BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Buruh pada saat ini dianggap oleh kebanyakan orang sama dengan pekerja,
padahal dari dasar pengertiannya buruh berbeda dengan pekerja. Secara teori,
didalam suatu perusahaan terdapat dua kelompok yaitu kelompok pemilik modal
dan kelompok buruh, yaitu orang-orang yang diperintah dan dipekerjanan yang
berfungsi sebagai salah satu komponen dalam proses produksi. Dalam teori Karl
Marx tentang nilai lebih, disebutkan bahwa kelompok yang memiliki dan
menikmati nilai lebih disebut sebagai majikan dan kelompok yang terlibat dalam
proses penciptaan nilai lebih itu disebut Buruh. Dari segi kepemilikan kapital dan
aset-aset produksi, dapat kita tarik benang merah, bahwa buruh tidak terlibat
sedikitpun dalam kepemilikan aset, sedangkan majikan adalah yang mempunyai
kepemilikan aset. Dengan demikian seorang manajer atau direktur disebuah
perusahaan sebetulnya adalah buruh walaupun mereka mempunyai embel-embel
gelar keprofesionalan.
Buruh sendiri memberikan pengaruh yang besar baik dalam hal ekonomi
maupun politik. Didalam bidang ekonomi misalnya buruh sebagai unsur
penggerak langsung perekonomian, tanpa adanya buruh mustahil kegiatan
perekonomian khususnya di pabrik-pabrik maupun di perkebunan dapat berjalan
dengan baik. Sedangkan pengaruh buruh di bidang politik berkaitan dengan peran
penting mereka sebagai salah satu kegiatan ekonomi yaitu sadar bahwa peran
mereka begitu penting dalam bidang ekonomi, maka buruh menuntut berbagai
tuntutan-tuntutan yang berkaitan dengan kepentingan mereka.
Kepentingan-kepentingan ini akhirnya dijadikan sebagai jalan bagi buruh menuju kegiatan
politik. Disamping itu, peran buruh dalam politik yang cukup kuat juga
dipengaruhi oleh kuantitas buruh yang cukup signifikan, kuantitas ini diikuti juga
dengan kekompakan dan sifat militan dari buruh, kekompakan dan sifat militan ini
ingin dicapai adalah sama. Tidaklah heran jika banyak partai – partai politik
maupun calon – calon penguasa memanfaatkan isu buruh sebagai salah satu cara
untuk mendongkrak suara dan popularitasnya. Peran buruh yang cukup besar
tersebut mendapatkan pengakuan oleh berbagai pihak, hal ini ditandai dengan
adanya hari buruh atau yang sering disebut dengan May Day. May Day lahir dari berbagai rentetan perjuangan kelas pekerja untuk meraih kendali ekonomi-politis
hak-hak industrial.
Perkembangan
perubahan drastis ekonomi-politik, terutama di negara-negara kapitalis di Eropa
Barat da
minimnya upah, dan buruknya kondisi kerja di tingkatan pabrik, melahirkan
perlawanan dari kalangan kelas pekerja. Pemogokan pertama kelas pekerja
Amerika Serikat terjadi di ta
membawa para pengorganisirnya ke meja pengadilan dan juga mengangkat fakta
bahwa kelas pekerja di era tersebut bekerja dari 19 sampai 20 jam seharinya.
Sejak saat itu perjuangan untuk menuntut diubahnya jam kerja menjadi agenda
bersama kelas pekerja di Amerika Serikat.
Di Indonesia, pergerakan buruh sudah ada semenjak masa penjajahan
Belanda dimana pemerintah Belanda selalu menentang setiap gerakan buruh yang
ada pada saat itu dan menangkap para pemimpin buruh. Setelah Indonesia
merdeka, maka pada tanggal 19 September 1945 kaum buruh membentuk sebuah
organisasi buruh yaitu Barisan Buruh Indonesia (BBI) yang bertujuan untuk ikut
serta mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Perjalanan gerakan buruh di
Indonesia pada masa orde lama ditandai dengan munculnya beberapa organisasi
buruh yang berhaluan komunis, seperti SOBSI (Sentral Organisasi Buruh) pada
bulan Mei 1947 dan BKS-BUMIL (Badan Kerjasama Buruh Militer) tahun 1956.1
Tapi sejak masa pemerintaha setiap gerakan buruh tidak
diperbolehkan lagi, ini disebabkan karena gerakan buruh dihubungkan dengan
gerakan dan paham komunis yang sejak kejadian G30S pada 1965 ditabukan di
1 Irmayani,
Indonesia. Ini juga termasuk dimana hari buruh yang tidak diperingati lagi di
Indonesia karena semasa Soeharto berkuasa, aksi untuk peringatan May Day atau
hari buruh masuk kategori aktivitas
dikonotasikan dengan ideologi
Saat rezim otoriter Orde Baru runtuh (1998), banyak orang menduga
bahwa buruh yang terorganisir sedang berada pada posisi yang diuntungkan.
Secara berturut-turut pemerintahan pasca Soeharto mengubah hukum perburuhan
yang bertujuan untuk memperluas hak-hak buruh, mempermudah pembentukan
serikat, serta memperbesar ruang kebebasan berbicara dan berkumpul. Namun
sekarang ini, banyak pengamat yang setuju bahwa masyarakat pekerja, khususnya
buruh yang terorganisir gagal memanfaatkan ruang-ruang baru yang tersedia
untuk unjuk gigi dalam dunia politik. Rendahnya posisi tawar buruh disebabkan
pula peran serikat buruh seperti SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) maupun
SP-BUN (Serikat Pekerja Perkebunan) tidak optimal, tidak berfungsi seperti yang
diharapkan sebagian besar buruh karena konflik antar serikat yang duduk di dalam
kepengurusan telah melemahkan daya tawar mereka, dan karenanya tidak jarang
mereka diperdaya oleh oknum-oknum pejabat negara dan pengusaha yang licik.
Kelompok buruh memang tidak memiliki kekuatan politik yang tinggi bila
dibandingkan dengan pengusaha ataupun pemilik modal tetapi dengan berkumpul
dalam jumlah besar, mengganggu lalu lintas dengan turun ke jalan, kemudian
melakukan pendudukan atas gedung-gedung dan tempat-tempat penting.
Aksi-aksi ini memaksa otoritas untuk melihat para buruh sebagai satu kelompok dan
mengakui kekuatan kolektif yang mereka miliki. Para buruh juga berhasil
memperlihatkan ke publik bagaimana penderitaan-penderitaan yang selama ini
mereka lalui. Strategi turun ke jalan ini mencerminkan kekuatan politik dari
kelompok terpinggirkan di dalam masyarakat kita, yang menunjukkan bahwa
mereka mampu memperjuangkan dan menentukan nasibnya sendiri. Disisi lain,
karena jumlah buruh yang cukup besar, keberadaan buruh sering dieksploitasi
Indonesia memiliki banyak perkebunan Nusantara yang tersebar di
berbagai wilayah yang ada di Indonesia. Adapun perkebunan Nusantara yang ada
di Indonesia, yaitu:
- Perkebunan Nusantara I, PT State Jl.Kebon Baru, Langsa, Aceh Timur,
D.I.Aceh.
- Perkebunan Nusantara II, PT State Tanjung Morawa Km 16 Desa Bakalia
Tanjung Morawa, Medan, Sumatera Utara.
- Perkebunan Nusantara III, PT State Jl.Sei Sikambing Medan, Sumatera
Utara.
- Perkebunan Nusantara IV (Sei Bahar)/Pirsus State Pebatu, Tebing Tinggi,
Sumatera Utara.
- Perkebunan Nusantara V, PT State Jl.Ronggoarsito No.40 Pekan Baru,
Riau.
- Perkebunan Nusantara VI, PT State Jl.Katip Sulaiman No.54 Padang,
Sumatera Barat.
- Perkebunan Nusantara VII, PT State Jl.Teuku Umar No.300 Bandar
Lampung, Lampung.
- Perkebunan Nusantara VIII, PT State Jl.Sindang Sirna No.4 Bandung,
Jawa Barat.
- Perkebunan Nusantara X (Tebenan).
- Perkebunan Nusantara XIII, PT State Jl.Let.Jen.Sutoyo No.19 Pontianak,
Kalimantan Barat
- Perkebunan Nusantara XIV, PT State Jl.Slamet Riyadi No.14 Ujung
Pandang, Sulawesi Selatan.2
2
Adapun jumlah buruh pada Februari 2010 menurut Badan Pusat Statistik
berjumlah 30.720.000 dan pada bulan Agustus meningkat menjadi 32.52.000
orang, berdasarkan penelitian Badan Pusat Statistik pada tahun 2011 jumlah buruh
pada bulan Februari yakni berjumlah 34.510.000 orang, kemudian berkembang
menjadi 37.770.000 orang pada bulan Agustus 2011, sedangkan pada bulan
Februari 2012 jumlah buruh mengalami peningkatan menjadi 38.130.000 atau
mengalami peningkatan sebanyak 7.410.000 dari bulan Februari tahun 2010.3
Buruh seharusnya dapat lebih bijak dalam mengikuti kegiatan politik dan
memilih para elite yang mewakili suara mereka di pemerintahan, hal ini dapat
dilakukan para buruh dengan ikut berpartisipasi didalam pemilu. Dengan kata
lain, partisipasi langsung dari masyarakat yang seperti ini merupakan
penyelenggaraan kekuasaan politik yang sah dan oleh rakyat keikutsertaan
masyarakat dalam berpartisipasi sangatlah penting karena teori demokrasi
menyebutkan bahwa masyarakat tersebut lebih mengetahui apa yang mereka
inginkan. Hal inilah yang seharusnya diperhatikan oleh para buruh melalui serikat
buruh untuk dapat menyampaikan apa yang menjadi kebutuhan mereka dan apa
yang mereka inginkan, karena sistem demokrasi melalui pemilu, buruh dapat ikut
mengambil peran didalam menentukan kebijakan yang diambil oleh pemerintah
terutama kebijakan yang berhubungan dengan pekerja ataupun buruh. Tidak ada
demokrasi tanpa partisipasi dari warga Negara karena keterlibatan masyarakat
dalam berpolitik merupakan ukuran demokrasi suatu Negara. Dapat kita lihat dari Dan
jumlah buruh PTPN yang ada di seluruh Indonesia sebanyak 82.500 orang.
Dengan melihat banyaknya jumlah buruh tersebut banyak partai politik
mengarahkan pola gerakannya untuk merekrut buruh sebagai alat kepentingan
politik mereka dan berupaya merebut suara mereka dengan menjanjikan perbaikan
untuk nasib buruh, yang kita sama-sama tahu bahwa nasib buruh dari hari ke hari
tetap saja sebagai alat produksi yang dapat dibuang dan diganti setiap saat.
3
pengertian demokrasi tersebut secara normatif, yakni pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat.4
Adanya kebebasan rakyat dalam menjalankan pemilu menjadi ukuran
untuk melihat eksistensi demokrasi dalam suatu Negara. Didalam pemilu, rakyat
yang telah memenuhi syarat untuk memilih, secara bebas, dan rahasia
menjatuhkan pilihannya pada figur yang dinilai sesuai dengan aspirasinya.5
Terwujudnya pemilu yang baik tidak terlepas dari perilaku politik
masyarakatnya, perilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang
berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Bentuk
perilaku politik ini menjadi alat analisis untuk melihat bagaimana perilaku pemilih
masyarakat dalam hal ini buruh tebu PTPN 2 kebun sei semayang dalam
pemilihan kepala daerah 2010 kota Binjai. Buruh yang dibahas dalam penelitian
ini adalah buruh tebu PTPN 2 kebun sei semayang dimana buruh yang dimaksud
dalam hal ini adalah mereka yang berposisi sebagai karyawan lepas dan karyawan
pelaksana, dengan memiliki jumlah yang cukup besar mereka dianggap sebagai
objek penting oleh pasangan calon kepala daerah untuk memperoleh jumlah suara.
Antusias yang ditunjukkan oleh buruh tebu PTPN2 dalam pemilukada juga cukup
baik, ini terlihat dengan mengikuti kampanye dari pasangan calon walikota Binjai,
banyak buruh yang rela cuti kerja untuk mengikuti kampanye dari calon pasangan
walikota. Keikutsertaan mereka didalam kampanye menunjukkan bagaimana
bentuk perilaku politik buruh tebu dalam mengikuti pemilukada kota Binjai,
karena mereka berharap calon yang didukung akan dapat membantu memperbaiki
kesehjateraan hidup mereka. Janji-janji yang disampaikan serta pendekatan yang
digunakan oleh calon walikota akan sangat berpengaruh dalam menarik simpati
buruh, karena akan menentukan bagaimana perilaku memilih dari buruh tebu
PTPN2.
Oleh
karena itu, kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin bukanlah muncul karena
dirinya sendiri, melainkan titipan dari rakyat melalui pemilu.
4
Mochtar Mas’oed, Negara, Kapital dan demokrasi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2003, hal 43
Sampai saat ini, belum terlalu banyak kalangan pemerhati politik
Indonesia yang melakukan kajian intensif terhadap perilaku pemilih khususnya
pada buruh. Padahal kajian tentang perilaku buruh dalam memilih juga tidak kalah
pentingnya terutama didalam pemilukada. Dengan demikian menyadari akan
kurangnya penelitian tentang perilaku politik buruh, maka didalam penelitian ini
penulis akan menjelaskan dan meneliti tentang perilaku politik buruh tebu PTPN
2 Kebun Sei Semayang pada Pemilukada 2010 Kota Binjai. Penulis menggunakan
analisis perilaku politik untuk melihat perilaku memilih buruh.
2. Perumusan Masalah
Buruh pada saat ini memiliki pengaruh yang besar baik dalam hal ekonomi
maupun politik, tanpa adanya buruh mustahil kegiatan perekonomian dapat
berjalan dengan baik. Begitu juga dengan peran buruh di politik, menyadari
peran mereka yang cukup besar maka mereka menuntut bergagai tuntutan yang
sesuai dengan kebutuhan mereka, maka penting untuk mengetahui bagaimana
perilaku buruh tersebut dikehidupan politik.
Sejalan dengan latar belakang dan persoalan yang telah diuraikan diatas,
maka perumusan masalah dalam penelitian saya ini adalah “Bagaimana
perilaku politik buruh tebu PTPN 2 Kebun Sei Semayang pada Pemilukada
2010 Kota Binjai ?”
3. Pembatasan Masalah
Agar penelitian terfokus terhadap permasalahannya akan lebih baik jika
dibuat pembatasan masalah. Pada penelitian ini adapun masalah yang ingin diteliti
adalah :
1. Penelitian ini melihat fenomena perilaku politik buruh tebu PTPN 2 Kebun
Sei Semayang dalam Pemilukada 2010 Kota Binjai.
2. Penelitian ini mengkaji faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku
politik buruh tebu PTPN 2 Kebun Sei Semayang dalam Pemilukada 2010
4. Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui fenomena perilaku politik apa yang terjadi pada pada buruh
tebu PTPN 2 Kebun Sei Semayang dalam Pemilukada 2010 Kota Binjai.
2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku politik
buruh tebu PTPN 2 Kebun Sei Semayang dalam Pemilukada 2010 Kota
Binjai.
5. Signifikansi Penelitian
1. Secara pribadi penelitian ini mampu mengasah kemampuan peneliti dalam
melakukan sebuah proses penelitian yang bersifat ilmiah dan juga
memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi program sarja
strata satu (S1) Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Secara akademis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang
diharapkan mampu memberikan kontribusi pemikiran mengenai preferensi
politik buruh dan memberikan solusi atas permasalahan buruh.
3. Secara kelembagaan penelitian ini berguna bagi keperluan lembaga
pendidikan dan juga lembaga politik yang berbicara mengenai preferensi
politik terkhusus buruh.
6. Kerangka Teori 6.1. Perilaku Politik
Perilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan
dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.6
dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan,
penegakan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik.
Interaksi antara
pemerintah dengan masyarakat, antar lembaga pemerintah dan antar kelompok
6
Pada dasarnya, manusia yang melakukan kegiatan politik dibagi menjadi
dua, yakni warga Negara yang memiliki fungsi pemerintahan (pejabat
pemerintahan), dan warga Negara biasa yang tidak memiliki fungsi pemerintahan
tetapi memiliki hak untuk mempengaruhi orang yang memiliki fungsi
pemerintahan. Suatu tindakan dan keputusan politik tidak hanya ditentukan oleh
tugas dan wewenang yang melekat pada lembaga yang mengeluarkan keputusan,
tetapi juga dipengaruhi oleh kepribadian individu yang membuat keputusan
tersebut.
Perilaku politik berkenaan dengan tujuan suatu masyarakat, kebijakan
untuk mengambil suatu tujuan, serta sistem kekuasaan yang memungkinkan
adanya suatu otoritas untuk mengatur kehidupan masyarakat secara umum.
Perilaku politik dirumuskan sebagai kegiatan yang berkaitan dengan sikap politik,
yakni yang berkaitan dengan kesiapan bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu
yang merupakan suatu penghayatan terhadap objek tersebut.7 Perilaku politik
tidaklah sesuatu yang dapat berdiri sendiri, tetapi perilaku politik mengandung
keterkaitan dengan hal yang lain. Salah satu sikap yang penting adalah sikap
politik. Dimana antara sikap dengan perilaku memiliki tingkat keeratan yang
sangat tinggi, namun keduanya dibedakan. Sikap merupakan kesiapan untuk
bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu. Sikap belum merupakan tindakan
tetapi masih berupa suatu kecenderungan.
6.1.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Politik
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku politik adalah sebagai
berikut :
1. faktor kondisi historis. Dimana setiap sikap dan perilaku politik
masyarakat dipengaruhi oleh proses – proses dan peristiwa historis masa
lalu. Hal ini disebabkan budaya politik tidak merupakan kenyataan yang
statis melainkan berubah dan berkembang sepanjang masa.
2. faktor kondisi geografis memberikan pengaruh dalam perilaku politik
masyarakat sebagai kawasan geostrategic, walaupun kemajemukan budaya
Indonesia merupakan hal yang rawan bagi terciptanya disintegrasi.
Kondisi ini mempegaruhi perbedaan tingkat partisipasi politik masyarakat,
kesenjangan pemerataan pembangunan, kesenjangan informasi,
komunikasi, teknologi mempengaruhi proses sosialisasi politik.
3. faktor budaya politik memiliki pengaruh dalam perilaku politik
masyarakat. Berfungsinya budaya politik ditentukan oleh tingkat
keserasian antara tingkat kebudayaan bangsa dan struktur politiknya.
Kemajuan budaya Indonesia mempengaruhi budaya budi bangsa. Berbagai
budaya daerah pada masyarakat Indonesia berimplikasi pada terciptanya
hsebuah bentuk perilaku politik dengan memahami budaya politik
masyarakat yang dipandang penting untuk memahami perilaku politik.
4. perilaku politik masyarakat dipengaruhi oleh agama dan keyakinan.
Agama telah memberikan nilai etika dan moral politik yang memberikan
pengaruh bagi masyarakat dalam perilaku politiknya. Keyakinan
merupakan acuan yang penuh dengan norma – norma dan kaidah yang
dapat mendorong dan mengarahkan perilaku politik sesuai dengan agama
dan keyakinannya, proses politik dan partisipasi warga Negara paling tidak
dapat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pemahaman agama seseorang.
5. faktor pendidikan dan komunikasi juga mempengaruhi perilaku politik
seseorang. Semakin tinggi pendidikan masyarakat maka semakin tinggi
tingkat kesadaran politiknya. Komunikasi yang intens akan mempengaruhi
perilaku politik seseorang dalam kegiatan politiknya.
7. faktor lingkungan sosial politik mempengaruhi aktor politik secara
langsung seperti keadaan keluarga. Lingkungan sosial politik saling
mempengaruhi dan berhubungan satu dengan yang lain dan bukannya
sebagai faktor yang berdiri sendiri.8
Selain faktor – faktor diatas, ada beberapa faktor lain yang juga memainkan
peranan penting dalam menentukan pilihan rakyat yaitu standar kehidupan, faktor
penghasilan atau gaji, kelompok umur, dan jenis kelamin.
6.1.2 Bentuk – Bentuk Perilaku Politik
Perilaku politik dilihat sebagai sebuah alat analisis untuk melihat bagaimana
masyarakat ikut berpartisipasi di dalam pemilihan umum, baik itu melalui
pemberian suara (voting), maupun keikutsertaan seseorang dalam kampanye.
1. Pemberian Suara (Voting)
Richard G. Niemi dan Herbert F.Weisberg yang dikutip dalam komunitas
embun pagi, berpendapat bahwa faktor sosialisasilah sebenarnya yang
menentukan perilaku memilih seseorang, bukan karena karakteristik sosiologis.
Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologis (terutama
konsep sosialisasi dan sikap) untuk menjelaskan perilaku seseorang. Pendekatan
ini berkeyakinan bahwa pemilih menentukan pilihannya karena pengaruh
kekuatan psikologis yang berkembang dalam dirinya sebagai produk dari
sosialisasi yang mereka terima. Maka dalam hal ini diperlukan “kurikulum
sosialisasi politik”. Ini penting terutama bagi pemilih pemula yang cenderung
belum pernah memilih. Harus dilakukan sosialisasi yang sistematis agar pemilih
pemula ini dapat mengerti dan tidak menunjukkan karakter yang apatis (tidak
adanya minat terhadap persoalan – persoalan politik), anomi (perasaan tidak
berguna). Maka kesadaran politik warga Negara menjadi faktor determinan dalam
partisipasi politik masyarakat, artinya berbagai hal yang berhubungan dengan
8
pengetahuan dan kesadaran akan hak dan kewajiban yang berkaitan dengan
lingkungan masyarakat dan kegiatan politik menjadi tolok ukur seseorang terlibat
dalam proses partisipasi politik.9
2. Kampanye
Kampanye adalah suatu tindakan politik yang bertujuan mendapatkan
pencapaian dukungan, usaha kampanye bisa dilakukan oleh perorangan atau
sekelompok orang yang terorganisir untuk melakukan pencapaian suatu proses
pengambilan keputusan di dalam suatu kelompok, kampanye biasa juga dilakukan
guna mempengaruhi, penghambatan, pembelokan pencapaian.10
Jenis-jenis kampanye dapat dilihat sebagai berikut :
1. Product-Oriented Campaigns atau kampanye yang berorientasi pada produk umumnya yang terjadi di lingkungan bisnis. Isitilah lain yang
sering dipertukarkan dengan kampanye jenis ini adalah commercial campaign, atau corporate campaign. Motivasi yang mendasarinya adalah memperoleh keuntungan finansial.
2. Candidate-Oriented Campaigns atau kampanye yang berorientasi pada kandidat umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk meraih kekuasaan politik.
Karena itu jenis kampanye ini dapat pula disebut sebagai kampanye politik
(Political Campaigns). Tujuannya antara lain adalah untuk memenangkan dukungan masyarakat terhadap kandidat-kandidat yang diajukan partai
politik agar dapat menduduki jabatan-jabatan politik yang diperebutkan
lewat proses pemilihan umum.
9
Richard G. Niemi dan Herbert F.Weisberg, Controversier of Voting Behaviour, yang dikutip di dalam komunitas embun pagi.
10
3. Ideologically or Cause Oriented Campaigns adalah jenis kampanye yang berorientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus yang sering kali
berdimensi perubahan sosial. Karena itu kampanye jenis ini disebut
sebagai Social Change Campaigns, yakni kampanye untuk menangani masalah-masalah sosial melalui perubahan sikap dan perilaku publik yang
terkait.11
6.2 Perilaku Pemilih
Perilaku pemilih dapat didefenisikan sebagai keikutsertaan warga dalam
pemilu sebagai rangkaian pembuatan keputusan yaitu apakah memilih atau tidak
memilih dalam pemilihan umum. Jikalau memutuskan untuk memilih apakah
memilih partai atau kandidat (X) ataukah partai politik atau kandidat (Y).12 Ada
empat pendekatan yang dapat digunakan dalam menganalisa perilaku memilih
yaitu pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis, pendekatan rasional, dan
pendekatan kepercayaan politik.
6.2.1 Pendekatan Sosiologis
Pendekatan ini pada dasarnya menekankan peranan faktor-faktor sosiologi
dalam membentuk perilaku politik seseorang, pendekatan ini menjelaskan bahwa
karakteristik sosial dan pengelompokan sosial itu mempunyai pengaruh yang
cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilih. Karakter dan
pengelompokan sosial berdasarkan umur, jenis kelamin, agama, status sosial,
ekonomi, aspek geografis dan lain sebagainya13
11
Antar Venus, Manajemen Kampanye, Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2009, hal. 11.
. Hal ini dianggap mempunyai
peranan yang cukup menentukan dalam bentuk perilaku pemilih. Aliran yang
menggunakan pendekatan sosiologi dalam menganalisis perilaku pemilih ini
menyatakan bahwa preferensi politik termasuk preferensi pemberian suara di
kotak pemilihan seseorang merupakan produk dari karakteristik sosial ekonomi
dimana dia berada, seperti profesi, kelas sosial, agama, dan seterusnya. Dalam
12
P.Antonius Sitepu Teori – Teori Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012. Hal.90.
13
status sosial ekonomi terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk
melakukan analisis tentang suatu hubungan atau pengaruh, yaitu antara lain:
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, atau kekayaan.14
6.2.2 Pendekatan Psikologis
Munculnya pendekatan psikologis merupakan sebuah reaksi terhadap
ketidakpuasan terhadap pendekatan sosiologis. Pendekatan ini menggunakan dan
mengembangkan konsep psikologis terutama konsep sikap dan sosialisasi untuk
menjelaskan prilaku pemilih. Pendekatan ini menjelaskan bahwa sikap seseorang
merupakan sebagai refleksi dari kepribadian seseorang yang merupakan variable
yang menentukan dalam mempengaruhi prilaku politiknya. Pendekatan
psikologis, yang sering disebut Mazhab Michigan (The Michigan Survey Reseach
Center) lebih menekankan pada faktor psikologis seseorang dalam menentukan
perilaku atau pilihan politik. Menurut penganut pendekatan psikologis, secara
metodologis pendekatan sosiologis dianggap sulit diukur, seperti bagaimana
mengukur secara tepat sejumlah indicator kelas sosial, tingkat pendidikan, agama,
dan sebagainya.
Pendekatan psikologis ini mengembangkan konsep Psikologis, khususnya
konsep sikap dan sosialisasi dalam menjelaskan perilaku seseorang. Konsep sikap
merupakan variable sentral dalam menjelaskan perilaku pemilih karena menurut
Greenstein ada tiga fungsi sikap yakni ; pertama, sikap merupakan fungsi penting.
Artinya, penilaian terhadap suatu obyek diberikan berdasarkan motivasi, minat
dan kepentingan orang tersebut. Kedua, sikap merupakan penyesuaian diri.
Artinya seseorang bersikap tertentu sesuai dengan keinginan orang itu untuk sama
atau tidak sama dengan tokoh atau kelompok yang dikaguminya. Ketiga, sikap
merupakan sikap eksternalisasi dan pertahanan diri. Artinya, sikap seseorang itu
merupakan upaya untuk mengatasi konflik batin atau tekanan psikis, yang
mungkin berujud mekanisme pertahanan (Defensce Mechanisme)
14
Dalam pendekatan ini juga terdapat tiga faktor yang berpengaruh terhadap
perilaku pemilih. Tiga faktor itu adalah identifikasi partai, orientasi isu atau tema,
dan orientasi kandidat. Identifikasi partai dalam hal ini bukan sekedar partai apa
yang dipilih tetapi juga tingkat identifikasi individu terhadap partai politik
tersebut. Kemudian yang dimaksud dengan orientasi isu atau tema adalah tema
atau isu apa saja yang diangkat dan dijadikan acuan bagi partai politik atau
kandidat tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan orientasi kandidat siapa
yang akan mewakili partai politik tersebut.15 Dengan demikian, konsep
identifikasi partai merupakan variable sentral dalam menjelaskan perilaku pemilih
dalam penekatan psikologis ini. Dalam hal ini, hubungan pengaruh antara
identifikasi partai dengan perilaku pemilih sudah menjadi aksioma.
6.2.3 Pendekatan Rasional
Munculnya pendekatan rasional disebabkan karena dua pendekatan
terdahulu hanya menempatkan pemilih pada ruang dan waktu yang kosong baik
secara eksplisit maupun implisit. Dalam hal ini pemilih diibaratkan sebagai
wayang yang tidak mempunyai kehendak bebas kecuali atas perintah atau kendali
dalangnya. Dimana karakteristik sosiologis, latar belakang keluarga, pembelahan
cultural atau identifikasi partai dan pengalaman hidup pada karakteristik
psikologis, merupakan variabel yang dengan sendirinya maupun komplomenter
mempengaruhi perilaku atau pilihan politik seseorang.
Dalam teori rasional (Rational Choise Theory) bahwa ketika seseorang
dhadapkan pada beberapa jenis tindakan, maka orang biasanya akan melakukan
apa yang mereka yakini berkemungkinan memberikan hasil yang terbaik. Pilihan
rasional muncul sebagai revolusi pendekatan dalam ilmu politik 16
15
David Marsh, Teori dan Metode Dalam Ilmu Politik. Nusa Media; Bandung, 2002. Hal.76.
. Dengan
kemunculan teori rasional ini, maka ada sebagian pemilih yang mengubah pilihan
politiknya. Hal ini disebabkan oleh adanya ketergantungan pada peristiwa politik
16
tertentu yang bisa saja mengubah preferensi pilihan politik seseorang.
Dalam pendekatan rasional terdapat dua orientasi yang menjadi daya tarik
pemilih, yaitu orientasi isu dan orientasi kandidat. Dimana orientasi isu fokus
pada pertanyaan : apa yang seharusnya dilakukan dalam memecahkan persoalan –
persoalan yang dihadapi masyarakat, bangsa, dan negara. Sementara orientasi
kandidat berpusat kepada sikap pemilih terhadap pribadi kandidat tanpa
memperdulikan label partainya. Him Melweit mengatakan bahwa perilaku pemilih
merupakan pengambilan keputusan cepat dan pengambilan keputusan tersebut
tergantung pada situasi sosial politik tertentu yang tidak beda dengan pengambilan
keputusan lainnya.
Pada akhirnya pendekatan rasional mengantarkan kita pada kesimpulan
bahwa para pemilih benar – benar rasional. Para pemilih melakukan penilaian
yang valid terhadap visi, misi, program kerja pasangan calon atau kandidat dan
partai politik. Pemilih rasional memiliki motivasi, prinsip, pengetahuan dan
informasi yang cukup. Perbedaan antara pendekatan rasional dengan lainnya
bahwa pemilih rasional adalah pemberi suara yang responsitif dan tidak
permanen.17
6.2.4 Pendekatan Kepercayaan Politik
Penggunaan variabel kepercayaan politik untuk menjelaskan perilaku
politik nonvoting, sebenarnya diadopsi dari variabel kepercayaan untuk
menjelaskan keaktifan atau ketidak aktifan seseorang dalam kegiatan politik.
Ketidak aktifan dalam konsep ketidak percayaan politik sendiri selalu
mengandung pengertian ganda. Pertama, ketidak aktifan dapat diinterpretasikan
sebagai ekspresi atas kepercayaan yang rendah terhadap sistem politik atau
sebagai suatu ekspresi atas perasaan keterasingan (alienasi). Kedua, ketidak
aktifan juga dapat diinterpretasikan sebagai ekspresi kepercayaan yang tinggi, di
mana ketidak aktifan seseorang dalam bilik suara menendakan bahwa mereka
17
puas terhadap sistem politik yang ada, atau tidak khawatir dengan keadaan politik
yang ada.18
6.3 Buruh
Buruh dalam Pasal 1 angka 2 UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan memiliki pengertian setiap orang yang bekerja dengan menerima
upah atau imbalan dalam bentuk lain. Buruh terdiri dari beberapa macam yaitu :
a. Buruh harian, buruh yang menerima upah berdasarkan hari masuk kerja.
b. Buruh kasar, buruh yang menggunakan tenaga fisiknya karena tidak
mempunyai keahlian dibidang tertentu.
c. Buruh musiman, buruh yang bekerja hanya pada musim-musim tertentu
(misalnya buruh tebang tebu).
d. Buruh pabrik, buruh yang bekerja di pabrik-pabrik.
e. Buruh tambang, buruh yang bekerja di pertambangan.
f. Buruh tani, buruh yang menerima upah dengan bekerja di kebun atau di
sawah orang lain.
g. Buruh terampil, buruh yang mempunyai keterampilan di bidang tertentu.
h. Buruh terlatih, buruh yang sudah dilatih untuk keterampilan tertentu.19
Pendapat lain menyebutkan buruh diartikan sebagai orang yang bekerja
dibawah perintah orang lain, dengan menerima upah karena telah melakukan
pekerjaan di perusahaan.20 Kemudian Muchtar Pakpahan mengatakan buruh
adalah mereka yang bekerja dan menggantungkan hidupnya dari gaji dan
mendapat upah dari jasa atau tenaga yang dikeluarkannya. Jadi, siapapun yang
bekerja dan mendapatkan gaji, mereka adalah buruh. Orang yang bekerja di bank,
rumah sakit, perusahaan sawit atau tebu, jurnalis, swalayan, toko, atau dimanapun,
adalah buruh.
18 Asfar Muhammad, Presiden Golput, Surabaya : Jawa Pos Press 2004, Hal.41 19
20
Pemahaman orang tentang makna dan arti buruh sangat sempit. Buruh
dianggap mereka yang bekerja dan mengandalkan tenaganya, untuk
pekerjaan-pekerjaan berat. Tak heran muncul berbagai istilah baru sebagai bentuk
pengaburan makna buruh itu sendiri. Seperti, pekerja kerah putih, ekspatriat,
eksekutif dan lainnya. Pemaknaan dan determinasi ini memang sengaja
dimunculkan sebagai bentuk dari pengkotak-kotakan kelas buruh. Sehingga ketika
terjadi permasalahan di suatu perusahaan, misalnya di perusahaan tebu, sawit,
kayu, garmen, atau perusahaan apapun, tidak akan menimbulkan simpati bagi
buruh di perusahaan yang lain.
6.3.1 Buruh Perkebunan
Buruh Perkebunan merupakan para pekerja yang bekerja di sektor
perkebunan. Perkebunan itu sendiri merupakan bidang kerja produktif yang
melakukan berbagai aktifitas produksi demi pencapaian hasil, yang tentunya
memerlukan banyak tenaga kerja.
Jenis-Jenis perkebunan yang terdapat di Indonesia, yaitu :
NO PERUSAHAAN PERKEBUNAN PRODUKSI
1. PTPN 1 Kelapa sawit, karet
2. PTPN 2 Tebu, kelapa sawit, karet, tembakau
3. PTPN 3 Kelapa sawit
4. PTPN 4 Kelapa sawit, Karet
5. PTPN 5 Kelapa sawit, karet
6. PTPN 6 Kelapa sawit, the
7. PTPN 7 Kelapa sawit, karet, tebu, the
8. PTPN 8 Kelapa sawit, karet, teh, kina, kakao
9. PTPN 10 Tebu, tembakau, kakao
10. PTPN 13 Kelapa sawit, karet
Perkebunan Tebu di Indonesia adalah perkebunan yang selain padat
modal, juga memerlukan lahan yang besar, serta melibatkan tenaga kerja yang
cukup banyak. Perkebunan tebu memiliki tenaga kerja yang beragam keahlian,
pendidikan, berbeda sosial budaya, berbeda agama, serta berbeda
produktivitasnya. Adapun kegiatan di kebun terdiri dari beragam kegiatan, baik
kegiatan rutin maupun kegiatan lapangan, yang keseluruhannya dikerjakan oleh
tenaga kerja yang tersedia. Untuk setiap pekerjaan di kebun diperlukan tenaga
kerja dengan berbagai jenis keterampilan yang berbeda untuk setiap bidang
pekerjaannya.
Penggunaan tenaga kerja menuntut adanya penghargaan dari pihak
perusahaan perkebunan atas para pekerjanya terhadap produktivitas ataupun
kinerja yang mereka lakukan bagi perusahaan. Tenaga kerja diperkebunan tebu
terbagi atas dua macam yaitu pekerja tetap dan pekerja lepas. Pekerja tetap
merupakan karyawan yang bekerja secara tetap dan permanen di perusahaan,
sedangkan pekerja lepas merupakan karyawan yang bekerja secara musiman atau
ketika perusahaan sedang dalam proses pembuatan gula.
7. Metodologi Penelitian 7.1 Jenis Penelitian
Berangkat dari uraian serta tujuan penelitian maupun kerangka teori diatas,
maka jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
kualitatif dengan format deskriptif. Dengan maksud untuk menggambarkan
ataupun meneliti sekelompok manusia, suatu objek, kondisi, pemikiran dan
peristiwa pada masa sekarang. Tipe yang paling umum dari penelitian ini adalah
penelitian sikap, atau pendapat individu, organisasi, keadaan ataupun prosedur
yang dikumpulkan melalui daftar pertanyaan, survey, wawancara atau observasi.21
21
7.2Lokasi Penelitian
Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah berada di PTP Nusantara II
Kebun Sei Semayang berjarak 12,5 km dari kota medan tepatnya di kecamatan
sunggal, kabupaten deli serdang.
7.3 Populasi dan Sampel 7.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan diterapkan kesimpulannya. Populasi mempunyai lambang
(N). 22 Dalam hal ini, populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah para
buruh yang tergolong sebagai karyawan tetap yang telah memiliki hak suara di
dalam pemilihan kepala daerah di PTPN 2 Kebun Sei Semayang, yang berjumlah
152 orang.
7.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah yang dapat mewakili karakteristik dari
populasi. Disebabkan jumlah populasi cukup besar yaitu 152 orang, maka rumus
yang digunakan untuk menentukan dan pengambilan sampel adalah rumus yang
dikemukakan oleh Taro Yamane, yaitu:
n = N
N.d2 +1
Keterangan:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
d = Presisi, ditetapkan 10% dengan derajat kepercayaan 90%.
22
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah:
n = 152
152 (10%)2 + 1
n = 152
152 (0,01) + 1
n = 60,3 atau 63 orang
Dikarenakan populasi yang bersifat homogen, maka peneliti menggunakan teknik
Random Sampling dalam menentukan sampel, dimana setiap unit penelitian atau
elemen dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai
sampel. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan rancangan sampel probabilitas
dengan teknik penentuan sampel secara random sistematis (Systematic Random
Sampling).23
7.4 Data dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulakan data dari lapangan dan
selanjutnya mengolah data yang telah diperoleh dari lapangan, serta melakukan
analisa dengan menggunakan teori-teori dari perpustakaan, dan akhirnya menarik
kesimpulan. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden yang
terpilih pada lokasi penelitian. Data primer ini diperoleh dengan 2 (dua) cara
yaitu penyebaran kuisioner dan wawancara langsung. Kuisioner merupakan
kumpulan pertanyaan dengan pilihan jawaban seputar rumusan masalah yang
akan dijawab oleh responden.24 Sementara, wawancara untuk melengkapi
data dari hasil penyebaran kuesioner.
23
M.Arif Nasution, dkk, Metode Penelitian, Medan : Fisip USU Press, 2008. Hal 103
24
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber
sekunder. Sumber data sekunder dapat membantu memberi keterangan, atau
data pelengkap sebagai bahan pembanding. Ada dua kategori data sekunder,
yakni :
a. Internal Data, yaitu tersedia tertulis pada sumber data sekunder,
seperti buku, jurnal, internet dan laporan hasil riset yang sebelumnya.
b. Eksternal Data, seperti data sensus dan data register, serta data yang
diperoleh dari badan atau lembaga yang aktifitasnya mengumpulkan
data atau keterangan yang relevan dengan berbagai masalah.25 Badan
atau lembaga yang menjadi sumber data adalah KPUD Kota Binjai
dan PTPN 2 Sei Semayang.
7.5 Teknik Analisis Data
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan tujuan memberi gambaran mengenai
situasi atau kondisi yang terjadi dengan menggunakan analisa kualitatif.
Data-data yang yang telah dikumpul dan diperoleh di lapangan akan dikaji
dan selanjutnya akan menghasilkan suatu kesimpulan yang mampu
menjelaskan masalah yang diteliti.
25
8. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini akan disajikan penulis kedalam IV Bab, dengan
sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, kerangka teori penelitian dan Metodologi penelitian, dan
sistematika penelitian.
BAB II : DESKRIPSI DAN LOKASI PENELITIAN
Bab ini akan menggambarkan segala sesuatu mengenai objek penelitian yaitu
gambaran umum PTPN 2 Kebun Sei Semayang, yang dilihat dari sejarah singkat
perusahaan, tujuan berdirinya perusahaan, struktur organisasi perusahaan dan
serikat pekerja perkebunan di PPTPN 2 Kebun Sei Semayang.
BAB III : HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN
Bab ini akan berisikan tentang penyajian data dan fakta yang didapat dari
lapangan yang diperoleh dari kuesioner yang telah diberikan kepada responden
serta pembahasan dan analisis dari fakta dan data tersebut.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini akan mencakup kesimpulan dan saran – saran yang diperoleh dari hasil