• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISTILAH-ISTILAH SESAJI WILUJENGAN NAGARI DI SASANA HANDRAWINA KERATON SURAKARTA HADININGRAT (Suatu Kajian Etnolinguistik)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ISTILAH-ISTILAH SESAJI WILUJENGAN NAGARI DI SASANA HANDRAWINA KERATON SURAKARTA HADININGRAT (Suatu Kajian Etnolinguistik)"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

ISTILAH-ISTILAH SESAJI WILUJENGAN NAGARI

DI SASANA HANDRAWINA

KERATON SURAKARTA HADININGRAT

(Suatu Kajian Etnolinguistik)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

RINA TRI RATNA

C 0106043

JURUSAN SASTRA DAERAH

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

(3)

commit to user

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Rina Tri Ratna Nim : C0106043

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat (Kajian Etnolinguistik) adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, 11 Juli 2011

Yang membuat pernyataan,

(5)

commit to user

v MOTTO

Dosa terbesar adalah ketakutan

Rekreasi terbaik adalah belajar

Kesulitan terberat adalah keputusan

Guru terbaik adalah pengalaman

Modal terbesar adalah percaya diri

(Sayyidina Ali bin Abu Tholib ra)

Kepuasan terletak pada usaha, bukan pada hasil.

Berusaha dengan keras adalah kemenangan yang hakiki

(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan kepada:

Bapak yang selalu menemani dan menyayangiku

(Alm) Ibu yang selalu kukenang di dalam kalbu

Suamiku tercinta, terima kasih atas kasih sayang dan motivasinya

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah kepada Allah SWT. atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat

(Suatu Kajian Etnolinguistik). Penyusunan skripsi ini merupakan tugas akhir dan

sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Sastra pada Jurusan Sastra Daerah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam proses penyusunan hingga terselesaikannya skripsi ini penulis sadari masih banyak hambatan atau kesulitan yang dihadapi maupun yang bersifat teoretik atau praktis. Dengan bekal keyakinan yang kuat dan usaha yang tulus serta adanya dukungan dari berbagai pihak, segala hambatan dan kesulitan dapat teratasi. Oleh karena itu, dengan kesadaran dan kerendahan hati yang tulus, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.

1. Drs. Riyadi Santosa, M. Ed, Ph. D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan fasilitas dan perizinan sehingga skripsi ini dapat berjalan dengan semestinya. 2. Drs. Supardjo, M.Hum., dan pendahulunya Drs. Imam Sutarjo, M.Hum.,

(8)

commit to user

viii

3. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan dan Koordinator Bidang Linguistik Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmunya serta kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 4. Drs. Y. Suwanto, M.Hum., selaku pembimbing pertama yang telah

berkenan membimbing penulis dengan penuh perhatian dan kebijaksanaanya, serta selalu membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Prof. Dr. Drs. H. Sumarlam, M.S., selaku pembimbing kedua dan Pembimbing Akademik yang telah berkenan untuk mencurahkan perhatian, memberikan bekal ilmu selama studi di Jurusan Sastra Daerah dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen Jurusan Sastra Daerah, terima kasih atas kesabarannya dalam menyampaikan ilmunya dari semester awal sampai penulisan skripsi selesai.

7. Bapak, kedua kakakku dan suamiku tercinta terima kasih atas kasih sayang, doa, motivasi, dan selalu memberi dorongan semangat supaya cepat menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman Sastra Dearah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret angkatan 2006, untuk kebersamaanya selama ini.

(9)

commit to user

ix

10.Ibu Nanik Winarni Swaminarso dan ibu Suryo Samtono selaku Nyai Gondorasan yang telah bersedia memberikan banyak informasi tentang sesaji dan memberikan izin penulis untuk memotret istilah-istilah sesaji wilujengan Nagari di Sasana Handrawina KSH objek penelitian ini.

11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas semua bantuannya dalam penyelesaian skripsi saya.

Penulis menyadari bahwa penulis belum bisa membalas kebaikan-kebaikan Anda, semoga Allah SWT. yang membalas semua amal kebaikan-kebaikan Anda. Amin. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis sadari masih jauh dari sempurna, masih banyak kekurangan dan keterbatasan ilmu. Oleh karena itu, penulis berharap, kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat baik bagi penyusun secara pribadi atau pada pembaca pada umumnya.

Surakarta, Juli 2011

Penulis

(10)

commit to user

x DAFTAR ISI

JUDUL . ... i

PERSETUJUAN ... ... ii

PENGESAHAN ... ... iii

PERNYATAAN ... ... iv

MOTTO ... ... v

PERSEMBAHAN ... ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI . ... x

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ... xiii

ABSTRAK . ... xvi

SARI PATHI ... xvii

ABSTRACT ... ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

1. Manfaat Teoretis ... 6

(11)

commit to user

5. Keraton Surakarta Hadiningrat ... 12

6. Bentuk ... 14

BAB III. METODE PENELITIAN... 22

A. Sifat Penelitian ... 22

(12)

commit to user

A. Bentuk Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat ... 33

1. Monomorfemis ... 33

2. Polimorfemis ... 35

3. Frasa ... 37

B. Makna Leksikal Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat. ... 42

C. Makna Kultural Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat ... 73

BAB V. PENUTUP ... 91

A. Simpulan ... 91

B. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 94

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

A. Daftar Singkatan

dsb : dan sebagainya

KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia K.G.P.H. : Kanjeng Gusti Pangeran Harya K.P. : Kanjeng Pangeran

K.R.T. : Kanjeng Raden Tumenggung KSH : Keraton Surakarta Hadiningrat lsp : lan sakpanunggalane

SWT : Subhana Wata‟ala YME : Yang Maha Esa

B. Daftar Lambang

1. Lambang Fonetis

[a] : [ar| G] dalam areng„areng‟

[O] : [rOjO] dalam raja „raja‟

[b] : [biru] dalam biru „biru‟

[D] : [D| le] dalam dhele „kedelai‟

[e] : [lele] dalam lele„jenis ikan‟

[| ] : [| nTI?] dalam enthik „umbi‟

(14)

commit to user

xiv

[g] : [g| DaG] dalam gedhang„pisang‟

[h] : [hawUk] dalam hawuk-hawuk„jenis sesaji‟

[i] : [ir| ng] dalam ireng„hitam‟

[I] : [kripI?] dalam kripik„keripik‟

[j] : [j| naG] dalam jenang„bubur‟

[k] : [k| mbaG] dalam kembang„bunga‟

[?] : [g| cO?] dalam gecok„jenis sesaji‟

[l] : [lele] dalam lele„jenis ikan‟

[m] : [mihun] dalam mihun„mihun‟

[G] : [j| naG] dalam jenang„bubur‟

[ñ] : [m| ~nan] dalam menyan„kemenyan‟

[p] : [p| c| l] dalam pecel„nama makanan‟

[s] : [srabi] dalam srabi„nama makanan‟

[t] : [tump| G] dalam tumpeng„tumpeng‟

[T] : [inT Il] dalam inthil „jenis sesaji‟

[u] : [uwi] dalam uwi„uwi‟

[U] : [krupU?] dalam krupuk„kerupuk‟

(15)

commit to user

xv

2. Lambang Lain

„...‟ : mengapit terjemahan “...” : mengapit kutipan

+ : proses penggabungan [ ] : mengapit bentuk fonetis → : menjadi....

- : sebagai penghubung sufiks/atêr-atêr dipun- dengan kata yang berawalan huruf konsonan y dan g

(16)

commit to user

xvi ABSTRAK

Rina Tri Ratna. C0106043. 2011. Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat (Suatu Kajian Etnolinguistik). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (I) Bagaimanakah bentuk istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH?, (2) Bagaimanakah makna leksikal istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH?, (3) Bagaimanakah makna kultural istilah-istilah sesaji wilujengan nagari tersebut?.

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan bentuk istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH. (2) Menjelaskan makna leksikal istilah sesaji wilujengan nagari. (3) Menjelaskan makna kultural istilah-istilah sesaji wilujengan nagari.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan data kebahasaan yang berkaitan dengan bentuk, makna leksikal, dan makna kultural, kemudian dianalisis berdasarkan bentuk, makna leksikal, dan makna kultural.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak yaitu metode pengumpulan data dengan menyimak penggunaan bahasa. Metode simak yang digunakan adalah metode simak libat cakap, adapun teknik dasar yang dipakai adalah teknik sadap, dan teknik lanjutannya menggunakan teknik rekam, kerja sama dengan informan atau wawancara, dan teknik catat.

Data pada penelitian ini berupa istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH. Jenis data yang digunakan adalah data lisan. Data lisan sebagai data utama, sumber data lisan berasal dari informan. Pada analisis data menggunakan metode distribusional dan metode padan.

Hasil penelitian dalam upacara wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH ini memiliki istilah sejumlah 49 buah, yang dapat dikelompokkan menjadi bentuk monomorfemis berjumlah 15 buah yaitu: apem, areng, enthik, gecok,

(17)

commit to user

xvii

golong, sega jagung, sega wuduk ingkung tempe kripik, tumpeng janganan,

tumpeng megana,dan tumpeng ropoh.

SARI PATHI

Rina Tri Ratna. C0106043. 2011. Istilah-istilah Sajèn Wilujêngan Nagari wontên Sasana Handrawina Kêraton Surakarta Hadiningrat (Sawijining Panalitèn Etnolinguistik). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra lan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pêrkawis ingkang dipuntaliti wontên ing panalitèn mênika (1) kados pundi wujudipun istilah-istilah sajèn wilujêngan nagari wontên Sasana Handrawina KSH? (2) kados pundi makna lèksikalipun istilah-istilah sajèn wilujêngan nagari wontên Sasana Handrawina KSH? (3) kados pundi makna kulturalipun istilah-istilah sajèn wilujêngan nagari kasêbut?

Ancasipun panalitèn punika kanggé: (1) ngandharakên wujud ing istilah-istilah sajèn wilujêngan nagari ing Sasana Handrawina KSH. (2) ngandharakên makna lèksikalipun istilah-istilah sajèn wilujêngan nagari. (3) ngandharakên makna kulturalipun istilah-istilah sajen wilujêngan nagari.

Métodê ingkang dipun-ginakakên wontên panalitèn mênika métodê

déskriptif kualitatif inggih mênika ngandharakên bukti basa ingkang wontên gêgayutan kaliyan wujud, makna lèksikal, lan makna kultural, saklajêngipun dipunanalisis miturut wujud, makna lèksikal, lan makna kultural.

Data wontên ing panalitèn mênika awujud istilah-istilah sajèn wilujêngan nagari wontên Sasana Handrawina KSH. Jinising data ingkang dipun-ginakakên inggih mênika data lisan. Data lisan mênika data utama, sumber data lisan

mênika saking informan. Wontênipun analisis data mênika migunakakên métodê distribusional lan métodê padan.

(18)

commit to user

xviii ABSTRACT

Rina Tri Ratna. C0106043. 2011. Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat (A Etnolinguistik Study).

Thesis: Javanese Language and Literatur Faculty of Letters and Arts, Sebelas Maret University Surakarta.

The problems discussed in this study, namely (1) How of terms in the Sasana village wilujengan offerings Handrawina KSH?, (2) How were the meaning of lexical terms in Sasana village wilujengan offerings Handrawina KSH?, (3) How were the meaning of the term cultural wilujengan Nagari-term

Methods of data collection in this study using methods refer to the method of collecting data by listening to language use. Consider the method used is the method refer to capably involved, as for the basic technique used is the technique of tapping, and subsequent techniques using recording techniques, working with informants or interviews, and technical notes.

The data in this study the terms of the offering in Nagari wilujengan Sasana Handrawina KSH. Types of data used is oral data. Oral data as primary data, the source data comes from oral informants. In the analysis of data using distributional methods and matching methods.

The results in the ceremony at the Sasana village wilujengan Handrawina KSH has a term some 49 pieces, which can be grouped into the shape of 15 fruit monomorfemis namely: apem, areng, enthik, gecok, jeruk, kates, kocor, menyan,

mihun, pohung, salak, srabi, telo, uwi, wajik. There are 9 pieces that form polimorfemis: bekakak wong, enten-enten, dhakoan,gedhang raja, hawuk-hawuk,

(19)

ISTILAH-ISTILAH SESAJI WILUJENGAN NAGARI Bagaimanakah bentuk istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH?, (2) Bagaimanakah makna leksikal istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH?, (3) Bagaimanakah makna kultural istilah-istilah sesaji wilujengan nagari tersebut?.

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan bentuk istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH. (2) Menjelaskan makna leksikal istilah-istilah sesaji wilujengan nagari. (3) Menjelaskan makna kultural istilah-istilah sesaji wilujengan nagari.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan data kebahasaan yang berkaitan dengan bentuk, makna leksikal, dan makna kultural, kemudian dianalisis berdasarkan bentuk, makna leksikal, dan makna kultural.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak yaitu metode pengumpulan data dengan menyimak penggunaan bahasa. Metode simak yang digunakan adalah metode simak libat cakap, adapun teknik dasar yang dipakai adalah teknik

1

Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah dengan NIM C0106041 2

Dosen Pembimbing I 3

Dosen Pembimbing II

sadap, dan teknik lanjutannya menggunakan teknik rekam, kerja sama dengan informan atau wawancara, dan teknik catat.

Data pada penelitian ini berupa istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH. Jenis data yang digunakan adalah data lisan. Data lisan sebagai data utama, sumber data lisan berasal dari informan. Pada analisis data menggunakan metode distribusional dan metode padan.

Hasil penelitian dalam upacara wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH ini memiliki istilah sejumlah 49 buah, yang dapat dikelompokkan menjadi bentuk monomorfemis berjumlah 15 buah yaitu: apem, areng, enthik, gecok, jeruk, kates, kocor,

menyan, mihun, pohung, salak, srabi, telo, uwi, wajik. Terdapat

bentuk polimorfemis 9 buah yaitu: bekakak wong, enten-enten,

dhakoan, gedhang raja, hawuk-hawuk, jangan menir, jongkong

inthil, kolak kencana, pecel pitik. Berupa frasa berjumlah 25 buah

yaitu dhele ireng, gula Jawa, jajanan pasar, jenang abang putih,

jenang blawah, jenang elang, jenang grendul, jenang katul, jenang

pati, jenang sengkala, jenang sungsum, kembang kinang, ketan

biru, ketan warni-warni, krupuk abang, lele urip, pitik urip, sambel

goreng, sega golong, sega jagung, sega wuduk ingkung tempe

(20)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting yang tidak dapat dipisahkan dengan manusia, karena dalam kesehariannya manusia menggunakan bahasa untuk berinteraksi dengan sesamanya. Dengan bahasa kita dapat mengetahui kebudayaan suatu daerah. Bahasa juga mencerminkan kebudayaan suatu daerah, karena bahasa mempengaruhi cara berpikir dan bertindak manusia.

Hubungan antara pemakai bahasa dan pola kebahasaan tercermin dalam istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH. Kebudayaan Jawa merupakan peradaban orang Jawa yang berakar dari Keraton. Pengaruh budaya Keraton Surakarta terhadap kehidupan masyarakat di sekitarnya masih sangat kuat hingga sekarang. Salah satu wujud pengaruh kebudayaan tersebut adalah upacara wilujengan nagari KSH. Dalam upacara itu terdapat istilah-istilah sesaji, sehingga masalah ini menarik untuk dikaji secara etnolinguistik.

Etnolinguistik merupakan perpaduan antara etnologi dan linguistik, sehingga dengan mempelajari etnolinguistik kita dapat mengetahui hubungan antara kebudayan dengan masalah bahasa. Istilah „etnolinguistik‟ berasal dari kata

etnologi‟ berarti ilmu yang mempelajari tentang suku-suku tertentu dan „linguistik‟ berarti ilmu yang mengkaji seluk beluk bahasa keseharian manusia disebut dengan ilmu bahasa yang lahir karena adanya penggabungan antara pendekatan yang bisa dilakukan oleh para ahli etnologi (kini antropologi bahasa) (Sudaryanto, 1996: 6).

(21)

commit to user

Etnolinguistik (ethnolinguistics) mengandung dua pengertian yaitu (1) cabang linguistik yang menyelidiki hubungan antara bahasa dan masyarakat pedesaan atau masyarakat yang belum mempunyai tulisan (bidang ini juga disebut linguistik antropologi); (2) cabang linguistik antropologi yang menyelidiki hubungan bahasa dan sikap bahasawan terhadap bahasa; salah satu aspek etnolinguistik yang sangat menonjol adalah masalah relativitas bahasa (Harimurti Kridalaksana, 1983: 42). Berdasarkan pengertian tersebut mengandung dua unsur yang saling berhubungan yaitu bahasa dan budaya masyarakat.

KSH merupakan pusat dan sumber kebudayaan Jawa. KSH disebut Keraton Kasunanan Surakarta, didirikan oleh Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwono II pada tanggal 17 Sura tahun Je 1670 atau bertepatan 17 Februari 1745, hari Rabu. Adapun tanggal berdirinya Keraton Surakarta Hadiningrat ini diambil dari ”kepindahan” Keraton Kartasura ke Desa Sala pada

hari Rabu tanggal 17 bulan Sura tahun Je 1670, sinengkalan ”KOMBUL ING PUDYA KAPYARSI ING NATA” (tahun 1670 Jawa) atau tanggal 17 Pebruari 1745 (Sri Winarti, 2002: 23). KSH sampai saat ini masih dihormati keberadaannya oleh masyarakat Jawa.

Sampai saat ini masih banyak sekali upacara-upacara adat KSH yang masih dilaksanakan. Upacara-upacara adat KSH ini menjadi tradisi setiap tahunnya yang masih sangat sakral. Masyarakat Jawa percaya bahwa upacara-upacara adat yang dilakukan oleh KSH pasti akan membawa berkah tersendiri bagi mereka. Upacara tradisional yang masih dilaksanakan hingga sekarang antara lain suran, grebeg sekaten, jamasan Nyai Setomi, jamasan pusaka-pusaka, dan

(22)

commit to user

Upacara adat yang masih dilaksanakan oleh KSH yaitu upacara wilujengan. Salah satu upacara yang sampai sekarang masih di laksanakan yaitu upacara wilujengan nagari KSH. Upacara wilujengan nagari KSH merupakan peringatan perpindahan Keraton Kasunanan dari Kartasura ke Sala, sekaligus sebagai hari jadi Kota Sala. Peringatan ini jatuh pada setiap tanggal 17 Februari, sesuai dengan waktu pindahnya Keraton Kasunanan ke Sala. Namun dari pihak keraton upacara wilujengan tidak dilaksanakan pada setiap tanggal 17 Februari karena pihak Keraton menggunakan kalender Jawa yang berpatokan pada peredaran bulan. Pada tahun ini upacara wilujengan nagari KSH dilaksanakan pada tanggal 3 Januari 2010, yang digelar di Sasana Handrawina kompleks KSH.

Upacara wilujengan nagari KSH wujud selamatan memohon kepada Sang Pencipta dan menghormati seorang tokoh yang telah berjasa akan keberadaan KSH agar KSH selalu diberi keselamatan untuk dilindungi dari segala hal yang tidak benar, dengan diadakan wilujengan diharapkan akan terjadi keselamatan yang terus-menerus. Sebagai sarana untuk memohon kepada Sang Pencipta dan menghormati seorang tokoh yang telah berjasa akan keberadaan KSH maka disiapkan sesaji-sesaji untuk upacara wilujengan tersebut. Dalam upacara wilujengan nagari KSH isinya tentang cerita perpindahan Keraton dan doa selamatan (K.P.G.H. Puger, 1 Februari 2010).

(23)

commit to user

Dari hasil pencarian peneliti sampai sekarang ini belum ada penulis yang meneliti mengenai istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan kajian etnolinguistik yang dipakai penulis sebagai contoh menganalisis tentang bentuk, makna dan menambah pengetahuan tentang teori etnolinguistik adalah sebagai berikut.

Hidha Watari, 2008, dalam skripsi yang berjudul “Istilah Unsur-Unsur Sesaji dalam Tradisi Bersih Desa di Desa Gondang Kabupaten Sragen” yang

mengkaji tentang bentuk dan makna dari Istilah-istilah sesaji dalam Tradisi Bersih Desa di Desa Gondang Kabupaten Sragen.

Andina Dyah Sitaresmi, 2009, dalam skripsi yang berjudul “Istilah Perlengkapan Sesaji Jamasan Nyai Setomi di Siti Hinggil Keraton Surakarta

Hadiningrat” yang mengkaji tentang bentuk, makna leksikal dan makna kultural

istilah perlengkapan sesaji jamasan Nyai Sentomi di Siti Hinggil Keraton Surkarta Hadiningrat.

Destria Anindita Puspitasari, 2010, dalam skripsi yang berjudul “Istilah -Istilah dalam Upacara Tingkeban Adat Jawa di Kota Surakarta” yang mengkaji tentang bentuk, makna dan nilai etik dari istilah-istilah dalam upacara Tingkeban Adat Jawa di Kota Surakarta.

Dengan pendekatan etnolinguistik penulis mengambil judul: Istilah-Istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat. Adapun alasannya adalah sebagai berikut:

(24)

commit to user

2) Istilah sesaji upacara wilujengan nagari KSH ini perlu diketahui sejarah dan perkembangannya, sehingga masyarakat awam dapat mengenal upacara tradisi ini.

3) Sesaji yang digunakan dalam upacara wilujengan nagari KSH ini memiliki makna tersendiri.

B. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian yang berjudul “Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat” ini dikaji menggunakan teori etnolinguistik. Untuk mempermudah penelitian tidak melebar dari permasalahan yang ada maka permasalahan dibatasi pada masalah bentuk, makna leksikal, dan makna kultural. Bentuk meliputi macam-macam sesaji apa saja. Makna di sini terdiri dari makna leksikal dan makna kultural dari istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Bagaimanakah bentuk istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH? (Masalah ini diteliti untuk mendeskripsikan istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH, ada yang berbentuk monomorfemis, polimorfemis, dan frasa).

(25)

istilah-commit to user

istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH yang memiliki makna leksikal).

3) Bagaimanakah makna kultural istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH? (Masalah ini dikaji untuk menjelaskan istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH yang memiliki makna kultural).

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Mendeskripsikan bentuk istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH.

2) Menjelaskan makna leksikal istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH.

3) Menjelaskan makna kultural istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH.

E. Manfaat Penulisan

Kontribusi dan berbagai manfaat dari penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Secara teoretis

(26)

commit to user

budaya daerah dalam rangka memperkaya khasanah budaya nasional dan dapat memberikan manfaat untuk melengkapi teori etnolinguistik jawa. 2) Secara praktis

a) Penelitian ini diharap dapat memberikan manfaat bagi masyarakat tentang pengetahuan bentuk dari makna leksikal dan makna kultural khususnya pada istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH.

b) Mendukung program pemerintah dalam kaitannya dengan mengembangkan nilai budaya Indonesia guna memperkuat kepribadian bangsa.

c) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan acuan untuk para peneliti selanjutnya.

d) Bentuk pendokumentasi budaya Jawa dalam bentuk tulisan. Pendokumentasian istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH dilakukan supaya dapat terus diketahui oleh generasi mendatang. Oleh karena itu, pendokumentasian adalah langkah awal terpenting dalam setiap usaha-usaha pelestarian unsur-unsur kebudayaan yang diperkirakan sudah akan punah.

F. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan, terdiri atas latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

(27)

commit to user

sasana handrawina, keraton surakarta hadiningrat, bentuk, makna, asal mula pengertian etnolinguistik, kajian etnolinguistik, masyarakat bahasa dan kerangka pikir.

Bab III Metode Penelitian, berisi sifat penelitian, lokasi penelitian, data dan sumber data, alat penelitian, metode pengumpulan data, metode analisi data, dan metode penyajian analisis data.

Bab IV Analisis, berupa bentuk dan makna istilah-istilah unsur sesaji dalam upacara wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH.

Bab V Penutup, terdiri atas simpulan dan saran.

(28)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

A. Landasan Teori

Landasan teori adalah dasar atau landasan yang bersifat teoretis yang relevan dengan pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Landasan teori digunakan sebagai kerangka pikir untuk mendekati permasalahan dan bekal untuk menganalisis obyek kajian.

1. Istilah

Istilah adalah perkataan yang khusus mengandung arti yang tertentu di lingkungan suatu ilmu pengetahuan, pekerjaan atau kesenian (Poerwadarminta, 1976: 388). Istilah adalah suatu kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan makna, konsep, proses, keadaan atau sifat yang khas dalam bidang tertentu (Hasan Alwi, 2002: 390).

Menurut Harimurti Kridalaksana, istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang tertentu.(1983: 67)

Istilah yaitu tembung (tetembungan) sing mengku teges, kaanan, sipat lan mirunggan ing babagan tartamtu ‘kata yang mengandung makna, keadaan, sifat dan sehingga yang sesuai pada bagian tertentu’ (Prawiraatmojo, 1993: 287).

(29)

commit to user 2. Sesaji

Sesajen berarti sajian atau hidangan. Sesajen atau sesaji memiliki nilai sakral di sebagaian besar masyarakat kita pada umumnya. Acara sakral ini dilakukan untuk ngalap berkah ‘mencari berkah’ di tempat-tempat tertentu yang diyakini keramat atau diberikan kepada benda-benda yang diyakini memiliki kekuatan ghaib, semacam keris, trisula, dan sebagainya untuk tujuan yang bersifat duniawi.

Adapun bentuk sesajiannya bervariasi tergantung permintaan atau sesuai "bisikan ghaib" yang diterima oleh orang pintar, paranormal, dukun dan sebagainya. Sehingga diyakini pula apabila suatu tempat atau benda keramat yang biasa diberi sesaji lalu pada suatu saat tidak diberi sesaji maka orang yang tidak memberikan sesaji akan kualat (celaka, terkena kutukan). (http://ghuroba.blogsome.com/2008/01/27/ritual-sesaji-sesajian-sesajen-adakah-dalam-islam/)

Sajen atau sesaji adalah makanan (buah-buahan dan sebagainya) disajikan kepada makhluk halus dan sebagainya. Saji atau bersaji adalah mempersembahkan sajian berupa makanan dan benda lain dalam upacara keagamaan yang dilakukukan secara simbolik dengan tujuan berkomunikasi dengan kekuatan gaib, sedangkan sejian berupa makanan, buah-buahan dan sebagainya yang dipersembahkan pada kekuatan-kekuatan gaib dalam upacara bersaji (Hasan Alwi, 2002: 979).

(30)

commit to user

Dengan pemberian makanan secara simbolis kepada roh halus, diharapkan roh tersebut akan jinak dan mau membantu hidup manusia (2006: 247).

Sesaji wilujengan yang ada di KSH merupakan adat atau tradisi berdasarkan uwoh pangolahing budi ‘hasil tindakan budi manusia’. Oleh karena

itu, sesaji wilujengan dikalangan keraton itu berdasarkan budaya Jawa atau adat leluhur. Kepercayaan masyarakat Jawa khususnya KSH bahwa kehidupan silih berganti seperti cokro manggilingan selalu berputar yang telah digariskan Yang Maha Pencipta, sebagai makhluk ciptaan Tuhan kiranya tidak dapat menghindar. Namun demikian, manusia sebagai makhluk berakal dan berbudi diberi wewenang untuk berusaha yang tertuju pada karahayon ‘ketrentraman’ dan kawilujengan

‘keselamatan’ dengan menempuh cara lahir dan batin, antara lain dengan

mengadakan sesaji wilujengan (Gusti Puger, April 2011).

3. Wilujengan Nagari

Dalam Kamus Ungah-Ungguh Basa Jawa, wilujengan atau slametan

adalah pengetan tumrap tiyang ingkang sampun tilar donya mawi upacara tradisi lan agami ‘peringatan untuk orang yang sudah meninggal dunia menurut upacara adat atau agama’ (Haryana H. dan Th. Supriya, 2001: 406). Menurut hasil

(31)

commit to user

berkah wilujeng karena daya kekuatan halus yang disebut prabawa‘keluhuran’ (1

Februari 2010).

Dalam upacara wilujengan nagari KSH isinya tentang cerita perpindahan KSH dan doa selamatan. Upacara wilujengan nagari KSH dipimpin oleh K.P.G.H. Puger kemudian dibacakan cerita tentang perpindahan keraton oleh K.P. Winarnokusumo setelah itu dibacakan doa oleh K.R.T. Pujosetiyodipuro. Setelah upacara selesai sesaji yang bisa dimakan akan dibagikan dan dimakan bersama-sama guna merapatkan tali persaudaraan (Winarnokusumo, April 2011).

4. Sasana Handrawina

Secara etimologi Sasana Handrawina berarti sasana ‘enggon’ dan handrawina ‘perjamuan makan’, jadi Sasana Handrawina berarti tempat perjamuan makan. Sasana Handrawina sering digunakan untuk tempat menjamu tamu agung keraton. Pada tahun 1985 KSH pernah mengalami musibah kebakaran, bangunan sasana handrawina termasuk bangunan yang ikut terbakar. Bangunan-bangunan yang terbakar dulu kini telah berdiri kembali seperti sebelum mengalami musibah. Sasana Handrawina dominan dengan warna ungu yang berarti bangkit, yaitu bangkit dari musibah yang pernah dialami. Sasana Handrawina adalah salah satu bangunan yang digunakan untuk upacara wilujengan nagari KSH.

5. Keraton Surakarta Hadiningrat

(32)

commit to user

atau bertepatan 17 Februari 1745, hari Rabu. Adapun tanggal berdirinya KSH ini diambil dari ”kepindahan” Keraton Kartasura ke Desa Sala pada hari Rabu

tanggal 17 bulan Sura tahun Je 1670 atau tanggal 17 Februari 1745. (Sri Winarti, 2002: 23). KSH adalah penerus Keraton Kartasura. Keraton Kartasura merupakan penerus Keraton Mataram. Dengan demikian, KSH merupakan kelanjutan dinasti Mataram.

Keraton merupakan tempat bertemunya barang agal (kasar) dan barang halus, barang dapat diraba maupun yang tidak dapat diraba, yang kelihatan oleh mata ataupun yang tidak kelihatan oleh mata. Menurut kepercayaan masyarakat Jawa khususnya KSH. Keraton dijaga oleh badan-badan halus dari empat penjuru, yang disebut keblat papat lima pancer yaitu : dari penjuru timur dijaga oleh Kanjeng Sunan Lawu bertahta di Gunung Lawu, dari penjuru selatan dijaga oleh Kanjeng Ratu Kidul, yang bernama Kanjeng Ratu Kencanasari, bertahta di Sakadomas bale kencana laut selatan (Nyai Rara Kidul adalah sebutan para pengawal), dari penjuru barat Kanjeng Ratu Sekar Kedaton bertahta di Gunung Merapi dan Merbabu, dari penjuru utara Kanjeng Ratu Bathari Kalayuwati bertahta di Sentra Ganda Mayit hutan Krendawahana.

(33)

commit to user 6. Bentuk

a. Monomorfemis

Monomorfemis adalah kata bermorfem satu. Monomorfemis (monomorphemic) terjadi dari satu morfem, morfem merupakan satu bahasa terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan tidak dibagi atas bagian yang lebih kecil misalnya (ter-) (di-) (Harimurti Kridalaksana, 2001:148). Menurut Djako Kentjono, satu atau lebih morfem akan menyusun sebuah kata, kata dalam hal ini satuan gramatikal bebas yang terkecil. Kata bermorfem satu disebut kata monomorfemis dengan ciri dapat berdiri sendiri, mempunyai makna dan berkatagori jelas, sedangkan kata bermorfem lebih dari satu disebut kata polimorfemis. Penggolongan berdasarkan jumlah morfem yang menyusun kata (1982: 44-45).

b. Polimorfemis

Polimorfemis adalah kata yang bermorfem lebih dari satu. Polimorfemis merupakan kata yang telah mengalami proses morfologis. Proses morfologis sediri meliputi:

1) Afiksasi

(34)

commit to user 2) Pengulangan bunyi atau reduplikasi

Pengulangan bunyi atau reduplikasi adalah proses dari hasil pengulangan satuan bahasa sebagai alat fonetis atau gramatikal (Harimurti Kridalaksana, 1983: 143). Menurut Abdul Chaer reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan pengubahan bunyi (2007: 182-183). 3) Kata majemuk

Kata majemuk adalah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan arti (Gorys Keraf, 1984: 124). Menurut Harimurti Kridalaksana kata majemuk adalah gabungan morfem dasar yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal dan semantik yang khusus, menurut kaidah bahasa yang bersangkutan; pola khusus tersebut membedakannya dari gabungan morfem dasar yang bukan kata majemuk (2001: 99).

Ciri-ciri kata majemuk yaitu komposisi yang memiliki makna baru/memiliki satu makna, kata majemuk tidak dapat disela dengan unsur lain, dan salah satu/kedua komponen kata majemuk berupa morfem dasar terikat (Abdul Chaer, 2007: 224).

c. Frasa

(35)

commit to user

lebih dari dua kata yang tidak berciri klausa dan yang pada umumnya menjadi pembentuk klausa (1982: 57).

Frasa seperti kata, frasa dapat berdiri sendiri. Frasa yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya, baik semua unsurnya maupun salah satu dari unsurnya, disebut frasa endosentrik, dan frasa yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan semua unsurnya disebut frasa eksosentrik (Ramlan, 2001: 142).

Ciri frasa adalah terdiri dari dua kata atau lebih, dapat diisi unsur apapun dan tidak mengubah makna, tidak memiliki makna baru melainkan makna sintaktik, dapat diuraikan menurut komponen pembentuknya, mempunyai unsur pusat inti dan unsur pendamping sebagai modifatornya (Abdul Chaer, 2007: 224). Contoh bentuk frasa sega golong mempunyai unsur pusat inti yaitu sego sebagai inti frasa sedangkan golong sebagai atribut

7. Makna

Menurut Fatimah Djajasudarma pengertian sence ’makna’ dibedakan dari meaning ’arti’ di dalam semantik. Makna adalah pertautan yang ada di antara

unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Makna dapat dianalisis melalui struktur dalam pemahaman tataran bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis). Makna dapat diteliti melalui fungsi dalam pemahaman fungsi hubungan antara unsur. Dengan demikian, kita mengenal makna leksikal dan makna kultural (1993:4)

(36)

commit to user

sendiri, baik dalam bentuk tuturan maupun dalam bentuk dasar (Fatimah, 1999: 13). Menurut Gorys Keraf bermacam-macam lambang bunyi ujaran dari gejala-gajala sekitar kita biasanya dikumpulkan dalam sebuah buku, dengan diberi penjelasan-penjelasan mengenai hubungan antara bentuk dan gejala-gejala tersebut. Buku-buku semacam ini disebut leksikon. Sebab itu arti dari kata yang sesuai dengan apa yang kita jumpai dalam leksikon disebut makna leksikal (1984: 130).

Makna leksikal yaitu makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa dan lain-lain. Makna leksikal ini dipunyai unsur-unsur bahasa lepas dari penggunanya atau konteksnya (Harimurti Kridalaksana, 2001: 133). Makna kultural adalah makna bahasa yang dimiliki oleh masyarakat dalam hubungannya dengan budaya tertentu (Wahid Abdullah, 1999: 3). Makna kultural ini muncul dengan adanya pola kepercayaan dari setiap daerah akan pemberian keselamatan dan kemakmuran.

8. Asal Mula Pengertian Etnolinguistik

Koentjaraningrat dalam Beberapa Pokok Antropologi Sosial

(37)

commit to user

Etnolinguistik adalah ilmu yang meneliti seluk beluk hubungan aneka pemakaian bahasa dengan pola pikir kebudayaan (Sudaryanto, 1996: 7).

Istilah etnolinguistik juga ada yang menyebut sebagai Antropologi linguistik yaitu subdisiplin linguistik yang mempelajari hubungan bahasa dengan budaya dan pranata budaya manusia atau juga penggunaan cara-cara linguistik dalam penyelidikan antropologi budaya (Abdul Chaer, 2003: 16).

Istilah etnolinguistik yaitu berasal dari kata etnologi dan linguistik yang lahir karena penggabungan antara pendekatan etnologi dengan pendekatan linguistik. Atas dasar inilah, Ahimsa membagi kajian etnolinguistik dalam dua golongan, yaitu kajian linguistik yang memberikan sumbangan bagi etnologi dan kajian etnologi yang memberikan sumbangan bagi linguistik (Shri Ahimsa, 1997: 5).

Dalam penelitian ini, istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH pada awalnya dianalisis dari segi sesajinya. Kemudian dianalisis dari segi budaya, yaitu berupa makna kultural dan leksikal yang terkandung. Dengan demikian, kajian ini termasuk dalam golongan kajian etnologi yang memberi sumbangan bagi linguistik. Kajian tentang bahasa dimaksudkan untuk mengetahui lebih dalam kebudayaan suatu masyarakat yang tersimpan, maka diperlukan bahasa untuk mengungkapkannya.

9. Kajian Etnolinguistik

(38)

commit to user

yang mempelajari kebudayaan manusia dengan mengadakan pendekatan perbandingan dari kebudayaan-kebudayaan secara individual yang terdapat di muka bumi (Harsojo, 1967: 24).

Bahasa sangat erat kaitanya dengan budaya masyarakat yang memiliki bahasa tersebut. Seorang ahli bahasa tidak mampu menggali berbagai dimensi semantis dari suatu kata, karena ini memerlukan penelitian lapangan dengan waktu yang cukup lama. Dalam konteks inilah para ahli etnologi dapat memberi sumbangan pada linguistik (Shri Ahimsa, 1997: 9).

10.Masyarakat Bahasa

Masyarakat adalah kesatuan hidup yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat yang bersifat kontinyu dan terikat oleh rasa identitas bersama (Koentjaraningrat, 1990: 146-147). Menurut Poerwadarminta (1976: 636) masyarakat merupakan pergaulan hidup, sehimpunan orang yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan-ikatan atau aturan tertentu. Dapat dikatakan bahwa masyarakat merupakan sekelompok manusia yang hidup bersama untuk berinteraksi dalam suatu aturan yang bersifat kontinyu.

(39)

commit to user

sekelompok orang yang merasa menggunakan bahasa yang sama (Abdul Chaer, 2003: 59-60).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat bahasa adalah masyarakat yang hidup berdampingan dan menggunakan bahasa yg sama dalam komunikasi atau setidak-tidaknya dapat dipahami antara satu dan lainnya.

B. Kerangka Pikir

Kerangka pikir dalam penelitian ini menguraikan tentang istilah sesaji dalam upacara wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH. Sumber utama informasi dalam penelitian ini adalah masyarakat KSH sekaligus pelaku upacara wilujengan nagari KSH. Dalam istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH terdapat bentuk dan makna serta perkembangannya dalam masyarakat. Bentuk berupa monomorfemis, polimorfemis, dan frasa, sedangkan makna dapat dijabarkan menjadi makna leksikal, dan kultural. Makna leksikal adalah makna dasar istilah tersebut, atau makna yang muncul dari proses gramatikal, sedangkan makna kultural adalah makna yang ada pada masyarakat atau makna yang dimiliki oleh masyarakat yang ada hubungannya dengan kebudayaan.

Dari pembahasan istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Keterkaitan tersebut dapat dilihat dari bagan sebagai berikut.

(40)

commit to user Bagan 1 Kerangka Pikir

(41)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara, alat, prosedur, dan teknik yang dipilih dalam melakukan penelitian. Metode adalah cara untuk mendekati, mengamati, menganalisis, dan menjelaskan suatu fenomena (Harimukti Kridalaksana, 2001: 136).

Dalam metode penelitian ini meliputi beberapa hal yaitu jenis penelitian, data, sumber data, populasi, sampel, metode pengumpulan data, metode analisis data, dan metode penyajian analisis data.

A. Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang mencatat dengan teliti dan cermat data yang berwujud kata-kata, kalimat-kalimat, wacana, gambar-gambar/foto, catatan harian, memorandum, video-tape (Edi Subroto, 1992: 7).

Istilah deskriptif yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Penelitian kualitatif data yang terkumpulkan berbentuk kata-kata atau gambar-gambar bukan angka-angka yang selanjutnya diolah secara cermat dengan menggunakan pengkartuan data, sehingga menghasilkan penafsiran yamg kuat dan objektif.

Berdasarkan uraian di atas sangat jelas bahwa dalam penelitian ini data yang tercatat berwujud kata-kata dan hasilnya juga dalam bentuk kata-kata,

(42)

commit to user

sehingga penelitian ini berusaha untuk mendeskripsikan data kebahasaan yang ada dalam Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat, baik yang diperoleh melalui teknik wawancara ataupun teknik pustaka. Dalam memperoleh data melalui studi lapangan dan studi pustaka dengan menelaah semua sumber yang berkaitan dengan objek penelitian.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat atau objek penelitian. Lokasi penelitian yang berjudul “Istilah-Istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat” adalah di KSH. Penulis mengambil lokasi ini sebagai lokasi objek penelitian karena KSH merupakan pusat kebudayaan Jawa, yang masih sangat kental dengan spiritualnya. Hingga sekarang upacara-upacara adat pun masih dilakukan dan dijunjung tinggi. Tetapi dengan berjalannya waktu kebudayaan yang telah ada semakin terlupakan oleh generasi muda sekarang ini. Oleh karena itu, penulis ingin ikut melestarikan kebuadayaan Jawa yang hampir hilang tersebut.

C. Data dan Sumber Data

Data adalah bahan penelitian (Sudaryanto, 1990: 3). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data lisan. Data dalam penelitian ini adalah istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH.

(43)

commit to user

berasal dari informan berupa tuturan dari informan yang mengandung istilah-istilah sesaji dalam upacara wilujengan nagari KSH, adapun kriteria informan yang telah ditentukan, yaitu sebagai berikut.

1. Penutur asli bahasa Jawa 2. Penduduk asli daerah setempat 3. Memahami bahasa dan budaya Jawa 4. Berumur 60-70 tahun dan belum pikun 5. Memiliki alat ucap yang lengkap 6. Alat pendengaran yang normal

Adapun informan yang dimaksud adalah :

1. K.G.P.H. Puger (56) selaku pemimpin upacara wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH.

2. K.P. Winarnokusumo (62) selaku pelaksana upacara wilujengan nagari KSH. 3. Ibu Nanik Winarni Swaminarso (70) selaku juru masak sesaji di pawon

Gondorasan KSH.

4. Ibu Suryo Samtono (70) selaku juru masak sesaji di pawon Gondorasan KSH.

D. Alat Penelitian

(44)

commit to user

E. Metode Pengumpulan Data

Metode merupakan cara mendekati, menganaisis, dan menjelaskan suatu fenomena (Harimurti Kridalaksana, 2001: 136). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak. Metode simak yaitu pengumpulan data dengan menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993: 133). Teknik dasarnya adalah teknik sadap yaitu dengan menyadap penggunaan bahasa dari objek penelitian yaitu berupa sesajen dalam berbahasa Jawa. Teknik sadap dilakukan dengan segenap kemampuan dan pikiran menyadap pemakaian bahasa di masyarakat. Teknik lanjutannya adalah sebagai berikut.

1) Teknik rekam, yaitu merekam wawancara dengan informan guna memperoleh kelengkapan data yang diperlukan.

2) Teknik catat, dengan mencatat hasil wawancara kemudian mengolahnya secara selektif guna melengkapi data.

3) Teknik kerjasama dengan informan atau wawancara yaitu dengan mewawancarai informan penutur asli yang berkemampuan memberi informasi kebahasaan yang dikehendaki oleh peneliti yang direncanakan dengan pertanyaan agar terarah sesuai dengan tujuan penelitian.

F. Metode Analisis Data

(45)

commit to user 1. Metode Distribusional

Metode distribusional adalah metode analisis data yang penentunya unsur dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 1993: 15). Metode ini digunakan untuk menganalisis bentuk dari istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat.

(46)

commit to user 13)tela [telO]

14)uwi [uwi]

15)wajik [wajI?]

Kata-kata tersebut merupakan bentuk monomorfemis karena merupakan bentuk satuan gramatikal yang terkecil yang sudah tidak bisa diuraikan lagi.

Bentuk polimorfemis

1. bekakak wong [b| kaka? wOG] 2. enten-enten [| ntEn-| ntEn] 3. dhakoan [Dakowan] 4. gedhang raja [g| DaG rOjO] 5. hawuk-hawuk [hawUk-hawUk] 6. jangan menir [jaGan m| nIr] 7. jongkong inthil [jOGkOG inT Il] 8. kolak kencana [kola? k| ncOnO] 9. pecel pitik [p| c| l pitI?]

Kata-kata tersebut merupakan bentuk polimorfemis karena merupakan proses morfologis yang berupa rangkaian morfem.

Bentuk frasa

(47)

commit to user 5. jenang blawoh [j| naG blawOh] 6. jenang elang [j| naG | laG] 7. jenang grendul [j| naG gr| ndUl] 8. jenang katul [j| naG katUl] 9. jenang pati [j| naG pati] 10.jenang sengkala [j| naG s| GkOlO] 11.jenang sungsum [j| naG suGsUm] 12.kembang kinang [k| mbaG kinaG] 13.ketan biru [k| tan biru]

14.ketan warni-warni [k| tan warni warni] 15.krupuk abang [krupU? abaG] 16.lele urip [lele urIp] 17.pitik urip [pitI? urIp]

18.sambelgoreng [samb| l gorEG] 19.sega golong [s| gO gOlOG] 20.sega jagung [s| gO jagUG]

(48)

commit to user

Kata-kata tersebut merupakan bentuk frasa karena tidak melampaui batas fungsi unsur klausa.

2. Metode Padan

Metode padan adalah metode analisis data yang penentunya di luar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa (language) yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993: 13). Berdasarkan alat penentunya metode padan dibedakan menjadi lima subjenis, yaitu:

a. Referensial yaitu metode yang alat penentunya ialah kenyataan yang ditunjukkan oleh bahasa atau referent bahasa. Ditunjukan dengan berupa gambar yang dimaksud.

b. Fonetis artikulatoris dengan alat penentu organ pembentuk bahasa atau organ bicara. Ditunjukkan dengan transkripsi fonetis dari kata yang dimaksud.

c. Translasional alat penentunya bahasa lain atau langue lain. Ditunjukan dengan glos atau arti dari kata yang dimaksud.

d. Ortografis yaitu metode dengan alat penentunya perekam dan pengawet bahasa yaitu tulisan. Ditunjukkan dengan tulisan dari kata yang dimaksud.

e. Pragmatis yaitu metode yang alat penentunya saling menjadi mitra bicara yaitu informan dalam penerapannya tidak disertakan.

(49)

commit to user

yaitu mengenai istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH.

Adapun penerapan kedua metode tersebut sebagai berikut: 1) Gedhang Raja [g| DaG rOjO] berkategori nomina

gedhang ’pisang’ + raja’raja’ → pisang raja ’merupakan salah satu jenis

pisang yang berwarna kuning, besar, panjang, memiliki rasa manis, dan baunya harum’.

Makna leksikal dari gedhang raja adalah salah satu jenis pisang yang berwarna kuning, besar, panjang, memiliki rasa manis, dan baunya harum.

Gedhang raja disebut juga gedhang ayu, di atas gedhang raja ditumpangi

kinang atau suruh ayu. Gedhang raja dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini berjumlah setangkep‘menjadi satu tertutup rapat’

Makna kultural dari gedhang raja dalam sesaji wilujengan nagari KSH ditunjukan kepada leluhur yang berjasa atas berdirinya KSH yang telah meninggal dunia, bentuk gedhang raja yang rapi beruntun juga memiliki makna bahwa diharapkan masyarakat dapat hidup rukun dan runtut seperti pisang raja dan dalam menjalani kehidupan bisa selalu bahagia seperti raja, dan sifat raja yang baik adalah berwibawa, arif, bijaksana, adil dan bisa menjadi tauladan rakyatnya. Gedhang raja merupakan rajanya pisang karena mempunyai rasa yang paling enak diantara pisang-pisang yang lain.

(50)

commit to user

Jumlah gedhang raja adalah setangkep ini sebagai lambang bahwa sebagai manusia kita harus klop antara pekerjaan dengan penyuwunan.

2) ketan warni-warni [k| tan warni warni] berkategori nomina

ketan ‘ketan’ + warni-warni ‘warna-warni’ → ketan warni-warni

‘makanan yang terbuat dari beras ketan yang diberi warna merah, kuning, hijau, dan putih’. Yang dimaksud warni-warni disini adalah bermacam-macam warna ketan yaitu warna merah, kuning, hijau, dan putih.

Makna leksikal dari ketan warni-warni adalah makanan yang terbuat dari beras ketan yang diberi warna merah, hijau, kuning, dan putih.

Makna kultural dari ketan warni-warni adalah melambangkan empat sifat dasar manusia yaitu amarah, aluamah, sufiah, dan mutmainah. Merah melambangkan amarah yang berarti kemarahan, hijau melambangkan

aluamah yang berarti malas, kuning melambangkan sufiah yang berarti asmara, dan putih melambangkan mutmainah yang melambangkan kesucian.

G. Metode Penyajian Analisis Data

Metode penyajian analisis data menggunakan metode deskriptif dan informal. Metode deskriptif adalah metode yang semata-mata hanya berdasarkan fakta-fakta yang ada atau fenomena-fenomena secara empiris hidup pada penutur-penuturnya (Sudaryanto, 1992 :62).

(51)

commit to user

(52)

commit to user

BAB IV

ANALISIS DATA

Berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka analisis data akan dideskripsikan bentuk, makna leksikal, dan makna kultural istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH.

Adapun uraiannya sebagai berikut.

A. Bentuk istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina

Keraton Surakarta Hadiningrat.

Berdsarkan hasil analisis data ditemukan bentuk istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH berupa monomorfemis dan polimorfemis. 1. Monomorfemis

Monomorfemis merupakan bentuk satuan gramatikal yang terkecil yang sudah tidak bisa diuraikan lagi, yang merupakan kata dasar. Adapun istilah yang termasuk monomorfemis sebagi berikut:

( 1 ) apem [ap| m] berkategori nomina

Apem merupakan jenis makanan yang terbuat dari tepung beras, santan, dan gula yang dibentuk bulat agak pipih

( 2 ) areng [ar| G] berkategori nomina

Areng merupakan hasil dari kayu yang dibakar yang digunakan untuk perapian di tungku.

( 3 ) enthik [| nTI?] berkategori nomina

Enthik merupakan salah satu jenis dari palawija yaitu pala kependhem

(53)

commit to user

Jeruk merupakan salah satu jenis buah-buahan yang mempunyai rasa manis yang daging buahnya biasanya berwarna oranye dan banyak mengandung vitamin C.

( 6 ) kates [katEs] berkategori nomina

Kates merupakan salah satu jenis buah-buahan yang rasanya manis kulit buahnya bewarna hijau kekuningan yang termasuk pala gumantung.

( 7 ) kocor [kOcOr] berkategori nomina

Kocor merupakan srabi yang diberi juruh yang terbuat dari santan dan gula jawa

( 8 ) menyan [m| ~nan] berkategori nomina

Menyan merupakan dupa yang dibuat dari tumbuhan, cara penggunaannya dengan dibakar.

( 9 ) mihun [mihun] berkategori nomina

Mihun merupakan jenis makanan mie yang lembut ( 10 ) pohung [pohUG] berkategori nomina

(54)

commit to user ( 11 ) salak [sala?] berkategori nomina

Salak merupakan salah satu jenis buah-buahan yang daging buahnya berwarna putih mempunyai rasa manis sedikit asam agak sepet yang kulit buahnya berwarna coklat bersisik agak tajam.

( 12 ) srabi [srabi] berkategori nomina

Srabi merupkan jenis makanan yang terbuat dari tepung beras, santan, dan gula jawa, yang dibentuk bulat agak pipih

( 13 ) tela [telO] berkategori nomina

Tela merupakan salah satu jenis dari palawija yaitu pala kependhem ( 14 ) uwi [uwi] berkategori nomina

Uwi merupakan salah satu jenis dari palawija yaitu pala kependhem ( 15 ) wajik [wajI?] berkategori nomina

Wajik merupakan jenis makanan yang terbuat dari hasil olahan beras ketan yang direbus kemudian dicampur dengan gula jawa dan kelapa 2. Polimorfemis

Bentuk polimorfemis meliputi (1) afiksasi, (2) pengulangan atau reduplikasi, dan (3) kata majemuk. Adapun kata-kata yang termasuk dalam polimorfemisadalah sebagai berikut:

2.1Afiksasi

( 16 ) dhakoan [Dakowan] berkategori nomina

Dhakoan merupakan salah satu jenis sesaji yang terbuat dari dhele yang direbus kemudian dihilangkan kulit buahnya.

(55)

commit to user

( 17 ) enten-enten [| ntEn-| ntEn] berkategori nomina

Enten-enten merupakan jenis makanan yang terbuat dari kelapa parut dan gula jawa

Enten-enten merupakan bentuk reduplikasi dari bentuk dasar ‘enten’ ( 18 ) hawuk-hawuk [hawUk-hawUk] berkategori nomina

Hawuk-hawuk adalah kelapa muda yang diparut yang diberi garam

Hawuk-hawuk merupakan bentuk reduplikasi dari bentuk dasar

‘hawuk’

2.3 Kata Majemuk

( 19 ) bekakak wong [b| kaka? wOG] berkategori nomina

bekakak ‘bekakak’ + wong ‘orang’ → bekakak wong ‘sesaji yang

berbentuk sepasang manusia’

( 20 ) gedhang raja [g| DaG rOjO] berkategori nomina

gedhang ’pisang’ + raja ’raja’ → pisang raja ’merupakan salah satu

jenis pisang yang berwarna kuning, besar, panjang, memiliki rasa manis, dan baunya harum’

( 21 ) jangan menir [jaGan m| nIr] berkategori nomina

jangan ‘sayur’ + menir ‘menir’ → jangan menir ‘jenis sesaji yang

dibuat dari labu yang dipotong dadu kemudian dikukus’

(56)

commit to user

jongkong ‘jongkong’ + inthil ‘inthil’ → jongkong inthil ‘makanan

yang terbuat dari parutan singkong dan nasi putih yang dicampur

parutan kelapa dan garam’

( 23 ) kolak kencana [kola? k| ncOnO] berkategori nomina

kolak ‘kolak’ + kencana ‘emas’ → kolak kencana ‘merupakan

makanan yang terbuat dari santan yang dicampur gula jawa dan diberi

pisang’

( 24 ) pecel pitik [p| c| l pitI?] berkategori nomina

pecel ‘pecel’ + pitik ‘ayam’ → pecel pitik ‘sesaji yang terdiri dari kecambah yang masih mentah diberi daun sledri dan di atasnya diberi bumbu yang dibuat dari cabai merah dihaluskan’

3.

Frasa

( 25 ) dhele ireng [D| le ir| G] berkategori nomina

dhele‘kedelai’ + ireng‘hitam’ → dele ireng ‘jenis kedelai yang kulit

buahnya bewarna hitam’

( 26 ) gula Jawa [gulOjOwO] berkategori nomina

gula ‘gula’ + Jawa ‘Jawa’ → gula Jawa ‘jenis gula yang dibuat dari

aren’

( 27 ) jajanan pasar [jajanan pasar] berkategori nomina

Jajanan pasar merupakan makanan kecil yang biasa dibeli di pasar

jajan ‘membeli’ + sufiks –an + pasarjajanan pasar ’makanan kecil yang biasa dibeli di pasar’

(57)

commit to user

diberi garam secukupnya, kemudian di atasnya diberi gula jawa’

( 30 ) jenang elang [j| naG | laG] berkategori nomina

jenang ‘bubur’ + elang ‘elang’ → jenang elang ‘bubur yang terbuat

dari tepung gandum yang dimasak menggunakan air kelapa dan diberi

garam secukupnya’

( 31 ) jenang grendul [j| naG gr| ndUl] berkategori nomina

jenang ‘bubur’ + grendul ‘’ → jenang grendul ‘bubur yang terbuat

dari tepung ketan yang dimasak diberi garam dan gula secukupnya’

( 32 ) jenang katul [j| naG katUl] berkategori nomina

jenang ‘bubur’ + katul ‘katul’ → jenang katul ‘bubur yang terbuat

dari katul yang dimasak diberi garam secukupnya’

( 33 ) jenang pathi [j| naG paT i] berkategori nomina

jenang ‘bubur’ + pathi ‘pati’ → jenang pati ‘bubur yang terbuat dari

tepung pati yang dimasak yang diberi garam secukupnya’

( 34 ) jenang sengkala [j| naG s| GkOlO] berkategori nomina

jenang‘bubur’ + sengkala‘sengkala’ → jenang sengkala‘bubur yang

berwarna putih terbuat dari tepung beras dicampur santan yang

(58)

commit to user

( 35 ) jenang sungsum [j| naG suGsUm] berkategori nomina

jenang‘bubur’ + sungsum‘sungsum’ → jenang sungsum‘bubur yang

berwarna putih terbuat dari tepung beras yang dicampur santan’

( 36 ) kembang kinang [k| mbaG kinaG] berkategori nomina

kembang ‘bunga’ + kinang ‘kinang’ →kembang kinang ‘bunga

mawar, melati, dan kenanga yang dijadikan satu dengan daun sirih

yang digulung yang terdiri dari kapur, gambir, dan tembakau’

( 37 ) ketan biru [k| tan biru] berkategori nomina

ketan‘ketan’ + biru ‘biru’ → ketan biru‘ketan yang berwarna biru’

( 38 ) ketan warni-warni [k| tan warni warni] berkategori nomina

ketan ‘ketan’ + warni-warni ‘warna-warni’ → ketan warni-warni

‘makanan yang terbuat dari beras ketan yang diberi warna merah,

kuning, hijau, dan putih’. Yang dimaksud warni-warni disini adalah bermacam-macam warna ketan yaitu warna merah, kuning, hijau, dan putih.

Warni-warni merupakan bentuk reduplikasi dari bentuk dasar warni

‘warna’

( 39 ) krupuk abang [krupU? abaG] berkategori nomina

krupuk ‘kerupuk’ + abang ‘merah’ → krupuk abang ‘salah satu jenis

kerupuk yang berwarna merah’

( 40 ) lele urip [lele urIp] berkategori nomina

lele ‘lele’ + urip ‘hidup’ → lele urip ‘merupakan jenis ikan yang

(59)

commit to user

( 41 ) pitik urip [pitI? urIp] berkategori nomina

pitik‘ayam’ + urip‘hidup’ → pitik urip‘ayam yang masih hidup’

( 42 ) sambelgoreng [samb| l gorEG] berkategori nomina

sambel ‘sambel’ + goreng ‘goreng’ → sambel goreng ‘merupakan

salah satu jenis sayur yang terbuat dari kentang, krecek, atau ati yang digoreng kemudian dicampur dengan kuah yang bersantan yang diberi bumbu cabai merah dan bumbu dapur’

( 43 ) sega golong [s| gO gOlOG] berkategori nomina

sega ‘nasi’ + golong ‘golong’ → sega golong ‘nasi putih yang dibentuk bulat menggunakan tangan’

( 44 ) sego jagung [s| gO jagUG] berkategori nomina

sego ‘nasi’ + jagung‘jagung’ → sego jagung‘jagung yang ditumbuk

kemudian dikukus’

( 45 ) sega wuduk ingkung [s| gO wudU? iGkUG] berkategori nomina

sega wuduk ‘nasi gurih’ + ingkung‘ingkung’ → sega wudug ingkung

‘nasi gurih yang diletakkan di atas tebokdan diberi ayam utuh’

( 46 ) tempe kripik [tempe kripI?] berkategori nomina

tempe ‘tempe’ + kripik ‘keripik’ → tempe kripik ‘jenis keripik yang

dibuat dari tempe’

( 47 ) tumpeng janganan [tump| G jaGanan] berkategori nomina

(60)

commit to user

janganan ‘sayuran’ dan di dalam tumpeng diberi telur yang sudah

direbus’

( 48 ) tumpeng megana [tump| G m| gOnO] berkategori nomina

tumpeng ‘nasi putih berbentuk kerucut’ + megana ‘megana’ → tumpeng megana ‘nasi putih berbentuk kerucut yang diberi sayuran

pada bagian tengahnya’

( 49 ) tumpeng ropoh [tump| G rOpOh] berkategori nomina

tumpeng ‘nasi putih berbentuk kerucut’ + ropoh ‘ropoh’ → tumpeng ropoh ‘nasi putih yang berbentuk kerucut dan di bawahnya melingkar

delapan uter‘daun pisang yang dibentuk bulat’ yang isinya terdiri dari empat uter janganan yang masing-masing di tengah uter diberi telur satu dan empet uter yang masing-masing uter berisi tela, pohung, gedhang, jongkong, dan apem

B. Makna Leksikal Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana

(61)

commit to user ( 1 ) apem [ap| m]

Makna leksikal dari apem adalah arané panganan sing digawé saka glepung beras dicampur santen, gula, ragi, wujudé saèmper srabi ‘nama makanan yang dibuat dari tepung beras dicampur santan, gula, ragi, bentuknya seperti srabi’ (Kamus Basa Jawa, 2001: 25).

( 2 ) areng [ar| G]

Makna leksikal dari areng adalah obong-obongan kayu sing nganti dadi ireng (adaté kanggo gegenèn ing anglo) ‘bakar-bakaran kayu

sampai menjadi hitam’ (Kamus Basa Jawa, 2001 :27). Dalam proses

(62)

commit to user

biasanya pembakaran dilakukan didalam lubang yang ditutup dedaunan. Areng dalam wilujengan nagari KSH diletakkan di anglo.

Anglo adalah tungku kecil yang terbuat dari tanah liat. ( 3 ) bekakak wong [b| kaka? wOG]

Bekakak adalah kéwan, wong, lsp sing dianggo sajèn ‘hewan,

manusia, dan sebagainya yang dipakai untuk sesaji’ (Kamus Basa

Jawa, 2001 :56). Makna leksikal dari bekakak wong adalah sesaji yang berbentuk sepasang manusia. Bekakak wong terbuat dari tepung terigu dan air yang dicampur menjadi sebuah adonan kemudian dibentuk menjadi sepasang manusia yaitu pria dan wanita. Sedangkan untuk pewarnaan bagian tubuh menggunakan teres yang dicampurkan pada sebagian adonan tepung terigu (Nanik, Maret 2010).

(63)

commit to user

Makna leksikal dari dhakoan adalah sesaji yang terbuat dari dhele yang direbus kemudian dihilangkan kulit buahnya. Dhakoan dalam sesaji wilujengan nagari KSH diletakkan di atas sega jagung (Nanik, Maret 2010).

( 5 ) dhele ireng [D| le ir| G]

(64)

commit to user ( 6 ) enten-enten [| ntEn-| ntEn]

Makna leksikal dari enten-enten adalah aranè panganan sing digawé saka klapa lan gula ‘nama makanan yang dibuat dari kelapa

dan gula’ (Kamus Basa Jawa, 2001: 192). Gula yang digunakan untuk

membuat enten-enten adalah gula Jawa. ( 7 ) enthik [| nTI?]

Gambar

gambar bukan angka-angka yang selanjutnya diolah secara cermat dengan

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan kegiatan pendampingan pada warga dalam proses pembuatan produk, pemasaran dan pengelolaan keuangan (yang dilaksanakan oleh tim dan mahasiswa)

Pada kuisioner tersebut, para peserta didik diminta untuk menuliskan apa saja yang telah mereka dapatkan dari perkuliahan SD dengan sistem pembelajaran saat ini

Hasil penelitian saat ini menunjukkan bahwa variabel Bank Size tidak berpengaruh terhadap Non Performing Loan dikarenakan bank tidak mampu untuk menyalurkan

”Kami ingin para guru memanfaatkan buku bacaan berjenjang dengan baik, agar benar-benar bermanfaat bagi siswa,” ujar Ade HM, spesialis pelatihan guru SD/MI USAID PRIORITAS

Tidak ada tindakan yang perlu diambil dalam melakukan penawaran umum dari Instrumen Keuangan tersebut di wilayah yuridiksi lainnya, kecuali disebutkan di dalam

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas berkat, rahmat, perlindungan, penyertaan dan bimbingan-Nya kepada penulis, sehingga

Harapan inilah yang tersisa ketika menyaksikan drama perbudakan di abad modern sekarang ini masih saja dipertunjuk- 'kan, Tidak sekedar menjadikan Hari Buruhlntemasional

Berdasarkan hasil pengujian dari penggunaan deteksi tepi mempergunakan operator sobel untuk segmentasi menggunakan profil proyeksi pada citra dokumen beraksara Jawa,