• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masa Depan Perempuan dalam Partai Politi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Masa Depan Perempuan dalam Partai Politi"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

Masa Depan Perempuan dalam Partai Politik Islam Oleh: Subkhi Ridho

(Ketua Lembaga Studi Islam & Politik [LSIP] Yogyakarta)

Perjalanan panjang reformasi selama lebih dari satu dekade masih banyak meninggalkan pekerjaan rumah bagi perbaikan nasib bangsa ini. Bahkan disinyalir reformasi kini seolah kehabisan nafas, dan hanya sedikit menyisakan kemenangan bagi masa depan demokrasi di Indonesia. Kemenangan tersebut diantaranya adalah demokrasi yang relatif makin dirasakan oleh warga negara. Hanya saja, demokrasi sementara ini seringkali dimaknai sebagai kebebasan semata sehingga menafikkan kepentingan rakyat kecil, apalagi kepentingan kaum perempuan.

Dalam konteks masyarakat sipil, demokrasi diandaikan sebagai penjaga gawang bagi keterbukaan akses dan partisipasi yang dapat dicecap oleh seluruh lapisan warga negara tanpa pandang bulu. Secara nyata, ranah politik praktis menerima keuntungan paling banyak dalam situasi ini. Hal ini ditengarai dari peningkatan jumlah partai politik peserta pemilu sejak reformasi digulirkan. Kemunculan partai politik baru sebagai “tandingan” dari partai politik yang sudah eksis sebelumnya, menjadi penanda bahwa politik masih menjadi kapal utama bagi aktor politik praktis dalam pertarungan meraih kekuasaan, namun hal ini bukanlah ekses yang positif. Demokrasi yang masih berada di level transisi ini belum

menunjukkan, ‘wajah kebaikannya’ bagi rakyat kecil –lebih-lebih bagi perempuan--

yang seharusnya menerima lebih banyak keuntungan dari kesungguhan praktik demokrasi di Indonesia.

Momentum Bangkit

Sejak pemilu 1999, 2004 ada tren yang relatif baik bagi perempuan. Setidaknya ruang bagi perempuan makin terbuka untuk turut berkompetisi dalam politik praktis. Pemilu tahun 2009 awalnya dilihat sebagai momentum kebangkitan bagi perjuangan perempuan di bidang politik. Akan tetapi momentum tersebut kemudian lantas melemah, ketika kebijakan afirmasi untuk mendesakkan kuota 30% bagi perempuan di parlemen dianulir oleh negara. Hal ini makin menyulitkan langkah perempuan untuk dapat memenangi pertarungan politik di level praktis. Meskipun dianulir, namun secara signifikan ketentuan ini telah merubah pola rekrutmen yang biasa dilakukan oleh partai politik, khususnya dalam hal komposisi gender.

Pasca pemilu 2009, jumlah perempuan yang terlibat aktif dalam politik praktis semakin meningkat dan terbuka; misalnya kesempatan untuk menjadi wakil dilegislatif ataupun kompetitor sebagai kepala daerah. Di beberapa daerah, posisi strategis sebagai pengampu kebijakan telah di’kuasai’ oleh perempuan. Kemunculan pemimpin perempuan ini tidak dapat dipisahkan dari meningkatnya kesadaran para pemilih untuk memilih perempuan sebagai wakil mereka. Meskipun persoalan representasi masih menjadi perdebatan bagi perempuan yang masih berada dalam jeratan kultur patriarki.

Dukungan bagi Perempuan

(2)

meski perannya seringkali hanya menjadi pemanis atau sekadar menjalankan aktivitas seremonial.

Organisasi perempuan ini tidak dibaca sebagai potensi bagi kemajuan partai politik. Padahal jika berkaca pada pendekatan dan pendampingan yang diberikan oleh perempuan yang berkiprah di organisasi bentukan partai politik, massa yang digalang cenderung lebih solid dan loyal terhadap pilihannya.

Selain itu, partai politik juga diuntungkan dengan adanya afiliasi pada organisasi massa berbasis agama [Islam]. Secara historis, ormas berbasis agama [Islam] telah lebih dulu mengakar di masyarakat. Melihat potensi tersebut, maka seharusnya partai politik Islam dalam konteks ini menuai hasil yang signifikan, jika mengacu pada jumlah penduduk Muslim terbesar di Indonesia. Hal ini akan berimplikasi tidak hanya di tataran hasil, pun pada saluran aspirasi yang dibangun oleh partai politik Islam akan menjadi lebih kuat. Fakta empiris memperlihatkan bahwa beberapa aktivis perempuan di ormas agama memiliki peluang lebih besar untuk menang dalam pemilu legislatif maupun pemilihan kepala daerah.

Memang jika mengacu pada kuota 30% bagi perempuan, maka masih cukup jauh. Akan tetapi yang menarik, ketika pada Pemilu 2009 diberlakukan ketentuan suara terbanyak yang dianggap ‘mengancam’ laju perempuan untuk menjadi anggota parlemen, justru mengalami prosentase kenaikan. Hal ini membuktikan bahwa tingginya tingkat kontestasi perempuan di organisasi sayap perempuan partai atau ormas perempuan berbasis Islam merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perempuan dalam Pemilu.

Hanya saja, keberhasilan peningkatan jumlah perempuan yang menjadi anggota legislatif perlu dilihat secara kritis. Indikator keberhasilan perjuangan untuk kesetaraan gender tidak sekadar dilihat dari banyaknya jumlah perempuan terpilih di parlemen, namun kepada bagaimana kesetaraan gender dapat diimplementasikan di setiap ruang publik-politik di negeri.

Kebijakan Diskriminatif

Terlebih jika dikaitkan dengan publikasi Komnas Perempuan yang menyebutkan sampai Februari 2011 telah terbit 192 kebijakan diskriminatif terhadap perempuan yang mengatasnamakan moralitas dan agama. Fakta tersebut menunjukkan bahwa peningkatan jumlah perempuan di legislatif ternyata tidak berbanding lurus dengan peningkatan peraturan yang pro-terhadap perempuan.

Padahal jika bertolak dari asumsi dari banyaknya perempuan anggota legislatif karena dibentuk oleh organisasi sayap partai politik yang memahami persoalan yang dihadapi oleh perempuan di level akar rumput, maka seharusnya kebijakan diskriminatif terhadap perempuan akan semakin berkurang tiap tahunnya. Ini merupakan kemunduran, karena sejak 2009-2011 justru mengalami tren kenaikan terkait munculnya kebijakan diskriminatif terhadap perempuan.

Meletakkan Peran Parpol Islam

(3)

terdepan dalam pembebasan perempuan menuju dunia baru yang lebih adil dan setara.

Mengaktifkan organisasi massa perempuan sebagai bagian dari pengorganisasian dan kapasitasi kader menjadi tawaran yang perlu dilihat sebagai peluang. Peran perempuan di dalam partai politik Islam menjadi signifikan bagi kemajuan partai dan lebih penting pada masyarakat yang menjadi dampingannya. Peran partai Islam makin dihati masyarakat pemilih, jika mau mengedepankan Islam yang berkemajuan –meminjam istilah Muhammadiyah—yang memikirkan nasib umat tidak sekadar tampilan luarnya semata.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh variabel pangsa pasar terhadap return saham sektor industri barang konsumsi.. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan

4asil tersebut jauh dari teori yang ada( seharusnya sampel dengan  penjernih madu 17 memiliki total padatan terlarut yang tinggi karena menurut <atnayani dkk #$%%6'

Kunci Agung sebagai industri pengolahan kayu primer (IUIPHHK) dengan produk hasil olahan kayu berupa Kayu Gergajian telah memiliki Dokumen RPBBI Tahun 2015 (disusun

Untuk lebih jelasnya kontribusi pendapatan dari usahatani jahe terhadap total pendapatan keluarga di Kecamatan Idi Tunong, dapat dilihat pada Tabel IV-9 berikut

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan kadar profil lipid (LDL, HDL, trigliserida, dan kolesterol total) pada pasien NSTEMI dan STEMI.. Metode: Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk mengemukakan penerapan metode semi analitik pada penyelesaian persamaan difusi menggunakan metode garis dan galat yang dihasilkan.. Serta

Dalam menganalisis kestabilan suatu PBH, ada beberapa metode yang dapat digunakan, pada penelitian ini metode analisis kestabilan yang digunakan yaitu melalui

  Keywords:  Kata kunci : Proses Penerimaan Diri, Remaja, Perceraian