Pemeriksaan laboratorium
Appendisitis berhubungan erat dengan respon inflamasi yang dapat menandakan keparahan dari penyakit. Leukositosis ringan sering muncul pada pasien dengan apendisitis akut tanpa komplikasi dan biasanya diikuti juga dengan peningkatan PMN (Poly Morpho Nuclear). Kadar leukosit > 18.000 sel/mm3 sangat jarang terjadi pada apendisitis tanpa komplikasi. Kadar yang melebihi nilai tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi dari apendisitis dengan ataupun tanpa abses.
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat antara 6-12 jam inflamasi jaringan.
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP ≥ 8 mcg/mL, hitung leukosit ≥ 11000, dan persentase neutrofil ≥ 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90.7%.
Pada kasus apendisitis akut sebaiknya diperiksa semua penanda peradangan karena walaupun apendisitis hampir selalu disertai peningkatan salah satu atau beberapa penanda peradangan seperti leukosit, netrofil, dan CRP, namun pada beberapa kasus kadang penanda inflamasi masih normal pada keadaan dini (Jaffe, 2014), atau juga pada kasus pasien dengan infeksi HIV yang kadar leukositnya sering normal (Doherty, 2009).
Urinalisis dapat sangat membantu menegaskan diagnosis apendisitis, karena adanya leukosit dan eritrosit dapat terjadi pada apendisitis retrosekal atau pelvis, dan juga dapat menyingkirkan kemungkinan penyakit infeksi saluran kemih (Jaffe, 2014; Doherty, 2009).
Radiologi
Foto polos abdomen dapat memperlihatkan fekalit tapi jarang dapat membantu mendiagnosis suatu keadaan apendisitis akut, namun dapat membantu untuk menyingkirkan kemungkinan patologi yang lain (Jaffe, 2014). Dapat dilihat dari foto polos abdomen pasien apendisitis akut adalah air-fluid levels yang terlokalisasi, atau peningkatan densitas jaringan lunak pada kuadran bawah kanan (Doherty, 2009). Adanya kalkulus pada kuadran kanan bawah pada foto polos abdomen ditambah dengan gejala nyeri pada area tersebut mendukung diagnosis apendisitis.
bagian usus yang nonperistaltik yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang maksimal, Appendix diukur dalam diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran anterior-posterior Appendix 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan mendukung diagnosis. Gambaran USG dari Appendix normal, yang dengan tekanan ringan merupakan struktur akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan diagnosis Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix tidak terlihat dan tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis Appendicitis acuta tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga abdomen harus dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan transabdominal maupun endovagina agar dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan nyeri akut abdomen. Diagnosis Appendicitis acuta dengan USG telah dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96% dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil, walaupun penerapannya terbatas pada kehamilan lanjut.
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai. Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari peradangan sekitarnya, dilatasi Tuba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang dapat menyerupai appendicolith, dan pasien obesitas Appendix mungkin tidak tertekan karena proses inflamasi Appendix yang akut melainkan karena terlalu banyak lemak. USG negatif palsu dapat terjadi bila Appendicitis terbatas hanya pada ujung Appendix, letak retrocaecal, Appendix dinilai membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila Appendix mengalami perforasi oleh karena tekanan.
Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema, dan radioisotop leukosit. Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG, tapi jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT Scan diperiksa terutama saat dicurigai adanya Abscess appendix untuk melakukan
percutaneousdrainage secara tepat.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada penemuan yang tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan Appendix yang kosong dan dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %. Pemeriksaan radiografi dari pasien suspek Appendicitis harus dipersiapkan untuk pasien yang diagnosisnya diragukan dan tidak boleh ditunda atau diganti, memerlukan operasi segera saat ada indikasi klinis.
Gambar 3.8. Gambaran CT Scan abdomen: Appendicitis perforata
dengan abscess dan kumpulan cairan di pelvis (Lally, 2004)
Gambar 3.9. Gambaran CT Scan abdomen: Penebalan Appendix
Tabel 3. Perbandingan USG dan CT Scan Appendix pada Appendicitis
USG CT Scan Appendix
Sensitivitas 85% 90-100%
Spesifitas 92% 95-97%
Penggunaan Evaluasi pasien pada
pasien Appendicitis
Evaluasi pasien pada pasien Appendicitis
Keuntungan Aman
Relatif murah
Dapat menyingkirkan penyakit pelvis pada wanita
Lebih baik pada anak-anak
Lebih akurat
Lebih baik dalam mengidentifikasi
Appendix normal,
phlegmon dan abscess
Kerugian Tergantung operator
Secara teknik tidak adekuat dalam menilai gas
Nyeri
Mahal
Radiasi ionisasi
Kontras
DIAGNOSIS BANDING
mengakibatkan perubahan yang sama seperti Appendicitis acuta (Jaffe, 2014; Ellis, 2001).
Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi operasi, namun pada umumnya proses-proses penyakit yang diagnosisnya sering dikacaukan oleh Appendicitis sebagian besar juga merupakan masalah pembedahan atau tidak akan menjadi lebih buruk dengan pembedahan (Jaffe, 2014; Ellis, 2001).
Diagnosis banding Appendicitis tergantung dari 3 faktor utama: lokasi anatomi dari inflamasi Appendix, tingkatan dari proses dari yang simple sampai yang perforasi, serta umur dan jenis kelamin pasien (Jaffe, 2014; Ellis, 2001).
a. Adenitis Mesenterica Acuta
Diagnosis penyakit ini seringkali dikacaukan oleh Appendicitis acuta pada anak-anak. Hampir selalu ditemukan infeksi saluran pernafasan atas, tetapi sekarang ini telah menurun. Nyeri biasanya kurang atau bisa lebih difus dan rasa sakit tidak dapat ditentukan lokasinya secara tepat seperti pada Appendicitis. Observasi selama beberapa jam bila ada kemungkinan diagnosis Adenitis mesenterica, karena Adenitis mesenterica adalah penyakit yang self limited. Namun jika meragukan, satu-satunya jalan adalah operasi segera.
b. Gastroenteritis akut
Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan dengan Appendicitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi akut self limited dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya diare, mual, dan muntah. Nyeri hiperperistaltik abdomen mendahului terjadinya diare. Hasil pemeriksaan laboratorium biasanya normal.
c. Penyakit urogenital pada laki-laki.
Penyakit urogenital pada laki-laki harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding Appendicitis, termasuk diantaranya torsio testis, epididimitis akut, karena nyeri epigastrik dapat muncul sebagai gejala lokal pada awal penyakit ini, Vesikulitis seminalis dapat juga menyerupai Appendicitis namun dapat dibedakan dengan adanya pembesaran dan nyeri Vesikula seminalis pada waktu pemeriksaan Rectal toucher.
d. Diverticulitis Meckel
seperti Appendicitis dan memerlukan terapi yang sama yaitu operasi segera.
e. Intususseption
Sangat berlawanan dengan Diverticulitis Meckel, sangat penting untuk membedakan Intususseption dari Appendicitis acuta karena terapinya sangat berbeda. Umur pasien sangat penting, Appendicitis sangat jarang dibawah umur 2 tahun, sedangkan Intususseption idiopatik hampir semuanya terjadi di bawah umur 2 tahun. Pasien biasanya mengeluarkan tinja yang berdarah dan berlendir. Massa berbentuk sosis dapat teraba di RLQ. Terapi yang dipilih pada intususseption bila tidak ada tanda-tanda peritonitis adalah barium enema, sedangkan terapi pemberian barium enema pada pasien Appendicitis acuta sangat berbahaya.
f. Chron’s enteritis
Manifestasi enteritis regional berupa demam, nyeri RLQ, perih, dan leukositosis sering dikelirukan sebagai Appendicitis. Selain itu, terdapat diare dan anorexia. Mual dan muntah yang jarang, dapat mengarahkan diagnosis kepada enteritis namun tidak menyingkirkan diagnosis Appendicitis acuta.
g. Perforasi ulkus peptikum
Gejala perforasi ulkus peptikum menyerupai Appendicitis jika cairan gastroduodenal mengalir ke bawah di daerah caecal. Jika perforasi secara spontan menutup, gejala nyeri abdomen bagian atas menjadi minimal.
h. Epiploic appendagitis
Epiploic appendagitis mungkin disebabkan oleh infark Colon sekunder dari torsi Colon. Gejala dapat minimal atau terjadi gejala abdomen yang dapat berlangsung hingga beberapa hari. Pasien tidak tampak sakit, jarang terjadi mual dan muntah, dan nafsu makan tidak berubah. Terdapat nyeri tekan pada daerah yang terkena. Pada 25% kasus, nyeri berlangsung terus menerus hingga epiploic appendage yang mengalami infark dioperasi.
i. Infeksi saluran kencing
j. Batu Urethra
Bila calculus tersangkut dekat Appendix dapat dikelirukan dengan Appendicitis retrocaecal. Nyeri alih ke daerah labia, scrotum atau penis, hematuria, dan atau tanpa demam atau leukositosis mendukung adanya batu. Pyelografi dapat memperkuat diagnosis.
k. Peritonitis Primer
Peritonitis primer jarang menyerupai Appendicitis acuta simplex namun dapat ditemukan gambaran yang sangat mirip dengan peritonitis difus sekunder yang disebabkan oleh ruptur Appendix. Diagnosis ditegakkan dengan aspirasi peritoneal. Bila ditemukan bakteri coccus pada pewarnaan Gram, peritonitis tersebut adalah peritonitis primer dan terapinya adalah obat–obatan. Bila ditemukan bermacam–macam bakteri, peritonitis tersebut adalah peritonitis sekunder.
l. Purpura Henoch–Schonlein
Sindrom ini biasanya terjadi 2-3 minggu setelah infeksi Streptococcus. Nyeri abdomen merupakan gejala yang paling menonjol, namun nyeri sendi, purpura dan nephritis juga hampir selalu ditemukan.
m. Yersiniosis
Infeksi Yersinia menyebabkan berbagai macam gejala klinik, termasuk adenitis mesenterica, ileitis, colitis dan Appendicitis acuta. Umumnya infeksinya ringan dan self limited, namun pada beberapa dapat terjadi sepsis sistemik yang umumnnya sangat fatal bila tidak diobati. Kecurigaan pada diagnosis preoperatif tidak boleh menunda operasi, karena secara klinis Appendicitis yang disebabkan oleh Yersinia tidak dapat dibedakan dengan Appendicitis oleh sebab lainnya. Sekitar 5% dari kasus Appendicitis acuta disebabkan oleh infeksi Yersinia.
n. Kelainan–kelainan ginekologi
o. Pelvic Inflammatory Disease (PID)
Infeksi ini biasanya bilateral tapi bila yang terkena adalah tuba sebelah kanan dapat menyerupai Appendicitis. Mual dan muntah hampir selalu terjadi pada pasien Appendicitis. Pada pasien PID hanya sekitar separuhnya.
p. Ruptur Folikel de Graaf
Ovulasi sering mengakibatkan keluarnya darah dan cairan folikuler serta nyeri yang ringan pada abdomen bagian bawah. Bila cairan sangat banyak dan berasal dari ovarium kanan, dapat dikelirukan dengan Appendicitis. Nyeri dan nyeri tekan agak difus. Leucositosis dan demam minimal atau tidak ada. Karena nyeri ini terjadi pada pertengahan siklus menstruasi, sering disebut mittelschmerz.
DAFTAR PUSTAKA
Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartz’s Principles of Surgery. 10th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc. 2014
Doherty GM.; Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 13 edition. Ed:Way LW. Boston: McGraw Hill. 2009
Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery. 17th edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2004: 1381-93