• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menonton Televisi secara Kritis dan Seha

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Menonton Televisi secara Kritis dan Seha"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Menonton Televisi secara Kritis dan Sehat

1 Oleh: Darmanto2

Mengapa media televisi perlu mendapat perhatian lebih besar dari media lainnya?

Televisi kini merupakan media yang paling banyak diakses oleh masyarakat. Dari data Lembaga Riset Media Nielsen dalam beberapa tahun terakhir dapat diketahui bahwa di antara media massa yang ada, televisi paling banyak diakses oleh masyarakat Indonesia dengan tingkat presentase lebih dari 90%. Bandingkan dengan media radio yang hanya mampu mencapai 40%, surat kabar 20%, majalah 13%, dan internet secara nasional masih di bawah 15%.

Demikian pula dilihat dari segi waktu yang dihabiskan untuk mengakses media televisi setiap harinya rata-rata 3 s.d 3,5 jam, sedangkan untuk radio hanya 1½ jam. Gejala seperti itu tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara maju. Dalam bukunya yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia (2008) berjudul Etika Media

Elektronik, Val E. Limburg mengatakan bahwa anak menjelang usia 18 tahun telah menonton televisi selama 25.000 jam. Dengan waktu yang panjang itu membuat mereka telah mendapat terpaan 350.000 siaran iklan, 15.000 berita kematian akibat kekerasan, dan 7.000 situasi “orang dewasa”.

Berdasarkan data tersebut, wajar dan seharusnya kita memang perlu menaruh

perhatian lebih besar terhadap media televisi dibanding media massa lain. Sebab,sesuatu yang bergitu banyak “dikorbani waktu, tenaga, dan perhatian” tentu akan akan memiliki dampak tersendiri. Begitu juga dengan media televisi, ketika kotak ajaib itu menyita waktu, tenaga, dan perhatian kita, tentu punya dampak dalam kehidupan sosial. Kenyataannya, televisi memang telah meninabobokan kehidupan kita, terlebih bagi anak-anak, remaja, dan anak muda.Akibatnya, generasi televisi adalah generasi yang tidak lagi membaca buku secara tekun dan kurang belajar menulis.

1 Bahan Belajar Bersama untuk Gerakan Desa Membangun di Festival Jawa Selatan (Jadul Fest) di Desa Mandalamekar, Jatiwaras, Tasikmalaya, Jawa Barat, Minggu, 3 Juni 2012

2Darmanto adalah Peneliti pada Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI), UPT Balitbang SDM, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI di Yogyakarta, dan Pegiat literasi media di Perkumpulan Masyarakat Peduli Media (MPM)

1

Tujuan:

 Mendorong munculnya forum-forum kritis di tingkat desa dalam menyikapi tayangan televisi yang tidak sehat

(2)

Televisi lebih banyak menayangkan acara hiburan dibanding informasi dan pendidikan

Di mana pun di dunia ini, semua televisi memang lebih banyak menayangkan acara hiburan dibanding dengan program informasi dan pendidikan. Oleh karena itu seorang ahli Amerika yang bernama Neil Postman (1995) menyebut kebiasaan menonton televisi itu dengan ungkapan, “menghibur diri dari sampai mati”. Maksudnya, banyak orang kini kalau sudah berada di depan kotak ajaib dengan memegang remote control tidak henti-hentinya memindah-mindah chanel untuk memburu hiburan yang memang tidak ada akhir meski hayat tidak lagi dikandung badan

Berhubung sajian televisi lebih banyak hiburannya maka masyarakat penonton (khalayak) perlu melalukan diet atau mengurangi jatah waktu untuk menonton televisi. Sebab kalau terlalu banyak menonton televisi, otak manusia kurang dimanfaatkan secara optimal. Padahal oleh Sang Pencipta, otak manusia itu justru dirancang untuk mampu beraktivitas secara maksimal. Bahkan sebaliknya, jika otak sering dibiarkan “nganggur” cenderung mengerut dan kapasitasnya mengecil sehingga menurunkan kemampuan. Anak-anak, remaja, dan pemuda yang banyak menghabiskan waktunya di depan televisi cenderung lemah daya ingatnya terhadap materi pelajaran atau kemampuan menghapal ayat-ayat suci (Maryani, 2012).

Isi siaran televisi tidak semua sehat sesuai dengan kebutuhan masyarakat

Tidak perlu diragukan bahwa kehadiran televisi telah memberikan sumbangan besar bagi kemajuan manusia modern. Televisi terbukti tidak hanya menghibur, tetapi juga informatif dan edukatif. Meski demikian, sisi positif dari televisi untuk sementara tidak perlu kita diskusikan di sini lagi karena memang seharusnya begitu. Televisi diciptakan dalam rangka untuk lebih mempermudah kehidupan manusia.

Adapun yang akan kita diskusikan sekarang adalah sisi negatif dari televisi. Dalam perkembangannya, media televisi menghadirkan sisi-sisi negatif yang menimbulkan kecemasan pada diri manusia. Jika sisi negatif tersebut tidak segera diatasi akan menimbulkan kerugian besar bagi kehidupan kita. Apa saja sisi negatif media televisi, para ahli telah banyak merumuskannya. Namun, dalam kesempatan ini pendapat-pendapat ahli tersebut sengaja tidak ditampilkan, karena kita ingin mendengar apa yang dikatakan oleh orang kebanyakan, khususnya para ibu rumah tangga.

Berdasarkan masukan yang dihimpun melalui forum Pengurus PKK di Kelurahan Wirobrajan, kecamatan Wirobrajan, Kota Yogyakarta pada 9 Maret 2012 dapat diidentifikasi sejumlah pengaruh negatif dari televisi, terutama pada anak-anak dan remaja. Menurut mereka, televisi berpengaruh negatif karena siaran-siarannya menampilkan banyak adegan kekerasan; gaya hidup glamour; memamerkan aurat, memberi contoh anak berani pada orang tua, menampilkan perilaku yang tidak sopan, sikap kurang peduli pada sesama, menampilkan contoh perselingkuhan, kekerasan, tawuran, gerakan ala ninja, mempertontonkan anak berani pada orang tua, mengurangi kesempatan belajar, tidak mau membantu kerja orang tua, mengajarkan hidup bebas, melanggar norma, merusak kebiasaan baik anak, membuat anak suka malas-malasan, merusak penglihatan, mengajarkan kata-kata kasar, dan membuat anak-anak lebih cepat mengenal hal-hal yang sebenarnya hanya layak diketahui orang dewasa.

Kandungan isi siaran tersebut di atas jelas tidak sehat karena jauh dari harapan bisa memenuhi kebutuhan masyarakat. Agar tidak mengalami kerugian di masa depan, masyarakat

(3)

perlu membentengi diri sendiri dari pengaruh negatif tayangan televisi yang tidak sehat. Kita tidak bisa hanya berharap dan menghimbau kepada pemilik stasiun televisi agar menyajikan acara-acara yang bermutu tinggi sesuai kebutuhan masyarakat. Kita juga tidak bisa menggantungkan sepenuhnya pada Komisi Penyiaran Indonesia Pusat dan Daerah (KPI) untuk bertindak tegas pada stasiun stasiun televisi yang dianggap melanggar dengan banyak menyajikan tayangan yang tidak sehat. Maklum, televisi swasta kita terlalu dimanja oleh Pemerintah sehingga tidak mau tunduk pada KPI yang merupakan wakil masyarakat.

Sistem Siaran Berjaringan (SSB) Gaga Terwujud

Para perumus Undang-undang Penyiaran tahun 2002 menyadari bahwa wilayah Indonesia begitu luas dan memiliki banyak ragam suku, bahasa daerah, adat-istiadat, dan tingkat pendidikan maupun ekonomi masyarakat yang tidak merata. Dengan kondisi yang demikian maka para wakil rakyat di Senayan tidak ingin ada sentralisasi siaran, misalnya dari Jakarta ke seluruh daerah di Indonesia. Oleh karena itu, jika suatu stasiun televisi ingin menjangkau wilayah yang lebih luas harus berjaringan dengan stasiun televisi yang ada di wilayah setempat. Dengan konsep SSB, maka mestinya tidak ada stasiun televisi swasta nasional, tetapi yang ada adalah televisi swasta Jakarta. Sebab untuk bisa menjangkau secara nasional, sebuah stasiun televisi harus berjaringan dengan tv-tv lokal di berbagai daerah.

Tujuan dari diterapkannya SSB adalah untuk menghindari sentralisasi demi

terwujudnya keberagaman isi siaran (diversity of content). Dengan adanya SSB maka tv-tv swasta lokal diharapkan dapat tumbuh kembang secara baik karena mau tidak mau para pemasang iklan untuk bisa menjangkau secara nasional tidak cukup hanya beriklan di tv Jakarta. Kalau tv lokal bisa bertumbuh baik maka informasi-informasi lokal akan lebih banyak disiarkan. Kalau tv lokal yang menyiarkan informasi untuk wilayahnya, tentu tidak hanya yang negatif-negatif, tetapi informasi yang memang dibutuhkan warga setempat. Dengan demikian SSB akan menghindarkan masyarakat daerah dari keterjajahan informasi yang sifatnya Jakartanan. Jika SSB berjalan secara baik, dapat dipastikan informasi di daerah muncul di televisi tidak hanyakarena kasus-kasus bencana, kekerasan, korupsi, dan hal-hal negatif lainnya, tetapi juga informasi yang positif.

Selain memeratakan dan menyeimbangkan informasi, berkembangnya televisi lokal dengan sendirinya dapat memperluaskan lapangan pekerjaan dan kemajuan ekonomi masyarakat lokal. Bayangkan, kalau perusahaan-perusahaan harus memasang iklan di tv swasta lokal, otomatis biro-biro iklan di daerah akan bertumbuh dan sehingga masyarakat lokal memperoleh cipratan ekonomi dari penyelenggaraan penyiaran. Akan tetapi, dengan sentralisasi seperti sekarng, hanya tv Jakarta yang tumbuh, hanya biro iklan Jakarta yang memperoleh order banyak, sedangkan masyarakat daerah hanya dikeruk duwitnya untuk dibawa ke Jakarta dan orang daerah hanya kebagian sampah dari barang industri yang diiklankan di televisi.

Mengapa SSB gagal terwujud? Lagi-lagi, semua itu akibat sikap Pemerintah yang tidak tegas dan tidak disiplin dalam menjalankan Undang-undang Penyiaran. Pemerintah lebih tunduk pada pemilik televisi swasta di Jakarta yang selama ini lebih dikenal sebagai televisi swasta nasional, dan lebih memikirkan nasib sepuluh stasiun televisi yang sudah eksis dari pada nasib tv-tv daerah yang lebih banyak jumlahnya dan jauh lebih memberikan

kemanfaatan bagi masyarakat luas, serta keadilan informasi secara nasional.

(4)

Menonton TV secara kritis adalah langkah penting untuk memperbaiki tata kelola informasi

Bertitik tolak dari paparan di atas, maka langkah penting yang perlu dilakukan oleh masyarakat untuk memperbaiki tata kelola informasi adalah mengembangkan sikap kritis dalam menonton televisi. Sebab hanya dengan sikap kritis, masyarakat dapat terlindung dari pengaruh negatif tayangan televisi yang tidak sehat. Seperti telah dikatakan di muka, saat ini masyarakat tidak bisa berharap pada budi baik penyelenggara televisi untuk menyajikan siaran bermutu karena yang mereka kejar adalah untung. Pemerintah juga tidak bisa diharapkan karena era demokrasi memang tidak mengizinkan adanya campur tangan pemerintah dalam pengelolaan media massa. Sebenarnya, harapan itu bisa dititipkan pada KPI,tetapi sayang, para pelaku televisi swasta cenderung menyepelekan KPI karena tidak punya aji pamungkas. Di negara-negara maju lembaga sejenis KPI sangat dihormati pemilik stasiun televisi karena punya aji pamungkas bernama hak mencabut izin siaran, sedangkan di Indonesia izin siaran menjadi kewenangan pemerintah.

Menonton Televisi secara kritis dan Sehat

Menonton tv secara kritis dan sehat adalah tindakan untuk menonton televisi didasari dengan pertimbangan yang matang dan siap menjadi penonton yang aktif. Ciri-cirinya, yaitu:

1. Memahami pengaruh positif dan negatif dari media televisi

2. Menonton televisi secara terencana (kapan harus menonton, acara apa di stasiun televisi mana, berapa jam, dan apa keperluannya)

3. Bersikap aktif sebagai penonton: tidak hanya menjadi penikmat, cerewet terhadap hal-hal yang tidak semestinya, mencatat hal-hal-hal-hal yang diperlukan, mengidentifikasi adanya pelanggaran P3SPS, melakukan pengaduan kepada KPI, melakukan kampanye mendukung atau memboikot acara tertentu.

4. Membatasi jam menonton televisi

5. Membuat aturan atau kesepakatan bersama dalam keluarga tentang menonton televisi 6. Membangun kebersamaan warga untuk menentukan jam menonton televisi agar tidak

mengganggu jam belajar masyarakat

7. Mengembangkan kesadaran kritis terhadap siaran televisi di lingkungan masyarakat 8. Mengembangkan kegiatan kreatif yang dapat menjadi pilihan anak-anak, remaja,

pemuda dan kelompok rentan lain dari sekedar menonton televisi.

Demikianlah sumbangan pemikiran yang dapat disampaikan pada kesempatan ini.Jika ingin berkomunikasi lebih lanjut dapat dapat dilakukan melalui email:

dmt_mpm@yahoo.co.id atau darmantompm@gmail.com dan HP 0813 2524 1822

Referensi

Dokumen terkait

Implikasi Program Bantuan Pemerintah berupa Sapras melalui aspek ekonomi, sosial budaya, teknologi, dan kelembagaan serta menganalisis dampak dari Kebijakan Program Bantuan

Seiring dengan kemajuan waktu konsumsi daging dari waktu kewaktu meningkat, dengan meningkatnya konsumsi daging akan banyak orang yang tidak bertanggung jawab untuk

Buku ini disusun untuk memberi gambaran awal hasil ST2013 mengenai jumlah rumah tangga usaha pertanian, jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum, dan jumlah perusahaan

Mau’du adalah isim maf’ul dari kata wa;dhaa yadha wadha’a yang secara bahasa berarti al-shiqod (meletakan atau menyimpan) (mengada-ngada atau yang dibuat-buat),dan menurut istilah

DIUTAMAKAN memiliki dana pendamping dari fakultas (dan/atau sumber lainnya) yang dinyatakan dengan surat pernyataan oleh fakultas yang ditandatangani oleh Dekan

Untuk analisis data tentang hubungan motivasi kerja pada aspek perilaku kerja dengan kinerja perawat menunjukkan bahwa P-value yang didapat dari uji chi-squere adalah 0,000 atau

Karakteristik tumbuhan hiperakumulator adalah: (i) Tahan terhadap unsur logam dalam konsentrasi tinggi pada jaringan akar dan tajuk; (ii) Tingkat laju penyerapan unsur dari tanah

Dan dari pengaruh positif terbesar terhadap keputusan pembelian sepeda motor Honda Beat di Kecamatan Medan Tembung adalah pada variabel desain (X3) hal ini ditunjukkan