• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PARTAI POLITIK DALAM MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA LEGISLATIF KABUPATEN CIANJUR: Studi Deskriptif Tentang Pendidikan Politik Bagi Kader Perempuan di Partai Politik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN PARTAI POLITIK DALAM MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA LEGISLATIF KABUPATEN CIANJUR: Studi Deskriptif Tentang Pendidikan Politik Bagi Kader Perempuan di Partai Politik."

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

PENGESAHAN ABSTRAK ABSTRACT

KATA MUTIARA ... i

PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR . ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH. ... vi

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 21

C. Tujuan Penelitian ... 22

D. Manfaat Penelitian ... 23

E. Struktur Organisasi Penelitian ... 25

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Partai Politik ... 26

1. Pengertian Partai Politik ... 26

2. Fungsi Partai Politik ... 30

3. Tujuan Partai Politik ... 35

B. Pendidikan Politik ... 36

1. Tujuan Pendidikan Politik ... 43

2. Urgensi Pendidikan Politik ... 52

3. Peta Politik Orientasi Politik Indonesia. ... 59

4. Sosialisasi Politik. ... 62

C. Pendidikan Politik dalam Konsep Pendidikan Kewarganegaraan ... 63

D. Keterwakilan Perempuan. ... 67

E. Partisipasi Politik Perempuan . ... 69

F. Hasil Penelitian Terdahulu ... 72

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 86

B. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 89

C. Penjelasan Operasional. ... 93

D. Instrumen Penelitian ... 94

E. Teknik Pengumpulan Data ... 95

(2)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 108

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 108

a. Profil Kabupaten Cianjur. ... 108

b. Profil Partai Politik ... 110

2. Bentuk Program Kaderisasi Partai Politik Bagi Kader Perempuan ... 126

3. Pola Rekrutmen Partai Politik Bagi Kader Perempuan ... 151

4. Strategi Pendidikan Politik bagi kader Perempuan. ... 154

a. Rumusan Pendidikan Politik bagi Perempuan di Partai Politik. ... 155

b. Tujuan Pendidikan Politik dalam Partai Politik. ... 155

c. Kurikulum Pendidikan Politik. ... 157

d. Media Pendidikan Politik. ... 161

e. Bentuk Pendidikan Politik dalam Partai Politik. ... 162

5. Hambatan Partai Politik dalam Meningkatkan Keterwakilan Perempuan. ... 167

a. Faktor Penghambat dalam Implemetasi Pendidikan Politik. ... 167

b. Sarana dan Prasarana dalam Pendidikan Politik. ... 169

6. Upaya Partai Politik untuk Mengatasi Hambatan dalam Meningkatkan keterwakilan Perempuan. ... 170

B. Pembahasan. ... 170

1. Bentuk program Kaderisasi Partai Politik Bagi Kader Perempuan. ... 171

2. Pola Rekrutmen Partai Politik Bai Kader Perempuan. ... 182

a. Mekanisme atau Langkah Partai Politik dalam merekrut Anggota... 182

b. Sosialisasi Partai Politik. ... 182

3. Strategi Pendidikan Politik Bagi kader Perempuan. ... 184

a. Rumusan Pendidikan Politik dalam Partai Politik. ... 184

b. Tujuan Pendidikan Politik dalam Partai Politik. ... 185

c. Kurikulum Pendidikan Politik. ... 199

d. Media Pendidikan Politik. ... 203

e. Bentuk – bentuk Pendidikan Politik dalam Partai Politik... 204

4. Hambatan Partai Politik dalam Meningkatkan Keterwakilan Perempuan. ... 208

a. Faktor Penghambat dalam Implementasi Pendidikan Politik... 208

(3)

5. Upaya yang dilakukan Partai Politik untuk mengatasi hambatan. ... 214

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ... 216 B. Rekomendasi ... 218

DAFTAR PUSTAKA ... 223

LAMPIRAN ...

1. Pedoman Wawancara

2. Hasil Wawancara

3. Hasil observasi

4. Surat Izin Penelitian dari Universitas Pendidikan Indonesia Bandung

5. Surat Izin Penelitian dari Partai Politik

6. Susunan Kepengurusan

7. Foto Dokumentasi

(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Daftar Anggota Legislatif di DPRD kabupaten Cianjur ... 14

Tabel 4.1 Jumlah Calon Legislatif Berdasarkan se geregsi gender Pada Pemenangan Pemilu 2009 di KPUD Kabupaten Cianjur ... 111

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pancasila dan UUD 1945 sebagai falsafah dan dasar negara pada

hakikatnya bersifat demokratis, egalitter, dan non diskriminatif telah

menempatkan wanita pada keluhuran harkat dan martabatnya sebagai makhluk

Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan hak dan kesempatan yang sama bagi

perempuan dan laki-laki untuk berperan dalam pembangunan.

Perhatian terhadap perempuan di dalam keutuhan eksistensinya juga

merupakan bagian dari pergerakan global (global movement) yang merefleksikan

kepedulian global umat manusia (global concern of mankind) terhadap

perempuan. Faktor lain yang melahirkan momentum peningkatan peranan

perempuan adalah terjadinya pergeseran paradigma pembangunan yang menjadi

acuan pembangunan nasional berbagai Negara, yaitu dari pembangunan yang

berpusat pada produksi menunju pada pembangunan berpusat pada manusia.

Pembangunan yang berorientasi pada kemanusiaan bertujuan untuk

mengaktualisasikan nilai-nilai kemanusiaan, seperti : respek, identitas, authencity,

kemandrian, kebebasan, harga diri, dan sebagainya. Penerapan pembangunan

yang berpusat pada manusia tidak dapat mengabaikan perempuan yang

merupakan lebih dari separuh umat untuk ikut serta dalam pembangunan.

Secara tegas, UU No. 39 Tahun 1999 menentukan bahwa dalam sistem

(6)

(rekrutmen) di bidang eksekutif, yudikatif, harus menjamin pola keterwakilan

perempuan (Pasal 46), perempuan berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam

pekerjaan, jabatan, dan profesi (Pasal 49).

Dalam Pasal 2 dan Pasal 20 UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik,

disebutkan mengenai sistem keterwakilan perempuan. Sistem keterwakilan

perempuan dimaksud terdapat baik di dalam kepengurusan partai di tingkat pusat

maupun di tingkat propinsi dan kabupaten/kota, dengan ketentuan kuota minimal

30 persen. Demikian pula pada pasal 53 dan Pasal 55 UU No 10 Tahun 2008,

ditentukan minimal 30 persen keanggotaan perempuan di parlemen.

Dari pembahasan tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat

perkembangan yang cukup menarik dalam persepektif hukum yaitu hukum

berupaya memberikan jalan keluar atas sistem gender yang selama ini masih

merugikan kaum perempuan. UU No 39 Tahun 1999 menentukan persamaan hak

dan kesempatan atas semua bidang kehidupan seperti sosial, ekonomi dan politik.

Namun instrumen hukum tersebut belum cukup apabila tidak ditindaklanjuti

melalui undang-undang dan peraturan yang relevan. Selanjutnya hukum

menyadari bahwa dengan hanya menentukan asas persamaan dan kesempatan

yang sama secara gender, tidak mungkin dapat direalisasikan jika tidak ada

terobosan khusus atau kebijakan. Secara nature dan nurture, atau pembentukan

alam dan pembentukan sosial budaya terhadap kaum perempuan, membentuk

eksistensinya menjadi tidak bisa mendekati sama dengan laki-laki.

Keberadaan laki-laki dan perempuan di Indonesia memiliki kesamaan hak

(7)

keterwakilan di lembaga legislatif dan partai politik masih sangat rendah. Itulah

sebabnya, kuota 30 persen dipersyaratan oleh peraturan perundangan untuk

dipenuhi yang dalam prakteknya tidak semua partai secara mudah memenuhinya

karena tidak memiliki cukup kader yang dapat dicalonkan.

Landasan yuridis mengenai sistem keterwakilan perempuan menurut

Undang-Undang No. 10 tahun 2008, dapat dilihat pada pasal 53 sampai dengan

pasal 58. Pasal 53 menyatakan bahwa:“Daftar bakal calon sebagaimana

dimaksudkan dalam pasal 52 memuat paling sedikit 30 % (tiga puluh persen)

keterwakilan perempuan”. Hal ini merupakan salah satu filosofis dari UU No. 10

Pemilu 2008 adalah pesamaan dan kesempatan seluas-luasnya bagi kaum

perempuan dalam bidang politik. Untuk itu para pihak yang mau menggunakan

kesempatan tersebut, didorong lebih optimal untuk menampilkan kaum

perempuan yang bermutu, yang memiliki talenta politik, atau yang mampu

menyuarakan kepentingan masyarakat melalui forum demokrasi pemilu.

Golongan perempuan yang selama ini dinilai masih ketinggalan dalam

partisipasi politik, khususnya dalam lembaga perwakilan rakyat/parlemen,

diberikan kebijakan khusus, sebagaimana terdapat pada pasal 53 sampai dengan

pasal 58. Upaya ini merupakan suatu “achievement” yang luar biasa dari

pemerintah Indonesia karena untuk pertama kalinya ada upaya khusus untuk

mengejar ketertinggalan perempuan di dalam bidang politik. Meningkatnya

refresentasi perempuan di partai politik akan membuka peluang yang lebih besar

di Parlemen akan semakin seimbang dilihat dari segi jumlahnya sehingga akan

(8)

Hasil penelitian Rosidawati (2004:23) menyatakan bahwa keterwakilan

perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat sangat rendah yakni masih adanya

anggapan bahwa dunia politik adalah dunianya laki-laki, di mana sistem dan

struktur sosial patriakhi telah menempatkan perempuan pada posisi yang tidak

sejajar dengan laki-laki, masih sedikitnya perempuan yang terjun kedunia politik

dan rendahnya pengetahuan perempuan tentang politik, serta dukungan partai

politik yang belum besungguh-sungguh terhadap perempuan. Temuan tersebut

sejalan dengan hasil penelitian Nurjanah (2011: 88) yang menegaskan bahwa

budaya partriarkhi berpengaruh signifikan terhadap partisipasi politik, semakin

rendah budaya partriarki akan diikuti dengan peningkatan partisipasi politik

pengurus partai politik perempuan, sedangkan pendidikan politik tidak memiliki

pengaruh signifikan terhadap partisipasi politik pengurus partai politik. Adapun

pendidikan formal memiliki pengaruh signifikan terhadap partisipasi politik

pengurus partai politik perempuan.

Tingkat partisipasi politik perempuan pada Negara berkembang dirasakan

lebih rendah daripada tingkat partisipasi laki-laki. Hal ini ditegaskan Huntington

& Nelson (1990:23) menyatakan bahwa: “Partisipasi politik perempuan di

negara-negara berkembang cenderung rendah jika dibandingkan dengan laki-laki, karena

perempuan lebih banyak terlibat dalam urusan rumah tangga daripada urusan

politik.”

Menurut Randall (1992:29) mengungkapkan bahwa para perempuan yang

terjun ke dalam kegiatan politik dan mendapat jabatan politik dapat

(9)

yang memperoleh jabatan politik karena mereka memiliki pola hubungan dengan

orang-orang yang berada dibelakang mereka yang memiliki pengaruh besar

kepada masyarakat. Kelompok kedua, perempuan yang terjun ke dunia politik

setelah bebas tugas dalam membesarkan anak-anaknya, dan kelompok ketiga,

adalah para perempuan yang usia muda telah terjun dalam dunia politik, biasanya

perempuan jenis ini termasuk politik perempuan profesional. Perempuan

mewakili salah satu kelompok yang dirugikan sebagai akibat dari peran-peran

yang diterjemahkan secara sosial budaya dan dari hubungan antara laki-laki dan

perempuan dalam ranah-ranah produktif, reproduktif, dan politik (Ramos, dkk.

Dalam Debbie Prabawati, 2008:1).

Perempuan sebagai salah satu kelompok minoritas sampai saat ini masih

berada dalam posisi subordinat dibanding laki-laki. Meskipun secara kuantitatif

jumlah penduduk perempuan Indonesia lebih banyak dibanding laki-laki, tetapi

kenyataannya tidak ada jaminan bagi hak-hak mereka. Faktor budaya merupakan

salah satu penghambat bagi perempuan untuk tampil dalam forum publik.

Kuatnya peran laki-laki dalam kehidupan publik sangat menentukan setiap

keputusan yang diambil, termasuk keputusan yang menyangkut kehidupan

perempuan. Hal ini menempatkan posisi perempuan semakin termarjinalkan,

terutama dalam partisipasi politik semata-mata karena adalah perempuan menjadi

kelas dua dari laki-laki. Padahal tidak seperti itu apabila kaum perempuan mau

bangkit dan maju dalam bidang pendidikan formal akan memposisikan

(10)

Keterwakilan perempuan di parlemen menjadi sangat stategis agar lebih mudah

untuk menyuarakan aspirasi dan menyelesaikan isu-isu permasalahan perempuan.

Kondisi daerah Cianjur yang cukup strategis, walaupun letak geografis

masih bersifat alami masih banyak daerah pegunungan dan pesawahan, namun

letak daerahnya dilintasi oleh kota-kota besar yang dapat memberi pengaruh

perubahan sosial terhadap masyarakat Cianjur. Dari pengaruh perubahan sosial

tersebut menuntut masyarakat melakukan mobilitas sosial yang tinggi, baik dari

perubahan sosial-politik. Perubahan sosial-politik masyarakat Cianjur masih kuat

terhadap budaya partiarkhi dikarenakan masyarakat Cianjur kultur budaya

pesantren masih kuat, sehingga Cianjur dulu disebut kota santri. Kultur pesantren

yang kuat dengan figur para tokoh agama seperti para Kiyai/ Mama Ajengan, para

ustad yang ikut bergerak di partai politik, sangat besar pengaruhnya dalam ruang

lingkup program dan strategi kepartaian yang ada di Kabupaten Cianjur. Hal ini

menjadi salah satu alasan bagi kaum perempuan yang ikut berperan aktif di dalam

partai politik merasa canggung untuk lebih berpartisipasi dalam politik. Padahal

tidak adanya larangan yang tegas bagi kaum perempuan yang ikut berpartisipasi

dalam politik. Kultur yang membentuk dan pandangan masyarakat yang sudah

membudaya bagi kaum perempuan kurang kuat dukungannya bagi kaum

perempuan untuk ikut terjun aktif di dalam politik.

Sejalan dengan pemikiran yang dikemukakan dalam penelitian Nurjanah

(2010:33), menyatakan pembagian peran yang tugas antara laki-laki dan

perempuan sebagai akibat dari upaya partiarki menjadi hambatan bagi perempuan

(11)

diungkapkan dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan sebagai mata

pelajaran yang wajib diajarkan di setiap jenjang pendidikan, yang mengajarkan

pemahaman akan politik dan peran warga negara tidak banyak didapat oleh

perempauan, ketika mereka hanya mengenyam pendidikan yang rendah.

Selain akses perempuan untuk terlibat dalam organisasi sosial maupun

organisasi politik dalam hal ini partai politik, membatasi kesempatan bagi

perempuan untuk dapat mendapatkan pemahaman dan pengetahuan politik

melalui pendidikan politik yang diselenggarakan oleh partai politik, berakibat

tidak hanya pada rendahnya partisipasi perempuan di dalam publik maupun

politik, namun juga berakibat pada rendahnya keterwakilan perempuan dalam

jabatan-jabatan politik baik dalam konteks suprastruktur politik maupun infra

struktur politik daerah.

Hal ini perempuan harus dipersiapkan sedini mungkin untuk diberikan

pemahaman pendidikan politik agar terbentuk kesadaran partisipasi peran

perempuan dalam segala bidang. Ke depan, agar peran dan partisipasi perempuan

dalam bidang politik bisa lebih berdaya, maka perlu dilakukan pendidikan politik

sejak dini. Momen yang paling tepat untuk pendidikan politik sejak dini itu

dilakukan pada saat-saat kaum perempuan itu ada pada masa-masa SMA, dan kita

semua tahu dalam kurikulum SMA/MA, mata pelajaran yang mempunyai fungsi

untuk melakukan pendidikan politik di tingkat persekolahan adalah PKn (Kosasih

Djahiri; 1985 : 7). Jadi, dengan difungsikannya dengan benar dan tepat PKn di

tingkat SMA itu, maka sudah cukup sebenarnya menjadi bekal bagi kaum

(12)

masyarakat, agar kelak jika ia terjun dalam bidang politik, baik ditingkat orsospol

maupun parlemen tidak terkena penyakit “gagap politik”.

Maka pendidikan formal atau non formal baik yang diselenggarakan oleh

pemerintah maupun yang diselenggarakan oleh pihak swasta ditunjuk untuk

mengembangkan potensi dan kemampuan anak-anak sebagai calon warga negara

kreatif dan penuh sehingga mereka mampu mengembangkan kehidupan berbangsa

dan bernegara yang demokratis. Menurut pernyataan Haber (1987 : 9):one of the

principal function of education is to prepare pupils and student for the active

dischange of the responsibility of citizenships...schools and collaes should be

ready, in the interest of goog education, to tackle issues that are politically

controversial.

Hal ini, pendidikan memiliki peran penting untuk mempersiapkan peserta

didik menjadi warga negara yang bertanggung jawab, demokratis dan partisipatif.

Menurut Bekson dalm Ehler & lee ( 1964: 24) : education represents a conscious

attempt on the part of the community to form beliefs and develep habits in accord

with standards of knowladge and ideas of conduct.Sejalan dengan pernyataan

tersebut, Dewey dalam Ahmadi & Uhbiyati (2003: 69) menyatakan bahwa

pendidikan merupakan proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental

secara intelektual dan emosional ada alam dan sesama manusia. Perkembangan

awal manusia yang masih berupa potensi-potensi dapat dikembangkan menjadi

kemampuan dan kecakapan intelektual melalui proses pendidikan dan

pengalaman, dalam masyarakat modern, tanggung jawabnya diserahkan pada

(13)

Dalam hubungannya dengan pendidikan kewarganegaraan (citizenship

education), proses sosialisasi politik dalam proses partisipasi perempuan di

bidang politik sebagai wujud partisipasi politik dalam kesetaraan gender

merupakan bagian dari ranah pendidikan kewarganegaraan (PKn). Sebab PKn

dewasa ini tidak semata-mata dipahami dalam konteks pembelajaran di sekolah (

civic education), tetapi sudah berdimensi kemasyarakatan (citizenship education).

Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peranan penting dalam

menumbuhkan pemahaman politik, dengan dilakukan melalui pendidikan politik,

bukan hanya dalam pendidikan formal tetapi dapat pula dilakukan dalam

pendidikan non formal di masyarakat sebagai pendidikan politik terhadap

masyarakat secara luas, karena pada dasarnya “tujuan pendidikan

Kewarganegaraan itu sendiri adalah menciptakan partisipasi yang bermutu dan

bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat, baik ditingkat lokal

maupun nasional” (Branson, 1999: 7).

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan suatu keharusan untuk

berpartisipasi dalam masyarakat demokratis, berfikir secara kritis dan bertindak

secara sadar dalam dunia yang plural, memerlukan empati yang memerlukan

kemampuan yang memadai (Barber, 1992: 41). Selanjutnya Pedidikan

Kewarganegaraan harus mampu menyelesaikan berbagai persoalan utama dalam

kehidupan politik. Agar dapat meningkatkan dan menumbuhkan pemahaman

politik/melek politik dari setiap warga negara, maka pelaksanaan pendidikan

politik haruslah diperlukan dengan baik dan benar dan hal itu menjadi keharusan.

(14)

pendidikan formal atau bisa dilaksanakan oleh lembaga non formal seperti

organisasi-organisasi masyarakat seperti halnya partai-partai politik. Dengan

demikian, proses pendidikan politik merupakan bagian dari Pendidikan

Kewarganegaraan, yaitu segi pendidikan politik yang berhubungan dengan

peningkatan partisipasi politik.

Partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi memiliki peran dalam

memperdayakan dan meningkatkan keterwakilan perempuan dalam ranah publik

maupun politik. Dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2011 pasal 34 ayat (3b)

dinyatakan bahwa: “pendidikan politik sebagaimana dimaksud dalam ayat (3a)

berkitan dengan kegiatan:

a. Pendalaman mengenai empat pilar berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila,

UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. Pemahaman mengenai hak dan kewajiban negara Indonesia dalam

pembangunan etika dan budaya politik; dan

c. Pengkaderan anggota partai politik secara berjenjang dan berkelanjutan.”

Berdasarkan pasal tersebut, jelas bahwa partai poltik berperan dalam

mensosialisasikan empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, membangun

kesadaran warga negara akan hak dan kewajibannya sehingga terbangun etika

maupun budaya politik, serta berperan dalam kaderisasi anggota partai politik

sehingga terwujud kehidupan politik yang demokratis dan melibatkan semua

komponen bangsa.

Menurut Pasal 27 UUD 1945, perempuan mempunyai kedudukan yang

(15)

perundang-undangan politik yang tertera dalam UUD 1945 tersebut, telah

tercermin bahwa perempuan dan laki-laki sama-sama punya hak untuk dipilih dan

memilih. Tetapi kenyataan memperlihatkan bahwa persentase jumlah perempuan

yang terpilih menjadi anggota legislatif selama kurun 9 (sembilan) pemilu masih

kecil. Gambaran tersebut mencerminkan rendahnya keterlibatan perempuan dalam

struktur partai politik. Hal ini menyebabkan rendahnya keterlibatan perempuan

dalam dunia politik nampak sejak perkembangan Indonesia awal kemerdekaan,

keterwakilan perempuan di lembaga legislatif sejak pemilu pertama

diselenggarakan di Indonesia menunjukkan kecenderungan ini. Menurut UNDP

(2010: 3) menyatakan bahwa mereka (perempuan) belum terwakili secara setara

di lembaga legislatif tingkat nasional sejak tahun 1955, ketika perempuan

menduduki 5,9 persen kursi di parlemen. Meskipun telah ada kecenderungan

meningkat dalam hal keterwakilan perempuan sejak tahun 1971, ada beberapa

pengecualiaan, termasuk pada Pemilu 1977 ketika jumlah perempuan terpilih

turun dari 7,8 persen menjadi 6,3 persen jika dibandingkan dengan Pemilu

sebelumnya (1971) dan kembali mengalami penurunan lagi pada pemilu 1999

menjadi 9 persen jika dibandingkan dengan pemilu sebelumnya sebesar 10,8

persen pada tahun 1997. Meskipun demikian peningkatan keterwakilan

perempuan di DPR RI pada dua pemilu terakhir, 11,8 persen pada tahun 2004, dan

18 persen pada pemilu 2009 cukup substantif. Kecenderungan meningkat dalam

hal keterwakilan perempuan di DPD RI dari 22,6 persen pada tahun 2004 menjadi

(16)

Berdasarkan temuan UNDP tersebut, menjelaskan bahwa perempuan

belum terlibat secara aktif dalam proses politik yang berlangsung. Ditegaskan

juga oleh Widanti (2005: 9) menyatakan bahwa: Rendahnya keterlibatan

perempuan dalam struktur partai politik bersumber pada anggapan bahwa masih

banyak rendahnya pendidikan formal bagi kaum perempuan, ditambah secara

wawasan pengetahuan yang luas dan ruang lingkup yang sempit akibat peran

ganda (ruang domestik dan publik). Perempuan hanya sebagai faktor pendukung

dibalik layar laki-laki, sehingga perempuan tidak berani untuk berpartisipasi

sejajar dengan laki-laki dalam bidang politik maupun publik.

Demikian pula halnya dengan perempuan yang memegang faktor jabatan

pengambilan keputusan. Menurut Nantri (2008: 8) ada dua faktor yang

menyebabkan presentase perempuan dalam politik masih kecil, yaitu :

1. Faktor internal, yaitu faktor dari diri perempuan itu sendiri, seperti: a) sumber

daya perempuan; b) adanya pandangan bahwa politik itu keras; c) adanya

stereotipe yang dilabelkan pada perempuan.

2. Faktor eksternal, yaitu faktor dari luar perempuan seperti: a) sistem pemilu; b)

peran organisasi partai politik; c) nilai budaya

Selain faktor-faktor internal, menurut Nantri (2008: 8) ada tiga faktor

(sebagai faktor ekternal) utama yang memiliki pengaruh signifikan pada tingkat

keterwakilan perempuan dalam lembaga-lembaga yang anggotanya dipilih

melalui: 1) sistem pemilu; 2) peran organisasi partai politik; 3) penerimaan

kultural termasuk aksi mendukung yang bersifat wajib dan sukarela. Hal ini partai

(17)

empat faktor dalam eksistensi partai politik yang signifikan dalm menentukan

tingkat keterwakilan perempuan di parleman, sebagai berikut: a) struktur

organisasi politik; b) kerangka kerja lembaga; c) ideologi partai (ideologi yang

bersifat progresif); d) aktivis partai politik, perempuan (Nantri, 2004:8).

Walaupun jumlah perempuan yang menggunakan hak pilihannya cukup besar,

namun apakah mereka akan yakin memilih calon wakil perempuan mengingat

budaya patriarkhi sangat kental dalam masyarakat kita, selain itu karena SDM

dari kaum wanita masih lemah. Hal tersebut menyebabkan model representatif

proposional dengan stelsel daftar memberi kesempatan yang lebih baik bagi

perempuan agar terwakili dalam legislatif.

Berdasarkan data dari KPUD Kabupaten Cianjur, kuota 30% (persen) bagi

kelompok perempuan untuk menjadi anggota parlemen di Indonesia telah

membuka kran bagi perkembangan sejarah politik Indonesia pada pemilu 2009 di

Kabupaten Cianjur. Hasil pemilihan umum lembaga legislatif perempuan hanya

terwakili oleh sembilan partai politik yang memiliki keterwakilan perempuan

delapan kursi (11,5%) dari 50 (lima puluh) kursi di DPRD Kabupaten Cianjur.

Gambaran kondisi anggota legislatif perempuan dari partai-partai politik yang

mendapatkan perolehan suara pada Pemilu Tahun 2009 yaitu dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.1

DAFTAR ANGGOTA LEGISLATIF DI DPRD KABUPATEN CIANJUR

No. Nama Partai Politik Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Partai Demokrat 12 2 14

2 Partai Golongan Karya 8 - 8

3 Partai PDI Perjuangan 5 2 7

(18)

Pembangunan

5 Partai Bulan Bintang 2 1 3

6 Partai Keadilan Sejahtera

4 1 5

7 Partai Kebangkitan Bangsa

3 - 3

8 Partai Hati Nurani Rakyat

2 - 2

9 Partai Gerakan Indonesia Raya

2 - 2

Jumlah 42 8 50

Sumber : Data Dokumentasi Tupoksi Peraturan Tata Tertib DPRD Kab. Cianjur Masa Jabatan 2009-2014

Tabel di atas menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan di lembaga

legislatif Kabupaten Cianjur selama peroleh suara Pemilu Tahun 2009 belum

mewakili jumlah anggota legislatif secara keseluruhan partai politik. Keterwakilan

perempuan di DPRD Kabupaten Cianjur rata-rata hanya (11,5%) dari jumlah

kursi lima puluh orang tidak refresentatif secara kuantitas anggota legislatif

perempuan dari kursi yang disediakan. Hal ini tidak terlepas dari peran partai

politik dalam meningkatkan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif.

Untuk meningkatkan keterwakilan perempuan harus dicari solusi dan strategi

partai politik dalam bentuk kaderisasi partai politik, pola rekrutmen kader

perempuan dan strategi pendidikan politik bagi kader perempuan partai politik

yang memiliki kompetensi dalam bidang politik.

Pendapat Budiardjo (1986:163) menjelaskan fungsi partai politik meliputi:

sarana-sarana komunikasi politik, sosialisasi politik (political socialization),

sarana rekruitmen politik (political recruitment), dan pengatur konflik (conflict

(19)

Keempat fungsi tersebut sama-sama terkait satu dengan yang lainnya.

Sebagai sarana komunikasi politik, partai berperan sangat penting dalam upaya

mengartikulasikan kepentingan (interests articulation) atau “political interests

yang terdapat atau kadang-kadang yang tersembunyi dalam masyarakat. Berbagai

kepentingan itu diserap sebaik-baiknya oleh partai politik menjadi ide-ide, visi

dan kebijakan-kebijakan partai politik yang bersangkutan. Setelah itu, ide-ide dan

kebijakan atau aspirasi kebijakan itu diadvokasikan sehingga dapat diharapkan

mempengaruhi atau bahkan menjadi materi kebijakan kenegaraan yang resmi.

Terkait dengan komunikasi politik itu, partai politik juga berperan penting

dalam melakukan sosialisasi politik (political socialization). Ide, visi dan

kebijakan strategis yang menjadi pilihan partai politik dimasyarakatkan kepada

konstituen untuk mendapatkan „feedback‟ berupa dukungan dari masyarakat luas.

Terkait dengan sosialisasi politik ini, partai juga berperan sangat penting dalam

rangka pendidikan politik. Partailah yang menjadi struktur antara atau

„intermediate structure’ yang harus memainkan peran dalam membumikan

cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga

partai politik adalah sarana rekruitmen politik (political recruitment). Partai

dibentuk memang dimaksudkan untuk menjadi kendaraan yang sah untuk

menyeleksi kader-kader pemimpin negara pada jenjang-jenjang dan posisi-posisi

tertentu. Kader-kader itu ada yang dipilih secara langsung oleh rakyat, ada pula

yang dipilih melalui cara yang tidak langsung, seperti oleh Dewan Perwakilan

(20)

Partisipasi politik merupakan salah satu aspek penting demokrasi

(Agustina, 2006:101) dan menurut Budiharjo (1982:1) menyatakan partisipasi

politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang yang ikut serta aktif dalam

kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara secara langsung

atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public politicy).

Partisipasi kaum perempuan dalam dunia politik erat kaitannya dengan usaha

perempuan untuk memperbesar akses mereka ke dalam kekuasaan, sebab hanya

dengan itu para perempuan dapat mencapai jabatan di dalam dunia politik dan

pemerintahan. Dewasa ini sekurang-kurangnya perempuan yang bertingkat

pendidikan lebih tinggi memiliki akses lebih besar kekuasaan ketimbang

perempuan yang kurang berpendidikan (Sebastianus, Wikipedia, 2008). Selain

faktor pendidikan, faktor internal dalam diri kaum perempuan itu sendiri

mempengaruhi tingkat partisipasi dalam aktivitas politik, seperti misalnya

kemampuan memanfaatkan waktu dan potensi yang dimilikinya.

Permasalahan bagi kaum perempuan sendiri harus mampu menghadapi

ketimpangan yang terjadi sebagai kendala. Ada banyak persoalan yang

menyebabkan ketimpangan itu terjadi. Kendala Pertama, kendala sistem politik.

Sistem politik, seperti yang dijelaskan di atas lebih menguntungkan sifat-sifat

maskulin yang dmiliki oleh laki-laki. Model politik lebih banyak ditentukan

dengna sifat-sifat konfrontatif “menang atau kalah”. Di sisi lain, aturan dalam

juga lebih menguntungkan kader-kader laki-laki, laki-laki diletakkan pada nomor

urut jadi (winnable), sementara perempuan ditempatkan pada nomor-nomor

(21)

partai, menjadi tidak berarti karena kebijakan partai yang tidak

menguntungkannya.

Kendala kedua, adalah sosial budaya. Budaya Patriarki adalah tatanan

nilai yang dianut dan dipegang teguh masyarakat yang menempatkan relasi

kekuasaan antara laki-laki dan perempuan secara timpang. Pola relasi

menempatkan perempauan pada posisi yang selalu berada di bawah laki-laki

(sub-ordinat), rawan akan kecenderungannya merebaknya berbagai stereotip (pelabelan

negatif), marjinalisasi (peminggiran dan pemikinan perempuan), subordinasi

(yang berdampak pada ekploitasi), dan tindakan-tindakan kekerasan (violence).

Dominasi budaya partriarki inilah melahirkan kesenjangan, ketidakadilan, atau

disparitas gender.

Kendala Ketiga, adalah kendala Psikologis. Perempuan itu sendiri

acapkali menganggap politik itu sebagai permainan kotor. Anggapan ini telah

memukul rasa percaya diri perempuan untuk berhadapan dengan proses politik.

Sehingga ketidakpercayaan diri menjadi penyebab tidak tampilnya perempauan

dalam pentas politik formal seperti dalam partai politik, parlemen, atau

pemerintahan.

Kendala keempat, adalah kendala ekonomi. Ketidakberuntungan

perempuan secara sosial ekonomi telah menempatkan perempauan menjadi

kelompok warga negara yang rentan akan kemiskinan, kebodohan, dan

ketertinggalan. Akibatnya kesempatan perempuan untuk memperjuangkan

(22)

Namun perjuangan kaum perempuan untuk meningkatkan keterwakilan

perempuan dalam politik bukan tanpa asa sama sekali. Bertahun-tahun kesadaran

masyarakat untuk lebih memperhatikan hak-hak politik perempuan akan terus

semakin kuat. Dipelopori emansipasi dan peranan kaum perempuan dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia telah diakui sejak lama. Sejarah

mencatat nama R.A. Kartini sebagai tokoh emansipasi wanita dan pahlawan

nasional. Ia merupakan seorang perempuan yang memiliki pemikiraan jauh

melampaui zamannya ke depan. Sejarah mencatat pahlawan nasional perempuan

lainnya, yaitu Dewi Sartika, Tjut Nyak Dien, Akhmad Dahlan, Nyi Ageng Serang,

Hj. Rasuna Said, Fatmawati Soekarno, dan Hj. Siti Hartina Soeharto, Hj. Yoyoh.

Kaum perempuan Indonesia juga cukup banyak yang berkedudukan

sebagai pemimpin, baik sebagai administrator/manajer, tokoh LSM, pejabat

pemerintah, kepala daerah, menteri, anggota legislatif, bahkan Presiden. Orang

juga tidak akan begitu saja melupakan Megawati Soekarno Putri yang menjadi

presiden pertama di Indonesia, meskipun kemunculannya ke puncak pentas politik

nasional tak lepas dari nama besar Soekarno dan simpati publik setelah konflik

internal di tubuh Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Kiprah kaum perempun di Indonesia cukup membanggakan, namun

eksistensi dan peran perempuan secara keseluruhan belum sesuai harapan, yaitu:

a. Dalam bidang pendidikan, angka buta huruf perempuan lebih tinggi daripada

laki-laki. Angka buta huruf pada kelompok umur 10 tahun ke atas secara

(23)

dan perempuan 12,69%. (BPS, statistik Kesejahteraan Rakyat Tahun

1999-2002).

b. Dalam bidang ekonomi, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

perempuan lebih rendah daripada TPAK Laki-laki, yaitu TPAK perempuan

44,81 % dan laki-laki 76,12% (BPS, StatistikKesejahteraan rakyat tahun

2003).Selain itu, perempuan hanya memperoleh penghasilan 25,3 %

(Megawangi, 1999).

c. Dalam bidang Pemerintahan, jumlah PNS perempuan hanya sebesar 37,6 %,

sedangkan PNS laki-laki 62,4% (BPS Tahun 2000). Perempuan yang

menduduki posisi adminaistrator/manajer dalam bidang pemerintahan dan

swasta hanya 6,6% (Megawangi, 1999). Kondisi yang sama ditemukan dalam

politik sebagaimana tercermin dari keterwakilan perempuan di lembaga

legislatif (DPRD) Kabupaten Cianjur.

Masalah keterwakilan perempuan di lembaga legislatif menjadi menarik

untuk dikaji dan diteliti lebih jauh. Harus diakui masih banyak tokoh Indonesia

yang berhasil namun masih banyak pula hambatan yang dihadapi kaum

perempuan untuk tampil dalam sektor publik. Misalnya terkait dengan peran

perempuan dalam politik hampir diseluruh negara khususnya negara berkembang

menghadapi sejumlah kendala baik kendala struktural maupun kultural. Kendala

struktural seringkali berkaitan dengan masalah pendidikan, status sosial, ekonomi

dan masalah pekerjaan. Pekerjaan perempuan masih diidentikan dengan pekerjaan

“kelas dua” yang sulit berimbang dengan laki-laki. Sementara kendala kultural

(24)

sebagai suatu untuk sekedar menempatkan tinggal di rumah. Kini konsep

kesetaraan gender dianggap sebagai sebuah jawaban untuk mengatasi persoalan

perempuan tersebut.

Harapan dari masyarakat bahwa para politisi perempuan serta peran

perempuan dapat mewakili pada sektor pendidikan, kesehatan dan masalah

kesejahteraan keluarga miskin. Berkaitan dengan hal tersebut

organisasi-organisasi perempuan dan partai politik yang konsen terhadap isu perempuan

berupaya untuk terus meningkatkan kualitas dan mendorong keterwakilan

perempuan dalam politik, sehingga diperlukan adanya sinergitas dan relasi yang

harmonis dengan partai politik. Partai politik sebagai wadah aspirasi yang

melahirkan kader dan politisi perempuan.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka peneliti

merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Peran Partai Politik

dalam Meningkatkan Keterwakilan Perempuan di Lembaga Legislatif

Kabupaten Cianjur (Studi Deskriptif tentang Pendidikan Politik bagi Kader

Perempuan di Partai Politik).

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka penulis mengajukan

rumusan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana Peran Partai Politik

dalam Meningkatkan Keterwakilan Perempuan di Lembaga Legislatif Kabupaten

Cianjur sebagai studi deskriptif tentang pendidikan politik bagi kader perempuan

(25)

Agar penelitian ini lebih terarah dan terperinci pada pokok permasalahan,

maka identifikasi masalah akan diuraikan dalam beberapa sub masalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana bentuk program kaderisasi partai politik bagi kader perempuan

dalam meningkatkan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif Kabupaten

Cianjur?

2. Bagaimana pola rekrutmen partai politik bagi kader perempuan dalam

meningkatkan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif Kabupaten

Cianjur?

3. Bagaiamana strategi pendidikan politik bagi kader perempuan sebagai

implementasi pendidikan kewarganegaraan untuk meningkatkan keterwakilan

perempuan di lembaga legislatif Kabupaten Cianjur?

4. Apa hambatan partai politik dalam meningkatkan keterwakilan perempuan di

lembaga legislatif Kabupaten Cianjur?

5. Bagaimana upaya yang dilakukan partai politik untuk mengatasi hambatan

dalam meningkatkan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif Kabupaten

Cianjur?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk menggali dan

memperoleh gambaran secara faktual mengenai peran partai politik dalam

meningkatkan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif Kabupaten Cianjur.

(26)

1. Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk program kaderisasi partai politik

bagi kader perempuan dalam meningkatkan keterwakilan perempuan di

lembaga legislatif Kabupaten Cianjur.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pola rekrutmen partai politik bagi kader

perempuan dalam meningkatkan keterwakilan perempuan di lembaga

legislatif Kabupaten Cianjur.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis strategi pendidikan politik bagi kader

perempuan sebagai implementasi pendidikan kewarganegaraan dalam

meningkatkan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif Kabupaten

Cianjur.

4. Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan partai politik dalam

meningkatkan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif Kabupaten

Cianjur.

5. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya yang dilakukan partai politik

untuk mengatasi hambatan dalam meningkatkan keterwakilan perempuan di

lembaga legislatif kabupaten Cianjur.

D.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi secara keilmuan

(teoritik) maupun empiris (paraktis). Secara akademis (keilmuan) diharapkan

penelitian tentang peran partai politik dalam keterwakilan perempuan di lembaga

legislatif dapat menjadi tambahan referensi untuk mengkaji dan merumuskan ilmu

pengetahuan tentang pendidikan politik sebagai upaya pengembangan pendidikan

(27)

Kepentingan praktis dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

bahan rekomendasi bagi pembuat kebijakan yang dilakukan oleh:

1. Lembaga Akademik : Penelitian ini dapat dijadikan referensi atau rekomendasi

bagi lembaga tersebut untuk mempertegas bahwa pendidikan politik

merupakan pengembangan pendidikan kewarganegaraan dalam partisipasi

politik (civic disposition) untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

2. Lembaga Partai Politik : Penelitian ini dapat dijadikan masukan bahwa betapa

pentingnya peran partai politik untuk sosialisasi politik, pendidikan politik,

rekrutmen kader politik, kaderisasi partai dan strategi pendidikan politik dalam

meningkatkan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif.

3. Bagi pihak lain yaitu warga masyarakat umumnya: Penelitian ini diharapkan

dapat menjadikan kontribusi yang positif bagi warganegara untuk dapat

berpartisipasi dan menyalurkan aspirasi politik yang baik dalam kehidupan

politik,khususnya bagi aktivis perempuan partai politik dalam meningkatkan

keterwakilan di lembaga legislatif baik pada tingkat lokal, nasional maupun

global.

4. Bagi pengembangan pendidikan kewarganegaraan, penelitian ini diharapkan

dapat memberikan sumbangan pemikiran dan wawasan keilmuan tentang peran

partai politik dalam pendidikan demokrasi di Indonesia sebagai salah satu

bentuk transformasi budaya politik sebagai implementasi pendidikan

(28)

E.Struktur Organisasi Penulisan

Tesis ini akan disusun dan dikembangkan menjadi lima bab, yaitu (1)

Pendahuluan,(2) Kajian Pustaka, (3) Metodelogi Penelitian, (4) Hasil Penelitian

dan Pembahasan, serta (5) Kesimpulan dan Rekomendasi.

Bab I tesis berisi uraian tentang pendahuluan dan merupakan bagian awal

dari tesis. Pendahuluan berisi latar belakang masalah, identifikasi dan perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan.

Bab II berisi kajian pustaka, kajian pustaka mempunyai peran yang sangat

penting. Melalui kajian pustaka ditunjukkan “the state of the art” dari teori yang

sedang dikaji dan kedudukan masalah penelitian dalam bidang ilmu yang diteliti.

Kajian pustaka berfungsi sebagai landasan teoritik dalam menyusun pertanyaan

penelitian, tujuan penelitian.

Bab III berisi penjabaran yang rinci mengenai metodelogi penelitian,

termasuk lokasi penelitian, pendekatan danmetode penelitian tersebut, definisi

operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan dan analisis data.

Bab IV berisi hasil penelitian dan pembahasan terdiri dari dua hal utama,

yakni: pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan berkaitan

dengan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, dan tujuan penelitian.

Kemudian dibahas pula pembahasan dan analisis temuan yang merupakan

konsekuensi temuan dengan teori yang dirujuk.

Bab V berisi kesimpulan dan rekomendasi yang merupakan penyajian

(29)
(30)
(31)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di kantor partai politik yang menang pada

pemilu tahun 2009 di Kabupaten Cianjur. Partai politik yang menang pada

pemilu tahun 2009 yaitu: Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Demokrasi

Indonesia Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan

Bangsa, Partai Bulan Bintang, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Gerindra, dan

Partai Hanura. Sembilan partai politik ini dijadikan tempat penelitian karena

mewakili dari jumlah partai-partai politik yang mengikuti peserta pemilu tahun

2009 dan salah satu diantaranya ada keterwakilan perempuan di lembaga legislatif

di Kabupaten Cianjur.

2. Subjek Penelitian

Penelitian selalu dihadapkan pada sumber data yang disebut dengan subjek

penelitian yang akan memberikan informasi sesuai dengan permasalahan dan

fokus penelitiannya tentang peran partai politik dalam meningkatkan

keterwakilan perempuan di lembaga legislatif.

Dalam penelitian ini, teknik penentuan subjek penelitian dimaksudkan

agar peneliti dapat sebanyak mungkin memperoleh informasi dengan segala

kompleksitas yang berkaitan dengan peran partai politik dalam meningkatkan

(32)

subjek penelitian tidak dimaksudkan untuk mencari persamaan yang mengarah

pada pengembangan generalisasi, melainkan untuk mencari informasi-informasi

secara rinci yang sifatnya spesifik yang memberikan data yang dibutuhkan dalam

proses penelitian.

Terdapat beberapa kriteria yang digunakan dalam penetapan subjek

penelitian, yakni latar (setting), para pelaku (actors), peristiwa – peristiwa

(events), dan proses (process) (Miles dan Huberman, 1992:56 ;Alwasilah,

2003:145-146).

Kriteria pertama: adalah latar, yang dimaksud adalah situasi dan tempat

berlangsungnya proses pengumpulan data, yakni pada kantor partai politik di

Kabupaten Cianjur yang masuk kedalam sembilan pemenang pemilu legislatif

tahun 2009 yaitu Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Demokrasi Indonesia

Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai

Persatuan Pembangunan, Partai Bulan Bintang, Partai Gerakan Indonesia Raya

(Gerindra) dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) di Kabupaten Cianjur.

Kesembilan Partai Politik yang menang pada pemilu tersebut yang memiliki

keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Maka peneliti ingin mengamati

sejauhmana partai melaksanakan proses pendidikan politik bagi kader perempuan

di partainya. Pada partai banyak kader-kader perempuan yang terjun dalam politik

namun sedikit yang mencalonkan diri menjadi anggota legislatif. Peneliti

melakukan wawancara dengan para narasumber yang disesuaikan dengan kondisi

(33)

Kriteria kedua: pelaku yang dimaksud adalah para ketua atau pengurus

DPC/DPD partai politik, Ketua Badan Otonom/Departemen/Bidang Perempuan/

Sayap Partai Politik dan kader partai politik ditambah dengan anggota Legislatif

Perempuan yang merupakan perwakilan dari partai tersebut. Dalam penelitian ini

peneliti dijadikan sebagai subjek penelitian yang nantinya akan diobservasi

kepada mereka sejaumana mereka menjalankan program dan aktivitas dalam

kepartaian. Pelaku juga akan diminta keterangan atau informasi yang berkaitan

dengan peran partai politik untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di

lembaga legislatif fokus kajiannya tentang pendidikan politik bagi kader

perempuan di partai politik.

Kriteria ketiga: adalah peristiwa yang dimaksud hal-hal yang berkaitan

dengan pelaksanaan program kaderisasi, pola rekrutmen partai, dan stategi

pendidikan politik partai itu semua dalam rangka upaya partai politik untuk

mendorong para kader dapat meningkatkan keterwakilan perempuan di lembaga

legislatif dilakukan baik secara formal oleh partai politik baik dalam kegitan

pertemuan pendidikan dan pelatihan kader, seminar atau lokakarya, atau yang

dilakukanan secara in formal oleh partai melalui kegiatan rutin kepartaian seperti

rapat muspim/rapim, raker, konsolidasi/koordinasi pengurus partai dengan

simpatisan partai atau kegiatan non formal oleh partai dalam rangka perekrutan

massa seperti pengajian/tablig akbar, pembinaan konstituen/basis massa seperti di

majelis-majelis ta’lim, pesantren, atau kegiatan sosial penduli sosial dll.

Kreteria keempat: adalah proses, yang dimaksud adalah peneliti

(34)

dijalankan oleh partai terhadap para kadernya dalam meningkatkan keterwakilan

perempuan di lembaga legislatif dan proses wawancara dengan subjek penelitian

yang berkenaan dengan pendapat dan pandangannya terhadap focus masalah

dalam penelitian ini.

B. Pendekatan dan Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian tentang peran partai politik

dalam meningkatkan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, adalah

pendekatan penelitian kualitatif, yaitu suatu pendekatan yang tidak menggunakan

upaya kuantitatif atau perhitungan – perhitungan statistik, melainkan lebih

menekankan kepada kajian interpretatif. Vernon van Dyke (1965: 114) memaknai

pendekatan dalam penelitian sebagai:

An approach consistsor criteria of selection-criteria employed in selecting the problems or questions to consider and in selecting the data to bring to bear; it consists of standards governing the in clusion of questions and data”, atau suatu pendekatan terdiri dari ukuran-ukuran pemilihan, adapun ukuran yang dipergunakan dalam memilih masalah-masalah atau pernyataan-pernyataan untuk dipertimbangkan dalam memilih data yang perlu diadakan: ini terdiri dari ukuran-ukuran baku yang menetapkan pemasukan atau pengeluaran pernyataan-pernyataan dan data.

Pernyataan ini menyiratkan bahwa suatu pendekatan mengandung kriteria

pemilihan yang dipergunakan dalam menentukan masalah-masalah atau

pertanyaan-pertanyaan dan data penelitian. Hal ini diperjelas oleh Kerlinger

(2000:18) yang menyatakan bahwa pendekatan atau rancangan ilmiah merupakan

(35)

Pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini berimplikasi

pada penggunaan ukuran-ukuran kualitatif secara konsisten, maksudnya dalam

pengolahan data, dan mereduksi, menyajikan dan memverifikasi dan

menyimpulkan data tidak menggunakan perhitungan-perhitungan secara

matematis dan statistik, melainkan lebih menekankan pada kajian interpretatif.

Creswell (1998:15) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai berikut:

Qualitativere searchisanin quiry process of understanding basedon distinct methodological traditions of inquiry that explorea social or human problem. There searcher builds acomplex, holistic picture, analyzes words, reports detailed views of informants, and conducts the study in a natural setting.

Pendapat diatas dapat dijelaskan penelitian kualitatif adalah proses

penelitian untuk memahami berdasarkan tradisi metodologi penelitian tertentu

dengan cara menyelidiki masalah sosial atau manusia. Peneliti membuat gambaran

kompleks bersifat holistik, menganalisis kata-kata, melaporkan

pandangan-pandangan para informan secara rinci, dan melakukan penelitian dalam situasi

yang alamiah. Pendekatan penelitian kualitatif disebut juga pendekatan

naturalistik karena situasi lapangan penelitian bersifat natural atau alamiah, apa

adanya, dan tidak dimanipulasi (Cresswell,1998;Nasution,1992:18).

Kecenderungan peneliti memilih pendekatan ini, karena masalah yang

diteliti sedang berlangsung yaitu tentang peran partai politik dalam bentuk

program kaderisasi partai politik,yaitu proses pendidikan politik bagi kader partai

politik khususnya kader perempuan pengurus partai politik. Dari penelitian ini

diharapkan dapat dikumpulkan data sebanyak mungkin dengan tidak

mengesampingkan keakuratan data yang diperoleh. Alasan lainnya mengapa

(36)

akan diperoleh dari penelitian ini di lapangan lebih banyak menyangkut perbuatan

dan ungkapan kata-kata dari responden yang sedapat mungkin bersifat alami,

tanpa adanya rekayasa serta pengaruh dari luar. Sebagaimana Moleong (2003:3)

mengatakan bahwa: “penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang

menghasilkan data kualitatif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari perilaku

orang-orang yang diamati”.

Oleh karena data yang hendak diperoleh dari penelitian ini bersifat

kualitatif berupa deskripsi tentang suatu peristiwa yang diambil dari situasi yang

wajar, maka diperlukan ketelitian dari peneliti untuk dapat mengamati secermat

mungkin aspek-aspek yang diteliti, dari hal tersebut terlihat disini bahwa peranan

peneliti sangat menentukan sebagai alat peneliti utama (key instrumen) yang

mengadakan sendiri pengamatan atau wawancara berstruktur. Nasution (1996: 9)

berpendapat bahwa “hanya manusia sebagai instrumen dapat memahami makna

interaksi antar manusia, membaca gerak muka, menyelami perasan dan nilai yang

terkandung dalam ucapan atau perbuatan responden. Walaupun digunakan alat

rekam atau kamera peneliti tetap memegang peran utama sebagai alat penelitian”.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

kualitatif. Hal ini lebih menekankan kepada pencapaian penggambaran fenomena

maksudnya, agar hasil penelitian ini dapat memberi gambaran atau

mendeskripsikan secara sistematik, faktual dan akurat tentang obyek yang akan

(37)

Penelitian yang bersifat deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat

sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk

menentukan frekuensi akan adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dan

gejala lain dalam masyarakat ( Malihah, 2007:115). Sejalan dengan hal terebut,

dijelaskan Martodirdjo (1991), (Malihah 2007:115) bahwa tujuan penelitian

deskriptif adalah untuk menggambarkan dan memahami pola perilaku suatu

masyarakat sebagaimana adanya dalam konteks keutuhan atau satu kesatuan yang

bulat. Dengan demikian, penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan ide atau

gagasan dan padangan secara rinci dan sistematis tentang pola pendidikan politik

bagi kader perempuan di partai politik yang dapat dilihat dari rendahnya

keterwakilan perempuan di lembaga legislatif.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka metode penelitian

deskriptif dapat dikatakan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Memusatkan perhatian pada pemecahan-pemecahan masalah yang ada yaitu:

program kaderisasi partai politik bagi kader untuk meningkatkan

keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, pola rekrutmen partai politik

dan stategi pendidikan politik bagi kader perempuan di partai politik.

2. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian

dianalisa.

Data yang dikumpulkan dari lapangan adalah hasil pengamatan langsung

terhadap situasi yang mengikutinya dalam situasi natural, wajar, sebagaimana

adanya, kemudian dari hasil wawancara terhadap responden, dan studi

(38)

situasi dan interaksi dengan para kader partai dan pengurus partai politik dalam

pola pendidikan politik bagi kader perempuan di partai politik. Pada akhimya

data tersebut akan terkumpul secara totalitas dalam kesatuan konteks sehingga

dapat dipahami maknanya.

C. Penjelasan Operasional

Penjelasan istilah yang terdapat dalam judul penelitian ini terdiri dari

kata-kata kunci utama yaitu: Partai Politik, Pendidikan Politik dan Keterwakiln

Perempuan.

a. Partai Politik merupakan organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh

sekelompok warga negara Indonesia secara suka rela atas dasar kesamaan

kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan

politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan

negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar tahun 1945” (UU No 2 Tahun 2011, pasal 1 ayat (1)).

Partai politik yang dimaksud dalam konteks penelitian yang telah dilaksanakan

oleh peneliti adalah sembilan partai politik yang menang pemilu tahun 2009,

diantaranya: Partai Demokrat, Partai Golkar, PDIP, PPP, PKS, PBB, PKB,

Partai Gerindra dan Partai Hanura. Dari kesembilan partai politik ini akan

peneliti amati pada proses pelaksanaan program pendidikan politik bagi kader

perempuan di partai politik sehingga peran dan fungsi partai politik yang

salahsatunya melaksanakan kaderisasi partai/sosialisasi partai politik bagi

(39)

b. Pendidikan Politik adalah Merupakan usaha yang sadar untuk mengubah

proses sosialisasi politik masyarakat sehingga mereka memahami dan

benar-benar menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sistem politik yang

ideal yang hendak dibangun.(Alfian 1986: 235 )

Pendidikan politik dalam penelitian ini merupakan salah satu fungsi partai

politik untuk menjalankan program kaderisasi bagi kader-kader partai dalam

rangka menjalankan roda organisasi partai.

c. Keterwakilan Perempuan berasal dari dua suku kata keterwakilan dan

perempuan. Pengertian Keterwakilan dalam (Kamus Besar Bahasa Indonesia,

2007:1267) Keterwakilan adalah hal atau keadaan terwakili:-suara masyarakat

di MPR sangat diharapkan; seseorang atau kelompok yang mempunyai

kemampuan atau kewajiban bicara dan bertindak atas nama kelompok yang

besar; atau juga dapat diartikan kumpulan atau tempat wakil-wakil:

parlemen.Sedangkan arti perempuan dalam kaca mata kewarganegaraan adalah

warga negara yang memiliki hak dan kewajiban kedudukan yang sama antara

laki-laki dan perempuan dimata hukum. Dipertegas dalam Undang-undang No.

39 tahun 1999, pasal 46, menyatakan bahwa keterwakilan perempuan adalah

pemberian kesempatan dan kedudukan yang sama bagi perempuan untuk

melaksanakan peranannya dalam bidang eksekutif, yudikatif, legislatif,

kepartaian, dan pemilihan umum menuju keadilan dan kesetaraan gender.

D.Intrumen Penelitian

Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yang terjun ke

(40)

berperan sebagai instrumen kunci (researcher as key instrument) atau yang

utama” para peneliti kualitatif mengumpulkan sendiri data melalui pencari

informasi melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Di dalam

penelitian ini,peneliti menggunakan pendekatan antar manusia, artinya selama

proses penelitian akan lebih banyak mengadakan kontak dengan orang-orang di

sekitar lokasi penelitian yaitu sembilan partai politik di Kabupaten Cianjur.

Dengan demikian peneliti lebih leluasa mencari informasi dan data yang terperinci

tentang berbagai hal yang diperlukan untuk kepentingan penelitian.

Pemikiran peneliti ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh

Nasution (2003: 55-56) tentang instrumen penelitian kualitatif/naturalistik, yaitu

bahwa dalam penelitian naturalistik tidak ada pilihan lain daripada menjadikan

manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa segala

sesuatu belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur

penelitian, data yang akan dikumpulkan, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil

yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas

sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu.

Dalam keadaan yang serba tak pasti dan jelas itu tidak ada pilihan lain dan hanya

peneliti itu sendiri satu-satunya alat yang dapat menghadapinya.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini dilakukan dengan

berbagai cara dan teknik yang berasal dari berbagai sumber baik dari pengurus

(41)

Denzin dan Lincoln (2009:495) bahwa teknik pengumpulan data pada penelitian

kualitatif adalah teknik observasi, wawancara, dokumentasi dan studi literatur.

Oleh karena itu, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah secara partisipatif, observasi, wawancara mendalam, dokumentasi dan

studi literatur.

Peranan peneliti sebagai alat penelitian yang utama, maka peneliti dapat

melakukan sendiri pengamatan dan wawancara tak berstruktur kepada informan

yaitu ketua atau pengurus partai politik, kader partai politik dan anggota legislatif

Kabupaten Cianjur. Miles dan Huberman (1992:15) dalam melakukan penelitian

lapangan, peneliti dituntut untuk melakukan (1) interaksi secara intensif dan

jangka panjang dilokasi penelitian (2) melakukan pencatatan (recording)tentang

apa yang terjadi dilokasi penelitian, membuat catatan-catatan lapangan, dan

mengumpulkan dokumen-dokumen dan (3) refleksi analitik berikutnya pada

catatan-catatan dan dokumen-dokumen yang dikumpulkan dari lapangan dan

dilaporkan dengan cara mendeskripsikannya secara detil, antara lain dengan

membuat sketsa-sketsa naratif dan kutipan langsung dari interview maupun

dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk-bentuk yang lebih umum.

a) Observasi Partisipatif

Menurut Cresswell (2010:267) observasi yang dilakukan dalam penelitian

kualitatif adalah observasi yang didalamnya peneliti langsung turun kelapangan

untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu dilokasi penelitian.

Observasi partisipatif dalam penelitian ini peneliti dengan terjun langsung di

(42)

informasi yang diperoleh dimaknai oleh peneliti sesuai dengan konteksnya,dan

mengamati peran partai politik dalam bentuk kaderisasi partai politik, pola

rekrutmen partai politik bagi kader perempuan dalam meningkatkan keterwakilan

perempuan di lembaga legislatif, strategi pendidikan politik yang dilakukan

oleh partai politik dengan mengamati, memperhatikan, merekam dan mencatat

peristiwa yang terjadi pada saat itu dan di tempat tertentu pula. Hal tersebut

dilakukan untuk memperoleh informasi yang seutuh mungkin dengan

memperhatikan tingkat peluang kapan dan dimana serta kepada siapa peneliti

sebagai instrumen dapat menggali, mengkaji, memilih, mengorganisasikan, dan

mendeskripsikan informasi selengkap mungkin. Menurut Hadi (Sugiyono, 2007:

145) menjelaskan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu

proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara

yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.

Sementara itu, menurut Alwasilah(2002:211) observasi penelitian adalah

pengamatan sistematis dan terencana yang diniati untuk perolehan data yang

dikontrol validitas dan reliabilitasnya. Metode ini menggunakan pengamatan atau

penginderaan langsung terhadap suatu benda, kondisi, situasi, proses, atau

perilaku.

b) Wawancara Mendalam

Wawancara merupakan satu teknik pengumpulan data dengan cara lisan

terhadap responden, dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah

disediakan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Nasution (1996: 73),

(43)

pikiran dan hati orang lain, bagaimana pandangannya tentang dunia, yaitu hal-hal

yang tidak kita ketahui melalui observasi”.

Pada penelitian kualitatif, wawancara mendalam dapat dilakukan dengan

dua cara. Pertama, wawancara sebagai strategi dalam pengumpulan data, pada

konteks ini catatan data lapangan yang diperoleh berupa transkrip wawancara.

Kedua, wawancara sebagai penunjang teknik lain dalam mengumpulkan data,

seperti analisis dokumen dan studi literatur. Peneliti melaksanakan penelitian

dengan cara melakukan wawancara secara mendalam dengan subjek penelitian

dengan tetap berpegang pada arah, fokus dan sasaran penelitian yang telah

direncanakan sebelumnya. Adapun pihak yang diwawancarai dalam penelitian ini

adalah :Ketua dan pengurus DPC/DPD Partai Politik di Kabupaten Cianjur,Kader

Partai Politik, Anggota DPRD Perempuan Kabupaten Cianjur sebagai pelaksana

program Kaderisasi parta politik. Kemudian untuk menghindari bias penelitian,

peneliti tetap memiliki pedoman wawancara yang bersifat fleksibel dan

sewaktu-waktu dapat berubah sesuai dengan perkembangan data dan dinamika yang terjadi

di lapangan tempat penelitian.

c) Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan salah satu sumber data penelitian kualitatif

yang sudah lama digunakan, karena sangat bermanfaat. Menurut Cresswell

(2010:269-270) pengumpulan data dalam kualitatif melalui dokumen dapat

dilakukan melalui dokumen publik buku – buku pedoman partai seperti: buku AD

ART partai politik, pedoman organisasi partai politik, buku modul pendidikan

(44)

politik, buku-buku referensi partai poltik,koran, dan majalah.

Dokumen privat seperti hasil rapat pengurus partai politik untuk

melaksanakan kaderisasi di partai politik, dan dokumen visual berupa foto-foto

atau video kaderisasi berupa dokumentasi diklat-diklat yang dilaksanakan oleh

partai politik. Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode

observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.

d)StudiLiteratur

Studi literatur, yaitu alat pengumpul data untuk mengungkapkan berbagai

teori yang relevan dengan permasalahan yang sedang dihadapi atau diteliti sebagai

bahan pembahasan hasil penelitian. Faisal (1992:30) mengemukakan bahwa hasil

studi literatur bisa dijadikan masukan dan landasan dalam menjelaskan dan

merinci masalah-masalah yang akan diteliti, termasuk juga latar belakang

mengapa masalah tadi penting diteliti. Teknik studi literatur yang digunakan

dalam penelitian ini adalah mempelajari sejumlah literatur yang berupa buku,

jurnal, surat kabar dan sumber-sumber kepustakaan lainnya guna mendapatkan

informasi-informasi yang menunjang dan berhubungan dengan pendidikan politik

atau kaderisasi partai politik.

Berdasarkan teknik pengumpulan data diatas, tahap-tahap penelitian yang

ditempuh sebagai berikut:

1) Tahap pra penelitian

Tahap pra penelitian yaitupeneliti menyusun rancangan penelitian dengan

terlebih dahulu melakukan pra penelitian dengan roudshow ke sembilan partai

(45)

Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Kabupten Cianjur organisasi ini

yang konsen dalam bidang politik dilaksanakan pada bulan Maret 2012.

Tujuannya adalah untuk mengetahui kondisi umum dari partai politik yang

menang pemilu tahun 2009 terutama yang berkaitan peran partai politik dalam

meningkatkan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Hal ini dilakukan

guna mendapatkan data tentang program kaderisasi partai, pola rekrutmen partai,

dan strategi pendidikan politik bagi kader perempuan di partai politi, hambatan

yang dihadapi partai politik dalam meningkatkan partisipasi perempuan dan upaya

yang dilakukan partai politik untuk mengatasi hambatan tersebut yang akan

dijadikan data dan informasi awal untuk memperkuat gambaran tentang

bagaimana proses pengembagan pendidikan politik bagi kader perempuan di

partai politik.

Setelah mengadakan pra penelitian selanjutnya peneliti mengajukan

rancangan penelitian yang memuat latar belakang masalah, permasalahan, tujuan

penelitian, kegunaan penelitian, metode dan teknik penelitian, lokasi dan subjek

penelitian. Kemudian peneliti memilih dan menentukan lokasi yang akan

dijadikan sebagai sumber data atau lokasi penelitian yang disesuaikan dengan

keperluan dan kepentingan masalah penelitian. Setelah lokasi penelitian

ditetapkan, selanjutnya peneliti mengupayakan perizinan dari instansi yang

terkait, prosedur perizinan yang ditempuh adalah sebagai berikut:

a. Mengajukan surat permohonan untuk melakukan penelitian kepada Direktur

(46)

b. Surat permohonan tersebut kemudian diberikan kepada Partai Demokrat,

Partai Golkar, PDIP, PPP, PKS, PBB, PKB, Partai Gerindra dan Partai Hanura

untuk pemberian izin kepada peneliti dalam mengadakan penelitian di Partai

Politik tersebut.

2) Tahap Pelaksanaan

Tahap Pelaksanaan yaitusetelah selesai tahap pra penelitian, kemudian

peneliti terjun ke lapangan untuk

Gambar

Tabel 4.2  Rekafitulasi daftar terpilih Anggota DPRD Kabupaten Cianjur                Pemilihan Umum Tahun 2009  ....................................................
Tabel 1.1 DAFTAR ANGGOTA LEGISLATIF
Tabel di atas menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan di lembaga
Gambar 1.1  Komponen Analisi Data

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat dampak dari metode penemuan terbimbing pada materi garis singgung lingkaran yang dilihat dari minat belajar siswa dan hasil belajar siswa kelas VIII C SMP Santo Aloysius

yang tentunya meminta ganti rugi atas kehilangan kendaraannya harus berhadapan dengan dalil pengelola parkir bahwa perjanjian parkir adalah perjanjian sewa lahan

[r]

Di kota Pekanbaru, penerapan sanksi administratif ini telah diatur oleh keputusan Walikota Pekanbaru No 750 Tahun 2014 tentang penugasaan sebagian kewenangan sanksi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis aktivitas ekonomi istri, peran istri terhadap pendapatan rumah tangga dan untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan istri,

Variabel Gaya kepemimpinan (X3) berpengaruh terhadap kinerja karyawan (Y) karena mempunyai t hitung lebih besar dari t tabel yaitu 5,983 > 2,008. Hasil penelitian ini

Transformasi nilai menjadi efektif tidak terlepas dari waktu yang digunakan oleh lembaga untuk mencapai tujuan. Mengapa terjadi perbedaan capaian pembelajaran antara

Perhitungan rasio keuangan ini meliputi beberapa rasio, yaitu rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio profitabilitas, dan rasio hutang dengan menggunakan pendekatan