• Tidak ada hasil yang ditemukan

Legal Opinion Kerusakan Lingkungan Akiba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Legal Opinion Kerusakan Lingkungan Akiba"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

LEGAL OPINION

KERUSAKAN LINGKUNGAN AKIBAT KEBAKARAN HUTAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Lingkungan

Dosen Pengampu Ridwan Arifin, S.H., Ll.M.

Oleh:

Dani Bagus Aris Tyawan (8111416140)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG FAKULTAS HUKUM

(2)

Legal Opinion: Kerusakan Lingkungan Akibat Kebakaran

Hutan adalah suatu wilayah yang memiliki banyak tumbuh-tumbuhan lebat yang berisi antara lain pohon, semak, paku-pakuan, rumput, jamur dan lain sebagainya serta menempati daerah yang cukup luas. Hutan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, dan pelestari tanah serta merupakan salah satu aspek biosfer bumi yang paling penting. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar.

Menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pengertian hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.

Definisi hutan yang disebutkan di atas, terdapat unsur-unsur yang meliputi : Suatu kesatuan ekosistem, berupa hamparan lahan, Berisi sumberdaya alam hayati beserta alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, Mampu memberi manfaat secara lestari. Secara sederhana, hutan ahli kehutanan mengartikan hutan sebagai suatu komunitas biologi yang didominasi oleh pohon-pohonan tanaman keras.

Sedangkan menurut UU No. 5 tahun1967, hutan diartikan sebagai lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara menyeluruh merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya.

Indonesia merupakan salah satu Negara tropis yang memiliki wilayah hutan terluas di dunia setelah Brazil dan Zaire. Hal ini merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia karena mempunyai hutan yang sangat luas, Indonesia juga banyak memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, salah satunya yaitu Sumber Daya Alam (SDA yang dimiliki oleh hutan di

Indonesia.

Banyak pohon jati dan pohon-pohon lainnya yang ditanam secara terstruktur dan ada pula hutan yang pohon-pohonnya tumbuh secara liar. Hutan juga memiliki banyak manfaatnya bagi kehidupan, dilihat dari

manfaatnya hutan dapat bermanfaat sebagai paru-paru dunia, pengatur aliran air, pencegah erosi dan banjir serta dapat menjaga kesuburan tanah, dan masih banyak lagi manfaat hutan bagi kehidupan.

Hutan memiliki beberapa jenis, adapun jenis hutan berdasarkan jenis fungsinya adalah yang pertama hutan konservasi (hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok

(3)

dilindungi, agar fungsi-fungsi ekologisnya berfungsi dengan baik dan dapat dinikmati manfaatnya terutama oleh masyarakat yang terutama fungsi yang menyangkut tata air dan kesuburan tanah) dan yang ketiga adalah hutan produksi (hutan produksi adalah kawasan hutan yang dimanfaatkan untuk memproduksi hasil hutan).

Hutan memiliki fungsi diantaranya adalah sebagai penghasil kayu, sumber plasma nutfah, dapat mencegah terjadinya erosi tanah dan banjir, sebagai penghasil oksigen(O2), sebagai penyerap bahan-bahan penvemar

udara, ekosistem hutan,, habitat flora dan fauna serta sebagai pengatur tata air dan pengawetan tanah. Karena pentingnya fungsi hutan bagi kehidupan manusia sehingga kelestarian hutan tersebut perlu dijaga agar hutan tidak kehilangan fungsinya.

Hal yang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi hutan adalah kebakaran hutan, penebangan secara liar, penebangan tidak melakukan penanaman kembali, dan penggundulan hutan untuk membuka lahan

pembangunan. Maka dari itu perlindungan hutan dari kebakaran, penebangan secara liar, penebangan tidak melakukan penanaman kembali, dan

penggundulan hutan untuk membuka lahan pembangunan harus dilakukan, bukan hanya dilakukan oleh pemerintah saja tetapi dari masyarakat juga.

Perlindungan hutan yaitu usaha, kegiatan dan tindakan untuk mencegah serta membatasi terjadinya kerusakan-kerusakan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, hama dan penyakit, ataupun alam itu sendiri, untuk mempertahankan hak-hak negara dan juga masyarakat atas hutan dan hasil hutan.

Kebakaran hutan adalah suatu keadaan dimana hutan dilanda api

sehingga berakibat timbulnya kerugian ekosistem dan terancamnya kelestarian lingkungan. Di Indonesia kebakaran hutan dan lahan menjadi hal yang biasa terjadi karena memang sebagian besar wilayahnya terdiri dari hutan-hutan. Penyebab kebakaran hutan yang paling sering terjadi adalah karena

pembakaran yang secara sengaja dilakukan baik oleh perusahaan ataupun perseorangan.

Ada banyak peraturan yang mengatur tentang pengelolaan lingkungan akan tetapi kebanyakan hanya mengabaikannya. Hal tersebut dikarenakan penegakan hukum dan kesadaran dari manusiannya sendiri yang rendah. Terjadi disfungsi dari komponen-komponen seperti masyarakat, pengusaha, dan pemerintah. Mereka tidak melakukan peran mereka dengan baik sehingga masih banyak terjadi masalah pembakaran hutan dan lahan di Indonesia

secara illegal. Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama berbagai komponen

tersebut dalam upaya melestarikan dan menjaga lingkungan agar tidak terjadi lagi pelanggaran-pelanggaran seperti pembakaran hutan dan sebagainya.

Masalah lingkungan yang terjadi di suatu negara atau kawasan tertentu akan berpengaruh pula pada negara atau kawasan lain. Hal ini disebabkan pencemaran lingkungan misalnya (Kebakaran Hutan) dampaknya tidak hanya dirasakan oleh negara yang tertimpa oleh pencemaran udara tersebut, tetapi juga negara tetangga. Hal ini dapat dilihat di Indonesia yang setiap tahunnya terjadi kebakaran hutan di Sumatra dan Kalimantan, dampak dari kebakaran hutan tersebut dirasakan pula oleh masyarakat negara tetangga, yaitu

Singapura dan Malaysia.

(4)

kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan sebagainya.

Sehingga ketika kita melihat dari salah satu kasus kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia, yaitu kasus kebakaran hutan jati seluas 4 Ha terjadi di pinggir Jalan Purwodadi-Solo KM 16, Desa/Kecamatan Geyer,

Grobogan, Pada Senin 28 Agustus 2017. Kita dapat mencoba menganalisis seperti apa kasus itu ketika ditinjau dari sisi hukum yang berlaku.

Kebakaran hutan dalam kasus ini diduga disebabkan oleh putung rokok atau sampah yang ada di sekitar lokasi. Putung rokok atau sampah yang sengaja dibuang oleh masyarakat setempat dan dapat menyebabkan kebakaran tersebut. Banyaknya pengendara yang melintas diperkirakan memicu dampak negatif berupa pembuangan putung rokok disembarang tempat. Putung rokok secara tak sengaja dibuang dan terbawa oleh angin sampai ke dahan-dahan yang kering yang mengakibatkan kebakaran. Memang tidak ada unsur kesengajaan dalam hal ini, tetapi dampaknya dapat

menimbulkan kerugian bagi masyarakat sekitar.

Selain itu, keberadaan sampah rumah tangga yang ada disekitar lokasi dan dibuang oleh masyarakat sekitar yang ada di lokasi kebakaran ikut

menyumbang terjadinya kebakaran, meski disana telah dipasangi plang berisi larangan membuang sampah, sampah-sampah tersebut mudah terbakar karena bahan yang terbuat dari sampah-sampah tersebut mudah terbakar.

Kebakaran hutan yang disengaja ataupun tidak sedikit banyak tetap menimbulkan kerugian bagi alam sekitar, bukan hanya alam sekitar tetapi juga makhluk hidup yang berada di sekitar kawasan kebakaran tersebut. Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi hampir setiap tahun walaupun frekuensi, intensitas, dan luas arealnya berbeda.

Dampak negatif pada lingkungan fisik antara lain meliputi penurunan kualitas udara akibat kepekatan asap yang memperpendek jarak pandang sehingga mengganggu transportasi, mengubah sifat fisika-kimia dan biologi tanah, mengubah iklim mikro akibat hilangnya tumbuhan, bahkan dari segi lingkungan global ikut memberikan andil terjadinya efek rumah kaca. Dampak pada lingkungan hayati antara lain meliputi menurunnya tingkat

keanekaragaman hayati, terganggunya suksesi alami, terganggunya produksi bahan organik dan proses dekomposisi.

ANALISIS ATURAN HUKUM

Kebakaran/pembakaran Hutan dan Lahan menimbulkan dampak

(5)

Pasal sanksi pidana bagi pelaku pembakaran atau orang yang membakar hutan dan lahan:

1. Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan: Pasal 50 ayat (3) huruf d :

Setiap orang dilarang membakar hutan Pasal 78 ayat (3) :

Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

Pasal 78 ayat (4) :

Barang siapa karena kelalaiannya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah).

2. Undang Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH)

Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Kebakaran hutan atau kebakaran lahan juga dapat mengakibatkan

pencemaran lingkungan hidup dan kerusakan lingkungan hidup sehingga dapat dikenai sanksi bersadarkan UUPA sebagai berikut :

Pasal 69 ayat (1) huruf h UUPPLH:

Setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar Pasal 108 UUPPLH :

Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Pasal 69 ayat (2) UUPPLH :

(6)

Pasal 98 ayat (1) UUPPLH

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 98 ayat (2) UUPPLH

Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 98 ayat (1)

mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar

rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah). Pasal 98 ayat (3) UUPPLH

Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit

Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Pasal 99 ayat (1) UUPPLH

Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 99 ayat (2) UUPPLH

Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 99 ayat (1)

mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Pasal 99 ayat (3) UUPPLH

Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 99 ayat (1)

mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp9.000.000.000,00 (sembilan miliar rupiah).

Pasal 119 UUPPLH:

Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa:

a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana

(7)

d. pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau

e. penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.

UJI SYARAT

Pasal 1 ayat (1) UU PPLH menyatakan lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahkluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Oleh karena itu anggapan bahwa manusia adalah mahkluk yang paling berkuasa adalah tidak benar. Faktor penentu keberlangsungan kehidupan kita tidaklah di tangan kita, sehingga kehidupan kita sangat rentan (vulnerable).

Namun manusia merupakan makhluk hidup yang paling besar

tanggunjawabnya untuk menjaga keberlangsungan tersebut. Kasus kebakaran hutan dan lahan adalah bukti bahwa manusia merupakan aktor paling utama menyumbang kerusakan bagi alam yang mengancam keberlangsungan

kehidupan.

Meningkatnya kebutuhan akibat meningkatnya jumlah populasi manusia akan berdampak kepada upaya untuk memiliki secara pribadi khususnya

terhadap menyangkut kebutuhan masyarakat banyak. Penerbitan izin terhadap pengelolaan dan pemanfaatan hutan dan lahan merupakan sebuah langkah ekonomis dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat banyak yang dilaksanakan oleh korporasi.

Namun dalam proses pengelolaan dan pemanfaatan hutan tersebut mulai dari tahap praperizinan, saat izin telah diterbitkan dan setelah masa berlakuknya izin habis diberikan batasan-batasan yang jelas. Batasan-batasan tersebut diberikan melalui peraturan perundan-undangan yang berlaku agar meminimalisir segala bentuk ancaman dan risiko terhadap pencemaran dan perusakan lingkungan hidup demi terjaganya keberlangsungan kehidupan dan ekosistem.

Kasus kebakaran hutan jati seluas 4 Ha terjadi di pinggir Jalan Purwodadi-Solo KM 16, Desa/Kecamatan Geyer, Grobogan, Pada Senin 28 Agustus 2017. Kebakaran hutan dalam kasus ini diduga disebabkan oleh putung rokok atau sampah yang ada di sekitar lokasidiatas tidak banyak merugikan warga sekitar karena kebakaran tersebut tidak mematikan pohon jati yang ada di petak tersebut. Kerawanan kebakaran hutan di musim kemarau pada hutan jati memang sering terjadi. Juga, tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini. Dan kejadian ini bisa dibuat untuk jadi perhatian serius tentang lingkungan yang ada disekitar.

KESIMPULAN

Banyak terjadi kebakaran hutan di Indonesia. Bahkan kebakaran hutan yang terjadi di tahun ini sangat parah dan berdampak dampai ke negara-negara tetangga yang berada dekat dengan indonesia. Kebakaran hutan bisa disebabkan oleh ulah manusia ataupun karena faktor alam itu sendiri. Tetapi kebanyakan adalah karena faktor manusia mulai dari penebangan secara liar, penebangan tanpa penanaman kembali dan penggundulan lahan untuk

(8)

mengatasnamakan perusahaaan. Hal ini perlu diminimalisir agar manusia tidak melakukan hal-hal yang dapat menyebabkan kebakaran hutan dan mengakibatkan kerugian yang besar.

Kebakaran hutan sangat merugikan, bukan hanya bagi manusia tetapi juga bagi alam dan lingkungan sekitar hutan. Adapun kerugian atau dampak yang disebabkan oleh kebakaran hutan yaitu menurunnya populasi flora dan fauna karena banyak flora dan fauna yang ikut terbakar dan kehilangan tempat tinggal saat terjadi kebakaran, bukan hanya flora dan fauna saja tetapi

masyarakat juga kekurangan oksigen yang bersih akibat kebakaran tersebut, terlebih lagi banyak kendaraan bermotor juga yang menyebabkan oksigen itu semakin sedikit. Hal ini juga dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit juga dapat mengakibatkan kecelakaan saat berkendara akibat kabut asap akibat kebakaran tersebut.

Berdasarkan kasus diatas dapat disimpulkan bahwa kerusakan dan kebakaran hutan tersebut disebabkan oleh ulah manusia. Putung rokok atau sampah yang sengaja dibuang oleh masyarakat setempat sehingga dapat menyebabkan kebakaran tersebut. Banyaknya pengendara yang melintas diperkirakan memicu dampak negatif berupa pembuangan putung rokok disembarang tempat. Putung rokok secara tak sengaja dibuang dan terbawa oleh angin sampai ke dahan-dahan yang kering yang mengakibatkan

kebakaran. Memang tidak ada unsur kesengajaan dalam hal ini, tetapi

dampaknya dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat sekitar. Selain itu, keberadaan sampah rumah tangga yang ada disekitar lokasi dan dibuang oleh masyarakat sekitar yang ada di lokasi kebakaran ikut menyumbang terjadinya kebakaran, meski disana telah dipasangi plang berisi larangan membuang sampah, sampah-sampah tersebut mudah terbakar karena bahan yang terbuat dari sampah-sampah tersebut mudah terbakar.

Di sisi lain upaya pencegahan dan pengendalian yang dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu perlu

perbaikan secara menyeluruh, terutama yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan. Upaya pencegahan yang paling mendasar adalah dengan memahami penyebab terjadinya kebakaran hutan di Indonesia.

Meskipun Indonesia memiliki banyak sekali peraturan yang melarang pembakaran hutan, pada kenyataannya yang terjadi di lapangan penegakan hukum peraturan tersebut masih sangat lemah. Sebagai contoh, dapat dilihat pada Putusan Pengadilan Negeri Bengkalis Nomor 574/Pid.Sus/2014/PN.Bls tanggal 22 Januari 2015 yang putusannya menghukum tergugat dengan hukuman ringan dan Putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor

24/Pdt.G/2015/PN.Plg dimana Hakim memutus bebas tergugat atas dalil bahwa lahan yang terbakar tidak mengalami kerusakan, masih subur dan bisa

ditanami dengan pohon lagi.

Sehingga penegakan hukum dilapangan harus lebih diperkuat,

pemerintah harusnya menegaskan undang-undang khusus mengenai tindak pidana pembakaran hutan dan lahan sehingga dapat menjadi upaya preventif maupun represif dalam penanggulangan masalah kebakaran hutan dan lahan. Dikarenakan peraturan yang ada dirasa kurang efektif dalam menanggulangi masalah pembakaran hutan dan lahan. Dan juga Pemerintah harus melibatkan peran serta masyarakat demi meningkatkan pengawasan terhadap

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Arefianto, Harry Agung. Penerapan Sanksi Administrasi Pencemaran

Lingkungan Hidup Akibat Kegiatan Industri. Unnes Law Journal. Volume 4 No 1.

Majid, Kusnoto Alvin. 2008. Pencegahan dan Penanganan Kebakaran

Hutan. Semarang :

Aneka Ilmu.

Purbowaseso, Bambang. 2004. Pengendalian Kebakaran Hutan. Jakarta: Rineka Cipta.

Rasyid, Fachmi. 2014. Permasalahan dan Dampak Kebakaran Hutan. Jurnal Lingkar Widyaiswara. Volume 1, No 4.

Sakdiyah, Salamatus. 2003. Perlindungan Hutan Dari Kebakaran Di

Indonesia. Jurnal Ilmiah. Volume 2, No. 1.

Referensi

Dokumen terkait

 Non-Australian citizen should submit proof of permanent residence in Australia and valid Australian visa.. Applicant with no proof of valid Australian visa is

Ke- layakan instrumen penilaian sikap pada penelitian didasarkan atas hasil uji/ validasi desain yang telah dilakukan, dan didapatkan hasil bahwa produk tersebut

sehingga mampu mengurangi kebutuhan perjaanan antar kawasan, penerapan prinsip TDM dan TOD untuk meningkatkan efisiensi,. pengembangan prasarana jalan, pengembangan energi

Masyarakat Tionghoa di Indoneisa sudah tentu telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sendi-sendi kehidupan di Indoneisa saat ini, adalah menarik bila kita

Dengan merubah flow rate dari 700 gpm menjadi 970 gpm maka didapat hasil cutting transport ratio pada bagian casing drillpipe sebesar 90,08%, pada annulus drillpipe

1) Memerlukan perangkat komputer untuk menjalankannya. 2) Materi yang dikembangkan hanya pada semester II untuk mata pelajaran fisika SMP kelas VIII karena

353 14326002710699 MARTINA LELYEMIN SD/MI Guru Kelas SD SD YPPK WILLIBRORDUS I REMU Kota Sorong Sudah UKA.

Pada kajian awal peningkatan skala proses mikroenkapsulasi akan dilihat respon perubahan volume emulsi (diikuti dengan perubahan geometrik wadah) disertai dengan peningkatan