitian
kualitatif ini bermanfaat untuk memperkuat data kuantitatif mengenai
keterampilan proses sains siswa.
Penelitian ini menggunakan treatmen metode eksperimen terbimbing.
Sedangkan desain penelitian ini menggunakan pretest and posttest control group.
Pretest and posttest control group adalah desain penelitian yang terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok treatmen dan kelompok kontrol. Kelompok yang
pertama adalah kelompok treatmen yaitu kelompok yang menerima treatmen
sedangkan kelompok kedua adalah kelompok kontrol. Kelompok kontrol
merupakan kelompok yang dibantu belajar lewat metode ceramah. kelompok
lebih baik atau tidak.
Kedua kelompok tersebut akan diberi pre-test dan post-test. Pre-test digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa
sebelum diberikan treatmen. Pre-test juga digunakan untuk mengetahui apakah
kedua kelompok itu memiliki karakter yang sama atau beda. Sedangkan post-test digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa
setelah diberikan treatmen. Desain penelitian yang digunakan dapat dilihat pada
tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1 Pre-test and Post-test Control Group
Treatment Group O1 X1 O1’
Control Group O2 X2 O2’
Keterangan:
O1 : Pre-test kelas treatmen(Kelas X.2)
X1 : Pembelajaran dengan metode eksperimen (Kelas X.2)
O1’ : Post-test kelas treatmen (Kelas X.2)
O2 : Pre-test kelas kontrol (Kelas X.1)
X2 : Pembelajaran dengan metode ceramah (Kelas X.1)
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi SMA Stella Duce Bantul kelas X.1
dan kelas X.2 yang terdiri dari 53 orang. Kelas X.1 terdiri dari 27 siswa: 15 siswi
dan 12 siswa. Kelas X.1 akan digunakan sebagai kelas kontrol. Sedangkan kelas
X.2 terdiri dari 26 orang: 13 siswa dan 13 siswi, akan digunakan sebagai kelas
eksperimen.
C.Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Sella Duce Bantul, Ganjuran,
Sumbermulyo, Bambanglipuro, Yogyakarta.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di SMA Sella Duce
Bantul, Ganjuran, Sumbermulyo, Bambanglipuro, Yogyakarta.
D. Treatmen
Treatmen adalah perlakuan peneliti kepada subyek yang mau diteliti agar
nantinya mendapatkan data yang diinginkan (Suparno, 2007: 51). Treatmen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen terbimbing. Pada kelas X.2
diberikan metode pembelajaran dengan eksperimen. Sedangkan pada kelas X.1
sebagai kelas kontrol diberikan metode pembelajaran dengan ceramah