• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Kemampuan Guru untuk Meningk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peningkatan Kemampuan Guru untuk Meningk"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU UNTUK MENINGKATKAN

MUTU LAYANAN PENDIDIKAN DI SLB

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah

Pengelolaan Pendidikan

Dosen Pembina:

Dr. Cepi Triatna, M.Pd.

Disusun oleh:

Hamidah Muniroh

1305084

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KHUSUS

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena berkat rahmat dan karuniaNya makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah berjudul PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU UNTUK MENINGKATKAN MUTU LAYANAN PENDIDIKAN DI SLB ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah Pengelolaan Pendidikan semester genap yang diampu oleh Dr. Cepi Triatna, M.Pd.

Makalah ini berisi konsep mutu layanan pendidikan di SLB, posisi guru dalam layanan pendidikan di SLB, peran guru dalam layanan pendidikan di SLB, berikut cara meningkatkan kemampuan guru SLB.

Makalah ini dibuat salah satunya untuk memaparkan pentingnya meningkatkan kualitas guru sebagai salah satu solusi peningkatan mutu layanan pendidikan di SLB.

Penulis berterima kasih kepada semua pihak yang memberikan bantuan dalam penyusunan laporan ini, baik dalam bentuk materil maupun moril yang tidak mampu disebutkan satu persatu. Terima kasih banyak, semoga Allah Swt., memberikan ganjaran dengan kebaikan yang berlipat ganda. Aamiin.

Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi pembaca, dan umumnya bagi era baru dunia pendidikan.

Terdapatnya kesalahan dalam tulisan ini ialah hal yang wajar sebagai konsekuensi logis dari proses pembelajaran. Karena itu penulis sangat terbuka untuk menerima kritik yang membangun.

Bandung, April 2015

(3)

ii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan ... 3

BAB II KAJIAN TEORI ... 4

A. Konsep Kemampuan Guru ... 4

B. Konsep Sekolah Luar Biasa ... 5

C. Konsep Mutu Layanan Pendidikan ... 8

D. Posisi Guru dalam Layanan Pendidikan... 10

E. Peran Guru dalam Layanan Pendidikan ... 11

F. Peningkatan Kemampuan Guru ... 13

BAB III PEMBAHASAN ... 16

A. Kemampuan Guru SLB ... 16

B. Mutu Layanan Pendidikan di SLB ... 18

C. Posisi Guru dalam Layanan Pendidikan di SLB ... 21

D. Peran Guru dalam Layanan Pendidikan di SLB ... 22

E. Cara-cara untuk Meningkatkan Kemampuan Guru SLB ... 23

BAB IV PENUTUP ... 26

Kesimpulan ... 26

(4)

iii

DAFTAR TABEL

(5)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Sebagaimana dijelaskan dalam UU. No 20 tahun 2003 pasal 3, bahwa pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mewujudkan tujuan tersebut diperlukan adanya pendidikan yang memiliki mutu layanan yang berkualitas.

Layanan dalam pendidikan mencakup berbagai hal yang terdapat dalam pendidikan. Diantaranya pembelajaran, administrasi, keuangan, bimbingan dan konseling, kesehatan, sistem informasi, dan sebagainya. Pelayanan yang baik pada setiap jenis layanan tersebut sangat dibutuhkan untuk mewujudkan mutu layanan yang berkualitas dalam pendidikan. Terlebih dalam hal pembelajaran yang merupakan inti dari layanan yang diberikan oleh penyelenggara pendidikan.

Menurut Asril (2012, hlm. 1) pendapat tradisional menyatakan bahwa belajar adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Sementara itu ahli pendidikan modern merumuskan bahwa belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalam dan latihan. Dalam proses pembelajaran itu diperlukan adanya guru yang memberikan pengajaran kepada murid. Bahkan menurut Mulyasa (2011, hlm. 37), guru memiliki peranan yang lebih dari sekedar pengajar, melainkan juga sebagai pendidik, pembimbing, pelatih, penasehat, model dan teladan, pendorong kreativitas dan sebagainya.

(6)

kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

Meskipun begitu dalam kenyataannya masih banyak ditemukan guru yang belum memenuhi kompetensi keguruan tersebut. Misalnya guru yang memiliki kompetensi profesi di bidang eksakta tidak mengajar di sekolah umum yang ia kuasai, melainkan di sekolah luar biasa yang ia tidak kuasai sama sekali. Pada salah satu SLB di Tabek Panjang ditemukan 30% dari tenaga pendidik bukan merupakan lulusan Pendidikan Luar Biasa (diakses di www.repository.uin-suska.ac.id). Hal itu tentu saja sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah luar biasa tersebut. Karena sebagaimana dijelaskan di atas guru memiliki peranan yang yang sangat penting dalam pembelajaran. Apalagi di SLB, yang mana murid-muridnya memerlukan bimbingan guru secara lebih intensif. Mereka membutuhkan penangan khusus sesuai dengan jenis hambatannya, pembinaan diri khusus yang ditujukan untuk kecakapan hidupnya dan sebagainya. Yang mana hal tersebut hanya dapat dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi di bidang tersebut. Sebab guru yang memiliki kompetensi di bidang tersebut akan dapat memberikan pelayanan yang sesuai dan berkualitas, berbeda dengan guru yang tidak memiliki kompetensi di bidang tersebut.

Setelah mengkaji beberapa hal mengenai mutu layanan pendidikan di SLB sebagiamana tertulis di atas, penulis tertarik untuk mengkaji mengenai korelasi antara peningkatan kemampuan guru dengan mutu layanan pendidikan di SLB. Oleh karena itu makalah ini diberi judul peningkatan kemampuan guru untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan di SLB.

B. Rumusan Masalah

Adapun beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ni antara lain:

1. Bagaimana konsep mutu layanan pendidikan di SLB? 2. Bagaimana posisi guru dalam layanan pendidikan di SLB? 3. Bagimana peran guru dalam layanan pendidikan di SLB?

(7)

C.Tujuan

Sebagaimana rumusan masalah yang dijukan di atas, maka tujuan penulisan makalah ini antara lain:

1. Memahami konsep mutu layanan pendidikan di SLB 2. Memahami posisi guru dalam layanan pendidikan di SLB 3. Memahami peran guru dalam layanan pendidikan di SLB

(8)

4 BAB II KAJIAN TEORI

A.Konsep Kemampuan Guru 1. Pengertian Guru

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen pada Pasal 1 ayat 1 menyebutkan “guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.

Guru adalah pengelola pendidikan yang berinteraksi langsung dengan peserta didik. Oleh sebab itu apa yang dilakukan guru mencerminkan bagaimana masa depan peserta didiknya, sebagai salah satu penentu keberhasilan belajar peserta didik.

Maka dapat dismpulkan bahwa guru adalah tenaga pendidik profesional yang memberikan pengajaran pada peserta didik sehingga berperan besar sebagai penentu keberhasilan mereka.

2. Pengertian Kemampuan Guru

Salah satu unsur penting yang harus ada setelah siswa adalah guru. Adalah hal yang wajar bila guru selalu disinggung dengan profesionalisme. Sebab tanpa profesionalisme, profesi mendidik akan sulit dilakukan. Kunci yang harus dimiliki oleh setiap pengajar adalah kompetensi. Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam UU no. 14 tahun 2005 pasal 10 bahwa kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

a. Kompetensi Pedagogik

(9)

b. Kompetensi Kepribadian

Kompetensi kepribadian ini adalah salah satu kemampuan personal yang harus dimiliki oleh guru profesional dengan cara mencerminkan kepribadian yang baik pada diri sendiri, bersikap bijaksana serta arif, bersikap dewasa dan berwibawa serta mempunyai akhlak mulia untuk menjadi sauri teladan yang baik.

c. Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional adalah salah satu unsur yang harus dimiliki oleh guru yaitu dengan cara menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam.

d. Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial adalah salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik melalui cara yang baik dalam berkomunikasi dengan murid dan seluruh tenaga kependidikan atau juga dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.

B.Konsep Sekolah Luar Biasa

Sekolah khusus atau SLB adalah tempat pendidikan ABK yang paling umum dan paling banyak dijumpai. SLB tidak sama dengan sekolah umum. SLB atau Sekolah Luar Biasa adalah salah satu bentuk layanan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), yaitu sekolah segregasi. Pada konsep SLB, ABK menempuh pendidikan terpisah dari anak pada umumnya yang tidak memiliki ketunaan. ABK menempuh pendidikan bersama-sama siswa ABK lainnya dengan jenis ketunaan sejenis dalam satu sekolah. Karenanya keragaman SLB di Indonesia menyesuaikan dengan keragaman ABK.

1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Istilah anak Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah sebutan bagi anak berkelainan. Ada juga yang menyebutnya abnormal, yaitu tidak normal atau berbeda dari yang normal (Amin dan Dwidjosumarto, 1979, hlm. 20).

(10)

perkembangan jasmani maupun akademik (Amin dan Dwidjosumarto, 1979, hlm. 20).

Batas perbedaan yang menjadikan seorang anak layak disebut berkebutuhan khusus adalah jika perbedaannya menyebabkan hambatan dalam belajar maupun perkembangan sosial. Misalnya, seorang anak tuna netra, akibat kebutaannya Ia tidak mampu belajar dengan cara yang sama dengan teman-teman di kelasnya serta tidak mampu merespon stimulus visual dalam pergaulan sosial, maka anak tersebut tergolong ABK. Sedangkan perbedaan yang tidak menyebabkan hambatan tidak menjadikannya dikategorikan ABK seperti anak yang botak atau bergigi ompong.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang memiliki perbedaan dari anak pada umumnya baik perbedaan dari segi fisik maupun psikologis yang menyebabkan hambatan dalam perkembangan sosial dan akademik.

2. Pengertian Pendidikan Khusus

Keberadaan ABK sebagai warga negara Indonesia menjadikannya memiliki hak yang sama dengan warga negara pada umumnya, salah satunya adalah memperoleh pendidikan yang secara umum dinyatakan dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat (1). Lebih spesifik lagi, pada UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 ayat (2), tertulis “Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh Pendidikan Khusus”. Kemudian ditegaskan pada UU yang sama di Pasal 23 Ayat (1): “Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki kesulitan dalam mengikuti pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa”.

(11)

berperan pada cara-cara mendongkrak potensi ABK agar memiliki penghidupan yang layak, setidaknya dalam hal kemandirian.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan khusus adalah pendidikan yang diberikan pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) untuk mengoptimalkan dan mengaplikasikan potensi ABK untuk kemandirian hidupnya dalam kegiatan sehari-hari.

3. Pengertian Sekolah Luar Biasa

ABK dapat dididik di berbagai tempat pendidikan, yakni sekolah khusus, kelas khusus, kelas jauh, dan lain sebagainya.

Pada umumnya setiap SLB diperuntukkan bagi salah satu jenis ketunaan, seperti sekolah untuk tunanetra, tidak sama dengan sekolah untuk tunarungu. Ada juga sekolah bagi anak dengan ketunaan ganda, misalnya anak tunanetra yang memiliki keterbelakangan mental. Jenis SLB berdasarkan ketunaannya diwakili oleh alfabet A, B, C, dan seterusnya sebagai berikut:

- SLB A (tunanetra). Sekolah ini diperuntukkan bagi anak dengan hambatan penglihatan, baik sebagian ataupun seluruhnya.

- SLB B (tunarungu). Sekolah ini diperuntukkan bagi anak dengan hambatan pendengaran.

- SLB C (tunagrahita). Sekolah ini diperuntukkan bagi anak dengan hambatan kecerdasan.

- SLB D (tunadaksa). Sekolah ini diperuntukkan bagi anak dengan hambatan fisik.

- SLB E (tunalaras). Sekolah ini diperuntukkan bagi anak dengan hambatan emosi dan sosial.

- SLB G (tuna ganda). Sekolah ini diperuntukkan bagi anak dengan ketunaan ganda.

(12)

- Dapat mengembangkan potensi dengan sebaik-baiknya. Maksud dari potensi ini adalah berkembangnya kemampuan tersebut menjadi kelengkapan yang berarti setelah diubah menjadi kecakapan hidup. - Dapat menolong diri, berdiri sendiri, dan berguna bagi masyarakat. Yang

dimaksud dengan menolong diri adalah ia mampu berbuat untuk kepentingan dirinya sendiri, seperti makan, mandi, berpakaian, dan lain sebagainya.

- Kaya akan kehidupan lahir dan batin. ABK dapat dipupuk supaya percaya pada dirinya sendiri, berteman dengan baik, dan memiliki kehidupan yang layak.

Selain tujuan khusus, pendidikan di SLB juga memiliki fungsi khusus sebagaimana yang dikemukakan Amin dan Dwidjosumarto (1979, hlm. 64): - Dapat merealisasikan diri. Pendidikan harus membantu ABK

merealisasikan potensinya meskipun diliputi berbagai hambatan

- Dapat mengembangkan kemampuan komunikasi. Layanan pendidikan harus mengikis hambatan psikis ABK dalam komunikasi

- Dapat bertindak serasi dan efisien

- Dapat ikut bertanggung jawab sebagai anggota masyarakat. Kebahagiaan ABK bukan terletak pada pemanjaan yang berlebihan, melainkan pada peranannya sebagai anggota masyarakat yang wajar

- Dapat berpartisipasi dalam pembangunan

Tujuan dan fungsi khusus pendidikan di atas menggambarkan bahwa output SLB yang baik adalah ABK yang mampu merealisasikan potensinya dalam bentuk partisipasi sebagaimana anggota masyarakat pada umumnya. C.Konsep Mutu Layanan Pendidikan

1. Pengertian Mutu

Mutu adalah hal yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Tanpa mutu, sesuatu hal akan kehilangan jati dirinya. Menurut Wiyono (dalam Makawimbang, 2011, hlm. 43) mutu ditentukan oleh pengalaman nyata pelanggan terhadap produk dan jasa pelayanan dan selalu menggambarkan target yang bergerak dalam pasar yang kompetitif.

(13)

produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.

Mutu merupakan konsep yang terus mengalami perkembangan, lebih jauh Garvin (dalam Makawimbang, 2011, hlm. 47) mengemukakan evolusi konsep mutu dan mengidentifikasi adanya lima alternatif perspektif mutu yakni:

-

Transcendental Approach

Dalam pandangan ini mutu dapat dirasakan atau diketahui, namun sulit didefinisikan dan dioperasionalkan karena bersifat relatif. Seperti sudut pandang dalam menilai keindahan seni rupa, seni tari, dan kecantikan wajah.

-

Product-based Approach

Pandangan ini menganggap mutu sebagai karakteristik yang dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas dicerminkan ke dalam kuantitas seperti berapa jumlah atribut yang dimiliki produk. Objektivitas pandangan ini tak dapat menjelaskan preferensi individual.

-

User-based Approach

Berdasarkan pandangan ini, mutu tergantung penilaian orang yang memakainya. Produk yang bermutu tinggi adalah produk yang mampu memuaskan pemakainya.

-

Manufacturing-based Approach

Menurut pandangan ini, mutu ditentukan oleh standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan pemakai atau konsumennya. Pandangan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal. -

Value-based Approach

Dalam pandangan ini mutu ditentukan oleh nilai dan harga. Produk dengan kualitas tinggi belum tentu bernilai tinggi, sebab produk yang bernilai adalah yang paling tepat beli.

2. Pengertian Layanan Pendidikan

(14)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa layanan pendidikan adalah usaha melayani perubahan tingkah laku ke arah positif melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Pada dasarnya lembaga pendidikan bertujuan memberikan layanan kepada pihak yang telah memberi kepercayaan padanya.

Layanan ini dapat dilihat dalam berbagai bidang, mulai dari layanan dalam bentuk fisik, maupun yang tidak berwujud langsung yakni mutu pendidik.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa mutu layanan pendidikan adalah kualitas layanan sebagai produk lembaga pendidikan yang diharapkan dapat memuaskan pemakainya.

D.Posisi Guru dalam Layanan Pendidikan

Tim Dosen Administrasi Pendidikan (2005, hlm. 106) menggambarkan jenis-jenis tenaga kependidikan untuk lingkungan departemen pendidikan nasional pada tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1

Jenis-jenis Tenaga Kependidikan

Status Ketenagaan Tempat Kerja di Sekolah Tempat Kerja di Luar Sekolah Tenaga Struktural *Kepala Sekolah

*Wakil Kepala Sekolah

Tenaga Fungsional *Guru

(15)

*Pustakawan *Pengembangan

Pendidikan (anggota staf perencana pengembang organisasi)

Tenaga Teknis *Laboran

*Teknisi Sumber Belajar

Dalam tabel tersebut, tampak bahwa posisi guru dalam layanan pendidikan adalah sebagai tenaga fungsional.

E. Peran Guru dalam Layanan Pendidikan

Deskripsi jabatan guru dalam layanan pendidikan diuraikan di tabel 2.2 (Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan, 2005, hlm. 107)

Tabel 2.2

Deskripsi Tugas Jabatan Tenaga Kependidikan

No Jabatan Deskripsi Tugas

1 Kepala Sekolah Bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan penyelenggaraan pendidikan di sekolahnya baik ke dalam maupun ke luar yakni dengan

melaksanakan segala kebijaksanaan, peraturan, dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh lembaga yang lebih tinggi

2 Wakil Kepala Sekolah (Urusan Kurikulum)

Bertanggung jawab membantu Kepala Sekolah dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan

kurikulum dan proses belajar mengajar 3 Wakil Kepala

Sekolah (Urusan Kesiswaan)

Bertanggung jawab membantu Kepala Sekolah dalam penyelenggaraan kegiatan kesiswaan dan ekstrakurikuler

4 Wakil Kepala Sekolah (Urusan Sarana Prasarana)

Bertanggung jawab atas kegatan-kegiatan inventarisasi pendayagunaan dan pemeliharaan sarana prasarana serta keuangan sekolah 5 Wakil Kepala

Sekolah (Urusan Pelayanan Khusus)

Bertanggung jawab membantu Kepala Sekolah dalam penyelenggaraan layanan-layanan khusus, seperti hubungan masyarakat, bimbingan dan penyuluhan, usaha kesehatan sekolah, dan perpustakaan sekolah

6 Guru Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas mengajar (membelajarkan) peserta didik 7 Guru BP Bertanggung jawab atas penyelenggaraan

(16)

dengan membantu menanggulangi masalah-masalah pribadi, kesulitan belajar dan karir masa depan peserta didik

8 Pengembang Kurikulum dan Teknologi Pendidikan

Bertanggung jawab atas penyelenggaraan program-program pengembangan kurikulum dan pengembangan alat bantu pengajaran

9 Pengembang Tes Bertanggung jawab atas penyelenggaraan program-program pengembangan alat pengukuran dan evaluasi kegiatan-kegiatan belajar dan kepribadian peserta didik 10 Pustakawan Bertanggung jawab atas penyelenggaraan

program kegiatan pengelolaan perpustakaan sekolah

11 Laboran Bertanggung jawab atas penyelenggaraan program kegiatan pengelolaan laboratorium sekolah

12 Teknisi Sumber Belajar

Bertanggung jawab atas pengelolaan dan

pemberian bantuan teknis sumber-sumber belajar bagi kepentingan belajar peserta didik dan

pengajaran guru

13 Pelatih Bertanggung jawab atas penyelenggaraan program-program kegiatan latihan seperti lah raga, kesenian, keterampilan yang

diselenggarakan di sekolah 14 Petugas Tata

Usaha

Bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan-kegiatan dan pelayanan administratif atau teknis operasional pendidikan di sekolah

Pada tabel tersebut tampak bahwa peran guru dalam layanan pendidikan adalah bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas mengajar (membelajarkan) peserta didik.

Peran guru juga dijabarkan dalam UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pada Bab I membahas tentang definisi guru bahwa guru merupakan pendidik profesional yang tugas utamanya berat, yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

(17)

F. Peningkatan Kemampuan Guru

Menurut Sagala (2009a, hlm. 221) pembinaan guru berarti meningkatkan kualitas dan pelayanan. Dewasa ini dikenal dua jalur program pengembangan profesi guru, yakni jalur pendidikan formal dan informal.

Jalur pendidikan formal disebut juga

pre service. Menurut Loretta dan

Stein (dalam Sagala, 2009a, hlm. 222) kategori pendidikan profesional

pre

service teacher education adalah: (1) suatu studi yang diwajibkan untuk guru,

(2) penataran guru untuk memenuhi kebutuhan pejabat (emloyer) dan pegawai (empeloyee) daerah tertentu, (3) suatu program pelajaran berkelanjutan yang ditentukan secara individual atau mata pelajaran yang dipilih untuk memenuhi minat atau kebutuhan menuju pencapaian spesifik atau gelar, dan (4) pengembangan kedudukan staf (staf development) suatu program pengalaman yang didesain untuk memperbaiki kedudukan seluruh anggota staf baik secara pribadi maupun kelompok (Nurtain, dalam Sagala, 2009a, hlm. 223).

Sedangkan pendidikan bagi tenaga kependidikan jalur non formal disebut juga program

in service. Bentuk kegiatan

in service

adalah penataran atau pelatihan. Berbeda dengan kegiatan

pre service, kegiatan

in service terkesan

kurang sistematis, sebab dilaksanakan atas dasar kebutuhan dan permintaan guru untuk meningkatkan profesionalnya. Sebagian besar program ini dilaksanakan karena rendahnya keahlian guru tertentu, sehingga butuh ditingkatkan melalui kegiatan pelatihan yang diadakan oleh pemerintah.

Apapun jalurnya, pendidikan tenaga kependidikan atau disebut juga pengembangan profesi guru selalu terkait langsung dengan tugas utamanya, mulai dari menyusun kurikulum, membimbing siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler, sampai tugas-tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah sesuai dengan jenjangnya (Danim, 2012, hlm. 89).

(18)

Tabel 2.3

Pembinaan dan Pengembangan Keprofesian Guru

Kegiatan Pembinaan dan

Pengembangan Keprofesian Wadah Kegiatan Persyaratan/Sifat Aktivitas kolektif guru yang

meningkatkan kompetensi dan Pendidikan dan pelatihan LPMP

L4TK Pemagangan Satuan pendidikan

Dunia industri Publikasi ilmiah atas hasil

penelititan atau gagasan

Karya inovatif Individual

Laboratorium Presentasi pada forum ilmiah Seminar akademik

dan sejenisnya

(19)

Publikasi buku pengayaan Penerbit nasional Publikasi buku pedoman guru Penerbit nasional

Penerbit

pada pendidikan khusus atau pendidikan layanan khusus Penghargaan atas prestasi atau

dedikasi sebagai guru yang diberikan oleh pemerintah atau pemerintah daerah

(20)

16 BAB III PEMBAHASAN

A.Kemampuan Guru SLB

Kompetensi guru adalah kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Namun selaiin 4 kompetensi di atas, guru SLB juga harus memiliki pengetahuan dan menguasai keterampilan tambahan. Pengetahuan yang harus dimiliki guru SLB, dikutip dari Amin dan Dwidjosumarto (1979, hlm. 86) adalah:

- Pengetahuan tentang masalah-masalah umum yang dihadapi ABK - Pengetahuan tentang klasifikasi dan cara-cara mengidentifikasi ABK - Sebab-sebab anak mengalami hambatan

- Pengetahuan tentang karakteristik atau ciri-ciri ABK

- Aspek prognosis baik yang bersifat tradisional maupun yang modern - Perkembangan ABK meliputi aspek jasmani, psikologis, sosial, dan moral - Pengetahuan tentang pengelolaan penyelenggaraan pendidikan khusus dari

berbagai jenis hambatan

- Pengetahuan tentang pendidikan vokasional yang dapat memberi bekal kepada ABK setelah meninggalkan sekolah

- Pengetahuan tentang pelayanan terhadap ABK yang telah lulus

- Pengetahuan tentang berbagai usaha untuk meningkatkan pelayanan terhadap ABK baik di sekolah, di lingkungan rumah, maupun masyarakat - Pengetahuan tentang pendidikan dan rehabilitasi

Adapun keterampilan yang harus dikuasai oleh guru SLB dikutip dari Amin dan Dwidjosumarto (1979, hlm. 88) adalah:

- Keterampilan dalam menggunakan metode yang tepat sesuai dengan hambatan anak

- Keterampilan menggunakan sumber belajar yang ada

- Keterampilan membuat alat peraga sederhana dengan bahan yang mudah diperoleh di lingkungan sekitar

(21)

- Keterampilan mengadakan seleksi dalam menentukan materi, metode, media, dan cara evaluasi, dengan bertolak pada potensi dan hambatan siswa.

Guru SLB harus memahami dan menguasai seluruhnya, tidak mengetahui salah satu unsur saja merupakan kekurangan yang berarti karena dapat menghambat kelancaran dan kesempurnaan pelaksanaan tugas dan kualitas hasilnya.

Guru SLB yang baik juga harus mampu mengembangkan prinsip-prinsip pendekatan terhadap siswa, dalam hal ini ABK, yang berbeda dengan pendekatan terhadap siswa non ABK, dikutip dari Efendi (2005, hlm. 24) sebagai berikut:

- Prinsip kasih sayang. Upaya yang dilakukan adalah: (a) tidak bersikap memanjakan, (b) tidak bersikap acuh tak acuh terhadap kebutuhannya, dan (c) memberikan tugas yang sesuai dengan kemampuan anak

- Prinsip layanan individual. Upaya yang dilakukan adalah: (a) jumlah siswa yang dilayani guru tidak lebih dari 4-6 orang dalam setiap kelasnya, (b) pengaturan kurikulum dan jadwal pelajaran dapat bersifat fleksibel, (c) penataan kelas harus dirancang sedemikian rupa sehingga guru dapat menjangkau semua siswanya dengan mudah, dan (d) modifikasi alat bantu pengajaran

- Prinsip kesiapan. Upaya yang dilakukan adalah memastikan anak siap menerima materi pelajaran yang akan diberikan, terutama pengetahuan prasyarat, fisik, dan mental yang dibutuhkan untuk menunjang pelajaran berikutnya

- Prinsip keperagaan. Kelancaran pembelajaran ABK sangat didukung oleh media pembelajaran. Media pembelajaran yang baik adalah media yang mempermudah pemahaman siswa terhadap materi yang disajikan guru. - Prinsip motivasi. Hal ini menitikberatkan pada cara mengajar dan pemberian

evaluasi yang disesuaikan dengan kondisi anak berkelainan.

(22)

- Prinsip keterampilan. Pendidikan keterampilan yang diberikan kepada ABK harus memiliki fungsi selektif, edukatif, rekreatif, terapi, dan yang paling penting dapat menjadi bekal dalam kehidupannya di masa mendatang - Prinsip penyesuaian sikap. Secara fisik dan psikis sikap ABK memang kurang

adaptif, mereka cenderung memiliki perilaku stereotip yang asing bagi masyarakat pada umumnya, sehingga penting untuk memodifikasi perilaku tersebut.

Prinsip-prinsip ini direalisasikan dalam pola pengajaran guru SLB terhadap ABK, serta dikolaborasikan dengan 4 kompetensi guru.

B. Mutu Layanan Pendidikan di SLB

Tujuan pembelajaran di sebagian SLB masih berfokus pada tujuan umum dan kesetaraan akademik, tanpa mempertimbangkan implikasinya terhadap kemandirian peserta didik. Padahal layanan pendidikan di SLB dikatakan bermutu apabila pendidikan tersebut berhasil mencetak ABK yang memiliki kecakapan hidup bermasyarakat sesuai dengan potensi yang dimilikinya sesuai tujuan khusus pendidikan di SLB.

Pendidikan khusus yang bermutu adalah yang mampu menghasilkan kompetensi hidup peserta didik, dalam hal ini Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) agar mampu menjalani kehidupan sebagai manusia yang mandiri, atau paling tidak dengan bantuan minimum.

Fokus mutu lulusan SLB yang mampu mengaktualisasikan kemandiriannya bukan dalam artian di SLB hanya diajarkan pendidikan bina diri dan semacamnya. ABK juga diajarkan materi pelajaran umum, namun setiap materi pelajaran diadaptasi dari kebutuhan belajar siswa ABK yang aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, dalam mata pelajaran matematika, tidak perlu diajarkan tentang konsep akar bilangan, melainkan tentang penjumlahan dan pengurangan dalam setting jual beli. Pada proses ini, layanan pendidikan yang diberikan memerlukan keterampilan mengadaptasi mata pelajaran ke dalam kompetensi kehidupan sehari-hari yang dirumuskan oleh guru.

(23)

tua, kepala sekolah, dan anggota pengelola SLB lainnya. Lulusan yang bermutu adalah hasil pengelolaan organisasi pendidikan yang bermutu pula.

Sagala (2009b, hlm. 244) mengkategorikan organisasi pendidikan menjadi 4, yaitu organisasi pendidikan kategori rutin, efektif, unggul, dan berhasil. Organisasi pendidikan dapat dikatakan mapan apabila telah mencapai dua kategori terakhir, karena organisasi kategori unggul dan berhasil berarti telah memenuhi kategori rutin dan efektif. Ciri-ciri organisasi pendidikan yang unggul adalah sebagai berikut:

1. Tidak terlalu terbebani “suasana hierarkis”. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap mutu, namun tetap memberikan ruang gerak kreativitas, inovasi, dan improvisasi sebagai prestasi perorangan. Pada SLB, hal ini dapat diidentifikasi dari sejauh mana sebuah SLB memberikan pendidikan dan kewenangan kepada guru kelas untuk berkreasi, menciptakan inovasi, dan mengimprovisasi metode, bahan, serta media pembelajaran agar dapat dipahami oleh setiap siswanya, yang meskipun dalam satu kelas memiliki jenis ketunaan yang sama, masing-masing memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda. Terujinya kreativitas guru SLB adalah suatu keniscayaan, mengingat ABK adalah peserta didik yang masing-masing memiliki karakteristik yang sangat beragam, mulai dari

baseline sampai

prestasi belajar, namun memiliki target yang kurang lebih sama yaitu menjadi pribadi yang mandiri.

2. Adanya kesesuaian visi dan misi terhadap tujuan yang dicanangkan pemerintah. Adapun visi SLB yang dicanangkan pemerintah adalah “terwujudnya pelayanan pendidikan optimal untuk mencapai kemandirian bagi anak-anak berkebutuhan khusus” (Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, 2009, hlm. 7). Sedangkan misi SLB adalah:

a. Memperluas kesempatan dan pemerataan bagi anak-anak berkebutuhan khusus dan anak-anak yang mempunyai kecerdasan dan bakat istimewa b. Meningkatkan mutu dan relevansi dan daya saing pendidikan khusus

dan pendidikan pelayanan khusus

(24)

d. Mewujudkan pendidikan inklusif secara baik dan benar di linhkungan sekolah biasa, maupun keluarga/masyarakat (Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, 2009, hlm. 7).

3. Mampu berkompetisi mencapai keunggulan. Organisasi yang unggul mampu mengupayakan seluruh timnya bekerja keras, bermoral, berlangsung dalam proses yang terus menerus dan dikembangkan dalam proses pendidikan terutama di sekolah. Kategori unggul ini harus sampai pada peserta didik, yang dalam tataran SLB, peserta didik dikatakan unggul apabila menguasai dasar kecakapan akademis yang fungsional dan kecakapan hidup.

Sedangkan organisasi pendidikan kategori berhasil dipaparkan Sagala (2009b, hlm. 245) sebagai berikut:

1. Memiliki komitmen yang kuat terhadap tujuan dan siswanya dapat mendemonstrasikan kemampuan intelektualnya melalui tes yang terstandar. Pada SLB, selain kemampuan intelektual, kemampuan vokasional juga harus mampu didemonstrasikan, yang diuji selain melalui tes baku, juga melalui tes kemandirian yang diamati dari kehidupan sehari-hari.

2. Menunjukkan struktur kewenangan yang dapat diadaptasikan. Pada SLB, adaptasi struktur kewenangan ini berlaku tidak hanya internal, tapi juga eksternal. Demi terwujudnya perkembangan yang optimal, pembelajaran harus melibatkan orang-orang di luar organisasi, seperti orang tua dan tenaga ahli pada disiplin ilmu terkait, yaitu psikolog dan tenaga medis jika memang dibutuhkan. Meskipun bukan bagian dari struktur organisasi, SLB perlu memberikan porsi pada tenaga-tenaga lain untuk terlibat dalam penanganan ABK sesuai dengan perannya masing-masing.

(25)

C. Posisi Guru dalam Layanan Pendidikan di SLB

Sebagai tenaga fungsional, posisi guru dalam layanan pendidikan di SLB setara dengan pembimbing/penyuluh (guru BP), peneliti, psikolog, terapis, dan pengembang kurikulum dan teknologi pendidikan, yang kesemuanya berperan langsung dengan peserta didik (ABK).

Guru memiliki posisi yang strategis, karena selain terjun langsung, guru juga menjadi kunci keberhasilan pembelajaran peserta didik. Dalam menjalankan fungsinya, guru dapat bekerja sama dengan sesama tenaga fungsional untuk mengembangkan pembelajaran pada anak melalui dukungan disiplin ilmu mereka yang serumpun. Contohnya adalah penanganan anak tunalaras melalui kolaborasi antara orthopedagog dengan psikolog.

Selain dengan sesama tenaga fungsional, dalam melaksanakan layanan pendidikan di SLB guru juga bisa membangun kerja sama secara vertikal, yakni dengan tenaga struktural (kepala sekolah dan wakil-wakilnya). Contohnya adalah kerja sama dengan wakil kepala sekolah di urusan kurikulum untuk menyusun program pembelajaran individual bagi anak tunagrahita yang membutuhkan penyelarasan kurikulum sesuai dengan hasil asesmen anak.

Kerja sama yang dijalin dalam rangka memberikan pelayanan pendidikan di SLB juga dapat dilakukan dengan tenaga teknis, contohnya adalah kerjas ama antara guru dengan pelatih kesenian untuk merealisasikan potensi seni ABK.

Selain dalam memberikan layanan pendidikan, guru juga memiliki posisi strategis dalam peningkatan mutu layanan pendidikan. Standar Nasional Pendidikan (SNP) menetapkan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum NKRI yang dikutip dari Makawimbang (2011, hlm. 62) meliputi:

- Standar kompetensi lulusan - Standar isi

- Standar proses

- Standar pendidik dan tenaga kependidikan - Standar sarana dan prasarana

(26)

- Standar pembiayaan

- Standar penilaian pendidikan

Sumber Daya Manusia (SDM) dalam hal ini guru adalah salah satu komponen penunjang peningkatan mutu pendidikan. Peranan guru yang besar diatur dalam UU RI No.14 Th 2007 Tentang Guru dan Dosen bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. “Kedudukan guru sebagai tenaga profesional dan agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional” (Makawimbang, 2011, hlm. 66).

D. Peran Guru dalam Layanan Pendidikan di SLB

Mengenali ciri-ciri ABK bukanlah hal yang mudah, dibutuhkan pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang memadai. ABK dengan hambatan fisik biasanya lebih mudah dikenali dibandingkan ABK dengan hambatan perkembangan kecerdasan dan psikologis. Karenanya guru selaku pendidik, sering dianggap sebagai orang yang paling tinggi ilmunya terkait dengan ABK.

Ekspektasi masyarakat yang tinggi terhadap kompetensi guru SLB ini menguntungkan karena selain mendidik, guru juga memegang peranan penting dalam membentuk pandangan masyarakat terhadap ABK. Berikut ini beberapa peranan guru dalam layanan pendidikan di SLB dikutip dari Amin dan Dwidjosumarto (1979, hlm. 105):

1. Sebagai pendeteksi dini hambatan dan kemampuan anak. Guru berkesempatan mendeteksi perkembangan anak sedini mungkin. Apabila terdapat gejala-gejala hambatan tertentu maka dapat ditangani lebih awal sehingga masalah yang akan terjadi dapat dicegah atau setidaknya dikurangi tingkat keparahannya.

(27)

- Pengertian, bahwa sebagaimana anak pada umumnya, ABK pun berhak memeroleh pendidikan, hanya saja dengan cara yang tidak sama dengan anak pada umumnya

- Pengertian tentang asal usul, jenis, dan sifat hambatan yang disandang, serta gambaran masa depan anak yang positif

- Pengertian bahwa ABK membutuhkan pendidikan yang layak sehingga tidak perlu membedakan perlakuan dengan saudara-saudaranya yang non ABK, karena SLB telah banyak tersedia

- Pengertian tentang perlunya ABK hidup bermasyarakat. Artinya, ABK perlu bergaul, jangan dikurung dan dimanjakan, sebab pengisolasian dan pemanjaan yang berlebihan dapat mengganggu perkembangan pribadi dan sosial anak yang bersangkutan

- Bila orang tua tidak percaya bahwa anaknya tergolong ABK, guru menganjurkan agar orang tua mendatangi tenaga ahli terkait, seperti dokter mata (bila tunanetra), psikolog (bila tunagrahita), dan lain sebagainya

- Jika orang tua memerlukan petunjuk bagaimana mendidik seorang ABK usia pra sekolah, guru memberi saran untuk membawanya pada guru SLB atau menunjukkan alamat kepala instansi pendidikan paling dekat

Maka dapat disimpulkan bahwa peran guru dalam layanan pendidikan di SLB adalah sebagai tenaga profesional dengan tugas utama mendidik dan menjadi referensi utama bagi orang tua terkait perkembangan maupun akademik peserta didik, dalam hal ini ABK, untuk mendukung optimalisasi pembelajaran mereka dalam berbagai situasi pendidikan, baik formal maupun informal.

E. Cara-cara untuk Meningkatkan Kemampuan Guru SLB

Upaya peningkatan kemampuan guru SLB, lebih banyak dilakukan melalui jalur

in service, yakni berbentuk kepelatihan, misalnya workshop, seminar,

diskusi panel, rapat-rapat, simposium, konferensi, dan lain sebagainya. Contoh program in service yang telah terlaksana adalah sebagai berikut:

(28)

diikuti oleh guru SLB, melainkan seluruh guru sekolah dasar dan pendidikan anak usia dini, dalam rangka menciptakan lingkungan sekolah dan masyarakat yang inklusif.

Tujuan dari kegiatan ini adalah meningkatkan pemerataan layanan pendidikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus secara kuantitas dan kualitas yang disertai peningkatan dan pengembangan kompetensi, serta wawasan pendidik dan tenaga kependidikan. Visinya adalah terwujudnya pendidik dan tenaga kependidikan profesional yang memiliki daya saing dalam meningkatkan kualitas anak berkebutuhan khusus di Jawa Barat. Sedangkan misinya adalah melatih dan mendidik guru SLB guna meningkatkan kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.

Jenis pelatihannya sendiri meliputi pelatihan program mata pelajaran umum terdiri dari Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan Sosial, dan Seni Budaya.

Kemudian pelatihan program khusus meliputi Bina Komuniasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPB) untuk tuna rungu, Orientasi Mobilitas (tuna netra), Bina diri (tuna grahita, sistem isyarat bahasa Indonesia (SIBI) untuk tuna rungu.

Lalu ada pelatihan Program Paket Keterampilan Pilihan terdiri dari kerumahtanggaan (tata busana, tata boga, tata rias/ kecantikan), seni pertunjukkan, seni tari, anyaman, menyulam, sablon, dan keramik. Selain itu ada juga Program Pengembangan Layanan Pendidikan Khusus yang terdiri dari pendidikan bagi autis, pendidikan inklusi, dan

low vision (diakses di

www.pelita.or.id).

2. Pendidikan Kompetensi Guru SLB oleh pemprov Bali. Kegiatan ini diperuntukkan bagi guru PNS SLB yang belum memiliki dasar-dasar kompetensi Pendidikan Luar Biasa. Kegiatan ini diikuti oleh 26 orang guru dari 13 SLB di seluruh Provinsi Bali.

(29)

Pendidikan Luar Biasa (P4TK TK dan PLB) Bandung (diakses di www.disdikpora.baliprov.go.id).

3. Pelatihan Guru Pembimbing Khusus dari SLB dan Sekolah Model Inklusi, kerjasama dengan Helen Keller International Indonesia.

Pelatihan ini merupakan agenda rutinan Yayasan Pantara, yakni memberikan pelatihan-pelatihan kepada guru Sekolah Pantara untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya, kemudian bekerjasama dengan Direktorat Pendidikan Dasar, PPPG Keguruan, PPPG Kejuruan, dan Pusdiklat Pegawai Depdikbud Pantara melaksanakan pelatihan untuk guru-guru sekolah lain. Hingga tahun 2001 Yayasan telah melatih 760 orang guru-guru dalam 13 kali pelatihan, 6 kali diantaranya guru-guru yang berasal dari 27 propinsi, serta 1 kali penyuluhan guru dari 3 wilayah di DKI Jakarta. Peserta pelatihan ini adalah guru-guru SD reguler dan SDLB (diakses di www.yayasanpantara.org).

Sedangkan kegiatan yang dilakukan melalui jalur pre service sebagian besar diperuntukkan bagi guru secara umum, tidak secara spesifik untuk guru SLB, namun juga berperan dalam peningkatan kompetensi guru SLB yaitu penataran KBK/KTSP, penataran PTK, penataran KTI, dan sertifikasi profesi.

(30)

26 BAB IV PENUTUP

Kesimpulan

1. Mutu layanan pendidikan pada ranah pendidikan khusus di SLB diukur melalui ketercapaian kompetensi kehidupan siswa-siswa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) terutama meliputi keterampilan kehidupan sehari-hari.

2. Dalam layanan pendidikan di SLB, posisi guru selaku tenaga fungsional adalahsetara dengan pembimbing/penyuluh (guru BP), peneliti, psikolog, terapis, dan pengembang kurikulum dan teknologi pendidikan, yang kesemuanya berperan langsung dengan peserta didik (ABK).

3. Peran guru dalam layanan pendidikan di SLB adalah sebagai tenaga profesional dengan tugas utama mendidik dan menjadi referansi utama bagi orang tua terkait perkembangan maupun akademik peserta didik, dalam hal ini ABK, untuk mendukung optimalisasi pembelajaran mereka dalam berbagai situasi pendidikan, baik formal maupun informal.

(31)

27

DAFTAR PUSTAKA

Amin, M., & Dwidjosumarto, A. (1979). Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: New Aqua Press.

Asril, Z. (2012). Micro Teaching. Jakarta: Rajawali Press.

Barnawi, & Arifin, M. (2012). Etika dan Profesi Kependidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Danim, S. (2011). Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Kencana.

Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Pemerintah Provinsi Bali. (2015).

Pendidikan Kompetensi Guru SLB Tahun Anggaran 2015. [Online].

diakses di www.disdikpora.baliprov.go.id

Efendi, M. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2015). [Online]. diakses di www.kbbi.web.id

Makawimbang, J. H. (2011). Supervisi dan Peningkatan Mutu Pendidikan.

Bandung: Alfabeta.

Manajemen Corporate dan Strategi Pemasaran Jasa Pendidikan. (2008).

Bandung: Alfabeta.

Mulyasa, E. (2011). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosdakarya.

Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus. (2009). Jakarta: Direktorat

Pembinaan Sekolah Luar Biasa.

Sagala, S. (2009a). Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: Alfabeta. ________. (2009b). Memahami Organisasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Studi Kualitatif terhadap SLB Al-Azra'iyah Tabek Panjang. (2014). [Online].

diakses di www.repository.uin-suska.ac.id

Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan. (2005). Pengelolaan Pendidikan. Bandung: Jurusan Administrasi Pendidikan.

Upaya Meningkatkan Kompetensi Guru SLB Melalui Diklat. (2008). [Online].

diakses di www.pelita.or.id

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3 Pembinaan dan Pengembangan Keprofesian Guru

Referensi

Dokumen terkait

Penyewa akan lebih tertarik untuk bekerja sama jika karyawan yang memberikan pelayanan jasa tersebut menunjukan rasa empati yang tinggi dalam melayani, sikap dari

Bagi pihak pesakit atau masyarakat Islam yang merujuk kepada pengubatan alternatif Islam dalam mendapatkan khidmat rawatan, amat wajar mempunyai thaqafah yang betul dan tepat

Chain shackle pada bucket elevator telah mengalami masalah keausan karena material tersebut tidak sesuai dengan standar DIN 745 sehingga diperlukan optimalisasi

Skripsi yang berjudulPembelajaran Fisika Dengan Model Creative Problem Solving dan Model Problem Based Learning Terhadap Kreativitas dan Hasil Belajar Siswa Pokok

Pendekatan ini digunakan dalam proses yang bersifat on-line dan dikenal sebagai sistem klasifikasi ( classifier system ). Pada pendekatan Pittsburgh, kromosom

% 100 x si countinjek round countbackg d counttiroi id Uptaketiro   (1) dengan count tiroid adalah cacahan ROI pada tiroid, count background adalah cacahan di luar organ

Pola asuh otoriter adalah cara yang digunakan oleh orang tua dalam mendidik anak dan mengasuh anak dengan menggunakan kontrol yang ketat serta membuat peraturan

Hasil dari uji fitokimia ekstrak etanol 95 % daun Pulai memberikan hasil positif alkaloid dan saponin; ekstrak etanol 95 % kulit batang Pulai memberikan hasil