• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN WISATA ALAM LA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN WISATA ALAM LA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN WISATA

ALAM LAUT (TWAL) TELUK KUPANG SECARA BERKELANJUTAN

I.A. Lochana Dewi., Marsema Kaka Mone dan Joy Surbekti

Abstract

Kupang Bay Marine Recreation Park (MRP) is one of marine conservation areas in East Nusa Tenggara Province. Considering its strategic location right in front of the City of Kupang, the root of issues currently threatenning the marine recreation park need to be identified as the basis for designing a collaborative management plan for the park. This study was aimed at analyzing the perception of the community at large concerning the current management of the park and to involve members of the community in a collaborative planning excercise. The study employed a mixed method methodology to collect and analyze both qualitative and quantitative data. Results of this study indicated only 20% of the respondents were aware of the designation of the bay as a marine recreation park, while the rest were not. However, most of the respondents were aware that their acrivities, such as garbage disposal, sand and gravel mining, mangrove clearing for fish pond construction, and fish bombing, were destructive to the park environment. The collaborative planning excercise recommended that the park be managed with a focus on developing an environmentally responsible tourisme purposes. For such purposes, 85 of those involved in the planing excercice agreed to involve stakeholders in the planning, implementation, and evaluation processes of the management plan. This stakeholder involvement was needed to assure that the resulting tourism development plan for Kupang Bay MRP was truly sustainable.

Keywords:

Kupang Bay Marine Recreation Park, perception, colaborative management, management planning excercise

Pendahuluan

TWAL Teluk Kupang merupakan salah satu kawasan pelestarian yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kawasan pelestarian ini mencakup areal perairan Teluk Kupang seluas 50.000 ha sebagaimana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 83/Kpts-II/1993 tertanggal 28 Januari 1993. TWAL Teluk Kupang mencakup hampir seluruh perairan teluk yang terletak tepat di depan Kota Kupang. Kota Kupang merupakan ibukota Provinsi NTT sehingga merupakan kota terbesar dengan berbagai pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan, dan pelayanan jasa di Provinsi NTT.

(2)

Kerusakan yang masih terus terjadi di kawasan TWAL Teluk Kupang tersebut mengancam keberlanjutan TWAL Teluk Kupang. Mengingat lokasi TWAL Teluk Kupang yang sangat strategis sebagai etalase pelestarian (karena terletak tepat di depan Kota Kupang) maka ancaman kerusakan tersebut perlu ditemukan akar permasalahannya guna menghasilkan suatu strategi pengelolaan yang dapat mengakomodasi kepentingan berbagai pihak pemangku. Mengacu pada kesenjangan antara implementasi penetapan kawasan dan fenomena kondisi kawasan pelestarian yang terus mengalami penurunan tingkat kelestariannya, maka diperlukan implementasi konsep pengembangan kawasan, khususnya untuk peruntukan pariwisata. Tujuan penelitian adalah mengkaji persepsi masyarakat tentang pengelolaan kawasan, dan perencanan pelibatan para pihak dalam pengembangan kawasan.

Metode Penelitian

Berdasarkan data hasil pemetaan, terdapat 38 desa pesisir yang berbatasan dengan kawasan TWAL Teluk Kupang (Gambar 1). Mengacu pada hasil pemetaan desa-desa pesisir, pada kegiatan penelitian ini dipilih 9 desa pesisir yang terdiri atas 7 desa pesisir di Kota Kupang dan 2 desa pesisir di Kabupaten Kupang. Pemilihan desa sampel mengacu pada pertimbangan persebaran wilayah di TWAL Teluk Kupang. Desa-desa pesisir yang dijadikan desa penelitian antara lain Desa Namosain di Kecamatan Alak, Oesapa, Pasir Panjang, Namosain, LLBK, Oeba dan Lasiana, Semau di Kecamatan Semau, Bolok di Kecamatan Kupang Barat, Nunkurus di Kecamatan Kupang Timur, Sulamu dan Bipolo di Kecamatan Sulamu (Kabupaten Kupang). Guna keperluan wawancara, masing-masing desa ditetapkan 30 responden yang dipilih secara acak.

(3)

Penelitian telah dilaksanakan dengan menggunakan dua metode yaitu metode deskriptif eksplorasi untuk perencanaan pariwisata dan metode model campuran (mixed model study)(Teddlie & Tashakkori 2003) untuk kajian kebijakan ekowisata yang akan dikembangkan sebagai salah satu kajian kebijakan pengelolaan kawasan. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode model campuran (mixed model study)(Teddlie & Tashakkori 2003). Penggunaan metode campuran tersebut dilakukan mengingat penelitian yang menggunakan paradigma kolaboratif ini terdiri atas komponen-komponen yang memerlukan penggabungan pendekatan kualitatif (QUAL) dan pendekatan kuantitatif (QUAN) pada berbagai tahap pelaksanaan penelitian. Penggabungan kedua pendekatan ini dilakukan secara berselang-seling (Tashakkori & Teddlie, 2003) disebut sequential mixed model design (Gambar 2).

PEMETAAN ISU-ISU KUNCI

(QUAL)

ANALISIS PEMANGKU KEPENTINGAN

(QUAL)

IDENTIFIKASI PEUBAH

(QUAN)

PENENTUAN PEUBAH MENENTUKAN

(QUAN) PERANCANGAN

MODEL PENGELOLAAN (QUAL)

Gambar 2. Rancangan Penelitain Sequential Mixed Model Design

Hasil dan Pembahasan Profil TWAL Teluk Kupang

(4)

(a) (b) (c) (d)

(e) (f) (g) (h)

Gambar 3. Profil Pesisir TWAL Teluk Kupang

Salah satu pulau yang berada di kawasan TWAL Teluk Kupang yang potensial dikembangkan sebagai daerah wisata adalah TWAL Teluk Kupang. Sebagaimana dengan ekosistem perairan pantai TWAL Teluk Kupang, ekosistem perairan Teluk Kupang juga terdiri atas pantai berpasir, terumbu karang, dan padang lamun. Namun selain ketiga tipe ekosistem perairan pantai TWAL Teluk Kupang tersebut, di perairan teluk Kupang juga terdapat ekosistem mangrove, yaitu di perairan pantai Pulau Timor dan perairan pantai Pulau Semau. Selain itu, di perairan Teluk Kupang juga terdapat ekosistem perairan pantai coral cays lain dan pulau kecil lainnya, yaitu P. Kambing, P. Pasir, dan P. Tabui yang berdekatan dengan P. Semau, serta P. Tikus yang berdekatan dengan Daratan Timor khususnya Kecamatan Sulamu.

Ekosistem pantai berpasir di beberapa bagian pantai Pulau Timor dan Pulau Semau, terdiri terutama atas pasir putih dengan tekstur dan warna yang berbeda dengan yang terdapat di TWAL Teluk Kupang. Pasir di pantai kedua pulau tersebut terlah bercampur dengan sedimen lumpur sehingga cenderung bertekstur lebih halus dan berwarna lebih gelap daripada pasir putih yang terdapat di perairan pantai TWAL Teluk Kupang (Gambar 4).

(a) (b) (c) (d)

(5)

Ekosistem mangrove di perairan Teluk Kupang terdapat di perairan pantai Pulau Timor di bagian Utara perairan teluk dan di pantai Pulau Semau di bagian Timur dan Selatan pulau tersebut. Hasil pengamatan BAPPEDA Provinsi NTT (2006) menunjukkan bahwa terdapat komposisi spesies yang berbeda antar beberapa lokasi pengamatan ekosistem mangrove. Pada lokasi pengamatan di Desa Bipolo, Kecamatan Sulamu, terdapat 11 spesies mangrove, di antaranya Avicennia alba dan Avicenia marina pada pinggiran pasang surut, Bruguiera gymnorhiza pada substrat lumpur berpasir, Bruguiera parviflora pada substrat lumpur berpasir dekat muara, Bruguiera hainessii pada kondisi substrat lumpur berpasir agak ke darat, Ceriops decandra pada substrat lumpur berpasir dekat areal pertambakan, Rhizophora apiculata pada substrat tanah berlumpur halus, Rhizophora mucronata pada substrat lumpur berpasir di pinggi muara, Sonneratia alba pada substrat lumpur berpasir, dan Xylocarpus rumphi dengan substrat berpasir dan berbatu, dan Xylocarpus granatum pada areal payau.

Karakteristik fisik perairan Teluk Kupang yang terkait dengan berbagai kegiatan pariwisata perairan adalah kecepatan arus, tinggi gelombang, kecerahan perairan, dan kedalaman perairan. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan, kecepatan arus perairan TWAL Teluk Kupang berkisar antara 0,2-0.8 meter/detik. Di samping kecepatan arus dan pola arah arus, tinggi gelombang sangat menentukan jenis atraksi wisata alam yang direkomendasikan di TWAL Teluk Kupang.

Perairan dengan tinggi gelombang yang relatif besar sangat sesuai untuk kegiatan berselancar, sedangkan perairan dengan tinggi gelombang relatif kecil sangat sesuai untuk kegiatan berenang, snorkling, dan bersampan. Kecerahan dan kedalaman perairan menentukan keberhasilan kegiatan pariwisata pantai, khususnya pada kegiatan snorkling dan berenang. Tingkat kecerahan perairan yang tinggi sangat diperlukan untuk kegiatan snorkling atau pengamatan biota akuatik di dasar perairan, sedangkan topografi dasar perairan yang relatif landai sangat cocok untuk kegiatan bersampan dan berenang.

Arahan Pengelolaan TWAL Teluk Kupang yang Telah Ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur

(6)

Mengacu pada dokumen Rencana Aksi Pengelolaan Provinsi NTT, khususnya untuk pengelolaan TWAL Teluk Kupang memiliki empat tujuan sebagai berikut:

1. Tujuan Ekologi: mewujudkan pelaksanaan upaya-upaya pengelolaan wilayah pesisir dan laut yang berwawasan lingkungan dan berkesinambungan.

2. Tujuan Ekonomi: menciptakan kegiatan ekonomi produktif di wilayah pesisir untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan masyarakat pesisir.

3. Tujuan Sosial Budaya: membuka akses terhadap informasi/pendidikan/ penyuluhan dan lainnya di wilayah pesisir untuk meningkatkan kualitas hidup nelayan dan masyarakat pesisir.

4. Tujuan Hukum dan Kelembagaan: menyediakan perangkat hukum dan aturan perundang-undangan daerah serta kelembagaan daerah dan masyarakat yang berfungsi dengan baik untuk mendukung terlaksananya pengelolaan wilayah pesisir secara lestari.

Arahan pengelolaan dalam dokumen Rencana Aksi Pengelolaan TWAL Teluk Kupang mengacu pada Rencana Zonasi TWAL Teluk Kupang. Mengacu pada dokumen Rencana Zonasi, TWAL Teluk Kupang terbagi atas empat zona. Mengacu pada Rencana Zonasi TWAL Teluk Kupang (Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2008), empat zona tersebut antara lain:

1. Zona Pemanfaatan Umum, meliputi subzona perikanan tangkap, budidaya perairan, pariwisata, kawasan industri, dan pemukiman.

2. Zona Konservasi, meliputi subzona taman wisata laut, hutan lindung, lokasi-lokasi bersejarah.

3. Zona Penggunaan Khusus, meliputi subzona fasilitas militer dan pelabuhan. 4. Zona Lorong (Alur), meliputi alur pelayaran dan alur migrasi hewan laut.

Empat dokumen hirarkis pengelolaan wilayah pesisir dan laut terpadu Provinsi Nusa Tenggara Timur, dapat dijadikan sebagai arahan pemilihan usaha dan/atau kegiatan pengelolaan sebagaimana yang termuat dalam rencana zonasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam implementasi rencana zonasi TWAL Teluk Kupang adalah sebagai berikut:

1. Zonasi yang telah tersusun belum sepenuhnya mengakomodasikan kondisi umum yang nyata di kawasan TWAL Teluk Kupang.

2. Perlu dilakukan uji coba zonasi untuk memberikan penyempurnaan zonasi yang telah dibuat dengan kondisi nyata di lapangan.

3. Zonasi bukanlah satu-satunya alat untuk mengatur pengelolaan TWAL Teluk Kupang secara berkelanjutan, sehingga diperlukan kegiatan secara terpadu untuk menentukan arahan pengelolaan yang memberikan keperpihakan pada para pemangku kepentingan. 4. Guna menjamin keberlanjutan pengelolaan TWAL Teluk Kupang yang berkelanjutan maka

keterlibatan para pemangku kepentingan pada satuan desa/kelurahan yang berbatasan langsung dengan kawasan perlu dipertimbangkan untuk menyusun rencana aksi berbasis masyarakat.

(7)

mempertimbangkan kondisi nyata di lapangan, diperlukan model pengelolaan TWAL Teluk Kupang yang partisipatif dan adaptif.

6. Model yang ditawarkan untuk maksud tersebut adalah Adaptive Collaborative

Management (ACM) atau pengelolaan bersama secara adaptif.

ACM merupakan satu model pengelolaan secara bersama di antara para pemangku kepentingan yang dikembangkan melalui metode partisipatif. Para pemangku kepentingan secara bersama-sama menemukenali keberadaan sumberdaya alam laut yang ada dan memahami berbagai peluang ketidakpastian yang akan terjadi berkenaan dengan upaya pemanfaatan wilayah tersebut. Dengan demikian, terjadi pertukaran informasi di anatara para pemangku kepentingan dan untuk selanjutnya menentukan beberapa kegiatan yang dapat menjawab ketidakpastian yang telah dirumuskan bersama. Kondisi tersebut diharapkan terus berlanjut pada implementasi kegiatan, mengawasi kegiatan dan mengevaluasi kegiatan, sedemikian sehingga kondisi ketidakpastian pada waktu berikutnya dapat diantisipasi melalui hasil evaluasi kegiatan sebelumnya.

Persepsi Masyarakat Tentang Pengelolaan TWAL Teluk Kupang

Pesisir merupakan salah satu wilayah relatif rawan konflik, bukan saja konflik kepentingan tetapi juga konflik pengelolaan secara lestari. Pesisir TWAL Teluk Kupang, adalah salah satu lokasi strategis yang berada di ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang kini perlu diperhatikan oleh berbagai pihak mengingat tumpang tindih kepentingan penggunaan lahan dan menurunnya kelestarian lingkungan telah nampak dan cenderung terus menurun. Kondisi ini sangat memprihatinkan mengingat Teluk Kupang adalah taman wisata alam laut di Provinsi NTT. Berbagai upaya pelestarian telah dilakukan dengan memodelkan pola pemanfaatan ruang wilayah pesisir danlaut TWAL Teluk Kupang dalam bentuk Rencana Zonasi Teluk Kupang, yang dilengkapi dengan dokumen Rencana Pengelolaan dan Rencana Aksi di wilayah tersebut.

Salah satu komunitas yang mendiami wilayah pesisir adalah masyarakat pesisir. Masyarakat, secara umum untuk memenuhi kebutuhan hidup, melakukan upaya pemeliharaan dan/atau pengambilan tanaman dan/atau hewan dari lingkungan di sekitar tempat hidupnya. Dengan kata lain, ketergantungan masyarakat pada lingkungan hidup cukup besar. Berbagai aktivitas pembangunan yang diinisiasi dan dilakukan oleh pemerintah juga memerlukan lingkungan hidup sebagai tempat dan juga sumber untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Areal sepadan pantai sering dikorbankan sebagai lokasi pertokoan dengan alasan untuk meningkatkan investasi di daerah pesisir. Tumpang tindih kepentingan selanjutnya sering menimbulkan rasa ketidak pedulian terhadap lingkungan.

(8)

telah dirancang sebelumnya. Kajian tentang pemahaman masyarakat terhadap TWAL Teluk Kupang merupakan komponen penting yang diperlukan untuk menjembatani implementasi berbagai peraturan yang telah dibuat melalui pendanaan yang cukup besar. Persepsi masyarakat perlu dihimpun guna mendapatkan informasi tentang pemahaman dan cara pandang masyarakat tentang kawasan dan berbagai upaya pelestarian lingkungan sedemikian sehingga masyarakat tidak selalu berada pada pihak yang dianggap perlu diberdayakan dan diberikan pengetahuan tambahan untuk melakukan upaya pelestarian lingkungan.

Hal pertama yang perlu dikaji adalah apakah masyarakat telah mengetahui bahwa perairan Teluk Kupang telah ditetapkan sebagai kawasan pelestarian alam dengan nama taman wisata alam laut. Pemikiran berikutnya yang perlu dibangun adalah pemahaman masyarakat tentang kawasan pelestarian. Pada era kepemimpinan sebelumnya, suatu kegiatan dan kebijakan umumnya dilakukan dengan mekanisme top down, sehingga masyarakat belum dipersiapkan dan kegiatan tersebut sangat jarang dikonsultasikan kepada masyarakat sebagai pelaku utama pengelolaan kawasan. Apabila keputusan pemilihan kebijakan pengelolaan telah ditetapkan, selanjutnya adalah melengkapi keputusan tersebut dengan program sosialisasi. Namun demikian, keberhasilan sosialisasi sangat bergantung pada metode, teknik dan pendanaan. Keterbatasan dana sering menjadi salah satu alsan sehingga sosialisasi tidak menjangkau semua lapisan masyarakat. Ketidaktahuan masyarakat tentang status suatu kawasan pelestarian merupakan salah satu pembelajaran untuk senantiasa melibatkan masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi suatu program kerja.

Berdasarkan hasil penelitian, 20% responden mengetahui (pernah mendengar) bahwa Teluk Kupang adalah kawasan taman wisata alam laut, sedangkan 80 % responden tidak mengetahui keberadaan TWAL Teluk Kupang. Hal ini adalah satu fenomena bahwa implementasi penetapan kawasan belum berhasil. Responden menyatakan bahwa informasi penetapan Teluk Kupang sebagai kawasan taman wisata alam laut berasal dari teman/keluarga/orang lain (37%), media massa (28%), pemerintah (25%), lembaga swadaya masyarakat (8%), mengikuti pelatihan (2%), dan gereja (2%). Menjadi catatan penting bagi pemerintah adalah banwa sebagian besar masyarakat yang berada di pesisir TWAL teluk Kupang tidak mengetahui status kawasan, dengan demikian mereka juga tidak mengetahui peruntukan kawasam.

(9)

analisis bahwa penangkapan ikan, budidaya rumput laut, dan penjualan hasil perikanan dilakukan di wilayah perairan, sedangkan tambak ikan, tambak garam dan budidaya kepiting di kembangkan di wilayah pesisir.

Masyarakat sebenarnya juga telah mengetahui bahwa terdapat beberapa kegiatan yang dapat merusak lingkungan diantaranya penambangan pasir dan krikil, penambangan karang sebagai sumber kapur, dan pemboman ikan. Lebih lanjut 65% responden menyatakan bahwa kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan tersebut memberikan dampak negatif pada kelestarian sumberdaya, sedangkan 10% responden menyatakan bahwa kegiatan tersebut sedikit berdampak negatif pada lingkungan, sedangkan 25% responden menyatakan tidak tahu.

Salah satu parameter yang diamati tentang menurunnya kualitas lingkungan akibat dari kegiatan pemanfaatan tidak ramah lingkungan, berdasarkan pengalaman masyarakat diantaranya jarak daerah penangkapan semakin jauh, kekeruhan perairan terlebih pada saat musim hujan, rusaknya terumbu karang di sepanjang pantai di Kota Kupang, dan hilangnya beberapa jenis ikan yang awalnya dapat dengan mudah dijumpai di wilayah pantai. Fenomena tersebut telah mulai nampak dengan kondisi perairan TWAL Teluk Kupang yang mulai mengalami penurunan daya dukung dibeberapa tempat sebesar 70,36%, bahkan mengalami rusak parah sebesar 15,42%, dan masih dalam kondisi baik atau relatif sama dengan 10 tahun lalu adalah 14,23%. Kenyataan yang ada adalah TWAL Teluk Kupang telah mengalami kerusakan. Dengan demikian, masyarakat sebenarnya telah menyadari bahwa kelestarian lingkungan TWAL Teluk Kupang telah mengalami penurunan. Langkah selanjutnya adalah bersama-sama dengan masyarakat melakukan diskusi untuk menemukenali peramsalahan yang ada dan modal sosial yang tersedia untuk selanjutnya menentukan pilihan pengelolaan untuk mengatasi penurunan daya dukung lingkungan tersebut.

Gambar 5. Kegiatan Pemanfaatan TWAL Teluk Kupang yang Berpeluang merusak

Lingkungan

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00

(10)

Sebagai pihak yang memiliki ketergantungan dengan wilayah pesisir yang cukup tinggi, masyarakat pesisir mengetahui beberapa kegiatan yang merusak sumberdaya dan lingkungan. Keterbukaan laut sebagai modal bersama menjadikan salah satu alasan untuk memanfaatkan bersama dan melakukan kegiatan bersama. Pada kondisi seperti ini, ketika terdapat sekelompok orang yang melakukan kegiatan pemanfaatan yang tidak ramah lingkungan, menjadi hal yang dibiarkan terjadi karena mereka merasa tidak memiliki hak terhadap salah satu bahkan keseluruhan wilayah perairan Teluk Kupang.

Pertimbangan penetapan Teluk Kupang sebagai kawasan taman wisata alam laut adalah untuk menjaga kelestarian lingkungan sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya. Berkenaan dengan tujuan perlindungan kawasan maka zonasi perairan telah dilakukan untuk memberikan arahan peruntukan wilayah berdasarkan kondisi perairan Teluk Kupang saat ini. Pengalaman implementasi penetapan kawasan sebagai taman wisata alam laut perlu dijadikan pertimbangan untuk implementasi pengelolaan wilayah TWAL Teluk Kupang secara terpadu dan berkelanjutan.

Menyikapi kerusakan lingkungan yang mulai terlihat hingga pada taraf yang memprihatinkan di beberapa wilayah TWAL Teluk Kupang, masyarakat memiliki pemikiran untuk memperbaiki lingkungan yang telah mulai mengindikasikan kerusakan hingga menjaga kelestarian sumberdaya di wilayah yang masih baik. Berdasarkan hasil analisis terhadap penbgetahuan masyarakat terhadap beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengembalikan kelestarian lingkungan kawasan TWAL Teluk Kupang. Beberapa usaha yang dipikirkan oleh masyarakat untuk mengatasi penurunan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan diantaranya penanaman kembali bakau, rehabilitasi terumbu karang, pengelolaan partisipatif, penerapan aturan hukum dan sangsi yang jelas dan tegas, sosialisasi dan dukungan dari pemerintah untuk usaha-usaha perbaikan kualitas lingkungan, dan pembentukan daerah perlindungan laut (DPL).

Masyarakat telah memahami bahwa upaya pelestarian lingkungan terbagi atas tiga aspek diantaranya teknologi, mekanisme pelaksanaan kegiatan dan ketersediaan dana. Teknologi pelestarian lingkungan yang diketahui oleh masyarakat adalah penanaman bakau, rehabilitasi karang, pemanfaatan yang ramah lingkungan, pembuatan brojong batu, dan normalisasi sungai. Mekanisme pelaksanaan kegiatan yang telah dipikirkan atau telah diketahui oleh masyarakat adalah penerapan aturan dan sanksi hukum, sosialisasi untuk penyadaran masyarakat, kerjasama antara masyarakat dan pemerintah, dan pembentukan lembaga adat. Dukungan dana merupakan salah satu penentu kegiatan, masyarakat memahami kondisi tersebut dengan memikirkan adanya bantuan dari pemerintah sebagai penyandang dana dan mediator, dan perluasan wilayah daerah perlindungan laut.

(11)

Berdasarkan hasil analisis, masyarakat memiliki pemahaman terhadap kawasan TWAL Teluk Kupang sebagai sumber penghidupan, masayarakat juga mengetahui adanya kegiatan yang mengancam kelestarian lingkungan yang pada akhirnya mengancam kehidupan mereka, serta masyarakat juga mengetahui ada berbagai cara untuk mengembalikan kelestarian lingkungan. Satu upaya yang perlu dilakukan adalah menjembatani dan mencari akar permasalahan utama sedemikian sehingga sinkronisasi arahan pengelolaan dapat dilakukan. Strategi untuk memperkecil kesenjangan tersebut adalah pengembangan model ACM dalam pengelolaan TWAL Teluk Kupang secara berkelanjutan.

Rencana Pelibatan Para Pihak dalam Pengelolaan Kawasan untuk Ekowisata

Penyelenggaraan pariwisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian semberdaya alam dan lingkungan membutuhkan keterpaduan kegiatan para pemangku kepentingan (stakeholders). Permasalahan umum yang sering terjadi pada pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah adanya paradigma pembagian wilayah berdasarkan batas-batas administratif, yang sering tidak sama dengan keberadaan lingkungan dan ekosistemnya. Fenomena tersebut memberikan dampak lanjutan berupa pengelolaan lingkungan yang tidak holistik, sehingga kerusakan lingkungan sering terjadi sebagai dampak akhir kegiatan pengelolaan lingkungan yang relatif kurang terpadu tersebut. Kondisi yang sama juga terjadi pada pengelolaan kawasan TWAL teluk Kupang yang secara administratif berbatasan dengan Kabupaten Kupang dan Kota Kupang. Hal serupa juga terjadi pada pengelolaan kawasan TWAL Teluk Kupang. Kawasan TWAL Teluk Kupang, secara administratif berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kupang dan Kota Kupang.

Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan bagi para stakeholder seyogyanya tidak didasarkan pada batas-batas administratif, melainkan berdasarkan kenyataan bahwa sumberdaya alam dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara bagian hulu dan bagian hilir. Pendekatan pengelolaan yang dapat digunakan adalah pengelolaan wilayah secara terpadu dan terintegrasi. Pendekatan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara terpadu dan terintegrasi, salah satunya adalah memahami kewenangan pusat, provinsi, kabupaten dan kota berdasarkan kewenangan yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

(12)

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka seyogyanya konflik kepentingan dan pembagian kewenangan pengelolaan TWAL Teluk Kupang dapat dikendalikan sedemikian sehingga pengelolaan berbasis sektoral dapat bergeser menjadi pengelolaan terpadu multi sektor. Kebijakan yang sama juga dapat digunakan untuk mengelola TWAL Teluk Kupang sebagai bagian dari kawasan TWAL Teluk Kupang. Guna menghindari konflik kepentingan pada pengelolaan wilayah TWAL Teluk Kupang, maka rencana pengembangan partisipasi

stakeholders merupakan komponen perencanaan pariwisata di TWAL Teluk Kupang dalam

upaya pengelolaan sumberdaya perairan secara berkelanjutan.

Rencana pengembangan partisipasi stakeholders adalah salah satu upaya untuk merumuskan pembagian program kerja pada penyelenggaraan pariwisata di TWAL Teluk Kupang berdasarkan tugas, kewenangan, dan fungsi stakeholders yang terkait. Rencana pengembangan partisipasi stakeholders dilakukan dengan pertimbangan bahwa perencanaan pariwisata harus dilakukan secara terpadu dan holistik. Dengan demikian, seluruh stakeholder

dapat berkonstribusi langsung dan memiliki keuntungan secara bersama-sama dengan tetap menjaga keberlanjutan pariwisata dan kelestarian sumberdaya alam di TWAL Teluk Kupang.

Pariwisata yang dikembangkan di TWAL Teluk Kupang adalah pariwisata terpadu. Pariwisata terpadu adalah bentuk penyelenggaraan pariwisata yang memberikan peluang untuk secara bersama-sama dikembangkan dengan sektor pembangunan lainnya, menggunakan berbagai sarana penunjang yang ada di sekitar TWAL Teluk Kupang, dan pengembangan paket wisata dengan kawasan wisata yang ada di sekitarnya. Upaya pengelolaan kawasan untuk pariwisata memerlukan suatu strategi untuk memandu pengembangan dan pengelolaan ekowisata, memastikan bahwa kawasan yang dikelola untuk pariwisata tidak dirusak oleh wisatawan, menetapkan mekanisme penyediaan lapangan pekerjaan dan keuntungan bagi kawasan dan masyarakat, dan menciptakan peluang untuk pendidikan lingkungan bagi pengunjung. Strategi yang ditawarkan pada perencanaan antara lain menilai situasi saat ini, menentukan tingkat kunjungan, dan penyusunan rencana pengembangan pariwisata.

Terkait dengan perencanaan pariwisata di TWAL Teluk Kupang, penilaian terhadap kondisi TWAL Teluk Kupang telah dilakukan dengan menggunakan standar kriteria analisis daerah operasi (Departemen Kehutanan 2002), dan tingkat kunjungan juga telah dilakukan dengan menggunakan analisis daya dukung. Tahap selanjutnya adalah penyusunan dokumen rencana penyelenggaraan pariwisata. Penyusunan dokumen rencana tersebut memerlukan keterpaduan untuk memandang satu konsep kegiatan ekowisata yang akan dikembangkan di TWAL Teluk Kupang oleh semua stakeholder yang terkait. Guna mewujudkan kesamaan visi dan misi tersebut maka identifikasi stakeholders perlu dilakukan.

(13)

pengelolaan kawasan yang sangat luas dan melibatkan dua daerah administratif sering menimbulkan kompleksitas pengelolaan kawasa.

Mengingat kompleksitas pengelolaan suatu kawasan pelestarian alam laut, maka padu serasi di antara para stakeholders yang terlibat perlu dilakukan sebelum menyusun dokumen rencana aksi pariwisata di TWAL Teluk Kupang. Kompleksitas pengelolaan dimaksud adalah adanya beberapa sektor pembangunan yang dapat dilakukan secara terpadu di kawasan TWAL Teluk Kupang, yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada penyelenggaraan pariwisata di TWAL Teluk Kupang. Dokumen rencana aksi pariwisata di TWAL Teluk Kupang merupakan dokumen rencana detail penataan ruang dan program pengembangan sumberdaya manusia yang disusun berdasarkan kesepakatan seluruh stakeholder yang terlibat.

Penutup

Arahan pengelolaan TWAL Teluk Kupang secara berkelanjutan telah menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Beberapa dokumen perencanaan dan produk hukum yang mengatur pengelolaan TWAL Teluk Kupang telah disediakan oleh Pemerintah Provinsi NTT dengan mengacu pada arahan pengelolaan secara umum yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Namun demikian, masih diperlukan upaya penyelarasan antara dokumen perencanaan dengan pola hidup para pemangku kepentingan di wilayah masing-masing yang berbatasan dengan TWAL Teluk Kupang.

Berdasarkan kenyataan bahwa kerusakan lingkungan justeru masih terjadi dan relatif mengalami peningkatan kejadian pada saat telah disusunnya dokumen rencana pengelolaan wilayah pesisir dan laut di Provinsi NTT. Asumsi sementara adalah belum terbangunnya pemahaman yang sama tentang keberadaan dan pentingnya kelestarian TWAL Teluk Kupang untuk memenuhi kebutuhan hidup pada masa mendatang. Guna lebih menjamin efektivitas dan efisiensi implementasi rencana pengelolaan tersebut maka pengembangan satu model pengelolaan yang melibatkan para pemangku kepentingan sangat diperlukan. Salah satu model yang dicoba akan dikembangkan adalah Adaptive Collaborative Management (ACM) atau pengelolaan bersama secara adaptif.

Ucapan Terima Kasih

(14)

DAFTAR PUSTAKA

BAPPEDA Provinsi NTT 2003. Integrated Coastal Zone Management. Laporan Capaian Hasil Kegiatan Marine Coastal and Resourses Management. Kupang.

BAPPEDA Provinsi NTT 2006. Dokumen Rencana Zonasi Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kupang.

Chevalier, J. 2001. Stakeholder Analysis and Natural Resource Management. Charleton University. Ottawa. Sumber: http://bebasbanjir2025.wordpress.com/

04-konsep-konsep-dasar/stakeholder-analysis/. Last update June 2001. Didownload pada Hari Sabtu, 28 Maret

2009.

Departemen Kehutanan 1993. Pengelolaan Taman Wisata Alam Laut Teluk Kupang, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Kupang.

Iskandar, J., 2001, Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove, Makalah disampaikan dalam Pelatihan Peran Masyarakat Dalam Pengelolaan Lingkungan Hutan Mangrove, 29-30 Agustus, Lampung.

Kemper, E.A., S. Stringfield, & C. Teddlie 2003. Mixed Methods Sampling Strategies in Social Science Research. In: Handbook of Mixed Methods in Social & Behavioral Research. Pp. 273-296. A. Tashakkori & C. Teddlie (eds.). SAGE Publications: Thousand Oaks, London, New York.

Mudita, I W., & R.L. Natonis 2008. Community Management of Plant Biosecurity in Australia and Indonesia, Kupang Site. Collaboration between Charles Darwin University, University of Mahasaraswati, and Nusa Cendana University under Prof. Ian Falk as Team Leader. Sponsored by CRCNPB (on-going project).

Onwuegbuzie, A.J., & C. Teddlie 2003. A Framework for Analyzing Data in Mixed Method Research. In: Handbook of Mixed Methods in Social & Behavioral Research. Pp. 351-384. A. Tashakkori & C. Teddlie (eds.). SAGE Publications: Thousand Oaks, London, New York.

Tashakkorie, A., & C. Teddlie 2003. The Past and Future of Mixed Methods Research : From Data Triangulation to Mixed Model Designs. In: Handbook of Mixed Methods in Social & Behavioral Research. Pp. 671-702. A. Tashakkori & C. Teddlie (eds.). SAGE Publications: Thousand Oaks, London, New York.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125.

Gambar

Gambar 2. Rancangan Penelitain Sequential Mixed Model Design
Gambar 3. Profil Pesisir TWAL Teluk Kupang
Gambar 5. Kegiatan Pemanfaatan TWAL Teluk Kupang yang Berpeluang merusak Lingkungan

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu sikap yang mencerminkan nasionalisme dalam pembangunan di bidang ekonomi adalah .... mendukung terbentuknya sistem ekonomi pasar

Menurut Hwang dalam Kundharu dan Slamet (2014: 210) menyatakan bahwa peng- gunaan media yang menyediakan kontek au- tentik lebih bermanfaat dalam meningkatkan kompetensi

Bilangan yang tepat untuk mengisi titik-titik di atas adalah.. Di dalam keranjang ada 11 buah mangga dan 6

Oleh karena itu pentingnya sebuah perusahaan melaksanakan program CSR dengan semestinya, agar perusahaan tidak sekedar memahami tanggung jawabnya terhadap masyarakat

Dalam memperoleh data motivasi belajar siswa, peneliti melakukan wawancara dan menyebarkan angket secara online. Ketika belum di adakannya kegiatan shalat dhuha

Fan , “Equivalence of weak convergence and endograph metric convergence for fuzzy number spaces”, Fuzzy logic, soft computing and computational intelligence, 11th international

Setelah diketahui hubungan kedekatan antar fasilitas, selanjutnya dilakukan perancangan tata letak fasilitas menggunakan metode BLOCPLAN yang menghasilkan lima usulan alternatif

Pengaruh yang positif bagi Pekon Kuala Stabas ini diantaranya sejak adanya destinasi wisata di Pekon ini membuat nama Kampung yang berada di Tengah- tengah