• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS ANTRIAN LALU LINTAS PADA DAERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS ANTRIAN LALU LINTAS PADA DAERAH"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS ANTRIAN LALU LINTAS

PADA DAERAH YANG MENYEMPIT DI JALAN ARTERI

(Studi Kasus di Jalan Lingkar Utara Yogyakarta)

Sukarno

Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UII Email: sukarno@ftsp.uii.ac.id

Abstrak: Kemacetan lalu lintas yang sudah menjadi pemandangan umum di kota-kota besar kadang-kadang dapat dijumpai di jalan bebas hambatan. Kemacetan di jalan bebas hambatan terjadi jika arus kedatangan lebih besar dibandingkan arus keberangkatan, misalnya bila sedang ada pekerjaan konstruksi jalan, atau sedang ada pekerjaan didaerah hilir hingga sebagian lajur jalan terpaksa ditutup yang mengakibatkan terdapatnya daerah yang menyempit. Pada bagian jalan lurus dan panjang diantara persimpangan seperti pada jalan arteri antar kota dapat dianggap juga sebagai jalan bebas hambatan. Dua model, yaitu antrian tertentu dan gelombang kejut, diuji untuk menganalisis karakteristik akibat dari daerah yang menyempit ini. Karakteristik tersebut adalah tundaan (delay), panjang antrian, dan lamanya antrian. Uji model dilaksanakan di Jalan Arteri Lingkar Utara Yogyakarta. Karakteristik yang diperoleh dari analisis dengan menggunakan dua model dibandingkan dengan kenyataan di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah diadakan modifikasi pada model gelombang kejut, karakteristik kenyataan dapat didekati dengan menggunakan kedua model walaupun masih terdapat perbedaan kecil.

Abstract: Traffic congestion, which has been a common phenomenon in big cities sometime, is found also on a freeway or arterial road. Congestion on a freeway happens when arrival flow is greater than departure flow, for instant when there are a road construction or an accident downstream or greater capacity at upstream compared than downstream. On long and straight road between intersections such as arterial road can be considered as freeway as well. Two models, determined and shock wave are applied to analyze bottleneck on arterial road, called north ring road, in Yogyakarta. The results obtained from two models are compared with actual one. It is found that two models could be used, although there are still some differences, to predict the characteristics of bottleneck as long as the shock wave is modified earlier.

Kata-kata Kunci:Antrian, Daerah yang Menyempit, Jalan Arteri, Antrian Tertentu, dan Gelombang Kejut.

1. PENDAHULUAN

Kemacetan terjadi di hampir sebagian besar jaringan jalan perkotaan tidak terkecuali di jalan arteri antar kota. Kemacetan yang kronis menyebar dengan cepat dan berlangsung sangat lama. Karena tujuan jalan arteri antar kota adalah untuk kecepatan tinggi maka mengatasi masalah kemacetan di jalan seperti itu adalah penting. Menurut Papacostas dan Prevedouros (1993) salah satu diantara banyak isu yang memerlukan perhatian dalam manajemen kemacetan untuk jalan kecepatan tinggi adalah perlunya prosedur analitis untuk mempelajari efek dari kemacetan akibat penyempitan jalan.

(2)

untuk jumlah antrian dan tundaan). Besarnya perbedaan prediksi dan belum banyaknya usaha mendalami adanya perbedaan (May, 1990) akan membuat para pengguna menghadapi kesulitan dalam penerapannya. Oleh karena itu membandingkan kedua model dalam memprediksi karakteristik kemacetan serta membandingkan dengan kenyataan merupakan salah satu jalan keluar terbaik. Perumusan masalah karenanya dapat dirumuskan sebagai “apakah model antrian dan gelombang kejut dapat digunakan sebagai alat analisis dalam memecahkan persoalan antrian pada daerah yang menyempit di daerah arteri?”.

Jalan bebas hambatan (McShane and Roess, 1990) didefinisikan sebagai jalan terbagi berlajur banyak yang memiliki kontrol akses sangat ketat sepanjang jalan tersebut. Tidak ada gangguan yang sifatnya tetap terhadap arus lalu lintas sepanjang jalan ini. Karakteristik arus adalah akibat dari interaksi antara sesama kendaraan, ataupun antara kendaraan dengan lingkungan. Di bagian tengah antara dua persimpa-ngan pada ruas jalan arterial terbagi antar kota yang lurus dan panjang dapat dianggap sebagai jalan bebas hambatan

Maksud dari penelitian ini adalah membandingkan dua model analisis kemacetan dalam memprediksi karakteristik kemacetan di jalan arteri (bebas hambatan) akibat daerah yang menyempit dengan kenyataan yang ada. Sedangkan tujuan dari penelitian adalah a) menentukan karakteristik kemacetan di daerah yang menyempit pada jalan arteri terbagi antar kota dengan mempergunakan model antrian dan gelombang kejut, b) membandingkan karakteristik hasil dari prediksi kedua model dengan kenyataan, dan c) memodifikasi salah satu atau kedua model (bila memungkinkan) agar keduanya dapat dipergunakan dengan perbedaan prediksi sekecil mungkin.

Lokasi pengujian model adalah di Jalan Lingkar Utara Yogyakarta (lihat Gambar 1.). Jalan dua arah ini mempunyai jalur cepat dengan dua lajur per arah dan lebar masing-masing lajur 3 m. Hanya kendaraan bermotor dengan roda minimum empat yang boleh melintas lajur cepat. Kendaraan sepeda motor dan kendaraan lambat lain harus menggunakan jalur lambat. Jalan dipisahkan dengan median tinggi selebar 100 cm hingga pergerakan arus tidak akan terganggu oleh kendaraan lawan.

Karena lalu lintas di Indonesia mempunyai perilaku yang berbeda dengan yang ada di negara barat (Sukarno, 1993) maka mengetahui karakteristik model-model antrian untuk memecahkan masalah kemacetan di daerah penyempitan menjadi masukan yang penting bagi ahli rekayasa lalu lintas. Disamping itu para praktisi juga dapat memanfaatkan hasil ini untuk mengantisipasi akibat-akibat yang ditimbulkannya bila terdapat daerah penyempitan di jalan bebas hambatan. Manfaat lebih lanjut misalnya dalam penyusunan manual operasional jalan bebas hambatan. Sering pihak pengelola jalan harus menutup sebagian jalan karena adanya perbaikan jalan, adanya kecelakaan, ataupun maksud lain. Hasil dari studi ini dapat membantu pengambil kebijakan untuk mengetahui ketertundaan, lama kemacetan, dan jumlah kendaraan yang terjebak dalam kemacetan hingga langkah-langkah profesional dapat diambil hingga kerugian bisa diminimalkan.

Dalam penelitian ini istilah-istilah diartikan sebagai berikut.

a. Jalan arteri adalah jalan dengan jalan masuk dibatasi, yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jauh dan kecepatan rata-rata tinggi (UUJ No.13, 1980).

(3)

Keterangan: : Lokasi yang di studi

Gambar 1. Jalan Lingkar Utara di Yogyakarta

2. TINJAUAN PUSTAKA

Penyempitan terjadi bila arus yang melalui bagian jalan bebas hambatan melampaui kapasitas bagian jalan tersebut. Umumnya ini terjadi karena meningkatnya arus hingga diatas kapasitas normal bagian jalan yang ditinjau ataupun pengurangan sementara kapasitas dibagian jalan yang ditinjau hingga dibawah kapasitas normal. Yang pertama mungkin terjadi karena jalan hulu dari bagian jalan yang ditinjau mampu mengalirkan arus yang tinggi. Ini biasanya merupakan hal penyempitan yang sifatnya tetap dan efeknya hanya terlihat selama arus lalu lintas tinggi. Yang kedua umumnya merupakan hal penyempitan yang sifatnya sementara dan ini dapat terjadi karena ada kecelakaan atau pemblokiran jalan.

Akan ditinjau penyempitan yang terjadi karena peningkatan arus mendadak hingga melampaui kapasitas normal bagian jalan yang ditinjau. Andaikan arus meningkat dari q0 (< cb) hingga q1 (>cb) pada waktu t0 dimana cb (=qb) adalah

(4)

(<cb) dalam arus tahap-2. Teori tentang kedua model dapat dilihat di May (1990),

Morales (1986), Wirasinghe, (1978), dan McShane and Roess (1990).

qo < qb

qb,= cb

qo, q1, q2

q1 > qb, > q2

Gambar 2. Daerah yang menyempit di jalan bebas hambatan

2.1. Antrian Tertentu

Berdasarkan teori antrian tertentu, kendaraan yang datang (arrival vehicles) pada arus tahap-1 selama t1 diasumsikan linier dan persamaannya adalah A1(t) = q1.t

dan juga untuk arus tahap 2 selama (t2 – t1) berbentuk A2(t) = q2.t (lihat Gambar 3.).

Sedangkan kendaraan yang berangkat (departure vehicles) baik pada tahap-1 maupun tahap-2 mempunyai bentuk D(t) = qb.t.

Kedatangan/Keberangkatan

A1(t2)=D(t)

A1(t1)

D(t) D(t1)

0 t1 t2=te Waktu

Gambar 3. Kurva kedatangan dan keberangkatan menurut antrian tertentu

Kendaraan yang tidak dapat melalui daerah sempit selama arus tahap-1 akan berakumulasi dan menghasilkan antrian. Laju akumulasi dalam antrian yang terjadi adalah q1 – qb. Dalam arus tahap-2, antrian kendaraan akan berkurang dengan laju q2–

qb karena arus sekarang lebih kecil dibanding kapasitas didaerah sempit. Dari Gambar

3. dapat dilihat bahwa panjang antrian maksimum (nm) adalah,

nm = A1(t1) – D(t1) (1)

Bila arus tahap-2 bertahan cukup lama maka antrian akan hilang pada saat t=t2=te, dimana di titik ini A2(t2) = D(t2). Waktu t2 (=te) ini juga merupakan lamanya

kemacetan dan dapat dicari dari lamanya arus tahap-1 (t1), panjang antrian maksimum

(5)

nm

te== t1 + --- (2)

(qb – q2)

jumlah kendaraan yang dipengaruhi oleh kemacetan adalah ne yaitu jumlah kendaraan

yang lepas dari antrian selama perioda kemacetan yaitu,

ne = qb te (3)

Tundaan tiap kendaraan diberikan oleh jarak horizontal antara kurva kedatangan dan keberangkatan dengan asumsi tidak ada penyalipan. Dengan begitu tundaan maksimum (dm) terjadi pada kendaraan terakhir pada arus tahap-1 yaitu,

A1(t1) A1(t1)

dm = --- - --- (4)

qb q1

atau, nm

dm = --- (5)

qb

Oleh karena itu luas segitiga (yang dihitamkan) pada Gambar 3. akan memberikan tundaan total (dt) yaitu,

dt = ½ nm [t1 + (te-t1)] (6)

Tundaan rata-rata (dr) dari semua kendaraan yang terpengaruh oleh kemacetan

menjadi,

dt

dr = --- (7)

ne

2.2. Gelombang Kejut

Untuk keadaan arus yang sama dengan diatas yaitu q1>qp>q2 dimisalkan bagian jalan

sebelum daerah sempit pada jalan bebas hambatan mempunyai hubungan kecepatan (v), kepadatan (k), dan arus (q) seperti nampak pada Gambar 4.

vf

Hubungak v–k dimisalkan v = vf - ---- k

kj

dengan mengingat q = v.k, hubungan q-v dan q-k dapat dicari yaitu,

kj vf

q = - ---- v2 + k

j v dan q = - ---- k2 + vf k

vf kj

disini vf dan kj berturut-turut adalah kecepatan bebas dan kepadatan maksimum.

(6)

vf qm qm

(k1,q1)

(kp,qp)

vc

(k2,q2)

k v k

0 kc kj 0 vc vf 0 kc kj

k (kend/km) v (km/j) k (kend/km)

vf kj vf

a). v = vf - --- k b). q = - ---- v2 + kj v c). q = - ---- k2 + vf k

kj vf kj

Gambar 4. Pemisalan hubungan v-q-k pada model gelombang kejut

Andaikan pada saat 0 arus meningkat menjadi q1, yakni arus yang melampaui

kapasitas daerah sempit, dan kepadatan berubah menjadi k1. Karena arus melampaui

kapasitas daerah sempit maka akan timbul gelombang kejut yang akan bergerak kehulu mulai dari awal daerah sempit. Gelombang kejut ini akan merambat ke hulu dengan kecepatan yang diasumsikan konstan sebesar s1 [diberikan oleh kemiringan

garis yang menghubungkan (k1,q1) dan (kp,qp) pada Gambar 4.], dimana kp adalah

kepadatan didaerah sebelum daerah sempit (di daerah dimana terdapat antrian kendaraan) dan berkaitan dengan qp (=qb=cb). Akibat gelombang kejut yang merambat

ke arah hulu ini antrian yang terbentuk akan bertambah panjang. Misalkan gelombang kejut dengan kecepatan s1 ini berakhir setelah t1 (lihat Gambar 5.). Setelah t1, yang

disebut dengan arus tahap-1, berakhir kemudian disusul arus tahap-2 dimana q2 < qp.

Pada arus tahap-2 ini terjadi gelombang kejut lain yang merambat kehilir dengan kecepatan yang juga diasumsikan konstan sebesar s2 yang besarnya sama dengan

kemiringan garis (k2,q2) ke (kp,qp) seperti terlihat pada Gambar 4. Arus tahap-2 ini

berakhir setelah t2 dan ini ditandai dengan hilangnya antrian (lihat Gambar 5.).

Jarak ke hulu dari awal daerah sempit

x1=xm

s2

s1

0 Waktu

t1 t2=te

Gambar 5. Panjang antrian berdasarkan model gelombang kejut

Dari Gambar 5. terlihat bahwa antrian terpanjang akan terbentuk pada saat t1

yaitu x1 (=xm) dan besarnya,

xm = s1.t1 (8)

karena kepadatan lalu lintas dalam antrian adalah kp maka panjang antrian maksimum

(=nm) adalah,

(7)

kondisi di hulu awal daerah sempit akan macet selama t2 (= te), ini disebut lama

kemacetan, yang besarnya, xm

te = t1 + ---- (10)

s2

jumlah kendaraan yang dipengaruhi oleh kemacetan (ne) adalah jumlah kendaraan

yang lepas dari daerah macet selama lama kemacetan yaitu,

ne = qp,te (11)

tundaan total dt, yaitu tundaan semua kendaraan yang terpengaruh oleh kemacetan,

dapat dihitung dari luas segitiga pada Gambar 5. yaitu,

dt = ½.te.xm (12)

Tundaan rata-rata (dr) dapat dicari dari, Dt

dr = ---- (13)

ne

tundaan maksimum (dm) adalah tundaan yang dialami kendaraan terakhir dalam

antrian terpanjang atau maksimum (=nm). Karena antrian ini bergerak dengan laju qp

maka, nm

dm = ---- (14)

qp

3. PENGUMPULAN DATA

Ruas jalan yang distudi adalah Jalan Lingkar Utara di daerah Maguwo Harjo, Yogyakarta (lihat Gambar 1.). Jalur cepat yang distudi berarah ke selatan dimana jarak ke persimpangan berlampu kira-kira 3 km hingga gangguan platoon kendaraan dapat dikatakan sudah tidak ada lagi. Jalan Lingkar Utara yang di studi mempunyai jalur lambat dan cepat. Jalur cepat dua arah yang masing-masing arah terdiri dari dua lajur dengan lebar 3 m, dipisahkan oleh median setinggi 20 cm dengan lebar 120 cm. Jalur lambat di kedua sisi jalan dengan lebar rata-rata 4 m dipisahkan dengan jalur cepat oleh median setinggi 20 cm dan lebar 50 cm. Jalur lambat diperuntukkan khusus untuk sepeda motor dan kendaraan tak bermotor, sedangkan jalur cepat untuk kendaraan bermotor dengan roda minimum empat. Akses dari jalur lambat ke jalur cepat dibatasi namun dibeberapa tempat sangat ramai hingga mengganggu perjalanan di jalur cepat .

(8)

4 m 6 m 6 m 4 m

Traffic cones

Awal daerah sempit

qb

U | | | |

Jalur Jalur cepat Jalur

lambat lambat

Gambar 6. Sket lokasi pengambilan data di Jalan Lingkar Utara

Dasar pengambilan waktu untuk pengumpulan data ini adalah pengamatan yang dilakukan sebelumnya yaitu bahwa arus antara pukul 10.00 – 11.00 meninggi dan akan turun lagi antara pukul 11.00 – 12.00. Ijin pada petugas dilakukan sebelum survei dimulai untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Saat pengukuran berlangsung cuaca cerah dan lalu lintas normal.

Variabel yang diukur selama pengukuran setelah jalan ditutup satu lajur adalah sebagai berikut.

a. Arus q1 dan q2 dan waktu berlangsungnya q1 (=t1) dan q2, (=t2),

b. Panjang antrian maksimum (nm), lamanya kemacetan (te), jumlah kendaraan yang

dipengaruhi kemacetan (ne), dan tundaan maksimum (dm), dan

c. Geometri jalan

Pengukuran dilaksanakan secara manual dengan mengerahkan enam surveyor. Empat orang mengukur arus dan dua orang mengukur mengukur karakteristik kemacetan (nm, te, ne, dan dm). Satu dari enam orang tersebut juga diberi tugas

(9)

4. HASIL DAN ANALISIS

4.1. Hasil Pengukuran

Setelah diadakan data reduksi maka data yang dipakai adalah yang dikumpulkan pada hari Selasa 10 Juni 2001 dan berlangsung selama kurang lebih 45 menit (ditandai dengan hilangnya antrian). Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. berikut.

Tabel 1. Data volume 5-menitan pada jalur cepat arah ke selatan (2-lajur) di Jalan Lingkar Utara Yogyakarta

Keterangan: 1. Perhitungan dilakukan dengan metoda IHCM (1994) untuk interurban.

2. kr=kend. Ringan; kbs=kend.berat sedang; bb=bis besar; ts=truck besar; skr=satuan kendaraan ringan.

3. *) = setelah pengamatan ini kendaraan yang antri tinggal satu.

4. mnt = menit

Sedangkan hasil pengukuran ataupun perhitungan variabel setelah lajur ditutup adalah seperti berikut.

a. Karakteristik jalan bebas hambatan

Kapasitas jalan; c = 1487 skr/j/lajur atau c = 124 skr/5 mnt/lajur

[dihitung berdasarkan IHCM 1994 (interurban) c=co.fcw.fsp.fmc.fsf

(skr/jam)  co=1900 skr/jam; fcw=0,91, fsp=1, fmc=1, dan fsf=0,86]

Kecepatan bebas; vf = 64 km/j [dihitung berdasarkan IHCM 1994 (interurban)

vf=vfo+vfw+vfsf+vfrt(km/jam)  vfo=78, vfw=-7, vfsf=-6, dan vfrc=-1]

Arus; q1 = 780 skr/30 menit/2 lajur atau q1 = 130 skr/5 menit/2 lajur

q2 = 264 skr/15 menit/2 lajur atau q2 = 88 skr/5 menit/2 lajur

b. Karakteristik kemacetan

Panjang antrian maksimum (nm) = 111 skr, lamanya kemacetan (te) = 50 mnt,

jumlah kendaraan yang dipengaruhi kemacetan (ne) = 1132 skr, tundaan maksimum

(dm) = 5 menit, dan laju keluarnya kendaraan di jalan sempit (qbf) = 113 skr/5-mnt

(10)

Tabel 2. Laju pelayanan kendaraan di awal jalan yang menyempit

Geometri di tempat studi dapat dilihat pada Gambar 7. berikut.

Jalur lambat Jalur cepat

4 m 6 m CL

0.5 m 0.6 m

Gambar 7. Tipikal geometri untuk penampang melintang di daerah studi

4.2. Analisis

a. Model antrian

Disini A1(t) = 130 t skr/2-lajur/5-mnt, A2(t) = 88 t skr/2-lajur/5-mnt, dan D(t) = 124

t skr/lajur/5-mnt, t1 = 6 5-mnt, Perhitungan dilakukan per 2-lajur.

Panjang antrian maksimum = nm

Jumlah total kendaraan yang terpengaruh kemacetan = ne

ne = qb te = 124 (7) = 868 skr

(11)

A1(t1) A1(t1) 780 780

Dari vf=64km/j, c=qm=qb=1487skr/j/lajur, q1=780skr/j/lajur, q2=528skr/j/lajur, dan

dengan menggunakan IHCM 1994 (interurban) diperoleh kecepatan aktual v1=55km/j dan v2=58km/j. Kemudian dengan q1=780skr/j/lajur, v1=55km/j,

q2=528skr/j/lajur, v2=58km/j, dan hubungan q=v.k diperoleh k1=15skr/km/lajur. dan

k2=10skr/km/lajur. Juga melalui hubungan v=vf-(vf/kj)k didapatkan

kj=107skr/km/lajur. Karena (vf/kj)kp2-vf.kp+qp= 0, maka dengan mengisikan nilai vf,

kj, dan qp(=qb=c=qm=1487skr/j/lajur)akan diperoleh nilai kp=73skr/km/lajur.

Kecepatan gelombang yang merambat ke hulu (s1),

q1-qp 1560-1487

s1 = --- = --- = -0,63 km/j (tanda (-) berarti gelombang merambat

k1-kp 30-146

ke arah hulu.

Kecepatan gelombang yang merambat ke hilir (s2),

q2-qp 1056-1487

s2 = --- = --- = 3,42 km/j (tanda (+) berarti gelombang merambat

k2-kp 20-146

ke arah hilir.

Panjang antrian maksimum dalam satuan jarak (xm),

xm=s1.t1=0,63(0,5)=0,32km atau dalam satuan skr,

nm=kp.xm=146(0,32)=47skr

Lamanya kemacetan (te),

xm 0,32

te = t1 + ---- = 0,5 + --- = 0,59j = 36mnt

s2 3,42

Jumlah total kendaraan yang dipengaruhi oleh kemacetan (ne),

ne=qp.te=1487(0,59)=878skr

Tundaan maksimum (dm),

dm=nm/qp=47/1487=0,032j=1,92mnt

Tundaan total (dt),

dt = ½.te.xm=½(0,59)(0,32)=0,09km-j=5,7km-mnt atau dalam satuan skr mnt,

dt=½.te.kp.xm=½(0,59)(146)(0,32)=827skr-mnt

Tundaan rata-rata (dr),

dr = dt/ne=827/878=0,94mnt/kend

(12)

Tabel 3. Karakteristik kemacetan antara teori dan kenyataan

Antrian (A) Gel. Kejut (GK) KvsA KvsGK GKvsA nm 36 skr 47 skr 111 skr 209% 136% 31%

Dari Tabel 3 terlihat bahwa perbedaan yang sangat-sangat signifikan antara kenyataan yang ada dengan prediksi teori. Untuk panjang antrian maksimum (nm) dan

tundaan maksimum (dm) perbedaannya mencapai diatas 130% sedangkan untuk lama

kemacetan (te) dan jumlah total kendaraan yang terpengaruh kemacetan (ne)

perbedaannya mencapai rata-rata 36%. Disamping itu prediksi dari sesama teori sendiri (antrian dan gelombang kejut) terdapat perbedaan. Prediksi gelombang kejut lebih tinggi rata-rata 31% untuk nm , dm , dt , dan dr dibanding prediksi antrian.

5. PEMBAHASAN

Dari analisis diatas ternyata membawa kita pada dugaan awal bahwa teori antrian dan gelombang kejut tidak begitu saja dapat digunakan untuk memprediksi parameter kemacetan. Pembahasan perbedaan kedua model akan dilakukan lebih dulu kemudian baru terhadap kenyataan.

5.1. Konsep antrian

Kedua konsep memodelkan antrian dengan cara berbeda. Model antrian tidak mendasarkan diri pada hubungan kecepatan-arus, dimana hubungan seperti itu diperlukan dalam hubungan model gelombang kejut. Karena itu model pertama tidak dapat menggambarkan bagaimana kendaraan mendekati bagian jalan yang mengalami penyempitan, bagaimana kendaraan bergerak dalam antrian tidak penting, yang ada hanyalah kendaraan diam bila berada dalam antrian. Sebaliknya model kedua menggunakan konsep hubungan kecepatan-kepadatan-arus, hingga pergerakan kendaraan yang mendekati daerah sempit dapat digambarkan. Representasi ini kelihatannya sesuai kenyataan yang sebenarnya. Akibat dari perbedaan ini panjang antrian kendaraan maksimum (nm) yang dihasilkan kedua model akan berbeda pula.

kedua model akan menghasilkan nm yang sama bila terjadi penyumbatan total di

daerah sempit hingga cp=qp=0. Dalam kenyataan tidak selamanya kendaraan bergerak

namun juga tidak selalu berhenti, hal ini dikarenakan antrian terbagi dalam dua lajur dan pengemudi saling berebut untuk masuk daerah sempit hingga kadang-kadang terjadi mereka harus berhenti untuk memberi kesempatan yang lainnya berjalan dulu.

5.2. Konsep tundaan

(13)

mewakili waktu hilang ketika kendaraan tidak bergerak. Sedangkan model kedua menghasilkan tundaan yang mencerminkan waktu perjalanan . Jika tundaan dianggap sebagai waktu tambahan bagi kendaraan untuk melewati bagian kritis karena adanya kemacetan, maka waktu perjalanan bebas harus dipakai untuk mengurangi waktu perjalanan ketika macet. Dalam kenyataannya kendaraan kadang-kadang berhenti dan kadang-kadang jalan akibat adanya dua antrian hingga kendaraan saling berebut untuk dapat memasuki daerah sempit terlebih dulu, hingga logikanya tundaan yang terjadi mewakili dua kondisi kendaraan bergerak dan berhenti..

5.3. Konsep Perubahan Tahap Arus

Kedua model mengasumsikan perubahan tahap arus terjadi pada akhir t1.

Asumsi ini cocok untuk model antrian karena memang formulasinya berdasarkan pada waktu. Namun tidak demikian untuk model kedua yang mendasarkan diri pada hubungan kecepatan-kepadatan-arus. Hubungan ini menuntut tidak hanya waktu tapi juga lokasi untuk menentukan perubahan tahap arus. Jadi tidak cukup hanya mengatakan perubahan arus terjadi saat t1 tanpa memberitahu lokasi dimana

perubahan tersebut terjadi. Karena letak ini tidak ditentukan maka diasumsikan terjadi di belakang antrian.

Agar model gelombang kejut mempunyai kondisi perubahan arus yang sama dengan model antrian maka perlu dicari lokasi dari perubahan arus tersebut. Misal perubahan arus terjadi di suatu titik y di sebelah hulu awal daerah sempit. Kendaraan pertama dari arus tahap-1 akan tiba di awal darah sempit pada saat 0, hal ini berarti kendaraan tersebut telah berjalan sejauh y dengan kecepatan v1 (lihat Gambar 6.).

Karena arus tahap-1 tetap selama waktu t1 maka kendaraan terakhir juga harus tiba di

awal daerah sempit pada waktu t1. Namun karena ada penyempitan jalan, akibatnya

arus didepan tertahan. Arus yang bisa lewat jalan sempit lebih kecil dari semula (q1),

akibatnya timbulah gelombang penahanan yang merambat membalik (kehulu). Kendaraan terakhir tahap-1 akan bertemu dengan gelombang yang membalik ini misalnya pada waktu ta.dan berlokasi sejauh xa sebelah hulu dari awal daerah sempit.

Karena pada waktu ta mereka bertemu dan besar y dapat diambil sama dengan besar v1

maka lokasi xa dapat ditentukan.

ta = xa/s1

Jarak ke hulu dari awal daerah sempit

x’m ini tidak lain adalah panjang maksimum antrian dinyatakan dalam jarak. Bila

dinyatakan dalam satuan kendaraan ringan (skr) menjadi,

n’m = kp.x’m (16)

Jelas disini bahwa agar model antrian kompatibel dengan model gelombang kejut maka perubahan tahap arus pada model kedua harus diambil pada akhir waktu ta.

Demikian juga panjang antrian maksimum harus diambil x’m (bukan xm) dan lamanya

(14)

y

x1=xm

xa =x’m

s2

s1

0 Waktu

ta t1 tb=t’e t2=te

Gambar 6. Modifikasi model gelombang kejut

xa xa

t’e= --- + --- (17)

s1 s2

Konsekuensinya jumlah kendaraan yang dipengaruhi kemacetan (n’e) juga berkurang

yaitu,

n’e = qp.t’e (18)

Tundaan maksimum (d’m) diperoleh dari mengurangi waktu perjalanan

kendaraan terakhir karena adanya penyempitan (kecepatan vp) dengan waktu

perjalanan kendaraan terakhir bila tidak ada penyempitan (kecepatan v1) yaitu,

x’m(v1-vp)

d’m = --- (19)

vp.v1

Besaran vp didapat dari hubungan vp=qp/kp. Tundaan total (d’t), yaitu tundaan dari

semua kendaraan yang terlibat dalam kemacetan, dicari dari mengurangi waktu perjalanan semua kendaraan yang dipengaruhi kemacetan (kecepatan vp) dengan

waktu perjalanan bebas semua kendaraan yang dipengaruhi kemacetan baik dalam tahap-1 (kecepatan v1) maupun tahap-2 (kecepatan v2) yaitu,

(n’e-q1.t1)

d’t = ½ .ta .x’m .kp - ½ .x’m [(t1.k1) + --- ] (20)

v2

Tundaan rata-rata diperoleh dari, d’t

d’r = --- (21)

n’e

Dalam kenyataan perubahan tahap arus tidak mudah dilihat secara langsung karena headway antar kendaraan ketika memasuki jalan sempit tidak selalu sama (tidak seragam). Untuk mengatasi masalah ini pengambilan data biasanya dibagi dalam interval waktu yang cukup kecil sehingga fluktuasi arus terlihat (dalam studi ini interval diambil 5 menit). Bila dipergunakan model gelombang kejut modifikasi maka hasil prediksi karakteristik kemacetan dapat dilihat pada Tabel 4.

Terlihat dari Tabel 4. bahwa dengan memodifikasi model gelombang kejut, perbedaan prediksi dengan model antrian dapat diperkecil. Kecuali panjang antrian maksimum (nm) yang memang pasti berbeda karena perbedaan pendekatan konsep

(15)

Tabel 4. Karakteristik kemacetan untuk model modifikasi

dt 630 skr-mnt 827 skr-mnt 635skr-mnt 31% 0,8%

dr 0,72 mnt 0,94 mnt 0,74 mnt 30% 3%

5.5. Data Input

Bila dilihat dari pembahasan diatas seharusnya karakteristik kemacetan hasil pengamatan tidak berbeda sangat signifikan dengan hasil prediksi model. Oleh karena itu dalam pembahasan sub-bab ini data yang digunakan sebagai input yaitu kapasitas daerah sempit (kapasitas pelayanan) akan ditinjau. Dari manual IHCM (1994) diperoleh kapasitas pelayanan di daerah sempit c’ = 124 skr/5-mnt/lajur, sedangkan hasil dari pengamatan diperoleh rata-rata c’f = 113 skr/5-mnt/lajur. Perbedaan ini akan

membawa hasil yang sangat berbeda karena laju pelayanan yang tidak sama. Bila kapasitas jalan sempit yang digunakan adalah c’f = qb’ = qm’ =qp’ =

113skr/5-mnt/lajur=1356skr/j/lajur maka hasil prediksi model menjadi seperti pada Tabel 5. berikut.

dt 2571skr-mnt 2635skr-mnt - -

-dr 2,3 mnt 2,3 mnt - -

-Dari Tabel 5. terlihat bahwa dengan menggunakan laju pelayanan kenyataan nilai panjang antrian maksimum (nm) dan tundaan maksimum (dm) yang tadinya

berbeda sampai diatas 130% menjadi hanya sekitar 13%. Sedangkan nilai lama kemacetan (te) dan jumlah total kendaraan yang dipengaruhi kemacetan (ne) yang

tadinya berbeda rata-rata 36% menjadi hanya sekitar 1,4% perbedaannya. Walaupun demikian kedua model ini untuk keperluan praktis dapat digunakan , terutama untuk pelayanan operasional dan sangat dianjurkan untuk menggunakan parameter yang langsung diukur dari lapangan.

6. KESIMPULAN DAN SARAN

(16)

a. Karakteristik kemacetan dapat diprediksi baik dengan model antrian maupun dengan model gelombang kejut.

b. Terdapat perbedaan hasil prediksi model dibandingkan kenyataan terutama untuk panjang antrian maksimum dan tundaan maksimum yang mencapai perbedaan sekitar 13%. Namun demikian untuk lama kemacetan dan jumlah total kendaraan yang dipengaruhi kemacetan perbedaannya hanya sekitar 1,4%

c. Model gelombang kejut perlu dimodifikasi dulu sebelum digunakan agar dapat mempresentasikan keadaan sebenarnya.

6.2. Saran

Saran dari penelitian adalah sebagai berikut.

a. Sangat dianjurkan untuk menggunakan parameter hasil pengukuran untuk data input pada kedua model. Dengan kata lain model dianjurkan penggunaannya hanya pada evaluasi Data input hasil prediksi teori (manual) yang akan digunakan pada model untuk maksud perencanaan atau perancangan harus dibawah pengawasan para ahli.

b. Dalam penelitian ini perambatan gelombang dalam model gelombang kejut dianggap linier. Bentuk rambatan non-linier perlu diteliti dan diperbandingkan dengan yang linier agar diperoleh model yang mendekati kenyataan.

7. DAFTAR PUSTAKA

May, A.D., 1990, Traffic Flow Fundamentals, Englewood Cliffs: Prentice-Hall Inc.,New Jersey.

McShane, W. and R.P. Roess, 1990, Traffic Engineering, Englewood Cliffs: Prentice-Hall Inc, New Jersey.

Morales, J.M., 1986, Analytic Procedures for Estimating Freeway Traffic Congestion, Public Roads, Vol.50 No.2, Washington, D.C.

Papacostas, C.S., and P.D. Prevedouros, 1993, Transportation Engineering and Planning, Englewood: Prentice-Hall inc., new Jersey.

Sweroad & Bina Karya, 1994, Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM), Ministry of Public Works, Indonesia.

Wirasinghe, S.C., 1978, Determination of Traffic Delays from Shockwave Analysis, Transportation Research, Vol.12:343-348.

Directorate General of Highways, 1992, Standars Specifications for Geometric Design of urban Roads, Minister of Public Works, Jakarta.

Gambar

Gambar 1. Jalan Lingkar Utara di Yogyakarta
Gambar 2. Daerah yang menyempit di jalan bebas hambatan
Gambar 4. Pemisalan hubungan v-q-k pada model gelombang kejut
Gambar 6. Sket lokasi pengambilan data di Jalan Lingkar Utara
+6

Referensi

Dokumen terkait

Jalan bebas hambatan didefenisikan sebagai jalan untuk lalu lintas menerus dengan pengendalian jalan masuk secara penuh, baik merupakan jalan terbagi ataupun tak

Kecepatan kendaraan dan kerapatan lalu lintas yang ada pada berbagai jalan arteri di kota besar seperti Surabaya memiliki karakteristik yang dapat dipelajari dari

Hasil analisis biaya kemacetan pada berbagai kondisi (eksisting, alternatif 1, dan alternatif 2) dipresentasikan pada Tabel 7. Biaya yang timbul akibat kemacetan

Volume kendaraan yang dapat ditampung oleh suatu jalan lebih ditentukan oleh kapasitas persimpangan pada jalan tersebut dibandingkan oleh kapasitas jalan itu sendiri. Diantara

Adapun definisi operasional variabel dari penelitian ini adalah lokasi kemacetan lalu lintas pada ruas ruas jalan erat kaitannya dengan faktor faktor penyebab

ANALISIS DAERAH RAWAN KECELAKAAN LALU LINTAS DAN PENYEBAB KECELAKAAN Studi Kasus: Jalan A.Yani Trans Kalsel – Kaltim KM 246 Sampai KM 260 Di Kecamatan Haruai Kabupaten Tabalong

KESIMPULAN Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya kemacetan lalu lintas di Jalan Raya Pandeglang Baros disebabkan

Setelah mendapatkan nilai kapasitas jalan dan hambatan samping lalu mencari nilai kecepatan arus bebas, derajat kejenuhan, kecepatan waktu tempuh dan grafiknya, setelah kita mendapatkan