BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Financial Distress (Kesulitan Keuangan)
kesulitan keuangan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya artinya perusahaan berada dalam posisi yang tidak aman dari ancaman kebangkrutan atau kegagalan pada usaha perusahaan tersebut. Financial distress menurut Altman (1968) adalah perusahaan yang secara hukum bangkrut. Platt dan Platt (2006) mendefenisikan financial distress merupakan suatu kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau sedang krisis.
Menurut (Hanafi, 2003:263) financial distress dapat didefenisikan dalam beberapa pengertian yaitu :
1. Economic Distressed (Kegagalan Ekonomi)
2. Financial Distressed (Kegagalan Keuangan)
Pengertian financial distressed mempunyai makna kesulitan dana baik dalam arti dana dalam pengertian kas atau dalam pengertian modal kerja. Sebagai asset liability management sangat berperan dalam pengaturan untuk menjaga agar tidak terkena financial distressed.
2.1.2 Faktor-Faktor Penyebab Financial Distress
Terjadinya financial distress diawali saat arus kas perusahaan kurang dari jumlah utang porsi utang jangka panjang yang telah jatuh tempo. Financial distress juga dapat ditimbulkan karena pengaruh dari dalam perusahaan itu sendiri maupun dari luar perusahaan (Murtanto, 2002:48). Faktor penyebab financial distress dalam perusahaan lebih bersifat mikro, faktor-faktor internal yang menyebabkan financial distress adalah kesulitan arus kas. Kesulitan arus kas ini terjadi ketika penerimaan pendapatan perusahaan dari hasil operasi perusahaan tidak cukup untuk menutupi beban-beban usaha yang timbul atas aktivitas operasi perusahaan. Kesulitan arus kas juga disebabkan adanya kesalahan manajemen ketika mengelola aliran kas perusahaan untuk pembayaran aktivitas perusahaan yang memperburuk kondisi keuangan perusahaan.
membayar tagihan-tagihan yang terjadi maka kemungkinan yang dilakukan kreditur adalah mengadakan penyitaan harta perusahaan untuk menutupi kekurangan pembayaran tagihan tersebut.
Selain kesulitan arus kas dan besarnya jumlah hutang faktor lain yang dapat menyebabkan financial distress adalah kerugian dalam kegiatan operasional perusahaan selama beberapa tahun. Kerugian operasional perusahaan menimbulkan arus kas negatif dalam perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena beban operasional lebih besar dari pendapatan yang diterima perusahaan.
Sedangkan faktor-faktor eksternal yang bisa mengakibatkan financial distress adalah perubahan dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari sehingga terjadi penurunan dalam pendapatan. Untuk menjaga hal tersebut perusahaan harus selalu mengantisipasi kebutuhan pelanggan dengan menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan bahan baku yang digunakan untuk produksi juga dapat mengakibatkan terjadinya financial distress. Untuk mengantisipasi hal tersebut perusahaan harus selalu menjalin hubungan baik dengan supplier dan tidak menggantungkan kebutuhan bahan baku pada satu pemasok sehingga risiko kekurangan bahan baku dapat diatasi.
pengembalian yang lama akan mengakibatkan banyak aktiva menganggur yang tidak memberikan penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang besar bagi perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus selalu memonitor piutang yang dimiliki dan keadaan debitor supaya bisa melakukan perlindungan dini terhadap aktiva perusahaan.
2.1.3 Manfaat Informasi Prediksi Kebangkrutan
Informasi tentang prediksi kebangkrutan suatu perusahaan merupakan hal yang positif untuk melihat tanda-tanda awal kabangkrutan bagi perusahaan khususnya. Menurut (Hanafi, 2003:261) informasi prediksi kebangkrutan dapat bermanfaat untuk:
1. Pemberi pinjaman
Informasi kebangkrutan digunakan untuk pengambilan keputusan tentang pemberian pinjaman dan monitoring.
2. Investor
Informasi kebangkrutan digunakan untuk pengambilan keputusan terhadap surat berharga perusahaan.
3. Pihak pemerintah
Informasi kebangkrutan digunakan untuk melakukan tindakan awal yang bisa dilakukan terutama terhadap perusahaan BUMN.
4. Akuntan
5. Manajemen
Informasi kebangkrutan digunakan untuk melakukan langkah-langkah preventif sehingga biaya kebangkrutan bisa dihindari dan atau diminimalisir.
2.1.4 Rasio-Rasio yang Digunakan dalam Menganalisis Laporan Keuangan Analisis laporan keuangan adalah menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan tepat (Sofyan, 2010:189). Rasio adalah suatu rumusan secara sistematis dari hubungan atau korelasi antara suatu jumlah dengan jumlah tertentu lainnya. Rasio keuangan atau financial ratio adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan (Sofyan, 2010:297).
Pada dasarnya analisis rasio bisa dikelompokkan ke dalam lima macam kategori, yaitu :
1. Rasio Likuiditas
likuiditas yang jelek dalam jangka panjang juga akan mempengaruhi solvabilitas perusahaan. Dua rasio likuiditas jangka pendek yang sering digunakan adalah current ratio dan quick ratio.
a. Current Ratio
Current ratio mengukur kemampuan perusahaan memenuhi hutang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya (aktiva yang akan berubah menjadi kas dalam waktu satu tahun atau satu siklus bisnis). Rasio yang rendah menunjukkan risiko likuiditas yang tinggi, sedangkan current ratio yang tinggi menunjukkan adanya kelebihan aktiva lancar, yang akan mempunyai pengaruh yang tidak baik terhadap profitabilitas perusahaan.
b. Quick Ratio
Dari ketiga komponen aktiva lancar (kas, piutang, dan persediaan), persediaan biasanya dianggap merupakan asset yang paling tidak likuid. Hal ini berkaitan dengan semakin panjangnya tahap yang dilalui untuk sampai menjadi kas, yang berarti waktu yang diperlukan untuk menjadi kas semakin lama, dan juga ketidakpastian nilai persediaan.
2. Rasio Aktivitas
kelebihan tersebut akan lebih baik bila ditanamkan pada aktiva lain yang lebih produktif.
Empat rasio aktivitas antara lain: a. Rata-Rata Umur Piutang
Rata-rata umur piutang melihat berapa lama yang diperlukan untuk melunasi piutang (merubah piutang menjadi kas). Semakin lama rata-rata piutang berarti semakin besar dana yang tertanam pada piutang. Semakin besar rata-rata umur piutang berarti semakin besar dana yang tertanam pada piutang.
b. Rasio Perputaran Persediaan
Perputaran persediaan yang tinggi menandakan semakin tingginya persediaan berputar dalam satu tahun dan ini menandakan efektivitas manajemen persediaan. Sebaliknya, perputaran persediaan yang rendah menandakan tanda-tanda mis-manajemen seperti kurangnya pengendalian persediaan yang efektif.
c. Perputaran Aktiva Tetap
d. Rasio Perputaran Total Aktiva
Sama seperti halnya rasio perputaran aktiva tetap, rasio ini menghitung efektivitas penggunaan total aktiva. Rasio yang tinggi biasanya menunjukkan manajemen yang baik, sebaliknya rasio yang rendah harus membuat manajemen mengevaluasi strategi pemasarannya dan pengeluaran modalnya.
3. Rasio Solvabilitas
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya. Perusahaan yang tidak solvable adalah perusahaan yang total hutangnya lebih besar dibandingkan total asetnya. Rasio ini mengukur likuiditas jangka panjang perusahaan dan dengan demikian memfokuskan pada sisi kanan neraca. Rasio yang digunakan adalah rasio hutang. Rasio ini menghitung seberapa jauh dana disediakan oleh kreditur. Rasio yang tinggi berarti perusahaan menggunakan leverage keuangan yang tinggi. Penggunaan leverage keuangan yang tinggi akan meningkatkan return on equity dengan cepat, tetapi sebaliknya apabila penjualan menurun, return on equity akan menurun cepat pula.
4. Rasio Profitabilitas
a. Profit Margin Ratio
Profit margin menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Rasio ini bisa diinterprestasikan juga sebagai kemampuan perusahaan menekan biaya-biaya (ukuran efisiensi) di perusahaan pada periode tertentu. Profit margin yang tinggi menandakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu. Profit margin yang rendah menandakan penjualan yang terlalu rendah untuk tingkat biaya yang tertentu, atau biaya yang terlalu tinggi untuk tingkat penjualan yang tertentu, atau kombinasi dari kedua hal tersebut.
b. Return On Total Asset (ROA)
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat asset yang tertentu. Rasio yang tinggi menunjukkan efisiensi manajemen asset, yang berarti efisiensi manajemen.
c. Return On Equity (ROE)
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu. Rasio ini merupakan ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham.
2.1.5 Metode Altman dalam Memprediksi Financial Distress
prediksi financial distress yang di gunakan pada perusahaan harus mempunyai ketepatan prediksi yang baik dengan memperhatikan karakteristik perusahaan.
Ketepatan prediksi masa depan berlaku selama emiten mempunyai kondisi keuangan yang sama dengan pada saat prediksi dilakukan. Apabila emiten melakukan perbaikan kinerja melalui strategi yang tepat, kemungkinan besar ada ketidaktepatan prediksi. Namun kelemahan apapun yang dihadapi pada kenyataannya prediksi masih selalu di lakukan untuk pengambilan keputusan.
Prediksi kesulitan keuangan salah satunya dikemukakan oleh seorang profesor di New York University bernama Edward Altman yang disebut dengan Altman Z-Score (1968). Rumus Z-Score ini menggunakan komponen laporan keuangan sebagai alat prediksi terhadap kemungkinan bangkrut tidaknya perusahaan. Model Altman Z-Score (1968) merupakan salah satu model analisis multivariat yang berfungsi untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan tingkat ketepatan dan keakuratan yang relatif dapat dipercaya. Altman menemukan lima jenis rasio keuangan yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan yang tidak bangkrut. Kelima rasio keuangan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Working Capital to Total Assets
working capital merupakan nilai keefektifan modal kerja yang digunakan perusahaan. Apabila nilai yang diperoleh tinggi maka mengindikasikan kelebihan modal kerja yang mungkin disebabkan rendahnya perputaran persediaan, piutang atau adanya saldo kas yang terlalu besar. Sedangkan apabila nilainya rendah maka mengindikasikan adanya kelebihan hutang jangka pendeknya, sehingga akan berpengaruh tidak baik bagi tingkat likuiditas perusahaan.
Sedangkan komponen rasio working capital to total assets yang kedua adalah aktiva. Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aktiva adalah potensi dari aktiva tersebut untuk memberikan sumbangan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, arus kas dan setara kas kepada perusahaan. Besar kecilnya nilai aktiva sangat menentukan keberlangsungan usaha di masa depan, mengingat potensinya yang berbentuk sumbangan yang diberikan oleh manfaat aktiva tersebut.
2. Retained Earning to Total Assets
Retained earning to total assets adalah rasio profitabilitas yang dapat mendeteksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan, yang ditinjau dari kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba di bandingkan dengan kecepatan perputaran operating assets sebagai ukuran efisiensi usaha. Rasio retained earning to total assets terdiri dari 2 komponen, yaitu laba di tahan dan total aktiva. Laba di tahan adalah laba bersih yang di akumulasikan dalam suatu keuntungan setelah dividen di bayarkan. Laba di tahan adalah laba tak di bagi atau surplus yang di peroleh. Rasio retained earning to total assets dapat dihitung dengan rumus :
3. Earning Before Interest And Tax to Total Assets
Rasio earning before interest and tax to total assets juga termasuk ke dalam rasio profitabilitas yang merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio earning before interest and tax to total assets merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
Working Capital to Total Assets = ������� ������ −������� �����������
�����������
Retained Earnings to Total Assets = �������� �������
modal yang di investasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi semua investor termasuk pemegang obligasi dan saham. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus :
4. Market Value Equity to Book Value Of Total Debt
Rasio market value equity to book value of total debt termasuk ke dalam rasio aktivitas yang merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya. Rasio market value equity to book value of total debt merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap hutangnya melalui modalnya sendiri. Rasio market value equity to book value of total debt dapat dihitung dengan rumus :
5. Sales to Total Assets
Rasio sales to total assets juga termasuk kedalam rasio aktivitas. Rasio sales to total assets merupakan rasio yang mendeteksi kemampuan dana perusahaan yang tertanam dalam keseluruhan aktiva yang berputar dalam satu periode tertentu. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam
Earning Before Interest and Tax to Total Assets = ����
���� �������
Market Value Equity to Book Value of Total Debt = ������ ����� ������
menggunakan aktiva untuk menghasilkan revenue. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus :
Z-Score Altman (1968) ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: (Cheng F. Lee 1984:97)
Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5
Keterangan :
Z : Overall Index
X1 : Working Capital to Total Assets (modal kerja dibagi total aktiva) X2 : Retained Earnings to Total Assets (laba ditahan dibagi total aktiva) X3 : Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets (laba sebelum
pajak dan bunga dibagi total aktiva)
X4 : Market Value of Equity to Book Value of debt (nilai pasar modal dibagi dengan nilai buku hutang)
X5 : Sales to Total Assets (penjualan dibagi total aktiva)
Kelima rasio inilah yang akan digunakan dalam menganalisa laporan keuangan sebuah perusahaan untuk kemudian mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan.
Sales to Total Assets = �����
Hasil perhitungan nilai Z-Score bisa dijelaskan dengan tabel sebagai berikut:
Tabel 2.1 Interprestasi Nilai Z-Score
Sumber :Financial Analysis and Planning, (Cheng F. Lee 1984:99)
2.1.6 Analisis Diskriminan
Analisis diskriminan adalah salah satu teknik statistik yang biasa digunakan pada hubungan dependensi (hubungan antar variabel dimana sudah bisa dibedakan mana variabel respon dan mana variabel penjelas) (Ghozali, 2006 :289). Lebih spesifik lagi, analisis diskriminan digunakan pada kasus dimana variabel respon berupa data kualitatif (misalnya, laki-laki atau perempuan, bangkrut atau tidak bangkrut) dan variabel penjelas berupa data kuantitatif. Analisis diskriminan bertujuan untuk mengklasifikasikan suatu individu atau observasi ke dalam kelompok yang saling bebas dan menyeluruh berdasarkan sejumlah variabel penjelas. Analisis diskriminan mempunyai asumsi bahwa sejumlah variabel penjelas harus berdistribusi normal dan matriks kovarian kedua kelompok harus sama.
Nilai Z-Score INTERPRESTASI
Z > 2,99 Perusahaan tidak mengalami masalah dengan kondisi keuangan
2,7 < Z < 2,99 Perusahaan memiliki sedikit masalah dengan kondisi keuangan (meskipun tidak serius)
1,88 < Z < 2,69 Perusahaan akan mengalami permasalahan keuangan jika tidak melakukan perbaikan yang berarti dalam manajemen maupun struktur keuangan
Jika dianalogikan dengan regresi linier, maka analisis diskriminan merupakan kebalikannya. Pada regresi linier, variabel respon yang harus mengikuti distribusi normal dan homoskedastis, sedangkan variabel penjelas diasumsikan tetap, artinya variabel penjelas tidak disyaratkan mengikuti sebaran tertentu. Analisis diskriminan, variabel penjelasnya seperti sudah disebutkan di atas harus mengikuti distribusi normal dan homoskedastis, sedangkan variabel responnya tetap.
2.1.7 Penelitian Terdahulu
1. Luciana Spica Almilia dan Emanuel Kristijadi (2003)
Luciana Spica Almilia dan Emanuel Kristijadi telah melakukan penelitian tentang Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah profit
margin, rasio likuiditas, rasio efisiensi operasi, rasio profitabilitas, rasio
financial leverage, rasio posisi kas, rasio pertumbuhan. Pengujian dalam
penelitian dengan menggunakan regresi logit untuk mengetahui
kekuatan prediksi rasio keuangan terhadap penentuan financial distress
suatu perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa :
1. Rasio-rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi
financial distress suatu perusahaan.
2. Rasio keuangan yang paling dominan dalam menentukan financial
dibagi dengan penjualan (NI/S), rasio financial leverage yaitu hutang
lancar dibagi dengan total aktiva (CL/TA), rasio likuiditas yaitu aktiva
lancar dibagi dengan hutang lancar (CA/CL), rasio pertumbuhan yaitu
rasio pertumbuhan laba bersih dibagi dengan total aktiva (GROWTH
NI/TA).
2. Aprilianasari Pudjiono (2009)
Aprilianasari Pudjiono telah melakukan penelitian tentang Prediksi Corporate Financial Distress yang Terjadi Pada Perusahaan Go Public di Indonesia dengan Menggunakan Analisis Diskriminan Model altman (Z-Zcore). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah current ratio, quick ratio, working capital to total asset ratio, inventory turnover, working capital turnover, debt to equity ratio, debt ratio, long term debt to equity ratio, net profit margin, return on equity, return on assets, price earning ratio. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang tercatat di BEI periode 2006-2008. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis diskriminan.
3. Riesta Devi Kumalasari (2012)
Riesta Devi Kumalasari telah melakukan penelitian tentang Indikasi Financial Distress Berdasarkan Analisis Z-Score Altman Pada Perusahaan Tekstil yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Selama Tahun 2008-2010. Variabel yang digunakan adalah rasio-rasio yang ditetapkan oleh Altman. Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan tekstil yang terdaftar di BEI pada tahun 2008-2010. Pengujian dalam penelitian dengan menggunakan analisis diskriminan. Penelitian ini memberikan hasil bahwa variabel modal kerja terhadap total aktiva, EBIT terhadap total aktiva, nilai pasar modal terhadap nilai buku hutang, penjualan terhadap total aktiva berpengaruh positif yang signifikan untuk mengetahui indikasi pengelompokan perusahaan yang mengalami financial distress. Sedangkan variabel laba ditahan berpengaruh negatif atau berlawanan terhadap penentuan indikasi financial distress perusahaan tekstil. Variabel penjualan terhadap total aktiva merupakan variabel yang paling berpengaruh signifikan untuk mengetahui perusahaan yang mengalami financial distress.
4. Nico Tantra Hartoyo (2014)
Secara ringkas, hasil penelitian terdahulu disajikan dalam tabel 2.2. Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu Nama
Peneliti Judul
Variabel yang
rasio likuiditas, rasio efisiensi operasi, rasio profitabilitas, rasio financial leverage, paling dominan dalam menentukan financial
distress suatu
perusahaan adalah rasio profit margin yaitu laba bersih dibagi dengan penjualan (NI/S), rasio
financial leverage
yaitu hutang lancar dibagi dengan total aktiva (CL/TA), rasio likuiditas yaitu aktiva lancar dibagi dengan
hutang lancar (CA/CL), rasio
pertumbuhan yaitu rasio pertumbuhan laba bersih dibagi Distress yang Terjadi Pada Perusahaan Go
Public di to total asset ratio, inventory turnover,
working capital turnover, debt to equity ratio, debt ratio, long term debt to equity ratio, net profit margin, return on equity, return on assets, price earning ratio dianalisis, terpilih 3 rasio yang paling dominan dalam membedakan perilaku perusahaan yang mengalami financial
distress dan
nonfinancial distress
yaitu working capital
Nama
Peneliti Judul
Variabel yang Taxes to Total Assets,
Market Value of Equity to Book Value of debt , Sales to Total Assets
Analisis Diskriminan
Variabel modal kerja terhadap total aktiva, EBIT terhadap total aktiva, nilai pasar modal terhadap nilai buku hutang, penjualan terhadap
total aktiva
berpengaruh positif yang signifikan untuk mengetahui indikasi pengelompokan
perusahaan yang mengalami financial distress. Sedangkan variabel laba ditahan berpengaruh negatif terhadap penentuan indikasi financial distress. Variabel penjualan terhadap total aktiva merupakan variabel yang paling berpengaruh signifikan untuk mengetahui perusahaan yang mengalami financial distress. Taxes to Total Assets,
Market Value of Equity to Book Value of debt , Sales to Total Assets
Analisis Diskriminan
working capital/total
asset, retained
earning/total asset, EBIT/total asset,
market value
equity/book value of total liabilities, sales/total asset
berpengaruh positif yang signifikan terhadap kondisi perusahaan. Rasio
retained earning/total asset merupakan variabel yang paling berpengaruh signifikan
2.2 Kerangka Konseptual
BERBEDA
Working Capital to Total Asset
Sales to Toatal Asset Market Value of Equity to Book Value of Total Debt Earning Before Interest and
Tax to Total Asset Retained Earnings to Total
Assets
Working Capital to Total Asset
Retained Earnings to Total Assets
Earning Before Interest and Tax to Total Asset
Market Value of Equity to Book Value of Total Debt
Sales to Toatal Asset
Perusahaan yang mengalami
Financial Distress
Perusahaan yang tidak mengalami Financial Distress
Working Capital to Total Asset
Earning Before Interest and
Tax to Total Asset
Retained Earnings to Total Assets
Market Value of Equity
to Book Value of Total Debt
Sales to Total Asset
Financial Distress
Dari kerangka konseptual di atas dapat dijelaskan bahwa :
Rasio working capital to total assets menunjukkan potensi cadangan kas yang ada akibat selisih yang terjadi antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Semakin besar rasio ini maka semakin baik, karena modal kerja merupakan ukuran keamanan dari kepentingan kreditur jangka pendek dan juga sebagai dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Jadi, semakin besar rasio working capital to total assets menunjukkan semakin besar kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya sehingga semakin besar kemungkinan perusahaan terhindar dari financial distress. Sebaliknya, semakin kecil rasio working capital to total assets menunjukkan semakin rendah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya sehingga semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.
Rasio retained earnings to total assets menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba ditahan merupakan laba yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham. Dengan kata lain, laba ditahan menunjukkan berapa banyak pendapatan perusahaan yang tidak dibayarkan dalam bentuk deviden kepada para pemegang saham. Jadi, semakin besar rasio retained earnings to total assets maka semakin besar kemungkinan perusahaan terhindar dari financial distress. Sebaliknya, semakin kecil rasio retained earnings to total assets maka semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.
pembayaran bunga dan pajak. Jadi, semakin besar rasio earning before interest and tax to total assets maka semakin besar kemungkinan perusahaan terhindar dari financial distress. Sebaliknya, semakin kecil rasio earning before interest and tax to total assets maka semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.
Rasio market value equity to book value of debt menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap utangnya melalui modal sendiri. Jadi, semakin besar rasio market value equity to book value of debt maka semakin besar kemungkinan perusahaan terhindar dari financial distress. Sebaliknya, semakin kecil rasio market value equity to book value of debt maka semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.
2.3 Hipotesis
Hipotesis yang dapat ditarik pada penelitian ini adalah :
H1= Rasio-rasio keuangan yang terdiri dari working capital to total assets (X1), retained earnings to total assets (X2), earning before interest and tax to total assets (X3), market value of equity to book value of debt (X4), sales to total assets (X5) berpengaruh positif signifikan dalam membedakan kelompok financial distress dan nonfinancial distress. H2= Variabel working capital to total asset (X1) adalah variabel independen