706
IMPLEMENTASI LAYANAN SELF SERVICE BAGI NARAPIDANA DAN PENGUNJUNG DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN
Elsafira Maghfiroti Resyanta1, Puspitadini Cahyaning Utami2, Saraswati3 Politeknik Ilmu Pemasyarakatan
[email protected], [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Layanan informasi self service yang saat ini sedang banyak di sorot oleh publik merupakan sebuah legitimasi pelayaan tanpa pungutan liar. Self service di wilayah pemasyarakatan ialah sebuah inovasi untuk menjalankan transparansi layanan pemasyarakatan berbasis teknologi informasi guna mempermudah pemberian hak-hak kepada narapidana. Dengan jumlah Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang ada dibawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan per tanggal 21 November 2019 sebanyak 358 Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan 165 Rumah Tahanan Negara (Rutan), sudah banyak UPT Pemasyarakatan yang menggunakan layanan self service. Dengan adanya self service warga binaan pemasyarakatan tidak perlu lagi untuk langsung bertatap muka dengan petugas tentang hak-haknya. Warga binaan pemasyarakatan bisa mengakses sendiri identitas pribadi mereka dan juga dapat melihat informasi mengenai masa penahanan, tanggal bebas, lalu semua hak yang akan didapatkan seperti remisi, tanggal bisa mengikuti program asimilasi dan mendapatkan pembebasan bersyarat. Hanya dengan menggunakan deteksi sidik jadi (finger print) wargabinaan pemasyarakatan dapat mengakses semua itu dalam bentuk Sistem Database Pemasyarakatan (SDP). Penelitian ini akan mengangkat permasalahan mengapa pelaksanaan layanan self service di UPT Pemasyarakatan belum berjalan optimal?. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui efektifitas dari layanan self service bagi narapidana dan tahanan. Penelitian ini menggunakan pedekatan penelitian kualitatif dengan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumen yang selanjutnya diolah dan dianalisis secara kualitatif. Hasil dari penelitian ini dapat menunjukan bahwa layanan self service sangat diperlukan di setiap Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan. dapat mempermudah warga binaan pemasyarakatan serta mendukung program wbk wbbm saat ini.
Kata kunci : Layanan; Self Service; Narapidana; Tahanan
ABSTRACT
The self-service information service that is currently being highlighted by the public is a legitimate service without illegal levies. Self-service in the penal area itself is a inovation in implementing transparency of information technology-based correctional services to facilitate the granting of rights to prisoners. With the number of Technical Implementation Units (UPT) under the Directorate General of Corrections as of November 21, 2019, there were 358 Penitentiaries (Lapas) and 165 State Detention Houses (Detention Centers), many Correctional UPTs were using self service services. With the self-service prisoners, there is no need to directly face-to-face with officers about their rights. Correctional assisted residents can access their personal identities and can also view information on detention periods, free dates, and rights obtained such as remissions, dates when they can participate in the assimilation and parole program. Only by using finger print detection of correctional services can access all of that in the system of the Correctional Database System (SDP). This research will raise the issue why the implementation of self service services in UPT Penitentiary has not been running optimally ?. This research was conducted to determine the effectiveness of self service services for inmates and detainees. This study uses a qualitative research approach with observation, debriefing, and literature study techniques which are then processed and analyzed qualitatively. The results of this study can show that self service is needed in every Penitentiary Technical Implementation Unit. can facilitate correctional fostered citizens and support the current wbk wbbm program.
Keywords: Service; Self Service; Inmate; Prisoner
707 PENDAHULUAN
Seiring berkembangnya zaman teknologi di dunia semakin modern, sehingga membuat pemerintahan suatu negara berkembang harus selalu mengikuti berkembangnya teknologi. Sekarang ini teknlogi telah menjadi menjadi suatu kebutuhan dari masyarakat urban, di mana teknologi menjadi suatu tuntutan yang sangat dasar dari sebuah pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mendapatkan suatu pelayanan public secara efektif dan efisien seiring dengan perkembangan paradigm dari Old Public Administrtation hingga Dynamic Governance mempunyai hubungan yang begitu kental dengan berkembangnya suatu teknologi. Pada dewasa masyarakat suatu negara mempunyai peran besar dalam berjalannya suatu pemerintahan, masyarakat mempunyai tuntuan yang sangat besar akan adanya suatu pelayanan publik guna mampu meraih pelayanan publik yang prima (Buchari, 2016)
Pengaruh dari lingkungan dan globalisasi akan membawa dampak kepada ciri dari masyarakat yang berbasis informasi, membuat organisasi publik dituntut untuk memberikan suatu pelayanan yang lebih berkualitas yang tercermin dari adanya suatu prinsip-prinsip Good Governanceyaitu: transparan, akuntabilitas, hak yang sama, hak yang seimbang dan kewajiban, responsive, efektif dan efisien. Teknologi Informasi ialah studi atau peralatan elektronika, misalnya komputer, untuk menyimpan, menganalisa,dan menyampaikan berbagai informasi, mulai dari kata, angka, dan gambar. Teknologi Informasi ialah alat yang digunakan untuk membantu suatu pekerjaan dengan informasi dan menjalankan tug berkaitan dengan sebuah proses informasi. (Hofman, 2010).
Menurut Okut-Uma dan Caffrey e-Government diartikan sebagai the processes and structures pertinent to the electronic delivery of government services to the public (Proses dan struktur yang berkaitan dengan pengiriman elektronik layanan pemerintah kepada masyarakat). Isu e-governance mulai memasuki arena pembangunan di Indonesia didorong oleh adanya dinamika yang menurut perubahan-perubahan disisi pemerintahan. Governance disini diartikan sebagai mekanisme,praktek dan tata cara pemerintahan dan mengatur sumber daya serta pemecahan masalah publik, (Sumarto, 2004) gagasan inovatatif bisa muncul dimana saja,tetapi kesempatan untuk melakukan tindakan nyata untuk
708 merealisasikan gagasan tersebut tidak mudah untuk itu perlu ketekunan dan konsistensi.
Indonesia saat ini masuk ke dalam kategori korupsi yang kritis, hal ini disebabkan oleh buruknya sistem pemerintahan di Indonesia, dikarenakan Indonesia masih belum melaksanakan prinsip-prinsip pengelolaan pemerintahan yang baik (good government). Oleh karena itu tidak mengherankan apabila Indonesia berdasarkan survey transparansi Internasional indeks persepsi korupsi Indonesia tetap berada di urutan 89 sejak tahun 2017-2018.
Reformasi birokrasi ialah sebuah program perubahan pemerintahan yang memiliki tujuan untuk menciptakan pemerintahan yang baik, efektif dan efisien, gerakan reformasi birokrasi ini pertama kali di cetuskan oleh Kementrian Pendayaguaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MENPAN-RB) sebuah pemeritahan dapat di katakan baik dan bertanggung jawab apabila 9 komponen pentingnya tercapai. Menurut United Nation Development Program (UNDP) dasar yang diterapkan pada cara mengelola Pemerintahan yang Baik (Good Governance) ialah :
1) Partisipasi Setiap Orang atau Warga
Setiap warga negara mempunyai hak untuk memberikan pendapat yang sama dalam setiap pengambilan suatu keputusan, melalui langsung maupun melalui lembaga perwakilan, sesuai seperti kehendak dan aspirasi mereka.
Partisipasi perlu diterapkan dalam suatu kebebasan yang berserikat dan berpendapat, juga kebebasan untuk berpartisipasi secara konstruktif.
2) Kepastian Hukum (Rule Of Law)
Susunan aturan hukum dan perundangan-undangan harus berlandaskan keadilan dan bisa ditegakkan serta dipatuhi secara penuh (impartialy), yang terpenting mengenai aturan hukum dan hak asasi manusia.
3) Transparansi
Transparansi harus dibangun untuk mewujudkan kebebasan aliran informasi beragam proses, kelembagaan dan informasi harus dapat di lihat secara bebas oleh orang yang membutuhkan dan juga disediakan secara memadai dan mudah dimengerti sehingga bisa dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan monitoring dan evaluasi.
709 4) Tanggung Jawab (Responsiveness)
Setiap instansi dan prosesnya harus megarah kepada upaya guna pihak- pihak yang berkepentingan. Keselarasan pada program dan kegiatan pelayanan yang akan diberikan dari organisasi publik dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat yang direncanakan dan dilaksanakan oleh organisasi publik, sehingga kinerja organisasi itu akan semakin baik. Responsivitas yang sangat rendah terlihat dari ketidakselarasan antara pelayanan yag diberikan dan kebutuhan bagi masyarakat. Hal itu jelas menggambarkan ketidakberhasilan sebuah organisasi untuk mencapai misi dan tujuan organisasi publik.
5) Orientasi Konsensus (Consensus Orientation)
Pemerintahan yang Baik (Good Governance) akan berlaku sebagai penengah (mediator) dari macam-macam kepentingan guna untuk mencapai kesepakatan yang paling baik bagi kepentingan semua pihak, memungkinkan juga diberlakukan terhadap kebijakan-kebijakan dan prosedur yang akan di tetapkan oleh pemerintah.
6) Berkeadilan (Equity)
Pemerintahan yang baik akan memberikan peluang yang sama baiknya kepada laki-laki maupun perempuan didalam usaha mereka guna meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup mereka.
7) Efektifitas dan Efisiensi
Dalam sebuah kegiatan dan kelembagaan ditujukan untuk dapat mendapatkan sesuatu yang sungguh sama dengan kebutuhan melewati pemanfaatan yang baik dari sumber yang ada.
8) Akuntabilitas
Para pengambil keputusan (Decision Maker) didalam organisasi yang memeberikan pelayanan dan masyarakat madani memiliki pertanggung jawaban (akuntabilitas) pada publik seperti kepada para pemilik (stakeholder).
9) Visi yang Strategis (Strategic Vision)
Para pemimpin dan masyarakat mempunyai pemikiran yang luas dan harus melihat kedepan mengenai penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik (Good Governance) dan pembangunan manusia, bersama- sama dengan kebutuhan guna pembangunan tersebut. Jumlah komponen ataupun dasar yang menjadi pedoman
710 tata pemerintahan yang baik sangat bervariasi dari satu instansi ke instansi lainnya, dari satu ahli ke ahli lainnya.
Namun paling tidak terdapat prinsip yang dianggap sebagai prinsip- prinsip utama yang mendasari good governance, yaitu transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas (Sedarmayanti M. A., 2009). Kementerian Hukum dan HAM adalah salah satu institusi pemerintahan yang melaksanakan program reformasi birokrasi.
Dengan adaya program reformasi birokrasi diharapkan mampu mencetak kader- kader yang berkarakteristik, berintegritas tinggi, professional dan memiliki dedikasi untuk melayani publik dengan baik, sehingga dapat mewujudkan pemerintahan yang good governance dan clean governance di wilayah kementerian Hukum dan HAM.
Sejak tahun 2010, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) bercita-cita untuk mewujudkan perubahan pada tata kelola organisasi pada institusi untuk membentuk suatu birokrasi pemerintahan yang profesional yang memiliki karakter, mampu mengikuti perubahan arus globalisasi, berintegritas tinggi , professional serta terbebas dari perilaku KKN, serta mampu memberikan pelayanan publik secara akuntabel (Good Governance). Hal yang dapat diupayakan guna mencapai Good Governance ialah dengan cara membentuk Zona Integritas pada satuan kerja. (kemenkumham.go.id, 2018)
Pemasyarakatan adalah salah satu institusi dibawah naungan kementrian hukum dan HAM yang merupakan penyedia pelayanan publik. Guna mencapai institusi yang good governance dan clean governance pemasyarakatan menyediakan layanan informasi bagi narapidana dan masyarakat berupa self service. Layanan self service merupakan suatu inovasi yang diciptakan untuk menunjang pemberian sebuah layanan oleh Lembaga Pemasyarakatan juga sebagai jawaban dari tantangan penyelenggaraan pemerintahan di era industry 4.0.
Terdapat 2 bentuk self service yang disediakan oleh Lembaga Pemasyarakatan yaitu, bagi narapidana dan bagi masyarakat. Untuk narapidana sendiri dengan adanya self service narapidana dapat mengetahui kapan mereka bias mendapatkan PB,CB, remisi serta masa tahapan yang mereka lalui. Sedangkan untuk masyarakat dengan adanya self service mempermudah masyarakat untuk registrasi layanan kunjungan. Akhir-akhir ini telah terjadi beberapa kasus pungli dalam
711 pemberian layanan public di Lembaga Pemasyarakatan seperti yang dimuat di laman berita nasional.okezone.com dikatakan bahwa pejabat yang ada di dalam Lembaga Pemasyarakatan tersebut meminta pugutan kepada Narapidana. Lalu pungutan itu diminta untuk mendapatkan remisi, pembebasan bersyarat, da cuti bersyarat (Batubara, 2019).
1.1 Rumusan Masalah
1. Bagaimana implementasi layanan self service bagi narapidana dan pengunjung di Lembaga Pemasyarakatan?
2. Apa saja kendala yang dihadapi dalam penerapan layanan self service di Lembaga Pemasyarakatan
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi layanan self service bagi narapidana dan pengunjung di Lembaga Pemasyarakatan.
2. Untuk mengetahui apa saja kendala yang dihadapi dalam penerapa layanan self service di Lembaga Pemasyarakatan
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.
Dengan menggunakan studi literature dari berbagai sumber data. Menurut John W. Creswell penelitian kualitatif dengan karateristik analisis data induktif dan deduktif (W. Creswell, 2016). Metode kualitatif adalah metode yang dilakukan dengan menggambarkan dan menjelaskan suatu informasi yang diperoleh dari hasil penelitian. Metode penelitian kualitatif sangat berhubungan langsung dengan sasaran hingga diperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Metode kualitatif lebih peka, sensitif atau lebih dapat menyesuaikan diri dengan penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola yang dihadapi (Bungin, 2007). Jenis penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian kualitatif yang mengartikan dan menjelaskan data yang berhubungan dengan kondisi yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi di dalam masyarakat, hubungan antarvariabel, perbedaan antar fakta, pengaruh terhadap suatu kondisi, dan lain-lain.
712 2.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data lapangan.
Lapangan digunakan untuk mencari informasi yang dibutuhkan oleh peneliti yang kemudian dianalisis. Maka dari itu jenis penelitian yang digunakan penulis adalah pendekatan kualitatif, yaitu suatu penelitian data deskriptif berupa kata-kata yang tertulis atau lisan.
Sumber data yang ada di dalam penelitian ini terdapat dua sumber yaitu sumer primer dan sumber sekunder :
a. Data Primer ialah sumber data yang berhubungan secara langsung dengan masalah yang akan dibahas dan orang yang berada di daerah tersebut. Responden ialah WBP yang bersedia untuk dimintai keterangan tentang sebuah fakta maupun pendapat. Keterangan tersebut bisa berupa tulisan atau lisan (Arikunto, 2002).
b. Data sekunder ialah sumber informasi yang didapat dari dokumentasi yang berhubungan dengan objek yang diteliti. Seperti: photo- photo kegiatan,data subtantif dan fasilitatif lembaga pemasyarakatan, dokumen kegiatan. Hal tersebut dilakukan guna membantu penulis didalam melakukan penelitian, serta guna mendapatkan kebenaran dari narasumber dalam memberikan keterangan mengenai hal yang berhubungan dengan objek yang diteliti.
2.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara yang dipergunakan penulis didalam melakukan penelitian guna mendapatkan info atau data yang tepat agar bisa dipertanggung jawabkan mejadi sebuah penelitian sosial yang bersifat ilmiah. Berikut ialah teknik pengumpulan data yang dimaksud terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:
a. Teknik pengumpulan data yang bersifat primer ialah melalui observasi atau pengamatan serta wawancara yang mendalam atau indept interview, dan dokumentasi.
a) Observasi
Observasi ialah pencarian mendalam mengenai gejala sosial bersifat
713 sistematis. Observasi yang digunakan didalam suatu penelitian ialah observasi secara langsung. Dimana melakukan penelitian berkunjung langsung ke lapangan, mengamati langsung tingkah laku objek, tanda- tanda yang terlihat di tempat melakukan penelitian serta memperhatikan kondisi yang sesuai dengan lingkungan dan mengobservasi semua kemungkinan yang ada mesebagai tambahan dimensi- dimensi baru dalam konteks memahami fenomena yang diteliti tersebut atau pengumpulan data dengan mengamati langsung dengan segala gejala yang terlihat di setiap penelitian, melalui cara mengumpulkan dan melalui pengamatan dan pencatatan serta pelaksanaan langsung pada tempat dimana kejadian atau keadaan itu terjadi.
b) Wawancara
Wawancara ialah teknik pengumpulan data yaiutu dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan secara langsung dengan narasumber.
Teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan, percakapan dan tanya jawab secara lisan dan tatap muka secara langsung dengan informan menggunakan interview guide (pedoman wawancara) yang bertujuan guna mengetahui tentang hal yang ada tidak bisa diobservasi, lalu jawaban dari responden dicatat atau direkam dengan alat perekam (Moleong, 2006)
c) Angket (Kuesioner)
Dalam penelitian ini metode yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi dari responden ialah dalam bentuk angket. Tipe angket yang penulis gunakan yaitu angket tertutup, yaitu angket yang telah tersedia jawabannya.
b. Kemudian data yang telah didapatkan dan bersifat sekunder seperti teori, pandangan hasil penelitian, buku dan catatan serta studi dokumentasi dan kepustakaan. Dalam studi kepustakaan ini mengumpulkan dan mempelajari beragam teori serta konsep dasar yang relevan dengan masalah yang diangkat. Teori dan konsep dasar tersebut diperoleh penulis melalui bermacam bacaan seperti buku, jurnal, dan bahan bacaan relevan lainnya
714 2.3 Analisis Data
Proses analisis data diawali dengan memahami informasi atau data yang telah didapatkan, baik yang berasal dari wawancara, pengamatan, maupun dari studi terhadap beragam dokumen. Semua data yang telah didapatkan diringkas dan dikategorikan sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Kemudian, data yang sudah di klasifikasikan tersebut di kontruksikan melalui pendekatan kualitatif kemudian diubah menjadi sebuah deskriptif guna selanjutnya dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan yang utuh. Analisis data ialah kegiatan setelah data dari semua responden terkumpul. Kegiatan dalam analisis data ialah : mengelompokan data sesuai variabel dan jenis responden, mentabulasi data didasari pada variabel dan jenis responden, menyajikan data tiap variabel yang telah diteliti, melakukan perhitungan guna menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan (Sugiyono, 2013)
KERANGKA TEORI ATAU TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Teknologi Informasi
Berdasarkan Undang- Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 1 (3) menyatakan bahwa Tekonologi Informasi adalah sebuah cara untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, menyiapkan memproses, mengumumkan, dan/atau menyebarkan informasi. Teknologi Informasi (TI) atau dikenal dalam bahasa Inggris dengan Information technology (IT), (Hofman, 2010) istilah untuk teknologi yang dapat membantu manusia dalam mengubah, mengkomunikasikan, membuat, menyimpan, dan atau menyebarkan informasi. TI menyatukan komputasi dan komunikasi berkecepatan untuk suara, data, dan video.
Contoh dari Teknologi Informasi tidak hanya komputer pribadi, tetapi juga telepon, TV, peralatan rumah tangga elektronik, dan peranti genggam modern (misalnya ponsel/gadget). Dalam konteks bisnis,yang dikutip oleh (Hofman, 2010) Information Technology Association of America menjelaskan penyimpanan, Pengolahan, informasi bergambar, penyebaran vokal, teks dan numerik oleh mikroelektronika berbasis kombinasi komputasi dan Telekomunikasi. Istilah pada definisi modern muncul pertama kali pada artikel 1958 yang dikeluarkan dalam
715 Harvard Business Review, Teknologi baru belum mempunyai nama satu-satunya yang didirikan.Kita dapat mengatakannya sebagai teknologi informasi (TI).
Teknologi Informasi merupakan sebuah perlengkapan elektronika, seperti komputer, yang dimana gunanya untuk menganalisa, menyimpan, dan menyebarkan informasi yang ada, termasuk bilangan, kata-kata, dan gambar.
Teknologi Informasi ialah sebuah alat yang dapat membantu sebuah pekerjaan dengan adanya sebuah informasi dan membuat tugas yang berkaitan dengan pemrosesan informasi. (Hofman, 2010). Berdasarkan kamus Oxford 1995 Teknologi Informasi (TI) dilihat dari susunan katanya adalah teknologi dan informasi. Kata teknologi beerarti penerapan dan pengembangan segala peralatan atau sistem untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupannya, kata teknologi sama artinya dengan tata cara.
Pengertian dari teknologi informasi itu sendiri Menurut McKeown yang dikutip oleh (Sutarman, 2012) teknologi informasi mengarah kepada semua bentuk teknologi yang dipakai untuk menciptakan, mengubah, menyimpan dan menggunakan informasi dalam setiap bentuknya. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Williams dan saywer yang dikutip oleh Suyanto, bahwa teknologi informasi adalah bentuk umum yang menjelaskan bahwa setiap teknologi yang membantu menghasilkan, menyimpan, memanipulasi mengkomunikasikan dan atau menyampaikan informasi.
3.2 Fungsi Teknologi Informasi
Teknologi Informasi pada saat sekarang merupakan suatu hal yang dirasa penting karena sangat banyak organisasi yang menggunakan teknologi informasi untuk mendukung kegiatan dari organisasi tersebut. Penerapan teknologi informasi pada perusahaan atau organisasi tentunya memiliki sebuah tujuan yang tidak sama karena penerapan TI dalam sebuah organisasi merupakan untuk menduung kepentingan dari usahanya. Adapun yang menjadi sebuah tujuan dari hadirnya teknologi informasi menurut Sutarman (Sutarman, 2012) untuk memecahkan masalah, kreativitas, membuka, dan meningkatkan efesiensi dan efektivitas dalam melakukan pekerjaan.
Fungsi Teknologi Informasi menurut Sutarman (Sutarman, 2012) ada lima fungsi, yaitu :
716 1. Mengolah (Processing)
Menggabungkan catatan rinci dari aktivitas, misalnya menerima input dari keyboard, mic, scanner dan sebagainya. Mengolah/memproses data masukan yang telah diterima untuk dijadikan informasi. pengolahan/pemrosesan data dapat berupa konversi , analisis , perhitungan, sintesis segala bentuk informasi dan data.
2. Menghasilkan
Menghasilkan sebuah informasi dalam bentuk yang berguna. Misalnya : tabel, laporan, grafik dan sebagainya
3. Transmisi
Memberikan informasi dan data dari sebuah lokasi ke lokasi lain melalui jaringan computer. Misalnya mengirimkan data dari user A ke user lainnya dan sebagainya.
3.3 Peranan Teknologi Informasi
Peranan Teknologi Informasi pada zaman sekarang telah sangat terikat dalam kehidupan manusia. Bagaimana tidak, Teknologi Informasi memiliki peran penting dalam proses pemenuhi kebutuhan manusia yang semakin bertambah, mulai dari berinteraksi,membaca berita,transaksi, belajar dan lain-lain. Semuanya menggunakan produk-produk Teknologi Informasi. Dalam dunia pendidikan Teknologi Informasi dapat menjadi transformasi pembelajaran ilmu pengetahuan yang lebih mudah dan cepat. Teknologi informasi dapat merubah perekonomian desa menjadi lebih baik kualitasnya dalam sektor Pertanian ,Perkebunan, Peternakan , dengan cara melihat informasi yang dirasa sangat penting berkaitan pada sektor-sektor tersebut. Dan tidak bisa delakkan, kehadiran teknologi dapat membawa sebuah pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan manusia di berbagai bidang, seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, keamanan, pertahanandan lain sebagainya. Dalam kehidupan manusia, dengan hadirnya teknologi informasi dalam kehidupan manusia membut teknologi informasi mejadi sumber yang bisa dipercaya untuk memenuhi sebagian besar keperluan manusia. Dari pembahasan di atas, bisa dipahami bahwa teknologi informasi mempunyai tujuan dan fungsi yang berbeda bagi suatu institusi maupun perusahaan dan itu semua tergantung pada bidang usaha masing-masing institusi maupun perusahaan.
717 3.4 Pelayanan Publik
Pelayanan Istilah pelayanan berasal dari kata “service” yang diambil dari Bahasa inggris. (Moenir, 2002) menjelaskan bahwa” pelayanan merupakan Gerakan yang dikerjakan oleh seseorang atau kelompok dengan menggunakan landasan tertentu dimana tingkat pemuasannya hanya dapat dirasakan oleh orang yang melayani atau dilayani, tergantung dari kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan dari pemakai.” Pelayanan umumnya merupakan serangkaian kegiatan, karena dalam proses pemberian pelayanan berlangsung secara rutin dan saling berkenimbungan meliputi keseluruhan kehidupan dalam berorganisasi di masyarakat. Proses yang dimaksud dilakukan saling memenuhi kebutuhan satu sama lain. Berdasarkan (Moenir, 2002) bahwa proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang langsung inilah yang dinakaman pelayanan.. Jadi dapat disimpulkan bahwa pelayanan adalah kegiatan yang memiliki tujuan untuk membantu seseorang untuk menyiapkan sesuatu yang dibutuhkannya.
Berdasarkan definisi tersebut maka dapat di mengerti bahwa pelayanan terjadi melalu hubungan antara konsumen dan pemberi pelayanan melalui alat yang berupa organisasi maupun suatu Lembaga.
Kerangka hukum (rule of law) public dan peraturan perundang- undangan harus selalu dirumuskan, ditetapkan dan dilaksanan berdarakan prosedur baku yang telah melembaga dan diketahui oleh masyarakat umum, serta memiliki kesempatan untuk mengevaluasinya. Pelayanan Publik Pelayanan Publik dapat diterjemahkan sebgai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat yang memiliki kepentingan terhadap organisasi itu sendiri dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terika pada suatu produk secara fisik sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang ditetapkan (Sinambela, 2006) Kualitas Pelayanan Publik Menurut KepMenPan 81/1995 kinerja organisasi public dalam memberikan pelayanan public dapat dilihat dari indicator, seperti:
1. Kesederhanaan adalah tata cara pelayanan umum menjadi mudah, lancer, capat, tidak berbelit-belit, mudah yaitu aturan yang dipahami dan mudah dilaksanakan.
2. Kejelasan dan kepastian tentang tata cara, rincian biaya layanan dan cara pembayarannya, jadwal dan waktu peyelesaian layanan, dan unit kerja.
718 3. Keamanan adalah usaha dalam memberikan rasa aman dan bebas terhadap
pelanggan dari adanya bahaya, resiko, dan keraguan-keraguan.
4. Keterbukaan adalah transfaransi informasi sehingga pelanggan dapat mengetahui seluruh informasi yang di butuhkan dengan mudah dan jelas.
Baik itu informasi tata cara, persyaratan, waktu,penyelesaian, biaya dan lain- lain.
5. Efisiensi adalah pelayanan umum yang hanya di batasi pada hal-hal yang berkaitan dengan pencapaian sasaran yang tetepa memperhatikan perpaduan antara persyaratan dan produk pelayanan public yang diberikan.
6. Ekonomis adalah agar pengenaan biaya pelayanan diteteapkan secara wajar, dengan memperhatikan nilai barang/jasa dan kemampuan pelanggan untuk membayar.
7. Keadilan yang merata, yaitu cakupan pelayanan umum yang harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diperlakukan secara adil.
8. Ketepatan Waktu adalah dalam pelaksanaan pelayanan umum dapat diselesaikan secara cepat dan tepat dalam kurun waktu yang sudah ditentukan.
3.5 Good Governance
Pengertian Good governance adalah pelaksanaan pemerintahan suatu negara yang bertanggung jawab dan professional serta efektif dan efisien dan menjaga kesinergian antara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat (Sedarmayanti, 2004). Prisip-prinsip good governance gambir Bhatta dalam (Widodo, 2001) mengungkapkan bahwa unsur utama governance yaitu : akuntabilitas (accountability) merupakan suatu tolak ukur dimana dana public digunakan secara tepat untuk tujuan dimana dana tersebut tadi ditetapkan dan tidak digunakan secara illegal. Transparansi (transparency) lebih mengarah pada segala kebijakan dan implementasi kebijakan baik di pusat maupun daerah harus selalu dilaksanakan secara terbuka dan diketahui umum. Keterbukaan (Opennes) mengacu kepada terbukanya kesempatan bagi rakyat untuk mengajukan
719 tanggapan dan kritik terhadap pemerintah yang dinilainya tidak transparan.
3.6 E-Govermment
Definisi E-Govermment (Indrajit, E-Government Strategi Pembangunan Dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital, 2004) mengungkapkan bahwa E-Govermment adalah suatu interaksi modern antara pemerintah denga masyarakat atau kalangan lain (stakeholder) yang mana melibatkan Teknologi Informasi yang bertujuan memperbaiki kualitas pelayanan yang berjalan. Tujuan dan Manfaat e- Govermment Tujuan pengembangan e- Govermment berdasarkan inpres No.3 Tahun 2003. Untuk mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Pembentukan system manajemen dan proses kerja yang transparan dan efisien serta memperlancar transaksi dan layanan antar lembaga pemerintah. Manfaat yang diperoleh dengan diterapkannya diterapkannya dalam konsep e-government : (Indrajit, Membangun Aplikasi E-Government, 2002)
a. Memperbaiki kualitas pemerintah terhadap stakeholder-nya (masyarakat, kalangan bisnis dan industry) terutama dalam hal kinerja efektifitas, efisiensi dan efesiensi di berbagai bidang kehidupan bernegara.
b. Meningkatkan transparansi, control dan akuntablilitas penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka penerapan Good Corporate Governance.
c. Mengurangi secara signifikan biaya administrasi, relasi, dan interaksi yang dikeluarkan oleh pemerinta maupun stakeholder untuk kebutuhan aktifitas sehari-hari.
d. Membuka peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumber pendapatan baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak berkepentingan.
e. Menciptakan lingkungan masyarakat baru secara cepat dan tepat dalam menjawab berbagai persoalan yang dihadap sehingga sejalan dengan berbagai perubahan global dan trend yang ada.
f. Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra pemerintah dalam proses pengambilan berbagai kebijakan public secaa merata dan demokratis.
Hambatan dan tantangan dalam e-Government Hambatan dan tantangan
720 dalam penerapan e-Government menurut hasil pengamatan Kementrian Komunikasi sebagai berikut:
a. E-Leadership
prioritas dan inisiatif di dalam mengatasi dalam menggunakan teknologi informasi yang telah maju.
b. Infrastruktur jaringan informasi
keadaan infrastruktur komunikasi serta akses kualitas, lingkup dan biaya jasa akses.
c. Pengelolaan informasi
kualitas dan kemana pengelolaan informasi.
d. Lingkungan bisnis
keadaan pasar, system perdagangan dan aturan yang membangun konteks perkembangan bisnis teknologi informasi.
e. Masyarakat dan sumber daya manusia
diusi teknologi informasi di dalam kegiatan masyarakat baik individu maupun kelompok, dan juga sampai mana suatu teknologi informasi diinformasikan pada masyarakat melewati suatu tahap pendidikan.
E-Service ialah salah satu program ternama yang pemanfaatannya dengan menggunakan sebuah teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada tempat yang berbeda. Meskipum peneliti memiliki pengertian yang berbeda, namun mereka setuju bahwa teknologi mempunyai peran didalam menyediakan pengiriman suatu service.
Layanan elektronik itu meliputi berbagai unsur layanan E-Tailing,
dukungan pelanggan, dan pelayanan”. Penjelasan ini menggambaran tiga komponen penting yaitu layanan, penerima layanan dan saluran pelayanan (teknologi). Contohnya, yang berhubungan untuk layanan dengan elektronik public, badan public ialah penyedia layanan dan warga negara serta bisnis penerima layanan.
Saluran pelayanan ialah syarat ketiga dari sebuah layanan elektronik.
Internet adalah saluran utama dari layanan elektronik pengiriman sementara saluran klasik lainnya juga dipertimbangkan (misalnya teleponn, call centre, kios public, telepon genggam, televisi). Tantangan dan Manfaat E-Service Beberapa
721 tantangan E-Service seperti yang diiden-tifikasikan:
1. Rendahnya penetrasi ICT terutama di negara-negara berkembang. Di beberapa Negara yang sedang berkembang, jaringan internet sangat di batasi dan selain itu kecepatannya juga sangat lemah. Di contoh ini penyedia jasa dan pelanggan masih tetap mempergunakan platform tradisional karena dampak sering terjadinya kesalahan teknis dalam penggunan teknologi khsusnya internet.
2. Penipuan dalam ruang internet yang kira- kira di kisaran USD 2.8 Milyar.
Memungkinan penipuan akan semakin mengurangi penggunaan dari internet itu sendiri.
3. Privasi karena muncunya berbagai jenis spywaredan security holes. Adanya rasa khawatir bahwa transaksi yang pelanggan lakukan memiliki keterbatasan privasi, misalnya dengan diam-diam ikut dalam aktivitas online, organisasi juga bisa mengembangkan deskripsi yang lumayan tepat dari sebuah profil pelanggan. Kemungkinan pelanggaran terhadap privasi akan mengurangi pemanfaatan dari internet tersebut .
4. Karakteristik menggangu layanan sebagai pelanggan tidak ingin dihubingi dengan penyedia layanan setiap saat. Misalnya seperti, suatu organisai mampu berkomunikasi dengan orang lewat sebuat perangkat mobile kapan saja dan dimana saja
3.7 Kerangka Teori
Kualitas pelayanan (service quality) ini berasal dari dunia bisnis, walau selanjutnya tidak sedikit digunakan untuk organisasi publik. Walaupun konsep mengenai service quality (servqual) yang dijelaskan oleh para ahli tersebut secara menyeluruh tidak sama tetapi semua bisa menambah pemahaman lebih dalam mengenai servqual tersebut. Salah satu teori yang menjelaskan mengenai servqual yang cukup dikenal adalah servqual yang dikemukakan oleh Zeithaml, Parasurahman,(1990).
Zeithaml, Parasurahman,(1990) mengatakan bahwa pelayanan disebut berkualitas apabila pelayanan yang diterima relatif lebih memuaskan dilihat dari sudut pandang pelanggan, sudut pandang tersebut antara lain adalah :
a. Tangible, merupakan kebutuhan fisik dari suatu pelayanan yang dapat berupa
722 kelengkapan fasilitas fisik, interior/eksterior, peralatan yang digunakan, material komunikasi, penampilan karyawan dan lingkungan sekitar guna pemberian pelayan yang baikbagi pengguna jasa.
b. Reability, merupakan hal yang berkaitan dengan kemampuan yang dapat memberikan jasa secara akurat dan meyakinkan, sehingga penyedia jasa pelayanan bisa disebut telah memenuhi janji dan dapat dipercaya.
c. Responsiveness, merupakan bentuk kemauan dan kemampuan karyawan atau jajaran untuk menolong pelanggan dan melakukan pelayanan dengan segera.
d. Competence, yaitu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh seluruh karyawan agar dapat menyajikan sebuah pelayanan yang diinginkan oleh pelanggan.
e. Courtesy, yaitu sikap keramahan, sopan santu, perhatian, dan hormat kepada pelanggan yang dimiliki karyawan.
f. Credibility, yaitu sifat dapat dipercaya, jujur, karakteristik pribadi karyawan dalam berkomunikasi dengan pelanggan, yang memperlihatkan reputasi perusahaan.
g. Security, yaitu menyangkut pemenuhan rasa aman dari segala ancaman di luar maupun dari dalam yang dapat membahayakan pelanggan.
h. Access, yaitu menyangkut kemudahan untuk ditemui dan dihubungi, hal ini berkaitan dengan lokasi dan saluran komunikasi.
i. Communication, yaitu menjaga sehingga pelanggan seriap saat diberikan informasi denganbahasa yang dapat dipahami oleh pelanggan, dan juga selalu mendengarkan keluhan dan saran pelanggan dengan baik.
j. Understanding the Customer, yaitu melaksanakan segala upaya agar dapat mengerti keinginan dan kebutuhan pelanggan dengan baik.
Sesuai dengan perkembangan kesepuluh sudut pandang pelanggan seperti tersebut diatas, telah disederhanakan oleh Zeithaml, Parasurahman, dan Berry (1990), menjadi lima dimensi pokok meliputi :
a. Tangible, yaitu bukti yang ditujukan oleh fasilitas fisik, perlengkapan yang digunakan, penampilan karyawan, material, dan sarana komunikasi.
b. Reliability, yaitu menyuguhkan jasa sesuai seperti janji dengan tepat dan memuaskan.
723 c. Responsiveness, yaitu kesediaan setiap karyawan untuk memberikan pelanggan
dan menyajikan pelayanan dengan cepat.
d. Assurance, yaitu keterampilan , pengetahuan dan kemampuan serta sopan santun karyawan dalam memberikan sebuah pelayanan, aman dari sebuah resiko, bahaya, keraguan serta memiliki sifat bisa dipercaya.
e. Emphaty, yaitu komunikasi yang baik, kemudahan dalam berinteraksi, memberikan perhatian secara pribadi serta mengerti keinginan dan kebutuhan pelanggan.
3.8 Alur Pemikiran
Penelitian ini memakai metode kualitatif serta studi kepustakaan untuk mendapatkan data dan informasi dari narasumber dari berbagai pihak yang akan dipertajam dalam referensi kepustakaan. Kesemuanya ini telah dituangkan dalam Standard Minimum Rules for The Threatmen of Prisoners ( SMR ), Undang- Undang Republik Indonesia No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Hak Warga Binaan Pemasyarakatan Dalam rangka pelaksanaan dan pemenuhan hak Narapidana Seyogyanya narapidana dan tahanan memperoleh pelayanan sama seperti masyarakat lainnya apabila hak-hak tersebut tidak dapat terpenuhi maka akan terjadi kericuhan, dengan terciptanya inovasi pelayanan informasi berbasis teknologi diharapkan tidak hanya memenuhi kebutuhan narapidana namun juga dapat memberikan pelayanan terbaik dan berkualitas bagi narapidana.
Berdasarkan gambar dibawah ini peneliti menyimpulkan bahwa dengan adanya layanan berbasis teknologi informasi tidak hanya dapat memberikan informasi dengan cepat dan mudah namun juga dapat mengurangi adanya penggunaan kertas secara berlebih. Hal ini juga dapat mencegah terjadinya kericuhan di dalam Lembaga Pemasyarakatan, dengan adanya pelayanan yang cepat,mudah, berkualitas serta juga dapat ikut turut serta dalam pelaksanaan go green dengan cara mengurangi kertas atau bisa disebut dengan paperless.
724 Gambar 3.1 Alur Pemikiran
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada saat ini pelayanan publik yang professional dan berkualitas mejadi suatu tuntutan bagi pemerintahan. Pelayanan berbasis teknologi informasi pada masa kini dirasa sangat mempermudah setiap pekerjaan selain itu juga merupakan gagasan yang dibuat untuk mengurangi tindakan pungli di dalam pelaksaan pemberian pelayanan yang dapat mendukung program WBK dan WBBM yang dicetuskan pertama oleh Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan merupakan salah satu sub unit khusus yang berada dibawah kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia yang mempunya tugas untuk membuat, melaksanakan dan mengawasi peraturan serta teknis di bidang pemasyarakatan. Direktorat jenderal pemasyarakatan membawahi Dengan jumlah Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang ada dibawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan per tanggal 21 November 2019 sebanyak 358 Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan 165 Rumah Tahanan Negara (Rutan) dengan jumlah narapidana dan tahanan yang berada di seluruh Indonesia sebanyak 268,039 orang. (smslap.ditjenpas.go.id, 2019).
Better
aster
Cheaper
Melalui Teknologi Informasi
Terpenuhinya Pelayanan self service sebagai salah satu hak Narapidana/Taha nan
Pelaksanaan Pelayanan self service
725 Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dijelaskan bahwa Pemasyarakatan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan system, kelembagaan, dan cara pembinaan yang dimana merupakan bagian akhir dari system pemidanaan dalam tata peradilan pidana. (Indonesia, 1995). Lembaga Pemasyarakatan merupakan salah satu unit kerja dari pemasyarakatan yang merupakan tempat dilakukannya program pembinaan bagi Narapidana. Program pembinaan yang diberikan kepada narapidana tersebut dimaksudkan agar mereka tidak mengulangi dan menyadari kesalahannya serta dapat meningkatkan kualitas hidup narapidana tersebut.
Indonesia merupakan negara hukum dimana sehigga setiap warga negaraya harus diperlakukan dengan adil dihadapan hukum (equality before the law) tanpa terkecualo. Narapidana merupakan seorang warga negara yang melanggar hukum sehingga kehilangan kemerdekaannya. Namun tetap pada hakikatnya narapidana merupakan seorang insan manusia yang harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi, sama seperti manusia biasa narapidana juga memiliki hak hak yang harus dipenuhi yang tertuang di dalam Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan (Indonesia, 1995) yaitu:
1. Beribadah sesuai dengan agama atau kepercayaan yang diimani
2. Mendapatkan perawatan, baik perawatan secara jasmani maupun rohani 3. Mendapatkan Pendidikan
4. Mendapatkan pelayanan kesehatan serta makanan yang layak 5. Menyampaikan keluhan
6. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa yang tidak dilarang
7. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang sudah dilakukan 8. Menerima kunjungan dari keluarga,penasihat hukum atau orang tertentu
lainnya
9. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)
10. Mendapatkan kesempatan untuk berasimilasi termasuk cuti mengunjungi
726 keluarga
11. Mendapatkan pembebasan bersyarat 12. Mendapatkan cuti menjelang bebas
Pada kenyataanya dapat kita lihat di dalam Lembaga Pemasyarakatan masih bayak penyimpangan hak yang dilakukan oleh petugas contohnya seperti pada saat pemberian layanan informasi mengenai hak integrasi narapidana sebelum adanya pelayanan self service, narapidana masih belum mendapatkan hak-haknya secara optimal. Khususnya untuk mendapatkan hak remisi, PB, CB, CMK, CMB narapidana saat ini masih belum bisa mendapatkan pelayanan yang baik dikarenakan banyaknya narapidana yang tidak sebanding dengan jumlah petugas selain itu karena data masih menggunakan cara manual, sehingga untuk mendapatkan informasi mengenai hak-hak tersebut narapidana harus sedikit bersabar. Selain itu, ada beberapa oknum yang memanfaatkan keadaan tersebut sebagai ladang untuknya untuk mata pencarian tambahan oknum petugas.
Untuk memenuhi hak hak narapidana Lembaga pemasyarakatan membuat berbagai upaya salah satunya dengan membuat aplikasi self service. Aplikasi self service merupakan salah satu inovasi yang diciptakan untuk meningkatan pelayanan kepada narapidana khususnya pada bidang pelayanan di bidang informasi. Melalui aplikasi self service yang berbasis data dari Sistem Database Pemasyarakatan (SDP), kini narapidana tidak perlu lagi untuk bertemu langsung dan bertanya kepada petugas mengenai hak-hak integrasinya. Dengan adanya self service diharapkan dapat mencegah adanya pungutan-pungutan liar yang dilakukan oleh oknum petugas.
Gambar 4.1 Kegunaan Layanan Self Service
727 Self service merupakan suatu aplikasi layanan informasi yang transparan yang berbasis data dari Sistem Database Pemasyarakatan(SDP) yang dapat diakses oleh Narapidana dan Pengunjung. Bagi Narapidana layanan self service berguna untuk mengetahui informasi mengenai hak integrasi mereka hanya perlu menempelkan jarinya saja pada alat pemindai kemudian system akan menampilkan data dari narapidana tersebut mulai dari data diri, informasi mengenai masa penahanan, tanggal pembebasan maupun hak hak integrasi lainnya yang diperoleh narapidana. Sedangkan bagi Pengunjung self service berupa layanan kunjungan secara online serta self service informasi mengenai narapidana yang hendak dikunjungi.
Gambar 4.2 Alur layanan Self Service
Sebelum adanya layanan self service semua dilakukan secara manual oleh petugas hal tersebut tidak menutup kemungkian banyak penyimpangan yang akan terjadi diantaranya adalah :
a. Narapidana tidak mendapatkan hak-hak nya dengan baik.
b. Dapat memicu terjadinya pungutan liar dari petugas.
c. Diskriminasi dari petugas kepada narapidana dan pengujung.
728 d. Menghambat proses pemberian pelayanan dari narapidana satu ke narapidana
lain.
Dalam penelitian ini kami sebagai penulis mengambil sampel penelitian kami pada unit pelaksana teknis Lembaga Pemasyarakatan II A Cibinong yang berada di bawah Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Barat. Layanan berbasis teknologi komunikasi yang di terapkan yaitu layanan self service bagi narapidana dan pengunjung.
Berdasarkan hasil wawancara kami mengenai layanan self service dengan narapidana, mengatakan bahwa layanan self service tersebut sangat memudahkan para narapidana terutama ketika mereka ingin mengetahui beberapa informasi terkait tentang hak-hak integrasi mereka. Sehingga tidak lagi harus melalui petugas. Dan untuk pengunjung juga dirasa sangatlah efektif, jadi yang mengetahui identitas dan hak-hak narapidana bukan hanya narapidana yang bersangkutan melinkan keluarga dari narapidana tersebut juga dapat mngetahuinya. Dari segi petugas mengatakan bahwa dengan adanya layanan self service ini tidak ada lagi penumpukan antrian oleh narapidana yang ingi melihat telah sampai mana proses pemenuhan hak-hak integrasi mereka dan juga berkurang proses tatap muka antara narapidana dan petugas. Dengan begitu pada saat ini Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Cibinong dijadikan sebagai Lembaga Pemasyarakatan percontohan bagi seluruh Unit Pelaksana Teknis yang ada di Indonesia.
Seperti yang kita ketahui akhir-akhir ini terjadi sangat banyak penyimpangan mengenai layanan publik, walaupun penyimpangan tersebut hanya dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak memiliki integritas dalam pekerjaannya.
Dalam memberikan suatu layanan tentu saja harus mempertimbangkan kualitas pelayanannya. Kualitas pelayanan (service quality) ini berasal dari dunia bisnis, yang kemudian digunakan juga untuk organisasi publik. Walaupun kerangka mengenai service quality (servqual) yang diungkapkan oleh para ahli tersebut secara umum tidak seragam namun semua itu dapat memperluas pengetahuan secara mendalam tentang servqual tersebut. Salah satu teori mengenai servqual yang dikenal banyak ialah servqual yang dikemukakan oleh Zeithaml, Parasurahman (A Parasuraman, 1990).
729 Zeithaml, Parasurahman mengatakan bahwa pelayanan disebut berkualitas apabila pelayanan yang diterima relatif lebih memuaskan dilihat dari sudut pandang pelanggan, sudut pandang tersebut antara lain adalah :
a) Tangible, merupakan kebutuhan fisik dari suatu pelayanan yang dapat berupa kelengkapan fasilitas fisik, interior/eksterior, peralatan yang digunakan, material komunikasi, penampilan karyawan dan lingkungan sekitar jasa yang diberikan kepada para pengguna jasa.
b) Reability, merupakan sesuatu yang berkaitan dengan kemampuan guna dapat memberikan jasa secara akurat dan meyakinkan, sehingga penyedia jasa pelayanan bisa disebut menepati janjidan dapat dipercaya.
c) Responsiveness, merupakan bentuk kemauan dan kemampuan karyawan atau jajaran untuk melayani pelanggan dan melakukan pelayanan dengan segera.
d) Competence, yaitu kemampuan dan ilmu yang dimiliki oleh setiap karyawan untuk dapat memberikan pelayanan yang diperlukan oleh pelanggan.
e) Courtesy, yaitu sikap sopan santun, keramahan, hormat, dan perhatian terhadap pelanggan yang dimiliki karyawan.
f) Credibility, yaitu sifat jujur, dapat dipercaya, karakteristik pribadi karyawan dalam berinteraksi dengan pelanggan, yang mencerminkan reputasi dan nama baik perusahaan.
g) Security, yaitu menyangkut pemenuhan rasa aman dari segala ancaman di dalam maupun dari luar yang dapat membahayakan pelanggan.
h) Access, yaitu menyangkut kemudahan untuk dihubungi dan ditemui, hal ini berhubungan dengan lokasi dan saluran komunikasi.
i) Communication, yaitu usaha agar pelanggan selalu mendapatkan info dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh pelanggan, serta mau untuk menerima saran dan mendengarkan keluhan pelanggan dengan baik.
j) Understanding the Customer, yaitu melakukan semua usaha supaya bisa mengerti kebutuhan dan keinginan pelanggan dengan baik.
Sesuai dengan perkembangan kesepuluh sudut pandang pelanggan seperti tersebut diatas, telah disederhanakan oleh Zeithaml, Parasurahman, dan Berry (A Parasuraman, 1990) menjadi lima dimensi pokok meliputi :
a) Tangible, yaitu bukti yang ditujukan oleh fasilitas fisik, peralatan yang
730 digunakan, penampilan karyawan, material, dan sarana komunikasi.
b) Reliability, yaitu memberikan jasa sesuai dengan janji dengan tepat dan dapat memuaskan.
c) Responsiveness, yaitu kesediaan para pegawai untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan dan memberikan pelayanan dengan segera.
d) Assurance, yaitu pengetahuan, keterampilan dan kemampuan serta sopan santun karyawan dalam memberikan pelayanan, aman dari bahaya, resiko, keraguan serta memiliki sifat dapat dipercaya.
e) Emphaty, yaitu kemudahan dalam berinteraksi, komunikasi yang baik, memberikan perhatian secara pribadi serta mengerti apa yang dibutuhkan dan apa yang diinginkan pelanggan.
Sehingga untuk mewujudkan suatu pelayanan yang baik, berkualitas dan professional diciptakanlah suatu inovasi untuk mengembangkan pelayanan manual menjadi sebuah layanan berbasis teknologi yaitu berupa aplikasi self service. Layanan self service tersebut tidak hanya dapat digunakan oleh narapidana melainkan dapat digunakan juga oleh pengunjung narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. Sebelum adanya pelayanan self service para pengunjung harus antre berjam-jam hanya agar bisa masuk untuk mengunjungi sanak-saudaranya. Selain itu, keluarga narapidana pun tidak banyak mengetahui informasi.
Dengan adanya layanan self service untuk pengunjung lebih memudahkan pengunjung untuk melakukan registrasi ketika berkunjung, dan juga dapat melihat identitas narapidana, tanggal bebas, hak integrasi, dan tahapan program pembinaan yang dilaksanakan oleh narapidana. Dalam mengimplementasikan self service tetunya aka ada hambatan- hambatan yang muncul antara lain :
1. Kurangnya SDM yang handal
Teknologi informasi merupaka sebuah bidang khusus yang memerlukan keahlian khusus.petugas pada umumnya jarang memiliki SDM yag handal yang mengerti mengenai bidang teknologi informasi.
2. Infrastruktur yang belum memadai
Dikarenakan tidak semua unit pelaksana teknis pemasyarakatan berada di kota kota besar sehingga terkadang masih belum terjamah dengan
731 infrastruktur komunikasi. Sehingga sulit untuk bisa mendapatkan jaringan internet. Sehigga hal ini dapat menghambat proses pelaksanaan pelayanan informasi berbasis teknologi.
3. Kultur Budaya
Kultur Budaya yang masih kental sehingga narapidana maupun pengujung masih belum bisa menerima dengan adanya modernisasi layanan berbasis teknologi. Masih banyak narapidana dan pengunjung yang tetap memilih mendapatkan pelayanan secara manual.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya Aplikasi self service di Lembaga pemasyarakata dapat meningkatan pemberian pelayanan kepada narapidana khususnya pada bidang pelayanan di bidang informasi. Melalui aplikasi self service yang berbasis data dari Sistem Database Pemasyarakatan (SDP), kini narapidana tidak perlu lagi untuk bertemu langsung dan bertanya kepada petugas mengenai hak-hak integrasinya.
Dengan adanya self service diharapkan dapat mencegah adanya pungutan- pungutan liar yang dilakukan oleh oknum petugas. Sekarang hanya dengan menempelkan jarinya saja pada alat pemindai kemudian system akan menampilkan data dari narapidana tersebut mulai dari data diri, informasi mengenai masa penahanan, tanggal pembebasan maupun hak hak integrasi lainnya yang diperoleh narapidana. Sedangkan bagi Pengunjung self service berupa layanan kunjungan secara online serta self service informasi mengenai narapidana yang hendak dikunjungi.
Namun saat ini penggunaan aplikasi Self Service di Lembaga Pemasyarakatan belum bisa berjalan degan lancer hal ini disebabkan oleh beberapa hambatan yang mucul dalam pelaksaaan program self service antara lain :
1. Kurangnya SDM yang handal
Teknologi informasi merupaka sebuah bidang khusus yang memerlukan keahlian khusus.petugas pada umumnya jarang memiliki SDM yag handal yang mengerti mengenai bidang teknologi informasi.
2. Infrastruktur yang belum memadai
732 Dikarenakan tidak semua unit pelaksana teknis pemasyarakatan berada di kota kota besar sehingga terkadang masih belum terjamah dengan infrastruktur komunikasi. Sehingga sulit untuk bisa mendapatkan jaringan internet. Sehigga hal ini dapat menghambat proses pelaksanaan pelayanan informasi berbasis teknologi.
3. Kultur Budaya
Kultur Budaya yang masih kental sehingga narapidana maupun pengujung masih belum bisa menerima dengan adanya modernisasi layanan berbasis teknologi. Masih banyak narapidana dan pengunjung yang tetap memilih mendapatkan pelayanan secara manual.
Saran
Berdasarkan Penjelasan di atas Peneliti memberikan beberapa saran yang dapat digunakan agar aplikasi self service di Lembaga Pemasyarakatan dapat digunakan dengan baik antara lain :
1. Mengembangkan SDM dari petugas dengan cara memberikan pelatihan khusus mengenai teknologi informasi .
2. Memperbaiki sarana prasarana yang ada sehingga pelaksanaan pelayanan berbasis teknologi dapat berjalan dengan baik.
3. Memberikan sosialisasi terhadap Narapidana serta pengunjung mengenai aplikasi Self Service sehingga Narapidana dan pengunjung tidak memerlukan lagi pelayanan secara manual dan juga Narapidana dan pengunjung mampu menggunakan aplikasi Self Service dengan baik.
4. Mengembangkan Inovasi self Service yang sudah ada sehingga Pemasyarakatan mampu menjadi instansi yang bisa mengikuti perkembangan jaman yang kini sudah mulai memasuki jaman 4.0 dimana segala hal sudah menggunakan teknologi.
DAFTAR PUSTAKA
A Parasuraman, v. A. (1990). Delivering Quality Service : Balancing Customer Perception and Expectations. The Free Press.
Arikunto, S. (2002). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.
733 Batubara, P. (2019, mei selasa). oke news. Retrieved November 14, 2019, from
nasional.okezone.com:
https://nasional.okezone.com/read/2019/05/07/337/2052347/korban- diimbau-laporkan-oknum-yang-lakukan-pungli-di-lapas
Buchari, R. A. (2016). Implementasi E-Service Pada Organisasi Publik Di Bidang Pelayanan Publik Di Kelurahan Cibangkong Kecamatan Batununggal Kota Bandung. 1.(1)
Bungin, B. (2007). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media
Group. Hofman, B. (2010). Basic Informatic Techology: Introduction For Informatic Technology. Bandung: Sarana Cipta.
Indrajit, R. E. (2002). Membangun Aplikasi E-Government. Jakarta: PT Elek Media Komputindo.
Indrajit, R. E. (2004). E-Government Strategi Pembangunan Dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital. Yogyakarta: andi offset.
kemenkumham.go.id. (2018, Agustus 2). Kemenkumham Targetkan Predikat WBK/WBBM di Tahun 2018. Jakarta, Jakarta, Indonesia. Retrieved November 15, 2019, from Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia:
https://www.kemenkumham.go.id/berita/kemenkumham-targetkan- predikat-wbk-wbbm-di-tahun-2018
Moenir. (2002). Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Moleong, j. L. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosakarya.
Sedarmayanti. (2004). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung:
PT. Mandar Maju.
Sedarmayanti, M. A. (2009). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja.
Bandung: Mandar Maju.
Sinambela, L. (2006). Reformasi Pelayanan Publik:Teori, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
734 smslap.ditjenpas.go.id. (2019, November 21). Data Lembaga Pemasyarakatan.
Jakarta, Jakarta Pusat, Indonesia.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sumarto, H. ,. (2004). Inovasi Partisipasi dan Good Governance : 20 Prakarsa Inovatif dan Partisipasi di Indonesia . Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sutarman. (2012). Pengantar Teknologi Informasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
W. Creswell, J. (2016). Research Design. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Widodo, J. (2001). Good Governance: Telaah dari Dimensi: Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah.Surabaya: insan cendekia.
Indonesia, R. (1995). www.bphn.go.id.