TUGAS 1
SISTEM PENYEDIAAN DAN PENGOLAHAN AIR MINUM
“
Resume tentang Regulasi Air Minum di Indonesia
”
Disusun Oleh :
Nama
: Muhammad Rizki Sya’bani
NIM
: 25714003
Jurusan
: PIAS
Mata Kuliah
: SPPAM
Dosen
: Prof. Suprihanto N
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
1. PENDAHULUAN
Di mata dunia, Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki peraturan dan regulasi yang sangat kompleks. Segala macam hal yang menyangkut sumber daya alam dan hajat hidup orang banyak diatur dalam Undang-unda ng. Tata urutan peraturan perundang-undangan secara hirarki saat ini menurut Ketetapan UU Nomor 12 tahun 2011
tentang peraturan perundang-undangan secara berurutan ialah UUD 1945, Ketetapan MPR, Undang-undang, Perpu, PP, Keputusan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Sedangkan terkait dengan peraturan pengelolaan air dalam perspektif hukum positif diperkirakan akan menyangkut kepada hal-hal yang meliputi APBN berupa Undang-undang; APBD Propinsi berupa Peraturan Daerah Propinsi; APBD Kota/Kabupaten berupa Peraturan Daerah Kota/Kabupaten; SOTK Lembaga-lembaga terkait Tingkat Propinsi dan Kota/Kabupaten, bahkan Kecamatan, bisa dalam bentuk Peraturan Daerah atau Surat Keputusan Gubernur, Walikota atau Bupati; TUPOKSI Lembaga-lemba ga terkait bisa berupa Peraturan Daerah atau Surat Keputusan Kepala Lembaga-lemba ga terkait; kemudian RTRW Propinsi dan Kota/Kabupaten berupa Peraturan Daerah, Lokasi/banyaknya sumber air dan pengelolanya, bisa-bisa berupa Peraturan Desa, dsb; selanjutnya Eksistensi lembaga pengelola air sekarang ini dan estimasi kebutuhan di masa yang akan datang dalam Peraturan Daerah atau Peraturan Desa.
pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, negara berkewajiban untuk melindungi seluruh kepentingan rakyat dan menciptakan keadilan.
Berikut ini saya akan membahas beberapa regulasi / peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan air (terutama air minum) melalui pendekatan maksud dan tujuan di bentuknya perundang-undangan tersebut, serta beberapa fakta mengenai implement as i perundang-undangan tersebut baik positif maupun negatif, baik menurut peristiwa yang telah terjadi di masa lampau maupun potensi yang akan terjadi di masa yang akan datang, serta menurut beberapa pandangan para ahli.
A. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 Ayat 3
Air merupakan karunia Tuhan untuk umatnya, termasuk seluruh rakyat Indonesia, sedangkan dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 diamanatkan bahwa “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Penguasaan yang dimaksud tersebut menurut saya, tidak menempatkan negara sebagai pemilik (ownership), tetapi tetap pada fungsi- fungsi penyelenggaraan negara yang melayani rakyat.
Jika melihat fakta dan kenyataan saat ini, menurut saya masih banyak sekali masyarakat Indonesia yang mengalami krisis air, padahal secara ilmu hidrologi menurut hukum kesetimbangan massa air, air merupakan sumber daya alam yang konstan jumlahnya di bumi, artinya jumlah air di muka bumi selalu tetap dan hanya berubah wujud / keberadaannya saja (Prof. Arwin Sabar – Kuliah Kebijakan Air 2014). Melihat kondisi tersebut, saya rasa tidak ada alasan untuk kehidupan di Indonesia mengalami krisis air. Hanya saja dari pihak pemerintah yang belum maksimal mengelola sumber-sumber air, menjaga potensi sumber-sumber air, dan mendistribusikan ke masyarakat di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah sebagai penyelenggara negara masih belum maksimal dalam melaksanakan amanat Undang-undang.
menggambarkan bahwa Undang-Undang di Indonesia hanya menjadi permainan kata-kata belaka di atas kertas, tanpa adanya implementasi yang jelas sesuai dengan tujuannya. Bisa dilihat dari gambar di bawah ini, Indonesia berada di bawah negara -negara se-asia tenggara yang belum tentu memiliki regulasi terkait air minum yang kompleks seperti di Indonesia. Hal ini seharusnya menjadi tugas besar untuk pemerinta h selaku penyelenggara negara dalam mengelola air minum untuk di distribusikan ke seluruh rakyat Indonesia.
Gambar 1. Data Pokja AMPL 2012 terkait akses air minum di Asia Tenggara
Air merupakan kebutuhan makhluk hidup yang paling hakiki, termasuk manusia, tanaman dan hewan, oleh sebab itu air perlu ditata penggunaannya agar memberika n manfaat bagi rakyatnya. Dalam jaringan distribusi air, diperluka n suatu sistem yang terkoordinas i
antara semua pihak, baik antara para pelaku (masyarakat) maupun pembuat kebijakan di sektor perairan, dan jaminan perolehan air yang cukup.
Begitu pentingnya masalah air, baik untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup rakyat banyak maupun untuk kebutuhan pertanian dan keperluan pada sektor lainnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa air menjadi suatu komoditas yang memiliki posisi strategis dari kepentingan-kepentingan untuk pemenuhan kebutuhan hajat hidup, bisnis, industr i, pertanian/irigasi, maupun ketahanan pangan yang menjadi bagian dari sistem ketahanan nasional. Posisi air yang strategis dalam menguasai hajat hidup orang banyak, maka tidak dapat dielakkan bahwa air akan menjadi persoalan tarik menarik dari berbagai kepentingan, seperti yang saat ini banyak terjadi di negara kita. Oleh karena itu, persoalan air harus ditata dengan baik melalui perangkat peraturan perundang-unda nga n yang dapat melindungi dan mewujudkan ketertiban umum yang mencerminkan keadilan masyarakat.
B. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang ”Sumber
Daya Air”
seluruhnya. Presiden berhak untuk menetapkan wilayah sungai dan cekungan air tanah dengan memperhatikan pertimbangan Dewan SDA Nasional. Dalam pengelolaan SDA, sebagian wewenang Pemerintah dapat diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan peraturan perundangan- undangan.
Dalam keadaan memaksa, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berhak mengatur dan menetapkan penggunaan sumber daya air untuk kepentingan konservasi, persiapan pelaksanaan konstruksi, dan pemenuhan prioritas penggunaan sumber daya air. Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum adalah tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Koperasi, badan usaha swasta, dan masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum.
Pengusahaan sumber daya air permukaan yang meliputi satu wilayah sungai hanya dapat dilaksanakan oleh BUMN atau BUMD dibidang pengelolaan SDA atau kerjasama antara BUMN dengan BUMD. Untuk mendukung pengelolaan sumber daya air, Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyelenggarakan pengelolaan sistem infor mas i SDA yang tersebar dan dikelola oleh berbagai institusi. Dalam hal pembiayaa n pengelolaan SDA ditetapkan berdasarkan kebutuhan nyata pengelolaan SDA. Sumber dana untuk setiap jenis pembiayaan tersebut dapat berupa anggaran pemerinta h, anggaran swasta, dan/atau hasil penerimaan biaya jasa pengelolaan SDA.
Dalam hal terjadi sengketa, penyelesaian sengketa SDA tahap pertama diupayakan berdasarkan prinsip musyawarah untuk sepakat. Jika tidak diperoleh kesepakatan, maka para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian sengketa diluar pengadilan (melalui arbitrase) atau melalui pengadilan. Masyarakat yang dirugikan akibat berbagai masalah pengelolaan SDA berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan. Begitu pula setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang dapat mengakiba tka n kerugian terhadap orang lain maupun sumber air dan prasarananya akan ditindak sesuai dengan ketentuan pidana yang berlaku.
menjelaskan bahwa, Hukum yang dibentuk harus sesuai dengan “hukum yang hidup” (living law) dalam masyarakat.
Pertama, Sumber daya air mempunyai fungsi sosial berarti bahwa sumber daya air untuk kepentingan umum lebih diutamakan daripada kepentingan individu. Untuk itu, PDAM sebagai Perusda atau BUMD selaku penyelenggara pengembangan SPAM dalam kegiatannya harus bertujuan membangun, memperluas dan atau meningka tka n sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat secara menyeluruh menuju keadaan yang lebih baik.
Dalam hal ini PDAM yang bertugas menyediakan air minum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat agar mendapat kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 PP No 16 Tahun 2005. Hal tersebut juga dipertegas dalam Pasal 5 UU No 7 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa; “Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minima l sehari- hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih dan produktif”.
Fungsi sosial PDAM selaku penyelenggara pengembang SPAM juga tertera jelas dalam
Pasal 80 ayat (1) UU No 7 Tahun 2004 yang menjelaskan bahwa; “Pengguna sumber
daya air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari- hari dan untuk pertanian rakyat tidak
dibebani biaya jasa pengelolaan sumber daya air”.
Kedua, Sumber daya air mempunyai fungsi lingkungan hidup. Menurut saya berarti bahwa sumber daya air menjadi bagian dari ekosistem sekaligus sebagai tempat kelangsungan hidup flora dan fauna. Sebab PDAM selaku penyelengga ra pengembangan SPAM sesuai dengan PP No 16 Tahun 2005, maka PDAM berkewajiban melindungi dan melestarikan sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU No
7 Tahun 2004 yang berbunyi; “Perlindungan dan pelestarian sumber air bertujuan untuk
melindungi dan melestarikan sumber air beserta lingkungan keberadaannya terhadap kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam, termasuk kekeringan dan
yang disebabkan oleh tindakan manusia”. Juga berkewajiban melaksakan konservasi
sumber daya air, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (18) UU No 7 Tahun 2004.
dalam ayat (2) Pasal 33 PP No 16 Tahun 2005, sangat terang benderang menjelaska n tentang fungsi PDAM pada bidang lingkungan hidup.
Ketiga, Sumber daya air mempunyai fungsi ekonomi berarti bahwa sumber daya air dapat didayagunakan untuk menunjang kegiatan usaha. Sebagaimana kita ketahui bahwa PDAM sebagai Perusda dalam bentuk BUMD diusahakan dalam rangka pelaksanaan program umum Pemerintah di bidang ekonomi sebagaimana digariska n dalam Manifesto Ekonomi Politik Republik Indonesia tanggal, 17 Agustus 1959 yang selanjutnya telah diperkuat dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia No.I/MPRS/1960 dan No.II/MPRS/1960 mengena i keharusan diadakannya reorganisasi dalam alat-alat produksi dan distribusi yang ditujukan kearah pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945 yang merupakan dasar pertimbanga n pembuatan UU No 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah.
Dalam ayat (1) Pasal 5 UU No 5 Tahun 1962 ditegaskan bahwa; “Perusahaan Daerah
adalah satu kesatuan produksi yang bersifat :
a) Memberi jasa;
b) Menyelenggarakan kemanfaatan umum; dan c) Memupuk pendapatan.
Pada ayat berikutnya juga menegaskan bahwa; “Tujuan Perusahaan Daerah adalah untuk turut serta melaksanakan pembangunan Daerah khususnya dan pembangunan
ekonomi nasional umumnya dalam rangka ekonomi terpimpin untuk memenuhi
kebutuhan rakyat dengan mengutamakan industrialisasi dan ketentraman serta
kesenangan kerja dalam perusahaan, menuju masyarakat adil dan makmur”.
Kemudian, terlepas dari pasal 4 UU No.7 Tahun 2004 ini, kondisi yang dialami Indonesia saat ini menggambark a n perwujudan dari tujuan perundang-undangan tersebut terlihat memilik i berbagai kendala serta belum maksima l. Di Indonesia telah terjadi penuruna n debit air dari sumber-sumber mata air yang ada di berbagai wilayah. Kondisi ini dipengaruhi berbagai faktor, salah
satunya adalah semakin berkurangnya daerah resapan air yang dapat menyimpan cukup cadangan air yang nantinya dapat diolah menuju penampungan air bersih.
Kemudian di era sekarang juga, pembangunan dan industrialisasi di negara indones ia semakin berkembang. Hal tersebut akan menjadi permasalahan terkait sumber daya air (misalnya banjir dan pencemaran air baku) jika tidak diimbangi dengan usaha pengelolaan air yang tepat. Saya ambil salah satu kasus di daerah saya, Kalimanta n Timur. Berawal dari tahun 2000-an, menyusul lahirnya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 32 Tahun 1999 tentang Perimbanga n Keuangan Pusat dan Daerah. Lahirnya kedua UU tersebut menjadi dasar bagi bergulirnya desentralisasi dan membawa dampak luar biasa terhadap perkembangan pembangunan di daerah. Hal ini mengakibatkan pada periode tahun 2000-2010 terjadi pembangunan industri besar-besaran dalam sektor pertambangan dan eksploitasi hutan.
Hal ini lah yang menurut saya menjadi penyebab timbulnya banjir dan secara tidak langsung menciptakan penurunan kualitas air di wilayah tersebut, dampaknya hingga sekarang ialah PDAM yang kesulitan mendapatkan sumber air baku yang memilik i kualitas baik. Jika ditinjau dari aspek lingkungan, permasalahan banjir dimulai dari perubahan lingkungan (tata guna lahan) yang pada awalnya merupakan bidang resapan menjadi bangunan kedap air, ditambah lagi perubahan tersebut tidak di dukung dengan sistem drainase dan penampungan air yang baik, sehingga pada akhirnya kejadian banjir ini berdampak buruk bagi kualitas air permukaan. Secara lebih detail dapat saya gambarkan sebagai berikut :
1. Pada kasus pertama, ialah pembangunan industri yang tidak terkendali (dalam hal ini toko dan ruko misalnya). Ini menyebabkan area yang seharusnya menjadi area resapan air saat turun hujan berubah fungsi menjadi bangunan kedap air (impermeable), sehingga air yang seharusnya menyerap ke dalam tanah akan menjadi limpasan permukaan. Di tambah lagi dengan tidak adanya dukungan sistem drainase dan penampungan air yang baik, menyebabkan limpasan air tersebut terakumulasi dalam jumlah yang besar dan terkumpul di suatu tempat di dataran yang lebih rendah. Maka terjadilah genangan air (banjir).
tanah pada lahan bekas tambang tersebut dalam menyerap air saat hujan, sehingga terbentuk air limpasan yang akan terakumulasi di lingkungan sekitar lokasi pertambangan. Belum lagi masalah timbulnya air asam tambang oleh limpasan air di area tambang tersebut, tentunya akan sangat menambah permasalaha n pencemaran air. Melihat kasus iini, saya rasa sangat bertentangan dengan pasal 24 yang menyebutkan bahwa, “Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya,
mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air”.
3. Pada kasus selanjutnya ialah eksploitasi hutan di area DAS (Daerah Aliran Sungai). Penebangan hutan di area DAS akan menyebabkan air hujan yang jatuh di kawasan tersebut tidak lagi secara normal terserap ke dalam tanah melalui hutan, namun akan menjadi air limpasan yang terakumulasi di DAS itu sendiri. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan debit aliran DAS yang sangat besar, sehingga wilayah-wilayah yang dilalui DAS tersebut akan berpotensi mengalami banjir. Contohnya, eksploitasi hutan dan perubahan tata guna lahan di kawasan sekitar DAS Mahakam yang telah menyebabkan peningkatan Debit DAS, sehingga berakibat terjadinya banjir di kawasan yang dilalui DAS tersebut, yakni Kota Samarinda.
Berdasarkan 3 kasus diatas, maka terjadilah peristiwa banjir yang sangat merugikan bagi aktivitas warga Kota Samarinda. Tidak cukup sampai disitu, banjir juga menyebabkan pencemaran lingkungan, khususnya air permukaan. Karena banjir dapat membawa partikel-partikel diskrit (pasir, tanah, sampah, limbah bengkel, material organik dan anorganik) memasuki badan air permukaan (sungai dan danau) sehingga mencemar i kualitas air permukaan, kemudian juga menyebabkan erosi tanah yang berakhir pada pendangkalan DAS akibat endapan. Masalah banjir berdampak sangat luas terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu upaya untuk mengatasinya harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan pembangunan yang menyelur uh dengan melibatkan masyarakat, pemerintah dan swasta.
menimbulkan ketidakstabilan pertahanan dan keamanan dalam negara dan kemakmura n masyarakat sebagai cita-cita dan tujuan negara.
Oleh sebab itulah para pembentuk undang-undang dalam hal ini Pemerintah, menaruh perhatian tersendiri untuk memberi pengaturan khusus mengenai sumber daya air. Dengan memberi pertimbangan seperti yang tercantum di atas, diharapkan segenap pelaku yang terlibat dapat menaati peraturan tersebut. Sehingga landasan sosiologis yang dicantumkan ini akan menjadi suatu stimulan bagi implementasi Undang-unda ng tersebut baik di masyarakat maupun pemerintah. Dengan demikian Undang-unda ng yang bersangkutan akan berlaku efektif dan mengatur serta membatasi perilaku manus ia dalam memperlakukan sumber daya air yang tersedia.
C. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 tentang
“Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum”
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2005 ini merupakan kelanjutan dari UU No.7 Tahun 2004, dimana untuk melaksanakan ketentuan Pasal 40 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air maka ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Pengaturan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) diselenggaraka n secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi yang berkaitan dengan air minum.
Dalam penyelenggaraan pengembangan SPAM dan/atau prasarana dan sarana sanitasi, Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama antar daerah. Kebijakan dan strategi nasional pengembangan SPAM disusun dan ditetapkan oleh Pemerintah setiap 5 tahun sekali melalui konsultasi publik. Rencana induk pengembangan SPAM yang cakupan wilayah layanannya bersifat lintas Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Pemerintah Provins i setelah berkoordinasi dengan daerah Kabupaten/Kota terkait. Jika bersifat lintas provinsi, maka ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait, pemerintah provinsi, dan/atau kabupaten/kota.
pengembangan SPAM dibentuklah suatu badan yang disebut Badan Pendukung Pengembangan SPAM (BPP SPAM). BPP SPAM merupakan badan nonstruktural yang dibentuk oleh, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.
Keanggotaan BPP SPAM terdiri atas unsur Pemerintah, unsur penyelenggara dan unsur masyarakat. Dalam hal pembiayaan pengembangan SPAM meliputi pembiayaan untuk membangun, memperluas serta meningkatkan sistem fisik (teknik) dan sistem non-fis ik dapat berasal dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah, BUMN/BUMD, koperasi, badan usaha swasta, dana masyarakat dan/atau sumber dana lain yang sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
Koperasi, badan usaha swasta dan/atau masyarakat dapat menyelenggarakan SPAM untuk memenuhi kebutuhan sendiri berdasarkan izin dari Pemerintah atau Pemerinta h Daerah. Masyarakat yang dirugikan berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan. Begitu pula dengan organisasi yang bergerak pada bidang sumber daya air berhak mengajukan gugatan terhadap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan yang menyebabkan kerusakan pada prasarana dan sarana penyediaan air minum.
Beberapa hal yang menarik di ulas dalam Peraturan ini ialah maksud dan tujuan pengaturan pengembangan SPAM, yakni seperti yang tertera dalam pasal 4 ialah sebagai berikut :
1. Terwujudnya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan harga yang terjangkau
2. Tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyediaan jasa pelayanan
3. Terciptanya peningkatan efisiensi dan cakupan pelayanan air minum.
Artinya, ketersediaan air dalam jumlah besar yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan secara langsung menyebabkan harga air yang terjangkau. Sebaliknya, jika ketersediaan air langka, maka akan secara langsung juga mempengaruhi harga air yang semakin tinggi. Dapat saya simpulkan bahwa pada prinsipnya, banyak air harga murah, dan langka air harga mahal.
Saat ini isu krisis air bersih semakin gencar melanda Indonesia, permasalahan yang saya kira sudah kita ketahui bersama, yakni pencemaran air terjadi dimana-mana, baik berasal dari industri maupun domestik, kemudian berkurangnya lahan resapan air tanah, banjir dimana-mana, dan yang tidak kalah pentingnya ialah kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya air sehingga banyak sekali praktek pemakaian air yang tidak efisien. Dari kesemua itulah menyebabkan air layak konsumsi semakin sulit di Indonesia.
Kemudian seperti yang dijelaskan pada Ayat (1) Pasal 60 bahwa,
“Tarif air minum merupakan biaya
jasa pelayanan air minum dan jasa pelayanan air limbah yang wajib dibayar oleh pelanggan untuk setiap pemakaian air minum yang
diberikan oleh penyelenggara”.
Gambar 3. Fakta kenaikan air di beberapa wilayah di Indonesia
D. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 294 Tahun 2005 tentang “Badan
Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM)”
Peraturan Menteri ini ditetapkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 43, Pasal 47, dan Pasal 54 ayat (5) Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. BPP SPAM merupakan badan non struktural yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri serta dibentuk dengan maksud untuk membantu Pemerinta h dalam mencapai tujuan pengembangan SPAM. BPP SPAM bertugas mendukung dan memberikan bantuan dalam rangka mencapai tujuan pengaturan pengembangan SPAM guna memberikan manfaat yang maksimal bagi negara dan sebesar-besar kemakmura n rakyat.
pembiayaan pelaksanaan tugas BPP SPAM dibebankan pada APBN Departemen Pekerjaan Umum. Untuk perubahan organisasi dan tata kerja Sekretariat BPP SPAM, ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.
E. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006
tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum PDAM
Peraturan ini dibuat untuk menggantikan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1998 tentang Pedoman Penetapan Tarif Air Minum Pada Perusahaan Daerah Air Minum. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum Pada PDAM, Tarif ditetapkan dengan mempertimbangkan keseimbangan dengan tingkat mutu pelayanan yang diterima oleh pelanggan. Untuk pengembangan pelayanan air minum Tarif Rata-rata direncanakan harus menutup biaya dasar ditambah keuntungan yang wajar.
Penetapan tarif didasarkan pada prinsip : keterjangkauan dan keadilan, mutu pelayanan, pemulihan biaya, efisie ns i pemakaian air, transparansi dan akuntabilitas serta perlindungan air baku. PDAM dapat menentuka n kebijakan jenis-jenis pelanggan pada masing- mas ing kelompok berdasarkan kondisi obyektif dan karakteristik pelanggan di daerah masing- masing sepanjang tidak mengubah jumlah kelompok pelanggan.
F. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492 Tahun 2010 tentang
“Persyaratan Kualitas Air Minum”
Mengingat begitu pentingnya air dalam kehidupan kita, terutama air yang kita konsumsi akan berpengaruh langsung ke tubuh kita, maka dibuatlah sebuah peraturan kementerian terkait yang memberikan syarat kualitas air minum yang tertuang melalui Permenkes Nomor 492/2010 ini. Peraturan ini merupakan revisi dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air; dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum. Dalam regulasi ini, air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Persyaratan kualitas air minum meliputi persyaratan bakteriologis, kimiawi, radioaktif dan fisik. Menteri Kesehatan melakukan pembinaan teknis terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan penyelenggaraan persyaratan kualitas air minum.
Pengawasan kualitas air minum terbagi dua, yakni secara internal dan eksternal. Pengawasan secara eksternal dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau KKP khusus sesuai wilayah kerja. Sementara untuk pengawasan internal dilakukan oleh Penyelengara air minum secara langsung untuk menjamin air minum tersebut aman dan memenuhi syarat. Dalam pelaksanaannya, pengawasan kualitas air minum yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menentukan parameter kualitas air yang akan diperiksa sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah tangkapan air, instalasi pengolahan air dan jaringan perpipaan.
Adapun kegiatan pengawasan kualitas air minum meliputi inspeksi sanitasi, pengambilan sampel air, pengujian kualitas di laboratorium, analisis hasil pemeriksaan laboratorium, rekomendasi dan tindak lanjut. Kemudian, dijelaskan pula dalam peraturan ini, bahwa apabila setiap pengelola penyediaan air minum yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang dapat mengakiba tka n gangguan kesehatan masyarakat dan merugikan kepentingan umum dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana berdasarkan peraturan yang berlaku.
G. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12 Tahun 2010 tentang “Pedoman
Kerjasama Pengusahaan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum”
Ketersediaan air bersih yang masih kurang di Indonesia saat ini harus menjadi perhatian semua pihak, bukan hanya pemerintah daerah (pemda) maupun pemerintah pusat saja, melainkan dari semua instansi terkait dan seluruh masyarakat. Dibentuknya peraturan ini saya pikir sangat mendukung dalam terlaksananya kerjasama yang baik antar pelaku kepentingan terkait air minum di indonesia.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12 Tahun 2010 ini memiliki maksud dan tujuan untuk memberikan acuan bagi pemerintah, Pemerinta h Daerah, BUMN/BUMD Penyelenggara dengan Badan Usaha dalam pelaksanaan kerjadasa pengusahaan pengembangan SPAM, agar pengusahaan pengembangan SPAM dapat dilaksanakan secara tertib, efisien, efektif dan saling menguntungkan sehingga dapat digunakan seluas-luasnya untuk kepentingan masyarakat. Sementara itu ruang lingk up regulasi ini meliputi kerjasama pemerintah dengan badan usaha sertas kerjasama BUMN/BUMD penyelenggara dengan badan usaha dalam pengusahaan pengembanga n SPAM dengan sistem jaringan dan teknologi pengolahan. Prinsip kerjasama pengusahaan adalah pengembangan SPAM merupakan tugas pemerintah dan pemerintah daerah.
menurut saya, peningkatan tersebut disebabkan oleh lahirnya regulasi ini. Akses pelayanan air minum yang tercatat tahun 2009 sebelum lahirnya peraturan ini secara nasional adalah 47,71%, yang terdiri dari 49.82% cakupan pelayanan perkotaan, dan 45.72% cakupan pelayanan di perdesaan. Angka ini sangat jauh dari target MDGs yaitu 68,87%. Tapi dengan lahirnya regulasi ini menciptakan munculnya banyak sekali program kerjasama pengusahaan SPAM di lingkup pemerintah daerah, instansi dan organisasi-organisasi terkait, serta badan usaha penyelenggara air minum, yang menyebabkan peningkatan yang signifikan di bidang penyediaan air minum layak di Indonesia.
Namun menurut saya, pencapaian yang ada saat ini masih harus di tingkatkan. Tentunya dengan berkomitmen untuk penanganan pascaprogram dan perluasan program pelayanan air minum di berbagai wilayah. Komitmen ini dapat diwujudkan melalui implementasi Rencana Aksi Daerah bidang Air Minum dan Penyehatan Lingkunga n (RAD AMPL) tahun 2015-2019 pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan APBD. Komitmen Pemda akan mendukung tercapainya Universal Access 100% layanan air minum dan sanitasi layak pada 2019 sesuai amanat RPJMN 2015-2019. (Rita Hendriawati – CMAC)
Untuk mencapai target tersebut tentunya dibutuhkan peningkatan kapasitas yang cukup besar. Untuk itu pemerintah tentunya sedang berusaha keras untuk mencapainya. Oleh karena itu pada pasal 4 dalam regulasi ini menjelaskan bahwa dalam melaksanaka n tugas yang berkaitan dengan pengembangan SPAM, pemerintah membent uk BUMN/BUMD untuk menyelenggarakannya, serta melibatkan Badan Usaha untuk berperan serta.
Selanjutnya dalam regulasi ini adalah membahas tentang kerjasama BUMN/BUMD penyelenggara dengan badan usaha di dalam wilayah pelayanan BUMN/BUMD penyelenggara. Pada bagian ke-satu bahwa BUMN/BUMD penyelenggara dapat bekerjasama dengan badah usaha untuk meningkatkan kualitas dan kuatitas pelayanan SPAM di wilayah pelayanannya. Selanjutnya dibahas tentang lingkup kerjasama pengusahaan pengembangan SPAM, bentuk perjanjian kerjasama dan bentuk pengusahaan kerjasama, persyaratan kerjasama BUMN/BUMD penyelenggara dalam badan usaha, serta perjanjian kerjasama. Pada bab selanjutnya membahas tentang ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
H. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18 Tahun 2012 tentang “Pedoman
Pembinaan Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum”
Menurut saya, pentingnya peraturan diterapkan harus diimbangi dengan bagaima na pembinaan dilakukan. Hal tersebut yang menjadi pertimbangan pemerintah untuk membuat pedoman khusus dalam pembinaan penyelenggaraan SPAM. Melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18 Tahun 2012 ini lah yang menjadi acuan bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pembinaan penyelenggaraan pengembangan SPAM yang tentunya bertujuan untuk meningka tka n kinerja penyelenggaraan pengembangan SPAM itu sendiri.
Ruang lingkup pembinaan ini meliput i pembinaan oleh Pemerintah terhadap Pemerintah Daerah, pembinaan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah terhadap Penyelenggara, baik Penyelenggara pengembangan SPAM dengan jaringan perpipaan maupun SPAM bukan jaringan perpipaan, pengambilalihan tanggung jawab sementara pengelolaan SPAM oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya, serta pengawasan teknis terhadap seluruh tahapan penyelengga raa n pengembangan SPAM.
SPAM dengan jaringan perpipaan maupun SPAM bukan jaringan perpipaan. Saya sangat setuju sekali karena masing- masing daerah memiliki permasalahan yang berbeda-beda, sehingga dalam penanganan atau pengembangan SPAM juga dibutuhka n koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah agar dapat berjalan sesuai dengan karakteristik dan permasalahan yang ada pada masing- masing daerah.
Tentang pemanfaatan sumber air baku secara regional saat ini juga sedang marak dilakukan di Indonesia. Misalnya seperti yan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya (CK), Kementerian PU, merencanakan membangun enam Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional, masing-masing di Provinsi Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Bengkulu, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Pembangunan SPAM Regional merupakan salah satu alternatif untuk mengatas i terbatasnya sumber air baku yang mencukupi di beberapa kabupaten/kota, sementara di beberapa wilayah lain dalam satu provinsi terdapat potensi air baku yang cukup. Hal ini diharapkan dapat mempercepat tercapainya cakupan pelayanan air minum sesuai target tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/MDG’s) di akhir tahun 2015 sebesar 68.87% dan target sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 di sektor air minum sebesar 100%.
I. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 2 Tahun 2013 tentang “Pedoman
Penyusunan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air”
Peraturan Menteri Pekerjaan umum Nomor 2 Tahun 2013 ini berisi tentang tata cara penyusunan rencana pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai di lintas Negara, lintas Provinsi, Strategi Nasional, lintas Kabupaten/Kota, serta dalam satu Kabupaten/Kota. Yang mana, didalamnya terdapat 3 tahapan yang ditetapkan dalam penyusunan rancangan rencana pengelolaan sumber daya air, yakni meliputi :
1) Inventarsasi sumber daya air, 2) Penyusunan,
3) Penetapan rencana pengelolaan sumber daya air.
pilihan strategi pengelolaan sumber daya air dan kebijakan operasional untuk melaksanakan strategi pengelolaan sumber daya air.
Kemudian adalah pemilihan strategi, dimana Strategi pengelolaan sumber daya air dipilih dari alternatif strategi yang terdapat dalam pola pengelolaan sumber daya air yang paling mendekati kondisi 20 (dua puluh) tahun yang akan datang sesuai dengan asumsi-asumsi yang dipergunakan (ekonomi, politik dan perubahan iklim). Dalam tahap ini juga berisi tentang wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilaya h sungai. Selain itu, terdapat juga tinjauan-tinjauan yang harus dilakukan terhadap wilayah terkait setelah strategi terpilih.
Tahap selanjutnya ialah pengumpulan data dan informasi sumber daya air yang tentunya berisikan data dan informasi mengena i sumber daya air misalnya kondisi hidrologis, kuantitas dan kualitas, kondisi lingkungan hidup yang terkait, potensi yang terkait,
prasarana sumber daya air, serta kondisi sosial ekonomi. Data dan informasi ini didapatkan dengan cara pengumpulan data sekunder dan primer. Tahap selanjut nya yang ke-empat, adalah analisa data sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun desain dasar dan prakiraan kelayakan dari upaya fisik dan nonfisik dalam pengelolaan sumber daya air selama 20 (dua puluh) tahun kedepan.
sudah diperbaiki sesuai dengan masukan dari hasil konsultasi dengan Tim Teknis dan PKM Tahap I, dibahas oleh Dewan Sumber Daya Air Nasional.
Selanjutnya adalah desain dasar dan prakiraan kelayakan yang secara fisik memuat tentang lokasi, tata letak, perkiraan tipe dan ukuran bangunan, ketersediaan bahan bangunan, dan lokasi buangan bahan galian dan sumber bahan timbunan. Sedangkan secara non-fisik memuat tentang jenis kegiatan, lokasi dan waktu pelaksanaan. Setelah itu dilakukan pula prakiraan kelayakan biaya untuk fisik dan non-fisik serta prakiraan ekonomi. Tahap selanjutnya adalah rancangan rencana pengelolaan sumber daya air dimana semua upaya di tahap sebelumnya dengan prakiraan biayanya dituangkan ke dalam konsep matrik dasar penyusunan program dan kegiatan.
Kemudian konsultasi tim teknis lagi, lalu PKM tahap 2 untuk mensosialisas ika n menampung aspirasi dan berbagai hasil Analisis Desain Dasar dan Pra Kelayakan serta Konsep Matrik Dasar Penyusunan Program dan Kegiatan dari pengelolaan sumber daya air selama 20 (dua puluh) tahun ke depan. Selanjutnya adalah pembahasan wadah koordinasi tahap 2 adalah pembahasan oleh Dewan Sumber Daya Air Nasional tentang hal-hal yang sudah diperbaiki ditahap sebelumnya. Tahap selanjutnya yaitu pengumuman terbuka rancangan rencana pengelolaan sumber daya air. Selanutnya adalah Keberatan Masyarakat, Peninjauan Kembali dan Penjelasan/K larifikasi yang juga diumumkan secara terbuka. Lalu kemudian proses penetapan.