• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah - Preferensi Politik Buruh Tebu dalam Pemilukada 2010 Kota Binjai (Studi Kasus Perilaku Buruh Tebu PTPN 2 Kebun Sei Semayang dalam Pemilihan Walikota Binjai Tahun 2010)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah - Preferensi Politik Buruh Tebu dalam Pemilukada 2010 Kota Binjai (Studi Kasus Perilaku Buruh Tebu PTPN 2 Kebun Sei Semayang dalam Pemilihan Walikota Binjai Tahun 2010)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Buruh pada saat ini dianggap oleh kebanyakan orang sama dengan pekerja,

padahal dari dasar pengertiannya buruh berbeda dengan pekerja. Secara teori,

didalam suatu perusahaan terdapat dua kelompok yaitu kelompok pemilik modal

dan kelompok buruh, yaitu orang-orang yang diperintah dan dipekerjanan yang

berfungsi sebagai salah satu komponen dalam proses produksi. Dalam teori Karl

Marx tentang nilai lebih, disebutkan bahwa kelompok yang memiliki dan

menikmati nilai lebih disebut sebagai majikan dan kelompok yang terlibat dalam

proses penciptaan nilai lebih itu disebut Buruh. Dari segi kepemilikan kapital dan

aset-aset produksi, dapat kita tarik benang merah, bahwa buruh tidak terlibat

sedikitpun dalam kepemilikan aset, sedangkan majikan adalah yang mempunyai

kepemilikan aset. Dengan demikian seorang manajer atau direktur disebuah

perusahaan sebetulnya adalah buruh walaupun mereka mempunyai embel-embel

gelar keprofesionalan.

Buruh sendiri memberikan pengaruh yang besar baik dalam hal ekonomi

maupun politik. Didalam bidang ekonomi misalnya buruh sebagai unsur

penggerak langsung perekonomian, tanpa adanya buruh mustahil kegiatan

perekonomian khususnya di pabrik-pabrik maupun di perkebunan dapat berjalan

dengan baik. Sedangkan pengaruh buruh di bidang politik berkaitan dengan peran

penting mereka sebagai salah satu kegiatan ekonomi yaitu sadar bahwa peran

mereka begitu penting dalam bidang ekonomi, maka buruh menuntut berbagai

tuntutan-tuntutan yang berkaitan dengan kepentingan mereka.

Kepentingan-kepentingan ini akhirnya dijadikan sebagai jalan bagi buruh menuju kegiatan

politik. Disamping itu, peran buruh dalam politik yang cukup kuat juga

dipengaruhi oleh kuantitas buruh yang cukup signifikan, kuantitas ini diikuti juga

dengan kekompakan dan sifat militan dari buruh, kekompakan dan sifat militan ini

(2)

ingin dicapai adalah sama. Tidaklah heran jika banyak partai – partai politik

maupun calon – calon penguasa memanfaatkan isu buruh sebagai salah satu cara

untuk mendongkrak suara dan popularitasnya. Peran buruh yang cukup besar

tersebut mendapatkan pengakuan oleh berbagai pihak, hal ini ditandai dengan

adanya hari buruh atau yang sering disebut dengan May Day. May Day lahir dari berbagai rentetan perjuangan kelas pekerja untuk meraih kendali ekonomi-politis

hak-hak industrial.

Perkembangan

perubahan drastis ekonomi-politik, terutama di negara-negara kapitalis di Eropa

Barat da

minimnya upah, dan buruknya kondisi kerja di tingkatan pabrik, melahirkan

perlawanan dari kalangan kelas pekerja. Pemogokan pertama kelas pekerja

Amerika Serikat terjadi di ta

membawa para pengorganisirnya ke meja pengadilan dan juga mengangkat fakta

bahwa kelas pekerja di era tersebut bekerja dari 19 sampai 20 jam seharinya.

Sejak saat itu perjuangan untuk menuntut diubahnya jam kerja menjadi agenda

bersama kelas pekerja di Amerika Serikat.

Di Indonesia, pergerakan buruh sudah ada semenjak masa penjajahan

Belanda dimana pemerintah Belanda selalu menentang setiap gerakan buruh yang

ada pada saat itu dan menangkap para pemimpin buruh. Setelah Indonesia

merdeka, maka pada tanggal 19 September 1945 kaum buruh membentuk sebuah

organisasi buruh yaitu Barisan Buruh Indonesia (BBI) yang bertujuan untuk ikut

serta mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Perjalanan gerakan buruh di

Indonesia pada masa orde lama ditandai dengan munculnya beberapa organisasi

buruh yang berhaluan komunis, seperti SOBSI (Sentral Organisasi Buruh) pada

bulan Mei 1947 dan BKS-BUMIL (Badan Kerjasama Buruh Militer) tahun 1956.1

Tapi sejak masa pemerintaha setiap gerakan buruh tidak

diperbolehkan lagi, ini disebabkan karena gerakan buruh dihubungkan dengan

gerakan dan paham komunis yang sejak kejadian G30S pada 1965 ditabukan di

1 Irmayani,

(3)

Indonesia. Ini juga termasuk dimana hari buruh yang tidak diperingati lagi di

Indonesia karena semasa Soeharto berkuasa, aksi untuk peringatan May Day atau

hari buruh masuk kategori aktivitas

dikonotasikan dengan ideologi

Saat rezim otoriter Orde Baru runtuh (1998), banyak orang menduga

bahwa buruh yang terorganisir sedang berada pada posisi yang diuntungkan.

Secara berturut-turut pemerintahan pasca Soeharto mengubah hukum perburuhan

yang bertujuan untuk memperluas hak-hak buruh, mempermudah pembentukan

serikat, serta memperbesar ruang kebebasan berbicara dan berkumpul. Namun

sekarang ini, banyak pengamat yang setuju bahwa masyarakat pekerja, khususnya

buruh yang terorganisir gagal memanfaatkan ruang-ruang baru yang tersedia

untuk unjuk gigi dalam dunia politik. Rendahnya posisi tawar buruh disebabkan

pula peran serikat buruh seperti SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) maupun

SP-BUN (Serikat Pekerja Perkebunan) tidak optimal, tidak berfungsi seperti yang

diharapkan sebagian besar buruh karena konflik antar serikat yang duduk di dalam

kepengurusan telah melemahkan daya tawar mereka, dan karenanya tidak jarang

mereka diperdaya oleh oknum-oknum pejabat negara dan pengusaha yang licik.

Kelompok buruh memang tidak memiliki kekuatan politik yang tinggi bila

dibandingkan dengan pengusaha ataupun pemilik modal tetapi dengan berkumpul

dalam jumlah besar, mengganggu lalu lintas dengan turun ke jalan, kemudian

melakukan pendudukan atas gedung-gedung dan tempat-tempat penting.

Aksi-aksi ini memaksa otoritas untuk melihat para buruh sebagai satu kelompok dan

mengakui kekuatan kolektif yang mereka miliki. Para buruh juga berhasil

memperlihatkan ke publik bagaimana penderitaan-penderitaan yang selama ini

mereka lalui. Strategi turun ke jalan ini mencerminkan kekuatan politik dari

kelompok terpinggirkan di dalam masyarakat kita, yang menunjukkan bahwa

mereka mampu memperjuangkan dan menentukan nasibnya sendiri. Disisi lain,

karena jumlah buruh yang cukup besar, keberadaan buruh sering dieksploitasi

(4)

Indonesia memiliki banyak perkebunan Nusantara yang tersebar di

berbagai wilayah yang ada di Indonesia. Adapun perkebunan Nusantara yang ada

di Indonesia, yaitu:

- Perkebunan Nusantara I, PT State Jl.Kebon Baru, Langsa, Aceh Timur,

D.I.Aceh.

- Perkebunan Nusantara II, PT State Tanjung Morawa Km 16 Desa Bakalia

Tanjung Morawa, Medan, Sumatera Utara.

- Perkebunan Nusantara III, PT State Jl.Sei Sikambing Medan, Sumatera

Utara.

- Perkebunan Nusantara IV (Sei Bahar)/Pirsus State Pebatu, Tebing Tinggi,

Sumatera Utara.

- Perkebunan Nusantara V, PT State Jl.Ronggoarsito No.40 Pekan Baru,

Riau.

- Perkebunan Nusantara VI, PT State Jl.Katip Sulaiman No.54 Padang,

Sumatera Barat.

- Perkebunan Nusantara VII, PT State Jl.Teuku Umar No.300 Bandar

Lampung, Lampung.

- Perkebunan Nusantara VIII, PT State Jl.Sindang Sirna No.4 Bandung,

Jawa Barat.

- Perkebunan Nusantara X (Tebenan).

- Perkebunan Nusantara XIII, PT State Jl.Let.Jen.Sutoyo No.19 Pontianak,

Kalimantan Barat

- Perkebunan Nusantara XIV, PT State Jl.Slamet Riyadi No.14 Ujung

Pandang, Sulawesi Selatan.2

2

(5)

Adapun jumlah buruh pada Februari 2010 menurut Badan Pusat Statistik

berjumlah 30.720.000 dan pada bulan Agustus meningkat menjadi 32.52.000

orang, berdasarkan penelitian Badan Pusat Statistik pada tahun 2011 jumlah buruh

pada bulan Februari yakni berjumlah 34.510.000 orang, kemudian berkembang

menjadi 37.770.000 orang pada bulan Agustus 2011, sedangkan pada bulan

Februari 2012 jumlah buruh mengalami peningkatan menjadi 38.130.000 atau

mengalami peningkatan sebanyak 7.410.000 dari bulan Februari tahun 2010.3

Buruh seharusnya dapat lebih bijak dalam mengikuti kegiatan politik dan

memilih para elite yang mewakili suara mereka di pemerintahan, hal ini dapat

dilakukan para buruh dengan ikut berpartisipasi didalam pemilu. Dengan kata

lain, partisipasi langsung dari masyarakat yang seperti ini merupakan

penyelenggaraan kekuasaan politik yang sah dan oleh rakyat keikutsertaan

masyarakat dalam berpartisipasi sangatlah penting karena teori demokrasi

menyebutkan bahwa masyarakat tersebut lebih mengetahui apa yang mereka

inginkan. Hal inilah yang seharusnya diperhatikan oleh para buruh melalui serikat

buruh untuk dapat menyampaikan apa yang menjadi kebutuhan mereka dan apa

yang mereka inginkan, karena sistem demokrasi melalui pemilu, buruh dapat ikut

mengambil peran didalam menentukan kebijakan yang diambil oleh pemerintah

terutama kebijakan yang berhubungan dengan pekerja ataupun buruh. Tidak ada

demokrasi tanpa partisipasi dari warga Negara karena keterlibatan masyarakat

dalam berpolitik merupakan ukuran demokrasi suatu Negara. Dapat kita lihat dari Dan

jumlah buruh PTPN yang ada di seluruh Indonesia sebanyak 82.500 orang.

Dengan melihat banyaknya jumlah buruh tersebut banyak partai politik

mengarahkan pola gerakannya untuk merekrut buruh sebagai alat kepentingan

politik mereka dan berupaya merebut suara mereka dengan menjanjikan perbaikan

untuk nasib buruh, yang kita sama-sama tahu bahwa nasib buruh dari hari ke hari

tetap saja sebagai alat produksi yang dapat dibuang dan diganti setiap saat.

3

(6)

pengertian demokrasi tersebut secara normatif, yakni pemerintahan dari rakyat,

oleh rakyat, dan untuk rakyat.4

Adanya kebebasan rakyat dalam menjalankan pemilu menjadi ukuran

untuk melihat eksistensi demokrasi dalam suatu Negara. Didalam pemilu, rakyat

yang telah memenuhi syarat untuk memilih, secara bebas, dan rahasia

menjatuhkan pilihannya pada figur yang dinilai sesuai dengan aspirasinya.5

Terwujudnya pemilu yang baik tidak terlepas dari perilaku politik

masyarakatnya, perilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang

berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Bentuk

perilaku politik ini menjadi alat analisis untuk melihat bagaimana perilaku pemilih

masyarakat dalam hal ini buruh tebu PTPN 2 kebun sei semayang dalam

pemilihan kepala daerah 2010 kota Binjai. Buruh yang dibahas dalam penelitian

ini adalah buruh tebu PTPN 2 kebun sei semayang dimana buruh yang dimaksud

dalam hal ini adalah mereka yang berposisi sebagai karyawan lepas dan karyawan

pelaksana, dengan memiliki jumlah yang cukup besar mereka dianggap sebagai

objek penting oleh pasangan calon kepala daerah untuk memperoleh jumlah suara.

Antusias yang ditunjukkan oleh buruh tebu PTPN2 dalam pemilukada juga cukup

baik, ini terlihat dengan mengikuti kampanye dari pasangan calon walikota Binjai,

banyak buruh yang rela cuti kerja untuk mengikuti kampanye dari calon pasangan

walikota. Keikutsertaan mereka didalam kampanye menunjukkan bagaimana

bentuk perilaku politik buruh tebu dalam mengikuti pemilukada kota Binjai,

karena mereka berharap calon yang didukung akan dapat membantu memperbaiki

kesehjateraan hidup mereka. Janji-janji yang disampaikan serta pendekatan yang

digunakan oleh calon walikota akan sangat berpengaruh dalam menarik simpati

buruh, karena akan menentukan bagaimana perilaku memilih dari buruh tebu

PTPN2.

Oleh

karena itu, kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin bukanlah muncul karena

dirinya sendiri, melainkan titipan dari rakyat melalui pemilu.

4

Mochtar Mas’oed, Negara, Kapital dan demokrasi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2003, hal 43

(7)

Sampai saat ini, belum terlalu banyak kalangan pemerhati politik

Indonesia yang melakukan kajian intensif terhadap perilaku pemilih khususnya

pada buruh. Padahal kajian tentang perilaku buruh dalam memilih juga tidak kalah

pentingnya terutama didalam pemilukada. Dengan demikian menyadari akan

kurangnya penelitian tentang perilaku politik buruh, maka didalam penelitian ini

penulis akan menjelaskan dan meneliti tentang perilaku politik buruh tebu PTPN

2 Kebun Sei Semayang pada Pemilukada 2010 Kota Binjai. Penulis menggunakan

analisis perilaku politik untuk melihat perilaku memilih buruh.

2. Perumusan Masalah

Buruh pada saat ini memiliki pengaruh yang besar baik dalam hal ekonomi

maupun politik, tanpa adanya buruh mustahil kegiatan perekonomian dapat

berjalan dengan baik. Begitu juga dengan peran buruh di politik, menyadari

peran mereka yang cukup besar maka mereka menuntut bergagai tuntutan yang

sesuai dengan kebutuhan mereka, maka penting untuk mengetahui bagaimana

perilaku buruh tersebut dikehidupan politik.

Sejalan dengan latar belakang dan persoalan yang telah diuraikan diatas,

maka perumusan masalah dalam penelitian saya ini adalah “Bagaimana

perilaku politik buruh tebu PTPN 2 Kebun Sei Semayang pada Pemilukada

2010 Kota Binjai ?”

3. Pembatasan Masalah

Agar penelitian terfokus terhadap permasalahannya akan lebih baik jika

dibuat pembatasan masalah. Pada penelitian ini adapun masalah yang ingin diteliti

adalah :

1. Penelitian ini melihat fenomena perilaku politik buruh tebu PTPN 2 Kebun

Sei Semayang dalam Pemilukada 2010 Kota Binjai.

2. Penelitian ini mengkaji faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku

politik buruh tebu PTPN 2 Kebun Sei Semayang dalam Pemilukada 2010

(8)

4. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui fenomena perilaku politik apa yang terjadi pada pada buruh

tebu PTPN 2 Kebun Sei Semayang dalam Pemilukada 2010 Kota Binjai.

2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku politik

buruh tebu PTPN 2 Kebun Sei Semayang dalam Pemilukada 2010 Kota

Binjai.

5. Signifikansi Penelitian

1. Secara pribadi penelitian ini mampu mengasah kemampuan peneliti dalam

melakukan sebuah proses penelitian yang bersifat ilmiah dan juga

memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi program sarja

strata satu (S1) Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Secara akademis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang

diharapkan mampu memberikan kontribusi pemikiran mengenai preferensi

politik buruh dan memberikan solusi atas permasalahan buruh.

3. Secara kelembagaan penelitian ini berguna bagi keperluan lembaga

pendidikan dan juga lembaga politik yang berbicara mengenai preferensi

politik terkhusus buruh.

6. Kerangka Teori 6.1. Perilaku Politik

Perilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan

dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.6

dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan,

penegakan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik.

Interaksi antara

pemerintah dengan masyarakat, antar lembaga pemerintah dan antar kelompok

6

(9)

Pada dasarnya, manusia yang melakukan kegiatan politik dibagi menjadi

dua, yakni warga Negara yang memiliki fungsi pemerintahan (pejabat

pemerintahan), dan warga Negara biasa yang tidak memiliki fungsi pemerintahan

tetapi memiliki hak untuk mempengaruhi orang yang memiliki fungsi

pemerintahan. Suatu tindakan dan keputusan politik tidak hanya ditentukan oleh

tugas dan wewenang yang melekat pada lembaga yang mengeluarkan keputusan,

tetapi juga dipengaruhi oleh kepribadian individu yang membuat keputusan

tersebut.

Perilaku politik berkenaan dengan tujuan suatu masyarakat, kebijakan

untuk mengambil suatu tujuan, serta sistem kekuasaan yang memungkinkan

adanya suatu otoritas untuk mengatur kehidupan masyarakat secara umum.

Perilaku politik dirumuskan sebagai kegiatan yang berkaitan dengan sikap politik,

yakni yang berkaitan dengan kesiapan bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu

yang merupakan suatu penghayatan terhadap objek tersebut.7 Perilaku politik

tidaklah sesuatu yang dapat berdiri sendiri, tetapi perilaku politik mengandung

keterkaitan dengan hal yang lain. Salah satu sikap yang penting adalah sikap

politik. Dimana antara sikap dengan perilaku memiliki tingkat keeratan yang

sangat tinggi, namun keduanya dibedakan. Sikap merupakan kesiapan untuk

bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu. Sikap belum merupakan tindakan

tetapi masih berupa suatu kecenderungan.

6.1.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Politik

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku politik adalah sebagai

berikut :

1. faktor kondisi historis. Dimana setiap sikap dan perilaku politik

masyarakat dipengaruhi oleh proses – proses dan peristiwa historis masa

lalu. Hal ini disebabkan budaya politik tidak merupakan kenyataan yang

statis melainkan berubah dan berkembang sepanjang masa.

(10)

2. faktor kondisi geografis memberikan pengaruh dalam perilaku politik

masyarakat sebagai kawasan geostrategic, walaupun kemajemukan budaya

Indonesia merupakan hal yang rawan bagi terciptanya disintegrasi.

Kondisi ini mempegaruhi perbedaan tingkat partisipasi politik masyarakat,

kesenjangan pemerataan pembangunan, kesenjangan informasi,

komunikasi, teknologi mempengaruhi proses sosialisasi politik.

3. faktor budaya politik memiliki pengaruh dalam perilaku politik

masyarakat. Berfungsinya budaya politik ditentukan oleh tingkat

keserasian antara tingkat kebudayaan bangsa dan struktur politiknya.

Kemajuan budaya Indonesia mempengaruhi budaya budi bangsa. Berbagai

budaya daerah pada masyarakat Indonesia berimplikasi pada terciptanya

hsebuah bentuk perilaku politik dengan memahami budaya politik

masyarakat yang dipandang penting untuk memahami perilaku politik.

4. perilaku politik masyarakat dipengaruhi oleh agama dan keyakinan.

Agama telah memberikan nilai etika dan moral politik yang memberikan

pengaruh bagi masyarakat dalam perilaku politiknya. Keyakinan

merupakan acuan yang penuh dengan norma – norma dan kaidah yang

dapat mendorong dan mengarahkan perilaku politik sesuai dengan agama

dan keyakinannya, proses politik dan partisipasi warga Negara paling tidak

dapat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pemahaman agama seseorang.

5. faktor pendidikan dan komunikasi juga mempengaruhi perilaku politik

seseorang. Semakin tinggi pendidikan masyarakat maka semakin tinggi

tingkat kesadaran politiknya. Komunikasi yang intens akan mempengaruhi

perilaku politik seseorang dalam kegiatan politiknya.

(11)

7. faktor lingkungan sosial politik mempengaruhi aktor politik secara

langsung seperti keadaan keluarga. Lingkungan sosial politik saling

mempengaruhi dan berhubungan satu dengan yang lain dan bukannya

sebagai faktor yang berdiri sendiri.8

Selain faktor – faktor diatas, ada beberapa faktor lain yang juga memainkan

peranan penting dalam menentukan pilihan rakyat yaitu standar kehidupan, faktor

penghasilan atau gaji, kelompok umur, dan jenis kelamin.

6.1.2 Bentuk – Bentuk Perilaku Politik

Perilaku politik dilihat sebagai sebuah alat analisis untuk melihat bagaimana

masyarakat ikut berpartisipasi di dalam pemilihan umum, baik itu melalui

pemberian suara (voting), maupun keikutsertaan seseorang dalam kampanye.

1. Pemberian Suara (Voting)

Richard G. Niemi dan Herbert F.Weisberg yang dikutip dalam komunitas

embun pagi, berpendapat bahwa faktor sosialisasilah sebenarnya yang

menentukan perilaku memilih seseorang, bukan karena karakteristik sosiologis.

Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologis (terutama

konsep sosialisasi dan sikap) untuk menjelaskan perilaku seseorang. Pendekatan

ini berkeyakinan bahwa pemilih menentukan pilihannya karena pengaruh

kekuatan psikologis yang berkembang dalam dirinya sebagai produk dari

sosialisasi yang mereka terima. Maka dalam hal ini diperlukan “kurikulum

sosialisasi politik”. Ini penting terutama bagi pemilih pemula yang cenderung

belum pernah memilih. Harus dilakukan sosialisasi yang sistematis agar pemilih

pemula ini dapat mengerti dan tidak menunjukkan karakter yang apatis (tidak

adanya minat terhadap persoalan – persoalan politik), anomi (perasaan tidak

berguna). Maka kesadaran politik warga Negara menjadi faktor determinan dalam

partisipasi politik masyarakat, artinya berbagai hal yang berhubungan dengan

8

(12)

pengetahuan dan kesadaran akan hak dan kewajiban yang berkaitan dengan

lingkungan masyarakat dan kegiatan politik menjadi tolok ukur seseorang terlibat

dalam proses partisipasi politik.9

2. Kampanye

Kampanye adalah suatu tindakan politik yang bertujuan mendapatkan

pencapaian dukungan, usaha kampanye bisa dilakukan oleh perorangan atau

sekelompok orang yang terorganisir untuk melakukan pencapaian suatu proses

pengambilan keputusan di dalam suatu kelompok, kampanye biasa juga dilakukan

guna mempengaruhi, penghambatan, pembelokan pencapaian.10

Jenis-jenis kampanye dapat dilihat sebagai berikut :

1. Product-Oriented Campaigns atau kampanye yang berorientasi pada produk umumnya yang terjadi di lingkungan bisnis. Isitilah lain yang

sering dipertukarkan dengan kampanye jenis ini adalah commercial campaign, atau corporate campaign. Motivasi yang mendasarinya adalah memperoleh keuntungan finansial.

2. Candidate-Oriented Campaigns atau kampanye yang berorientasi pada kandidat umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk meraih kekuasaan politik.

Karena itu jenis kampanye ini dapat pula disebut sebagai kampanye politik

(Political Campaigns). Tujuannya antara lain adalah untuk memenangkan dukungan masyarakat terhadap kandidat-kandidat yang diajukan partai

politik agar dapat menduduki jabatan-jabatan politik yang diperebutkan

lewat proses pemilihan umum.

9

Richard G. Niemi dan Herbert F.Weisberg, Controversier of Voting Behaviour, yang dikutip di dalam komunitas embun pagi.

10

(13)

3. Ideologically or Cause Oriented Campaigns adalah jenis kampanye yang berorientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus yang sering kali

berdimensi perubahan sosial. Karena itu kampanye jenis ini disebut

sebagai Social Change Campaigns, yakni kampanye untuk menangani masalah-masalah sosial melalui perubahan sikap dan perilaku publik yang

terkait.11

6.2 Perilaku Pemilih

Perilaku pemilih dapat didefenisikan sebagai keikutsertaan warga dalam

pemilu sebagai rangkaian pembuatan keputusan yaitu apakah memilih atau tidak

memilih dalam pemilihan umum. Jikalau memutuskan untuk memilih apakah

memilih partai atau kandidat (X) ataukah partai politik atau kandidat (Y).12 Ada

empat pendekatan yang dapat digunakan dalam menganalisa perilaku memilih

yaitu pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis, pendekatan rasional, dan

pendekatan kepercayaan politik.

6.2.1 Pendekatan Sosiologis

Pendekatan ini pada dasarnya menekankan peranan faktor-faktor sosiologi

dalam membentuk perilaku politik seseorang, pendekatan ini menjelaskan bahwa

karakteristik sosial dan pengelompokan sosial itu mempunyai pengaruh yang

cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilih. Karakter dan

pengelompokan sosial berdasarkan umur, jenis kelamin, agama, status sosial,

ekonomi, aspek geografis dan lain sebagainya13

11

Antar Venus, Manajemen Kampanye, Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2009, hal. 11.

. Hal ini dianggap mempunyai

peranan yang cukup menentukan dalam bentuk perilaku pemilih. Aliran yang

menggunakan pendekatan sosiologi dalam menganalisis perilaku pemilih ini

menyatakan bahwa preferensi politik termasuk preferensi pemberian suara di

kotak pemilihan seseorang merupakan produk dari karakteristik sosial ekonomi

dimana dia berada, seperti profesi, kelas sosial, agama, dan seterusnya. Dalam

12

P.Antonius Sitepu Teori – Teori Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012. Hal.90.

13

(14)

status sosial ekonomi terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk

melakukan analisis tentang suatu hubungan atau pengaruh, yaitu antara lain:

pendidikan, pekerjaan, pendapatan, atau kekayaan.14

6.2.2 Pendekatan Psikologis

Munculnya pendekatan psikologis merupakan sebuah reaksi terhadap

ketidakpuasan terhadap pendekatan sosiologis. Pendekatan ini menggunakan dan

mengembangkan konsep psikologis terutama konsep sikap dan sosialisasi untuk

menjelaskan prilaku pemilih. Pendekatan ini menjelaskan bahwa sikap seseorang

merupakan sebagai refleksi dari kepribadian seseorang yang merupakan variable

yang menentukan dalam mempengaruhi prilaku politiknya. Pendekatan

psikologis, yang sering disebut Mazhab Michigan (The Michigan Survey Reseach

Center) lebih menekankan pada faktor psikologis seseorang dalam menentukan

perilaku atau pilihan politik. Menurut penganut pendekatan psikologis, secara

metodologis pendekatan sosiologis dianggap sulit diukur, seperti bagaimana

mengukur secara tepat sejumlah indicator kelas sosial, tingkat pendidikan, agama,

dan sebagainya.

Pendekatan psikologis ini mengembangkan konsep Psikologis, khususnya

konsep sikap dan sosialisasi dalam menjelaskan perilaku seseorang. Konsep sikap

merupakan variable sentral dalam menjelaskan perilaku pemilih karena menurut

Greenstein ada tiga fungsi sikap yakni ; pertama, sikap merupakan fungsi penting.

Artinya, penilaian terhadap suatu obyek diberikan berdasarkan motivasi, minat

dan kepentingan orang tersebut. Kedua, sikap merupakan penyesuaian diri.

Artinya seseorang bersikap tertentu sesuai dengan keinginan orang itu untuk sama

atau tidak sama dengan tokoh atau kelompok yang dikaguminya. Ketiga, sikap

merupakan sikap eksternalisasi dan pertahanan diri. Artinya, sikap seseorang itu

merupakan upaya untuk mengatasi konflik batin atau tekanan psikis, yang

mungkin berujud mekanisme pertahanan (Defensce Mechanisme)

14

(15)

Dalam pendekatan ini juga terdapat tiga faktor yang berpengaruh terhadap

perilaku pemilih. Tiga faktor itu adalah identifikasi partai, orientasi isu atau tema,

dan orientasi kandidat. Identifikasi partai dalam hal ini bukan sekedar partai apa

yang dipilih tetapi juga tingkat identifikasi individu terhadap partai politik

tersebut. Kemudian yang dimaksud dengan orientasi isu atau tema adalah tema

atau isu apa saja yang diangkat dan dijadikan acuan bagi partai politik atau

kandidat tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan orientasi kandidat siapa

yang akan mewakili partai politik tersebut.15 Dengan demikian, konsep

identifikasi partai merupakan variable sentral dalam menjelaskan perilaku pemilih

dalam penekatan psikologis ini. Dalam hal ini, hubungan pengaruh antara

identifikasi partai dengan perilaku pemilih sudah menjadi aksioma.

6.2.3 Pendekatan Rasional

Munculnya pendekatan rasional disebabkan karena dua pendekatan

terdahulu hanya menempatkan pemilih pada ruang dan waktu yang kosong baik

secara eksplisit maupun implisit. Dalam hal ini pemilih diibaratkan sebagai

wayang yang tidak mempunyai kehendak bebas kecuali atas perintah atau kendali

dalangnya. Dimana karakteristik sosiologis, latar belakang keluarga, pembelahan

cultural atau identifikasi partai dan pengalaman hidup pada karakteristik

psikologis, merupakan variabel yang dengan sendirinya maupun komplomenter

mempengaruhi perilaku atau pilihan politik seseorang.

Dalam teori rasional (Rational Choise Theory) bahwa ketika seseorang

dhadapkan pada beberapa jenis tindakan, maka orang biasanya akan melakukan

apa yang mereka yakini berkemungkinan memberikan hasil yang terbaik. Pilihan

rasional muncul sebagai revolusi pendekatan dalam ilmu politik 16

15

David Marsh, Teori dan Metode Dalam Ilmu Politik. Nusa Media; Bandung, 2002. Hal.76.

. Dengan

kemunculan teori rasional ini, maka ada sebagian pemilih yang mengubah pilihan

politiknya. Hal ini disebabkan oleh adanya ketergantungan pada peristiwa politik

16

(16)

tertentu yang bisa saja mengubah preferensi pilihan politik seseorang.

Dalam pendekatan rasional terdapat dua orientasi yang menjadi daya tarik

pemilih, yaitu orientasi isu dan orientasi kandidat. Dimana orientasi isu fokus

pada pertanyaan : apa yang seharusnya dilakukan dalam memecahkan persoalan –

persoalan yang dihadapi masyarakat, bangsa, dan negara. Sementara orientasi

kandidat berpusat kepada sikap pemilih terhadap pribadi kandidat tanpa

memperdulikan label partainya. Him Melweit mengatakan bahwa perilaku pemilih

merupakan pengambilan keputusan cepat dan pengambilan keputusan tersebut

tergantung pada situasi sosial politik tertentu yang tidak beda dengan pengambilan

keputusan lainnya.

Pada akhirnya pendekatan rasional mengantarkan kita pada kesimpulan

bahwa para pemilih benar – benar rasional. Para pemilih melakukan penilaian

yang valid terhadap visi, misi, program kerja pasangan calon atau kandidat dan

partai politik. Pemilih rasional memiliki motivasi, prinsip, pengetahuan dan

informasi yang cukup. Perbedaan antara pendekatan rasional dengan lainnya

bahwa pemilih rasional adalah pemberi suara yang responsitif dan tidak

permanen.17

6.2.4 Pendekatan Kepercayaan Politik

Penggunaan variabel kepercayaan politik untuk menjelaskan perilaku

politik nonvoting, sebenarnya diadopsi dari variabel kepercayaan untuk

menjelaskan keaktifan atau ketidak aktifan seseorang dalam kegiatan politik.

Ketidak aktifan dalam konsep ketidak percayaan politik sendiri selalu

mengandung pengertian ganda. Pertama, ketidak aktifan dapat diinterpretasikan

sebagai ekspresi atas kepercayaan yang rendah terhadap sistem politik atau

sebagai suatu ekspresi atas perasaan keterasingan (alienasi). Kedua, ketidak

aktifan juga dapat diinterpretasikan sebagai ekspresi kepercayaan yang tinggi, di

mana ketidak aktifan seseorang dalam bilik suara menendakan bahwa mereka

17

(17)

puas terhadap sistem politik yang ada, atau tidak khawatir dengan keadaan politik

yang ada.18

6.3 Buruh

Buruh dalam Pasal 1 angka 2 UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan memiliki pengertian setiap orang yang bekerja dengan menerima

upah atau imbalan dalam bentuk lain. Buruh terdiri dari beberapa macam yaitu :

a. Buruh harian, buruh yang menerima upah berdasarkan hari masuk kerja.

b. Buruh kasar, buruh yang menggunakan tenaga fisiknya karena tidak

mempunyai keahlian dibidang tertentu.

c. Buruh musiman, buruh yang bekerja hanya pada musim-musim tertentu

(misalnya buruh tebang tebu).

d. Buruh pabrik, buruh yang bekerja di pabrik-pabrik.

e. Buruh tambang, buruh yang bekerja di pertambangan.

f. Buruh tani, buruh yang menerima upah dengan bekerja di kebun atau di

sawah orang lain.

g. Buruh terampil, buruh yang mempunyai keterampilan di bidang tertentu.

h. Buruh terlatih, buruh yang sudah dilatih untuk keterampilan tertentu.19

Pendapat lain menyebutkan buruh diartikan sebagai orang yang bekerja

dibawah perintah orang lain, dengan menerima upah karena telah melakukan

pekerjaan di perusahaan.20 Kemudian Muchtar Pakpahan mengatakan buruh

adalah mereka yang bekerja dan menggantungkan hidupnya dari gaji dan

mendapat upah dari jasa atau tenaga yang dikeluarkannya. Jadi, siapapun yang

bekerja dan mendapatkan gaji, mereka adalah buruh. Orang yang bekerja di bank,

rumah sakit, perusahaan sawit atau tebu, jurnalis, swalayan, toko, atau dimanapun,

adalah buruh.

18 Asfar Muhammad, Presiden Golput, Surabaya : Jawa Pos Press 2004, Hal.41 19

20

(18)

Pemahaman orang tentang makna dan arti buruh sangat sempit. Buruh

dianggap mereka yang bekerja dan mengandalkan tenaganya, untuk

pekerjaan-pekerjaan berat. Tak heran muncul berbagai istilah baru sebagai bentuk

pengaburan makna buruh itu sendiri. Seperti, pekerja kerah putih, ekspatriat,

eksekutif dan lainnya. Pemaknaan dan determinasi ini memang sengaja

dimunculkan sebagai bentuk dari pengkotak-kotakan kelas buruh. Sehingga ketika

terjadi permasalahan di suatu perusahaan, misalnya di perusahaan tebu, sawit,

kayu, garmen, atau perusahaan apapun, tidak akan menimbulkan simpati bagi

buruh di perusahaan yang lain.

6.3.1 Buruh Perkebunan

Buruh Perkebunan merupakan para pekerja yang bekerja di sektor

perkebunan. Perkebunan itu sendiri merupakan bidang kerja produktif yang

melakukan berbagai aktifitas produksi demi pencapaian hasil, yang tentunya

memerlukan banyak tenaga kerja.

Jenis-Jenis perkebunan yang terdapat di Indonesia, yaitu :

NO PERUSAHAAN PERKEBUNAN PRODUKSI

1. PTPN 1 Kelapa sawit, karet

2. PTPN 2 Tebu, kelapa sawit, karet, tembakau

3. PTPN 3 Kelapa sawit

4. PTPN 4 Kelapa sawit, Karet

5. PTPN 5 Kelapa sawit, karet

6. PTPN 6 Kelapa sawit, the

7. PTPN 7 Kelapa sawit, karet, tebu, the

8. PTPN 8 Kelapa sawit, karet, teh, kina, kakao

9. PTPN 10 Tebu, tembakau, kakao

10. PTPN 13 Kelapa sawit, karet

(19)

Perkebunan Tebu di Indonesia adalah perkebunan yang selain padat

modal, juga memerlukan lahan yang besar, serta melibatkan tenaga kerja yang

cukup banyak. Perkebunan tebu memiliki tenaga kerja yang beragam keahlian,

pendidikan, berbeda sosial budaya, berbeda agama, serta berbeda

produktivitasnya. Adapun kegiatan di kebun terdiri dari beragam kegiatan, baik

kegiatan rutin maupun kegiatan lapangan, yang keseluruhannya dikerjakan oleh

tenaga kerja yang tersedia. Untuk setiap pekerjaan di kebun diperlukan tenaga

kerja dengan berbagai jenis keterampilan yang berbeda untuk setiap bidang

pekerjaannya.

Penggunaan tenaga kerja menuntut adanya penghargaan dari pihak

perusahaan perkebunan atas para pekerjanya terhadap produktivitas ataupun

kinerja yang mereka lakukan bagi perusahaan. Tenaga kerja diperkebunan tebu

terbagi atas dua macam yaitu pekerja tetap dan pekerja lepas. Pekerja tetap

merupakan karyawan yang bekerja secara tetap dan permanen di perusahaan,

sedangkan pekerja lepas merupakan karyawan yang bekerja secara musiman atau

ketika perusahaan sedang dalam proses pembuatan gula.

7. Metodologi Penelitian 7.1 Jenis Penelitian

Berangkat dari uraian serta tujuan penelitian maupun kerangka teori diatas,

maka jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian

kualitatif dengan format deskriptif. Dengan maksud untuk menggambarkan

ataupun meneliti sekelompok manusia, suatu objek, kondisi, pemikiran dan

peristiwa pada masa sekarang. Tipe yang paling umum dari penelitian ini adalah

penelitian sikap, atau pendapat individu, organisasi, keadaan ataupun prosedur

yang dikumpulkan melalui daftar pertanyaan, survey, wawancara atau observasi.21

21

(20)

7.2Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah berada di PTP Nusantara II

Kebun Sei Semayang berjarak 12,5 km dari kota medan tepatnya di kecamatan

sunggal, kabupaten deli serdang.

7.3 Populasi dan Sampel 7.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek

yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan diterapkan kesimpulannya. Populasi mempunyai lambang

(N). 22 Dalam hal ini, populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah para

buruh yang tergolong sebagai karyawan tetap yang telah memiliki hak suara di

dalam pemilihan kepala daerah di PTPN 2 Kebun Sei Semayang, yang berjumlah

152 orang.

7.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah yang dapat mewakili karakteristik dari

populasi. Disebabkan jumlah populasi cukup besar yaitu 152 orang, maka rumus

yang digunakan untuk menentukan dan pengambilan sampel adalah rumus yang

dikemukakan oleh Taro Yamane, yaitu:

n = N

N.d2 +1

Keterangan:

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

d = Presisi, ditetapkan 10% dengan derajat kepercayaan 90%.

22

(21)

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah:

n = 152

152 (10%)2 + 1

n = 152

152 (0,01) + 1

n = 60,3 atau 63 orang

Dikarenakan populasi yang bersifat homogen, maka peneliti menggunakan teknik

Random Sampling dalam menentukan sampel, dimana setiap unit penelitian atau

elemen dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai

sampel. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan rancangan sampel probabilitas

dengan teknik penentuan sampel secara random sistematis (Systematic Random

Sampling).23

7.4 Data dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulakan data dari lapangan dan

selanjutnya mengolah data yang telah diperoleh dari lapangan, serta melakukan

analisa dengan menggunakan teori-teori dari perpustakaan, dan akhirnya menarik

kesimpulan. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden yang

terpilih pada lokasi penelitian. Data primer ini diperoleh dengan 2 (dua) cara

yaitu penyebaran kuisioner dan wawancara langsung. Kuisioner merupakan

kumpulan pertanyaan dengan pilihan jawaban seputar rumusan masalah yang

akan dijawab oleh responden.24 Sementara, wawancara untuk melengkapi

data dari hasil penyebaran kuesioner.

23

M.Arif Nasution, dkk, Metode Penelitian, Medan : Fisip USU Press, 2008. Hal 103

24

(22)

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber

sekunder. Sumber data sekunder dapat membantu memberi keterangan, atau

data pelengkap sebagai bahan pembanding. Ada dua kategori data sekunder,

yakni :

a. Internal Data, yaitu tersedia tertulis pada sumber data sekunder,

seperti buku, jurnal, internet dan laporan hasil riset yang sebelumnya.

b. Eksternal Data, seperti data sensus dan data register, serta data yang

diperoleh dari badan atau lembaga yang aktifitasnya mengumpulkan

data atau keterangan yang relevan dengan berbagai masalah.25 Badan

atau lembaga yang menjadi sumber data adalah KPUD Kota Binjai

dan PTPN 2 Sei Semayang.

7.5 Teknik Analisis Data

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan tujuan memberi gambaran mengenai

situasi atau kondisi yang terjadi dengan menggunakan analisa kualitatif.

Data-data yang yang telah dikumpul dan diperoleh di lapangan akan dikaji

dan selanjutnya akan menghasilkan suatu kesimpulan yang mampu

menjelaskan masalah yang diteliti.

25

(23)

8. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini akan disajikan penulis kedalam IV Bab, dengan

sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, kerangka teori penelitian dan Metodologi penelitian, dan

sistematika penelitian.

BAB II : DESKRIPSI DAN LOKASI PENELITIAN

Bab ini akan menggambarkan segala sesuatu mengenai objek penelitian yaitu

gambaran umum PTPN 2 Kebun Sei Semayang, yang dilihat dari sejarah singkat

perusahaan, tujuan berdirinya perusahaan, struktur organisasi perusahaan dan

serikat pekerja perkebunan di PPTPN 2 Kebun Sei Semayang.

BAB III : HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

Bab ini akan berisikan tentang penyajian data dan fakta yang didapat dari

lapangan yang diperoleh dari kuesioner yang telah diberikan kepada responden

serta pembahasan dan analisis dari fakta dan data tersebut.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini akan mencakup kesimpulan dan saran – saran yang diperoleh dari hasil

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara

berkata:"Manakah yang lebih baik ilah-ilah kami atau dia (Isa)" Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya

STANDAR TEORI INTERVENSI UMUM KHUSUS.. T b.d KMK mengenal masalah gastritis Kerusakan mobilitas fisik keluarga Ny. T b.d KMK merawat anggota keluarga yang sakit. Selama

Umumnya didaerah pedesaan terpencil khususnya di daerah Karangtalun Kabupaten Temanggung, sulit di jangkau aliran listrik oleh PLN tetapi mempunyai potensi energi air

Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah klien yang dikaji dan ditemui pada saat penelitian sebanyak 2 klien dan dengan diagnose medis gagal jantung dengan

Ada empat bentuk pola komunikasi yaitu pola komunikasi massa, public, interpersonal, dan antarbudaya yang digunakan oleh pengurus TPST Bantar Gebang Bekasi dalam

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kontribusi pemikiran Hamka dan Natsir adalah bahwa konsep ilmu harus melalui proses islamisasi; pendidikan Islam adalah pembentukan

celah optik pada lapisan-i a-Si:H yang dideposisi dengan metoda high. frequency glow dischaege besarnya sekitar 1.65 - 1.80 eV dan