• Tidak ada hasil yang ditemukan

20 Masalah Dalam Menulis dan Cara Mengat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "20 Masalah Dalam Menulis dan Cara Mengat"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

20 Masalah Dalam Menulis dan Cara

Mengatasinya

Posted by Asha Deborah in Original Work, Tips, Writing

Source

Hai semua! \^o^/ Masalah dalam menulis itu banyak. Serius. Tapi saya udah berusaha tulis dengan singkat dan lengkap :) Supaya bacanya gak kepanjangan, mending kamu baca aja mana masalah yang sedang kamu hadapi. Yuk, langsung aja ke tekapeh! :D

Glosarium Reader : Pembaca

Author : Penulis Summary : Sinopsis

Review : Komentar

Flame : Kritik pedas, pada umumnya tidak membangun

1. Sulit menentukan judul

Padahal menentukan judul termasuk gampang lho, karena kita yang paling tahu cerita kita :) Anggap aja ini sebuah game! Ini nih syarat-syarat game-nya :3

Tentukan waktu untuk berpikir, bisa maksimal 1 menit, 2 menit, dst.

(2)

Boleh pakai bahasa asing, tapi usahakan simple agar mudah diingat. Usahakan buat judul yang bikin pembaca gak bisa nebak jalan ceritanya. Hayo, siapa bilang buat judul itu susah? :D Ini namanya brainstorming ^3^

Kenapa emangnya kalo judulnya pasaran?

Ya gapapa sih. Tapi kalau judulmu pasaran, akan jadi sulit di cari. Misalnya kamu cari cewe bernama ‘Jessica’ di sekolah, sedangkan di situ ada 5 orang yang bernama sama. Kamu sendiri ga ingat nama akhir Jessica, mau ga mau kamu harus cek satu-satu ‘kan mana Jessica yang kamu cari?

Terus kenapa kalau judulku ga nyambung/ga menarik?

Masalah sih gak. Tapi sayang dong kalo ceritamu bagus tapi judulnya ga mengundang selera. Sayang juga kalau reader kepincut dengan ceritamu karena judulnya, tapi ceritamu sendiri gak berkaitan dengan judulmu. Ini bisa jadi nilai minus.

2. Alur terpaksa dicepetin

Karena sibuk atau supaya ga bertele-tele, mau gak mau alur dicepetin. Gak masalah asal gak ketahuan, bisa kamu siasati dengan baik dan gak menganggu jalan cerita. Jangan sampai deh, reader tahu. Dan kamu gak perlu juga kasitau, kecuali readermu nanya :3 Biarlah itu menjadi rahasia di antara kita #tsaaah.

3. Sedikit review dan reader

(3)

Ingat! Review bukan segala-galanya. Kamu menulis untuk menyalurkan ide dan bikin hatimu senang. Reader itu bonus. Kalau di review bagus, kalau gak ya woles. Dengan ini kamu gak cepet putus asa dan mau terus berkembang, karena kamu menulis berdasarkan passion kamu, bukan kata orang.

Setelah itu, intropeksi! Kalau kualitas ceritamu yang kurang, coba perbaiki lagi (silakan baca ini). Setelah itu, cintailah ceritamu! Terus, belajarlah jadi sales dengan sepenuh hati (‘-‘)b

...Hah? Jadi sales? source

Iya, bener, jadi sales! Saat saya mempromosikan cerita saya, saya berusaha meyakinkan orang kalau cerita saya layak dibaca, dan mereka gak akan nyesal karena udah abisin waktu untuk baca cerita saya. Caranya simple kok, cukup pandai-pandai dalam memilih kata. Ini contohnya.

Saat kau meratapi kepergiannya, sadarkah kau bahwa dia ada di sampingmu, frustasi karena kau tak bisa melihatnya? Tangannya menggapai udara, suaranya membentur kehampaan, namun kau tak kunjung sadar. Bacalah dan kau akan mengerti.

Sebenarnya, belum tentu reader ga pernah merasakan kehilangan. Tapi dalam summary, saya buat seolah-olah kesedihan dalam cerita itu lebih sedih dari kesedihan yang pernah reader rasakan. Dan reader baru benar-benar ngerti kalo udah baca. Kalau gitu mau gak mau reader harus baca ‘kan?

(4)

4. Muncul ide saat sedang sibuk

Saat lagi sibuk-sibuknya, semua ide mendadak muncul dan bikin kamu pusing. Kalau kamu bukan penulis, tentu kamu harus memprioritaskan kesibukanmu yang lain. Ide yang muncul itu disimpen aja dulu sampai kamu punya waktu untuk menulisnya. Atau kamu cicil menulis setiap hari sesuai kemampuan kamu.

Tapi aku malah keburu lupa sebelum idenya sempat ku catat T^T

Kalau gitu, kamu harus melatih ingatanmu. J.K Rowling sendiri mendapat ide tentang Harry Potter di dalam kereta, dan dia berusaha keras mengingatnya selama perjalanan. Kalau idenya udah bener-bener nempel, baru kamu tulis dan kamu kembangkan. Kalau keburu lupa, anggap aja bukan jodoh.

5. Muncul ide saat sedang menulis cerita lain

Once upon a time... terus ngeblank. source

(5)

Tinggalin sebentar cerita yang lama, tulis cerita yang baru.

Kelebihan : Kalau bosen sama cerita lama, bisa refreshing dengan menulis cerita baru.

Kelemahan : Cerita lama terancam terbengkalai.

Lanjutin cerita yang lama, tulis cerita yang baru belakangan

Kelebihan : Cerita lama gak terbengkalai, dan kita udah ada cadangan cerita yang akan ditulis begitu cerita lama selesai ditulis.

Kelemahan : Keburu lupa atau hilang mood sama cerita yang baru.

Pindah-pindah. Kalau lagi mood tulis cerita baru, tulis cerita baru. Kalo ga, ya tulis cerita lama.

Kelebihan : Selain ga cepet bosen, kedua ceritanya cepat selesai.

Kelemahan : Bisa jadi kedua cerita tidak maksimal karena lompat-lompat.

Silakan pilih yang cocok sama kepribadianmu :3 Kalau saya suka yang ketiga karena saya mudah bosan.

6. Cerita terasa klise/membosankan

Coba baca dulu ini sebelum tahu ceritamu klise/tidak ;D Disitu juga tertera cara mengatasinya kok. Tapi ingat, klise itu tidak salah selama bisa kamu olah dengan baik.

(6)

Susahnya jadi murid ye... source

Gunakan teknik freewriting, di mana kamu bebas menulis apa aja yang ada di pikiranmu. Seperti nulis diary, tapi mungkin lebih abstrak lagi. Berapa lama menulisnya? Tulis tangan atau diketik? Terserah kamu. Kalau Asha menulis selama lima belas menit dengan cara menulis secara manual (pakai tangan). Ini untuk olahraga tangan aja, supaya bisa rutin menulis setiap harinya. Jadi saat ada waktu untuk menulis cerita, rasanya gak kaku lagi ;)

8. Plotnya lari-lari

Emangnya plot punya kaki? Coba deh kerangka cerita. Kalau kamu ada ide baru dan ternyata cocok dengan ceritamu, kamu boleh menulis ulang/memotong bagian yang dianggap ga penting. Kalo pun bisa dibuat jadi cerita bersambung, dibuat aja, jangan dipaksakan jadi cerita yang sekali baca langsung habis. Kalo ceritamu masih bisa berjalan tanpa ide baru, ide baru itu bisa dimasukkan saja ke cerita baru.

(7)

Writer's block rese! source

Saya juga pernah merasakan hal yang sama. Udah ada ide, udah nyusun plot, pas di depan laptop, malah bengong. Ada tiga cara untuk masalah ini, yaitu : paksain diri untuk nulis, tinggalin sebentar untuk refreshing, atau pancing diri sendiri lewat teknik freewriting. Kamu boleh coba ketiganya untuk tau yang mana paling efektif.

10. Gak ada ide dan atau mood

Kamu bingung mau nulis apa? Mulailah menulis dari hal yang paling dekat denganmu, jadi ga ribet. Untuk mengendalikan mood, coba deh, disiplinkan diri menulis setiap hari. Bisa jadi kamu nulis perasaanmu, ide, atau potongan scene yang ingin kamu masukkan ke cerita. Kalau bisa jangan meng-edit cerita kalau belum selesai, karena bisa buat mood dan imajinasi hilang. Tulis dulu apa adanya, supaya kamu tahu sejauh mana kemampuanmu. Kalau masih kurang, coba baca ini deh ;)

(8)

Gue udah gak ada motivasi lagi, sob

Coba inget lagi tujuan utama menulis, tulis gede-gede dan tempel di kamar. Terus coba buat target, sehari mau ngetik berapa banyak sesuai kemampuan. Satu kalimat juga oke, dan hasilnya ga harus sempurna. Ingetin dirimu, kalo kamu ga nulis sehari aja, berarti kamu ngelewatin kesempatann untuk kamu berlatih jadi penulis yang sukses =))

12. Sulit menulis transisi dari satu adegan ke adegan lain dengan baik

Untuk menghindari hal ini, jangan mengganti adegan secara tiba-tiba. Jelaskan pelan-pelan tokohmu berada di mana dan hendak ke mana. Jangan buat tokohmu berada di rumah, lalu akhirnya berada di sekolah, padahal sebelumnya tokoh gak ada mengungkit apa-apa tentang sekolah.

Setelah itu, coba pandang dari sudut pembaca dan tokoh sendiri. Apa yang perlu kamu tambahkan atau kurangi agar cerita terasa alami? Tapi ada baiknya kamu intropeksi ceritamu setelah menulis cerita sampai selesai, agar mood-nya gak keburu hilang karena mengedit kesalahan.

13. Gak bisa konsentrasi

source

Coba jauhin hal-hal yang bikin gak fokus. Buatlah komitmen, misalnya kamu berhasil konsentrasi menulis tanpa online/nonton (makan dan mandi tetep harus jalan lho ya) kamu akan memberi dirimu hadiah ;) Setelah menulis sesuai waktu yang kamu tentukan, kamu boleh nge-break 15 menit, misalnya. Jadi kamu ga harus tersiksa karena nahan godaan lama-lama.

(9)

Ampun, aku gak bisa nulis deskripsi yang keren!

source

Don’t think too much, dan kata-kata akan mengalir sendiri. Kalau gak bisa nulis bagian itu, skip dulu, tulis bagian lain yang lebih mudah. Gak usah mikir kalo deskripsimu itu harus sempurna and what-so-ever. Tulis aja apa yang ada di otak. Kamu juga bisa banyak baca cerita yang satu genre denganmu untuk jadi referensi, tapi bukan berarti ditiru gaya nulisnya ya :3

15. Diksi kata kurang bervariasi

Kalau kamu tidak mau memakai kata yang sama berulang-ulang, coba buat kamus sendiri. Caranya, tiap kali kamu kata/kalimat yang bagus di puisi/cerpen/novel, kamu catat. Jadi saat kamu bingung, kamu bisa melihat kamusmu, agar diksimu semakin bervariasi.

Tapi aku bingung gimana caranya menjadikan ide di otak ke tulisan

Anggap aja seperti main puzzle. Pertama kamu tulis sepotong-potong, dari awal sampai akhir cerita. bahasanya gak perlu baku, anggap aja kamu lagi cerita ke teman kamu. Kalo bingung mau ngomong apa, pake 5W + 1H aja. Kayak gini :

(10)

16. Rasa minder yang tak berkesudahan (?)

source

Hanya dengan percaya bahwa kamu dapat melakukannya, itu berarti 50% kesuksesan sudah ada di tanganmu! - Primadonna Angela

Supaya semangat terus, cari saja kata-kata mutiara dari penulis terkenal di google atau goodreads.com :D Reader itu bisa lho, membedakan mana cerita yang dibuat dengan hati, dengan hati-hati, dan dengan asal. Reader juga bisa membedakan author yang pede dan yang gak. Semuanya bisa terlihat dari cerita yang dibuat. Nah, kalau kamu aja gak menulis dengan perasaan dan pikiran yang positif, jangan salahkan siapa-siapa kalau orang lain begitu juga :) Cintai dulu karyamu, baru orang lain bisa cinta juga, oke?

17. Kena plagiat

Karyamu diplagiat? Sebentar, tepuk tangan dulu dong. Berarti ceritamu bagus sampai diplagiat. Nah setelah itu, coba tegur plagiatornya. Kalau dia gak mau berubah, kamu boleh blokir dia, dan proteksi karyamu lebih ketat lagi.

18. Dituduh plagiat/niru/semacamnya

(11)

Nah, ini kebalikan dari yang tadi. Dituduh plagiat/niru! Santai dulu. Pertama, minta buktinya. Kalo dia salah, udah maafin aja. Kalo dia salah dan masih ngotot, cuekin aja. Kalo kamu terbukti agak meniru karyanya, minta maaf dan berusaha agar lain kali menulis dengan lebih original. Gampang ‘kan? Jangan sampai peristiwa kayak gini bikin down :3

19. Dikritik dengan bahasa yang pedas nan tajam

source

Bedakan flame dengan konkrit ya. Konkrit itu walaupun pedes tapi ada poin-poin yang berguna untuk memperbaiki cerita. Kalo flame itu caci maki tanpa alasan yang jelas. Kalau di flame, mending cuekin aja. Kalau dia flame terus-terusan, silakan block dia. Jangan ambil hati kata-kata yang kasar. Penulis profesional saja pasti dikritik. Jadi kamu harus bisa menghadapi kritik dengan kepala dingin, seperti apapun isinya :D

20. Bosan menulis/merasa terbebani

Menulis itu di bawa santai aja, apalagi kalo tujuannya untuk menyenangkan diri sendiri. Kalau kamu bosan, kamu bisa coba melakukan hobi kamu yang lain, baru mulai menulis lagi ;) Jangan patah semangat ya!

HAYO, TANTANG DIRIMU!

Adakah masalah di atas yang masih menimpamu? Coba cari tahu akar dari masalah tersebut dan coba cari solusinya. Ga perlu buru-buru, karena

(12)

Membongkar 10 Hambatan Menulis

Published: 07.09.12 13:10:53 Updated: 25.06.15 00:48:13 Hits : 2,266

Komentar : 45 Rating : 21

Ilustrasi/ Admin (shutterstock)

Dua hari lalu saya membuat status di Facebook. Isinya kurang lebih "Apa hambatan terbesar Anda saat memulai menulis artikel?". Ada beberapa jemaah Facebook yang membalas pesan itu. Dan jawaban atas respons mereka saya tulis dalam artikel sederhana ini. Pertama, terlalu banyak pikiran Rekan Gerry Sugiran AS menyebutkan kendala terbesarnya ialah terlalu banyak pikiran. "Banyak yang mau ditulis malah bikin bingung," kata Gerry. Dalam buku Menulis dengan Telinga, bagian itu sudah saya tulis dengan Bab "Tulisan Rampung, Ide Baru

Ditampung." Kalau mau menulis sampai tuntas, mau tak mau pikiran memang fokus ke situ. Soal banyak ide bersilewaran di kepala, itu sudah pasti. Dan boleh jadi ide baru itu lebih segar. Ide baru bisa sama dan sebangun dengan bangunan tulisan yang dibikin, bisa juga memasuki dunia baru. Cara paling gampang ialah dengan meneruskan konsep awal tulisan dengan mencatat ide baru pada kertas kerja baru. Maka, ketika menulis, jemari kita berada di tuts papan ketik atau qwerty ponsel, sementara sesekali bolpoin bekerja menulis ide baru yang berseliweran. Saya kira aktivitas mencatat di kertas ini sesekali.

(13)

mencatat di kertas, ini penting. Tegasnya, jika saat menulis ada ide datang, catat saja di kertas. Atau bikin lembar baru di layar monitor.

Mengapa? Sebab, ide yang bersileweran itu rata-rata masih berhubungan dengan tema yang sedang kita fokuskan. Percayalah! Justru ide yang ada di kepala bakal mengayakan artikel yang kita buat. Jadi, jangan malah jadi masalah kalau saat menulis idenya datang bak tamu tak diundang. Tamu itu sumber rezeki. Maka, muliakan tamu itu. Berbahagialah jika saat menulis kita dilimpahi ide yang datang secara beruntun. Kedua, bingung mau mulai dari mana

Teman Nawal Djajasinga bilang first step, how to begin? Saat ide sudah ada, kita dengan percaya diri mengaktifkan komputer. Kita yakin dalam sekali duduk sebuah tulisan akan kelar. Tapi, begitu jari berada di papan ketik, kita bingung. Mau menulis apa? Kalimat apa yang enak ditulis lebih dulu? Judulnya mesti duluan atau belakangan? Dan sederet kebingungan lain. Ini persoalan klasik. Tak saja menghadang penulis pemula, penulis profesional acap menemukan momentum seperti ini.

Satu yang bisa menolong ialah membuat kerangka karangan terlebih dahulu. Saya meyakini setiap kita yang melewati jenjang pendidikan sekolah dasar mendapat dasar-dasar mengarang dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Nah, inilah saat di mana kita menggunakan teknik sederhana tapi sangat membantu. Bikinlah satu baris kalimat pendek sebagai wakil dari paragraf yang kita buat. Bikinlah sebanyak mungkin. Poin per poin. Atau buat dalam model peta pikiran. Saya acap cuma membuat selarik kalimat dan bertanda centang. Kalau sudah dapat 30 poin, insya Allah itu satu artikel padat yang bagus. Tak terlalu panjang, juga tak terlalu pendek. Sebab, masing-masing poin mewakili satu alinea. Tinggal kita pilih mana yang mau ditempatkan di atas, di bawahnya lagi, selanjutnya, dan seterusnya. Tidak membikin kerangka juga tidak mengapa. Akan tetapi, ragangan ini setidaknya menjadi solusi saat kita bingung mau menulis apa di kesempatan perdana di depan layar monitor. Ketiga, tidak punya waktu

Sohib Dias Marendra yang sekarang menetap di Jakarta bilang, tinggal di Ibu Kota bikin otak dan hati malas bekerja. Mungkin keruwetan, kemacetan, dan segala perniknya membuat malas dalam menulis. Sahabat Naqiyyah Syam, ketua Forum Lingkar Pena (FLP) Lampung, juga beralibi sama: waktu. Mungkin ini alasan paling banyak yang diungkapkan kita saat ditanya apa kendala utama soal menulis. "Enggak ada waktu," kata kita. Benarkah demikian?

Buat kita yang selama 24 jam bekerja secara penuh memang sulit untuk mengalokasikan waktu untuk menulis. Jangankan buat itu, mungkin sekadar melaksanakan salat lima waktu saja tak sempat. Tapi apa iya ada orang yang semua waktunya untuk bekerja dan melakoni satu hal yang sama? Saya kira tidak.

Soal waktu dalam menulis memang bergantung pada kepiawaian kita mengaturnya. Kalau memang ingin serius di bidang ini, setidaknya menjadi penulis yang baik, waktu memang kudu disiapkan. Jangan beralasan waktu tidak ada. Kitalah yang yang menciptakan momentum itu.

(14)

menunggu di kotak penalti lawan, ya agak turun menjemput bola. Sesekali pakai tembakan spekulasi jarak jauh juga tak apa. Tujuan akhirnya gol. Penulis juga demikian. Misinya adalah menghasilkan tulisan.

Soal waktu ia menuntaskannya, terserah. Cari alokasi yang paling baik. Ada yang suka menulis di pagi hari. Ada yang senang menulis di siang hari usai makan siang. Ada pula yang di waktu malam menjelang tidur. Terserah saja. Kalau kita mau memberikan kontribusi buat masyarakat dalam ranah tulisan, kita pasti bisa meluangkan waktu untuk menulis.

Setiap orang punya pekerjaan yang berbeda. Maka itu, waktu yang bisa disempatkan untuk menulis juga berbeda. Asalkan punya niat yang kuat untuk bisa menulis, insya Allah waktu itu bisa disediakan secara mandiri.

Keempat, tersangkut di paragraf awal

Bagian ini juga sudah saya dedahkan dalam buku Menulis dengan Telinga. Tak apa saya ulangi dan tambah dengan bahan lain. Khususnya untuk Mukhtar Gani. Ini kondisi di mana kita sulit menemukan lead atau teras tulisan. Bagian ini buat sebagian orang memang mahasulit. Sebab, inilah kuncinya. Sukses di lead, sukses terus sampai tulisan khusnul khatimah. Tapi kalau tidak sukses, berjam-jam di depan layar komputer tak bakal bisa menghasilkan karya.

Bikinlah kalimat yang saat itu menyangkut dalam pikiran. Tulis saja itu. Soal apakah

berhubungan dengan konten tulisan, nanti dulu itu. Terus saja menulis. Bikin enak. Bikin santai. Bikin nyaman. Kalau sudah dapat sepuluh paragraf, itu sudah sukses. Sebab, awal kalimat yang kita bikin sudah mampu membuat kita meneruskan tulisan meski belum kelar. Toh nanti ada proses penyuntingan. Dibaca lagi. Dirasa-rasai. Diubah. Dibikin padat. Dan sebagainya.

Dulu, orang kalau jatuh cinta, bikin surat dengan orang yang ia sukai. Kertas disiapkan. Begitu menulis awal, belum pas. Kertas disobek atau diremukkan. Begitu terus sampai kertas habis. Itu artinya belum ketemu kalimat pembuka yang bagus. Tapi begitu dapat kalimat yang enak, tulisannya bakal rampung. Sama saja dengan menulis artikel. Kalau sudah dapat titik enaknya, lanjut, Gan! Kuncinya, tulis saja apa yang ada di pikiran saat itu juga. Jangan menunda!

Kelima, tidak klik dengan tulisan

(15)

Kuncinya, syukuri bahwa tulisan sudah jadi. Persoalan sekarang ialah menilai apakah karya itu sesuai dengan harapan atau belum. Kalau malah terlalu keras dengan tulisan, nanti bisa bikin frustrasi dan kita merasa lemah untuk itu. Alih-alih produktif, kita malah kontraproduktif.

Keenam, tidak pede dengan tulisan sendiri

Rekan Ngesti Fitriyah mengujarkan ini kepada saya. Saya pikir ini sama dengan poin

sebelumnya. Cuma masalahnya, bisa jadi rasa ketidakpercayaan itu muncul setelah kita mulai menulis. Menulis sih menulis. Lancar sih lancar. Tapi semakin ke sini kok semakin garing. Galau jadinya. Antara yakin dan tak yakin. Kita kemudian merasa tidak percaya diri. Hmmm, ini kasus menarik. Tapi setidaknya, bersyukur bahwa dalam rentang ini kita masih terjaga dalam menulis.

Langkah terbaik adalah meneruskan tulisan itu sampai titik terakhir. Setelah itu, baca lagi semua. Baris per baris. Kalimat per kalimat. Maknai lagi. Edit yang ketat. Bisa jadi, ini hanya perasaan kita saja yang mungkin tipikal orang yang perfeksionis. Ya bagus ini. Cuma kalau jadinya kontraproduktif kan tidak bijak juga. Maka itu, kalau sudah kelar, membiasakan memberikan tulisan kepada dua atau tiga rekan kita sangat bagus. Mereka nanti yang akan menilai tulisan itu bagus atau tidak. Jadi, percaya diri saja. Anak muda sekarang bilang, cemungudh ea! Hahahaha.

Ketujuh, enggak mood

Kawan lama saya, Setyajie Kuntowibisono, mengatakan ini. Ia mengeluh ketiadaan mood membuatnya sulit dalam menulis. Ini juga klasik. Saya menjawabnya dengan ringkas. Kalau kita sudah meniatkan menulis sebagai salah satu amal, apa pun kondisi kejiwaan kita, menulis mesti dilakoni. Apa kita sedang senang, menulis mesti dijaga. Kondisi badan yang capek dan penat juga tak alasan untuk tidak menulis. Ibarat orang bekerja, meski capek, tetap bekerja. Sebab, itu tanggung jawab. Responsibilitas. Seorang kepala rumah tangga, meski sakit sedikit, pasti tetap bekerja. Sebab, itu tanggung jawabnya. Mau makan apa anak dan istri di rumah kalau kepala keluarga tidak bekerja? Sama dengan menulis. Kalau sudah jadi “kewajiban”, kebutuhan, apa pun kondisinya, menulis tetap dilakoni. Sampai kapan? Sampai kita tak bisa lagi menulis.

Kedelapan, lingkungan yang tidak mendukung

Rekan Ade Nugraha mengatakan lingkungannya tidak mendukung untuk menulis. Berisik kata dia. Wah, kalau ini kan kondisi setiap orang pasti berbeda. Ada lingkungan sekitar yang ramai, ada yang senyap. Ini soal sikap kita saja atas lingkungan sekitar. mau dijadikan penghambat bisa, tapi bisa juga peluang. Lingkungan yang berisik bisa jadi bahan tulisan tuh. Mengapa lingkungan kita jadi berisik? Kenapa tidak damai-damai saja? Dan sebagainya. Kalau misalnya lingkungan itu tak bisa lagi diandalkan, ya mesti hijrah. Hijrah? Ya hijrah. Misalnya rumah kita berisik. Tetangga sedang ada kendurian. Tapi kita mesti menulis dan ada artikel yang diburu untuk dirampungkan. Maka berhijrahlah, cari lingkungan yang kondusif, yang tenang, yang

mendukung. Perpustakaan misalnya. Atau rumah teman. Bisa juga di masjid, di hutan kota, dan sebagainya.

(16)

Afnan Luthfi, adik kelas di SMAN 2 Bandar Lampung, mengatakan ini. “Kak Adian, rasanya kalau mau mengarang itu, bahasa saya payah banget. Kenapa ya?”. Aha, ini dia yang menarik. Bahasa. Ya, bahasa. Menulis itu senjatanya memang bahasa. Penguasaan terhadap banyak kosakata dan teknik menulis kalimat yang baik adalah senjata andalan. Bagaimana mungkin kita bisa menulis kalau minat kita terhadap bahasa sangat rendah. Saya katakan minat. Sebab, ini bukan perkara bakat. Yang penting kita minat menulis, minat dengan bahasa, suka membaca, dan senang mencoba.

Bahasa payah itu, dalam benak saya, hanya saat kita menulis dengan bahasa gaul alias alay yang sekarang digandrungi anak muda. Nah, dalam menulis artikel, apalagi diniatkan dipublikasikan di media, bahasa yang dipakai pasti yang resmi. Ejaannya yang baik. Diksinya yang baku. Pola yang kita pelajari saat SD: subjek, predikat, objek, dan keterangan—SPOK—mesti dipahami dengan baik.

Ada lo redaktur Opini surat kabar yang jeli betul memperhatikan setiap kalimat. Kalau ada yang ia tidak sukai, pasti diubahnya. Bahkan kalau mayoritas tulisan kita bahasanya payah, langsung ia hapus. Kasihan kan, sudah capek-capek menulis, eh langsung dibabat sama redaktur opininya.

Bahasa yang baik dalam ranah jurnalistik ialah bahasa yang mudah dicerna, padat, ringkas, tidak bertele-tele. Intinya mudah dipahami. Kalau saat menulis kita yang menulis sudah berkerut-kerut dahinya, itu tanda bahasa kita masih payah. Edit lagi. Diganti.

Salah satu kuncinya ialah jangan menulis kelewat panjang dalam satu kalimat. Ada ukuran dalam Fog Index bahwa kalimat yang baik terdiri dari tak lebih 14 kata. Bisa delapan kata, itu bagus. Kalimat yang ditatahkan dengan kata yang sedikit banyak untungnya. Pembaca mudah

memahami, redaktur pun menyukai. Bahasa buat saya berbanding lurus dengan keterampilan kita menulis satu kalimat dengan diksi sedikit.

Tulisan itu, meski mungkin kontennya tidak kuat, asal pendek, mudah dipahami. Tapi kalau panjang sekali, mengesalkan pembaca. Napas tersengal-sengal dibuatnya. Satu alinea, satu tanda titik. Itu pasti melelahkan. Kalimat yang panjang itu punya tanda: napas terengah-engah tapi kalimat belum tuntas. Maka, kita bisa berlatih menulis dengan pendek-pendek. Kalau kita terbiasa mengirim pesan via SMS, itu sarana berlatih yang bagus. Tulislah pesan dengan kata yang lengkap tanda disingkat. Atur kalimat sesuai dengan ejaan yang baik. Jika memungkinkan, bikinlah pola SPOK. Insya Allah bahasa kita tidak akan payah lagi.

Kesepuluh, merasa kurang ilmu

Sebetulnya, merasa kurang ilmu ini bagus. Positif sekali. Dengan begitu kita selalu merasa kurang dan tidak jemawa. Sahabat Arif Rahman bertanya soal ini. Menurut saya, ini lebih kepada penguasaan kita terhadap tema yang mau ditulis. Kalau tidak menguasai, memang selayaknya tidak usah ditulis. Sebab, kita tidak yakin dengan tema yang mau ditulis. Pesan sederhananya ialah menulislah yang kita bisa. Menulislah dengan basis terkuat kita.

(17)

menulislah soal itu. Kalau kita guru, menulislah tema pendidikan. Jangan menulis yang temanya tidak kita kuasai dengan baik.

Perihal ilmu yang masih kurang, tapi basisnya sudah kita kuasai, itu persoalan lain. Misalnya, saya memang senang menulis tentang dunia kepengarangan. Saya kuat di situ. Saya fokus di tema itu. Soal kemudian saya mencari banyak literatur penunjang, itu positif. Sebab, saya ingin tulisan saya kaya perpektif dan pembaca bisa mendapat banyak pengetahuan. Saya kuat di tema itu, tapi terus berlatih agar bertambah kuat. Itu maksudnya. Tapi kalau saya tidak kuat di filsafat kemudian memaksakan, menurut saya itu butuh bahan bakar yang banyak. Bukannya tidak bisa, tapi itu ranah yang sama sekali baru buat saya. Saya butuh tenaga ekstra untuk menguasai itu. Maka, carilah basis terkuat kita dalam menulis.

Kulminasi tertinggi penulis ialah personal branding. Kita punya satu atau dua tema yang sangat dikuasai. Jadi, ketika nama kita disebut, orang bisa memersepsikan kita ahli di bidang itu. “Oh, kalau pelatihan penulisan Bang Adian saja yang menjadi narasumber. Ia banyak menulis soal itu dan bukunya juga soal itu.” Ini kalimat contoh saja. Supaya gampang. Daripada “memfitnah” contoh lain, saya saja jadi contoh “fitnah”-nya, hehehe. Sampai di sini mudah-mudahan bisa dimaknai dengan baik. Selamat menulis kawan-kawan!

7 Tips, Menulis Jadi Gampang

Menjadi penulis yang baik, tentunya mengharuskan kita untuk berlatih dan bekerja keras

semaksimal mungkin. Anda bisa menulis dimana saja, di blog pribadi, mengirim artikel ke media massa, atau bahkan dengan hanya membuat catatan harian. Yang penting hal tersebut dilakukan secara konsisten.

Ini adalah 7 tips penting saat menulis yang mampu saya berikan:

1. Menulislah dengan ringkas dan tidak berbelit-belit. Bisa anda dapatkan dengan rutinitas menulis. Setiap kata yang anda tulis memiliki makna atau tidak ada kata yang sekedar menambah panjang tulisan.

2. Saat menulis jangn melakukannya sambil mengedit, agar supaya apa yang anda pikirkan dapat tertuang secara continue.

(18)

4. Menulislah dengan spesifik berdasarkan judul yang telah anda buat. layaknya diskusi yang mengambang jauh dari topik membuat orang menjadi risih begitupula tulisan yang mengambang jauh dari topik akan membuat pembaca merasa tertipu dan kurang nyaman.

5. Menulislah dengan bahasa yang komunikatif, dengan pembaca. Usahakan tulisan tidak sekedar text book, yang hanya berisi bacaan 1 arah. Buatlah tulisan seakan-akan anda sedang berhadapan dengan pembaca.

6. Menulislah dengan informasi utama yang jelas. Hal itu membuat tulisan anda lebih dapat dipercaya. lengkapi keterangan waktu, tempat, dan keterangan lainnya yang dianggap perlu. 7. Tunjukkan integritas anda dengan menulis yang jujur. menulis yang jujur akan membuat tulisan anda jelas dan membuat pembaca tidak bingung dengan isi tulisan anda.

Dua Kata Sederhana Yang Akan Membuat

Keterampilan Menulis Anda Berkembang

Pesat

Posted on by caramenulisbuku453

Mungkin kita seringkali kagum pada keterampilan menulis seseorang yang semakin baik setiap hari sedangkan kemampuan kita masih jalan ditempat. Mungkin juga kita sering merasa iri pada penulis lain yang telah mampu menulis dengan lancar sedangkan kita menyusun paragraf menjadi bab saja sulitnya minta ampun.

Atau mungkin juga kita sering merasa terpesona membaca buku orang lain sedangkan buku kita belum rampung juga ditulis. Lalu kita bertanya, bagaimana, sih, cara menjadi penulis seperti mereka?

Jawabannya ada pada dua kata sederhana yang memiliki pengaruh besar ini: practice (latihan) yang massive (banyak). Mari saya tunjukkan sebuah contoh perbandingan.

Mengapa seorang bocah umur lima tahun di Amerika sana sangat lancar berbahasa inggris, padahal mereka tidak pernah belajar bahasa inggris di sekolah? Dan mengapa pula kita orang Indonesia, setelah belajar bahasa inggris bertahun-tahun di kelas, masih banyak yang tidak bisa berbahasa inggris?

Dan lebih parahnya lagi, ternyata kita sering diajarkan oleh orang yang belum tentu juga menguasai bahasa inggris (walau sering mengaku sarjana bahasa inggris! Maaf numpang nyindir… he.. he…)

(19)

Mengapa kita sering sekali merasa sulit menciptakan tulisan yang baik dan menarik? Dan mengapa pula penulis hebat itu sangat lihai menciptakan tulisan yang baik, menarik dan bahkan menggugah?

Jawabannya karena kita jarang sekali latihan menulis atau bahkan sering sekali merasa malas untuk melakukannya. Sedangkan penulis yang telah sukses itu telah menulis banyak hal dalam waktu yang lama. Mereka telah memutuskan untuk menulis setiap hari walaupun hanya beberapa menit. Mereka telah mengorbankan waktu dan tenaga mereka untuk sesuatu yang mereka

impikan sehingga mereka telah menjadi diri mereka yang sekarang.

Felix Siauw (Seorang Best Spiritual Motivator, Asli Palembang) dalam satu buku best sellernya, How To Master Your Habits, menuliskan,

“Bila seseorang banyak melatih dan mengulang, terpaksa ataupun sukarela, dia pasti akan menguasai keahlian tertentu. Inilah namanya pembentukan kebiasaan alias habits.”

Benar sekali Bang Felix, setuju bangets. Bila kita banyak (massive) melatih (practice) minat kita maka dalam keadaan terpaksa ataupun sukarela, pasti kita bakal menguasainya.

Apa yang ditulis Bang Felix ternyata sama dengan apa yang ditulis oleh Malcolm Gladwell dalam bukunya Outliers.

“Bahwa penguasaan dalam suatu bidang tertentu merupakan kunci utama dari kesuksesan, dan penguasaan tersebut hanya bisa diperoleh oleh seseorang jika telah melakukan latihan minimal 10.000 jam.”

Ya, kita akan menguasai keahlian apapun yang kita minati setelah kita berlatih selama 10 ribu jam. Kalo dihitung-hitung, 10 ribu jam itu sama dengan dua tahun. Jadi bila kita ingin ahli melakukan suatu hal, menulis misalnya, berarti kita harus berlatih menulis satu jam setiap hari selama kurang lebih dua tahun.

Yups, saya setuju dengan dua pendapat dua master diatas. Saya setuju karena saya telah mengalami dan merasakannya. Ketika saya telah menulis (practice) selama kurang lebih dua tahun (massive), maka saya baru bisa merasakan kemampuan dan keterampilan menulis saya bertambah bagus. Pikiran dan tangan saya terasa sudah menyatu, keduanya sudah mulai bisa berjalan seiring seirama, bebas dari writing block. Aktivitas menulis saya pun menjadi lancar. Saya mulai bisa menulis dengan mengalir. Mantap!

Jadi, anda pun bisa menjadi penulis hebat seperti penulis lain yang telah sukses itu. Syaratnya anda harus mau latihan (practice) menulis dalam waktu yang lama (massive) dengan penuh kesungguhan.

(20)

Referensi

Dokumen terkait

Malaysia is a major producer of spices, being the world's sixth largest exporter of pepper and pepper-related products (specialty peppers, processed pepper and pepper.. GAIN

Bagaimana morfologi bakteri pada rizosfer bawang merah yang tercemar logam berat Pb ( Allium ascalonicum L .) di Kecamatan Wanasari, Brebes.. Bagaimana Biokimiawi bakteri

prinsip yang dapat menjaga dan meningkatkan kualitas pembelajaran, sehingga Capaian Pembelajaran Mata Kuliah akan tercapai dengan baik. Perencanaan pembelajaran di

(a) Apabila sebuah TV diambil secara acak dari keseluruhan produk yang ada, berapakah besarnya peluang bahwa TV yang terpilih tersebut dalam keadaan cacat.. (b) Apabi- la sebuah

Praktik mengajar dilaksanakan dikelas XI IPS 1 pada jam ke 1-2, sebelum praktik mengajar dimulai dari jam 07.00-07.15 diadakan literasi membaca buku yang merupakan progam dari

Pada proses cumene hydroperoide, mula+mula cumene dioksidasi men)adi cumene hydroperoide dengan udara atmosfer atau udara kaya oksigen dalam satu atau beberapa

Hubungan Bayi Berat Lahir Rendah dengan nilai Apgar asfiksia dan tidak asfiksia menit ke-1 di RSUP Dr.. Hal ini berarti terdapat hubungan yang signifikan antara BBLR

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan propofol atau fentanyl sebelum sevoflurane dihentikan ternyata menurunkan insidensi terjadinya agitasi paska anestesi