• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEBERHASILAN FISIOTERAPI DALAM MENURUNKAN NYERI PADA PENDERITA HERNIA NUKLEUS PULPOSUS : STUDI PADA PASIEN RAWAT JALAN INSTALASI REHABILITASI MEDIK RSU.DR.SOETOMO Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEBERHASILAN FISIOTERAPI DALAM MENURUNKAN NYERI PADA PENDERITA HERNIA NUKLEUS PULPOSUS : STUDI PADA PASIEN RAWAT JALAN INSTALASI REHABILITASI MEDIK RSU.DR.SOETOMO Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEBERHASILAN

FISIOTERAPI DALAM MENURUNKAN NYERI PADA PENDERITA

HERNIA NUKLEUS PULPOSUS

( Studi Pada Pasien Rawat Jalan Instalasi Rehabilitasi Medik RSU. Dr. Soetomo Surabaya )

Oleh :

DIAN AYU MAHARANI

100431556

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

PENGESAHAN

Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga dan diterima untuk memenuhi salah satui syarat guna memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM) Pada tanggal 20 Juni 2006

Mengesahkan Universitas Airlangga Fakultas Kesehatan Masyarakat

Dekan,

Prof. Dr. dr. H. Tjipto Suwandi, dr, M. OH., SpOk NIP. 130517177

Tim Penguji :

1. Dr. Ririh Yudhastuti, drh, Msc

(3)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)

Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Airlangga

Oleh

DIAN AYU MAHARANI 100431556

Mengetahui, Surabaya, 26 Juni 2006 Ketua Bagian Epidemiologi Menyetujui,

Kesehatan Masyarakat Pembimbing

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirabbil’alamin, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanallah wata’ala Pemilik Segala Ilmu Pengetahuan yang telah mengkaruniakan kemampuan, akal dan pikiran sehingga terselesaikan skripsi ini yang berjudul “Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keberhasilan Fisioterapi Dalam Menurunkan Nyeri Pada Penderita Hernia Nukleus Pulposus” sebagai salah satu persyaratan akademis dalam rangka menyelesaikan kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.

Pada kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kami kepada:

1. Prof. Dr. H. Tjipto Suwandi, dr, M. OH, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.

2. Dr. Chatarina U.W., dr., M.S., M.PH selaku Ketua Bagian Peminatan Epidemiologi dan selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan serta saran dalam penyusunan skripsi ini.

3. Rr. I. Lukitra Wardhani, dr., SpRM. Yang telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan masukan serta saran dalam penyusunan skripsi ini.

4. Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan yang bermanfaat.

(5)

6. Orang tua dan keluarga, terima kasih atas semua dukungan, doa, bantuan secara moriil dan materiil yang sudah tercurah dengan penuh keikhlasan. Semoga Allah memberikan kesempatan pada Ananda untuk terus berbuat baik.

7. Semua teman seangkatan dan semua pihak yang membantu dalam penulisan karya ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Semoga Allah memberikan balasan yang lebih atas semua bantuan dan pengorbanan yang telah diberikan dan semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain.

Surabaya, 26 Juni 2006

(6)

ABSTRACT

Several physiotherapy treatments are performed to relief severe pain caused by Hernia Nukleus Pulposus, but the amount of HNP patient with pain charge is still large. The meaning is that there many intervening factors in the physiotheraphy program implementation in order to relief the pain. The aim of this study is to analyze the influence of personal characteristic, the regurality of therapy, and period of therapy to pain relief in Medical Rehabilitation Installation of Dr. Soetomo Hospital Surabaya.

This study is analytic observational study with cross sectional design. The samples are 60 HNP patients in Medical Rehabilitation Installation of Dr. Soetomo Hospital Surabaya, chosen by purposive sample technique and tested by chi-square test.

The result is that there is correlation between age (p=0,025 OR=4,044), Body Mass Index (p=0,001 OR=7,467), Activity (p=0,033 OR=4,569), regular therapy (p=0,000 OR=10), Period of therapy (p=0,004 OR=6) and pain relief. Most of respondent are more than 60 year old (76,67%), 60% of patient gets regular therapy, 58,33% of all patient performed 5 weeks of physiotherapy. It is indicated in this study that there is no correlation between sex and pain relief.

It is concluded that personal character consisting of age, Body Mass Index, level of activity, regularity and period of therapy is a factor influencing pain relief in Medical Rehabilitation Installation of Dr. Soetomo Hospital Surabaya, except sex. It is suggested that this hospital improve the health service by giving health conseling and consultation service for HNP patient to add information of HNP and to accelerate their recovery.

(7)

ABSTRAK

Berbagai tindakan fisioterapi banyak dilakukan untuk menyembuhkan penderita Hernia Nukleus Pulposus yang dapat mengakibatkan rasa nyeri yang sangat hebat., namun angka penderita HNP dengan keluhan nyeri tetap tinggi.. Hal ini berarti banyak terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan program fisioterapi dalam usahanya untuk mengurangi nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh antara karakteristik individu, keteraturan terapi dan lama terapi dengan penurunan nyeri di Instalasi Rehabilitasi Medik RSU. Dr. Soetomo Surabaya.

Penelitian observasional analitik dengan desain cross secsional. Sampel adalah penderita HNP di IRM RSU. Dr. Soetomo sebanyak 60 orang dan diambil secara simple random sampling serta diuji dengan chi square.

Hasil penelitian sebagian besar (61,67%) responden berumur < 60 tahun dan menunjukkan bahwa umur berhubungan dengan penurunan nyeri (p = 0,025) dengan OR = 4,044 , Jenis kelamin tidak berhubungan dengan penurunan nyeri (p = 0,789), BMI (Body Mass Index) sebagian besar non overweight (56,67%) dan menunjukkan berhubungan dengan penurunan nyeri (p = 0,001) dengan OR = 7,467 , dan sebagian besar responden memiliki tingkat aktivitas yang ringan (76,67%) menunjukkan tingkat aktivitas berhubungan dengan penurunan nyeri (p = 0,033) dengan OR = 4,569, dari semua responden 60% menjalani fisioterapi dengan teratur, keteraturan terapi berhubungan dengan penurunan nyeri ( p = 0,000) dengan OR = 10 dan dari semua responden 58,33% menjalani fisioterapi ≥ 5 minggu, lama terapi berhubungan dengan penurunan nyeri (p = 0,004) dengan OR = 6.

(8)

konsultasi pada penderita HNP sehingga bisa menambah informasi tentang HNP dan upaya untuk mempercepat proses kesembuhan.

Kata kunci : karakteristik individu, keteraturan terapi, penurunan nyeri, lama terapi.

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……….………i

LEMBAR PENGESAHAN………..…….ii

LEMBAR PERSETUJUAN...iii

KATA PENGANTAR………..…iv

ABSTRACT...vi

ABSTRAK...vii

DAFTAR ISI………..……….…viii

DAFTAR TABEL………...xi

DAFTAR GAMBAR……….…….…... xiii

DAFTAR LAMPIRAN………..……….……xiv

(9)

BAB I PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang……….…1

I. 2 Identifikasi Masalah……….…4

I. 3 Rumusan Masalah……….……...5

BAB II TUJUAN DAN MANFAAT II. 1 Tujuan Umum……….6

II. 2 Tujuan Khusus………6

II. 3 Manfaat Penelitian………..7

BAB III TINJAUAN PUSTAKA III. 1 Hernia Nukleus Pulposus……….……….8

III. 1. 1 Definisi……….………8

III. 1. 2 Anatomi Tulang Belakang……….……..8

III. 1. 3 Diskus Intervertrebalis………..……..11

III. 1. 4 Faktor Risiko……….………..……11

III. 1. 5 Etiologi ………..…13

III. 1. 6 Klasifikasi ………...….…..15

III. 1. 7 Gejala ………...……..16

III. 2 Nyeri……….…16

III. 2. 1 Klasifikasi ………..17

III. 2. 2 Pengukuran Nyeri ……….……..18

III. 2. 3 Nyeri Pada Hernia Nukleus Pulposus .………...22

III. 3 Fisioterapi……….20

III. 3. 1 Definisi………...23

(10)

III. 4 Penatalaksanaan Hernia Nukleus Pulposus………..23

BAB IV KERANGKA KONSEPTUAL IV. 1 Kerangka Konsep……….29

IV. 2 Hipotesis Penelitian……….30

BAB V METODE PENELITIAN V. 1 Rancangan Penelitian………31

V. 2 Populasi Penelitian………31

V. 3 Sampel, Besar Sampel dan Pengambilan Sampel……….32

III. 3. 1 Sampel………...32

III. 3. 2 Besar Sampel……….32

III. 3. 3 Pengambilan Sampel……….33

V. 4 Lokasi dan Waktu Pengambilan Sampel………...33

V. 5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………...33

V. 6 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data………36

III. 6. 1 Pengumpulan Data Primer………36

III. 6. 2 Pengumpulan Data Sekunder……….…36

V. 7 Teknik Analisis Data……….….36

DAFTAR PUSTAKA……….…..57

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

I.1 Jumlah Kunjungan Penderita HNP di Instalasi 3

Rehabilitasi Medik RSUD dr Soetomo Surabaya tahun 2001-2005

VI.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Instalasi 39 Rehabilitasi Medik RSU.Dr.Soetomo Surabaya Tahun 2006.

VI.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 39 di Instalasi Rehabilitas Medik RSU.Dr.Soetomo Surabaya

Tahun 2006.

VI.3 Distribusi Responden Berdasarkan BMI ( Body Mass Index ) 40 di Instalasi Rehabilitasi Medik RSU Soetomo. Dr. Surabaya

(12)
(13)

Terhadap Penurunan Nyeri di Instalasi Rehabilitasi Medik

RSU. Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2006.

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

(15)

1 Kuisioner Penelitian 2 Rekap Data

3 Hasil Uji Statistik Chi Square

(16)

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Daftar Arti Lambang % = Persen

≥ = Lebih dari sama dengan < = Kurang dari

> = Lebih dari Daftar Singkatan

HNP = Hernia Nukleus Pulposus LBP = Low Back Pain

BMI = Body Mass Index (Indeks Masa Tubuh) SWD = Short Wave Diatermy

L5-S1 = Lumbal ke-5 sampai Sakrum ke-1 TTB = Titik Berat Badan

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam praktek kedokteran, keluhan nyeri seringkali menjadi keluhan utama atau sebagai keluhan tambahan yang membawa penderita untuk mencari usaha pengobatan. Terapinya dapat bervariasi dari yang relatif mudah hingga yang sangat sukar diobati. Kalau ditelusuri penyebabnya, etiologi keluhan nyeri itupun sangat beragam dari nyeri yang langsung dapat dideteksi penyebabnya, hingga rasa nyeri yang sukar ditemukan etiologinya. (Mangindaan, 2003)

Sindroma Nyeri Punggung Bawah adalah suatu sindroma klinik yang ditandai dengan gejala utama nyeri atau perasaan lain yang tidak enak di daerah tulang punggung bawah dan daerah sekitarnya. Keluhan nyeri dan keterbatasan gerak dapat menjadi keluhan yang utama, keluhan nyeri tersebut dapat bersifat sementara, terus menerus atau hanya terjadi sewaktu melakukan aktifitas. (Santoso, 1992).

(18)

Keluhan Nyeri Punggung Bawah pernah dialami oleh 50-80% penduduk negara-negara industri, dan prosentase meningkat sesuai pertambahan usia serta menghilangkan jam kerja yang sangat besar. Penelitian di Swedia (1971) disana kehilangan 11 juta hari kerja pertahun. Ben et al (1975) menyatakan di Inggris kehilangan 13,2 juta hari kerja pertahun. Haanen et al (1986) pada tahun 1975-1978 meneliti 3000 pria dan 3500 wanita usia 20 tahun keatas di Zoetemeer Belanda menyatakan 51% pria dan 57% wanita mengeluh Nyeri Punggung Bawah, 50%nya dalam beberapa waktu tidak bugar untuk bekerja dan 8% harus alih pekerjaan. ( Sugijanto, 1991)

Penelitian multisenter di 14 rumah sakit pendidikan di Indonesia, yang dilakukan kelompok studi nyeri Perdossi pada bulan Mei 2002 menunjukkan jumlah penderita nyeri sebanyak 4456 orang (25% dari total kunjungan), yang terdiri dari 1598 orang (35,86%) merupakan penderita nyeri kepala dan 819 orang (18,37%) adalah penderita nyeri punggung bawah (NPB). (Meliala, 2003)

Menurut Santoso (1991) di Poliklinik UPF Rehabilitasi Medik RSU Dr Soetomo Surabaya, jumlah kunjungan rata-rata perharinya adalah 95 penderita, sebagian besar atau lebih dari 50% datang dengan keluhan nyeri muskuloskeletal

berupa Nyeri Punggung Bawah.

Bernard et al (1987) dalam penelitiannya terhadap 1293 kasus keluhan nyeri punggung bawah selama 12 tahun, dinyatakan kasus terbanyak adalah sindroma sacroiliaka (22,55%), sindroma facet (22,08%), HNP (14,02%) dan

(19)

Salah satu kasus penyebab terjadinya Nyeri Punggung Bawah ini adalah

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) yaitu terdorongnya nukleus pulposus yang berada diantara ruas-ruas tulang belakang, ke arah belakang baik lurus maupun ke arah kanan atau kiri menekan sumsum tulang belakang atau serabut-serabut sarafnya sehingga mengakibatkan rasa nyeri yang sangat hebat. Sering disamping rasa nyeri juga ditemukan gejala-gejala lain, diantaranya gejala sensorik atau motorik. Maka dapat dimengerti betapa pentingnya anamnesa yang lengkap, pemeriksaan umum dan pemeriksaan neurologis disertai pembuatan foto rontgen

atau pemeriksaan khusus seperti myelography dan electromyography untuk menegakkan diagnosa HNP. (Hidayati, 2004)

Meskipun jumlah pasien HNP di Instalasi Rehabilitasi Medik RSU.Dr.Soetomo tidak mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya dan bukan termasuk dalam 10 besar kasus terbanyak, tetapi kasus HNP ini perlu mendapat perhatian khusus karena penyakit ini sering terjadi pada usia produktif dan akibat paling parahnya adalah menderita kelumpuhan.

Tabel I.1 Jumlah Kunjungan Penderita HNP di Instalasi Rehabilitasi Medik RSU. Dr Soetomo Surabaya tahun 2001-2005

Tahun Kasus HNP Baru Jumlah Kunjungan Penderita HNP

2001 27 449

2002 37 263

2003 64 566

2004 22 478

2005 24 440

Sumber : Rekapitulasi Data Pasien Rawat Jalan Instalasi Rehabilitasi Medik RSU. Dr Soetomo

(20)

berat atau para pekerja berat. Proses terkena penyakit ini memakan waktu cukup lama, bisa bertahun-tahun baru terkena. Namun seseorang seringkali tidak sadar dirinya sudah hampir kena atau bahkan sudah terjepit saraf tulang belakangnya. Ketidaksadaran ini karena tidak adanya gejala khusus yang menandakan penyakit ini menyerang, seringkali sakit atau nyeri di pinggang hanya dianggap sebagai otot yang menegang yang memang seringkali menyerang orang yang bekerja dengan posisi duduk terus menerus. Namun jika rasa nyeri yang disertai kesemutan kemudian menjalar ke tungkai atas dan tungkai bawah serta sakitnya tidak tertahankan kemungkinan besar terkena HNP. (www.Prospektif.com, 2005)

Penanganan secara konservatif salah satunya adalah dari segi Rehabilitasi Medik yakni melalui fisioterapi. Program pemberian terapi modalitas dan terapi latihan ini bertujuan untuk pengurangan nyeri punggung, keterbatasan gerak sendi, serta program yang ditujukan pada pemulihan kesehatan fisik dan peningkatan kemampuan aktivitas fungsionalnya. Penanganan secara fisioterapi ini sering menjadi pilihan utama didalam pengobatan kasus HNP karena biayanya relatif murah serta mempunyai pengaruh yang sangat efektif . (Hidayati, 2004).

I.2. Identifikasi Masalah

(21)

Electrical Nerve Stimulation) yang merupakan stimulator elektrik, dan seiring perkembangan ilmu kedokteran penggunaan traksi elektrik sebagai salah satu bentuk fisioterapi dapat menjadi pelengkap pemberian terapi. (Hidayati, 2004)

Berbagai tindakan fisioterapi telah banyak dilakukan untuk usaha menyembuhkan penderita HNP, namun angka penderita HNP yang datang ke Instalasi Rehabilitasi Medik tetap tinggi. Hal ini berarti banyak terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan program fisioterapi dalam usahanya untuk mengurangi nyeri penderita HNP.

I.3. Perumusan Masalah

Pada penelitian ini masalah yang akan diteliti dibatasi pada hubungan karakteristik individu (usia, jenis kelamin, BMI, tingkat aktivitas), lama terapi dan keteraturan terapi dengan penurunan nyeri pada penderita HNP setelah dilakukan terapi.

(22)

BAB II

TUJUAN DAN MANFAAT

II.1. Tujuan

II.1.1 Tujuan Umum

Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan nyeri pada penderita Hernia Nukleus Pulposus di Instalasi Rehabilitasi Medik RSU.Dr.Soetomo Surabaya.

II.1.2. Tujuan Khusus

Untuk mencapai tujuan umum penelitian ini maka beberapa tujuan khusus yang hendak dicapai adalah:

1. Menganalisis karakteristik responden.

2. Menganalisis penurunan nyeri pada penderita Hernia Nukleus Pulposus. 3. Menganalisis pengaruh karakteristik responden dengan penurunan nyeri

pada penderita Hernia Nukleus Pulposus.

4. Menganalisis pengaruh keteraturan terapi dengan penurunan nyeri pada penderita Hernia Nukleus Pulposus.

5. Menganalisis pengaruh lama terapi dengan penurunan nyeri pada penderita

(23)

II.2. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penderita

Memotivasi penderita Hernia Nukleus Pulposus untuk mengikuti program fisioterapi.

2. Bagi Instalasi Rehabilitasi Medik

Sebagai bahan masukan untuk memberikan penyuluhan dan motivasi kepada penderita Hernia Nukleus Pulposus dengan melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penurunan nyeri..

3. Bagi Pendidikan

Pengembangan ilmu pengetahuan tentang faktor apa saja yang mempengaruhi penurunan nyeri pada penderita Hernia Nukleus Pulposus dan sebagai sumber kepustakaan untuk penelitian berikutnya.

4. Bagi Peneliti

(24)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Hernia Nukleus Puposus

III.1.1 Definisi

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah keluarnya material nukleus pulposus dari bungkus annulus fibrosus yang robek pada discus intervertebralis, hasil dari tekanan yang berulang-ulang dan dalam keadaan tegang dalam waktu yang lama, sehingga fungsi sistem hidrolis hilang. (Soekarno, 2001)

III.1.2 Anatomi Tulang Belakang

Tulang belakang merupakan suatu struktur elastis dan fleksibel yang terdiri dari struktur yang rigid yaitu tulang dan struktur yang deformable yaitu

diskus intervertrebalis. Tulang belakang dibentuk oleh 33 ruas tulang vertebra

yang dirangkaikan satu dengan yang lain dengan sangat kuat oleh ligamen dan otot-otot dan dirancang untuk berbagai tujuan antara lain mempertahankan posisi tegak tubuh, sebagai tempat melekatnya otot-otot tulang belakang yang sekaligus sebagai stabilisator tulang punggung dan melindungi medulla spinalis.

Tulang belakang terdiri dari 33 buah vertebra: 1. 7 vertebra servikal

2. 12 vertebra torakal

3. 5 vertebra lumbal

4. 5 vertebra sakral

(25)

Secara anatomis tulang vertebra dibagi menjadi dua bagian fungsional yaitu bagian anterior dan bagian posterior

Bagian Anterior

Bagian ini terutama berfungsi sebagai penyangga beban, dibentuk oleh

korpus vertebra yang dihubungkan satu dengan lainnya oleh diskus intervertebralis. Struktur ini masih diperkuat oleh ligamen longitudinal anterior dibagian depan dan ligamen longitudinal posterior di bagian belakang. Ligamen longitudinal posterior mempunyai bentuk yang unik. Sejak dari oksiput, ligamen ini menutup seluruh permukaan bagian belakang diskus. Mulai L1 ligamen ini menyempit, hingga pada daerah L5 -S1 lebar ligamen hanya tinggal separuh asalnya, dengan demikian pada daerah ini terdapat daerah yang lemah, yaitu bagian posterolateral kanan dan kiri diskus karena daerah tersebut tidak diperkuat oleh ligamen longitudinal posterior. (Calliet, 1981)

Bagian Posterior

Bagian ini dibentuk oleh pedikel, prosesus tranversus, lamina, prosesus spinosus, prosesus artikularis superior dan prosesus artikularis inferior. Satu dengan lainnya dihubungkan oleh sepasang artikulasi dan diperkuat oleh ligamen serta otot. Ditinjau dari sudut kinetika tubuh (diluar kepala dan leher) maka akan tampak bahwa gerakan yang paling banyak dilakukan tubuh ialah fleksi kemudian disusul ekstensi. Dalam kenyataannya gerakan fleksi-ekstensi merupakan tugas persendian daerah

(26)

letak bidang sendi yang sagital. Lain halnya dengan bidang sendi daerah

torakal yang terletak frontal, bidang sendi ini hanya memungkinkan gerakan rotasi dan sedikit latero fleksi. (Calliet, 1981)

Diperkirakan hampir 75% aktivitas fleksi-ekstensi tubuh ditampung oleh sendi L5-S1. Disamping itu adanya lordosis lumbal mengakibatkan kedudukan L5 terhadap S1 tidak seperti sebuah benda yang terletak diatas bidang horizontal, melainkan diatas bidang miring yang membentuk sudut tertentu dengan bidang horizontal. Sudut ini besarnya kurang lebih 300 dalam klinik dikenal sebagai sudut lumbosakral Ferguson. Kenyataan ini membawa konsekwensi bahwa disamping menopang berat badan, sendi L5-S1 senantiasa dibebani oleh gaya luncur ke arah depan. Makin besar sudut ferguson, makin besar gaya luncur dan makin besar pula tekanan yang diderita oleh sendi lumbosakral. (Soekarno, 2001)

(27)

III.1.3 Diskus Intervertrebralis

Berfungsi sebagai penyangga berat badan, peredam kejut dan juga untuk pergerakan antar vertebra. Terletak diantara 2 korpus vertrebalis, mempunyai panjang total kira-kira 25% panjang tulang belakang.

Diskus intervertrebalis terdiri dari 3 bagian:

1.Lempeng Kartilago Hialin

2.Nukleus Pulposus

3.Annulus Fibrosus (Hidayati, 2004)

III.1.4 Faktor Risiko

Fator yang berpengaruh terhadap timbulnya HNP adalah faktor personal (Pesonal Risk Factor) dan faktor lingkungan/pekerjaan ( Job Risk Factor)

Kedua faktor tersebut saling berpengaruh satu sama lain. Sebaiknya seseorang bekerja pada tempat dan peralatan yang memenuhi syarat ergonomis dan jenis pekerjaannya tidak bertentangan dengan kondisi kesehatannya. (Tohamuslim, 1994)

III.1.4.1 Faktor Personal (Personal Risk Faktor) 1. Usia.

a. HNP mulai usia muda 20 tahun.

b. Insiden tertinggi HNP antara 35-55 tahun

c. Rekuren, lamanya keluhan, dan disabilitas bertambah sesuai dengan bertambahnya usia.

(28)

a. Insiden HNP pada pria dan wanita sama.

b. Operasi HNP pada pegawai LBP (Low Back Pain) pria 2 kali lebih banyak daripada pegawai wanita.

3. Antropometri.

a. LBP/ HNP cenderung banyak dialami oleh orang dengan berat badan berlebih

4. Masa kerja.

Kurang pengalaman dalam pekerjaannya cenderung betambahnya risiko trauma muskuloskeletal walaupun secara epidemiologis tidak.

5. Kekuatan otot sekitar pinggang.

a. Kekuatan otot sekitar pinggang pada penderita LBP/ HNP sering kurang, belum jelas hubungannya apakah sebagai penyebab atau akibat.

b. Kekuatan otot sekitar pinggang dan perut tidak menjamin tidak timbulnya LBP/ HNP atau bukan sebagai faktor utama pencegahan. (Tohamuslim, 1994)

III.1.4.2 Faktor Pekerjaan (Job Risk Faktor)

1. Pekerja fisik berat

Angka insidensi LBP dan prevalensi HNP pada pekerja fisik berat lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja fisik ringan, sedangkan frekwensi serangannya sama.

(29)

a. Pekerjaan dengan menggunakan tangan seperti mengangkat, menurunkan, mendorong menariik, membawa, 70% menyebabkan LBP/ HNP

b. Berat beban yang diangkat dan jaraknya dari tubuh serta jumlah angkatan beban sangat menentukan timbulnya LBP. Jumlah beban maksimal 11,3 kg dan jarak maksimal 25 inch, bila lebih akan mudah menyebabkan HNP. Pengulangan mengangkat lebih dari 25 kali perhari cenderung 3 kali lebih sering timbul HNP.

3. Bungkuk, miring dan berputar badan.

Posisi ini bila disertai dengan gerak mengangkat dan berulang-ulang merupakan faktor utama untuk timbulnya sakit pinggang.

4. Mendorong, menarik, duduk, berdiri lama.

a. Mendorong atau menarik benda 9-18% dapat menyebabkan LBP akibat adanya strain/ sprain otot pinggang.

b. Dari seluruh jenis pekerjaan 19% dilakukan sambil berdiri dan 22% duduk. Kedua posisi ini bila dilakukan lama atau disertai membungkuk akan menambah insiden LBP dan prevalensi HNP. 5. Vibrasi.

Gerakan/ vibrasi 4-6 MHz dapat menyebabkan lelahnya otot paraspinal, ligamen dan HNP. Sopir truk 4 kali lebih besar kemungkinan HNP dibandingkan dengan pejalan kaki 20 km/hari. (Tohamuslim, 1994)

III.1.5 Etiologi

(30)

1. Trauma baik mendadak ataupun menahun yang disebabkan robeknya annulus fibrosus.

2. Gerakan badan tertentu secara tiba-tiba atau trauma langsung pada daerah

lumbal/pinggang. 3. Obesitas

4. Degenerasi diskus

Mekanisme terjadinya HNP didasarkan pada teori yang menyatakan bahwa setiap gaya atau beban mekanis (force) yang cukup besar, apabila diberikan pada setiap bagian struktur tubuh manusia, dapat menyebabkan struktur tersebut berubah bentuk (deformitas) atau mengalami kegagalan (failure). Hal tersebut dapat juga terjadi pada diskus intervertrebalis tanpa perkecualian. Apabila diskus intervertrebalis diberikan beban mekanis yang berpotensi merobek jaringan (mechanical disruption), maka dapat terjadi kegagalan komponen mekanis berupa:

1. Robekan pada nukleus pulposus yang menyebabkan terjadi fragmen bebas (loose fragmen).

2. Robekan pada annulus fibrosus. Robekan ini dapat terjadi secara bertingkat dari lapisan dalam kearah lapisan luar atau dapat terjadi secara bersamaan meliputi lapisan dalam dan luar sekaligus.

3. Perubahan nutrisi diskus intrvertrebalis uang menyebabkan perubahan biokimia sehingga memicu proses degenerasi. Perubahan nutrisi dan biokimiawi pada diskus intervertrebalis akibat robekan annulus fibrosus

sehingga akan mempermudah terjadi robekan yang berikutnya baik radier

(31)

Bagian yang paling sering ( 98% ) mengalami HNP adalah pada level L4-5 dan L5-S1. Selain itu dapat juga terjadi pada L2-4 dan L3-4 tetapi hal ini relatif jarang. Kurang dari 10% HNP terjadi pada level tertinggi lumbal. Hal tersebut diatas terjadi karena annulus fibrosus lumbal kira-kira sama tebal dengan

corpusnya dan ligamen longitudinal posterior lumbal semakin ke bawah semakin lemah. (Hidayati, 2004)

III.1.6 Klasifikasi

Klasifikasi HNP ditentukan berdasarkan lapisan annulus fibrosis yang membungkus nukleus pulposus masih ada atau tidak, yaitu:

1. Hernia melalui sebagian lapisan annulus fibrosus disebut Protusi ( Protusion ) 2. Hernia melalui lapisan annulus fibrosus yang robek total, terdiri atas dua jenis

yaitu:

a. Ekstrusi (Extrusion )

Apabila material hernia masih berhubungan dengan bagian sentral diskus Ekstrusi masih dibagi oleh menjadi dua berdasarkan letak hernia terhadap

ligamentum longitudinal posterior, yaitu:

1. Ekstrusi sub ligamen. Apabila hernia masih belum menembus

ligamen longitudinal posterior.

2. Ekstrusi trans ligamen. Apabila hernia sudah menembus dan melewati ligamen.

b. Sekuestrasi ( Sequestrasion )

(32)

Dari klasifikasi tersebut dapat dimengerti, bahwa sebagian HNP cukup dirawat konservatif,sebagian lain harus dengan operatif (pembedahan)

a. Terapi operatif

Dilakukan pada tingkat ekstrusi dan sekuestrasi karena lapisan annulus fibrosus robek total.

b. Terapi non operatif (konservatif)

Dilakukan pada tingkat protusi. (Hidayati, 2004)

III.1.7 Gejala

Gajala-gejala HNP tergantung pada letak dan besar prolaps diskus intervertrebalis diantaranya:,

1. Nyeri punggung bawah dengan atau tanpa penjalaran nyeri pada N.Isiadikus

(Iskias).

2. Hilangnya lordosis lumbal

3. Spasme otot paravertebra

4. Gangguan sensorik/motorik 5. Atropi otot

6. Penurunan reflek 7. Gangguan miksi

8. Peningkatan tekanan intrathecal. (Hidayati,2004)

III.2 Nyeri

(33)

mengakibatkan impairment dan disabilitas. Impairment adalah abnormalitas atau hilangnya struktur atau fungsi anatomik, fisiologik maupun psikologik. Sedangkan disabilitas adalah hasil dari impairment, yaitu keterbatasan atau gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas yang normal.

Nyeri dapat bersifat akut maupun kronik. Nyeri akut yaitu nyeri yang timbul segera setelah rangsangan dan hilang setelah penyembuhan. Nyeri kronik yaitu nyeri yang menetap selama lebih dari 3 bulan walaupun proses penyembuhan sudah selesai. (Setyohadi, 2004).

III.2.1 Klasifikasi Nyeri

Berbagai klasifikasi nyeri yang sering digunakan, diantaranya :

1. Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi anatomi, misalnya nyeri kepala, nyeri bahu, nyeri punggung tidak banyak berperan dalam penentuan terapi.

2. Klasifikasi berdasarkan waktu, yaitu nyeri akut dan nyeri kronik. Klasifikasi ini berguna untuk menentukan terapi, khususnya pemberian analgetik yang kuat dan dosis maksimum untuk nyeri akut dan berat sedangkan untuk nyeri kronik pemberian analgetik mulai dari yang ringan dan secara bertahap dinaikkan dosisnya sampai intensitas nyeri berkurang.

3. Klasifikasi berdasarkan intensitas, nyeri dibagi atas ringan, sedang dan berat. Klasifikasi ini menguntungkan dalam hal memilih analgetik.

(34)

hilang dengan analgetik ringan atau tanpa pengobatan. Nyeri inflamasi dan nyeri neuropatik dapat memaksa penderita mengunjungi dokter, dan kedua jenis nyeri ini sering menunjukkan karakteristik yang sama. Nyeri psikogenik ditegakkan bila dalam berbagai pemeriksaan fisik diagnostik tidak ditemukan adanya kelainan somatik yang obyektif sebagai penyebab nyeri. (Marpaung, 2004)

III.2.2 Pengukuran Nyeri

Kesulitan dalam pengukuran nyeri disebabkan oleh tingkat subyektifitas yang tinggi dan tentunya memberikan perbedaan secara individual. Salah satu contoh sulitnya mengukur nyeri adalah ketidaktepatan apa yang dikemukakan pasien, misalnya kesulitan pasien mendapatkan kata yang tepat dalam mendiskripsikan kata nyeri, kebingungan, kesulitan mengingat pengalaman dan penyangkalan terhadap intensitas nyeri. Kategori pengukuran beragam sekali namun yang termudah yaitu pengukuran nyeri dengan skala VAS (Visual Analogue Scale )

VAS adalah instrumen pengukuran nyeri yang paling banyak dipakai dalam berbagai studi klinis dan diterapkan terhadap berbagai jenis nyeri. Metoda pengukuran ini terdiri dari satu garis lurus sepanjang 10 cm. Garis paling kiri menunjukkan tidak ada rasa nyeri sama sekali, sedangkan garis paling kanan menandakan rasa nyeri yang paling buruk. Instrumen VAS ini tidak menggambarkan jenis rasa nyeri yang dialami pasien. (Kasjmir, 2004)

(35)

penurunan nilai atau tidak. Tetapi penurunan keluhan nyeri ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya :

1. Faktor Psikologik.

Berdasarkan definisi nyeri, faktor psikologik merupakan salah satu komponen nyeri. Oleh karena itu peranan faktor psikologik sangat penting dalam penatalaksanaan nyeri khususnya tipe kronik. Faktor psikologik dapat sebagai dasar dari nyeri, dapat pula memperberat maupun memperingan keluhan nyeri. Faktor psikologik yang paling sering melatarbelakangi keluhan nyeri adalah depresi atau ansietas. Keluhan nyeri sering ditemukan pada pasien psikiatrik. Pada pasien psikiatrik yang menjalani rawat inap, sebanyak 38% mengeluh nyeri dengan 22% diantaranya tidak ditemukan penyebab fisik. Pada pasien psikiatrik rawat jalan, keluhan nyeri lebih tinggi yaitu 61%. Angka tersebut menggambarkan bahwa pasien rawat jalan yang umumnya didominasi oleh pasien depresi keluhan nyerinya lebih tinggi. Depresi sering menyebabkan otot tegang dimana aliran darah tidak adekuat. Mekanisme ini sering ditemukan pada pasien dengan nyeri kepala tegang otot, fibromialgia, nyeri punggung bawah kronik dan sebagainya. Keluhan nyeri akan menurun seiring penurunan derajat depresi dengan berbagai tindakan dan pengobatan. (Meliala, 2004)

2. Tingkat Aktivitas

(36)

aktivitas yang berat (Albar, 2001). Penggunaan otot yang berlebihan selama bekerja berat (overuse) dapat menimbulkan iskemia atau inflamasi jaringan lunak. Perubahan-perubahan yang terjadi pada jaringan lunak secara perlahan-lahan (kronik) dapat menimbulkan nyeri bila melakukan aktivitas yang menggunakan otot-otot punggung bawah. (Meliala, 2003) Hal ini tentu saja akan mempersulit proses penyembuhan.

Salah satu kebutuhan utama dalam pergerakan otot adalah kebutuhan akan oksigen yang dibawa oleh darah ke otot untuk pembakaran zat dalam menghasilkan energi, sehingga jumlah oksigen yang dipergunakan oleh tubuh untuk bekerja merupakan salah satu indikator pembebanan selama bekerja. Setiap aktivitas pekerjaan memerlukan energi yang dihasilkan dari proses pembakaran. Semakin berat pekerjaan yang dilakukan maka akan semakin besar pula energi yang dikeluarkan. Berdasarkan hal tersebut maka besarnya jumlah kebutuhan kalori dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan berat ringannya aktivitas. (Tarwaka, 2004)

Berkaitan dengan hal tersebut, Menteri Tenaga Kerja melalui Keputusan Nomor 51 (1999) menetapkan kategori beban kerja menurut kebutuhan kalori sebagai berikut:

a. Aktivitas Ringan : 100-200 Kilo kalori/jam. b. Aktivitas Sedang : >200-350 Kilo kalori/jam

c. Aktivitas Berat : >350-500 Kilo kalori/jam (Tarwaka, 2004) 3. Jenis Kelamin.

(37)

menunjukkan bahwa perempuan dua kali lebih banyak menderita gangguan ini daripada laki-laki. (Mangindaan, 2003)

Penderita yang mempunyai nilai ambang sakit yang tinggi menimbulkan rasa sakit yang kurang dan dapat diobati dengan obat analgesik biasa dan dapat melakukan pekerjaan sehari-hari seperti biasa. Hal ini terutama ditemukan pada kaum pria. (Tehupeory, 2002)

4. BMI (Body Mass Index)

Diketahui berat badan berlebihan merupakan faktor risiko terjadinya HNP. Selanjutnya dengan berat badan berlebihan risiko terhadap progresivitas penyakit akan bertambah dibandingkan dengan HNP yang tidak dengan berat badan berlebih. Terdapat hubungan yang erat antara penurunan berat badan dengan keluhan nyeri. Penderita nyeri punggung bawah akan mengalami penurunan rasa nyeri dan gangguan fungsi dengan cara menurunkan berat badan. Untuk itu penderita yang gemuk disarankan untuk mengurangi berat badan. (Hidayat, 2000)

Pengukuran Berat Badan dihubungkan dengan Tinggi Badan adalah berdasarkan suatu asumsi bahwa rasio BB/TB mempunyai korelasi yang besar dengan obesitas atau BMI (Body Mass Index). Pengukuran ini mudah, cepat, relatif non invasive dan lebih tepat dari pengukuran tebal lemak (dengan

skinfold califer). Menurut Wirjatmadi (2005) orang dengan BMI diatas 25 sudah termasuk kegemukan (Overweight).

5. Usia.

(38)

mengakibatkan berkurangnya elastisitas dari diskus intervertrebalis dan jaringannya berubah menjadi kaku. (Soekarno, 2001) Hal ini bisa menjadi penghambat proses perbaikan.

Pada manusia ditentukan umur 60 tahun sebagai usia lanjut, dan dapat dibagi menjadi 4 masa :

1. Usia lanjut muda (young old) 60-69

2. Usia lanjut menengah (moderately old) 70-79 3. Usia lanjut tua (old old) 80-89

4. Usia sangat lanjut (very old) 90. (Roan,1991)

III.2.3 Nyeri Pada Hernia Nukleus Pulposus

Nyeri yang diakibatkan karena HNP bisa menjalar ke tungkai bawah

(siatika). Nyeri akibat HNP timbul bila dilakukan fleksi lumbal. Dan nyeri dikategorikan nyeri radikal yaitu nyeri yang berhubungan proses di saraf spinal proksimal.(Setyohadi, 2004).

Nyeri pada HNP dapat timbul pada saat batuk atau bersin. Nyeri HNP bertolak dari lokasi syaraf yang terjebak dan menjalar ke arah perifer. Tergantung pada jumlah radiks yang terkena nukleus pulposus yang menjebol itu, maka satu atau dua radiks akan mengalami iritasi, sehingga menimbulkan nyeri sepanjang kawasan dermatomal satu atau dua radiks yang terkena itu. Pada HNP

(39)

III.3 Fisioterapi

III.3.1 Definisi

Pada Konferensi Nasional I Penyakit Kardiofaskuler di USA tahun 1950, Rehabilitasi Medis atau disebut dengan fisioterapi didefinisikan sebagai: “Pemulihan seseorang yang cacat akibat cedera atau penyakit dalam hal kemampuan fisik, mental, emosi, sosial, vokasional dan ekonomi yang sebesar-besarnya dan bila mampu berkarya diberi kesempatan untuk mendapat pekerjaan yang sesuai“.

Definisi terakhir menurut WHO ialah : “Semua tindakan yang ditujukan guna mengurangi dampak keadaan cacat dan handicap serta meningkatkan kemampuan penyandang cacat mencapai integrasi sosial“. (Moestari, 1992)

III.3.2 Tujuan

Tujuan Fisioterapi adalah:

1. Meniadakan keadaan cacat bila mungkin. 2. Mengurangi keadaan cacat sebanyak mungkin.

3. Melatih orang dengan sisa keadaan cacat badan untuk dapat hidup dan bekerja dengan apa yang tinggal padanya. (Moestari, 1992)

III.4 Penatalaksanaan Hernia Nukleus Pulposus

(40)

Tindakan Konservatif

Tindakan konservatif dilakukan pada hernia nukleus pulposus tingkat protusi

(protusion). Tercakup dalam pengertian tindakan konservatif adalah tirah baring, medika mentosa dan fisioterapi.

a. Tirah Baring

Tirah baring merupakan bagian terpenting pada tindakan konservatif karena dengan tirah baring akan tercapai suatu keadaan dengan nilai tekanan intrathecal paling rendah. (Hidayati, 2004)

b. Medika Mentosa

Obat-obatan yang lazim digunakan pada penderita HNP yaitu obat-obat anti

inflamasi, analgetika dan obat pelemas otot. (Hidayati, 2004) c. Fisioterapi.

Berdasarkan mekanisme nyeri yang terjadi pada HNP hampir semua modalitas yang ada dapat digunakan untuk terapi nyeri (Meliala, 2003) Selain medikamentosa, modalitas fisik dalam bentuk terapi panas, terapi dingin, stimulasi listrik, dan terapi latihan mempunyai kontribusi terhadap pengurangan spasme otot, yang berarti akan mengurangi nyeri. (Jatim, 2000) Penatalaksanaan Fisioterapi pada Hernia Nukleus Pulposus, meliputi:

1. Terapi Panas.

(41)

Efek terapi dari pemberian panas lokal, baik dangkal maupun dalam, terjadi oleh karena adanya produksi atau perpindahan panas. Umumnya reaksi fisiologis yang dapat diterima sebagai dasar aplikasi terapi panas adalah bahwa panas akan meningkatkan sifat viskoelastik jaringan kolagen dan mengurangi kekakuan sendi. Panas juga mengurangi rasa nyeri dengan jalan meningkatkan nilai ambang nyeri serabut-serabut saraf. Efek lain adalah memperbaiki spasme otot, meningkatkan aliran darah, membantu resolusi infiltrat radang, edema dan eksudan. Pada terapi panas dalam, panas diproduksi secara konversi dari energi listrik atau suara ke energi panas di dalam jaringan tubuh. (Rochman, 1991) Berdasarkan sifat fisik dari modalitas yang ada, SWD (Short Wave Diathermy) mempunyai daya tembus yang paling dalam. (Hidayati, 2004)

Standart terapi panas menetapkan sesi terapi SWD selama 10 kali terapi, sehingga hasil terapi akan bermakna setelah pemberian terapi sebanyak 10 kali. (Ulindiati, 2003)

2. TENS (Transcuttaneus Electrical Nerve Stimulation)

TENS merupakan salah satu modalitas terapi fisik yang paling sering dipergunakan dalam mengatasi rasa nyeri, oleh karena efek analgesiknya sudah banyak dikenal, TENS sering pula disebut sebagai ”Analgesia Elektrikal”. Masih ada berbagai pendapat tentang cara kerja TENS. Pendapat pertama mengatakan bahwa TENS bekerja dengan cara merangsang saraf tepi ”Afferent” sehingga memodifisir tingkatan sensasi nyeri. Hal ini mungkin disebabkan oleh suatu efek langsung pada arus listrik dari saraf tepi afferent

(42)

mengadakan perubahan sensasi nyeri di tanduk depan sumsum tulang belakang. Pendapat terakhir adalah bahwa TENS bekerja dengan mengaktifkan sistem inhibisi supraspinal oleh adanya pengeluaran endofrin. (Rochman, 1991)

Penggunaan TENS pada kasus HNP merupakan suatu tindakan yang tepat, karena TENS dapat mengurangi nyeri baik itu akut maupun kronis. (Hidayati, 2004)

3. Traksi Lumbal

Traksi adalah teknik mengaplikasi tenaga tarikan oleh mesin, alat atau orang pada bagian tubuh untuk meregangkan jaringan lunak dan permukaan sendi atau fragmen tulang. Apabila aplikasinya tepat pada daerah cedera maka traksi dapat mengurangi nyeri, memberi istirahat, mengatasi spasme otot yang sakit,dan mencegah timbulnya adhesi (perlengketan) selain mempertahankan kesegarisan anatomik serta mencegah deformitas. (Tulaar, 1978)

Penggunaan traksi lumbal pada penderita HNP merupakan suatu tindakan yang sangat tepat, jika penderita tidak ada kontra indikasi terhadap traksi seperti kehamilan, osteoporosis serta malignasi di daerah lumbal, karena traksi mempunyai pengaruh langsung terhadap struktur jaringan yang membentuk sendi-sendi vertebra, antara lain peregangan terhadap otot-otot,

ligamentum, kapsula artikularis, diskus intervertrebalis serta susunan tulang belakang itu sendiri. (Hidayati, 2004)

(43)

Keberhasilan program fisioterapi terutama dikarenakan ketepatan diagnosa oleh dokter, ketepatan pemberian dosis, ketrampilan dalam melaksanakan proses pelayanan fisioterapi serta kooperatif dari penderita yang meliputi teratur tidaknya seseorang menjalani terapi dan seberapa lama penderita menjalani terapi. (Sugijanto, 1991)

Tindakan Operatif

Indikasi tindakan operatif adalah :

1. Hernia Nukleus pulposus tingkat ekstrusi dan sekuestrasi. 2. Kegagalan tindakan konservatif.

3. Tindakan konservatif berhasil tetapi selalu memberikan kekambuhan. 4. Adanya kelumpuhan dan atau fenomena kompresi pada EMG.

5. Adanya gangguan autonom.

Apabila tindakan bedah dilakukan maka dianjurkan untuk memberikan penjelasan pada penderita bahwa kesembuhan hanyalah suatu kemungkinan, jangan terlampau memberikan harapan pada penderita bahwa tindakan operasi pasti membebaskan penderita dari keluhan nyeri. (Hidayati, 2004)

Tindakan Nukleolisis.

Nukleolisis merupakan tindakan alternatif setelah tindakan operatif gagal, dengan nukleolisis dimaksudkan metode lisis materi nukleus melalui bahan tertentu ke dalam rongga diskus intervertrebalis. Bahan yang digunakan adalah

chymopapain. Enzim ini mempunyai sifat khusus mampu melarutkan nukleus

(44)

maupun duramater. Disamping itu metode nukleolisis masih memberikan keuntungan lain yaitu :

1. Teknik yang tidak sulit melalui image intensifer. 2. Dosis yang rendah.

3. Hasil memuaskan pada 70% penderita 4. Dapat dilakukan secara rawat jalan.

(45)

BAB IV

KERANGKA KONSEPTUAL

IV.1. Kerangka Konsep

Untuk menguraikan permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka disusunlah kerangka konseptual, sebagai berikut:

Gambar IV.1 Kerangka Konsep. Hernia Nukleus Pulposus Dengan keluhan nyeri

(46)

Hernia Nukleus Pulposus adalah terdorongnya nukleus pulposus yang berada diantara ruas-ruas tulang belakang, ke arah belakang baik lurus maupun ke arah kanan atau kiri menekan sumsum tulang belakang atau serabut-serabut sarafnya sehingga mengakibatkan rasa nyeri yang sangat hebat. Dalam penatalaksanaan nyeri, medika mentosa dapat merupakan salah satu penanggulangannya. Namun hal itu tidak akan maksimal jika tidak disertai dengan penatalaksanaan yang lain berupa rehabilitasi medik. Upaya pemberian fisioterapi perlu dipandang sebagai bentuk pemulihan dan peningkatan kapasitas fisik penderita. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap penurunan nyeri pada penderita HNP yang telah ditangani secara konservatif dalam hal ini fisioterapi. Faktor-faktor yang berpengaruh yang diteliti meliputi: karakteristik individu (usia, jenis kelamin, BMI, tingkat aktivitas), keteraturan terapi dan lama terapi.

IV.2. Hipotesis Penelitian

1. Adanya pengaruh antara karakteristik individu (umur, jenis kelamin, BMI, tingkat aktivitas) dengan penurunan nyeri pada pasien HNP.

2. Adanya pengaruh antara keteraturan terapi dengan penurunan nyeri pada pasien HNP.

(47)

BAB V

METODE PENELITIAN

V.1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dan menurut waktunya penelitian ini bersifat Cross Sectional yaitu penelitian yang mempelajari korelasi antara faktor-faktor risiko dan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach), artinya tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama. (Notoatmodjo,2002)

V.2. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah semua pasien rawat jalan yang didiagnosa terkena HNP oleh dokter spesialis rehabilitasi medik dan mengikuti program fisioterapi di Instalasi Rehabilitasi Medik RSU. Dr. Soetomo Surabaya yang memenuhi kriteria.

Adapun kriteria meliputi:

1. Tidak memiliki kelainan tulang punggung sejak lahir.

2. Tidak ada kelumpuhan karena HNP atau karena penyakit lain.

3. Tidak didiagnosa mempunyai penyakit ginjal, diabetes mellitus atau penyakit lain yang menyebabkan rasa nyeri di bagian punggung bawah.

(48)

5. Tidak dilakukan pembedahan yang berhubungan dengan kasus HNP. 6. Sudah menjalani program fisioterapi minimal 1 seri (5 kali terapi).

V.3. Sampel, Besar sampel, dan Pengambilan sampel

V.3.1. Sampel

Sampel penelitian ini diambil dari sebagian populasi penderita HNP yang saat penelitian dilakukan menjalani rawat jalan fisioterapi di Instalasi Rehabilitasi Medik RSU. Dr. Soetomo Surabaya.

V.3.2. Besar Sampel

Untuk populasi kecil, kurang dari 10.000, besar sampel diperoleh dengan menggunakan rumus (Notoatmodjo, 2002) :

Keterangan:

N = Besar populasi n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan, menggunakan 0,05.

Jumlah populasi HNP yang telah memenuhi kriteria sebesar 70 orang. Yang diambil dari jumlah pasien selama 1 tahun.

Maka dari itu diperoleh besar sampel: n = N

n = N 1 + N (d2)

(49)

= 70 1+ 70 (0,052) = 59,57

= 60 responden.

V.3.3. Pengambilan Sampel.

Pengambilan sampel yang diambil dari populasi menggunakan metode

purposive sampling, yaitu pengambilan sampel secara non random pengambilan sampel bukan secara acak dan didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. (Notoatmodjo, 2002)

V.4. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Instalasi Rehabilitasi Medik RSU. Dr. Soetomo Surabaya.

V.5 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dihitung sejak pembuatan proposal sampai hasil penelitian diseminarkan yaitu bulan Oktober 2005 sampai bulan Juni 2006.

V.6. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel Penelitian:

Variabel yang diteliti terdiri dari:

a. Variabel Terikat ( Dependent Variable): - Penurunan Nyeri

(50)

- Keteraturan Terapi - Lama Terapi

- Karakteristik Individu yang meliputi : Usia, jenis kelamin, BMI, dan tingkat aktivitas

Definisi Operasional dan Cara Pengukuran : Variabel

Penelitian

Definisi Operasional Cara Pengukuran Skala Data nilai VAS kondisi akhir menurun dibandingkan nilai VAS kondisi awal.

2 = Nyeri tidak menurun, bila nilai VAS kondisi awal sama dengan kondisi akhir atau nilai VAS kondisi akhir lebih besar daripada nilai VAS kondisi awal.

Nominal terapi dijalani dalam kurun waktu 2,5 minggu oleh responden.

2 = Tidak Teratur, bila 1 seri terapi dijalani dalam

(51)

minggu oleh responden.

Usia Usia responden

berdasarkan status

Jenis Kelamin Jenis kelamin responden

BMI Indeks Massa Tubuh

(52)

barang, duduk lama, berdiri lama, berjalan jauh, mendorong barang,naik-turun

tangga, dan pekerjaan rumah tangga.

V.7. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data.

V.7.1. Pengumpulan data primer

Untuk mendapatkan data primer dari responden dilakukan dengan wawancara dengan menggunakan kuisioner, untuk data nilai VAS awal yang tidak terdapat pada status pasien, BMI (Body Mass Index), Tingkat aktivitas, Nilai VAS sekarang.

V.7.2. Pengumpulan data sekunder

Data sekunder didapatkan dari status dan buku register di Instalasi Rehabilitasi Medik RSU.dr.Soetomo Surabaya. Data tersebut berupa:

1. Jumlah penderita HNP yang menjalani program fisioterapi baik kasus baru maupun kasus lama diambil dari buku register.

2. Data-data penunjang lainnya berupa : nilai VAS kondisi awal, lama terapi, tanggal kunjungan pasien untuk menentukan keteraturan terapi pasien, jenis kelamin. Diambil dari buku status.

V.8 Teknik Analisis Data

(53)
(54)

BAB VI

HASIL PENELITIAN

VI.1 Gambaran Umum RSU. DR. Soetomo Surabaya

Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya beralamat di Jl. Mayjen. Prof. Dr. Mostopo 6-8 kelurahan Airlangga kecamatan Gubeng kotamadya Surabaya Propinsi Jawa Timur. Rumah sakit ini mempunyai luas tanah 163.875 m2 dan luas bangunan 98.121 m2. Rumah sakit ini merupakan Rumah Sakit Kelas A berdasarkan Surat Keputusan Menkes No. 51/MENKES/SK/II/1979 dengan kapasitas 1538 tempat tidur. RSUD Dr. Soetomo merupakan satu-satunya Rumah Sakit Kelas A yang penyelenggaraannya atau pengelolaannya oleh Pemerintah Daerah.

RSUD Dr. Soetomo adalah Unit Pelaksanaan Teknis Dinas Kesehatan. Dalam pengembangannya rumah sakit mendapat bantuan baik dari pusat dan daerah, juga dari bantuan / hibah dari luar negeri seperti pembangunan Instalasi Rawat Darurat, Gedung Bedah Pusat Terpadu, dan juga peralatan-peralatan canggih. RSUD Dr. Soetomo juga membina rumah sakit-rumah sakit di wilayah Indonesia bagian barat. Dan terdepan mengirimkan tim mediknya pada setiap musibah massal / bencana alam dan kerusuhan.

Instalasi Rehabilitasi Medik merupakan salah satu unit pelayanan fungsional di Rumah Sakit Umum Dr.Soetomo Surabaya. Instalasi ini memiliki cakupan pelayanan sebagai berikut :

(55)

2. Pelayanan Fisioterapi 3. Pelayanan Terapi Okupasi 4. Pelayanan Orthotik Prosthetik 5. Pelayanan Terapi Wicara 6. Pelayanan Psikologi 7. Pelayanan Sosial Medik

Rehabilitasi Medik merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan terpadu dengan pendekatan medik, psikososial, edukasional, dan vokasional untuk mencapai kemampuan fungsional semaksimal mungkin.

VI.2 Karakteristik Responden

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rehabilitasi Medik RSU. Dr. Soetomo Surabaya yaitu semua penderita HNP yang menjalani rawat jalan dan yang telah memenuhi kriteria. Jumlah responden sebanyak 60 orang dengan jumlah penderita yang mengalami penurunan nyeri sebanyak 38 orang dan yang tidak mengalami penurunan nyeri sebanyak 22 orang.

VI.2.1 Umur Responden

(56)

Tabel VI.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Instalasi Rehabilitasi Medik RSU.Dr.Soetomo Surabaya Tahun 2006.

Umur Jumlah Persen

< 60 tahun

≥ 60 tahun

37 23

61,67 38,33

Total 60 100

VI.2.2 Jenis Kelamin

Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa dari 60 sampel jumlah laki-laki sama dengan jumlah perempuan yaitu 30 orang (50%) laki-laki dan 30 orang (50%) perempuan.

Tabel VI.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Instalasi Rehabilitasi Medik RSU.Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2006.

Jenis Kelamin Jumlah Persen

Laki-laki Perempuan

30 30

50 50

Total 60 100

VI.2.3 BMI ( Body Mass Index )

(57)

Tabel VI.3 Distribusi Responden Berdasarkan BMI ( Body Mass Index ) di Instalasi Rehabilitasi Medik RSU. Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2006.

BMI Jumlah Persen

Non Overweight

Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa dari 60 sampel yang terbanyak adalah sampel dengan tingkat aktivitas ringan yaitu 46 orang (76,67%) dan sisanya adalah sampel dengan tingkat aktivitas berat yaitu 14 orang (23,33%). Tabel VI.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Aktivitas di Instalasi Rehabilitasi Medik RSU. Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2006.

Tingkat Aktivitas Jumlah Persen

Ringan

(58)

2 tingkat yaitu 14 orang (23,33%), dan masing-masing 4 orang (6,67%) sampel yang mengalami penurunan nyeri 3 tingkat dan sampel yang mengalami penurunan nyeri 4 tingkat. Serta masing-masing 3 orang (5%) sampel yang mengalami penurunan nyeri 5 tingkat dan sampel yang mengalami peningkatan nyeri.

Tabel VI.5 Distribusi Responden Berdasarkan Penurunan Nyeri di Instalasi Rehabilitasi Medik RSU. Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2006.

Penurunan Nyeri Jumlah Persen

Menurun 1 Tingkat

(59)

Tabel VI.6 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Terapi di Instalasi Rehabilitasi Medik RSU. Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2006.

Lama Terapi Jumlah Persen

≥ 5 minggu

Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa dari 60 sampel yang terbanyak adalah sampel yang menjalani fisioterapi dengan teratur yaitu 36 orang (60%) dan sisanya adalah sampel yang menjalani fisioterapi dengan tidak teratur yaitu 24 orang (40%).

Tabel VI.7 Distribusi Responden Berdasarkan Keteraturan Terapi di Instalasi Rehabilitasi Medik RSU. Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2006.

Keteraturan Terapi Jumlah Persen

Teratur

VI.6 Hubungan Antar Variabel

VI.6.1 Hubungan Karakteristik Responden Dengan Penurunan Nyeri

VI.6.1.1 Hubungan Umur Dengan Penurunan Nyeri

(60)

Sampel yang tidak mengalami penurunan nyeri terbanyak adalah pada kelompok umur ≥ 60 tahun yaitu 13 orang (59,09%) dan sisanya adalah pada kelompok umur < 60 tahun yaitu 9 orang (40,91%).

Tabel VI.8 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Terhadap Penurunan Nyeri di Instalasi Rehabilitasi Medik RSU. Dr. Soetomo Surabaya Tahun

Berdasarkan uji statistik chi square diperoleh p = 0,025 ini menunjukkan hubungan yang bermakna yang berarti ada pengaruh antara umur dengan penurunan nyeri dengan Odds Ratio = 4,044 ini berarti bahwa sampel kelompok umur < 60 tahun mempunyai kecenderungan untuk mengalami penurunan nyeri 4,044 kali lebih besar dibandingkan sampel kelompok umur ≥ 60 tahun.

VI.6.1.2 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Penurunan Nyeri

(61)

Tabel VI.9 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Terhadap Penurunan Nyeri di I nstalasi Rehabilitasi Medik RSU. Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2006.

Penurunan Nyeri Jenis Kelamin

Menurun n (%)

Tidak Menurun n (%)

Laki-laki Perempuan

18 (47,37) 20 (52,63)

12 (52,55) 10 (45,45)

Total 38 (100) 22 (100)

Berdasarkan uji statistik chi square diperoleh p = 0,789 yang menunjukkan hubungan yang tidak bermakna ini berarti tidak ada pengaruh antara jenis kelamin dengan penurunan nyeri.

VI.6.1.3 Hubungan BMI (Body Mass Index) Dengan Penurunan Nyeri

Dari tabel VI.10 dapat dilihat sampel yang mengalami penurunan nyeri terbanyak adalah pada sampel dengan berat badan non overweight yaitu 28 orang (73,69%) dan sisanya adalah pada sampel dengan berat berlebih (Overweight)

(62)

Tabel VI.10 Distribusi Responden Berdasarkan BMI ( Body Mass Index ) Terhadap Penurunan Nyeri di Instalasi Rehabilitasi Medik RSU. Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2006.

Penurunan Nyeri BMI

Menurun n (%)

Tidak Menurun n (%) Non Overweight

Overweight

28 (73,69) 10 (26,32)

6 (27,27) 16 (72,73)

Total 38 (100) 22 (100)

Berdasarkan uji statistik chi square diperoleh p = 0,001 ini menunjukkan hubungan yang bermakna yang berarti ada pengaruh antara BMI dengan penurunan nyeri dengan Odds Ratio = 7,467 ini berarti bahwa orang dengan berat badan non overweight mempunyai kecenderungan untuk mengalami penurunan nyeri 7,467 kali lebih besar dibandingkan orang dengan berat badan overweight.

VI.6.1.4 Hubungan Tingkat Aktivitas Dengan Penurunan Nyeri

(63)

Tabel VI.11 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Aktivitas Terhadap

Berdasarkan uji statistik chi square diperoleh p = 0,033 ini menunjukkan hubungan yang bermakna yang berarti ada pengaruh antara tingkat aktivitas dengan penurunan nyeri dengan Odds Ratio = 4,569 ini berarti bahwa orang dengan tingkat aktivitas ringan mempunyai kecenderungan untuk mengalami penurunan nyeri 4,569 kali lebih besar dibandingkan orang dengan tingkat aktivitas berat.

VI.6.2 Hubungan Keteraturan Terapi Dengan Penurunan Nyeri

(64)

Tabel VI.12 Distribusi Responden Berdasarkan Keteraturan Terapi Terhadap

Berdasarkan uji statistik chi square diperoleh p = 0,000 yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna yang berarti ada pengaruh antara keteraturan terapi dengan penurunan nyeri dengan Odds Ratio = 10,000 ini berarti bahwa orang yang menjalani fisioterapi dengan teratur mempunyai kecenderungan untuk mengalami penurunan nyeri 10 kali lebih besar dibandingkan orang yang menjalani fisioterapi dengan tidak teratur.

VI.6.3 Hubungan Lama Terapi Dengan Penurunan Nyeri

(65)

Tabel VI.13 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Terapi Terhadap Penurunan Nyeri di Instalasi Rehabilitasi Medik RSU. Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2006.

Penurunan Nyeri Lama Terapi

Menurun n (%)

Tidak Menurun n (%) ≥ 5 minggu

< 5 minggu

28 (73,68) 10 (26,32)

7 (31,82) 15 (68,18)

Total 38 (100) 22 (100)

(66)

BAB VII

PEMBAHASAN

VII.1 Hubungan Karakteristik Responden Dengan Penurunan Nyeri

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa penderita Hernia Nukleus Pulposus

(67)

Pain Society menunjukkan tidak ada perbedaan, penurunan, atau peningkatan nyeri dengan umur.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah sampel yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah sama. Berdasarkan analisis statistik diperoleh hubungan yang tidak bermakna yang berarti tidak ada pengaruh antara jenis kelamin dengan penurunan nyeri. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Mangindaan (2003) bahwa di beberapa penelitian menunjukkan wanita dua kali lebih banyak mengalami perubahan nyeri yang pada awalnya nyeri akut berkembang menjadi nyeri kronik. Pendapat Mangindaan tersebut diperkuat oleh Tehupeory (2002) bahwa kaum pria mempunyai nilai ambang sakit yang tinggi sehingga menimbulkan rasa sakit yang kurang dan dapat diobati dengan obat analgesik biasa dan dapat melakukan pekerjaan sehari-hari seperti biasa. Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal American Society of Plastic Surgeons (ASPS) yaitu bahwa wanita memiliki lebih banyak reseptor sehingga manyebabkan rasa nyeri lebih mudah dirasakan dibandingkan laki-laki. Secara psikososial laki-laki lebih kuat terhadap rasa nyeri, ditemukan gambaran bahwa wanita toleransi rasa nyerinya dan ambang rasanya lebih rendah. (www.MajalahFarmacia.com , 2005)

(68)

hubungan yang erat antara penurunan berat badan dengan keluhan nyeri. Penderita nyeri punggung bawah akan mengalami penurunan rasa nyeri dan gangguan fungsi dengan cara menurunkan berat badan. Selain itu dalam hasil penelitian studi tentang tingkat sensitivitas nyeri pada obesitas yang dilakukan di Ohio State University dengan responden 62 dewasa tua menyatakan bahwa orang dengan berat badan berlebih lebih sensitif terhadap rasa nyeri dibandingkan orang yang tidak memiliki berat badan berlebih. Reaksi mereka pada saat penelitian mengindikasikan bahwa pasien dengan berat badan berlebih mempunyai toleransi yang rendah terhadap nyeri, meskipun mereka mengatakan mempunyai nilai ambang nyeri yang tinggi. (www.SeattlePostIntelligencer.com, 2006)

Dari hasil penelitian ini didapatkan sebagian besar responden memiliki tingkat aktivitas ringan. Berdasarkan analisis statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna yang berarti ada pengaruh antara tingkat aktivitas dengan penurunan nyeri, kecenderungan untuk mengalami penurunan nyeri pada responden dengan aktivitas ringan 4,569 lebih besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Kasjmir (2004) Bahwa rasa nyeri yang terjadi akan meningkat apabila terjadi peningkatan aktifitas keseharian atau aktivitas yang tidak biasa dilakukan pasien. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh WHO mengatakan bahwa aktivitas fisik seperti jalan cepat yeng dilakukan secara teratur dapat menurunkan risiko berkembangnya nyeri punggung bawah. Dan penelitian yang dilakukan di

(69)

VII.2 Hubungan Keteraturan Terapi Dengan Penurunan Nyeri

Keteraturan terapi merupakan tindakan kooperatif dari penderita yang menjalani fisioterapi. Selain kooperatif, ketepatan diagnosa oleh dokter, ketepatan pemberian dosis, dan ketrampilan dalam melaksanakan proses pelayanan fisioterapi merupakan pendukung keberhasilan program fisioterapi. (Sugijanto, 1991). Dari hasil penelitian didapatkan sebagian besar sampel menjalani fisioterapi dengan teratur. Berdasarkan analisis statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna yang berarti ada pengaruh antara keteraturan terapi dengan penurunan nyeri, kecenderungan untuk mengalami penurunan nyeri 10 kali lebih besar pada orang yang menjalani fisioterapi dengan teratur. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Nurrachmawati (2001) yang menunjukkan bahwa keteraturan mengikuti terapi panas berpengaruh terhadap penurunan rasa nyeri.

VII.3 Hubungan Lama Terapi Dengan Penurunan Nyeri

(70)
(71)

BAB VIII

KESIMPULAN DAN SARAN

VIII.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Dalam penelitian sebagian besar (61,67%) berumur < 60 tahun, Jenis kelamin responden antara laki-laki dan perempuan memiliki jumlah yang sama, BMI (Body Mass Index) sebagian besar non overweight (56,67%), dan sebagian besar responden memiliki tingkat aktivitas yang ringan (76,67%).

2. Dari keseluruhan responden sebagian besar (63,33%) mengalami penurunan nyeri dan dari 63,33% tersebut sebanyak 23,33% mengalami penurunan nyeri 2 tingkat .

3. Faktor karakteristik individu yang mempengaruhi penurunan nyeri setelah fisioterapi pada pasien HNP adalah umur, BMI dan tingkat aktivitas.

4. Faktor keteraturan terapi mempengaruhi penurunan nyeri setelah fisioterapi pada pasien HNP.

5. Faktor lama terapi mempengaruhi penurunan nyeri setelah fisioterapi pada pasien HNP.

VIII.2 Saran

(72)

pada penderita HNP tentang pengaruh berat badan, tingkat aktivitas, keteraturan dan lama terapi terhadap penurunan nyeri sehingga bisa menambah informasi tentang HNP dan upaya untuk mempercepat proses penurunan nyeri.

(73)

DAFTAR PUSTAKA

Albar, Juljasri, 2001, Sistematika Pendekatan pada Nyeri Pinggang, http://www.kalbefarma.Com/files/cdk/files/07. (sitasi14 Januari 2006).

Anonim, Nyeri Punggung? Tetaplah Bergerak, http://www.KalbeFarma.com (Sitasi 5 Juni 2006)

Anonim, Obesity-Pain Sensitivity Studied,

http://www.SeattlePostIntelligencer.com (Sitasi 6 Juni 2006)

Calliet, Rene, 1981, Low Back Pain Syndrome, Philadelphia: F.A. Davis Company. 1-55.

Harkins, W. Stephen, 1997, Sans Pain?, http://www.AmericanPainSociety.com , (Sitasi 6 Juni 2006)

Hidayati, Sri, 2004, Fisioterapi Pada Penderita Hernia Nukleus Pulposus.

Tugas Akhir. Surabaya: Universitas Airlangga. 6-40.

Hidayat, Mohammad, 2000, Penatalaksanaan Osteoartrhritis, Surabaya : Perhimpunan Ahli Bedah Orthopaedi Indonesia Cabang Jawa Timur.

Simposium : 1-10

Jatim, S. A, Nuhonni M, 2000, Physical Modalities in Muscle Spasm And Pain, Jakarta : IRM RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo/ FK UI. Simposium Muscle Spasm and Pain : 7-14.

Kasjmir, I, Yoga, 2004, Pemeriksaan Klinis dan Pengukuran Nyeri, Jakarta: Div. Reumatologi, Dept. Ilmu Penyakit Dalam, FK Universitas Indonesia/Perjan RSCM. Temu Ilmiah Reumatologi dan Kursus Nyeri 2004 : 168-173.

Mangindaan, Lukas, 2003, Gangguan Nyeri (Psikogenik), Jakarta : Bagian Psikiatri FK UI/ RSCM. Suplemen Berkala Neurosains, Vol 4, No.2 : 57-64. Marpaung, Blondina, 2004, Nyeri Reumatik Ekstra Artikular, Medan : Divisi

Reumatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Adam Malik/ FK USU. Temu Ilmiah Reumatologi dan Kursus Nyeri 2004. 111-129.

Meliala, Lucas, 2004, Neuroanatomi, Neurofisiologi dan Neurokimiawi Nyeri, Jogjakarta : Bagian/ SMF Penyakit Syaraf RSUP Dr. Sardjito/ FK UGM.

(74)

Meliala, Lucas, 2003, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Nyeri Punggung Bawah, Jogjakarta : Bagian/ SMF Penyakit Syaraf RSUP Dr. Sardjito/ FK UGM.

Suplemen Berkala Neurosains, Vol 4, No.2 : 101-104

Moestari, Oemijono, 1992, Falsafah dan Upaya Pelayanan Rehabilitasi Medis, Surabaya: Unit Rehabilitasi Medik RSU.dr.Soetomo/FK Unair. Ilmu

Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (Physiatri), Edisi 1 : 1-5.

Nazir, Moh, 2003, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia. 405-415.

Nurrachmawati, Annisa, 2001, Pengaruh Lama, Frekwensi dan Keteraturan Terapi Mengikuti Terapi Panas Terhadap Rasa Nyeri Pada Lansia Penderita Arthritis.

Skripsi. Surabaya : Universitas Airlangga : 50-75.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. 79-172

Pickering, G, 2001, Influence Of Aging On Pain, http://www.MedscapeNewsletters.com , (Sitasi 6 Juni 2006)

Putra, L. Hening, 1993,. Lansia Dan Upaya Rehabilitasi Preventif, Surabaya : UPF Rehabilitasi Medik RSUD Sidoarjo. Media IDI, Vol 18 No 3 : 27-31 Roan, W.M, 1991, Aspek Psikososial Dari Usia Lanjut, Semarang : Direktorat

Kesehatan Jiwa , Ditjen Pelayanan Medik, Depkes RI. Kumpulan Makalah Simposia. 47-55

Rochman, Fatctur, 1991, Modalitas Terapi Fisik Pada Penatalaksanaan Nyeri, Surabaya : UPF. Rehabilitasi Medik. RSU. Dr. Soetomo Surabaya. Kumpulan Makalah Simposia : 158-185.

Rochman, Fatchur, 1989, Sindroma Nyeri Bahu Intrinsik, Surabaya : UPF. Rehabilitasi Medik. RSU. Dr. Soetomo. Surabaya. 1-15.

Roesmil, Kusnadi, 2001. Salah Posisi Duduk Bisa Bikin Lumpuh. http://www.Prospektif.com/cetak/0404/28/0314.htm (sitasi 10 Oktober 2005) Santoso, Bayu, 1992, Latihan Pada Penderita Low Back Pain, Surabaya: Unit

Rehabilitasi Medik RSU.dr.Soetomo/F.K. Unair. Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (Physiatri) Edisi 1: 80-90.

Santoso, Bayu, 1991, Patofisiologi Nyeri, Surabaya : UPF Rehabilitasi Medik RSUD. Dr. Soetomo/FK Unair. Kumpulan Makalah Simposia : 141-145. Setiyohadi, Bambang, 2004, Etiopatogenesis Nyeri Pinggang, Jakarta: Divisi Reumatologi, Dept Ilmu Penyakit Dalam, FK Universitas Indonesia. Temu

Gambar

Tabel I.1 Jumlah Kunjungan Penderita HNP di Instalasi   Rehabilitasi Medik                               RSU
Gambar IV.1 Kerangka Konsep.
Tabel VI.1  Distribusi   Responden  Berdasarkan  Umur  di  Instalasi  Rehabilitasi                     Medik RSU.Dr.Soetomo Surabaya Tahun 2006
Tabel VI.4 Distribusi  Responden Berdasarkan Tingkat Aktivitas di Instalasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

This final project report was written to fulfill the requirement to obtain the English Diploma Program Degree based on the job training at Tourist Information Center of

yang dikalibrasi untuk simulasi data hujan GSMaP_NRT corrected dapat dilihat pada Tabel 5 menunjukkan hasil kalibrasi menggunakan parameter yang sama dengan

Zone 2, 13 and 14 in figure 8(c) were identified as weak zones and the information was provided to the farm management team. It was identified that the low crop vigor in these

Dalam kehidupan sosial budaya Pengrajin Noken Suku Amungme di Desa Limau Asri memiliki banyak potensi alam yang dapat memper- kaya kehidupan para Pengrajin Noken,

Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan. indikator dari variabel

Pernyataan yang berhubungan dengan notice di atas adalah C karena notice tersebut berlaku untuk karyawan yang ada disebuah kantor atau perusahaan tempat notice

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji apakah pengetahuan, pengalaman kerja, independensi, etika, obyektivitas, integritas dan akuntabilitas berpengaruh

Hal ini berarti bahwa penggunaan diagnostik management control pada organisasi sektor publik di Kota Semarang tergolong tinggi dan didukung dengan dua variabel lainnya