• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PROGRAM Teks Pilihan untuk Pemu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EVALUASI PROGRAM Teks Pilihan untuk Pemu"

Copied!
285
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(4)

M u t r o f i n

E V A L U A S I

P R O G R A M

Teks Pilihan untuk Pemula

Editor:

(5)

Mutrofin,

EVALUASI PROGRAM Teks Pilihan untuk Pemula

Mutrofin, Yogyakarta: Penerbit LaksBang PRESSindo, xi + 272 hlm. 14,5 x 21 cm.

Edisi Pertama,

Cetakan 1, 2001

Cetakan 2, 2005

Cetakan 3, 2010

Cetakan 4, 2014

 Penulis

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang

ISBN: 979-99431-5-9

Kode Produksi: LBP. 11.14.00137

1. Evaluasi Program. 2. Konsep Evaluasi 3. Metode Evaluasi

I. Mutrofin II. Oding Surpiadi

307.01

Editor/Penyunting : Dr. Oding Supriadi, M.Pd. Desain Sampul : Rohman H. Yuliawan Layout Isi : W@khyudin

Penerbit:

LaksBang PRESSindo, Yogyakarta (Member of Laksbang Group) E-mail: laksbangyk@yahoo.com laksbang_group@yahoo.com

(6)

Sejak dipublikasikan pertama kali tahun 2001, buku ini telah dicetak tiga kali. Sehubungan dengan banyaknya permintaan khalayak pembaca, maka meskipun belum mengalami perubahan edisi, penerbit berinisiatif mencetak kembali untuk yang ketiga kalinya.

Sambil menunggu edisi berikut dari penyusunnya, diharapkan buku ini tetap memberikan sumbangsih wacana tentang sains evaluasi program yang mulai tumbuh kembang dengan baik di Indonesia. Input balik dari pembaca bisa dialamatkan ke email penerbit: laksbangyk@yahoo.com.

Terimakasih atas apresiasi dan sambutan baik dari para pembaca.

Yogyakarta, Mei 2014

(7)
(8)

BAHAN ajar atau wacana evaluasi sebagai sains di Indonesia, proses adopsi inovasi dan aplikasi pengembangannya relatif baru. Diakui atau tidak, para mahasiswa yang menekuni studi evaluasi, terutama yang berasal dari disiplin lain akan mengalami kesulitan untuk memahami konsep-konsep fundamental dan strategis tentang evaluasi di samping persoalan metodologis dan teknisnya. Padahal diketahui, evaluasi sebagai studi akan sangat membantu memahami secara komprehensif suatu preskripsi kebijakan dalam lingkup yang lebih makro; program sebagai acuan aktivitas yang sistematis dari kebijakan; dan proyek sebagai bagian mikro daripadanya. Pada tiga aras tersebut untuk berbagai bidang mulai dari bidang sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain, studi evaluasi akan menemukan relevansinya.

(9)

mahasiswa yang mendalami studi evaluasi agar pandai-pandai memilih dan memilah informasi ilmiah yang cukup tersedia dalam bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Buku ini dimaksudkan hanya sebagai katalisator guna merangsang mahasiswa mendalami lebih jauh dan melacak lebih intensif kajian-kajian yang sebagian di antaranya dipaparkan dalam buku ini.

Buku ini tentu saja tidak mungkin dapat terwujud tanpa bantuan, bimbingan, dan kritik dari berbagai pihak, terutama dari para pakar evaluasi di lingkungan Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, tempat penyusun menyelesaikan Magister Pendidikan (S2) bidang tersebut. Untuk itulah patut kiranya disampaikan rasa terimakasih yang setinggi-tingginya kepada mereka.

Pada akhirnya, tanggung jawab ilmiah tetap berada di pundak penyusun. Kiranya teman-teman sejawat dan para pembaca dapat memberikan masukan yang konstruktif guna penyempurnaan bahan-bahan kajian ini di masa-masa mendatang. Mudah-mudahan, meskipun dalam bentuknya yang penuh keterbatasan, bahan kajian ini tetap memberi kontribusi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan di Indonesia dan kepada mereka yang berkehendak untuk mendalami studi evaluasi secara serius.

Kampus Tegalboto - Jember, Oktober 2001 Penyusun,

(10)

Pengantar Penerbit ...2v Prawacana ...2vii Daftar Isi ...2ix

PENDAHULUAN

A. Beberapa Ilustrasi ...26 B. Siklus Evaluasi ...229

C. Rasional Evaluasi Program ...218 D. Pendorong Kebutuhan Evaluasi ...225 E. Pengguna Evaluasi ...228

BAGIAN PERTAMA: KONSEP-KONSEP ELEMENTER 1. Pemahaman Dini Evaluasi Program ...233

A. Makna Evaluasi ...233

B. Waktu Pelaksanaan Evaluasi ...233

2. Tinjauan Historis Madaus, Stufflebeam, dan Scriven ...233 A. Masa Reformasi 1800 – 1900 ...245

B. Masa Efisiensi & Testing 1900 – 1930 ...250 C. Masa Tylerian (1930 – 1945) ...253

D. Masa Innocence 1946 – 1957 ...255 E. Masa Perluasan (1958 – 1972) ...258

F. Masa Profesionalisasi 1973 – Sekarang ...262 3. Sepuluh Pertanyaan di Seputar Evaluasi ...269

BAGIAN KEDUA: ISU-ISU METODOLOGIS 4. Definisi Dasar Evaluasi Model Gardner ...277

A. Lima Definisi Evaluasi ...280

(11)

A. Studi Berorientasi Politik (Pseudo-Evaluations) ...2112 B. Studi Berorientasi Pertanyaan

(Quasi-Evaluation) ...2115

C. Studi Berorientasi-Nilai (True-Evaluation) ...2121 6. Pendekatan Kualitatif untuk Evaluasi ...2129

A. Asumsi Dasar Evaluasi Kualitatif ...2130 B. Proses Investigasi ...2130

C. Kiat Penggunaan Metode Kualitatif ...2131 D. Pengumpulan dan Analisis Data Primer ...2137 E. Komputerisasi ...2145

F. Membandingkan Lintas Kasus ...2146

F. Penarikan dan Verifikasi Kesimpulan ...2146 G. Penutup ...2149

BAGIAN KETIGA: IMPLIKASI EVALUASI PROGRAM

7. Analisis Efektivitas Biaya Model Levin ...2155 A. Pengantar ...2155

B. Teknik Cost-Effectiveness ...2165 C. Menganalisis Biaya Alternatif ...2170 D. Pengukuran Effektivitas ...2192 E. Penutup ...2201

8. Evaluasi Proyek Sains & Teknologi di China ...2205 A. Pengantar ...2205

(12)

B. Apakah Evaluasi Itu? ...2216 C. Apa yang Harus Anda Rencanakan

dalam Melaksanakan Evaluasi? ...2217

D. Kapan Anda Harus Melakukan Evaluasi? ...2217 E. Indikasi untuk Evaluasi Formatif ...2218

F. Indikasi untuk Evaluasi Sumatif ...2220 G. Indikasi untuk Evaluasi Tindak-Lanjut ...2220

10. Evaluasi Pelatihan Guru di Indonesia ...2223 A. Pendahuluan ...2223

B. Program Peningkatan Kualitas Pendidikan Dasar (PEQIP-World Bank) ...2227

C. Proyek Manajemen dan Pendidikan Menengah (II) – World Bank ...2235

D. Proyek Pendidikan SLTP di Sumatera – World Bank ...2238

E. Proyek Pendidikan Dasar di Sumatera -World Bank ...2240

F. Menciptakan Masyarakat Belajar untuk Anak-anak-Unesco/Unicef ...2242

G. Proyek Peningkatan dan Pengambangan Pendidikan Daerah (REDIP) – JICA ...2247

H. Mendorong Belajar Aktif – British Council ...2253 I. Proyek Peningkatan Kualitas Pendidikan Sains (SEQIP)

– GTZ ...2255

(13)
(14)
(15)

PENDAHULUAN >>>3

A. Beberapa Ilustrasi >>>6 B. Siklus Evaluasi >>>9

(16)

v

v

P

P

P

P

PEND

END

END

ENDAHUL

END

AHUL

AHULU

AHUL

AHUL

U

U

U

UAN

AN

AN

AN

AN

“And Over Here, Ladies and Gentlemen: The Program Evaluation Beast”

(Meniru Mintzberg, Ahlstrand dan Lampel ketika mengawali buku populernya Strategy Safari: A Guided Tour Through the Wilds of Strategic Management, 1998)

Tahukah Anda fabel pembukaan yang sering menjadi rujukan, namun jarang disadari?

Inilah kisah tentang Tunanetra dan Seekor Gajah

Oleh John Godfrey Saxe (1816 – 1887)1

1 Dari Mintzberg, H., Ahlstrand, B., & Lampel, J. (1998). Strategy safari: A

(17)

Ada enam orang Hindustan

Yang sangat ingin mempelajari segala sesuatu, Yang pergi untuk mengetahui seekor Gajah

(Meskipun mereka semuanya buta) Yang dengan pengamatannya sendiri-sendiri

Bisa memuaskan keingintahuannya. Orang Pertama mendekati Gajah,

Dan kebetulan berada di sisi perutnya yang lebar dan tegap. Orang itu segera berteriak:

“Tuhan memberkatiku, ternyata Gajah menyerupai dinding.”

Orang Kedua, yang meraba gadingnya, Berteriak,”Hai! Apakah ini

Demikian bundar melingkar dan halus serta tajam? Bagiku ini sudah sangat jelas

Gajah yang hebat ini ternyata sangat menyerupai tombak!”

Orang Ketiga mendekati hewan tersebut, Dan kebetulan menggenggam

Belalai yang menggeliat pada cengkeraman tangannya, Jadi dengan lantang berserulah ia:

“Saya tahu, Gajah sangat mirip dengan ular!”

Orang Keempat membentangkan tangannya, Dan merangkul lutut si Gajah,

“Paling menyerupai apakah hewan yang menakjubkan ini Hewan ini datar dan besar

“Jelas sekali Gajah sangat mirip dengan pohon!” Orang Kelima, yang kebetulan menyentuh kupingnya,

Berseru:”Bahkan orang yang paling buta pun Tahu, paling menyerupai apakah makhluk ini: Sangkallah fakta dari mereka yang dapat melihat,

Gajah yang menakjubkan ini Sangat menyerupai Kipas!”

Orang Keenam langsung mulai meraba-raba hewan itu, Lalu, menangkap ekornya yang sedang mengibas

(18)

“Saya tahu, Gajah

ternyata sangat menyerupai rantai!”

Dan dengan demikian para Tunanetra dari Hindustan ini Saling berbantahan kian keras dan berlarut-larut,

Masing-masing bersikukuh dengan pendapatnya kaku dan kokoh,

Meskipun masing-masing sebagian ada benarnya, Dan semuanya ternyata salah!

Moral apa yang dapat diambil? Perbantahan ilmiah sering terjadi, Masing-masing pihak yang berbantahan,

Memberikan kritik tanpa sama sekali mengetahui apapun Mengenai apa yang dimaksud oleh orang lainnya, Persis seperti mereka yang nyerocos tentang Gajah Bahkan tidak seorangpun di antaranya pernah melihat!

Bagi setiap pemula studi evaluasi, kita ini adalah para Tunanetra dan Evaluasi Program adalah gajahnya. Sebab tidak seorang pun memiliki visi yang mencakup seluruh bagian binatang, setiap orang hanya mencengkeram sebagian dan “dengan membabi-buta mencela” keyakinan orang yang memegang bagian lainnya. Tentu saja kita tidak akan mendapatkan gajah yang sebenarnya dengan jalan menambahkan setiap bagiannya. Gajah lebih dari sekadar penjumlahan semua bagiannya. Namun untuk memahami keseluruhan kita juga perlu mengerti bagian-bagiannya.

(19)

pada akuntabilitas publik atas program sosial kemasyarakatan maupun program pengembangan teknologi dan seni yang ditritmenkan. Wacana-wacana sebagaimana termaktub dalam buku ini memang bukanlah rangkaian yang sistematis, namun dari topik mana pun dimulai membacanya, akan tampak jelas substansi pesan yang ingin disampaikan.

A. BEBERAPA ILUSTRASI

Sejak Pelita (Pembangunan Lima Tahun) pertama periode 1969-1974 hingga Pelita kelima periode 1989-1994 yang dikenal sebagai era Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama, Indonesia telah melaksanakan puluhan kebijakan, ratusan program dan bahkan ribuan proyek berbagai bidang. Pendonor utama yang memberikan hutang milyaran dollar kepada Indonesia antara lain adalah the World Bank (Bank Dunia) dan Asian Development Bank (Bank Pembangunan Asia). Hutang tersebut terrealisasi berkat kerjasama bilateral dan multilateral melalui berbagai institusi seperti USAID (United States Agency for International Development); CIDA (Canadian International Development Agency); IGGI (Intergovernmental Group on Indonesia); CGI (Consultative Group on Indonesia); UNCRD (United Nations Centre for Regional Development); JICA; British Council; IMF (International Monetary Fund); dan sebagainya. Masing-masing institusi pemberi bantuan luar negeri (loan)tersebut memiliki departemen yang khusus melaksanakan Monitoring dan Evaluasi. Di Bank Dunia misalnya, ada Operations Evaluation Department (OED) yang secara berkala melakukan evaluasi terhadap berbagai program dan proyek yang dibiayainya di seluruh dunia.

Di Indonesia, dokumen-dokumen evaluasi terhadap berbagai program dan proyek seperti First Irrigation and Rehabilitation Project di Jawa dan Sumatera akhir tahun 1960-an d1960-an sep1960-anj1960-ang tahun 1970-1960-an2; Second National Agricultural

2 Bamberger, M. & S. Cheema. (1993). Case studies of project sustainability:

implications for policy and operations from Asian experience. EDI Seminar Series.

(20)

Extension Project tahun 1980-an3; dan sebagainya pada masa pemerintahan Orde Baru tidak mudah didapat karena kendala birokrasi. Kalaupun tersedia, kalangan akademisi hanya bisa mengaksesnya melalui para ofisial program dan proyek yang mereka kenal. Namun di luar itu, salah satu lembaga yang difasilitasi Bank Dunia, yakni The Economic Development Institute (EDI) yang berkedudukan di Washington, D.C., secara berkala menerbitkan seri seminar hasil evaluasi berbagai program dan proyek yang mereka biayai. Beberapa seri yang bisa digunakan untuk pengantar dalam memahami sosok studi evaluasi antara lain: Indonesia Rural Electrification Project (SAR 12920-IND, February 3, 1995); Indonesia: Second Agricultural Research Management Project (SAR 13933-IND, April 21, 1995); Second National Agricultural Extension Project

(Credit 996-IND, May 19, 1989); Case Studies of Project Sustainability (Bamberger & Cheema, July, 1993); dan beberapa suplemen evaluasi program dan proyek pendidikan di Indonesia yang ilustrasi selengkapnya termaktub di Bagian Ketiga buku ini.

Pada tahun 1979, Beeby, manakala menjadi konsultan tamu pada The Ford Foundation di Indonesia pernah menggelar hasil evaluasi mengenai kebijakan, program dan proyek pendidikan di Indonesia.4 Laporan evaluasi yang oleh sementara pihak dianggap sebagai karya besar selama enam tahun bertugas di Indonesia itu memang begitu komprehensif. Memahami Assesment of Indonesian Education: A Guide in Planning yang oleh Balitbangdikbud (Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan) ketika itu diterjemahkan sebagai Pendidikan di Indonesia: Penilaian dan Pedoman Perencanaan, jelas tidaklah mudah, mengingat kajian Beeby yang cukup mendalam tersebut lebih dari sekadar aplikasi praktis metode evaluasi dalam perencanaan

3 Lihat Document of The World Bank. (1989). Project completion report of

Indonesia: second national agricultural extension project (Credit 996-IND). Report No.

7770. Tidak diterbitkan.

4 Beeby, C.E. (1979). Assesment of Indonesian education: a guide in planning.

(21)

program pendidikan. Penyajian fakta-fakta yang cukup komplit memberikan kesan bahwa Beeby bertitik tolak dari

logical frame work yang begitu detil, meskipun terkadang belum mewakili empirik yang sesungguhnya. Hal itu bisa dimaklumi karena Beeby memang bukanlah orang Indonesia dan hanya tinggal relatif singkat namun kontribusinya bagi pelaksanaan program pendidikan di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya jelas sangat signifikan.

Bagi para pemula studi evaluasi, scientific appeal akan mudah terbangun ketika mencermati Evaluation Studies: Review Annual yang volume pertamanya terbit pada tahun 1976 oleh Sage Publications, Ltd. Pada setiap edisi yang rata-rata di atas 700 halaman tersebut selalu dibahas diskusi dialektik tentang pemikiran studi evaluasi, isu-isu metodologis, konsep-konsep dan pendekatan, hingga sampel studi evaluasi program berbagai bidang, mulai dari bidang pendidikan; hukum, kriminalitas, peradilan pidana dan keamanan publik; kesejahteraan sosial; ilmu dan teknologi; masalah-masalah perkotaan; transportasi; kesempatan kerja dan perburuhan; kesehatan dan kesehatan mental; sampai pada evaluasi program energi dan pelestarian lingkungan hidup.

(22)

B. SIKLUS EVALUASI

Sebagai pengantar ke pemahaman, barangkali penting dikemukakan bahwa evaluasi paling sedikit akan ditemukan pada tiga level, matra atau dimensi yang saling kait mengkait karena sifat penjenjangannya. Mulai dari dimensi kebijakan, dimensi program, hingga ke unit terkecil yang disebut sebagai proyek. Sampai pada tahap ini lantas dikenal evaluasi kebijakan, evaluasi program dan evaluasi proyek. Secara substansial, pada masing-masing level, baik fungsi-fungsi utama evaluasi, deskripsi sasaran, maupun model dan pendekatan yang digunakan bisa saja sama. Perbedaan akan terjadi pada asumsi yang mendasarinya, logika kerangka kerja, kriteria dan indikator yang digunakan sebagai acuan evaluasi. Termasuk di dalamnya ialah, untuk apa evaluasi dilaksanakan pada masing-masing level. Pertanyaannya barangkali, di manakah posisi studi evaluasi terletak pada masing-masing level? Siklus evaluasi yang digambarkan berikut akan memperjelas hal itu.

Pada level kebijakan, sebagaimana dapat dicermati dari karya Dunn,5 evaluasi terletak pada tahap antara hasil kebijakan dan kinerja kebijakan dalam prosedur analisis kebijakan (lihat Gambar 1). Evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan dengan yang benar-benar dihasilkan. Evaluasi akan membantu pengambilan kebijakan pada tahap penilaian kebijakan terhadap proses pembuatan kebijakan. Evaluasi tidak semata-mata menghasilkan kesimpulan mengenai seberapa jauh problem telah diselesaikan, namun juga mengkontribusi pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari kebijakan, membantu dalam penyesuaian dan perumusan problem lebih lanjut.

5Dunn, W.N. (1994). Public policy analysis: an introduction. Second Edition.

(23)

Gambar 1

Posisi Evaluasi pada Level Kebijakan

Hasil

Pada level perencanaan dan pemrograman, sebagaimana dikemukakan James Nisbet & Patners6, pada prinsipnya dalam sistem planning – programming serta pengawasan pelaksanaan pembangunan, terdapat empat unsur pokok yang menjadi saka guru (tiang utama) proses ini, yakni perencanaan atau pemrograman – eksekusi atau pelaksanaan – pelaporan -serta evaluasi pelaksanaannya (lihat Gambar 2). Pada siklus perencanaan dan pemrograman, evaluasi termasuk siklus keempat setelah siklus pelaksanaan dan pelaporan. Pada gambar tersebut nampak jelas bahwa antara eksekusi suatu perencanaan dan program terdapat aktivitas lain yang disebut sebagai monitoring atau pemantauan, yakni suatu prosedur analisis program yang digunakan untuk memberikan informasi tentang sebab dan akibat dari program. Karena memungkinkan analis mendeskripsikan hubungan antara operasi program dan hasilnya, maka pemantauan merupakan

(24)

sumber informasi utama tentang implementasi.7 Untuk sebagian, pemantauan hanyalah istilah lain bagi usaha mendeskripsikan dan menjelaskan pelaksanaan program. Jadi, pemantauan merupakan cara untuk membuat pernyataan yang sifatnya penjelasan (designative claims) tentang pelaksanaan program di waktu lalu maupun sekarang. Dengan demikian, pemantauan terutama bermaksud untuk menetapkan premis faktual tentang pelaksanaan program. Sementara premis faktual dan nilai selalu naik-turun, dan ‘fakta” serta “nilai” itu interdependen, hanya rekomendasi dan evaluasilah yang benar-benar dimaksudkan untuk membuat analisis sistematis tentang berbagai premis nilai. Jadi, pemantauan menghasilkan kesimpulan yang jelas selama dan setelah suatu perencanaan program diadopsi dan diimplementasikan, atau ex post facto.

Pemantauan merupakan suatu aktivitas internal manajemen program, tujuannya ialah untuk menentukan apakah program telah diimplementasikan sebagaimana yang telah direncanakan. Dengan kata lain, apakah sumberdaya akan dimobilisasi sebagaimana yang terencana (dirujuk sebagai

input monitoring atau pantauan masukan) dan layanan atau produk akan disampaikan sesuai jadwal (dirujuk sebagai

output monitoring).

Berdasarkan istilah yang lebih resmi, kata Valadez & Bamberger (1994)8 pemantauan (monitoring) adalah aktivitas manajemen internal berkesinambungan yang tujuannya menjamin bahwa program dapat mencapai sasaran tertentu dalam batas periode waktu dan anggaran. Pemantauan meliputi pelaksanan (penyediaan) umpan-balik reguler terhadap kemajuan implementasi program, juga berbagai permasalahan yang dijumpai selama implementasinya.

7Pustaka terbaik tentang implementasi dapat disimak karya Mazmanian,

D.A. & Sabatier, P.A. (1989). Implementation and public policy. Revised edition.

Lanham, MD: University Press of America.

8 Valadez, J., & Bamberger, M. (1994). Monitoring and evaluation socials programs

(25)

Pemantauan terdiri dari aktivitas-aktivitas operasional dan administratif yang menelusuri akuisisi dan alokasi sumberdaya, produksi atau penyampaian layanan dan catatan biaya.

Gambar 2

Posisi Evaluasi pada Siklus Proyek

PLANNING or PROGRAMMING

EXECUTION EVALUATION

REPORTING MONITORING

(26)

Baum dan Tolbert (1985)9 mendefinisikan suatu proyek sebagai “suatu paket diskrit dari investasi, kebijakan, juga aksi-aksi kelembagaan dan aksi-aksi lainnya yang dirancang agar dapat mencapai satu (atau serangkaian) sasaran pengembangan khusus dalam periode tertentu. Meskipun definisi ini cukup memuaskan untuk proyek investasi modal dan proyek pembangunan ekonomi, namun kurang memadai untuk kebanyakan proyek dan program sosial. Untuk program sosial, sebagian sasarannya mungkin ditentukan oleh penerima manfaat (beneficiaries) ketika terjadi perkembangan program, dan mungkin dibutuhkan keluwesan (fleksibilitas) yang jauh lebih besar, tergantung pada periode pengimplementasian proyek atau program tersebut.

Konsep proyek berkembang dari kegiatan agensi pemberi dana bantuan internasional dan dari kepedulian bahwa bantuan keuangan mereka akan digunakan untuk mencapai sasaran khusus dan dapat dipantau (monitorable) pada saat-saat tertentu.

Gambar 3

Siklus Manajemen Proyek

Identifikasi dan Persiapan

Penaksiran, Seleksi, dan Negosiasi

Perencanaan dan Perancangan

Implementasi

Evaluasi implementasi dan Transisi ke Operasi

Manajemen operasi dan penjaminan keberkelanjutan

Identifikasi Proyek Baru

9 Baum, Warren & Stokes Tolbert. (1985). Investing in development: lessons

(27)

Tahapan 1: Identifikasi dan Persiapan

Sebelum proyek khusus diidentifikasi, pemerintah seringkali setelah berkonsultasi dengan perwakilan internasional menentukan strategi pembangunan nasional dan sektoral. Sebagian negara menyiapkan rencana lima tahun, sedangkan sebagian lainnya merencanakan dalam periode yang lebih singkat. Di banyak negara, strategi jangka panjang kemudian diterjemahkan ke dalam rencana pembangunan tahunan (ADP: Annual Development Plans). Strategi dan rencana ini mengkalkulasikan sumberdaya nasional dan internasional yang dibutuhkan untuk proyek-proyek pembangunan baru, menentukan seberapa banyak yang tersedia, dan mengidentifikasi prioritas-prioritas sektoral.

Harus dilakukan penilaian (assessment) pendahuluan pada setiap proyek dalam daftar pendek (short-listed) untuk menilai viabilitas potensinya berdasarkan kriteria ekonomi, keuangan, teknis, kelembagaan, sosial, kemiskinan, lingkungan, dan gender.

Tahapan 2: Penaksiran, Seleksi, dan Negosiasi

Tahapan ini terarah pada penilaian kelayakan (fisibilitas) ekonomi, keuangan, dan teknis proyek. Banyak agen penyandang dana bantuan melaksanakan analisis ekonomi dan mengkalkulasi angka keuntungan ekonomi internal (IRR = internal rate of return) untuk menentukan apakah usulan proyek dapat diharap akan mencapai IRR yang memadai sesuai dengan investasinya ataukah tidak.

Seringkali metode penaksiran konvensional harus mengalami banyak perombakan manakala akan diterapkan pada program sosial. Analisis gender, penilaian dampak sosial, dan penilaian dampak lingkungan merupakan sebagian dari pendekatan-pendekatan analisis baru yang banyak digunakan.

Tahapan 3: Perencanaan dan Perancangan Proyek

(28)

dikumpulkan untuk menentukan populasi sasarannya. Kedua, diidentifikasi kondisi (persyaratan) yang akan dipecahkan atau dikurangi intensitasnya dengan proyek tersebut. Ketiga, dirumuskan tujuan dan sasaran proyeknya. Tujuan (goals) adalah perubahan sosial yang diharap menjadi kontribusi proyek. Misalnya, salah satu tujuan dari Program Pekan Imunisasi Polio adalah mengikis habis polio dari bumi Indonesia. Sasaran (objectives) merujuk pada harapan besaran (magnitude) keluaran suatu proyek, yang diungkapkan dalam peristilahan kuantitatif. Berdasar contoh ini, salah satu sasarannya akan berupa pemberian tiga dosis vaksin polio pada 80 persen anak di seluruh wilayah dalam tahun pertama kehidupannya.

Keempat, diambil keputusan mengenai durasi dan urutan dari setiap tahapan. Kelima, dipilih metode konstruksi dan pemberian layanan yang paling efisien. Dan keenam, dikumpulkan informasi tambahan untuk perumusam model program yang diharap akan menghasilkan perubahan sosial yang diinginkan sesuai populasi sasarannya.

Apakah dinyatakan secara eksplisit atau tidak, yang jelas setiap proyek mencakup asumsi-asumsi tentang berbagai cara pemberian jawaban (respon) oleh populasi sasaran, efektivitas relatif dari berbagai metode implementasi yang berbeda, dan cara-cara kecenderungan proyek mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan sosial, ekonomi dan politik tempat proyek berlangsung. Agar dapat merancang juga mengimplementasikan program evaluasi, maka evaluator harus bekerja bersama perencana dan manajer program dalam pengembangan semua asumsi dan ekspektasi di atas menjadi suatu model dari cara pengembangan proyek yang diharapkan; cara keterpengaruhan proyek oleh lingkungan sosial, ekonomi, dan politik tempat proyek berjalan; dan cara calon penerima manfaat yang diharap akan merespon program.

Tahapan 4: Implementasi Proyek

(29)

Hal ini meliputi pemantauan semua aspek kerja atau aktivitas ketika proyek berlangsung dan pengawasan oleh ‘oversight’ agencies (perwakilan-perwakilan ‘pengawasan’) di dalam negara atau oleh pihak pendonor dari luar.10

Untuk sebagian besar proyek, hal ini berarti pembangunan infrastruktur fisik (jalan-jalan, sistem irigasi, sekolah) dan membutuhkan pabrik juga perlengkapan; namun untuk sebagian besar proyek sosial tahapan ini dapat melibatkan pelatihan, perancangan, dan pengujian program pendidikan eksperimen, serta pengembangan sistem penyampaian untuk program-program kesehatan dan penghargaan. Implementasi proyek melibatkan sejumlah fase, kegiatan, dan keputusan yang berbeda:

• Harus diambil keputusan mengenai cara pengorganisasian proyeknya, pihak mana yang akan menjadi perwakilan utama dan perwakilan pelaksana proyek, perwakilan lain yang mana yang akan dilibatkan secara aktif, dan bagaimana proyek tersebut akan dikoordinasikan. Keputusan penting lainnya menyangkut sampai sejauh mana para penerima manfaat proyek dilibatkan dalam perencanaan, implementasi, dan manajemen proyek.

• Sumberdaya keuangan, material, dan manusia yang dibutuhkan proyek harus didapatkan dan dimobilisasikan. Karena pengadaan sumberdaya dan penyusunan kontrak bantuan teknis merupakan tugas yang rumit dan dapat melibatkan prosedur yang masih asing bagi para peminjam, maka fase pengadaan cenderung menjadi sumber banyak pos biaya dan penundaan yang muncul dalam proyek dan juga mempengaruhi kualitas dan pemeliharaan perlengkapan.

• Fasilitas dan perlengkapan harus dibangun dan dipasang (installed).

• Sebagian besar metode efektif untuk penyampaian layanan harus diseleksi dan diimplementasikan.

(30)

• Implementasi fisik dan penyampaian layanan perlu diawasi dan kendali keuangan untuk semua aspek implementasi proyek dibangun.

Tahapan 5: Evaluasi Implementasi Proyek dan Transisi ke Operasi

Sekali implementasi proyek telah dituntaskan, maka sebagian besar perwakilan pemberi donor dan perwakilan pendanaan (keuangan) pemerintah pusat meminta laporan penyelesaian proyek yang akan memaparkan dan mengevaluasi setiap komponen identifikasi, penaksiran, dan implementasi proyek. Pada titik ini mungkin akan diambil keputusan menyangkut cara pengelolaan fase operasional proyek tersebut. Keterlibatan banyak perwakilan pemberi donor berakhir dengan penutupan resmi pinjaman mereka, ketika implementasi telah dituntaskan. Evaluasi membantu para pejabat (pemegang otoritas) memutuskan bagaimana cara pengelolaan fase operasional proyeknya. Idealnya, transisi ke operasi harus telah direncanakan pada tahapan awal siklus proyeknya.

Tahapan 6: Manajemen Operasi Proyek dan Penjaminan

Keberlanjutan (Sustainability)

Setelah diimplementasikan, proyek dapat berlanjut sebagai satu aktivitas terpisah atau dapat pula diserap ke dalam operasi umum kementrian atau perwakilan yang bertanggungjawab. Apabila keberlanjutan proyek ingin berhasil dicapai, maka harus dibuat pengaturan keuangan dan keorganisasian demi penyampaian layanan; untuk menjamin bahwa infrastruktur, pabrik, dan perlengkapan akan dipelihara secara teratur; dan untuk membantu perwakilan-perwakilan serta organisasi-organisasi formal dan informal yang terlibat di dalam proyek.

Meskipun ada keberlanjutan operasi, namun proyek diharapkan menghasilkan satu atau lebih dampak (atau

(31)

Selanjutnya dampak dapat digolong-golongkan sebagai dampak jangka-panjang dan jangka-pendek (bergantung pada sasaran proyeknya); serta dampak terharap dan dampak tak-terharap (bergantung pada direncanakan atau diharapkankah dampak itu ataukah tidak).

Hasil kajian dampak pendahuluan (yang dilaksanakan selama fase implementasi) digunakan untuk menilai apakah dampak kemungkinan dapat tercapai dan apakah kelompok sasaran terharap akan memperoleh manfaat. Apabila prospek untuk hal tersebut nampak menyedihkan, maka dapat dilakukan tindakan korektif. Karena sebagian besar kajian mengenai dampak dilaksanakan setelah beroperasinya suatu proyek, maka tujuan utamanya adalah untuk membantu meningkatkan seleksi dan perancangan proyek-proyek yang akan datang. Keputusan menyangkut seleksi dan perancangan proyek masa depan jarang (tak banyak) mengambil pelajaran dari informasi evaluasi proyek terdahulu.

C. RASIONAL EVALUASI PROGRAM

Terdapat beberapa rasional mengapa aktivitas evaluasi program relevan dilaksanakan. Posavac & Carey misalnya,11 menunjuk beberapa rasional antara lain berikut ini.

1. Memenuhi persyaratan akreditasi

Evaluasi program dengan tujuan memperoleh akreditasi menuntut banyak fasilitas. Sekolah, perguruan tinggi, lembaga-lembaga kursus, rumah sakit, jurnal ilmiah, dan lain-lain institusi memerlukan akreditasi agar dapat menjaga eksistensi dan berbagai programnya tetap berjalan. Meskipun sebagian besar evaluasi akreditasi bersifat non-empiris, dan suatu organisasi mungkin tidak membutuhkan tingkat efektivitas yang tinggi untuk dapat memelihara hasil akreditasi, namun ancaman hilangnya akreditasi akan mempengaruhi pemeliharaan kualitas layanan program.

11 Posavac E.J. & Carey R.G. (1985). Program evaluation: methods and case

(32)

2. Pelaporan perihal dana

Sebagian terbesar aplikasi bantuan dana ke pemerintah dan agensi para donatur program memerlukan pembahasan tentang teknik yang akan digunakan untuk mengevaluasi efektivitas berbagai kegiatan yang didukung oleh penyandang dana. Misalnya, apabila program pemberian makanan tambahan untuk anak sekolah (PMTAS) mendapatkan dukungan, maka para administrator program akan diminta untuk mengumpulkan bukti empiris bahwa setiap anak sekolah tanpa kecuali akan terjangkau oleh PMTAS dan bahwa program tersebut telah meningkatkan asupan gizi anak sekolah sekaligus meningkatkan pengetahuan tentang nutrisi. Jika program tersebut hendak dipertanggung-jawabkan kepada pemerintah atau kepada agensi donatur, dan secara tidak langsung kepada publik, maka program tersebut harus dapat menunjukkan rincian penggunaan dananya.

3. Menjawab permintaan informasi

Rasional ketiga untuk mengumpulkan informasi agar dapat memfasilitasi penyelesaian sejumlah besar survei yang diperlukan oleh lembaga-lembaga pemerintah untuk keberlanjutan penyediaan dana. Apabila pelaksana program tidak menyimpan catatan atau rekaman yang sistematis, maka setiap permintaan informasi akan menghabiskan banyak waktu untuk pencarian secara manual. Jika tujuan evaluasi disadari dan setiap rekaman data disimpan serta dipelihara dengan cara-cara yang memudahkan pencarian, maka evaluator akan menjadi anggota staf program yang tentunya akan sangat berharga.

4. Pengambilan keputusan administrasi

(33)

administrator programlah yang bertanggung-jawab untuk mengalokasikan sumberdaya finansial yang dibutuhkan. Jika aktivitas evaluasi telah menjadi rutinitas, maka sebagian bahan atau data akan tersedia untuk membantu pengambilan keputusan. Lagipula apabila prinsip evaluasi objektif diterima, maka lebih besar kemungkinan hal tersebut akan disertai pendekatan empiris pada pengambilan keputusan. Pendekatan objektif pada pengambilan keputusan merupakan suatu peningkatan apabila dibandingkan dengan strategi tipikal penyelesaian program yang lebih berdasarkan pada bukti anekdot dan keterkesanan, atau bahkan berdasar pada tekanan politik yang ada.

5. Membantu staf dalam mengembangkan program

Rasional evaluasi kelima adalah mendapatkan informasi untuk meningkatkan atau memperbaiki praktik program. Tanpa umpan balik untuk efektivitas, maka seseorang tidak akan dapat meningkatkan keahliannya. Penyedia layanan membutuhkan informasi mengenai seberapa baik pelaksanaan kerja mereka. Evaluator juga dapat memberikan umpan balik mengenai seberapa baik penyedia layanan menurut persepsi penerima layanan. Sejauh menyangkut hubungan manusiawi dalam layanan program kemanusiaan, hubungan personal yang baik jauh lebih penting bagi penyedia layanan daripada bagi mereka yang pekerjaannya kurang melibatkan kontak langsung dengan manusia.

6. Mempelajari berbagai pengaruh program yang tak dikehendaki

(34)

ini dikemukakan oleh Scriven,12 yang menawarkan istilah

goal-free evaluation. Evaluasi bebas tujuan berupaya meneliti semua pengaruh program. Misalnya, pengenalan metode pertanian dengan mekanisasi dari Barat (penggunaan traktor misalnya) di beberapa negara dunia ketiga menyebabkan peningkatan pengangguran karena traktor banyak menggantikan tenaga manusia.

Beberapa rasional lain mengapa evaluasi program penting dikembangkan dan dibutuhkan oleh setiap organisasi layanan program kemanusiaan adalah adanya beberapa aspek dan tren sebagaimana diuraikan berikut.

1. Perlunya kualitas layanan yang benar

Menurut Posavac & Carey (1985),13 dalam beberapa tahun terakhir penyangkalan terhadap asumsi tertentu menyebabkan upaya orang yang mengajar, melakukan konsultasi, menyediakan perawatan kesehatan, atau yang bekerja dalam kelompok-kelompok komunitas menjadi upaya yang lebih menantang atau bahkan lebih produktif. Tidak ada lagi anggapan bahwa layanan kesehatan, pendidikan, pelatihan, rehabilitasi atau jenis layanan lain yang dikembangkan oleh individu atau kelompok ‘murah hati’ akan benar-benar membantu masyarakat. Saat ini program-program inovatif dan perluasan layanan standar tidak banyak yang berhasil memperoleh dana tanpa melalui semacam sarana demonstrasi yang dapat meyakinkan bahwa biaya layanannya benar-benar dapat meningkatkan status klien.

Seringnya metode sains sosial digunakan untuk peningkatan efektivitas program dan lembaga layanan manusia, menyebabkan evaluasi menjadi “growth industry” selama tahun 1970-an terutama dalam masyarakat

12 Scriven, M. (1967). The Methodology of evaluation. Dalam Perspectives of

curriculum evaluation, American Educational Research Association Monograph series on

Curriculum Evaluation. Chicago: Rand McNally.

(35)

pascaindustrial.14 Di Amerika Serikat, ada beberapa alasan yang melatarbelakangi pertumbuhan ini. Maksud baik, kemahalan harga, dan upaya penuh ambisi untuk mengatasi pengaruh latar belakang yang tidak menguntungkan selama pertengahan dan penghujung tahun 1960-an pada umumnya tidaklah efektif, setidaknya dampak dari berbagai upaya tersebut tidak sebanding dengan ekspektasi sebagian besar pengembang program, pejabat pemerintah, dan juga masyarakat pada umumnya yang sangat optimistik. Selama tahun 1970-an terungkap sejumlah besar keraguan berkenaan dengan dimulainya program-program nasional yang efektivitasnya belum dapat dipertunjukkan. Namun menurut Boruch, Cordray, Pion, Leviton (1983), peringatan semacam itu seringkali tidak diindahkan.15

Selain kebutuhan untuk menunjukkan bahwa proposal program akan menjadi efektif, ada juga kebutuhan untuk mendemonstrasikan bahwa program yang sedang berjalan sudah cukup baik dan terkelola secara efisien. Program pemerintah seringkali dihentikan tidak secara eksplisit. Alih-alih pendekatan baru itu diterapkan seiring dengan program lama. Beberapa ada yang menyatakan bahwa program diotorisasi untuk jangka waktu tertentu – misalnya 5 tahun. Setelah jangka waktu tersebut habis maka program itupun berakhir, kecuali keberhasilannya terdokumentasi dan telah dilakukan otorisasi ulang.16

2. Kesulitan pendefinisian dan pengukuran hasil

Alasan lain terjadinya peningkatan permintaan akan evaluasi layanan berorientasi manusia adalah sukarnya memaparkan hasil yang diidamkan dari berbagai layanan

14 Lihat misalnya Guttentag M. (1977). Evaluation and society. Dalam

Guttentag M. (ed.) Evaluation studies: Review annual. 2: 52-62.

15 Periksa risalah Boruch, R.F., Cordray, D.S., Pion, G.M. & Leviton, L.C.

(1983). Recommendations to Congress and their rationale. Evaluation Review. 7: 5-35.

16 Chelimsky, E. (1978). Differing perpectives of evaluation. Dalam Rentz,

R.C. & Rentz, B.R. (eds.).New directions for Program Evaluation. San Fransisco, CA:

(36)

organisasi manusia apabila dibandingkan dengan upaya serupa pada organisasi berorientasi produk. Manakala hasil yang diidamkan tidak mudah didefinisikan, maka evaluasi keberhasilan menjadi sangat rumit. Perusahaan-perusahaan industri membuat segala sesuatu yang dapat dilihat, ditimbang, dan dihitung. Di setiap mall, supermarket, hipermarket dan toko-toko, barang-barang tersebut diperjual-belikan. Menilai keberhasilan organisasi semacam ini relatif mudah – setidaknya dari sudut teori. Untuk menilai keberhasilan, yang perlu dilakukan adalah menentukan apakah ada fakta barang produk itu dibuat dan dijual, dan apakah hasil yang diperoleh melampaui biaya pembuatan dan penjualannya. Dalam praktik, pertanyaan ini memang menjadi rumit karena ciri sifat “bisnis besar” yang melingkupinya. Namun demikian, pendekatan untuk mengevaluasi keberhasilan akhir dari organisasi semacam ini relatif mudah untuk ditentukan dan dapat diterima secara luas.

(37)

3. Aturan imperatif program layanan manusia

Apabila program layanan manusia hanya berbasiskan harga untuk setiap layanan (fee-for-service), maka pengevaluasiannya dapat dialihkan ke kekuatan pasar bebas. Menurut definisi, layanan yang terbeli akan berhasil; layanan yang ditolak akan gagal karena jumlah pembelinya kecil atau bahkan tanpa pembeli. Pendekatan pasar bebas belum diperbolehkan mengatur bidang program layanan manusia. Ada dua alasan utama yang mendorong larangan tersebut.

Pertama, diasumsikan bahwa publik tidak dapat langsung membedakan antara penyedia layanan yang baik dengan yang buruk. Misalnya, berapa banyak jumlah pasien yang benar-benar dapat menyatakan keahlian seorang dokter? Oleh karena alasan ini, dokter dan banyak penyedia layanan lain diharuskan memperoleh lisensi dari negara, sebelum memberikan layanan ke masyarakat. Menurut tradisi, kualifikasi untuk layanan dilakukan berdasarkan pelatihan; namun, telah berkembang kecenderungan yang menuntut demonstrasi kemampuan sebelum pemberian ijin layanan.

(38)

D. PENDORONG KEBUTUHAN EVALUASI

Ada beberapa faktor pendorong atau kecenderungan yang menyebabkan evaluasi dibutuhkan. Meningkatnya ketertarikan pada evaluasi program merupakan hasil beberapa tren yang muncul dalam masyarakat modern. Akuntabilitas menjadi kata yang tidak lagi asing di lingkungan pemerintahan dan layanan manusia. Akuntabilitas merujuk pada justifikasi cara penggunaan sumberdaya, dan pada tanggungjawab untuk pencapaian hasil yang realistis sebagai suatu keluaran (output) dari upaya seseorang (Scriven, 1981).17 Tuntutan dipenuhinya akuntabilitas nampaknya merupakan akibat gerakan konsumen, keinginan para profesional sendiri untuk meningkatkan layanan, kesadaran akan praktek manajemen yang baik, dan pengakuan akan batas-batas kemampuan masyarakat pendukung layanan manusia.

1. Gerakan Konsumen

Dalam beberapa tahun terakhir, terbentuk sejumlah kelompok organisasi dengan tujuan untuk menyuarakan kebutuhan konsumen pada korporasi-korporasi besar. Gerakan ini mendapat reaksi dari bidang layanan manusia. Filosofi di balik pendekatan ini terungkap dalam komentar singkat berikut ini: “Asumsi bahwa ‘pengoperasian’ suatu layanan setara atau ekivalen dengan ‘penyampaian’ layanan, dan bahwa keduanya setara dengan penyampaian layanan ‘berkualitas’ tidak lagi diakui sebagai sesuatu yang valid pada dirinya sendiri.” (Speer dan Trapp, 1976).18 Hak kaum profesional untuk melakukan pengambilan keputusan tak tertandingi telah dipangkas.

Suatu bentuk evaluasi perawatan medis (tuntutan malpraktik dan ancaman tuntutan malpraktik) sudah mulai mengubah praktik kedokteran. Tidak ada tenaga profesional

17 Scriven, M. (1981). Evaluation thesaurus. 3rd ed. Inverness, California:

Edgepress.

8 Lihat Speer, D.C. & Trapp, J.C. (1976). Evaluation of mental health service

(39)

yang terbebas dari akuntabilitas. Administrator pemerintahan, guru dan dosen, hakim, jaksa, perawat, pejabat militer dan bahkan pendeta merupakan sebagian tenaga profesional yang kinerjanya mulai dikritisi habis-habisan. Kita semakin mengarah kepada prinsip yang menyatakan bahwa rasa hormat dan pengakuan harus diperoleh berdasarkan kinerja dan bukan berdasarkan pada sertifikat atau status semata.

2. Kepedulian Tenaga Profesional

Para penyedia layanan sendiri seringkali bekerjasama dan mempelopori kepemimpinan dalam pergerakan ke arah evaluasi pelayanan manusia. Pada masa-masa sekarang, perawatan kesehatan menerima evaluasi awal dari masyarakat medis itu sendiri. Kinerja guru dan dosen dievaluasi secara berkala secara nasional melalui ujian nasional peserta didik. Melalui berbagai label aktivitas seperti pengawasan melekat, penggunaan anggaran berbasis kinerja dan sebagainya di lingkungan pemerintahan, evaluasi terus menerus dilakukan sebagai bentuk kepedulian para professional agar mempertanggungjawabkan layanan publiknya.

3. Efektivitas Manajerial

Prosedur manajemen yang baik semakin luas diterapkan di berbagai bidang layanan manusia. Para administator layanan manusia sekarang ini memiliki kesadaran yang jauh lebih dalam, sehubungan dengan perlunya manajemen efektif dibandingkan dengan apa yang mereka sadari di masa lampau.

(40)

berarti bahwa lingkungan layanan manusia melaksanakan atau harus bertindak atas dasar nilai yang sama dengan perusahaan bisnis. Meskipun demikian, ada banyak yang harus dipelajari dari metode manajemen modern.

Evaluasi program pada berbagai layanan manusia memperoleh dorongan kuat dari pengembangan piranti berorientasi pada data bagi para manajer. Piranti untuk mengkaji dan meningkatkan cara berfungsi organisasi untuk mencapai tujuannya seperti riset operasi dan analisis sistem membantu pekerjaan evaluator dalam organisasi pelayanan manusia. Evaluasi program dapat membantu manajer untuk mengetahui program mana yang berhasil dan mana yang melayani populasi sasaran. Informasi demikian dapat menyebabkan keputusan administrator lebih objektif.

4. Keterbatasan-keterbatasan Sumberdaya

(41)

E. PENGGUNA EVALUASI

Ada cukup banyak jenis organisasi layanan manusia yang dapat dan harus dievaluasi.

1. Perawatan kesehatan

Rumah sakit, klinik, perluasan fasilitas perawatan, rumah-rumah rehabilitasi, pusat kesehatan mental, dan berbagai organisasi serupa mensponsori berbagai layanan untuk pasien dan klien mereka. Fasilitas-fasilitas seperti itu menghabiskan banyak dana layanan yang efektivitasnya masih dapat dipertanyakan. Layanan pendidikan bagi pasien, bentuk psikoterapi tertentu, perlakuan medis tertentu, program rekreasi, dan berbagai cara perlakuan inovatif untuk mengatasi persoalan medis atau keperilakuan merupakan sebagian jenis program yang masih harus dievaluasi dengan cara tertentu. Akal sehat dan praktik manajemen yang baik sepakat efektivitas program seperti itu harus didokumentasikan agar dapat mensahkan kelangsungan pengeluaran dana. Tinjauan rekanan dan uji rekaman merupakan sebagian di antara beberapa metode evaluasi program yang secara khusus dikembangkan di bidang perawatan kesehatan.

2. Peradilan kriminal

(42)

3. Pendidikan

Sekolah dan perguruan tinggi seharusnya mengevaluasi efektivitas staf pengajar dan program pembelajarannya, serta program lain yang bersifat ekstrakurikuler. Sebelum diperkenalkan, efektivitas kurikulum baru harus sudah dinilai. Evaluasi untuk berbagai macam program pendidikan seperti ini menuntut banyak pendekatan berbeda.

4. Industri dan bisnis

Program pelatihan dipakai secara luas pada semua jenis bisnis. Efektivitas program pelatihan seperti ini harus selalu dievaluasi secara berkala. Khususnya, program pelatihan rancangan baru sangat membutuhkan evaluasi. Misalnya, program pelatihan keselamatan kerja baru yang disponsori perusahaan merupakan program ideal untuk dievaluasi dengan memakai teknik biaya manfaat karena teknik tersebut dapat menghitung baik biaya program maupun biaya kecelakaannya.

5. Administrasi publik

(43)
(44)
(45)

1. PEMAHAMAN DINI EVALUASI PROGRAM >>>33

A. Makna Evaluasi >>>33

B. Waktu Pelaksanaan Evaluasi >>>36

2. TINJAUAN HISTORIS MADAUS, STUFFLEBEAM, DAN SCRIVEN >>>45

A. Masa Reformasi 1800-1900 >>>45 B. Masa Efisiensi & Testing 1900-1930 >>>50 C. Masa Tylerian (1930-1945) >>>53

D. Masa Innocence 1946-1957 >>>55 E. Masa Perluasan (1958-1972) >>>58 F. Masa Profesionalisasi 1973-Sekarang >>>62

(46)

P

P

P

P

PEMAHAMAN DINI E

EMAHAMAN DINI E

EMAHAMAN DINI E

EMAHAMAN DINI EV

EMAHAMAN DINI E

V

V

V

VAL

AL

AL

ALU

AL

U

UASI PR

U

U

ASI PR

ASI PR

ASI PRO

ASI PR

O

OGR

O

O

GR

GR

GR

GRAM

AM

AM

AM

AM

A. MAKNA EVALUASI

Argumentasi kontemporer mengenai makna dan peranan evalusi menganggap evaluasi akan menjadi satu kegiatan sistematis yang dilaksanakan untuk membantu audiensi agar dapat mempertimbangkan dan meningkatkan nilai suatu program atau kegiatan. Definisi ini mencakup empat dimensi kunci evaluasi.

1. Evaluasi melibatkan pertimbangan nilai.

Evaluasi memerlukan pertimbangan nilai mengenai harga suatu program (program worth). Hal ini merupakan tujuan dan karakteristik yang membedakan dari semua evaluasi. Evaluasi bisa memainkan peranan yang berbeda, seperti peran yang bersifat formatif atau sumatif, namun peranan ini bersangkut-paut dengan penggunaan sosial evaluasi dan tidak berhubungan dengan sifat proses evaluasi itu sendiri.

Judgements (keputusan) merupakan klaim yang sejati yang diajukan apabila tidak ada evidensi yang pasti (decisive

v

v

(47)

evidence). Ketepatan suatu keputusan ditentukan oleh kecukupan landasan untuk keputusan itu. Landasan ini terdiri dari evidensi (bukti), keyakinan, dan interpretasi yang diangap relevan dengan evaluative judgement.1 Perdebatan mengenai keakurasian evaluasi merupakan debat tentang kecukupan dan relevansi landasan faktual dan intuitif yang digunakan untuk mendukung klaim nilai sebuah program.

2. Evaluasi berbeda dengan riset.

Evaluasi dan riset, keduanya merupakan bentuk penyelidikan sistematis, sama-sama memiliki teknik, metode, dan prosedur. Keduanya memainkan peranan penting dalam pengembangan program. Meskipun demikian, keduanya merupakan kegiatan yang secara signifikan berbeda. Perbedaan yang paling penting ada pada tujuan yang akan dilayani oleh keduanya.2 Perbedaan ini mengenai: (a) fokus penyelidikannya, (b) kemampuan generalisasi hasilnya, dan (c) peranan penilaiannya.

Riset, dalam arti positivistiknya sebagaimana dipertentangkan dengan arti normatif atau preskriptifnya dilaksanakan untuk menghasilkan pengetahuan yang baru. Kegiatan seperti ini dibimbing oleh teori dan lebih mengarah ke upaya untuk menyelidiki mengapa segala hal terjadi dengan satu cara dan tidak dengan cara lainnya. Karenanya, tujuan riset adalah menyediakan temuan yang dapat digeneralisasikan dan yang memiliki aplikabilitas pada kancah lain. Lebih lanjut, tujuan riset bukanlah untuk menentukan

value judgements, melainkan untuk menyingkapkan berbagai hubungan dan pola sistematik melalui hipotesis.

1 Argumen ini banyak didasarkan pada karya terbaru Edward F. Kelly.

(1985). Getting value in evaluation. School of Education, Albany, N.Y.: State

University of New York at Albany. Lihat juga E.F. Kelly. (1983). Evaluation: issues

and practices. School of education, Albany, N.Y.: State University of New York at

Albany.

2 Distingsi antara evaluasi dengan riset dikembangkan dengan baik oleh J.

Popham. (1975). Educational Evaluation. Engelwood Cliffs, N.J.: Prentice Hall.

(48)

Di pihak lain, tujuan evaluasi yang bersifat eksplisit adalah untuk menghasilkan pertimbangan mengenai nilai suatu program yang akan memberi kontribusi pada keputusan yang menyangkut desain, administrasi, efektivitas, dan efisiensi program. Evaluasi merupakan kegiatan praktis yang dibimbing oleh pertanyaan yang menjadi perhatian dan melibatkan kepentingan stakeholders dari program yang akan dievaluasi. Akibatnya, kemampuan menggeneralisasi yang merupakan landasan riset tidak selalu merupakan tujuan utama dalam evaluasi. Klaim kausal yang ketat tidak merupakan bagian yang diperlukan dalam evaluasi, juga bukan untuk mendapatkan hasil yang bisa digeneralisasikan ke berbagai kelompok di luar proyek yang sedang digarap. Hasil kunci yang diharapkan dalam evaluasi lebih pada kontribusinya untuk segala upaya pengambilan keputusan yang berkenaan dengan suatu program spesifik.

3. Beberapa kontribusi evaluasi pada upaya pengambilan keputusan.

Evaluasi dilaksanakan untuk melayani upaya pengambilan keputusan. Tujuan evaluasi - yang menyangkut penentuan nilai suatu program atau kegiatan - adalah untuk menyajikan informasi yang berguna bagi pengambil keputusan agar dapat memilih di antara berbagai alternatif kebijakan. Pengambil keputusan mencakup lebih dari sekadar para perencana dan administrator proyek; namun juga mencakup kelompok lain yang terpengaruh oleh keberadaan atau operasi sebuah program.

(49)

dilaksanakannya kajian evaluasi dan sebagai penerima laporan evaluasi akhir.

Meskipun demikian, kelompok lain bisa jadi memiliki minat besar pada program itu dan mungkin mengorientasikan keputusannya sendiri: apakah terus berpartisipasi dalam program atau sekadar memberi dukungan politik pada program itu, atau apakah harus bersaing dengan programnya demi sumberdaya yang diinginkan kedua kelompok itu, atau apakah hanya menerapkan sebagian program itu ke dalam kancah lain. Kelompok-kelompok ini juga merupakan

stakeholders evaluasi. Mereka memiliki kepentingan pribadi pada hasil evaluasi dan berorientasi pada rangkaian keputusannya sendiri yang berkaitan dengan suatu proyek.

4. Evaluasi merupakan kegiatan praktis yang mendorong ke arah tindakan.3

Evaluasi merupakan argumen praktis yang mendorong ke arah tindakan daripada ke arah pengetahuan baru (Kelly, 1985). Evaluasi merupakan argumen dalam arti bahwa hal itu meletakkan serangkaian premis yang mendorong ke arah berbagai kesimpulan evaluatif. Premis argumentasi evaluatif, sebagian, terdiri dari evidensi, keyakinan, dan interpretasi dalam konteks bermuatan nilai eksplisit. Produk argumentasi praktis evaluasi adalah tindakan, sementara produk argumentasi teoritis riset diharapkan menjadi pengetahuan baru. Ini tidak berarti bahwa pengetahuan baru tidak bisa dihasilkan dengan cara evaluasi, namun lahirnya pengetahuan baru bukan tujuan utama evaluasi.

B. WAKTU PELAKSANAAN EVALUASI

Evaluasi bisa terjadi pada waktu yang berbeda-beda selama perencanaan dan pelaksanaan satu program. Kapan terjadinya evaluasi terkait erat dengan peran apa yang

3 E.F. Kelly menyajikan beberapa analisis paling jelas mengenai argumen

(50)

dimainkan evaluasi dan jenis-jenis keputusan yang menjadi tujuan dari kontribusinya.

1. Dilaksanakan di awal-mula proyek, selama atau sepanjang tahapan desainnya, evaluasi menyediakan mekanisme untuk mengidentifikasi berbagai isu, kendala, dan pokok-pokok penting potensi intervensi program. Peranan ini sering dipaparkan sebagai “analisis kebutuhan”, tempat evaluasi beroperasi sebagai analisis kebijakan.

2. Dilaksanakan selama berlangsungnya proyek, evaluasi menyediakan cara untuk membangun proses self-correcting ke dalam program. Dalam peranan ini, evaluasi menyediakan informasi untuk penyesuaian-ulang yang diperlukan pada saat operasi dan pelaksanaan suatu program. Evaluasi juga memberikan peringatan sehubungan dengan kebijakan, prosedur, dan elemen-elemen program yang mungkin memiliki konsekuensi negatif yang tak terlihat sebelum berbagai konsekuensi seperti itu mencapai proporsi yang bersifat merusak. Evaluasi seperti ini biasanya disebut “Evaluasi formatif.” 3. Dilaksanakan pada akhir proyek, evaluasi menghasilkan informasi untuk membantu keputusan jangkapanjang -mengenai apakah suatu program sebaiknya diperluas atau diakhiri, dilestarikan atau direvisi, disebarkan ke lokasi lain atau ditinggalkan sama sekali. Proses ini disebut “evaluasi sumatif.”

(51)

potensial masih cukup bermanfaat), agak terlambat untuk dapat membantu proyeknya. Kegunaan hasil evaluasi sumatif pada upaya desain proyek berikutnya dibatasi oleh: (a) langkanya replikasi program bantuan teknis skala besar dan (b) bila replikasi itu benar-benar dilaksanakan, maka kebutuhan akan komitmen pada desain-ulang atau kontinyuasi jauh sebelum tersedianya data sumatif mengenai siklus proyek terdahulu. Hal ini menimbulkan paradoks dalam perencanaan program. Mandat paling jelas untuk evaluasi (peran sumatif) akan mendorong dilaksanakannya evaluasi setelah poin kegunaan maksimum (peran normatif).

Kerangka yang berguna untuk mempertimbangkan peranan yang dapat dimainkan evaluasi dalam perencanaan dan operasi program dipersembahkan oleh Stufflebeam (1971).4 Ia membuat pembedaan di antara berbagai konteks, input, proses, dan produk evaluasi menurut saat terjadinya kegiatan evaluasi program dan menurut tipe pertanyaan evaluasi apa yang ingin mereka ajukan.

Evaluasi konteks dilaksanakan untuk mengidentifikasi kondisi, berbagai isu, kesempatan, dan kendala yang ada di dalam lingkungan program. Hal ini semacam analisis kebutuhan, suatu kegiatan awal untuk mengidentifikasi berbagai jenis program yang sesuai atau cocok dengan latar belakang yang tersedia.

Evaluasi konteks pada awalnya melibatkan upaya identifikasi berbagai keterbatasan ranah yang akan dilayani. Data dikumpulkan untuk mengidentifikasi kondisi yang ada, kebutuhan yang tak terpenuhi, dan berbagai kesempatan yang tak digunakan, juga untuk mengidentifikasi berbagai permasalahan yang bisa membatasi respon atas kebutuhan dan kesempatan. Bilamana mungkin, analisisnya itu ditarik dari sumber data yang ada; meskipun demikian, berbagai kajian empiris tambahan mungkin juga diperlukan untuk mengumpulkan informasi.

4 Stufflebeam, D.L. et. al. (1971). Educational evaluation and decision making.

(52)

Informasi yang disediakan oleh evaluasi konteks, memberi kontribusi beberapa tipe keputusan: (a) setting yang akan ditetapkan, (b) tujuan umum yang akan diupayakan, dan (c) sasaran yang akan dicapai. Analisis konteks berfungsi sebagai latar belakang kegiatan desain proyek yang lebih terinci dan spesifik yang mungkin menyertainya.

Analisis konteks pada berbagai program internasional diillustrasikan oleh analisis sektor sebagaimana yang dilakukan oleh Bank Dunia atau USAID.5 Tujuan dari kajian ini adalah untuk memeriksa dan menaksir sumberdaya, rencana, kebutuhan, persoalan dan kesempatan yang ada pada sektor ekonomi perorangan. Namun, mengapa suatu pemerintahan merasa perlu untuk menjalankan analisis seperti itu? Salah satu alasannya adalah bahwa kegiatan kementerian berhubungan dengan resolusi persoalan atau implementasi kebijakan tertentu. Kementerian melaksanakan berbagai kajian tentang persoalan mendesak namun jarang memiliki kesempatan untuk membentuk satu tinjauan menyeluruh.

Contoh evaluasi konteks dalam lingkungan internasional adalah pengembangan the USAID Project Identification Document (PID) yang memberikan data assessment kebutuhan, analisis kebijakan, dan rasional berbasis-luas untuk proyek dalam bidang program yang ada. Evaluasi ini berfokus pada satu proyek tertentu daripada ke seluruh sektor, namun evaluasi ini masih mendahului desain proyek spesifik. Jelas, berbagai kegiatan identifikasi proyek akan sangat pesat kemajuannya jika didahului oleh assessment sektor.

5 Prosedur analisis sektor Bank Dunia dipaparkan di dalam karya Baum,

W.C. & S.M. Tolbert. (1985). Investing in development: lessons of World Bank experience.

Washington, D.C.: The World Bank. Teknik assessment sektor yang digunakan pada

sejumlah kajian yang disponsori oleh USAID dipaparkan dalam karya Cieutat,

V.S. (1983). Planning and managing an education sector assessment. Washington, D.C.:

United States Agency for International Development. dan Cieutat, V.S. (1986).

Planning and managing an education section assessment: Lihat juga, Robinson, B. (1973).

On methodology for education sector analysis. Washington, D.C.: United States Agency

(53)

Evaluasi input memberikan informasi untuk menentukan bagaimana cara memanfaatkan sumberdaya agar dapat mencapai tujuan dan sasaran proyek. Evaluasi ini terdiri dari upaya identifikasi dan analisis: (a) kapabilitas agen dan kelompok yang bertanggung-jawab yang relevan, (b) berbagai strategi untuk mencapai tujuan proyek, dan (c) desain untuk mencapai strategi spesifik. Informasi yang diberikan dalam suatu evaluasi input merupakan informasi yang penting untuk menstrukturkan desain spesifik agar dapat mencapai tujuan proyek.

Taraf operasi evaluasi input sebagai satu aktivitas formal bervariasi berdasarkan sponsor dan proyek, meskipun semua proyek pemerintah dan agen pemberi donor mengadakan semacam perencanaan serta memperhitungkan berbagai isu yang dikemukakan di dalam evaluasi input. Contoh evaluasi input di USAID ditunjukkan melalui tahapan Project Paper

pengembangan proyek. Selama tahapan itu, konsep proyeknya (yang diidentifikasi di dalam PID-nya) diuraikan secara panjang lebar dan diusulkan desain spesifik proyek. Kegiatan ini mencakup penaksiran antisipasi kapabilitas kelompok yang relevan, kesesuaian berbagai strategi alternatif, dan kelayakan proposal desainnya. Semua inputs dievaluasi berdasarkan kriteria biaya terendah, biaya manfaat, atau efektivitas biaya.

(54)

Pentingnya fungsi terakhir ini ternyata lebih besar daripada yang selama ini diduga. Program dan proyek sering ditanggapi dengan dokumentasi yang kurang cermat mengenai kegiatan implementasi. Terlampau sering program disimpulkan sebagai program yang berhasil (atau tidak) tanpa memaparkan berbagai relevansi dimensi dari apa yang sedang terjadi sedemikian sehingga upaya yang lebih kemudian untuk mereplikasi (atau menghindari) komponen-komponen yang berhasil (atau tidak berhasil) dihalangi oleh ambiguitas sehubungan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Layanan evaluasi pada program bisa dikatakan buruk, padahal evaluasilah yang memberikan kesimpulan tentang efektivitas dan dampak dari program. Hal ini disebabkan evaluasi itu gagal mendokumentasikan berbagai kegiatan dan peristiwa yang sebenarnya membentuk program tersebut.

Audiensi utama evaluasi proses, atau formatif, adalah mereka yang berwenang untuk melakukan penyesuaian seperlunya di tengah proses pelaksanaan evaluasi tersebut. Audiensi ini biasanya terdiri dari manajer program atau (pada beberapa kasus) sponsor program. Evaluasi proses cenderung disajikan dengan cara yang kurang formal daripada evaluasi konteks, input, atau produk. Dalam hal ini, tekanannya ada pada informasi tepat waktu yang berkesinambungan sehubungan dengan apa yang sedang berlangsung. Akibatnya, format laporan lebih cenderung ke bentuk yang bisa mencakup memorandum dan percakapan tak-resmi daripada dalam bentuk laporan tertulis resmi.

Anehnya, manakala program bantuan teknis internasional cenderung memiliki konteks kuat dan evaluasi masukan, maka program itu cenderung lemah dalam evaluasi proses. Ada beberapa faktor yang ikut mempengaruhi kecenderungan ini.

(55)

proses perencanaan awalnya. Apalagi, pada program yang terdesain-baik, semua komponen saling berhubungan. Perubahan satu faktor akan mendorong rangkaian perubahan pada faktor lain yang memiliki dampak lebih luas. Hasil evaluasi formatif kadangkala diabaikan (atau tak pernah diupayakan) karena adanya keyakinan tak-terucapkan oleh para manajer program bahwa dalam melaksanakan perubahan (yang bisa mencerminkan rencana awalnya dengan cara yang kurang baik atau efektivitas biayanya nampak meragukan dengan adanya kemapanan prosedur dan biaya tetap) kepatuhan pada rencana awal (bahkan jika rencana itu cacat) lebih disukai.

Kedua, proyek internasional skala-besar beroperasi di dalam konteks dengan ikatan berbagai kelompok kepentingan yang kuat dan aktif. Satu perubahan dalam operasi program dapat merugikan beberapa kelompok bahkan jika perubahan itu sangat menguntungkan atau menarik bagi kelompok-kelompok lain. Kurangnya kejelasan atensi di pihak staf proyek atau personalia kementerian pada evaluasi formatif kadangkala disebabkan oleh keengganannya untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan atau mengancam kelompok kepentingan yang paling menonjol.

(56)

Keempat, para pengambil keputusan tingkat-atas pada pemerintahan dan agen pemberi donor sering tidak ingin diganggu oleh urusan sehari-hari manajemen program. Setelah perencanaan dan program awal disetujui, perhatian mereka bergeser pada upaya untuk memantau keluaran proyek.

Evaluasi sumatif atau produk dilaksanakan pada sebagian besar program bantuan teknis internasional sebagai satu persyaratan dari kelompok yang memberi donor atau kelompok sponsor. Rencana untuk evaluasi sumatif pada umumnya dikembangkan dan tercakup di dalam deskripsi proyek awal pada saat keputusan pembiayaannya.

Menurut teori, evaluasi produk mempunyai audiensi terbesar dibandingkan dengan berbagai tipe evaluasi yang telah diuraikan di muka, namun praktiknya sering mendapatkan audiensi terkecil. Hasil evaluasi proyek merupakan bagian potensial dari kepentingan sponsor, mereka yang mengimplementasikan program, dan kepentingan berbagai kelompok partisipan yang diminta untuk menginvestasikan waktu, minat atau sumberdayanya. Kelompok-kelompok ini ingin mengetahui pengaruh apa yang diperoleh dan hasil apa yang dicapai. Mereka sering berupaya mendapatkan konfirmasi untuk apa yang sudah mereka yakini sehubungan dengan program berdasarkan pada pengalamannya sendiri.

(57)

Kecenderungan ini dapat dijelaskan dengan tiga alasan penyebabnya. Pertama, konteks sosial, ekonomi, dan politik demikian luas perbedaannya dari negara yang satu ke negara yang lain, sehingga walaupun konsep umum dapat diterapkan pada berbagai setting, namun kespesifikan program membatasi penerapannya. Kedua, tim desain proyek melaksanakan sebagian besar pekerjaannya di lapangan, jauh dari segala kemudahan untuk membuat laporan evaluasi yang mungkin relevan dan menguntungkan bagi mereka. Biasanya mereka bekerja dengan keterbatasan waktu yang tidak memungkinkannya mencari berbagai hasil temuan yang relevan dari evaluasi produk sebelumnya yang lebih awal.

(58)

v

v

2

TINJ

TINJ

TINJ

TINJ

TINJA

A

A

A

AU

U

UAN HIST

U

U

AN HIST

AN HIST

AN HISTORIS

AN HIST

ORIS

ORIS

ORIS

ORIS

MAD

MAD

MAD

MAD

MADA

A

AUS,

A

A

US,

US,

US, STUFFLEBEAM,

US,

STUFFLEBEAM, D

STUFFLEBEAM,

STUFFLEBEAM,

STUFFLEBEAM,

D

D

D

DAN SCRIVEN

AN SCRIVEN

AN SCRIVEN

AN SCRIVEN

AN SCRIVEN

Menurut Madaus, Stufflebeam, dan Scriven, ada 6 periode dalam seluruh kehidupan evaluasi program. Periode pertama, adalah periode sebelum 1900, yang disebut masa reformasi; yang kedua, dari tahun 1900 sampai 1930, yang disebut sebagai masa efisiensi dan pengujian; yang ketiga, dari tahun 1930 sampai 1945, yang biasa disebut masa Tylerian; yang keempat, dari tahun 1946 sampai sekitar tahun 1957, yang disebut dengan masa innocence; yang kelima, dari tahun 1958 sampai 1972, adalah masa ekspansi; dan akhirnya yang keenam, dari tahun 1973 sampai sekarang adalah masa profesionalisasi.

A. MASA REFORMASI 1800 – 1900

(59)

struktur masyarakat. Mengutip Pinker (1971)1, mereka mengatakan bahwa masa ini adalah periode perubahan sosial yang utama, reformasi dan revisionisme yang berhati-hati. Masa ini merupakan masa perubahan drastis dari segi penampilan dan kesehatan mental, kehidupan dan kesadaran sosial, serta dari segi keseluruhan struktur agen sosial. Pada masa inilah berdengung filsafat laissez-faire Bentham dan filsafat humanitarian para philanthropists (dermawan). Ini merupakan periode yang ditandai oleh berbagai upaya berkesinambungan namun sering berlarut-larut dalam mereformasi program pendidikan dan sosial serta berbagai agensi baik di Inggris maupun di Amerika Serikat.

Di Inggris selama abad ke-19 berlangsung upaya yang berkelanjutan untuk mereformasi pendidikan, hukum yang tak berkeadilan, rumah sakit, rumah yatim-piatu, dan kesehatan masyarakat. Evaluasi terhadap badan dan fungsi sosial ini sifatnya informal dan impressionistis (lebih memberikan ide umum daripada fakta khusus). Sering evaluasi itu berbentuk komisi pemerintah yang ditunjuk untuk menyelidiki berbagai aspek dari bidang yang sedang dipertimbangkan. Misalnya, Komisi Kerajaan (Royal Commission) untuk investigasi Primary Education di Irlandia di bawah pimpinan the Earl of Powis, setelah menerima kesaksian dan bukti penelitian, menyimpulkan bahwa “kemajuan anak-anak pada sekolah nasional di Irlandia berada jauh di bawah standar yang diharapkan.” Untuk memulihkannya, komisi Powis lalu merekomendasikan skema “payment by results” (pengupahan berdasarkan pada hasil) yang sudah diterapkan di Inggris, dan yang menggantungkan gaji guru sebagian pada hasil ujian tahunan di bidang membaca, mengeja, menulis, dan aritmetika (Kellaghan & Madaus, 1982).2 Contoh lain dari pendekatan

1 Pinker , R. (1971). Social theory and social policy. London: Heinemann

Educational Books.

2 Kallaghan, T. & Madaus, G.F. (1982). Trends in educational standards in

Great Britain and Ireland . Dalam G.R. Austin & H. Garber. The rise and fall of

(60)

evaluasi ini adalah Komisi Kerajaan tahun 1882 untuk Rumah Sakit Cacar dan Demam yang merekomendasikan bahwa rumah sakit untuk penyakit menular seharusnya terbuka dan bebas bagi semua warga negara (Pinker, 1971).3

Saat ini, Komisi Kerajaan masih digunakan di Inggris, untuk mengevaluasi berbagai bidang yang sedang menjadi perhatian. Imbangan padanannya di AS adalah Komisi Kepresidenan (misalnya, Komisi Kepresidenan untuk Pendanaan Sekolah), White House Panels (misalnya, panel gedung putih untuk Non Public Education), dan dengar pendapat Konggres. Di sepanjang sejarahnya, Komisi Kerajaan, Komisi Kepresidenan, Dengar pendapat Kongres telah berfungsi sebagai alat untuk mengevaluasi berbagai program layanan kemanusiaan melalui bukti penelitian yang dikumpulkan oleh komisinya atau yang disajikan oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Meskipun demikian, pendekatan terhadap evaluasi ini kadang-kadang hanya bersifat emblematic

(perlambang) atau simbolis.

Di Inggris, selama periode ini, pada saat berbagai program reformasi ditata, bukan hal yang aneh bila ada permintaan evaluasi setiap tahun melalui sistem laporan tahunan yang disampaikan oleh inspektorat. Misalnya, dalam pendidikan terdapat beberapa inspektur sekolah yang tugasnya mengunjungi sekolah setiap tahunnya dan memberikan laporan mengenai kondisi dan prestasi siswa. Serupa dengan itu, para komisioner Poor Law punya inspektur kecil yang diupah untuk mengawasi kepatuhan pada UU Amandemen

Poor Law tahun 1834 (Pinker, 1971).4 Sistem pemeliharaan inspektorat eksternal untuk memeriksa dan mengevaluasi upaya sekolah saat ini terdapat di Inggris dan Irlandia. Di AS, para inspektur eksternal dipekerjakan pada beberapa negara dan badan federal. Misalnya, OSHA (Occupational Safety and Health Administration) mempekerjakan para inspektur untuk

3Op. Cit.

(61)

memantau ancaman kesehatan di tempat kerja. Menariknya, sistem inspektur eksternal sebagai model evaluasi hanya mendapat perhatian kecil di dalam pustaka mengenai evaluasi. Bidang evaluasi pendidikan dapat memperoleh keuntungan dari observasi lebih detil terhadap sistem inspektorat formal.

Dalam sejarah evaluasi, sepanjang periode ini, perlu diperhatikan dua perkembangan lain di Inggris. Pertama, selama pertengahan abad ke-19 muncul sejumlah asosiasi yang dibentuk untuk investigasi sosial. Asosiasi ini menemukan dan mempublikasikan beberapa persoalan sosial yang sangat besar pengaruhnya untuk merangsang pembahasan. Kedua, sering dalam menjawab private reports ini, birokrasi yang dibentuk untuk mengelola program sosial kadangkala mengangkat komite investigasi. Komite ini merupakan komite investigasi resmi yang disponsori pemerintah untuk program sosial, seperti

provincial workhouses (Pinker, 1971). Kedua contoh ini penting dengan dasar alasan bahwa contoh itu merupakan benih lahirnya pendekatan empirisme terhadap evaluasi program.

Gambar

Gambar 1Posisi Evaluasi pada Level Kebijakan
Gambar 2Posisi Evaluasi pada Siklus Proyek
Gambar 3Siklus Manajemen Proyek
Komparasi Tabel 1Cost-effectiveness dari Berbagai Program Anti-residivisme bagi Para Napi yang Dibebaskan
+5

Referensi

Dokumen terkait

 Evaluasi: penilaian secara sistematik dan objektif terhadap kegiatan, program atau kebijakan yang sedang berjalan atau yang sudah selesai?. dilaksanakan (terkait dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) Di Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar sudah cukup efektif, melihat: (1)

Maka evaluasi diklat untuk melakukan evaluasi tahapan pertama ini adalah mengevaluasi kembali apakah kebutuhan dari peserta pelatihan sudah sesuai dengan program pelatihan

Hasil penelitian di lapangan, peneliti menemukan hasil bahwa semua kegiatan yang dilakukan sudah berjalan dengan cukup baik dan kerja sama yang dibangun antara pihak

10.Melihat apakah suatu program benar-benar telah sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang disasar.. Mengetahui apakah usaha sudah

Sebagai sebuah program yang sudah berjalan lebih dari 3 (tiga)tahun, maka perlu diadakan evaluasi. Evaluasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi keefektifan Program

Dalam proposal pengembangan hibah penguatan kelompok penelitian ini, kelompok penelitian harus sudah mendapatkan skema pendanaan penelitian yang sedang berjalan

Dari hasil wawancara dan observasi pada tiga satuan pendidikan TK, SD dan SMP, dapat disimpulkan bahwa program PPK PendekarKU sudah efektif mendukung