BAB II
KERANGKA TEORITIS
2.1 Sistem, Informasi, dan Basis Data
Sistem merupakan kelompok elemen-elemen yang berintegrasi untuk
mencapai tujuan tertentu, sedangkan informasi adalah data yang telah diolah menjadi
bentuk yang lebih berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam mengambil
keputusan saat ini atau mendatang. Informasi dapat menggambarkan kejadian nyata
yang digunakan untuk pengambilan keputusan.
Model dasar sistem adalah masukan (input), pengolahan (proses), dan
pengeluaran (output) seperti pada gambar 2.1. Fungsi pengolahan informasi sering
membutuhkan data yang telah dikumpulkan dan diolah dalam waktu periode
sebelumnya. Oleh karena itu pada model sistem informasi ditambahkan pula media
penyimpan data (database) maka fungsi pengolahan informasi bukan lagi mengubah
data menjadi informasi tetapi juga menyimpan data untuk dipergunakan lebih lanjut.
Gambar 2.1 Proses Pengolahan Informasi
Basis data (database) merupakan kumpulan dari data yang saling
berhubungan satu dengan lainnya, tersimpan di perangkat keras komputer dan
digunakan perangkat lunak untuk memanipulasinya. Data perlu disimpan di dalam
basis data untuk keperluan penyediaan informasi lebih lanjut.
2.2 Sistem Informasi Manajemen
Sistem Informasi Manajemen (SIM) adalah sebuah sistem manusia/mesin
yang terpadu (integrated), untuk menyajikan informasi guna mendukung fungsi
operasi, manajemen, dan pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi. Sistem ini
menggunakan perangkat keras, dan perangkat lunak komputer, prosedur pedoman,
model manajemen dan keputusan dan sebuah "database" (Gordon B. Davis : 1993).
Berdasarkan definisi diatas, terlihat ada sedikit perbedaan antara sistem
informasi biasa dengan sistem informasi manajemen (SIM), dimana perbedaan yang
mendasar adalah bahwa SIM dapat mendukung fungsi operasi, manajemen dan
pengambilan keputusan.
Gambar 2.2 Sistem Informasi Manajemen (Gordon B. Davis : 1993)
Sistem informasi manajemen digambarkan sebagai sebuah bangunan piramida
dimana lapisan dasarnya terdiri dari informasi untuk pengolahan transaksi,
penjelasan status, dan sebagainya, lapisan berikutnya terdiri dari sumber-sumber
informasi dalam mendukung operasi manajemen sehari hari, lapisan ketiga terdiri
dari sumber daya sistem informasi untuk membantu perencanaan taktis dan
pengambilan keputusan untuk pengendalian manajemen, dan lapisan puncak terdiri
dari sumber daya informasi untuk mendukung perencanaan dan perumusan kebijakan
oleh manajemen tingkat puncak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar 2.2.
2.3 Evaluasi Kinerja Sistem Informasi
Evaluasi adalah suatu proses untuk menyediakan informasi tentang sejauh
mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu
dengan suatu standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih diantara keduanya,
serta bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu bila dibandingkan dengan harapan
yang ingin diperoleh.
2.4 Metode Pengukuran Keberhasilan Sistem Informasi
Metode yang paling sering digunakan untuk mengukur kinerja sistem
informasi adalah model keberhasilan sistem informasi DeLone dan Maclean
(DeLone W, McLean E, 1992) biasa disingkat DMSM (DeLone and McLean
Information Systems Success Model). Konsep dasar DMSM memiliki enam dimensi
keberhasilan sistem informasi :
1. System quality
2. Information quality
3. Use
5. Individual impact
6. Organizational impact
Gambar 2.3 Model Keberhasilan Sistem Informasi (DeLone & McLean 1992)
Tidak lama setelah publikasi DMSM, para peneliti sistem informasi mulai
mengajukan beberapa perbaikan terhadap model tersebut. Seddon & Kiew (1994)
dalam evaluasinya merubah kategori pengunaan karena faktor penentu keberhasilan
yang dicari para peneliti adalah kegunaan bukan Use. Konsep ini sesuai dengan ide
kegunaan yang dirasakan (perceived usefulness) dalam Technology Acceptance
Model oleh Davis (1989). Mereka berpendapat bahwa, untuk sebuah sistem yang
bebas (web) penggunaan (use) adalah ukuran yang tepat, namun sistem tersebut
wajib digunakan, kegunaan (usefulness) adalah ukuran yang lebih baik. DeLone &
McLean (2003) memberikan respon bahwa, bahkan dalam sistem wajib, masih ada
variabel yang cukup atas penggunaan (use) oleh karena itu variabel penggunaan
(use) layak untuk dipertahankan.
Para peneliti juga menyarankan bahwa kualitas pelayanan (service quality)
SERVQUAL, yang cukup banyak digunakan dalam literatur tentang keberhasilan
sistem informasi dalam dekade terakhir. SERVQUAL mengukur kualitas layanan
departemen teknologi informasi, terhadap penggunan sistem informasi, dengan
mengukur dan membandingkan harapan pengguna dan persepsi mereka dari
departemen teknologi informasi. Pitt et al. (1995) mengevaluasi instrumen dari
perspektif sistem informasi dan menyarankan penambahan kualitas pelayanan pada
DMSM. Beberapa peneliti menolak perubahan ini (Seddon, 1994), sementara yang
lain mendukungnya (Jiang et al., 2002).
Setelah meninjau dan mengevaluasi perdebatan ini pada tahun 2003 DeLone
& McLean memutuskan untuk menambah kualitas pelayanan dalam DMSM.
Modifikasi lain dalam DMSM adalah perubahan yang ditawarkan oleh Seddon
(1997). Dia berpendapat bahwa DMSM dalam bentuk aslinya cukup
membingungkan, hal ini disebabkan oleh baik proses dan model varians
digabungkan dalam kerangka yang sama. Sementara Seddon mengklaim bahwa ini
adalah kelemahan dari model DMSM, DeLone & McLean (2003) menjawab bahwa
mereka percaya bahwa ini adalah salah satu kekuatan. Seddon menjelaskan lebih
jauh bahwa konsep penggunaan sangat ambigu dan menyarankan bahwa klarifikasi
lebih lanjut diperlukan untuk membangun DMSM. Dia menunjukkan tiga arti potensi
yang berbeda untuk membangun penggunaan. DMSM dimaksudkan untuk menjadi
baik lengkap dan pelit, namun perubahan yang diperkenalkan oleh Seddon
merumitkan model, sehingga mengurangi dampaknya.
Selain modifikasi yang diusulkan oleh Seddon, ada usulan lain untuk merevisi
atau memperluas model. Beberapa peneliti telah melakukan modifikasi untuk
(Jennex & Olfman, 2002; Kulkarni et al, 2006; Wu & Wang, 2006) dan e-commerce
(misalnya, Molla & Licker, 2001; DeLone & McLean, 2004; Zhu & Kraemer, 2005).
Peneliti lain telah membuat rekomendasi yang lebih umum mengenai DMSM
(misalnya, Ballantine et al., 1996).
Menyadari banyaknya usulan untuk model mereka, DeLone & McLean dalam
sebuah karya lanjutan mereview studi empiris yang telah dilakukan selama
bertahun-tahun sejak 1992 dan melakukan revisi terhadap model asli (DeLone & McLean,
2003). Model yang telah diperbarui ditunjukkan pada Gambar 2.3
Gambar 2.4 Model DMSM yang diperbarui
Pembaharuan DMSM mengakomodir rekomendasi Pitt et al. (1995) untuk
memasukkan kualitas pelayanan. Perubahan lainnya membahas kritik bahwa sistem
informasi dapat mempengaruhi tingkatan lain selain dari tingkatan individu dan
organisasi. Karena keberhasilan sistem informasi mempengaruhi kelompok kerja,
McLean menggantikan variabel, individual impact dan organizational impact,
dengan net benefits, sehingga mengkalkulasikan keuntungan/manfaat pada beberapa
tingkat analisis. Revisi ini memungkinkan DMSM untuk diterapkan pada berbagai
tingkatan analisis yang dianggap paling relevan oleh para peneliti.
Sebuah perangkat tambahan akhir yang dibuat untuk DMSM adalah
klarifikasi lebih lanjut dari penggunaan. Para penulis menjelaskan sebagai berikut
gunakan harus mendahului kepuasan pengguna dalam pengertian proses, namun
pengalaman positif dalam menggunakan akan menyebabkan tingkat kepuasan
pengguna yang lebih besar dalam arti kausal (DeLone & McLean, 2003). Mereka
kemudian menyatakan bahwa peningkatan kepuasan pengguna akan menimbulkan
keinginan yang lebih tinggi untuk menggunakan, yang kemudian akan
mempengaruhi penggunaan.
DMSM menjadi kerangka kerja yang bermanfaat untuk mengukur
keberhasilan sistem informasi. Model ini telah banyak digunakan oleh peneliti sistem
informasi untuk memahami dan mengukur dimensi keberhasilan sistem informasi.
Selanjutnya, setiap variabel menggambarkan keberhasilan suatu sistem informasi
yang konsisten dengan satu atau lebih dari enam dimensi utama keberhasilan
meliputi :
1. System quality - karakteristik yang diinginkan dari suatu sistem informasi.
Sebagai contoh: kemudahan penggunaan, fleksibilitas sistem, kehandalan
sistem, dan kemudahan untuk dipelajari, serta fitur instuisi sistem,
kecanggihan, dan waktu respon.
2. Information quality : karakteristik yang diinginkan dari output sistem, yaitu
pemahamannya, akurasi, keringkasan, kelengkapan, terkini, ketepatan waktu,
dan kegunaan.
3. Service quality - kualitas dukungan yang diterima pengguna dari personil/staf
sistem informasi (unit teknologi informasi). Sebagai contoh: responsif,
akurasi, kehandalan, kompetensi teknis, dan empati dari personil tersebut.
SERVQUAL yang diadaptasi dari bidang pemasaran, adalah instrumen yang
populer untuk mengukur kualitas layanan sistem informasi.
4. Itention to use | use : ukuran dan cara di mana pengguna memanfaatkan
kemampuan dari suatu sistem informasi. Sebagai contoh: jumlah kunjungan,
frekuensi kunjungan, aktivitas pengguna, kesesuaian penggunaan, tingkat
penggunaan, dan tujuan penggunaan.
5. User Satisfaction – laporan tingkatan kepuasan dari pengguna atas layanan
yang diberikan sistem informasi.
6. Net benefits - sejauh mana sistem informasi berkontribusi pada keberhasilan
individu, kelompok, organisasi, industri, dan bangsa. Sebagai contoh:
mempermudah pengambilan keputusan, peningkatan produktivitas,
peningkatan penjualan, pengurangan biaya, meningkatkan keuntungan,
efisiensi pasar, kesejahteraan konsumen, penciptaan lapangan kerja, dan