• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS ETIKA PROFESI SI 7C.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TUGAS ETIKA PROFESI SI 7C.docx"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PERBAIKAN TUGAS

PELANGGARAN KODE ETIK KEDOKTERAN, HUKUM, DAN JURNALISTIK D

I S U S U N OLEH :

SARI NURUL AINI WIDIAWATI SRIDA ARSANTI MHD ADI SURYA GISHA ATRIA

Kelas : SI 7C

Mata kuliah : Etika Profesi

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKADAN KOMPUTER STMIK ROYAL KISARAN

(2)

KEDOKTERAN

Di dalam praktik kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang sangat luas, yang sering tumpang-tindih pada suatu isu tertentu, seperti pada informed consent, wajib simpan rahasia kedokteran, profesionalisme, dan lain-lain. Bahkan di dalam praktik kedokteran, aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik yang telah diangkat menjadi norma hukum, atau sebaliknya norma hukum yang mengandung nilai-nilai etika.

Aspek etik kedokteran yang mencantumkan juga kewajiban memenuhi standar profesi mengakibatkan penilaian perilaku etik seseorang dokter yang diadukan tidak dapat dipisahkan dengan penilaian perilaku profesinya. Etik yang memiliki sanksi moral dipaksa berbaur dengan keprofesian yang memiliki sanksi disiplin profesi yang bersifat administratif.

Keadaan menjadi semakin sulit sejak para ahli hukum menganggap bahwa standar prosedur dan standar pelayanan medis dianggap sebagai domain hukum, padahal selama ini profesi menganggap bahwa memenuhi standar profesi adalah bagian dari sikap etis dan sikap profesional. Dengan demikian pelanggaran standar profesi dapat dinilai sebagai pelanggaran etik dan juga sekaligus pelanggaran hukum.

Kemungkinan terjadinya peningkatan ketidakpuasan pasien terhadap layanan dokter atau rumah sakit atau tenaga kesehatan lainnya dapat terjadi sebagai akibat dari :

a. semakin tinggi pendidikan rata-rata masyarakat sehingga membuat mereka lebih tahu tentang haknya dan lebih asertif,

b. semakin tingginya harapan masyarakat kepada layanan kedokteran sebagai hasil dari luasnya arus informasi,

c. komersialisasi dan tingginya biaya layanan kedokteran dan kesehatan sehingga masyarakat semakin tidak toleran terhadap layanan yang tidak sempurna, dan

d. provokasi oleh ahli hukum dan oleh tenaga kesehatan sendiri. Etik Profesi Kedokteran

Etik profesi kedokteran mulai dikenal sejak 1800 tahun sebelum Masehi dalam bentuk Code of Hammurabi dan Code of Hittites, yang penegakannya dilaksanakan oleh penguasa pada waktu itu. Selanjutnya etik kedokteran muncul dalam bentuk lain, yaitu dalam bentuk sumpah dokter yang bunyinya bermacam-macam, tetapi yang paling banyak dikenal adalah sumpah Hippocrates yang hidup sekitar 460-370 tahun SM. Sumpah tersebut berisikan kewajiban-kewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap, atau semacam code of conduct bagi dokter.

(3)

Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip-prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis.

Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter, seperti autonomy (menghormati hak pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi dan hak membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya), beneficence (melakukan tindakan untuk kebaikan pasien), non maleficence (tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien) dan justice (bersikap adil dan jujur), serta sikap altruisme (pengabdian profesi).

Pendidikan etik kedokteran, yang mengajarkan tentang etik profesi dan prinsip moral kedokteran, dianjurkan dimulai dini sejak tahun pertama pendidikan kedokteran, dengan memberikan lebih ke arah toolsdalam membuat keputusan etik, memberikan banyak latihan, dan lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik tertentu (clinical ethics), sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan menjadi bagian pertimbangan dari pembuatan keputusan medis sehari-hari. Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik belum tentu dapat mengubah perilaku etis seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para seniornya bertolak belakang dengan situasi ideal dalam pendidikan.

IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian pelaksanaan etik profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan cabang, serta lembaga MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) di tingkat pusat, wilayah dan cabang. Selain itu, di tingkat sarana kesehatan (rumah sakit) didirikan Komite Medik dengan Panitia Etik di dalamnya, yang akan mengawasi pelaksanaan etik dan standar profesi di rumah sakit. Bahkan di tingkat perhimpunan rumah sakit didirikan pula Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit (Makersi).

Pada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar “hanya” akan membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik profesi dapat dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentuk peringatan hingga ke bentuk yang lebih berat seperti kewajiban menjalani pendidikan/pelatihan tertentu (bila akibat kurang kompeten) dan pencabutan haknya berpraktik profesi. Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK setelah dalam rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar etik (profesi) kedokteran.

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran

(4)

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), lembaga yang dimandatkan untuk didirikan oleh Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004, akan menjadi majelis yang menyidangkan dugaan pelanggaran disiplin profesi kedokteran.

MKDKI bertujuan menegakkan disiplin dokter/dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran. Domain atau yurisdiksi MKDKI adalah “disiplin profesi”, yaitu permasalahan yang timbul sebagai akibat dari pelanggaran seorang profesional atas peraturan internal profesinya, yang menyimpangi apa yang diharapkan akan dilakukan oleh orang (profesional) dengan pengetahuan dan ketrampilan yang rata-rata. Dalam hal MKDKI dalam sidangnya menemukan adanya pelanggaran etika, maka MKDKI akan meneruskan kasus tersebut kepada MKEK.

Proses persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan terpisah dari proses persidangan gugatan perdata atau tuntutan pidana oleh karena domain dan jurisdiksinya berbeda. Persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan oleh MKEK IDI, sedangkan gugatan perdata dan tuntutan pidana dilaksanakan di lembaga pengadilan di lingkungan peradilan umum. Dokter tersangka pelaku pelanggaran standar profesi (kasus kelalaian medik) dapat diperiksa oleh MKEK, dapat pula diperiksa di pengadilan tanpa adanya keharusan saling berhubungan di antara keduanya. Seseorang yang telah diputus melanggar etik oleh MKEK belum tentu dinyatakan bersalah oleh pengadilan, demikian pula sebaliknya.

Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dan anggota) bersikap aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atau perorangan sebagai penuntut. Persidangan MKEK secara formiel tidak menggunakan sistem pembuktian sebagaimana lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun perdata, namun demikian tetap berupaya melakukan pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan pembuktian yang lazim. Dalam melakukan pemeriksaannya, Majelis berwenang memperoleh :

1. Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidavit), langsung dari pihak-pihak terkait (pengadu, teradu, pihak lain yang terkait) dan peer-group atau para ahli di bidangnya yang dibutuhkan

2. Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk berbagai ijasah/brevet dan pengalaman, bukti keanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa Surat Ijin Praktik Tenaga Medis, Perijinan rumah sakit tempat kejadian, bukti hubungan dokter dengan rumah sakit, hospital bylaws, SOP dan SPM setempat, rekam medis, dan surat-surat lain yang berkaitan dengan kasusnya.

(5)

proof seperti pada hukum acara pidana, yaitu setinggi beyond reasonable doubt, namun juga tidak serendah pada hukum acara perdata, yaitu preponderance of evidence. Pada beyond reasonable doubt tingkat kepastiannya dianggap melebihi 90%, sedangkan pada preponderance of evidence dianggap cukup bila telah 51% ke atas. Banyak ahli menyatakan bahwa tingkat kepastian pada perkara etik dan disiplin bergantung kepada sifat masalah yang diajukan. Semakin serius dugaan pelanggaran yang dilakukan semakin tinggi tingkat kepastian yang dibutuhkan.

Perkara yang dapat diputuskan di majelis ini sangat bervariasi jenisnya. Di MKEK IDI Wilayah DKI Jakarta diputus perkara-perkara pelanggaran etik dan pelanggaran disiplin profesi, yang disusun dalam beberapa tingkat berdasarkan derajat pelanggarannya. Di Australia digunakan berbagai istilah seperti unacceptable conduct, unsatisfactory professional conduct, unprofessional conduct, professional misconduct dan infamous conduct in professional respect. Namun demikian tidak ada penjelasan yang mantap tentang istilah-istilah tersebut, meskipun umumnya memasukkan dua istilah-istilah terakhir sebagai pelanggaran yang serius hingga dapat dikenai sanksi skorsing ataupun pencabutan ijin praktik.

Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan, oleh karenanya tidak dapat dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam bentuk permintaan keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan kesaksian ahli di pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan, menjelaskan tentang jalannya persidangan dan putusan MKEK. Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat untuk sepaham dengan putusan MKEK.

Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan. Khusus untuk SIP, eksekusinya diserahkan kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi telah dijalankan maka dokter teradu menerima keterangan telah menjalankan putusan.

Jenis Malpratek : Malpraktek Etik

Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah dokter melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kedokteran. Sedangkan etika kedokteran yang dituangkan da dalam KODEKI merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma yang berlaku untuk dokter. Efek samping ataupun dampak negative dari kemajuan teknologi kedokteran tersebut antara lain :

 Kontak atau komunikasi antara dokter dengan pasien semakin berkurang.  Etika kedokteran terkontaminasi dengan kepentingan bisnis.

 Harga pelayanan medis semakin tinggi, dan sebagainya.

Contoh konkrit penyalahgunaan kemajuan teknologi kedokteran yang merupakan malpraktek etik ini antara lain :

Di bidang diagnostik

(6)

Di bidang terapi

Berbagai perusahaan yang menawarkan antibiotika kepada dokter dengan janji kemudahan yang akan diperoleh dokter bila mau menggunakan obat tersebut, kadang-kadang juga bisa mempengaruhi pertimbangan dokter dalam memberikan terapi kepada pasien. Orientasi terapi berdasarkan janji-janji pabrik obat yang sesungguhnya tidak sesuai dengan indikasi yang diperlukan pasien juga merupakan malpraktek etik.

Jenis Malpratik : Malpraktik Yuridik

Soedjatmiko membedakan malpraktik yuridik ini menjadi : Malpraktik Perdata (Civil Malpractice)

Terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak dipenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh dokter atau tenaga kesehatan lain, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechmatige daad) sehingga menimbulkan kerugian pada pasien.

Adapun isi dari tidak dipenuhinya perjanjian tersebut dapat berupa :

 Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan.

 Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melaksanakannya.

 Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna dalam pelaksanaan dan hasilnya.

 Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.

Sedangkan untuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum haruslah memenuhi beberapa syarat seperti :

 Harus ada perbuatan (baik berbuat naupun tidak berbuat)

 Perbuatan tersebut melanggar hukum (baik tertulis maupuntidak tertulis)  Ada kerugian

 Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara perbuatan yang melanggar hukum dengan kerugian yang diderita.

 Adanya kesalahan (schuld)

Sedangkan untuk dapat menuntut pergantian kerugian (ganti rugi) karena kelalaian dokter, maka pasien harus dapat membuktikan adanya empat unsure berikut :

 Adanya suatu kewajiban dokter terhadap pasien.

 Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim.

(7)

 Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar. Malpraktek Pidana (Criminal Malpractice)

Jenis Malpratek : Malpraktek pidana karena kesengajaan (intensional)

Misalnya pada kasus-kasus melakukan aborsi tanpa indikasi medis, euthanasia, membocorkan rahasia kedokteran, tidak melakukan pertolongan pada kasus gawat padahal diketahui bahwa tidak ada orang lain yang bisa menolong, serta memberikan surat keterangan dokter yang tidak benar.

Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness)

Misalnya melakukan tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan standar profesi serta melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan medis.

Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence)

Misalnya terjadi cacat atau kematian pada pasien sebagai akibat tindakan dokter yang kurang hati-hati atau alpa dengan tertinggalnya alat operasi yang didalam rongga tubuh pasien. Malpraktek Administratif (Administrative Malpractice)

Terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan lain melakukan pelanggaran terhadap hukum Administrasi Negara yang berlaku, misalnya menjalankan praktek dokter tanpa lisensi atau izinnya, manjalankan praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa dan menjalankan praktek tanpa membuat catatan medik.

Pertanggung jawaban dalam Hukum Pidana

Untuk memidana seseorang disamping orang tersebut melakukan perbuatan yang dilarang dikenal pula azas Geen Straf Zonder Schuld (tiada pidana tanpa kesalahan). Azas ini merupakan hukum yang tidak tertulis tetapi berlaku dimasyarakat dan juga berlaku dalam KUHP, misalnya pasal 48 tidak memberlakukan ancaman pidana bagi pelaku yang melakukan perbuatan pidana karena adanya daya paksa. Oleh karena itu untuk dapat dipidananya suatu kesalahan yang dapat diartikan sebagai pertanggungjawaban dalam hukum pidana haruslah memenuhi 3 unsur, sebagai berikut :

1. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada petindak artinya keadaan jiwa petindak harus normal.

2. Adanya hubungan batin antara petindak dengan perbuatannya yang dapat berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa).

3. Tidak adanya alasan penghapus kesalahan atau pemaaf.

(8)

HUKUM PENGERTIAN HUKUM

Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia dapat terkontrol , hukum adalah aspek terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan, Hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu setiap masyarat berhak untuk mendapat pembelaan didepan hukum sehingga dapat di artikan bahwa hukum adalah peraturan atau ketentuan-ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi pelanggarnya.

TUJUAN HUKUM

Tujuan hukum mempunyai sifat universal seperti ketertiban, ketenteraman, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya hukum maka tiap perkara dapat di selesaikan melaui proses pengadilan dengan prantara hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,selain itu Hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapat menjadi hakim atas dirinya sendiri.

JENIS-JENIS HUKUM DI INDONESIA

Hukum secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu Hukum Publik dan Hukum Privat. Hukum pidana merupakan hukum publik, artinya bahwa Hukum pidana mengatur hubungan antara para individu dengan masyarakat serta hanya diterapkan bilamana masyarakat itu benar-benar memerlukan.

Van Hamel antara lain menyatakan bahwa Hukum Pidana telah berkembang menjadi Hukum Publik, dimana pelaksanaannya sepenuhnya berada di dalam tangan negara, dengan sedikit pengecualian. Pengeualiannya adalah terhadap delik-delik aduan (klacht-delicht). Yang memerlukan adanya suatu pengaduan (klacht) terlebih dahulu dari pihak yang dirugikan agar negara dapat menerapkannya.

Maka Hukum Pidana pada saat sekarang melihat kepentingan khusus para individu bukanlah masalah utama, dengan perkataan laintitik berat Hukum Pidana ialah kepentingan umum/masyarakat. Hubungan antara si tersalah dengan korban bukanlah hubungan antara yang dirugikan dengan yang merugikan sebagaimana dalam Hukum Perdata, namun hubungan itu ialah antara orang yang bersalah dengan Pemerintah yang bertugas menjamin kepentingan umum atau kepentingan masyarakat sebagaimana ciri dari Hukum Publik.

Contoh Hukum Privat (Hukum Sipil)

(9)

 Dalam bahasa asing diartikan :

a) Hukum sipil : Privatatrecht atau Civilrecht b) Hukum perdata : Burgerlijkerecht

c) Hukum dagang : Handelsrecht Contoh hukum Hukum Publik

 Hukum Tata Negara

 Yaitu mengatur bentuk dan susunan suatu negara serta hubungan kekuasaan anatara lat-alat perlengkapan negara satu sama lain dan hubungan pemerintah pusat dengan daerah (pemda)

 Hukum Administrasi Negara (Hukum Tata Usaha Negara),

 mengatur cara menjalankan tugas (hak dan kewajiban) dari kekuasaan alat perlengkapan negara;

 Hukum Pidana,

 mengatur perbuatan yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa saja yang melanggar dan mengatur bagaimana cara mengajukan perkara ke muka pengadilan (pidana dilmaksud disini termasuk hukum acaranya juga). Paul Schlten dan Logemann menganggap hukum pidana bukan hukum publik.

 Hukum Internasional (Perdata dan Publik)

a) Hukum perdata Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antara warga negara suatu bangsa dengan warga negara dari negara lain dalam hubungan internasional.

b) Hukum Publik Internasional, mengatur hubungan anatara negara yang satu dengan negara yang lain dalam hubungan Internasional.

Macam-macam Pembagian Hukum 1.Menurut sumbernya :

 Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.  Hukum adat, yaitu hukum yang terletak dalam peraturan-peraturan kebiasaan.

 Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh Negara-negara suatu dalam perjanjian Negara.

 Hukum jurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena putusan hakim.

 Hukum doktrin, yaitu hukum yang terbentuk dari pendapat seseorang atau beberapa orang sarjana hukum yang terkenal dalam ilmu pengetahuan hukum.

(10)

 Hukum tertulis, yaitu hukum yang dicantumkan pada berbagai perundangan

 Hukum tidak tertulis (hukum kebiasaan), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tapi tidak tertulis, namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan.

3.Menurut tempat berlakunya :

 Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu Negara.

 Hukum internasional, yaitu yang mengatur hubungan hubungan hukum dalam dunia internasional.

4.Menurut waktu berlakunya :

 Ius constitutum (hukum positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.

 Ius constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada masa yang akan datang.

 Hukum asasi (hukum alam), yaitu hukum yang berlaku dimana-mana dalam segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia.

5. Menurut cara mempertahankannya :

 Hukum material, yaitu hukum yang memuat peraturan yang mengatur kepentingan dan hubungan yang berwujud perintah-perintah dan larangan.

 Hukum formal, yaitu hukum yang memuat peraturan yang mengatur tentang bagaimana cara melaksanakan hukum material

6. Menurut sifatnya :

 Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun mempunyai paksaan mutlak.

 Hukum yang mengatur, yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri.

7.Menurut wujudnya :

 Hukum obyektif, yaitu hukum dalam suatu Negara berlaku umum.

 Hukum subyektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum obyektif dan berlaku pada orang tertentu atau lebih. Disebut juga hak.

8.Menurut isinya :

 Hukum privat, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan.

(11)

CONTOH KASUS PELANGGARAN ETIKA PROFESI HAKIM DAN JAKSA

A. CONTOH KASUS PELANGGARAN ETIKA PROFESI HAKIM

1. Asmadinata

Majelis Kehormatan Hakim (MKH) menjatuhkan sanksi pemecatan secara tidak hormat kepada hakim ad hoc tipikor, Asmadinata. Sanksi berat diberikan kepada Asmadinata karena hakim ini telah

menemui seorang ‘broker’ atau makelar kasus. Alasan pemecatan menurut Pimpinan sidang MKH, I Made Tara, ialah karena Asmadinata telah terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim.

Kasus Asmadinata berawal dari kasus korupsi Ketua DPRD Grobogan yang ditangani oleh

Asmadinata –dan beberapa hakim lainnya- di Pengadilan Tipikor Semarang. Asmadinata dihubungi oleh Kartini Marpaung (seorang hakim ad hoc) untuk bertemu dengan Heru Krisbandono (hakim ad hoc tipikor Pontianak).

Pada pertemuan pertama, Heru meminta tolong kepada Asmadinata untuk membebaskan tersangka kasus korupsi yang ditanganinya. Namun, Asmadinata mengaku menolak permintaan ini. Setelah itu, terjadi pertemuan kedua di sebuah hotel. Pada pertemuan itu, Asmadinata tak segera menghindar dari Heru. Padahal, dalam pertemuan pertama, dia sudah mengetahui bahwa Heru adalah sebuah broker (makelar) kasus untuk perkara DPRD Grobogan.

Lalu, pada 9 Agustus 2012, setelah dua kali pertemuan dengan Heru, digelar rapat permusyawaratan hakim untuk kasus Ketua DPRD Grobogan. Pada rapat ini majelis hakim telah sepakat menghukum sang Ketua DPRD. Namun, begitu rapat selesai, Asmadinata mengajukan dissenting opinion (DO) atau pendapat berbeda. Asmadinata berpendapat bahwa terdakwa seharusnya bebas.

2. Vica Natalia

Majelis Kehormatan Hakim (MKH) akhirnya memutuskan menjatuhkan sanksi pemberhentian secara hormat dengan hak pensiun terhadap Hakim PN Jombang, Vica Natalia. Vica Natalia dinilai terbukti melanggar Keputusan Bersama Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial Tahun 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), dan Peraturan Bersama (PB) MA dan KY Tahun 2012 tentang Panduan Penegakan KEPPH gara-gara berselingkuh dengan seorang hakim dan advokat.

(12)

Atas dasar itu, menurut MKH, hakim terlapor terbukti melanggar SKB Tahun 2009 tentang KEPPH huruf c butir 3.1 ayat (1), butir 5.1 ayat (1) jo. Pasal 9 ayat (4a), Pasal 11 ayat (3a) Peraturan Bersama MA dan KY Tahun 2012 tentang Panduan Penegakan KEPPH. Ketentuan itu mewajibkan hakim menghindari dan harus berperilaku tidak tercela, hakim wajib menjaga kewibawaan dan martabat lembaga peradilan dan profesi.

3. Acep Sugiana

Acep Sugiana harus rela melepaskan profesi impiannya sejak dia kuliah yakni hakim. Majelis Kehormatan Hakim yang terdiri dari unsur Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) baru saja memecat Hakim Pengadilan Negeri Singkawang itu dengan hormat sebagai hakim.

Menurut pimpinan sidang MKH Suparman Marzuki di Gedung MA, terlapor terbukti melanggar kode etik hakim. Terlapor dijatuhi sanksi pemberhentian tetap dengan hak pensiun (dengan hormat).

Suparman menjelaskan pemberian hak pensiun kepada Acep karena majelis mempertimbangkan beberapa pembelaan yang disampaikan oleh Acep. Di antaranya, dia masih memiliki anak-anak yang kecil. Acep juga mengaku masih menjadi tulang punggung keluarga, karena ayahnya hanya seorang supir angkot.

Acep dinilai telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim karena berselingkuh dengan perempuan lain bernama Thu Fu Liang. Istri Acep, bernama Erna, melaporkan perselingkuhan ini ke KY.

4. Nuril Huda

Hakim yang juga sekaligus Ketua Pengadilan Negeri Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah ini dijatuhi sanksi non palu alias tidak boleh bersidang selama 2 tahun. Dalam masa itu pula Nuril tidak akan diberikan tunjangan apapun dan hanya akan mendapat gaji pokok sebagai hakim.

Hukuman itu dijatuhkan setelah Majelis Kehormatan Hakim (MKH) menyatakan Nuril terbukti menerima uang Rp20 juta dari seorang advokat yang perkaranya disidangkan oleh Nuril. Menurut MKH, perbuatan Nuril itu sudah termasuk pelanggaran kode etik. Hukuman yang dijatuhkan MKH ini lebih ringan ketimbang rekomendasi Komisi Yudisial agar Nuril diberhentikan secara tetap dengan tetap memperoleh pensiun.

5. Lumban Tobing

Majelis Kehormatan Hakim (MKH) menjatuhkan sanksi pemberhentian secara hormat dengan hak pensiun terhadap Hakim PN Binjai Raja MG Lumban Tobing. Lumban Tobing dinyatakan terbukti melanggar SKB Ketua MA dan Ketua KY Tahun 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) lantaran diketahui sebagai pengguna narkoba dan pernah bertemu dengan pihak yang berperkara.

Lumban Tobing terima uang sebesar Rp 8 juta dan sabu dari terdakwa narkoba melalui rekannya bernama Yuwono. Pemberian itu ditujukan meringankan vonis terdakwa menjadi 2 tahun penjara yang ditangani Lumban Tobing.

(13)

pihak yang berperkara, berperilaku jujur, dan menghindari perbuatan tercela, menjaga kepercayaan masyarakat, larangan meminta atau menerima sesuatu atau hadiah/janji.

6. Achmad Yamanie

Mantan Hakim Agung Achmad Yamanie resmi diberhentikansecara tidak hormat alias dipecat lantaran terbukti mengubah draf putusan PK, terpidana narkoba Hengky Gunawan. Surat

pemberhentian tersebut diteken Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 10 Januari 2013 lalu.

Sebagaimana di lansir di hukumonline.com, dalam sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang diketuai Prof Paulus Efendi Lotulung memutuskan untuk memberhentikan secara tidak hormat. Yamanie dianggap terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim lantaran mengubah draf putusan PK, terpidana narkoba Hengky Gunawan. Yamanie mengubah amar putusan Hengky dari 15 tahun menjadi 12 tahun penjara.

Itu tadi 6 hakim yang telah dikenai sanksi oleh Majelis Kehormatan Hakim. Sebenarnya masih banyak hakim lain yang dikenai sanksi.

B. CONTOH KASUS PELANGGARAN ETIKA PROFESI JAKSA

1. Hamzah Tadza

Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung, Hamzah Tadza, menyatakan bahwa jaksa yang menangani kasus Gayus Tambunan telah melakukan pelanggaran berat. Hamzah menegaskan, karena ditemukan indikasi kesengajaan, tidak menutup kemungkinan akan berujung pada pemberhentian tidak hormat. Pemberhentian tidak hormat akan menunggu seluruh hasil pemeriksaan selesai dilakukan dengan juga melakukan konfrontir dengan Gayus Tambunan, penyidik kepolisian,serta pengacara Gayus.

Pelanggaran berat yang dilakukan oleh jaksa yang menangani perkara Gayus bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 30/1980. PP itu menyebutkan bahwa setiap pegawai negeri harus “disiplin”, yakni disiplin dalam ucapan, tulisan, dan perbuatan baik di dalam maupun di luar jam kerja. Hamzah menegaskan, jika kemudian ditemukan ada indikasi pidana, yakni menerima uang alias gratifikasi dalam menangani perkara, maka mengacu pada PP No. 20/2008, Jaksa Agung berhak memberhentikan sementara statusnya sebagai jaksa berdasarkan rekomendasi Jaksa Agung Muda Pengawasan. “Apabila nanti ada salah seorang jaksa terbukti pidana Jaksa Agung berhak

memberhentikan,”tandasnya.

Kejaksaan Agung sendiri telah telah menetapkan lima orang aparaturnya sebagai terlapor dugaan pelanggaran etika profesi dalam kasus pajak Gayus Halomoan Tambunan. Para terlapor itu adalah jaksa P16 selaku peneliti Cirus Sinaga, Fadil Regan, Eka Kurnia Sukmasari, dan Ika Savitrie Salim dan jaksa P16A Nazran Aziz dari Kejari Tangerang, sebagai jaksa sidang.

Para pejabat struktural yang turut diperiksa adalah Kasubbag Tata Usaha pada Direktorat

(14)

menegaskan, dalam pemeriksaan yang dilakukan tersebut yang paling bertanggungjawab adalah Ketua Jaksa Peneliti Berkas Cirus Sinaga yang sekarang menjadi Asisten Pidana Khusus di Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah serta Direktur Prapenuntutan Poltak Manulang yang menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku. “Dalam kasus ini keduanya yang paling bertanggung jawab,”tegasnya. Hamzah bilang, jabatan struktural keduanya kini sudah resmi dicopot.

Sumber : http://efansamuel.blogspot.co.id/2015/04/contoh-kasus-pelanggaran-etika-profesi.html

JURNALISTIK

Pengertian Jurnalistik bermula dari kata Journal (catatan harian atau catatan peristiwa sehari-hari). Pengertian jurnalistik tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja kepenulisan dan produksi berita. Jurnalistik bisa diartikan sebagai ilmu dan bidang kajian mengenai pengemasan informasi dengan menggunakan media massa. Sebagai ilmu dan bidang kajian, jurnalistik masuk dalam cakupan bidang komunikasi. Biasanya di dunia akademik perguruan tinggi, ilmu jurnalistik menjadi bagian dari fakultas komunikasi.

Jurnalis bertugas untuk mengumpulkan, menginterpretasikan, dan menyebarkan berita untuk pembaca. Mereka memiliki keahlian dalam mengamati dan investigasi, selain dari kemampuan untuk menulis dengan akurat dan menarik.

Jurnalis dapat bekerja dimana saja, seperti kantor surat kabar, majalah, publikasi stasiun tv, radio dan masih banyak lagi. Sewaktu bertugas, untuk mendapatkan data dan bahan yang akurat dan menarik, mereka perlu menghadiri berbagai acara dan pertemuan, mengadakan wawancara, berkonsultasi dengan ahli ataupun konsultan. Setelah informasi yang dibutuhkan telah rampung dikumpulkan, mereka akan mulai menulis, dan hasil tulisan tersebut akan dipublikasikan, baik secara cetak atau digital.

Untuk dapat menjalankan tugas dengan baik, mereka juga perlu menguasai sisi-sisi teknis seperti menyusun tampilan naskah, memilih atau mengambil foto yang tepat untuk menjadikan bahan tulisan lebih menarik dan lain sebagainya.

Sejarah Kode Etik Jurnalistik

Sejarah perkembangan Kode Etik Jurnalistik di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan pers di Indonesia. Jika diurutkan, maka sejarah pembentukan, pelaksanaan, dan pengawasan Kode Etik Jurnalistik di Indonesia terbagi dalam lima periode, Berikut kelima periode tersebut:

1. Periode Tanpa Kode Etik Jurnalistik

(15)

2. Periode Kode Etik Jurnalistik PWI tahap 1

Pada tahun 1946, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dibentuk di Solo, tapi ketika organisasi ini lahir pun belum memiliki kode etik. Saat itu baru ada semacam konvensi yang ditungakan dalam satu kalimat, inti kalimat tersebut adalah PWI mengutamakan prinsip kebangsaan. Setahun kemudian, pada 1947, lahirlah Kode EtikPWI yang pertama.

3. Periode Dualisme Kode Etik Jurnalistik PWI dan Non PWI

Setelah PWI lahir, kemudian muncul berbagai organisasi wartawan lainnya.Walaupun dijadikan sebagai pedoman etik oleh organisasi lain, Kode Etik Jurnalistik PWI hanya berlaku bagi anggota PWI sendiri, padahal organisai wartawan lain juga memerlukan Kode Etik Jurnalistik. Berdasarkan pemikiran itulah Dewan Pers membuat dan mengeluarkan pula Kode Etik Jurnalistik. Waktu itu Dewan Pers membentuk sebuah panitia yang terdiri dari tujuh orang, yaitu Mochtar Lubis, Nurhadi Kartaatmadja, H.G Rorimpandey , Soendoro, Wonohito, L.E Manuhua dan A. Aziz. Setelah selesai, Kode Etik Jurnalistik tersebut ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Dewan Pers masing-masing Boediarjo dan T. Sjahril, dan disahkan pada 30 September1968.Dengan demikian, waktu itu terjadi dualisme Kode Etik Jurnalistik. Kode Etik Jurnalistik PWI berlaku untuk wartawan yang menjadi anggota PWI, sedangkan Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers berlaku untuk non PWI.

4. Periode Kode Etik Jurnalistik PWI tahap 2

Pada tahun 1969, keluar peraturan pemerintah mengenai wartawan. Menurut pasal 4 Peraturan Menteri Penerangan No.02/ Pers/ MENPEN/ 1969 mengenai wartawan, ditegaskan, wartawan Indonesia diwajibkan menjadi anggota organisasi wartawan Indonesia yang telah disahkan pemerintah. Namun, waktu itu belum ada organisasi wartawan yang disahkan oleh pemerintah.Baru pada tanggal 20 Mei 1975 pemerintah mengesahkan PWI sebagai satu-satunya organisasi wartawanIndonesia. Sebagai konsekuensi dari pengukuhan PWI tersebut, maka secara otomatis Kode Etik Jurnalistik yang berlaku bagi seluruh wartawan Indonesia adalah milik PWI.

5. Periode Banyak Kode Etik Jurnalistik

Seiring dengan tumbangnya rezim Orde Baru, dan berganti dengan era Reformasi, paradigma dan tatanan dunia pers pun ikut berubah. Pada tahun 1999, lahir Undang-Undang No 40 tahun 1999 tentang Pers yaitu Pasal 7 ayat 1, Undang-Undang ini membebaskan wartawan dalam memilih organisasinya. Dengan Undang-Undang ini, munculah berbagai organisasi wartawan baru. Akibatnya, dengan berlakunya ketentuan ini maka Kode Etik Jurnalistik pun menjadi banyak.Pada tanggal 6 Agustus 1999, sebanyak 25 organisasi wartawan di Bandung melahirkan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI), yang disahkan Dewan Pers pada 20Juni 2000. Kemudian pada 14 Maret 2006, sebanyak 29 organisasi pers membuat Kode Etik Jurnalistik baru, yang disahkan pada 24Maret2006.

(16)

Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:

1. Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

2. Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

3. Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

4. Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

5. Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

6. Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

7. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.

8. Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

9. Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

10. Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa. 11. Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional

Fungsi

Kode Etik Jurnalistik menempati posisi yang sangat vital bagi wartawan, bahkan dibandingkan dengan perundang-undangan lainnya yang memiliki sanksi fisik sekalipun, Kode Etik Jurnalistik memiliki kedudukan yang sangat istimewa bagi wartawan.M. Alwi Dahlan sangat menekankan betapa pentingnya Kode Etik Jurnalistik bagi wartawan.Menurutnya, Kode Etik setidak-tidaknya memiliki lima fungsi, yaitu:

a. Melindungi keberadaan seseorang profesional dalam berkiprah di bidangnya; b. Melindungi masyarakat dari malapraktik oleh praktisi yang kurang profesional; c. Mendorong persaingan sehat antarpraktisi;

d. Mencegah kecurangan antar rekan profesi; e. Mencegah manipulasi informasi oleh narasumber

Asas Kode Etik Jurnalistik

(17)

keputusan Dewan Pers No 03/ SK-DP/ III/2006 tanggal 24 Maret 2006, misalnya, sedikitnya mengandung empat asas, yaitu:

1. Asas Demokratis

Demokratis berarti berita harus disiarkan secara berimbang dan independen, selain itu, Pers wajib melayani hak jawab dan hak koreksi, dan pers harus mengutamakan kepentingan public. Asas demokratis ini juga tercermin dari pasal 11 yang mengharuskan, Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proposional.Sebab, dengan adanya hak jawab dan hak koreksi ini, pers tidak boleh menzalimi pihak manapun. Semua pihak yang terlibat harus diberikan kesempatan untuk menyatakan pandangan dan pendapatnya, tentu secara proposional.

2. Asas Profesionalitas

Secara sederhana, pengertian asas ini adalah wartawan Indonesia harus menguasai profesinya, baik dari segi teknis maupun filosofinya. Misalnya Pers harus membuat, menyiarkan, dan menghasilkan berita yang akurat dan faktual. Dengan demikian, wartawan indonesia terampil secara teknis, bersikap sesuai norma yang berlaku, dan paham terhadap nilai-nilai filosofi profesinya.

Hal lain yang ditekankan kepada wartawan dan pers dalam asas ini adalah harus menunjukkan identitas kepada narasumber, dilarang melakukan plagiat, tidak mencampurkan fakta dan opini, menguji informasi yang didapat, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang , dan off the record, serta pers harus segera mencabut, meralat dan memperbaiki berita yang tidak akurat dengan permohonan maaf.

3. Asas Moralitas

Sebagai sebuah lembaga, media massa atau pers dapat memberikan dampak sosial yang sangat luas terhadap tata nilai, kehidupan, dan penghidupan masyarakat luas yang mengandalkan kepercayaan. Kode Etik Jurnalistik menyadari pentingnya sebuah moral dalam menjalankan kegiatan profesi wartawan. Untuk itu, wartawan yang tidak dilandasi oleh moralitas tinggi, secara langsung sudah melanggar asas Kode Etik Jurnalistik. Hal-hal yang berkaitan dengan asas moralitas antara lain Wartawan tidak menerima suap, Wartawan tidak menyalahgunakan profesi, tidak merendahkan orang miskin dan orang cacat (Jiwa maupun fisik), tidak menulis dan menyiarkan berita berdasarkan diskriminasi SARA dan gender, tidak menyebut identitas korban kesusilaan, tidak menyebut identitas korban dan pelaku kejahatan anak-anak, dan segera meminta maaf terhadap pembuatan dan penyiaran berita yang tidak akurat atau keliru.

4. Asas Supremasi Hukum

(18)

FaktorKetidaksengajaan

1. Tingkat profesionalisme masih belum memadai, antara lain meliputi: - Tingkat upaya menghindari ketidaktelitian belum memadai.

- Tidak melakukan pengecekan ulang. - Tidak memakai akal sehat.

- Kemampuan meramu berita kurang memadai.

- Kemalasan mencari bahan tulisan atau perbandingan. - Pemakaian data lama (out of date) yang tidak diperbarui. - Pemilihan atau pemakian kata yang kurang tepat.

2. Tekanan deadline sehingga tanpa sadar terjadi kelalaian.

3. Pengetahuan dan pemahaman terhadap Kode Etik Jurnalistik memang masih terbatas.

Faktor Kesengajaan

1. Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang Kode Etik Jurnalistik, tetapi sejak awal sudah ada niat yang tidak baik.

2. Tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang Kode Etik Jurnalistik dan sejak awal sudah memiliki niat yang kurang baik

3. Karena persaingan pers sangat ketat, ingin mengalahkan para mitra atau pesaing sesama pers secara tidak wajar dan tidak sepatutnya sehingga sengaja membuat berita yang tidak sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik.

4. Pers hanya dipakai sebagai topeng atau kamuflase untuk perbuatan kriminalitas sehingga sebenarnya sudah berada di luar ruang lingkup karya jurnalistik.

CONTOH –CONTOH PENYIMPANGAN KODE ETIK JURNALISTIK 1.Penyiaran Berita Yang Tidak Memenuhi Kode Etik Jurnalistik

Penyiaran berita atau informasi yang tidak memenuhi kode etik jurnalis dapat terjadi karena adanya ketidaksengajaan.kebebasan per sudah seharusnya dimanfaatkan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian baik secara moril maupun financial bagi narasumber yang diberitakan.Tidakan penyimpangan kode etik jurnalis seperti ini sangat brtentangan dengan nilai dan moral pancasila sebagai idiologi Negara. Pers seharusnya menghasilkan berita yang factual dan jelas sumbernya yang berisi rekayasa pengambilan gambar dan pemuatan atau pengambilan gambar,foto ,suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber berita

2.Peradilan Oleh Pers

(19)

3.Pembentuk Opini Yang Menyesatkan

Terkadang dalam suatu masyarakat terdapat berita yang kurang dapat dicermati secara tepat,dan dapat membentuk opini publik demi kepentinngan tertentu. Korban yang merasa dirugikan akan pemberitaan pers dapat melaporkan permasalahannya tersebut kepada Dewan Pers agar media massa yang melansi berita tersebut dikenakan sangsi atau hukuman yang sesuai dengan yang dilakukan.

4.Bentuk Tulisan Yang Provokatif

Banyak berita yang terkadang dapat menibulkan emosi masyarakat , hal ini terjadi karena ketidaksengajaan penulis atau suatu redaksi tertentu atau juga mungkin karena disebabkan oleh sumber berita.Sebagai seorang penulis tidak boleh menyiarkan berita yang berbentuk opini serta hal lainnya yang tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya terjadi.Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara langsung

5. Pelanggaran Terhadap Ketentuan Undang-Undang Hukum Pidana Pemerintahan menjamin HAM dalam ketentuan perundangan yaitu:

Pasal 28 uud 1945 yang berbunyi ,kemerdekaan berserikat dan berkumpul , mengeluarkanpikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan UU.

Pasal 28 F UUD 1945 perubahan kudua yang berbunyi: setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya , serta berhak untuk mencari , memperoleh , memiliki , menyimpan , mengolah dan menyampaikan infrmasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang ada.

UU Pers No. 40 tahun 1999 dalam pasal 2 dan pasal 4 ayat 1.Pasal 2

Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berdasarkan prinsif-prinsif demokrasi , keadilan , dan supremasi hukum.

Pasal 4 ayat 1

Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga Negara.

6. Tidak Memperhatikan Kredibilitas Narasumber

Berita ini tidak main-main. Judulnya: "Dua Jenderal Berebut Seorang Janda." Adapun yang dimaksud dengan dua jenderal pun tidak tanggung-tanggung, yaitu dua tokoh militer Indonesia: Try Sutrisno, mantan panglima TNI dan juga mantan wakil presiden, serta Edy Sudrajat yang juga mantan panglima TNI. Tetapi, berita ini merupakan contoh bagaimana pers sering kurang memperhatikan kredibilitas narasumber.

Kisahnya bermula dari seorang wartawan di satu harian ibu kota. Suatu hari sang wartawan berjumpa dengan Nani, seorang pramuria di Bar King di Jakarta. Berceritalah Nani dengan bangganya bahwa ia diperebutkan oleh dua jenderal sekaligus, masing-masing Try Sutrisno dan Edy Sudrajat. Berita ini semula sempat diturunkan di harian tempat wartawan itu bekerja. Tetapi, karena pertimbangan jurnalistik, terbitan pers itu menolak menyiarkannya.

(20)

umum satu tabloid. Ia merasa bahwa kisah ini akurat karena didengarnya langsung dari mulut seorang pramuria. Ia mengaku "ingin membela orang tertindas dan demi kemanusiaan." Ia juga mengaku sudah tiga kali mencoba mendatangi rumah Try Sutrisno, tetapi ditolak oleh penjaganya.

Pemberitaan ini melanggar Kode Etik Jurnalistik. Pertama, karena wartawan tidak memperhatikan kredibilitas narasumbernya. Walaupun mendengar sendiri pengakuan tersebut, ia tidak memperhatikan siapakah yang menceritakan kisahnya. Biasanya sudah lumrah bahwa para pramuria bercerita tentang kehebatan para "kliennya" untuk menunjukkan daya tarik mereka. Soal kebenarannya, tentu saja lain perkara. Semua keterangan seperti ini pada awalnya tentulah harus diragukan. Di sinilah wartawan tersebut tidak meneliti kembali kebenaran berita yang akan disiarkannya.

Dalam kasus seperti ini seharusnya wartawan atau pers wajib lebih dahulu meragukan atau skeptis terhadap informasi semacam itu, sampai dapat dibuktikan kebenarannya sebelum boleh disiarkan. Tanpa fakta yang benar, berita seperti itu belum layak disiarkan.

(21)

PELANGGARAN KODE ETIK JURNALISTIK OLEH TVONE Sabtu, 30 Maret 2016 18:16 WIB

|edited by Gilang

Pamela Agatha – 8News

8NEWS – Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh

masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk

memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan

menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik.

Namun dengan adanya kebijakan tersebut tersebut tidak menutup kemungkinan adanya pelanggaran-pelanggaran terhadap kode etik jurnalistik. Bahkan TV swasta Indonesia sebesar TV ONE pun pernah terliibat kasus pelanggaran kode etik jurnalistik, contohnya sebagai berikut:

Pemalsuan Markus

Pemalsuan Markus ini kabarnya ketika Presenter Indi Rahmawati, pembawa acara “Apa Kabar Indonesia Pagi” TV ONE merekayasa seorang pekerja dunia hiburan menjadi markus palsu. Markus palsu itu bernama Andri Ronaldi atau Andis. Andis mengaku di bayar 1,5 juta rupiah untuk bersaksi dalam acara tersebut. Dalam acara tersebut andis identitas nya di samarkan. Kepada pemirsa Andis mengaku sudah 12 tahun menjadi makelar kasus Mabes Porli.

Setelah melakukan penelusuran, akhirnya Andis di ciduk dan terbongkarlah sandiwara memalukan TV ONE itu. Hari ini (08 April 2010) mabes porli melaporkan kepada dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Kepada Polisi Andis mengaku diminta berbicara sesuai scenario yang dibuat oleh presenter. baik Andis maupun sang presenter status nya masih sebagai saksi dalam dugaan rekayasa markus tersebut.

(22)

menjungjung tinggi kebenaran dan berita yang di beritakan oleh jurnalis haruslah berita yang fakta atau benar. Menurut kami kedepan nya stasiun televisi nasional tersebut bisa

mengambil hikmah dari kejadian ini dan tidak boleh ada rekayasa dalam dunia jurnalis khusus nya Jurnalis Indonesia.Memuat Opini yang Menghakimi

Berita “Awas Bahaya Komunis” disiarkan 2 Juli 2014 pukul 13.34 WIB kembali mengutip hasil wawancara dalam program “Apa Kabar Indonesia Pagi” tak sesuai kode etik. Terkait paket berita berjudul “Kaderisasi PDIP” yang disiarkan 2 Juli 2014 pada pukul 13.38 WIB. Dewan pers menilai, berita TV One yang diadukan DPP PDI perjuangan melanggar pasal 1 dan 3 Kode Etik jurnalistik. Karena tidak berimbang dan memuat opini yang menghakimi. Seperti diberitakan, tvOne mengangkat isu komunisme menjelang pemilihan presiden. Dalam berita Kabar Pemilu, tvOne menyinggung soal kedekatan PDIP dengan Partai Komunis Tiongkok.

Selain itu, tvOne juga membuat sebuah talkshow yang dihadiri Prijanto. Dalam talkshow itu, Prijanto menyebut adanya ancaman komunisme yang disebar PDIP dengan sejumlah indikasi. Namun, tidak ada pengurus PDIP yang diwawancarai terkait dengan isu ini.

Pemberitaan Kasus Antasari yang tidak Berimbang

Menurut Penasehat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Tribuana Said, Selasa, saat diskusi Bedah Kasus Kode Etik Jurnalistik di Gedung Dewan Pers, indikasi pelanggaran tersebut dapat dilihat dari pemberitaan yang kurang berimbang karena hanya menggunakan pernyataan dari pihak kepolisian saja. Selain itu, Tribuana menambahkan, narasumber yang dipakai hanya narasumber sekunder saja, misalnya keluarga Rani dan tetangga Rani, bukan dari narasumber utama.

Pasal yang dilanggar oleh divisi berita TV One dalam menyiarkan pemberitaan Antasari – Rani adalah Pasal 3: Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Dalam kasus di atas, wartawan TV One hanya menggunakan

pernyataan dari pihak kepolisian, tidak menggunakan data dari narasumber utama yaitu Antasari atau Rani.

Kasus “Charity Settingan”

Kasus ‘Charity Settingan’ yang tayang di tvOne selesai diperiksa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Pihak tvOne dinilai bersalah dan harus meminta maaf kepada masyarakat Indonesia. PI Pusat berkesimpulan bahwa pelanggaran yang dilakukan adalah stasiun tvOne mengetahui adanya adegan rekayasa dalam penayangan pencarian dana untuk acara sosial. Program juga melakukan pelanggaran atas pengabaian hak narasumber (Valencia Mieke Randa alias Silly) untuk menolak berpartisipasi dalam sebuah program siaran. Keputusan itu dikeluarkan KPI hari ini berdasarkan surat bernomor774/K/KPI/12/11. Surat KPI ditujukan kepada Direktur Utama tvOne, ArdiansyahBakrie. KPI menyebutkan sanksi administratif bagi tvOne. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas prinsip-prinsip jurnalistik dan hak narasumber yang disiarkan oleh lembaga penyiaran. KPI Pusat

berpendapat bahwa pelanggaran yang dilakukan program telah menimbulkan polemik dalam masyarakat yang ditandai dengan adanya pengaduan masyarakat dan juga telah menimbulkan polemik di media massa dan media sosial.Pelanggaran atas program ini dapat menimbulkan ketidak percayaan publik kepada program siaran jurnalistik dan lembaga penyiaran pada umumnya.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian berupa penilaian raters terhadap ekspresi emosi marah, sedih, senang dan takut dengan media audio visual yang terdiri dari 20 scence.. Berdasarkan

Ketiga cara tersebut telah diemplementasikan ke dalam peraturan melalui Peraturan Menteri Ke- lautan dan Perikanan Republik Indonesia No- mor Per.12/Men/2012 tentang

bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, PARA PIHAK sepakat untuk mengikatkan diri dalam Kesepakatan Bersama tentang Kerja Sama Pengawasan Obat dan Makanan, dengan ketentuan

Pelaksanaan Pemberian Hak Milik Atas Tanah Negara Untuk Perorangan Berdasarkan Perkaban Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas

Kelompok kaum muda termasuk mahasiswa dengan populasi yang cukup besar dan peran yang penting di masa depan, menghadapi berbagai risiko yang berkaitan dengan kesehatan

Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya umpan balik bisa juga

Puji syukur kehadirat Allah subhanallahuwata’ala yang telah melimpahkan rahmat, taufiq hidayah, dan lindungan-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan