• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas Ekolinguistik dan Budaya dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tugas Ekolinguistik dan Budaya dan "

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Ekolinguistik dan Kebudayaan

I. Pendahuluan

Kajian interdisipliner yang mengkaitkan ekologi dan linguistik diawali pada tahun 1970an ketika Einar Haugen (1972) menciptakan paradigma “ekologi bahasa”. Dalam pandangan Haugen, ekologi bahasa adalah kajian tentang interaksi bahasa dan lingkungannya. Dalam konteks ini, Haugen menggunakan konsep lingkungan bahasa secara metaforis, yakni lingkungan dipahami sebagai masyarakat pengguna bahasa, sebagai salah satu kode bahasa. Bahasa berada hanya dalam pikiran penuturnya, dan oleh karenanya bahasa hanya berfungsi apabila digunakan untuk menghubungkan antar penutur, dan menghubungkan penutur dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial ataupun lingkungan alam. Dengan demikian, ekologi bahasa ditentukan oleh orang-orang yang mempelajari, menggunakan, dan menyampaikan bahasa tersebut kepada orang lain (Haugen, 2001:57).

(2)

II. Ekolinguistik dan Kebudayaan

Secara etimologi, kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta “budhayah” (merupakan bentuk jamak dari kata “budhi”) yang memiliki pengertian budi, akal, atau hal yang berkaitan dengan akal. Adapun kata budaya merupakan bentuk jamak dari kata “budi-daya”, yaitu daya dari budi yang berupa cipta, rasa, dan karsa. Maka, hasil dari cipta, rasa, dan karsa tersebut diistilahkan dengan “kebudayaan”. (Koentjaraningrat, 2009: 146).

Secara terminologi, menurut Koentjaraningrat pengertian kebudayaan adalah "keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar". Koentjaraningrat (2009: 164) mengemukakan bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal yaitu bahasa, kesenian, sistem religi, sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, dan sistem ilmu pengetahuan.

Bahasa merupakan unsur pertama dan utama dari suatu kebudayaan. Lebih jauh, bahasa dapat pula dikatakan sebagai bentuk budaya manusia. Silverstein (dalam Duranti, 1997:7) mengungkapkan bahwa kemungkinan gambaran-gambaran kebudayaan (masyarakat tertentu) tergantung pada sejauh mana bahasa masyarakat tersebut memungkinkan penuturnya mengujarkan apa yang dilakukan oleh kata dalam kehidupan sehari-hari. Para ahli antropologi yang mempunyai perhatian terhadap ihwal bahasa, seperti Boas, Malinowski, dan yang lain, berpendapat bahwa penafsiran bentuk, nilai, dan peristiwa budaya dilakukan dengan cermat melalui bahasa. Tanpa bahasa tidak akan ada peristiwa budaya yang dapat dilaporkan.

Sehubungan dengan itu, Duranti (1997) mengatakan bahwa kebudayaan juga dipandang sebagai sesuatu yang dipelajari, dipindahkan, dan diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya melalui tindakan manusia; keseringannya dalam bentuk interaksi langsung, dan tentu saja, melalui komunikasi linguistik. Dalam pemerolehan bahasa, alam dan budaya berinteraksi sedemikian rupa untuk menghasilkan kekhasan bahasa-bahasa manusia.

(3)

Sapir-Whorf menyatakan, “Jalan pikiran dan kebudayaan suatu masyarakat ditentukan atau dipengaruhi oleh struktur bahasanya”. Sapir menekankan bahwa interelasi bahasa dan lingkungan secara khusus tercermin dalam level kosakata. Hal ini membuktikan bahwa kosakata merupakan refleksi yang paling jelas terlihat dari hubungan lingkungan fisik, lingkungan sosial, dan penutur bahasa tersebut. Disamping itu, Piaget menyebutkan bahwa budaya (pikiran) akan membentuk bahasa seseorang (dalam Chaer, 2003). Bahasa sering dianggap sebagai produk sosial atau produk budaya, bahkan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan itu. Bahasa itu dalam suatu masa tertentu mewadahi apa yang terjadi dalam masyarakat, tergantung kultur daerah yang bersangkutan.

Seperti yang dikemukakan oleh Bang dan Door yang dikutip dan diterjemahkan oleh Steffensen (2007:24) berikut ini.

“There is always an anonymous third party present when we use language. The anonymous third expresses the cultural dan social order that has pre-organized the language use to a certain degree. This means that the child learning a language is forced to consider the anonymous third. Often we do not reflect on these matters, because it is so tempting to believe that our inner speech in a conversation with ourselves and no-one else. We are tempted to believe that we are in a ‘free’ conversation. But even the so-called monological situation contains a number of subjects”

Kutipan di atas menjelaskan bahwa ketika kita menggunakan bahasa, selalu ada pihak ketiga anonim yang hadir. Pihak ketiga tersebut menyatakan perintah sosial budaya yang sebelumnya mengatur penggunaan bahasa kita. Dengan kata lain, bentuk bahasa yang kita gunakan dipengaruhi oleh konstituen sosial budaya, namun hal ini sering tidak kita sadari.

Dalam praksis sosial setiap individu berada dalam tiga dimensi saling berhubungan, yakni dimensi ideologis, sosiologis, dan biologis. Ketiga dimensi tersebut memiliki interrelasi dengan Bahasa. Bahasa mempengaruhi dan pada saat yang bersamaan dipengaruhi oleh praksis sosial. Hubungan dialektika antara bahasa dan praktek sosial ini telah melahirkan kajian ekolinguistik dialektikal, yang dikembangkan oleh Bang dan Door (1993).

(4)

Perubahan lingkungan berdampak pada perubahan bahasa. Di sisi lain, perilaku masyarakat terhadap lingkungannya dipengaruhi oleh bahasa yang mereka gunakan. *Praksis dipahami sebagai tindakan reflektif, yaitu praktek yang diinformasikan oleh refleksi teoretis;

atau sebaliknya, refleksi teoretis yang diinformasikan oleh praktek.

Leksikon-leksikon Ekolinguistik Kebudayaan dalam Masyarakat Ulakan

Kecamatan Ulakan Tapakis merupakan satu dari tujuh belas kecamatan yang

terdapat di Kabupaten Padang Pariaman, terletak di pantai barat Pulau Sumatera dengan

panjang garis pantai 7,5 km. Letaknya yang srategis menjadikan daerah ini sebagai jalur

perlintasan bagi orang yang akan menuju Kota Pariaman. Nagari Ulakan mempunyai

luas wilayah 4.150 Ha yang terdiri dari tanah persawahan, sawah tadah hujan/ladang,

perkebunan rakyat, perumahan dan prasarana sosial, jalan dan lain-lain.

Masyarakat Ulakan banyak memiliki budaya dan tradisi yang khas

dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Sumatra Barat. Keunikan tersebut dapat

dilihat dari adat istiadat yang berlaku, salah satunya tradisi perkawinan, dan tradisi

kegotongroyongan. Tradisi kegotongroyongan sangat kental dalam budaya masyarakat

Ulakan, terutama dalam memikul beban berat seperti membangun rumah, dan pesta

pernikahan masih bertahan hingga sekarang.

Dari berbagai tradisi unik yang berkembang di Ulakan tersebut, ada beberapa

leksikon yang hingga saat ini masih bertahan, antara lain:

1. m(a)uluk

(5)

2. basapa

Tradisi basapa adalah kegiatan ziarah ke Makam Syekh Burhanuddin. Kegiatan basapa ini dilakukan masyarakat sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih terhadap Syekh Burhanuddin atas jasanya mengembangkan ajaran Islam di Minangkabau. Orang-orang dari daerah darek (bukittinggi, batusangkar, payakumbuh) banyak berdatangan untuk melakukan ziarah, dan sumbayang ampek puluah. Keramaian ini dimanfaatkan oleh para pedagang dari berbagai daerah untuk menawarkan barang-barang dagangan mereka. tradisi basapa ini dilakukan pada bulan sapa (bulan safar pada kalender hijriyah), tradisi ini terdiri dari dua sesi yang disebut dengan sapa gadang dan sapa ketek. Sapa gadang jatuh pada hari rabu minggu kedua bulan sapa, sedangkan sapa ketek seminggu setelah sapa gadang.

3. balimau

Tradisi balimau dianggap masyarakat sebagai cara mensucikan diri sebelum melakukan puasa Ramadhan. Ritualnya dilakukan saat mandi dengan menggunakan limau yang telah dibuat. Limau merupakan air yang telah diberi irisan jeruk nipis, daun pandan, dan berbagai macam bunga yang berbau wangi.

4. makan bajamba

Makan bajamba adalah tradisi makan dengan cara makan bersama di surau (biasanya di halaman depan), pada hari besar islam, atau upacara adat. Makanan dihidangkan dalam bentuk jamba yang dimasak dan disajikan oleh ibu-ibu dari tiap-tiap rumah yang ada di kampung tersebut.

5. batagak kudo-kudo

Batagak kudo-kudo merupakan salah satu rangkaian panjang dari tradisi membangun rumah, dilakukan saat sebuah rumah baru akan dipasang kuda-kuda (atap). Acara ini mirip dengan ‘baralek’ dengan mengundang orang kampung dan sanak famili. Kado yang biasanya dibawakan oleh tamu undangan adalah seng atau atap untuk rumah. 6. badikie

Tradisi badikie ini merupakan ritual berzikir dan berdoa yang dilakukan dengan irama

tertentu (seperti berdendang). badikie dilakukan oleh beberapa orang secara bersama,

yang disebut dengan orang siak. Badikie bagi sebagian tetua disebut dengan bakayaik.

(6)

7. julo-julo umah

Julo-julo umah merupakan arisan jasa pembangunan rumah. Bagi anggota arisan yang sedang membangun rumah, akan dibantu pengerjaannya oleh seluruh anggota arisan yang lain. Selain julo-julo umah juga terdapat tradisi julo-julo simin, julo-julo ka sawah dan julo-julo ameh yang dikocok setiap habis panen padi.

8. malamang

Malamang merupakan suatu tradisi memasak lemang. Namun pada prakteknya tidak hanya lemang yang saja yang dimasak, juga masakan-masakan lain dengan bahan baku ikan laut yang berukuran bersar, ayam yang dimasak tanpa dipotong-potong dan makan penutup (induak kopi). Tradisi ini biasanya dilakukan di saat hari-hari tertentu, seperti hari besar keagamaan (menyambut Ramadhan, merayakan Maulid Nabi atau memperingati hari kematian (mangaji 3, 7, 14, 40, 100 hari).

9. induak kopi

induak kopi ini adalah makanan penutup yang terdiri dari buah-buahan, agar-agar, kue bolu, kue basah, dan kue-kue kering lainnya. berbagai macam makanan ini disajikan dalam piring. kemudian piring-piring yang telah diisi tersebut disusun sedemikian rupa, pada posisi paling atas diletakkan kue bolu dengan berbagai macam bentuk.

10. jamba

Jamba merupakan hidangan aneka masakan yang terdiri nasi dan lauknya. Masing-masing masakan disajikan dalam piring, kemudian disusun dan sedemikian rupa, hingga setinggi 1 meter atau lebih. Biasanya menu paling spesial diletakkan paling atas dan dihias sedemikian rupa.

11. juadah

Juadah terdiri dari beberapa makanan tradisonal seperti wajik, aluo, kanji, jalabio, kipang, kue sanko, ladu dan kareh-kareh. Makanan-makanan tersebut disusun sedemikian rupa sehingga menjadi membentuk anjungan makanan, urutannya tidak boleh sembarang, harus seperti yang telah ditentukan.

12. uang hilang

(7)

dikembalikan kepada pihak perempuan. Biasanya uang ini digunakan oleh pihak keluarga laki-laki untuk biaya dapur dan biaya pesta.

13. uang japuik

uang japuik adalah pemberian dari keluarga pihak perempuan kepada pihak laki-laki yang diberikan pihak perempuan pada saat acara manjapuik marapulai dan akan dikembalikan lagi pada saat mengunjungi mertua pada pertama kalinya (acara manjalang). Uang Japuik ini sebagai tanda penghargaan kepada masing-masing pihak. 14. badantam

Badantam merupakan tradisi dalam sebuah prosesi perkawinan, dimana tujuannya adalah untuk mengumpulkan dana terutama untuk pihak perempuan. Badantam adalah salah satu bentuk arisan berupa uang, di saat malam bandantam semua anggota persatuan wajib menyetorkan uang minimal sejumlah iuran wajib. Namun biasanya masing-masing anggota, apalagi pihak keluarga berlomba untuk memberi lebih banyak, karena setiap setoran diumumkan oleh ketua memakai mikrofon. Ketua mempunyai cara tersendiri dalam memancing setiap orang untuk mendapatkan lebih banyak uang yang terkumpul.

15. malapeh nieik

Malapeh nieik merupakan tradisi membayar nazar. Misalnya seseorang yang sedang diberi cobaan anak sakit, dia baniaik jika anaknya sembuh akan berziarah ke tampeik (makan Syeh Burhanuddin) . Maka ketika anaknya sembuh, ia wajib malapeh nieik untuk kesembuhan anaknya.

16. mamakiah

Tradisi mengumpulkan beras dari rumah ke rumah buat bekal belajar agama di surau bersama tuangku. Santri yang sedang menuntut ilmu ilmu ini disebut pakiah.

17. mancaliak bulan

tradisi mancaliak bulan dilakukan sebelum memulai puasa Ramadhan. Masyarakat bersama-sama melihat hilal di pantai, jika belum terlihat dengan mata kepalanya sendiri, maka mereka belum akan mulai berpuasa.

18. mancayi mangga

(8)

Penamaan bulan dalam budaya masyarakat Ulakan juga terdapat keunikan, yaitu bulan carai, bulan sambareh, bulan lamang, bulan puaso, bulan rayo, bulan adiak rayo, bulan aji, bulan sura, bulan sapa, bulan m(a)uluk (3 bulan).

III. Penutup

Penggunaan dan perkembangan bahasa dipengaruhi oleh faktor lingkungan (ekologi) dan budaya. Bahasa dan budaya merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan saling mempengaruhi. Budaya akan membentuk bahasa seseorang, bahasa merupakan produk suatu budaya. Bahasa itu dalam suatu waktu tertentu mewadahi apa yang terjadi dalam masyarakat, dengan kata lain budaya direkam dan diwariskan melalui bahasa, baik secara lisan maupun tulisan.

Dalam praksis sosial setiap individu berada dalam tiga dimensi saling berhubungan, yakni dimensi ideologis, sosiologis, dan biologis. Ketiga dimensi tersebut memiliki interrelasi dengan Bahasa. Bahasa mempengaruhi dan pada saat yang bersamaan dipengaruhi oleh praksis sosial.

Di daerah Ulakan ada beberapa leksikon ekolinguistik yang berhubungan dengan kebudayaan yang masih bertahan hingga saat ini, seperti m(a)uluk, basapa, balimau, makan bajamba, batagak kudo-kudo, badikie, julo-julo umah, malamang, induak kopi, jamba, juadah, uang ilang, uang japuik, badantam, malapeh nieik, mamakiah, mancaliak bulan, mancayi mangga.

DAFTAR PUSTAKA

Bang, J.Chr. dan Door, J. 1993. Eco-Linguistics: A Framework. diakses lewat www.jcbang.dk/main/ecolinguistics/Ecoling_AFramework1993.pdf

Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik, Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.

Duranti, A. 1997. Linguistic Anthropology. Cambridge: Cambridge University Press.

Halliday, M.A.K. 2001. “New Ways of Meaning: The Challenge to Applied Linguistics”. Dalam Fill, A. dan Muhlhausler, P. The Ecolinguistics Reader: Language, Ecology, and Environment. London: Continuum

(9)

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Atropologi Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Referensi

Dokumen terkait

Berbeda dengan ideologi Pendidikan di Terakoya dan Rangaku Jepang, yang berorientasi pada kegiatan untuk mencerdaskan masyarakat dan pembangunan negara, serta

Pada pemrolehan bahasa dalam bidang semantik meliputi, Universal dalam pemerolehan bahasa dan proses pemerolehan bahasa. Pada penelitian ini peneliti membahas

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk memperoleh, mengolah dan menginterpretasikan informasi yang diperoleh dari para responden yang

Subjek uji coba produk untuk implementasi perpustakaan digital dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester VI (enam). Untuk uji coba kelompok kecil dilakukan

Maka dapat dikatakan keinginan berwirausaha adalah keinginan seseorang untuk memulai suatu bisnis dengan mengumpulkan semua sumber daya yang dimiliki.Seseorang yang

Paspor yang sudah diterbitkan dan diterapkan cap ’’Jemaah Haji Indonesia (Indonesian hajj )” oleh Imigrasi, kemudian diserahkan kepada petugas Kantor Kementerian Agama

Disamping itu, terdapat berbagai hambatan yang menyebabkan Knowledge Management menjadi sulit untuk dapat diimplementasikan pada UKM, yaitu tidak adanya alat yang

Oleh karena itu, untuk membantu meningkatkan proses bisnis yang ada pada Rumah Sakit XYZ, dan untuk memberikan gambaran tentang pengimplementasian solusi untuk