• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh metode eksperimen terbimbing terhadap peningkatan hasil belajar dan keterampilan proses sains pada pokok bahasan perubahan wujud kelas X SMA Stella Duce Bantul.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh metode eksperimen terbimbing terhadap peningkatan hasil belajar dan keterampilan proses sains pada pokok bahasan perubahan wujud kelas X SMA Stella Duce Bantul."

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Ita Susanti. 2016. Pengaruh Metode Eksperimen Terbimbing Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Dan Keterampilan Proses Sains Pada Pokok Bahasan Perubahan Wujud Kelas X SMA Stella Duce Bantul. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pembimbing: Prof. Dr. Paul

Suparno, S.J., M.S.T.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Pengaruh metode

eksperimen terhadap peningkatan hasil belajar siswa di SMA Stella Duce Bantul,

(2) Pengaruh metode eksperimen terhadap peningkatan keterampilan proses sains

siswa di SMA Stella Duce Bantul untuk topik perubahan wujud.

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 01 Maret 2016 sampai dengan 26

April 2016. Penelitian ini dilakukan pada dua kelas. Untuk kelas kontrol dengan

jumlah sampel 27 siswa dan pada kelas eksperimen dengan jumlah sampel 26

siswa. Instrumen yang digunakan yaitu pre-test dan post-test sebagai tes tertulis untuk melihat hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa serta laporan

percobaan dan lembar observasi untuk keterampilan proses sains siswa. Data

dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Untuk data kuantitatif analisa yang

penelitian adalah uji Test-T.

Hasil dari penelitian ini adalah pembelajaran fisika pada pokok bahasan

perubahan wujud zat dengan menggunakan metode eksperimen di SMA Stella

Duce Bantul: (1) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan hasilnya lebih baik

dibandingkan dengan pembelajaran dengan metode ceramah, (2) dapat

meningkatkan keterampilan proses sains siswa.

(2)

ABSTRACT

Ita Susanti. 2016. The Influence Of Guided Experiment Method Towards Learning Improvement and Science Process Skill in Shape-Changing Topic At 10th Grade Of SMA Stella Duce Bantul. An Undergraduate Thesis. Physics Education Study Program. Science and Mathematics

Education Program. Faculty of Teacher Training and Education. Sanata

Dharma University. Advisor: Prof. Dr. Paul Suparno, S.J., M.S.T.

This research aimed to know: (1) the influence of experiment method

towards learning improvement of students in SMA Stella Duce Bantul, (2) the

influence of experiment method towards the improvement of science process skill

of students in SMA Stella Duce Bantul regarding shape-changing topics.

This research was conducted on March 1st, 2016 until April 26th, 2016 in two classes. The first class was a control group with 27 sample students and the

second class was an experimental group with 26 sample students. The instruments

were pre and posttest as written test intended to examine the learning

improvement and the student’s science process skill; an experiment report and observation sheet for the student’s science process skill. The data were analyzed quantitatively and qualitatively. Qualitative analysis in this research used a T-test.

The results of this research was that the physics learning about

shape-changing topics using experiment in SMA Stella Duce Bantul: (1) could improve student’s learning result and the result was better compared to learning using preaching method, (2) could improve student’s science process skill.

(3)

PENGARUH METODE EKSPERIMEN TERBIMBING TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS

PADA POKOK BAHASAN PERUBAHAN WUJUD KELAS X SMA STELLA DUCE BANTUL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika

Disusun Oleh :

ITA SUSANTI

121424027

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

PENGARUH METODE EKSPERIMEN TERBIMBING TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS

PADA POKOK BAHASAN PERUBAHAN WUJUD KELAS X SMA STELLA DUCE BANTUL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika

Disusun Oleh :

ITA SUSANTI

121424027

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini, di persembahkan kepada Tuhan Yesus Kritus dan Bunda Maria yang

(8)
(9)
(10)

ABSTRAK

Ita Susanti. 2016. Pengaruh Metode Eksperimen Terbimbing Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Dan Keterampilan Proses Sains Pada Pokok Bahasan Perubahan Wujud Kelas X SMA Stella Duce Bantul. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pembimbing: Prof. Dr. Paul

Suparno, S.J., M.S.T.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Pengaruh metode

eksperimen terhadap peningkatan hasil belajar siswa di SMA Stella Duce Bantul,

(2) Pengaruh metode eksperimen terhadap peningkatan keterampilan proses sains

siswa di SMA Stella Duce Bantul untuk topik perubahan wujud.

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 01 Maret 2016 sampai dengan 26

April 2016. Penelitian ini dilakukan pada dua kelas. Untuk kelas kontrol dengan

jumlah sampel 27 siswa dan pada kelas eksperimen dengan jumlah sampel 26

siswa. Instrumen yang digunakan yaitu pre-test dan post-test sebagai tes tertulis untuk melihat hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa serta laporan

percobaan dan lembar observasi untuk keterampilan proses sains siswa. Data

dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Untuk data kuantitatif analisa yang

penelitian adalah uji Test-T.

Hasil dari penelitian ini adalah pembelajaran fisika pada pokok bahasan

perubahan wujud zat dengan menggunakan metode eksperimen di SMA Stella

Duce Bantul: (1) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan hasilnya lebih baik

dibandingkan dengan pembelajaran dengan metode ceramah, (2) dapat

meningkatkan keterampilan proses sains siswa.

(11)

ABSTRACT

Ita Susanti. 2016. The Influence Of Guided Experiment Method Towards Learning Improvement and Science Process Skill in Shape-Changing Topic At 10th Grade Of SMA Stella Duce Bantul. An Undergraduate Thesis. Physics Education Study Program. Science and Mathematics

Education Program. Faculty of Teacher Training and Education. Sanata

Dharma University. Advisor: Prof. Dr. Paul Suparno, S.J., M.S.T.

This research aimed to know: (1) the influence of experiment method

towards learning improvement of students in SMA Stella Duce Bantul, (2) the

influence of experiment method towards the improvement of science process skill

of students in SMA Stella Duce Bantul regarding shape-changing topics.

This research was conducted on March 1st, 2016 until April 26th, 2016 in two classes. The first class was a control group with 27 sample students and the

second class was an experimental group with 26 sample students. The instruments

were pre and posttest as written test intended to examine the learning

improvement and the student’s science process skill; an experiment report and observation sheet for the student’s science process skill. The data were analyzed quantitatively and qualitatively. Qualitative analysis in this research used a T-test.

The results of this research was that the physics learning about

shape-changing topics using experiment in SMA Stella Duce Bantul: (1) could improve student’s learning result and the result was better compared to learning using preaching method, (2) could improve student’s science process skill.

(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yesus Kritus atas berkat dan kasih-Nya

dalam penyusunan skripsi yang berjudul ‘Pengaruh Metode Eksperimen Terbimbing Terhadap Peningkatan Hasil Belajar dan Keterampilan Proses Sains Pada Pokok Bahasan Perubahan Wujud Kelas X SMA Stella Duce Bantul’ sehingga dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir untuk memenuhi syarat

kelulusan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

Penulisan skripsi ini dapat diselsaikan dengan baik, tidak terlepas dari banyak

pihak yang turut memberi dukungan, doa, materi serta bantuan dan semangat yang

sangat bermanfaat bagi penulis. Oleh karena itu penulis ingin berterimakasih

kepada:

1. Rohandi, Ph. D. selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sanata Dharma;

2. Prof. Dr. Paul Suparno, S.J., M.S.T. selaku dosen pembimbing yang

telah memberikan bimbingan, arahan, dukungan, masukan dan

motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

3. Dr. Ign. Edi Santosa, M.S. selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Fisika yang memberi dukungan dan motivasi;

4. Drs. Saverinus Domi, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang

(13)
(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

ABSTRAK ... vii

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

A. Filsafat Konstruktivisme ... 6

B. Metode Eksperimen ... 8

C. Hasil Belajar ... 13

D. Keterampilan Proses Sains ... 22

E. Perubahan Wujud Zat ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 38

A. Desain Penelitian ... 38

(15)

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40

D. Treatmen ... 40

E. Instrumen Penelitian ... 43

F. Metode Analisis Data ... 49

BAB IV DATA DAN ANALISA DATA ... 54

A. Pelaksanaan Penelitian ... 54

B. Data dan Analisis ... 60

1. Peningkatan Hasil Belajar ... 60

2. Keterampilan Proses Sains ... 66

C. Pembahasan ... 72

D. Keterbatasan Penelitian ... 76

BAB V PENUTUP ... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Desain Penelitian Pretest and Posttest Control Group ... 39

Tabel 3.2. Kisi-kisi Tes Pengetahuan Tentang Perubahan Wujud ... 45

Tabel 3.3. Kisi-kisi Tes Keterampilan Proses Tentang Perubahan Wujud ... 46

Tabel 3.4. Klasifikasi Penguasaan Hasil Belajar dan Keterampilan Proses ... 50

Tabel 4.1. Kegiatan Yang Dilakukan Selama Penelitian ... 54

Tabel 4.2. Nilai Pre-test dan Post-test Siswa ... 60

Tabel 4.3. Hasil Perbandingan Kemampuan Awal Kelas X.1 dan Kelas X2 ... 61

Tabel 4.4. Hasil Peningkatan Kemampuan Kelas Kontrol (X.1) ... 62

Tabel 4.5. Hasil Peningkatan Kemampuan Kelas Eksperimen (X.2) ... 63

Tabel 4.6. Hasil Perbedaan Kemampuan Akhir Kelas X1 dan Kelas X2 ... 64

Tabel 4.7. Klasifikasi Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol ... 65

Tabel 4.8. Klasifikasi Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen ... 65

Tabel 4.9. Nilai Pre-test dan Post-test siswa Kelas X.2 ... 66

Tabel 4.10. Peningkatan Keterampilan Proses Sains ... 67

Tabel 4.11. Klasifikasi Keterampilan Proses Hasil Pretest dan Posttest ... 68

Tabel 4.12. Porsentase Klasifikasi Keterampilan Proses Sains Siswa Secara Umum Dari Hasil Pre-test dan Post-test Untuk Setiap Aspek ... 68

Tabel 4.13. Nilai Laporan Percobaan ... 69

Tabel 4.14. Klasifikasi Laporan percobaan ... 69

Tabel 4.15. Klasifikasi KPS Untuk Aspek Membuat Hipotesis ... 69

Tabel 4.16. Klasifikasi KPS Untuk Aspek Merancang Percobaan ... 70

Tabel 4.17. Klasifikasi KPS Untuk Aspek Menentukan Variabel ... 70

Tabel 4.18. Klasifikasi KPS Untuk Aspek Membuat Grafik ... 70

Tabel 4.19. Klasifikasi KPS Untuk Aspek Menganalisa Penyelidikan ... 71

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 83

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 84

Lampiran 3. RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol) ... 85

Lampiran 4. RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen) ... 88

Lampiran 5. Lembar Kerja Siswa ... 91

Lampiran 6. Soal Pretest dan Posttest ... 93

Lampiran 7. Hasil Validasi Pretest dan Posttest ... 96

Lampiran 8. Panduan Penskoran Soal Pretest dan Posttest ... 98

Lampiran 9. Jawaban Soal Pretest dan Posttest ... 102

Lampiran 10. Lembar Observasi ... 105

Lampiran 11. Panduan Penskoran Laporan dan Lembar Jawaban ... 109

Lampiran 12. Daftar Nilai Pre-tes dan Post-tes Kelas X1 ... 114

Lampiran 13. Daftar Nilai Pre-tes dan Post-tes Kelas X2 ... 115

Lampiran 14. Hasil Penilaian KPS dari observasi ... 116

Lampiran 15. Contoh Pekerjaan Siswa (Pretest X1) ... 118

Lampiran 16. Contoh pekerjaan siswa (Posttest X1) ... 119

Lampiran 17. Contoh Pekerjaan Siswa (Pretest X2) ... 120

Lampiran 18. Contoh Pekerjaan Siswa (Posttest X2) ... 121

Lampiran 19. Contoh Pekerjaan Siswa KPS (Pretest X2) ... 122

Lampiran 20. Contoh Pekerjaan Siswa KPS (Posttest X2)... 123

Lampiran 21. Contoh Laporan Percobaan Siswa ... 125

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Gambar Pretest Kelas Kontrol ... 133

Gambar 2. Gambar Posttest Kelas Kontrol ... 133

Gambar 3. Gambar Siswa Melakukan Percobaan ... 134

Gambar 4. Gambar Pembelajaran Kelas Kontrol ... 134

Gambar 5. Gambar Pretest Kelas Eksperimen ... 135

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakikatnya pembelajaran IPA (Fisika) terdiri dari tiga aspek yaitu sikap,

proses dan produk. IPA sebagai sikap yaitu sikap ilmiah yang ditimbulkan dari

proses. IPA sebagai proses yaitu kerja ilmiah yang dilakukan sedangkan IPA

sebagai produk yaitu pengetahuan IPA yang berupa pengetahuan faktual,

konseptual, prosedural, dan metakognitif. Kajian IPA menjadi semakin luas,

meliputi konsep IPA, proses, nilai, dan sikap ilmiah, dan aplikasi IPA dalam

kehidupan sehari-hari (Wisudawati & Sulistyowati, 2014: 22).

Teori belajar konstruktivistik memahami belajar sebagai proses pengetahuan

oleh si belajar itu sendiri (Siregar & Nara, 2011: 39). Bila yang sedang belajar

adalah siswa, maka pengetahuan itu adalah bentukan siswa sendiri. Menurut

Suparno (2013: 8) unsur terpenting dalam belajar fisika adalah siswa yang aktif

belajar fisika. Maka semua usaha guru harus diarahkan untuk membantu dan

mendorong agar siswa mau mempelajari fisika sendiri. Dengan kata lain dalam

belajar siswa harus aktif mengolah bahan, mencerna, memikirkan, menganalisis

dan akhirnya merangkumnya sebagai suatu pengertian yang utuh.

Fisika oleh Piaget dikelompokan sebagai pengetahuan fisis. Pengetahuan fisis

adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu obyek atau kejadian seperti

bentuk, besar, kekasaran, berat, serta bagaimana objek-objek itu berinteraksi satu

(20)

Karena fisika adalah pengetahuan fisis maka untuk mempelajari fisika dan

membentuk pengetahuan tentang fisika, diperlukan kontak langsung dengan hal

yang ingin diketahui atau dipelajari. Menurut Suparno metode eksperimen dan

inquiry sangat cocok untuk mendalami fisika, dimana siswa dapat mengamati, mengukur, mengumpulkan data, menganalisa data, dan menyimpulkan.

Pada tahun 2013 di Indonesia diterapkan kurikulum 2013. Pembelajaran yang

digunakan pada IPA di kurikulum 2013 adalah pendekatan saintifik atau

pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah ini diyakini sebagai pengembangan sikap,

keterampilan dan pengetahuan peserta didik. Pembelajaran dengan pendekatan

sainstifik ini memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi

atau eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian

memformulasi dan menguji hipotesis. Keterampilan proses yang ditunjukan dalam

pendekatan saintifik seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan,

menjelaskan dan menyimpulkan. Karakteristik pada pembelajaran metode

saintifik ini berpusat pada peserta didik, keterampilan proses sains dalam

mengkonstruksi konsep, hukum, atau prinsip, serta melibatkan proses-proses

kognitif (Daryanto, 2014).

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik itu lebih efektif hasilnya

dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Hasil penelitian membuktikan

bahwa pada pembelajaran tradisonal, retensi informasi dari guru sebesar 10%

setelah 15 menit, dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25%. Pada

(21)

lebih dari 90% setelah dua hari dan perolehan pemahaman kentekstual sebesar

50-70%. (Daryanto, 2014).

Menurut Suparno (2009: 2) banyak sekolah belum mempunyai laboratorium

fisika. Beberapa mempunyai ruang laboratorium tetapi tidak mempunyai peralatan

laboratorium fisika yang lengkap, bahkan beberapa tidak mempunyai peralatan.

Beberapa SMA di luar Jawa masih ada yang belum mempunyai kelas yang

mencukupi.

Dari hasil pengamatan peneliti di sekolah yang pernah ditemui menunjukan

bahwa siswa jarang sekali melakukan percobaan fisika, siswa belajar fisika lebih

dengan teori tanpa praktik, tanpa ditatapkan pada lingkungan mereka yang

konkret dan hidup. Guru cenderung berceramah atau menjelaskan di depan kelas,

kemudian siswa mendengarkan dan mencatat. Akibatnya fisika menjadi kurang

menarik, sulit dipahami dan membosankan. Selain itu mengakibatkan

pembelajaran fisika yang terjadi di sekolah tidak sesuai yang diharapkan, seperti

yang dijelaskan di atas.

Menurut Susanto (2015) masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan

adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran siswa

kurang didorong untuk mengembangkan keterampilan berfikir. Proses

pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan siswa untuk

menghafal informasi, siswa terbiasa untuk mengingat dan menimbun informasi,

tanpa berusaha untuk menghubungkan yang diingat itu dengan kehidupan

(22)

Dari penjelasan diatas, pengajaran fisika di sekolah yang diamati belum

menyentuh aspek proses dan sikap, kenyataan yang terjadi di sekolah-sekolah.

Guru lebih mengutamakan nilai akhir peserta didik dibandingkan proses

pembelajarannya. Pembelajaran fisika yang berfokus pada proses dan hasil akan

lebih baik dari pembelajaran fisika yang hanya berfokus terhadap hasil akhir.

Akibatnya keterampilan proses sains siswa rendah.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti ingin melakukan penelitian di

SMA Stella Duce Bantul, untuk melihat pengaruh metode eksperimen terhadap

peningkatan hasil belajar dan keterampilan proses sains pada topik perubahan

wujud suatu benda. Jika terbukti berpengaruh maka salah satu metode

pembelajaran yaitu eksperimen perlu diterapkan di sekolah untuk pembelajaran

fisika.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Apakah pembelajaran dengan metode eksperimen meningkatkan hasil belajar

siswa di SMA Stella Duce Bantul kelas X pada topik perubahan wujud suatu

benda?

2. Apakah pembelajaran dengan metode eksperimen meningkatkan

keterampilan proses sains siswa di SMA Stella Duce Bantul kelas X pada

(23)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui:

1. Pengaruh metode eksperimen terhadap peningkatan hasil belajar siswa di

SMA Stella Duce Bantul, untuk topik perubahan wujud benda;

2. Pengaruh metode eksperimen terhadap peningkatan keterampilan proses sains

siswa di SMA Stella Duce Bantul, pada topik perubahan wujud benda;

D. Manfaat Penelitian 1. Kegunaan teoritis

Bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan, terutama pendidikan

fisika.

2. Kegunaan praktis

a. Bagi guru

1) Memberi masukan kepada guru fisika bahwa metode eksperimen

dapat meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses siswa.

2) Memeberi alternatif pembelajaran fisika yang lebih mengaktifkan

siswa.

b. Bagi siswa

Untuk menumbuhkan, melatih keterampilan proses sains siswa terutama

(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Filsafat Konstruktivisme

Filsafat konstruktivisme adalah filsafat yang mempelajari hakikat

pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi (Suparno, 2013: 14). Menurut

filsafat konstruktivisme pengetahuan itu adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri

yang sedang menekuninya (Von Glaserfeld dalam Suparno, 2013: 14). Sedangkan

menurut Driver dan Bell pengetahuan bukanlah hanya kumpulan hukum atau

daftar fakta. Ilmu pengetahuan terutama sains adalah ciptaan fikiran manusia

dengan semua gagasan dan konsepnya yang ditemukan secara bebas (Eisntein dan

Infeld dalam Bettencourt 1989, dalam Suparno, 1997: 17).

Bila yang menekuni itu adalah siswa maka pengetahuan itu adalah bentukan

dari siswa itu sendiri. Oleh karena pengetahuan itu merupakan konstruksi

seseorang yang sedang mengolahnya maka pengetahuan itu tidak dapat ditransfer

atau dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa. Pengetahuan hanya dapat

ditawarkan kepada siswa untuk dikonstruksikan sendiri secara aktif oleh siswa itu

sendiri.

Para konstruktivis menjelaskan bahwa alat atau sarana yang tersedia bagi

seseorang untuk mengetahui sesuatu adalah inderanya (Suparno, 1997: 18).

Tampak bahwa pengetahuan lebih menunjuk pada pengalaman seseorang, tanpa

(25)

Pengalaman tidak harus diartikan sebagai pengalaman fisik, tetapi juga dapat

diartikan sebagai pengalaman kognitif dan mental (Suparno, 1997: 19).

Menurut Suparno (2013: 19) filsafat konstruktivisme ini membawa dampak

pembelajaran bagi siswa dan guru.

1. Dampak Konstruktivisme bagi Siswa yang Belajar

Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah proses yang aktif dimana siswa

membangun sendiri pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka

pelajari. Dari proses ini siswa menyesuaikan konsep dan ide-ide baru yang mereka

pelajari dengan kerangka berfikir yang telah mereka punyai (Betterncourt, 1989;

Shymansky, 1992; Watss & Pope, 1989, dalam Suparno, 2013: 19).

Setiap siswa mempunyai cara untuk mengerti sendiri pelajaran fisika. Setiap

siswa mempunyai cara yang cocok untuk mengkonstruksikan bahan fisika yang

kadang sangat berbeda dengan yang lain.

2. Dampak Konstruktivisme bagi Guru Fisika

Menurut kaum konstruktivis, seorang pengajar atau guru berperan sebagai

mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan

baik (Suparno, 1997: 65). Tekanan ada pada siswa yang belajar dan bukan pada

disiplin atau guru yang mengajar. Siswa sudah membawa konsep awal sebelum

belajar fisika secara formal, maka seorang guru fisika perlu mengerti bahwa

siswanya bukanlah lembaran kertas kosong (tabula rasa) yang begitu saja dapat

(26)

mengerti sesuatu sebelum mengikuti pelajaran fisika karena pengalaman hidup

siswa itu.

Menurut Suparno (2013: 21) secara garis besar fungsi sebagai mediator dan

fasilitator dari guru itu dapat dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai berikut:

a. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa ambil

tanggung jawab dalam membuat perencanaan belajar, proses belajar, dan

membuat penelitian.

b. Menyediakan atau memberikan kegiatan yang merangsang keingintahuan

siswa, membantu siswa untuk mengekspresikan gagasannya dan

mengkomunikasikan ide ilmiahnya.

c. Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukan apakah pemikiran itu jalan

atau tidak.

d. Guru membantu dalam mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan siswa.

B. Metode Eksperimen

Secara singkat konstruktivisme mengungkapkan bahwa pengetahuan itu

adalah konstruksi siswa (Von Glasersfeld dalam Bettencourt, dalam Mattehews

1994, dalam Suparno, 2009: 24). Siswalah yang membentuk pengetahuan fisika

selama bela;jar fisika dalam otaknya. Oleh karena itu siswa hanya dapat mengerti

sesuatu konsep fisika bila mereka sendiri belajar aktif dan memikirkannya.

Metode eksperimen merupakan suatu cara mengajar yang memberikan

kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri data atau fakta yang

(27)

aktif, maka siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya. Pada dasarnya prinsip

pembelajaran konstruktivis dapat diwujudkan dengan metode eksperimen. Melalui

metode eksperimen siswa dapat berhadapan langsung dengan fenomena yang akan

dipelajari. Siswa dapat dengan bebas dan terbimbing melakukan kegiatan untuk

mencari jawaban dari masalah yang ditemui. Bila kita melihat tujuan

pembelajaran dengan metode eksperimen, maka metode eksperimen merupakan

pendekatan pembelajaran konstruktivis.

Menurut Suparno (2013: 18), metode eksperimen dan inquiry sangat cocok

untuk mendalami fisika karena dengan menggunakan metode eksperimen dan

inquiry siswa dapat mengamati, mengukur, mengumpulkan data, menganalisa data, dan menyimpulkan data. Secara umum metode eksperimen adalah metode

mengajar yang mengajak siswa untuk melakukan percobaan sebagai pembuktian,

pengecekan bahwa teori yang sudah dibicarakan itu memang benar (Suparno,

2013: 83). Metode eksperimen bukan untuk menemukan teori, tetapi lebih untuk

menguji teori atau hukum yang sudah ditemukan para ahli. Dalam praktik dapat

dilakukan eksperimen untuk menemukan teori atau hukumnya. Metode

eksperimen dalam proses pembelajaran IPA tidak terlepas dari metode ilmiah

(scientific method) dalam mempelajari IPA serta keterampilan proses IPA (Wisudawati & Sulistyowati, 2014: 155). Metode eksperimen dapat digunakan

untuk mengembangkan keterampilan proses sains.

Menurut Suparno Metode eksperimen dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

(28)

1. Eksperimen Terbimbing

a. Pengertian Eksperimen Terbimbing

Eksperimen terbimbing merupakan eksperimen yang seluruh jalannya

percobaan sudah dirancang oleh guru sebelum percobaan dilakukan oleh siswa.

Langkah-langkah yang harus dibuat siswa, peralatan yang harus digunakan, apa

yang harus diamati dan diukur semuanya sudah ditentukan sejak awal. Maka

siswa tidak akan bingung tentang langkah-langkah yang akan dibuat.

b. Tugas Guru

Untuk melakukan pembelajaran dengan eksperimen terbimbing, guru punya

peran sangat penting. Beberapa hal yang harus dilakukan guru adalah:

1) Memilih eksperimen apa yang akan ditugaskan kepada siswa;

2) Merencanakan langkah-langkah percobaan seperti: apa tujuannya,

peralatan yang digunakan, bagaimana merangkai percobaan, data yang

harus dikumpulkan siswa, bagaimana menganalisis data, dan apa

kesimpulannya;

3) Mempersiapkan semua peralatan yang akan digunakan sehingga pada

saat siswa mencoba siap dan lancar;

4) Pada saat percobaan sendiri, guru dapat berkeliling melihat bagaimana

siswa melakukan percobaanya dan memberikan masukan kepada siswa;

5) Bila ada peralatan yang macet guru membantu siswa agar alat dapat jalan

(29)

6) Membantu siswa dalam menarik kesimpulan dengan percobaan yang

dilakukan;

7) Bila siswa membuat laporan, maka guru harus memeriksannya;

8) Guru sebaiknya mempersiapkan petunjuk dan langkah percobaan dalam

satu lembar kerja sehingga memudahkan siswa bekerja.

c. Tugas Siswa

Dalam eksperimen siswa sendiri atau dalam kelompok kecil melakukan

percobaan sesuai dengan petunjuk yang diberikan guru. Dalam percobaan, siswa

antara lain akan melakukan tindakan berikut:

1) Membaca petunjuk percobaan dengan teliti;

2) Mencari alat yang diperlukan;

3) Merangkai alat-alat sesuai dengan skema percobaan;

4) Mulai mengamati jalannya percobaan;

5) Mencatat data yang diperlukan;

6) Mendiskusikan dalam kelompok untuk ambil kesimpulan dari data yang

ada;

7) Membuat laporan percobaan dan mengumpulkan;

8) Dapat juga mempresentasikan percobannya di depan kelas.

2. Eksperimen Bebas

Eksperimen bebas merupakan eksperimen dimana guru tidak memberikan

(30)

banyak berfikir sendiri, bagaimana akan merangkai rangkaian, apa yang harus

diamati, diukur, dianalisa serta disimpulkan.

Keuntungan dari eksperimen bebas adalah siswa ditantang untuk

merencanakan percobaan sendiri tanpa banyak dipengaruhi arahan guru. Dengan

demikian, akan tampak bagaimana kreativitas, kepandaian, dan kemampuan siswa

dalam memecahkan tugas yang diberikan guru. Jelas model ini lebih konstruktivis

dari pada percobaan yang sudah dibuatkan langkah-langkahnya.

Dalam penelitian ini digunakan metode eksperimen bebas terbimbing. Guru

tidak memberi petunjuk percobaan secara rinci. Siswa dibantu dengan

pertanyaan-pertanyaan yang memandu untuk melakukan percobaan, sehingga siswa akan

lebih aktif untuk merancang percobaan.

3. Keunggulan Metode Eksperimen

Menurut Djajadisastra (1982: 16) ada beberapa keuntungan menggunakan

metode eksperimen dalam pembelajaran, yaitu:

a) Siswa mengalami atau mengamati sendiri suatu proses atau kejadian;

b) Karena mengamati sendiri suatu proses atau kejadian, maka siswa menjadi

benar-benar yakin akan hasil suatu proses;

c) Siswa menjadi lebih bersikap hati-hati, teliti, dan mampu berfikir analitis;

d) Memupuk dan mengembangkan sikap berfikir ilmiah;

e) Membangkitkan hasrat ingin tahu pada anak;

(31)

4. Kelemahan Metode Eksperimen

Menurut Djajadisastra (1982: 17) ada beberapa kelemahan menggunakan

metode eksperimen dalam pembelajaran, yaitu:

a) Tidak semua mata pelajaran dapat diajarkan dengan metode eksperimen;

b) Tidak semua hal dapat dieksperimenkan;

c) Eksperimen tidak selalu berhasil seperti yang diharapkan;

d) Mahalnya alat-alat praktikum menjadi hambatan untuk melakukan

eksperimen di sekolah.

C. Hasil Belajar 1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua

orang dan berlangsung seumur hidup. Salah satu tanda bahwa seseorang telah

belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya, tingkah laku

tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan

keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif)

(Siregar dan Nara, 2011: 3).

Menurut Ausubel, Novak, dan Hanesian (dalam Suparno, 1997: 53) ada dua

jenis belajar yaitu belajar bermakna (meaningful learning) dan belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang

(32)

informasi baru dalam dunia pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan

dengan apa yang telah ia ketahui.

Menurut Ausubel dalam proses belajar ini siswa mengkonstruksi apa yang ia

pelajari sendiri. Teori belajar Ausubel ini sangat dekat dengan inti pokok

konstruktivisme. Keduanya menekankan pentingnya belajar mengasosiasikan

pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru ke dalam sistem pengertian yang

telah dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru ke

dalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa. Keduanya menekankan

andaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif.

Beberapa tokoh lain juga mendefinisikan pengertian belajar. Belajar

didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang relatif tetap yang disebabkan

praktik atau pengalaman yang sampai pada situasi tertentu (Singer 1968, dalam

Siregar dan Nara 2011: 4). Menurut James O. Whittaker, belajar adalah proses

dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman

(dalam Annurrahman, 2010: 35). Pendapat Whittaker didukung oleh pendapat

Hilgard (1962) yang mengemukakan bahwa belajar adalah suatu perubahan

kegiatan yang dimaksud mencakup pengetahuan, kecakapan, tingkah laku, dan ini

diperoleh melalui latihan (pengalaman) (dalam Susanto, 2015: 3). Holgard

menegaskan bahwa belajar merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam

diri seseorang melalui latihan, pembiasaan, dan pengalaman.

Menurut Herman Hudojo (1988: 1) belajar merupakan kegiatan bagi setiap

orang. Herman Hudojo mengungkapkan bahwa pengetahuan keterampilan,

(33)

disebabkan oleh proses belajar. Karena itu seseorang dikatakan belajar apabila diri

orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan

tingkah laku.

Menurut Gagne (1989, dalam Susanto 2015: 1) belajar dapat didefinisikan

sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai suatu

proses dimana organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Belajar

dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Dua konsep ini menjadi terpadu dalam satu kegiatan dimana terjadi interaksi

antara guru dengan siswa, serta siswa dengan siswa pada saat pembelajaran

berlangsung.

Paul Suparno (2013: 19) mendefinisikan belajar sebagai proses aktif dimana

siswa membangun sendiri pengetahuannya. Siswalah yang mencari arti sendiri

dari yang mereka pelajari. Belajar bukanlah suatu kegiatan mengumpulkan fakta,

tetapi suatu perkembangan berfikir dengan membuat kerangka pengertian yang

baru. Siswa harus punya pengalaman dengan membuat hipotesis, meramalkan,

mengetes hipotesis, memanipulasi objek, memecahkan persoalan, mencari

jawaban, menggambarkan, meneliti, berdialog, dan mengadakan refleksi.

Dalam kesimpulan yang dikemukakan Abdillah (2002), belajar adalah suatu

usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik

melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif

dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu (dalam Aunurrahman, 2012:

35). Dengan demikian, secara singkat dapat disimpulkan bahwa belajar adalah

(34)

individu dengan lingkungannya, dimana perubahan tersebut melaui pengetahuan

(kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan

sikap (afektif).

2. Ciri–ciri Belajar

Dalam pengertian yang umum, belajar seringkali diartikan sebagai aktivitas

untuk memperoleh pengetahuan. Kemampuan orang untuk belajar menjadi ciri

penting yang membedakan jenisnya dari jenis mahluk yang lain (Gredler 1994

dalam Aunurrahman, 2011: 38). Menurut Surjadi seseorang dikatakan belajar

apabila perubahan-perubahan berikut ini terjadi (2012: 3):

1) Penambahan informasi;

2) Pengembangan atau peningkatan pengertian;

3) Penerimaan sikap-sikap baru;

4) Perolehan penghargaan baru;

5) Pengerjaan sesuatu dengan mempergunakan apa yang telah dipelajari;

6) Mengganti informasi lama.

Keenam jenis perubahan ini dapat dimasukan dalam tiga kategori yaitu:

pengetahuan (Cognitive), perasaan (Affective), dan perubahan (Behavioral). Siregar dan Nara (2011: 5) menjelaskan ada 4 ciri belajar yaitu:

1) Adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku tersebut

bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), maupun nilai

(35)

2) Perubahan belajar tidak berlangsung sesaat saja, melainkan menetap atau

dapat disimpan.

3) Perubahan itu tidak terjadi begitu saja, melainkan harus dengan usaha.

Perubahan akan terjadi bila ada interaksi dengan lingkungan.

4) Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik atau

kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ciri belajar yaitu membawa

perubahan pada seseorang yang mengalami proses belajar.

3. Prinsip Belajar dalam Pembelajaran

Dalam proses pembelajaran, guru dituntut untuk mampu mengembangkan

potensi siswa secara optimal. Agar aktivitas guru dalam proses pembelajaran

terarah pada upaya peningkatan potensi siswa secara komprehensip, maka

pembelajaran harus sesuai dengan prinsi-prinsip yang benar, yang bertolak dari

kebutuhan internal siswa untuk belajar. Prinsip belajar ini menunjuk kepada

hal-hal penting yang harus dilakukan guru agar terjadi proses belajar siswa sehingga

proses pembelajaran yang dilakukan dapat mencapai hasil yang diharapkan. Bagi

guru, kemampuan menerapkan prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran

akan dapat membantu terwujudnya tujuan pembelajaran yang dirumuskan dalam

perencanaan pembelajaran. Sementara bagi siswa prinsip-prinsip pembelajaran

akan membantu tercapainya hasil belajar yang diharapkan.

Berikut ini diuraikan kerangka dasar bagi penerapan prinsip-prinsip belajar

(36)

1) Hal apapun yang dipelajari peserta didik, ia harus mempelajarinnya

sendiri. Tidak seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut

untuk seseorang.

2) Setiap peserta didik belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri dan

untuk setiap umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar.

3) Peserta didik akan belajar lebih banyak apabila setiap langkah segera

diberikan penguatan.

4) Penguasaan secara penuh dari setiap langkah pembelajaran,

memungkinkan peserta didik belajar secara lebih berarti.

5) Apabila peserta didik diberikan tanggung jawab untuk mempelajari

sendiri, maka ia akan lebih termotivasi untuk belajar.

4. Hasil Belajar

Dalam kegiatan pembelajaran secara formal guru menetapkan tujuan belajar.

Siswa yang berhasil dalam belajar adalah siswa yang berhasil mencapai

tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Berikut adalah beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian hasil belajar.

Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan

belajar (Abdurrahman 1999 dalam Jihad dan Haris, 2013: 14). Menurut Benyamin

S. Bloom terdapat tiga ranah (domain) dari hasil belajar, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dari ranah kognitif ini merupakan hasil dari proses

berfikir atau perilaku dari hasil kerja otak. Hasil belajar untuk ranah afektif

(37)

membuat pilihan atau keputusan akan sesuatu hal. Sedangkan untuk hasil belajar

pada ranah psikomotorik yaitu dimunculkan oleh hasil kerja fungsi tubuh

manusia.

Selanjutnya Benyamin S. Bloom berpendapat bahwa hasil belajar dapat

dikelompokan ke dalam dua macam yaitu pengetahuan dan keterampilan (dalam

Jihad dan Haris, 2013: 14)

1) Pengetahuan terdiri dari empat kategori, yaitu:

a) Pengetahuan tentang fakta;

b) Pengetahuan tentang prosedural;

c) Pengetahuan tentang konsep;

d) Pengetahuan tentang prinsip.

2) Keterampilan juga terdiri dari empat prinsip, yaitu:

a) Keterampilan untuk berfikir atau keterampilan kognitif;

b) Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik;

c) Keterampilan bereaksi atau bersikap;

d) Keterampilan berinteraksi.

Menurut A.J. Romizowski (dalam Jihad dan Haris, 2013: 14) hasil belajar

merupakan keluaran (outputs) dari suatu sistem pemrosesan masukan (input). Masukan dari sistem tersebut berupa macam-macam informasi sedangkan

keluarannya adalah perbuatan atau kinerja. Sudjana (2012) berpendapat bahwa

hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima

(38)

Secara sederhana yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah

kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar (Susanto, 2015:

5). Dalam kegiatan pembelajaran biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Anak

yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran.

Nawawi (dalam Brahim, 2007 dalam Susanto 2015: 5) menyatakan bahwa hasil

belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari

materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam nilai yang diperoleh dari hasil

tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.

Djamarah dan Zain (2002:120, dalam dalam Susanto 2015: 3) menetapkan

bahwa hasil belajar tercapai apabila telah terpenuhi dua indikator berikut, yaitu:

1) Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi

tinggi, baik secara individual maupun kelompok;

2) Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus

telah dicapai oleh siswa baik secara individual maupun kelompok.

Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil

belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu (Sudjana, 2012: 3). Penilaian

proses belajar merupakan upaya untuk memberi nilai terhadap kegiatan belajar

mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan pengajaran.

Dalam penilaian dapat dilihat sejauh mana keefektifan dan efisien dalam

mencapai tujuan pengajaran yaitu perubahan tingkah laku siswa. Tujuan penilaian

menurut Sudjana (2012: 4) terbagi menjadi empat, yaitu:

1) Mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui

(39)

yang ditempuh, selain itu dapat diketahui pula posisi kemampuan siswa

dibandingkan dengan siswa lain.

2) Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran disekolah,

yaitu seberapa jauh keefektifan dalam mengubah tingkah laku para siswa

kearah tujuan pendidikan yang diharapkan. Keberhasilan pendidikan dan

pengajaran penting artinya mengingat peranannya sebagai upaya

memanusiakan atau membudayakan manusia.

3) Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan

penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta

strategi pelaksanaannya. Kegagalan para siswa dalam hasil belajar yang

dicapai hendaknya tidak dipandang sebagai kekurangan pada diri siswa,

tetapi bisa disebabkan oleh program pengajaran yang diberikan kepadanya

atau kesalahan strategi dalam melaksanakan program tersebut.

4) Memberikan pertanggungjawaban dari pihak sekolah kepada pihak yang

berkepentingan. Pihak yang dimaksud meliputi pemerintah, masyarakat,

dan orang tua siswa. Untuk mempertanggungjawabkan hasil yang telah

dicapai, sekolah memberikan laporan berbagai kekuatan dan kelemahan

pelaksanaan sistem pendidikan dan pengajaran serta kendala yang

dihadapi.

Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

secara khusus adalah suatu perolehan suatu konsep, pemahaman, atau

pengetahuan yang akan memungkinkan terjadi perubahan sikap seseorang atau

(40)

pengalaman belajar yang dapat dinyatakan dalam bentuk nilai. Baik buruknya

hasil belajar dapat dilihat dari hasil pengukuran yang berupa evaluasi. Selain

mengukur hasil belajar penilaian dapat juga ditunjukan kepada proses

pembelajaran, yaitu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keterlibatan siswa

dalam proses pembelajaran. Semakin baik proses pembelajaran maka hasil belajar

yang diperoleh akan semakin tinggi sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan

sebelumnya.

D. Keterampilan Proses Sains

Usman dan Setiawati (1993, dalam Susanto, 2015: 9) mengemukakan bahwa

keterampilan proses merupakan keterampilan yang mengarah kepada

pembangunan kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai

penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu siswa.

Keterampilan proses juga diartikan sebagai keseluruhan keterampilan ilmiah

yang terarah (baik kognitif maupun psikomotorik) yang dapat digunakan untuk

menemukan suatu konsep, prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang

telah ada sebelumnya, atau untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu

penemuan (Indrawati,1999, dalam Trianto 2012: 144). Dari penjabaran mengenai

keterampilan proses dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses merupakan

keterampilan baik secara mental, fisik, dan sosial yang mengarah pada proses

ilmiah (kognitif dan psikomotorik) yang digunakan untuk menemukan suatu

(41)

Ada empat alasan yang melandasi perlunya diterapkan pendekatan

keterampilan proses dalam kegiatan belajar mengajar (Semiawan, 1985: 14)

antara lain:

a. Perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga tak

mungkin lagi para guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada

siswa.

b. Para ahli psikologi umumnya sependapat bahwa anak-anak mudah

memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan

contoh kongkret, contoh yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang

hadapi. Perkembangan pikiran (kognitif) sesungguhnya dilandasi oleh

gerakan dan perbuatan. Anak harus bergerak dan berbuat sesuatu terhadap

obyek yang nyata.

c. Penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak, penemuannya bersifat

relatif. Suatu teori mungkin terbantah dan ditolak setelah orang mendapat

data baru yang mampu membuktikan kekeliruan teori yang dianut. Semua

konsep yang ditemukan melalui penyelidikan ilmiah masih tetap terbuka

untuk dipertanyakan, dipersoalkan, dan diperbaiki. Maka anak perlu dilatih

untuk selalu bertanya, berfikir kritis, dan mengusahakan

kemungkinan-kemungkinan jawaban terhadap satu masalah.

d. Dalam proses belajar mengajar, pengembangan konsep tidak dilepaskan

dari pengembangan sikap dan nilai dari diri anak didik. Karena itu,

(42)

sebagai wahana pengait antara pengembangan konsep dan pengembangan

sikap serta nilai.

Indrawati (1999, dalam Trianto 2012: 144) membagi keterampilan proses

menjadi dua tingkatan, yaitu keterampilan proses tingkat dasar (basic science process skill) yang meliputi observasi, klasifikasi, komunikasi, pengukuran, prediksi dan inferensi. Sedangkan keterampilan proses terpadu (intregated science

process skill) meliputi menentukan variabel, menyusun tabel data, menyusun grafik, menginterprestasi data, memberi hubungan variabel, memproses data,

menganalisis penyelidikan, menyusun hipotesis, menentukan variabel secara

oprasional, merencanakan penyelidikan dan melakukan eksperimen.

1. Keterampilan proses tingkat dasar (basic science process skill) meliputi: a. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah salah satu keterampilan ilmiah yang

mendasar. Mengobservasi atau mengamati tidak sama dengan melihat (Semiawan,

1985: 19). Dalam melakukan observasi digunakan semua indera, untuk melihat,

mendengar, merasa, mengecap, dan mencium. Observasi atau mengamati

memiliki dua sifat utama, yakni sifat kualitatif dan sifat kuantitatif (Dimyati dan

Mudjiono, 2006: 142). Mengamati bersifat kualitatif apabila dalam

pelaksanaannya hanya menggunakan panca indera untuk memperoleh informasi.

Sedangkan mengamati bersifat kuantitatif apabila dalam pelaksanaanya selain

menggunakan panca indra, juga menggunakan peralatan lain yang memberikan

(43)

Menurut Trianto (2012: 144) ada beberapa perilaku yang dikerjakan siswa

pada saat melakukan observasi atau pengamatan

1) Penggunaan indera-indera tidak hanya penglihatan;

2) Pengorganisasian objek-objek menurut suatu sifat tertentu;

3) Pengidentifikasian banyak sifat;

4) Melakukan pengamatan kuantitatif;

5) Melakukan pengamatan kuantitatif.

b. Klasifikasi

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 142) mengklasifikasi merupakan

keterampilan proses untuk memilah berbagai objek peristiwa berdasarkan

sifat-sifat khususnya, sehingga didapat golongan atau kelompok sejenis dari objek yang

dimaksud. Dalam membuat klasifikasi, dituntut kecermatan anak dalam

mengamati.

Pengklasifikasian adalah pengelompokan objek-objek menurut sifat-sifat

tertentu (Trianto 2012: 145). Semakin tinggi tingkat pendidikan anak, semakin

rumit jenis klasifikasi yang dapat dilatih. Menurut Trianto (2012: 145) ada dua

perilaku siswa dalam melakukan kegiatan klasifikasi antara lain:

1) Pengidentifikasian suatu sifat umum

(44)

c. Komunikasi

Menurut Semiawan (1987: 32) setiap ahli dituntut agar mampu

menyampaikan hasil penemuannya kepada orang lain. Komunikasi atau

pengkomunikasian adalah mengatakan apa yang ketahui dengan ucapan kata-kata,

tulisan, gambar, demonstrasi, atau grafik (Trianto, 2012: 145).

Menurut Trianto (2012: 146) ada beberapa perilaku yang dikerjakan siswa

pada saat melakukan komunikasi antara lain:

1) Pemaparan pengamatan dengan menggunakan kata yang sesuai

2) Pengembangan grafik atau gambar untuk menyajikan pengamatn dan

peragaan data

3) Perancangan poster atau diagram untuk menyajikan data untuk

menyakinkan orang lain.

d. Pengukuran

Pengukuran adalah penemuan ukuran dari suatu objek, objek tersebut

dibandingkan dengan suatu pengukuran (Trianto, 2012: 146). Keterampilan

mengukur sangat penting dalam kerja ilmiah. Proses ini digunakan untuk

melakukan pengamatan kuantitatif. Dasar dari pengukuran adalah pembanding

(Semiawan, 1985: 21). Semakin tinggi tingkat sekolah, pengukuran yang

(45)

e. Inferensi

Inferensi atau kesimpulan sementara sering dilakukan oleh seorangilmuwan

dalam proses penelitian. Kesimpulan tersebut bukan merupakan kesimpulan akhir,

hanya merupakan kesimpulan sementara yang dapat diterima sampai pada saat ini

(Semiawan, 1985: 30).

f. Prediksi

Prediksi atau peramalan adalah pengajuan hasil-hasil yang mungkin

dihasilkan dari suatu percobaan (Trianto, 2012: 145). Prediksi dapat diartikan juga

sebagai membuat ramalan tentang segalah hal yang terjadi pada waktu mendatang,

berdasarkan perkiraan pada pola, hubungan antar fakta, konsep, dan prinsip dalam

ilmu pengetahuan (Dimyati & Mudjiono, 2006:144). Prediksi atau peramalan ini

ini didasarkan pada pengamatan dan inferensi sebelumnya. Prediksi merupakan

suatu pernyataan tentang pengamatan apa yang mungkin dijumpai di masa yang

akan datang. Beberapa perilaku siswa antara lain:

1) Penggunaan data dan pengamatan yang sesuai;

2) Penafsiran generalisasi tentang pola-pola;

3) Pengujian kebenaran dari prediksi atau ramalan yang sesuai.

2. Keterampilan proses terpadu (intregated science process skill)

Adapun keterampilan proses terpadu yang digunakan dalam penelitian ini

(46)

a. Menentukan variabel

Variabel digunakan untuk memilih faktor yang mempengaruhi suatu

penelitian (Semiawan, 1985: 28). Dalam penyelidikan ilmiah para ilmuwan

sering mengendalikan variabel eksperimen atau penelitian (Semiawan,1985: 28).

Dalam suatu eksperimen, seluruh variabel harus dijaga tetap sama kecuali satu,

yaitu variabel manipulasi.

Dalam pengendalian variabel ada beberapa perilaku yang harus diperhatikan.

Menurut Trianto (2012: 147) beberpa perilaku tersebut antara lain:

1) Pengidentifikasian variabel yang mempengaruhi hasil;

2) Pengidentifikasian variabel yang diubah dalam percobaan;

3) Pengidentifikasian variabel yang dikontrol dalam suatu percobaan.

b. Meyusun tabel data

Keterampilan membuat tabel perlu diajarkan kepada siswa karena fungsinya

yang penting untuk menyajikan data yang diperlukan dalam penelitian (Dimyati &

Mudjiono, 2006:146).

c. Meyusun grafik

Keterampilan membuat grafik adalah kemampuan mengolah data untuk

disajikan dalam bentuk visualisasi garis atau bidang datar dengan variabel

termanipulasi pada sumbu datar dan variabel hasil pada sumbu vertikal (Dimyati

& Mudjiono, 2006:147). Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan

(47)

membuat grafik garis, membuat grafik balok, dan membuat grafik bidang lain.

Keterampilan membuat grafik ini untuk memudahkan dan meningkatkan daya

tarik penyajian data.

d. Memberi hubungan variabel

Keterampilan mendeskripsikan hubungan antar variabel merupakan salah satu

kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap peneliti. Menurut Dimyati dan

Mudjiono (2006:147) keterampilan ini dapat diartikan sebagai kemampuan

mendeskripsikan hubungan antar variabel termanipulasi dengan variabel hasil.

Hubungan antar variabel ini perlu digambarkan karena merupakan inti penelitian

ilmiah (Singarimbun, 1986, dalam Dimyati & Mudjiono 2006:144).

e. Memproses data

Menurut Surakhmad (1978, dalam Dimyati & Mudjiono, 2006:148)

keterampilan mengolah data diperlukan untuk pengukuran dan pengujian

hipotesis. Keterampilan memproses data adalah kemampuan memperoleh

informasi/data dari orang atau sumber informasi lain dengan cara lisan, tertulis,

atau pengamatan dan mengkajinya secara kuantitatif atau kualitatif sebagai dasar

pengujian hipotesis atau penyimpulan (Dimyati & Mudjiono, 2006:148).

f. Menganalisa penyelidikan/penelitian

Untuk menjadi seorang ilmuwan, keterampilan menganalisis penelitian sangat

(48)

penelitian merupakan kemampuan menelaah laporan penelitian untuk

meningkatkan pengenalan terhadap unsur-unsur penelitian (Dimyati & Mudjiono,

2006:148).

g. Menyusun / merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah suatu perkiraan yang beralasaan untuk menerangkan suatu

kejadian atau pengamatan tertentu (Semiawan, 1985:24). Menyusun/ merumuskan

hipotesis adalah merumuskan dugaan yang masuk akal yang akan dapat diuji

tentang bagaimana atau mengapa sesuatu terjadi (Trianto, 2012: 147). Perumusan

hipotesa ini berdasarkan pengamatan dan inferensi. Dalam kerja ilmiah, seorang

ilmuwan biasanya membuat hipotesis yang kemudian diuji melalui eksperimen.

Keterampilan menyusun hipotesis menghasilkan rumusan dalam bentuk kalimat

pertanyaan (Dimyati & Mudjiono, 2006:149).

Menurut Trianto (2012: 147) ada beberapa perilaku yang dikerjakan siswa

pada saat merumuskan hipotesis antara lain:

1) Perumusan hipotesis berdasarkan pengamatan dan inferensi;

2) Merancang cara-cara untuk menguji hipotesis;

3) Merevisi hipotesis apabila data tidak mendukung hipotesis tersebut.

h. Menentukan variabel secara oprasional

Variabel secara oprasional adalah perumusan suatu definisi berdasarkan pada

apa yang dilakukan atau apa yang diamati. Suatu definisi oprasional mengatakan

(49)

atau kejadian itu (Trianto, 2012: 147). Beberapa perilaku siswa yang dapat

dilakukan adalah:

1) Memaparkan pengalaman-pengalaman dengan menggunakan

objek-objek konkret;

2) Mengatakan apa yang diperbuat objek-objek tersebut;

3) Memaparkan perubahan atau pengukuran selama suatu kejadian.

i. Merencanakan penyelidikan

Penyelidikan atau penelitian tidak lain adalah usaha menguji atau mengetes

melalui penyelidikan praktis (Semiawan, 1985: 26). Perencanaan penyelidikan ini

diperlukan alam kegiatan ilmiah karena untuk melakukan suatu percobaan atau

penelitian dibutuhkan perencaan yang matang. Karena tanpa rencana bisa terjadi

pemborosan waktu, tenaga, dan biaya serta hasilnya mungkin tidak sesuai dengan

yang diharapkan.

j. Melakukan eksperimen.

Melalukan eksperimen adalah pengujian dari hipotesisi atau prediksi (Trianto,

2012:146). Menurut Dimyati & Mudjiono (2006:150) bereksperimen merupakan

keterampilan mengadakan pengujian terhadap ide-ide yang bersumber dari fakta,

konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan sehingga dapat diperoleh informasi yang

menerima atau menolak ide-ide itu.

Kemampuan atau keterampilan ini justru berproses dalam kerja ilmiah.

(50)

dalam wujud potensi atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas,

kemampuan yang masih sederhana, kemampuan yang masih perlu dirangsang

agar mampu menampilkan diri (Semiawan, 1985: 18).

Dengan mengembangkan keterampilan memproseskan perolehan, anak akan

mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta

menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Dengan

demikian keterampilan proses menjadi sebuah roda penggerak penemuan dan

pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan dan pengembangan sikap dan

nilai atau tindakan dalam proses belajar mengajar. Seperti ini akan menciptakan

kondisi cara belajar siswa aktif (Semiawan, 1985: 18).

3. Keterampilan Proses dalam IPA

Trianto (2012: 148) mengemukakan bahwa keterampilan proses perlu

dilatihkan atau dikembangkan dalam pembelajaran IPA karena keterampilan

proses mempunyai peran-peran sebagai berikut:

a. Membantu siswa belajar mengembangkan pikirannya.

b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan.

c. Meningkatkan daya ingat.

d. Memberi kepuasan intrinsik bila anak telah berhasil melakukan sesuatu.

e. Membantu siswa mempelajari konsep-konsep sains.

Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan proses IPA, anak akan

mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta

(51)

Muhammad (2003, dalam Trianto, 2012: 150) mengemukakan beberapa tujuan

melatihakan keterampilan proses pada pembelajarana IPA, diantarannya sebagai

berikut:

a. Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, karena dalam melatihkan

ini siswa dipacu untuk berpartisupasi secara aktif dan efisien dalam

belajar.

b. Menuntaskan hasil belajar siswa secara serentak, baik keterampilan

produk, proses maupun keterampilan kinerjannya.

c. Menemukan dan membangun sendiri konsepsi serta dapat

mendefinisikan swecara benar untuk mencegak terjadinya miskonsepsi.

Untuk lebih memperdalam konsep, pengertian, dan fakta yang

dipelajarinya

E. Perubahan Wujud Zat

Kalor dapat mengubah wujud zat. Misalnya es (zat padat) yang dipanaskan

(diberi kalor) akan berubah wujudnya menjadi air (zat cair). Demikian pula

sebaliknya air (zat cair) yang didinginkan akan berubah wujud menjadi es. Pada

(52)

Gambar 2.1 Diagram perubahan wujud zat.

Melebur  perubahan wujud dari padat ke cair

Membeku  perubahan wujud dari cair menjadi padat

Menguap  perubahan wujud dari cair ke gas

Mengembun perubahan wujud dari gas menjadi cair

Menyublim  perubahan wujud dari padat menjadi gas

Menghablur / deposisi  perubahan wujud dari gas ke padat

1. Kalor Laten

Kalor laten adalah banyaknya kalor yang diperlukan oleh 1 kg zat untuk

mengubah wujud zat itu. Disebut kalor laten (laten artinya tersembunyi) karena

pemberian kalor ini pada suatu zat tidak tampak sebagai kenaikan suhu.

a) Kalor laten lebur dan beku

Kalor laten lebur atau kalor lebur adalah banyaknya kalor yang diserap untuk

mengubah 1 kg zat dari wujud padat menjadi cair pada titik leburnya.

Kalor laten beku atau kalor beku adalah banyaknya kalor yang dilepaskan

untuk mengubah 1 kg zat dari wujud cair menjadi padat pada titik bekunya. Kalor

lebur sama dengan kalor beku dan titik lebur sama dengan titik beku.

Kalor yang digunakan untuk mengubah wujud benda disebut kalor laten.

Kalor beku sama dengan kalor lebur (Hf). Kalor laten lebur (Hf) adalah banyaknya

kalor yang diperlukan oleh m kg zat untuk melebur adalah Q joule.

(53)

Dengan Q = kalor,

m = massa zat

Hf = kalor lebur

b) Kalor laten didih dan embun

Kalor laten didih atau kalor didih adalah banyaknya kalor yang diserap untuk

mengubah 1 kg zat dari wujud cair menjadi uap pada titik didihnya. Kalor didih

juga disebut kalor uap.

Kalor laten embun atau kalor embun adalah banyaknya kalor yang dilepaskan

untuk mengubah 1 kg zat dari wujud uap menjadi cair pada titik embunnya. Kalor

didih sama dengan kalor embun dan titik didih sama dengan titik embun.

Kalor yang digunakan untuk mengubah wujud benda disebut kalor laten.

Kalor embun sama dengan kalor didih (Hv). Kalor didih (Hv) adalah banyaknya

kalor yang diperlukan untuk mengubah 1 kg zat dari air ke gas. Besarnya sama

dengan

Hv = Q / m atau Q = m.Hv

Dengan Q = kalor,

m = massa zat

(54)

Tabel 2.1 Kalor Lebur dan Kalor Didih Beberapa Zat. No Zat Titik

lebur (˚C)

Kalor lebur (J/kg)

Titik didih (˚C)

Kalor didih (J/kg)

1 Alkohol -144 1,05 x 105 78 8,54 x 105 2 Tembaga 1083 1,34x 105 1187 5,07 x 106 3 Timah 330 2,50 x 104 1170 8,70 x 105 4 Merkuri -39 1,20 x 104 358 2,97 x 105 5 Perak 961 8,80 x 104 2193 2,33 x 106

6 Air 0 2,50 x 104 100 2,26 x 106

2. Grafik Suhu Terhadap Waktu

Gambar grafik suhu terhadap waktu untuk es yang dipanaskan sampai menjadi

uap air. Gambar di atas menunjukan grafik suhu-waktu ketika sejumlah massa

tertentu es yang bersuhu dibawah 0˚C dipanaskan (diberi kalor). Suhu naik (dari a

ke b) sampai pada titik lebur es 0˚C dicapai. Antara a dan b berwujud padat (es).

Kemudian ketika kalor ditambahkan (dari b ke c), suhu tetap sampai semua es

melebur menjadi air. Antara b dan c berwujud padat (es) dan cair (air). Kemudian

(55)

wujud cair (air). Pada titik didih (dari d ke e) kembali suhu tetap walau kalor terus

ditambahkan sampai semua air mendidih menjadi uap air (gas). Antara d dan e

terdapat wujud cair (air) dan gas (uap air).

Peneliti menggunakan buku Physics For Senior High School Year X

(Purwoko dan Fendi, 2009:198), Physics For Senior High School Second

Semester Grade X (Kanginan, 2010:165) dan Pengantar Termofisika (Suparno,

(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif adalah

desain penelitian yang menggunakan data berupa skor atau angka, lalu

menggunakan analisis dengan statistik. Sedangkan penelitian kualitatif adalah

penelitian yang bersifat deskriptif, data yang dikumpulkan dalam bentuk

kata-kata, gambar, dan keadaan (Suparno, 2007: 136-154).

Penelitian ini disebut kuantitatif karena data yang diperoleh untuk mengukur

keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa dalam bentuk skor yang

dianalisa secara statistik. Sedangkan penelitian ini dikatakan kualitatif karena

peneliti menjelaskan gambaran keterampilan proses sains siswa selama penelitian

secara deskriptif, dan data yang diperoleh dianalisa secara kualitatif. Penelitian

kualitatif ini bermanfaat untuk memperkuat data kuantitatif mengenai

keterampilan proses sains siswa.

Penelitian ini menggunakan treatmen metode eksperimen terbimbing.

Sedangkan desain penelitian ini menggunakan pretest and posttest control group.

Pretest and posttest control group adalah desain penelitian yang terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok treatmen dan kelompok kontrol. Kelompok yang

pertama adalah kelompok treatmen yaitu kelompok yang menerima treatmen

sedangkan kelompok kedua adalah kelompok kontrol. Kelompok kontrol

merupakan kelompok yang dibantu belajar lewat metode ceramah. kelompok

(57)

lebih baik atau tidak.

Kedua kelompok tersebut akan diberi pre-test dan post-test. Pre-test digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa

sebelum diberikan treatmen. Pre-test juga digunakan untuk mengetahui apakah

kedua kelompok itu memiliki karakter yang sama atau beda. Sedangkan post-test digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa

setelah diberikan treatmen. Desain penelitian yang digunakan dapat dilihat pada

tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1 Pre-test and Post-test Control Group

Treatment Group O1 X1 O1’

Control Group O2 X2 O2’

Keterangan:

O1 : Pre-test kelas treatmen(Kelas X.2)

X1 : Pembelajaran dengan metode eksperimen (Kelas X.2)

O1’ : Post-test kelas treatmen (Kelas X.2)

O2 : Pre-test kelas kontrol (Kelas X.1)

X2 : Pembelajaran dengan metode ceramah (Kelas X.1)

(58)

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi SMA Stella Duce Bantul kelas X.1

dan kelas X.2 yang terdiri dari 53 orang. Kelas X.1 terdiri dari 27 siswa: 15 siswi

dan 12 siswa. Kelas X.1 akan digunakan sebagai kelas kontrol. Sedangkan kelas

X.2 terdiri dari 26 orang: 13 siswa dan 13 siswi, akan digunakan sebagai kelas

eksperimen.

C.Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Sella Duce Bantul, Ganjuran,

Sumbermulyo, Bambanglipuro, Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di SMA Sella Duce

Bantul, Ganjuran, Sumbermulyo, Bambanglipuro, Yogyakarta.

D. Treatmen

Treatmen adalah perlakuan peneliti kepada subyek yang mau diteliti agar

nantinya mendapatkan data yang diinginkan (Suparno, 2007: 51). Treatmen yang

digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen terbimbing. Pada kelas X.2

diberikan metode pembelajaran dengan eksperimen. Sedangkan pada kelas X.1

sebagai kelas kontrol diberikan metode pembelajaran dengan ceramah

Gambar

Gambar 1. Gambar Pretest Kelas Kontrol ..........................................................
gambar 2.1 ditunjukan diagram perubahan wujud zat.
Gambar 2.1 Diagram perubahan wujud zat.
Tabel 2.1 Kalor Lebur dan Kalor Didih Beberapa Zat. No
+7

Referensi

Dokumen terkait

UNTUK MEWUJUDKAN MALIOBORO YANG LEBIH AMAN DAN NYAMAN / ITULAH BERSAMA PEMKOT / POLTABES / DAN LPKKM LEMBAGA. PENGEMBANGAN KOMUNITAS KAWASAN MALIOBORO (LPKKM) /

Dalam hal ini kaitan penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah variabel-variabel yang mempengaruhi pergerakan penduduk dari perumahan, misalnya

[r]

Sebagai saran dari hasil penelitian, dalam pemberian materi pembelajaran bola kecil, hendaknya diberikan secara bertahap dari yang termudah sampai yang tersulit,

Pengumpulan data dilakukan melalui analisis pada 197 data rekam medis dari kanker paru primer pada Januari 2011 - Desember 2012 yang dipilih dengan metode

Sumber daya manusia diakui sebagai unsur yang sangat penting dan merupakan asset perusahaan, dimana manusia memiliki : sikap, cara berfikir, kebutuhan, keinginan bertanggung jawab

Lampiran 12 Lembar Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran Make a match siklus III 125 Lampiran 13 Lembar Observasi Keterampilan Kerjasama Siswa Siklus III 126 Lampiran

Usaha yang dilakukan oleh perusahaan dalam memperhatikan kebutuhan, keinginan dan memberikan kenyamanan dalam bekerja bagi karyawannya, adalah dengan memberikan