• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan dan Kebudayaan Untuk Revolusi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pendidikan dan Kebudayaan Untuk Revolusi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Nama: Vikri Pramana Putra

Alamat: Kp. Pasirandu RT 05 RW 03 Desa Sukasari Kec. Serang Baru Kab. Bekasi Prov. Jawa Barat

Pendidikan Terakhir: Strata 1 Spesialis: Pendidikan

No. Hp: 081314263994 Tujuan:

Dengan segala hormat, kami sebagai penulis bermaksud untuk mengirimkan opini kami yang berjudul “Pendidikan dan Kebudayaan Untuk Revolusi Karakter Bangsa dan Kebinekaan”, dengan segala kerendahan hati, kami memohon izin kepada pengelola/manajer media/surat kabar/koran/berita/tabloid/majalah dengan sudi kiranya untuk mempublikasikannya/dimuat dalam media yang bersangkutan, guna dibaca dan menjadi bahan referensi bagi para peneliti, sehingga bermanfaat bagi seluruh pembaca dan pengunjung situs web yang bersangkutan. Atas ridho Allah, semoga apa yang dipublikasikan dapat menjadi pelita bagi kemajuan bangsa dan negara kita tercinta Indonesia, dan dapat menjadi sebuah amalan yang baik dan bermanfaat, sehingga mendapatkan ganjaran dari apa yang kita lakukan, dan apa yang kita publikasikan. Baik dari segi penulis, dan segi pengelola media, beserta seluruh staff

jajarannya. Semoga kita dapat kembali disatukan di dalam surga-Nya atas apa yang telah kita kerjakan di dunia. Jazaakumullah Khoir.

PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNTUK REVOLUSI KARAKTER

BANGSA DAN KEBINEKAAN

Kondisi persatuan dan kesatuan bangsa indonesia, kualitas perkembangan mutu pendidikan, serta penyimpangan sosial dewasa ini menimbulkan banyak poblema yang sangat kompleks terutama terkait masalah yang berhubungan dengan dekadensi moral dan akhlak serta isu-isu yang berbau unsur SARA.

(2)

norma-norma positif serta muatan lokal yang berlaku dan disetujui oleh masyarakat di sekolah maupun dimasyarakat, hasilnya, hal-hal yang mereka anggap itu baik bagi dirinya sendiri untuk dilakukan ternyata itu semua tidak baik dan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Maka wajar saja itu semua merupakan suatu hal yang lumrah-lumrah saja dalam kehidupan mereka, sehingga hidup di negara dalam keterpurukan dan keterbelakangan juga adalah hal yang sudah biasa.

Kemudian, cobalah kita memandang dunia makro-kosmos yang lebih global dan universal. Jika bumi diibaratkan sebagai suatu negara, benua Eropa, Asia, Afrika, Amerika, dan Australia adalah pulau-pulaunya, iklim, cuaca, letak geografis, bahasa, dan budaya yang berbeda adalah keanekaragamannya, kemudian benua-benua tersebut tidak mau menerima akan keanakearagaman tersebut dan menuntut supaya bumi bisa menjadikannya dalam satu budaya saja, padahal apabila benua tersebut melihat ke planet lain seperti Merkurius, Venus, dan yang lainnya, maka pastilah mereka tidak akan menemukan keanekaragaman, identitas, bahkan kehidupan sekalipun. Mewujudkan itu semua adalah hal yang sangat mustahil. Karena, itu adalah sebuah realita yang fakta dan merupakan pemberian dari Tuhan yang Maha Kuasa. Bahkan kita dapat menyebutnya sebagai suatu tanda keistimewaan yang Tuhan berikan kepada suatu bangsa.

Pendidikan berlaku bagi semua warga negara Indonesia tanpa terkecuali, dan tidak ditujukan hanya kepada para miliyader, dan pejabat yang memiliki finansial saja. Namun sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional bagian kesatu tentang hak dan kewajiban warga negara pasal 5 ayat 1 bahwa, setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Bahkan dalam ayat berikutnya dijelaskan bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, sosial, mental, yang berada di tempat terpencil, bahkan adat yang terbelakang juga memiliki hak yang sama dalam memperoleh kesempatan pendidikan. Maka sangat jelas bahwa tidak ada intervensi ataupun diskriminasi apapun dari pihak manapun untuk menahan hak tersebut, karena itu semua sudah tertulis dan menjadi legitimasi hukum positif yang dilindungi oleh pemerintah sebagai suatu langkah untuk menciptakan generasi bangsa yang unggul dan berkarakter.

(3)

akan sangat baik apabila melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Pengetahuan di dapatkan dalam sekolah, orang tua, dan lingkungan, perasaan di asah melalui interaksi sosial, dan tindakan di implementasikan dalam kehidupan yang berlandaskan norma dan etika. Maka sangat jelas bahwa yang mengatakan pendidikan adalah tugas bagi guru saja itu adalah statement yang salah, karena pendidikan ditujukan untuk percapaian perubahan tingkah laku dari suatu keadaan menuju keadaan yang lebih baik seperti, dari tidak tahu menjadi berpengetahuan, jahat menjadi baik, tidak berinteraksi menjadi bersosialisasi, enggan berteman menjadi sahabat yang baik bagi teman lainnya, dan lain sebagainya.

Kita ingin menegaskan setegas-tegasnya bahwa, masalah moral dan karakter yang paling serius adalah menjadikan pendidikan sama dengan persekolahan. Dan masalah kebinekaan yang sangat besar adalah menjadikan budaya dan kebudayaan sebagai perbedaan dan bukan sebagai kebanggaan. Mengapa pendidikan bukan persekolahan? Karena

pendidikan bukanlah suatu proses yang bersifat hafalan, ataupun pengetahuan kognitif saja. Tapi pendidikan adalah proses pembudayaan untuk mencetak generasi unggul dan

bermartabat sebagai pemimpin masyarakat yang mampu merubah karakter dan kepribadian menuju masyarakat yang madani dan robbani yang terbentuk melalui habitual action. Lalu mengapa kebinekaan adalah kebanggaan bukan perbedaan? Karena kebinekaan adalah sama halnya dengan identitas yang membedakan kita dengan bangsa lainnya. Semakin banyak kebudayaan yang ada, maka semakin banyak sistem kultur yang kita punya, semakin banyak kultur yang berbeda maka semakin kaya pula keberagaman yang ada. Maka dari

keberagaman inilah yang menjadikan suatu negara memiliki identitas yang dapat di

banggakan. Bayangkan apabila suatu negara tidak memiliki bahasa nasional, tidak memiliki budaya nasional, tidak memiliki makanan nasional yang di ciptakan, bahkan lebih parahnya lagi apabila kita mungkin menemukan suatu negara tanpa adanya sebuah nama, dan apabila ditemukan pastilah negara tersebut tidak memiliki identitas, jika demikian pastilah negara tersebut tidak memiliki kebanggaan, baik bagi internal mereka sendiri, terutama yang diakui dunia internasional.

Dewasa ini kita selalu berfikir untuk selalu mencari alternatif baru dalam

menanggulangi masalah yang baru, sesuai dengan perkembangan zaman dan permasalahan yang ada. Tanpa sedikitnya kita untuk memikirkan bagaimana mematenkan dan

(4)

identitas dan lupa akan sejarah. Yang dinyinyir perihal identitas adalah bahwa Indonesia sejak zaman sebelum kemerdekaan sudah memiliki budaya yang sudah melekat dalam diri setiap individu, dan kita ketahui bahwa kemerdekaan Indonesia tidak hanya didominasi oleh suku Sunda saja misalnya, suku Jawa saja, suku Dayak saja, tetapi semuanya bersatu dalam kebinnekaan untuk menggapai satu tujuan, yaitu kemerdekaan dan kedaulatan bersama. Memang mereka berbeda dalam kebudayaan, tetapi mereka bekerja dan berjuang dengan perbedaannya itu untuk bersama-sama mencapai tujuan dan visi yang sama.

Jika dianalogikan layaknya organ tubuh seperti kaki yang menginjak rem, tangan untuk menarik gas, mata untuk melihat rambu-rambu dalam berkendara motor. Dan semuanya memiliki maksud dan tujuan yang sama yaitu ingin menuju pasar misalnya. Sehingga sangat tidak mungkin sekali kita akan sampai pada tujuan (pasar) dengan motor apabila kita hanya mengandalkan tangan saja untuk menarik gas, tanpa adanya mata yang mengarahkan jalan, dan kaki yang menginjak rem ketika ada lampu merah. Maka semuanya saling melengkapi kekurangan satu sama lain, dan bukan mengurangi kelengkapan satu kesatuan kebersamaan. Jika motor yang memberikan wadah dan pranata untuk mencapai tujuan tersebut, maka kebinnekaanlah yang sebenernya menjadi wadah rahasia dari kemerdekaan Indonesia tersebut, disamping keikhlasan dan ketulusan pahlawan, seperti; Pattimura yang berjuang di Maluku, Bendara Pangeran Harya Dipanegara yang berjuang melawan pemerintah Hindia Belanda di perang jawa, dan pahlawan lainnya yang membela tanah air ini, serta ditambah lagi dengan keterbukaan pahlawan kita dalam menerima dan menyikapi dengan positif kearifan lokal yang berbeda ini untuk mencapai suatu tujuan bersama dalam kebinekaan.

Maka sangat jelas bahwa kebinnekaan bukanlah suatu masalah besar yang sering diusung sebagai aspek yang menyebabkan perpecahan bangsa dan negara, kita bukan negara kesatuan dalam perbedaan (unity in diversity) tetapi perbedaan yang bersatu dalam

kebudayaan (united differences in culture). Maksudnya adalah, perbedaan yang ada itu tidaklah menjadi alasan dari suatu kenyataan perpecahan yang ada, tetapi kenyataan budaya yang ada dan berbeda itu telah menjadi bukti bahwa Indonesia bisa bersatu dalam

keberagaman.

(5)

Nelson Mandela yang menyatakan bahwa “Education is the most powerful weapon which you can use to change the world.” Yang memiliki arti dan makna bahwa pendidikan adalah senjata yang paling ampuh yang dapat kita gunakan untuk mengubah dunia. Selain Nelson, ada juga Plato yang mengatakan “Directions were given the education to start one's life will determine his future.” Yang juga memiliki arti bahwa, arah yang diberikan pendidikan untuk mengawali hidup seseorang akan menentukan masa depannya. Dari dua pernyataan tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa, pendidikan adalah senjata yang ampuh untuk merubah peradaban suatu bangsa, yang sekaligus memberikan jalan terang bagi bangsa tersebut. Dan tidak dapat diragukan lagi, bahwa perkembangan peradaban suatu bangsa pasti dimulai dari suatu pendidikan.

Apabila kembali ke paragraf keenam, yang menyatakan bahwa pendidikan bukanlah persekolahan, maka, lagi-lagi jelas bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama bagi seluruh elemen masyarakat yang di capai dan di wadahi melalui persepsi bersama atau kesepakatan bersama untuk sama-sama berperan dalam menciptakan suasana dan euphoria pendidikan yang kondusif, yang dimana persepsi bersama ini hanya akan dilahirkan dari suatu kebersamaan atau ukhuwah, dan sama sekali tidak akan lahir dari orang-orang yang individualisme. Jadi dapat disimpulkan, bahwa suatu bangsa yang terpecah secara entitas, etnis, budaya, maupun ras dan lebih bersifat individualisme dan tidak bersatu dalam kebinekaan itu sama sekali tidak akan pernah mencapai suatu tujuan bersama. Dan bangsa yang dapat menerima perbedaan serta menyikapinya sebagai suatu budaya positif, mereka dapat bergotong-royong dan berjibaku bersama dalam membangun negara, dan dapat berjuang bersama dalam menciptakan keharmonisan dunia. Dan disinilah dapat dilihat pentingnya hubungan yang sangat erat antara pendidikan dan kebudayaan untuk mencapai tujuan bersama.

(6)

semata, namun lebih ke gerakan bersama seperti yang diuraikan diatas. Maka kita harus mengajak semua elemen masyarakat untuk terlibat dan berperan penting dalam mewujudkan cita yang mulia ini.

Gerakan pencerdasan dan penumbuhan generasi berkarakter adalah sebuah ikhtiar mengembalikan kesadaran tentang pentingnya karakter dalam pendidikan kita. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, warga negara yang demokratis, bertanggung jawab, dan sehat jasmani, rohani. Yang dimana semuanya itu merupakan kristalisasi dari ciri-ciri karakter mulia seperti yang kita harapkan.

Pergeseran nilai dalam tata pergaulan masyarakat ditambah lagi oleh modernisasi dan intelektualitas yang salah penempatan, tidak berdasarkan nilai kemanusiaan, ide dan

penemuan baru hanya untuk kemajuan semata, cepat memberi respon, namun lemah dalam moral. Hasilnya kemudian, mengikis sifat empati terhadap yang dirasakan orang lain, sehingga muncul perlombaan yang tidak sehat untuk mengejar keterbelakangan dan ketertinggalan teknologi, yang pada gilirannya hanya terjadi diskriminasi dan kesenjangan sosial dalam tatanan kehidupan, yang juga akhirnya menyebabkan hukum seleksi alam dan hukum rimba, yang kuatlah nanti yang berkuasa, dan yang lemahlah yang akan musnah. Dari itu semua sangatlah jelas, bahwa dehumanisasi sangat terlihat dalam seleksi alam, dan hukum rimba yang terjadi di masyarakat dewasa ini.

Maka itu semua ternyata dapat dibenarkan dengan pernyataan Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi dalam bukunya “Peradaban Islam” bahwa “faktor yang mengarahkan seseorang untuk memberi respon terhadap situasi yang sedang dihadapinya adalah faktor ilmu pengetahuan. Lebih penting dari itu adalah intelektualitas, karena perubahan masyarakat sangat ditentukan oleh ide dan pemikiran para intelektual”. Maka dari manakah kita

mendapati ilmu pengetahuan dan intelektualitas yang dapat membimbing masyarakat menuju perubahan dan perkembangan? Tidak lain hanya bisa didapatkan dalam dunia pendidikan. Namun intelek tanpa adanya internalisasi serta refleksi nilai dan norma kebudayaanyang tidak bertentangan, hanya akan sebagai beban dan malapetaka bersama tanpa arah dan tujuan.

(7)

karenakan orang tuanya saja yang melahirkan dan membesarkannya saja tidak melarang, lalu mengapa si fulan yang hanya sekedar teman yang di kenal saja melarang-larang saya? Maka, apabila kembali merujuk paragraf kesepuluh, yang mengatakan bahwa orang tua, atau

keluarga adalah garda utamanya pendidikan, itu adalah konsep yang tepat dan efektif, karena, seperti yang kita ketahui bahwa ibu adalah Madrasah ‘Ula bagi anaknya. Dan ternyata, ini didukung oleh personal statementnya Brigham Young yang mengatakan bahwa “You educate a man; you educate a man. You educate a woman; you educate a generation.” Bahkan, bukan hanya mendidik personality saja, namun dampak dari apa yang diajarkan orang tua, khususnya ibu, akan memberikan suatu gambaran sketsa kehidupan (sketch illustration life) suatu generasi di masa yang akan datang.

Kata “kebinekaan” pasti sering disandingkan dan identik dengan kebudayaan. Karena, frasa Bhinneka tunggal ika sendiri yang berasal dari Jawa Kuno ini, merupakan semboyan bangsa Indonesia, sekaligus merupakan suatu gambaran persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

Kebudayaan merupakan hasil dari suatu kegiatan yang terjadi di dalam masyarakat dalam suatu daerah sebagai makhluk sosial yang memiliki pengetahuan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya sebagai pedoman tingkah lakunya yang bersatu dalam satu sintesa dan pada gilirannya justru memperkaya sifat dan makna persatuan bangsa dan negara Indonesia.

Merujuk kepada perkataan C. JoyBell “We are all equal in the fact that we are all different. We are all the same in the fact that we will never be the same. We are united by the reality that all colours and all cultures are distinct & individual. We are harmonious in the reality that we are all held to this earth by the same gravity. We don't share blood, but we share the air that keeps us alive. I will not blind myself and say that my black brother is not different from me. I will not blind myself and say that my brown sister is not different from me. But my black brother is he as much as I am me. But my brown sister is she as much as I am me.” Yang dimana inti dan makna yang dapat diambil sebagai sebuah

(8)

“dipersatukan” dalam “kenyataan” bahwa kita memang berbeda. Dan itulah kebanggan yang kami maksudkan sebagaimana termaktub dalam paragraf keenam.

Kemudian, dari kalimat “We don't share blood, but we share the air that keeps us alive” dari perkataan C. JoyBell diatas yang memiliki arti “Kami tidak berbagi darah, tapi kami berbagi udara yang membuat kita tetap hidup”, dapat kita analisa bahwa, janganlah kita yang memiliki banyak kebudayaan ini saling menuntut supaya budaya lain (misalnya; Jawa), mau memasukan budaya lainnya (misalnya; Sunda), untuk menerapkannya dalam kehidupan budaya lainnya, yang dimana itu sudah mengakar dan mendarah daging dalam diri setiap individu tersebut. Karena, hal tersebut hanya akan saling menyakiti perasaan satu sama lain, dan pada gilirannya hanya akan mengakibatkan permusuhan dan perpecahan. Namun, yang harus kita lakukan adalah, jangan terlalu memikirkan titik temu cara supaya keberagaman yang nyata ini dapat disatukan, akan tetapi yang harus kita lakukan, yaitu; mencari satu titik temu dan persamaan yang dapat membuat kita sama-sama tersatukan dalam sebuah nilai dan manfaat yang nyata.

Maksud dari “tersatukan” dalam sebuah nilai dan manfaat yang nyata disini adalah, tersatukan dalam sebuah wadah universal dari berbagai macam sintesa, yang akan menjadi nilai atau identitas serta jadi diri dari suatu bangsa, yang akhirnya bermanfaat bagi bangsa tersebut untuk menyatukan semua keberagamannya itu dalam suatu rasa (sense). Yaitu, rasa kebanggan (pride) terhadap negaranya sendiri yang merupakan bukti dari bentuk

nasionalisme, dan rasa kejayaan, atau keagungan (glory) bagi negara tersebut, yang dapat bersatu dalam perbedaan untuk sama-sama meraih kemerdekaan. Sehingga, dapat menjadi negara yang besar dan kuat dalam menghadapi tantangan global, serta memiliki jiwa yang besar dalam meraih dan mengarungi visi dan misi negara yang luhur, yang merupakan manifestasi dari lambang burung Garuda yang kuat dan mampu terbang tinggi ke angkasa.

Revolusi adalah kembali ke tempat semula layaknya matahari yang berputar mengelilingi orbitnya dan akan kembali ke tempat awalnya. Mengingat kata revolusi, pasti tidak jauh-jauh dari kata evolusi. Namun keduanya sangat memiliki makna yang berbeda. Revolusi memiliki tendensi kepada perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat, dan singkat serta menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat. Dan evolusi, lebih menekankan kepada perubahan yang terencana secara perlahan.

(9)

pastilah sebagian dari masyarakat kita pun ada juga yang terpesona dan terbuai bergelimang dalam kebebasan yang mereka lakukan dikarenakan sifatnya yang individualisme dan karakternya yang rusak, sehingga pada akhirnya lupa diri dan menyakiti orang lain beserta dirinya sendiri. Walaupun Indonesia dengan semua permasalahannya yang carut-marut tetaplah negara kita yang harus kita bela, dan kita junjung tinggi dalam sanubari kita. Maka itu semua adalah tugas dan kewajiban bagi kita baik dari kalangan akademisi, pemerintahan, pejabat, pengusaha, bahkan masyarakat biasa sekalipun untuk memperbaiki dan

membenahinya sesuai dengan ide dan cita-cita founding father kita.

Sejalan dengan itu, pendidikan dan kebudayaan sebagai suatu revolusi karakter dan kebinekaan tidak hanya mengajarkan etika dan persatuan saja, tetapi juga meminta seluruh elemen warga dan masyarakat melaksanakannya sebagai akumulasi dari perkataan dan perbuatan itu. Maka, jangan mengaku orang Indonesia apabila dalam praktik kehidupannya tidak menjaga persatuan dan kesatuan berbangsa dan bernegara serta hanya menebar fitnah dan menyulut api perpecahan, dan jangan mengaku orang yang baik dan berpendidikan jika dalam praktik kehidupannya memancarkan akhlak, moral, karakter yang tidak sesuai dengan ajaran, nilai, dan normanya yang positif serta berlaku di masyarakat. Layaknya bagaimana kita ingin mengetahui keimanan pemeluk agama tertentu apabila jauh dari ajarannya?

Intinya, menjadi warga negara Indonesia yang berkarakter dan menjaga persatuan jangan hanya dipahami sebatas melengkapi identitas diri saja. Atau itu belum menjadi kebutuhan substansial, tetapi lebih dimaknai sebagai identifikasi sosial. Maka wujud dari bangsa yang berkarakter juga harus terpancar dan terlihat dari praktek kehidupannya sehari-hari. Karena, tingkah laku seseorang itu memancarkan tentang rahasia hidupnya.

(10)

sebagai suatu perubahan yang dinanti yaitu revolusi. Maka kembali kepada pengertian yang tertulis dalam UU SisDikNas tentang pendidikan, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana. Maka merujuk kepada paragraf yang kelima, bahwa revolusi karakter dan

kebinekaan ini harus disadari secara bersama sebagai suatu kebutuhan yang terencana dan sebagai suatu gerakan bersama.

Biodata :

Nama: Vikri Pramana Putra

Institusi: Universitas Darussalam Gontor Kategori: Kategori Umum

Alamat: Kp. Pasirandu RT 05 RW 03 Desa Sukasari Kec. Serang Baru Kab. Bekasi Prov. Jawa Barat

(11)

Referensi

Dokumen terkait

kasus yang dilakukan di Laut Jawa, jalur pelayaran Surabaya-Banjarmasin, pada proses pemodelan terdapat 3 variabel masukan yang terdiri dari kecepatan angin aktual (U(t)),

12.Bagi pelamar dengan ijazah dari perguruan tinggi luar negeri, perguruan tingginya harus yang diakui oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi,

Melihat keadaan bahwa tidak hanya kebudayaan tradisional, tetapi kebudayaan pop Jepang juga diakui sebagai salah satu soft-power yang dapat digunakan dalam diplomasi, penulis

Tujuannya adalah: (1) Untuk mengetahui bentuk instrumen penilaian sikap yang digunakan oleh guru mata pelajaran Akidah Akhlak di MTsN 1 MODEL, (2) Untuk mendeskripsikan

multikulturailsme di Indonesia serta menggambarkan gejala – gejala di lingkungan masyarakat terhadap suatu kasus pelanggaran hak-hak minoritas atau konflik-konflik

Sinar X merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang pendek sebesar 0,7 Ǻ sampai 2,0 Ǻ yang dihasilkan dari penembakan logam dengan elektrón berenergi

Pemodelan memerlukan 6 neuron input untuk menginputkan ciri-ciri binatang dan 5 neuron output (sesuai dengan jumlah kelas yang ditentukan).. Kata Kunci : Kohonen

Analisa efektivitas biaya perawatan DM tipe 2 dengan PROLANIS terbukti efektif apabila biaya yang dikeluarkan untuk PROLANIS lebih rendah dan outcome yang diberikan