• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI TERHADAP PENERAPAN KEBIJAKAN PENJUALAN KREDIT PADA PERUSAHAAN PERCETAKAN DAN PENERBITAN PT OBOR SEWU MANDIRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EVALUASI TERHADAP PENERAPAN KEBIJAKAN PENJUALAN KREDIT PADA PERUSAHAAN PERCETAKAN DAN PENERBITAN PT OBOR SEWU MANDIRI"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI TERHADA

KREDIT PADA PERUS

PT

FAKULTAS KEGU

UNIVERS

DAP PENERAPAN KEBIJAKAN PENJU

USAHAAN PERCETAKAN DAN PENER

T OBOR SEWU MANDIRI

SKRIPSI

Oleh :

JOKO TRIYONO NIM: K7401090

GURUAN DAN ILMU PENDIDIK

RSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009

NJUALAN

NERBITAN

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini perekonomian Internasional telah memasuki era globalisasi yang tidak mengenal batas. Di era globalisasi seperti ini, setiap perusahaan yang bermodal kuat dapat membuka sumber-sumber ekonomi yang mereka inginkan. Melihat realitas ekonomi internasional saat ini, menunjukkan bahwa perkembangan dan persaingan dunia usaha semakin tajam, maka setiap dunia usaha ikut dalam pergulatan kancah persaingan global. Untuk mempersiapkan dan menghadapi berbagai hal yang timbul akibat pergeseran ekonomi internasional, dunia usaha yang berperan sebagai pelaku ekonomi berusaha untuk mengambil dan menerapkan suatu kebijakan tertentu.

Para pengambil keputusan dalam perusahaan berupaya untuk memberikan sumbangan pemikiran mengenai apa dan bagaimana suatu kebijakan akan diambil dan diterapkan, sehingga dengan kebijakan yang tepat perusahaan dapat mempertahankan usahanya, mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dan meningkatkan daya saing pada perusahaan sejenis.

Dewasa ini banyak dunia usaha yang digeluti oleh para pemilik modal, salah satunya adalah dunia usaha di bidang penerbitan dan percetakan. Usaha di bidang penerbitan dan percetakan saat ini mempunyai prospek yang bagus. Hal ini disebabkan karena adanya permintaan pasar yang semakin meningkat akan kebutuhan barang-barang di bidang percetakan tersebut. Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju, meka menuntut para pelaku bisnis untuk menciptakan suatu inovasi baru agar tetap mampu bersaing dan bertahan dengan perusahaan sejenis.

(3)

menyangkut masalah penjualan di mana kebijakan yang tepat akan memberikan kontribusi yang besar pada pencapaian tingkat penjualan yang optimal dengan laba yang optimal pula.

Perusahaan percetakan dan penerbitan PT. Obor Sewu Mandiri dalam melakukan penjualan dengan sistem penjualan secara kredit karena penjualan dengan sistem kredit merupakan salah satu alternatif untuk mencapai tingkat penjualan yang diinginkan. Sistem penjualan secara kredit memudahkan pembeli untuk melakukan transaksi penjualan, karena pembeli dapat melakukan pembayaran pada saat jatuh tempo. Berbeda dengan penjualan secara tunai yang menuntut pembeli untuk menyediakan uang tunai pada saat transaksi penjualan.

Penjualan kredit ini diberikan kepada sales atau perwakilan dari perusahaan percetakan dan pernerbitan PT. Obor Sewu Mandiri Surakarta yang ada dibeberapa kota besar dan kecil di pulau Jawa, Madura, Sumatra, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat. Proporsi penjualan keseluruha dianggap sebagai penjualan kredit.

Kebijakan penjualan kredit tidak lepas dari trade off antara laba yang diperoleh dari penjualan beban yang timbul karenanya adanya piutang tersebut seperti potongan kredit dan besarnya resiko piutang tak tertagih. Untuk mengantisipasi resiko piutang tak tertagih tersebut maka PT. Obor Sewu Mandiri menetapkan penjualan kredit sebagai berikut :

1. Jangka waktu kredit atau jangka waktu pengumpulan piutang ditetapkan maksimal 6 bulan 2. Piutang tak tertagih ditetapkan sebesar 5%

(Sumber : Manajemen PT. Obor Sewu Mandiri Surakarta )

Penentuan kebijakan kredit yang optimal memerlukan perhitungan yang cermat yang menyangkut tambahan biaya dan tambahan laba pada berbagi kebijakan kredit. Menurut. Lukas Setia Atmaja (2003 : 398 ), yang perlu dipertimbangkan adalah :

1. Standar kredit / kualitas langganan yang akan diperkenankan memperoleh kredit.

2. Jangka waktu kredit yaitu berapa lama seorang langganan yang membeli secara kredit sudah harus membayar hutangnya.

3. Potongan yang diberikan kepada langganan untuk mendorong pembayaran lebih cepat. 4. Kebijakan pengumpulan yaitu merujuk pada prosedur-prosedur yang digunakan oleh

(4)

Kebijakan tersebut masing-masing memberikan pengaruh yang berbeda terhadap keuntungan yang diharapkan. Kebijakan penjualan kredit yang memberikan keuntungan itulah yang akan dipilih.

Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti ingin mengkaji lebih dalam mengenai “EVALUASI TERHADAP PENERAPAN KEBIJAKAN PENJUALAN KREDIT PADA PERUSAHAAN PERCETAKAN DAN PENERBITAN PT. OBOR SEWU MANDIRI “

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka terdapat beberapa permasalahan. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perusahaan menentukan kebijakan penjualan kredit, apakah dengan menetapkan standar kredit, jangka waktu kredit, atau potongan penjualan?

2. Apakah kebijaksanaan penjualan kredit yang dilakukan oleh perusahaan sudah dapat meningkatkan keuntungan?

3. Apakah pengumpulan piutang yang dilakukan oleh perusahaan sudah efisien?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana perusahaan menentukan kebijakan penjualan kredit.

2. Untuk mengetahui kebijakan penjualan kredit apakah sudah dapat meningkatkan keuntungan. 3. Untuk mengetahui efisiensi pengumpulan piutang yang dilakukan oleh perusahaan.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas pengetahuan tentang penjualan secara kredit.

b. Untuk menambah referensi dan bahan masukan bagi penelitian yang sejenis.

c. Sebagai bahan perbandingan antara teori-teori tentang Penjualan Kredit dan Manajemen Keuangan yang penulis peroleh dengan penerapannya di lapangan.

(5)

a. Sebagai bahan pertimbangan bagi manajer perusahaan percetakan dan penerbitan PT Obor Sewu Mandiri dalam menerapkan kebijakan penjualan kredit yang berhubungan dengan pencapaian tujuan perusahaan untuk meningkatkan keuntungan.

b. Sebagai bahan untuk mengadakan evaluasi bagi manajemen perusahaan terhadap kebijakan yang telah ditentukan dan ditetapkan oleh perusahaan.

c. Sebagai dasar acuan dan masukan bagi peneliti berikutnya yang meneliti masalah sejenis secara lebih mendalam.

BAB II

LANDASAN TEORI

E. Tinjauan Pustaka 1. Penjualan Kredit

Kondisi persaingan yang semakin tajam, memaksa perusahaan-perusahaan untuk berlomba memberikan kemudahan dalam persyaratan penjualan. Hal ini dilakukan misalnya dengan merubah syarat pembayarannya. Perusahaan dapat menjual produknya semula dengan cara tunai kemudian dirubah dengan cara kredit. Perubahan sistem penjualan tersebut diharapkan dapat meningkatkan volume penjualan sehingga dapat meningkatkan masukan (laba perusahaan).

Viethzal Rivai dan Andria Permata Viethzal (2005 : 4) mengungkapkan, “kredit adalah penyerahan barang, jasa, atau uang dari suatu pihak (kreditur / pemberi kredit) atas dasar kepercayaan kepada pihak lain (nasabah / pengutang / borrower) dengan janji membayar dari penerima kredit kepada pemberi kredit pada tanggal yang telah disepakati oleh kedua belah pihak”. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa kredit adalah penundaan pembayaran atas transaksi yang telah disepakati kedua belah pihak.

(6)

a. Suatu sistem penjualan di mana penjualan didasarkan atas kepercayaan dengan harapan pembeli akan mengembalikan suatu nilai ekonomi yang sama di kemudian hari.

b. Suatu penjualan atas dasar perjanjian dimana dalam perjanjian tersebut jasa dan balas jasa (prestasi / kontra prestasi) yang keduanya dipisahkan oleh unsur waktu.

Penjualan kredit yang diberikan oleh penjual kredit didasarkan atas kepercayaan, sehingga dapat dikatakan penjualan kredit merupakan pemberian kepercayaan. Ini berarti penjual kredit baru akan memberikan kredit baru kalau ia benar-benar yakin bahwa sipembeli kredit akan mengembalikan pinjaman yang diterimanya sesuai dengan jangka waktu yang telah disetujui oleh kedua belah pihak.

Penjualan yang dilakukan secara kredit apabila memenuhi unsur-unsurnya. Kasmir (2000 : 74) mengemukakan unsur - unsur kredit adalah : “1. Kepercayaan, 2. Waktu, 3. Resiko yang ditanggung, dan 4. Prestasi”.

Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikan baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa, akan benar-benar diterima kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang. Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Resiko yang ditanggung, yaitu tingkat suatu resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari. Prestasi, atau obyek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk barang atau jasa.

Adapun tujuan kredit menurut Viethzal Rivai dan Andria Permata Viethzal (2005 : 6) adalah: 1. Keuntungan atau profitability dan 2. Keamanan atau safety. Keuntungan atau

profitability yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa keuntungan yang diraih dari bunga yang harus dibayar oleh nasbah. Keamanan atau safety, yaitu keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus benar–benar terjamin sehingga tujuan profitability

dapat benar–benar tercapai tanpa hambatan yang berarti.

2. Kebijakan Kredit

(7)

tertentu, terutama adalah pertimbangan untung rugi. Menurut Lukman Syamsuddin (2004 : 256)

Kebijakan penjualan kredit merupakan pedoman yang ditempuh oleh perusahaan dalam menentukan apakah kepada seorang langganan akan diberikan kredit dan kalau diberikan berapa banyak atau berapa jumlah kredit yang akan diberikan tersebut. Perusahaan – perusahaan tidak hanya mementingkan penentuan standar kredit yang diberikan tetapi juga penerapan standar tersebut secara tepat dalam membuat keputusan kredit. Sumber-sumber informasi dan analisa-analisa kredit merupakan suatu hal yang penting bagi keberhasilan manajemen piutang perusahaan. Penerapan yang tepat dari kebijaksanaan yang tidak tepat ataupun penerapan yang tidak tepat dari kebijaksanaan yang tepat tidak akan dapat memberikan hasil yang optimal bagi perusahaan.

Berdasarkan pendapat tersebut, bahwa kebijakan kredit diambil oleh manajemen karena adanya pertimbangan-pertimbangan tertentu. Pertimbangan-pertimbangan tersebut tentunya dilihat dari pihak perusahaan sendiri berkaitan dengan untung rugi. Pertimbangan lainnya yaitu pertimbangan berkaitan dengan konsumen terutama dalam hal kepercayaan. Pertimbangan kepercayaan tersebut dikaitkan dengan waktu yang telah disepakati bersama. Waktu yang dimaksud adalah waktu pembayaran yang telah ditentukan.

Meskipun ada perjanjian, namun adanya faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan menjadikan pembayaran piutang menjadi terhambat. Karena itulah maka perlu dipertimbangkan secara matang penjualan yang dilakukan secara kredit. Waktu yang telah ditetapkan harus mempertimbangkan berbagai kondisi perkonomian dan kemampuan konsumen dalam mengembalikan piutang. Sehingga waktu pembayaran yang telah ditetapkan tidak meleset dan tidak menimbulkan kerugian. Jika terjadi keadaan yang tidak diinginkan, maka waktu pembayaran dapat terganggu. Sehingga diperlukan waktu tersendiri untuk melakukan penagihan piutang.

(8)

masalah tesebut James C.Van Horne dan John M. Wachowicz (2005 : 372) mengemukakan beberapa variabel dalam menganalisis kebijakan kredit yaitu:

a. Standar Kredit

Menurut Sudjaja dan Barlian (2003 : 276) Standar kredit (credit standards) adalah standar yang menerapkan kemampuan finansial minimum dari calon pelanggan agar dapat memperoleh pembelian secara kredit. Penentuan standar kredit pada dasarnya merupaka

trade oof antara peningkatan penjualan dengan peningkattan resiko tidak terbayarnya piutang. Standar kredit mengacu pada layak tidaknya seorang pelanggan untuk mendapat kredit (credit worthiness). Standar kredit perusahaan akan diterapkan untuk menentukan pelanggan yang akan mampu memenuhi syarat umum kredit dan berapa jumlah kredit maksimum untuk setiap pelanggan. Faktor-faktor utama yang dipertimbangkan dalam pemberian kredit tersebut dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya pembayaran yang melampaui jadwal, atau bahkan kemungkinan tidak adanya pembayaran sama sekali.

Apabila perusahaan menjalankan standar kredit yang sangat longgar maka bisa diperkirakan penjualan akan meningkat, namun proporsi piutang tidak terbayar meningkat pula. Secara ekonomi, pelonggaran standar kredit dibenarkan apabila maksimum penambahan biaya sebagai akibat peningkatan piutang sama dengan penambahan keuntungan sebagai akibat peningkatan penjualan. Apabila pembeli yang akan diberi kredit dan yang akan ditolak dapat ditentukan dengan tepat, maka kemungkinan piutang tidak terbayar bisa diminimumkan.

(9)

ini harus diketahui bentuk barang jaminan yang diberikan oleh pelanggan atas pinjaman tersebut.

Bambang Riyanto (1997) mengemukakan, terdapat beberapa fakor yang harus diperhatikan dalam penilaian resiko kredit untuk memperkecil resiko tidak tertagihnya piutang yaitu :

1) Penentuan besarnya resiko yang akan ditanggung oleh perusahaan. Pertama-tama dalam hubungan ini haruslah ditentukan oleh perusahaan, yang akan disediakan sebagai cadangan piutang.

2) Penyelidikan tentang kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya. Untuk dapat mengklarifikasikan para pelanggan menurut kelompoknya, perusahaan perlu mengadakan penyelidikan mengenai kemampuan pelanggan tersebut dalam memenuhi kewajiban finansialnya. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan mengenai ”soliditasnya”. Soliditas adalah menyangkut kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan, soliditas ini dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :

a) Soliditas komersiil, yaitu tingkat kepercayaan pihak luar yang diberikan kepada perusahaan yang bersangkutan sebagai akibat kejujuran pimpinan perusahaan untuk selalu memenuhi janji-janji dan kewajiban-kewajibannya tepat pada waktunya.

b) Soliditas finansiil, yaitu kepercayaan yang diberikan pihak luar kepada perusahaan yang bersangkutan yang timbul sebagai akibat dari terdapatnya modal kerja yang cukup di dalam perusahaan tersebut, sehingga diharapkan perusahaan tersebut akan dapat memenuhi kewajiban finansiil tepat pada waktunya.

c) Soliditas moril, adalah kepercayaan yang diberikan oleh pihak luar kepada perusahaan bersangkutan yang timbul sebagai akibat dari sifat-sifat dan moril. Dengan singkat dapat dikatakan perlu diadakan penyelididikan mengenai ” five C’s Credit ”.

3) Mengadakan klarifikasi dari para pelanggan berdasarkan resiko pembayaran. Setelah mengadakan penyelidikan menganai kemampuan dan keadaan perusahaan, sifat, kebiasaan dan moril dari pimpinan perusahaan yang bersangkutan, maka dapat diklasifikasikan menjadi kelompok-kelompok menurut resiko tidak tertagihnya.

(10)

lebih tinggi dari resiko 100%. Dengan demikian maka kredit penjual hanya diberikan kepada para langganan golongan resiko 10 % ke bawah.

b. Jangka Waktu Kredit

Adalah jangka atau tenggang ”waktu” yang diberikan perusahaan kepada para pelanggannya untuk membayar hutangnya atau berapa lama seorang pelanggan yang membeli secara kredit harus sudah membayar hutangnya. Pada dasarnya hal tersebu dapat ditempuh dengan memperpanjang waktu kredit dengan harapan agar penjualan bisa meningkat. Karena yang ditingkatkan hanya jangka waktu kreditnya, maka umumnya resiko tidak terbayarnya piutang tidak banyak berubah. Perpanjangan waktu kredit bisa dibenarkan bila tambahan keuntungan lebih besar daripada keuntungan yang disyaratkan.

c. Potongan atau Discount

Adalah pengurangan harga barang yang diberikan kepada pelanggan untuk mendorong pelanggan agar membayar lebih cepat. Besarnya potongan atau diskon tersebut ditentukan dengan menganalisis perimbangan biaya dan manfaat dari berbagai persyaratan diskon yang ada. Pemberian potongan bisa diberikan apabila besarnya potongan harga barang yang diberikan kepada pelanggan tersebut lebih kecil dari tambahan keuntungan karena kenaikan penjualan dan keuntungan yang disyaratkan kerena pengurangan piutang.

d. Kebijakan Mengenai Penagihan

Yaitu prosedur yang ditempuh untuk menagih piutang usaha perusahaan atau sampai sejauh mana tindakan atau kelonggaran yang diberikan atas piutang yang tidak dibayar pada waktunya. Proses ini mungkin memerlukan biaya besar dan memperburuk hubungan usaha, namun ada baiknya perusahaan mengambil sikap tegas untuk mencegah penundaan waktu pembayaran serta kerugian yang mungkin diderita.

Setelah perusahaan menjalankan kebijakan kredit dan pengumpulan piutang, selanjutnya dapat dilakukan evaluasi terhadap calon pelanggan baru. Dengan berdasarkan pada cara-cara yang secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut (Horne dan Wachowicz : 2005 :383) :

a. Mengumpulkan informasi yang relevan tentang calon pelanggan yang diperoleh dari laporan keuangan, peringkat dan laporan kredit, pemeriksaan bank, pemeriksaan mitra dagang, dan pengalaman perusahaan sendiri.

(11)

c. Mengambil keputusan apakah calon pelanggan akan diberikan kredit atau tidak, dan berapa jumlahnya.

Analisis pemberian kredit ini tentunya dengan memperhatikan kendala waktu dan biaya. Jangka waktu yang panjang dalam mengevaluasi pelanggan juga dapat mengakibatkan perusahaan kehilangan pelanggan yang potensial. Proses evaluasi juga dibatasi dana, karena dana yang terlalu kecil mengakibatkan perusahaan mengalami kesulitan dalam melakukan evaluasi sehingga kehilangan calon pelanggan yang potensial.

Kebijakan pengumpulan piutang dalam suatu perusahaan mencakup beberapa keputusan yang penting (Horne, 1995 : 403)yaitu :

a. Kualitas dari pelanggan yang diberikan kredit b. Lamanya jangka waktu kredit (credit period)

c. Besarnya potongan tunai yang ditawarkan d. Penawaran khusus pada musim- musim tertentu e. Biaya yang dikeluarkan untuk pengumpulan piutang

Keputusan–keputusan di atas harus membandingkan antara kemungkinan keuntungan yang diperoleh dengan adanya perubahan tersebut. Kebijakan pengumpulan piutang yang optimal dapat dicapai apabila marginal gains sama besarnya dengan marginal cost.

2. Mengevaluasi Perubahan dalam Kebijakan Kredit

Evaluasi kebijakan sekedar merupakan alat pembantu atau pedoman untuk membuat suatu keputusan. Besar kecilnya piutang yang dimiliki oleh perusahaan selain dipengaruhi oleh kondisi perekonomian pada umumnya, juga dipengaruhi oleh kebijaksanaan perkreditan yang ditentukan oleh perusahaan. Sementara kondisi perekonomian pada umumnya tidak bisa dipengaruhi oleh manajer keuangan, kebijaksanaan perkreditan jelas tidak bisa ditentukan oleh perusahaan. Untuk menilai kebijaksanaan kredit ini dengan membandingkan antara rasio dengan probabilitas. Apabila perusahaan menurunkan standar kreditnya, maka penjualan akan meningkat, yang berarti peningkatan piutang pula, dan ini akan membawa keuntungan yang lebih besar. Tetapi dengan peningkatan kredit ini berarti perusahaan harus menanggung beban investasi pada piutang yang makin besar, plus kemungkinan meningkatnya piutang yang tidak bisa terkumpul.

(12)

pelanggan. Ketiga faktor tersebut akan menentukan berapa besar jumlah piutang yang akan dimiliki oleh perusahaan, berapa lama piutang tersebut diharapkan terkumpul, dan berapa besar proporsi piutang yang akan tidak terbayar.

Apabila dari analisis tersebut diketahui bahwa tambahan keuntungan lebih besar dari tambahan biaya, maka perubahan kebijakan kredit dapat dilaksanakan. Namun jika ternyata yang terjadi tambahan biaya lebih besar dari tambahan keuntungan maka perubahan kebijakan kredit tidak layak untuk dilaksanakan.

3. Manajemen Piutang

a. Pengertian

Seperti halnya dengan aktiva lancar lainya, piutang juga memerlukan pengelolaan yang tepat. Hal ini mengingat proporsi piutang cukup besar dari seluruh aktiva lancar di dalam neraca perusahaan. Agar piutang tidak menimbulkan kerugian pada perusahaan, diperlukan manajemen piutang untuk pengelolaannya.

Manajemen piutang merupakan kemampuan perusahaan dalam mengkoordinasikan serta mengendalikan piutang sebagai akibat adanya kebijakan penjualan secara kedit yang optimal yaitu dapat menyeimbangkan biaya dan manfaat piutang usaha, sehingga akan memaksimumkan nilai perusahaan.

Horne dan Wachowich (2005 : 372) mengemukakan, ”Piutang didefinisikan sebagai jumlah uang yang masih belum dibayar ke perusahaan oleh para pelanggan yang telah membeli barang atau jasa secara kredit”. Sedangkan menurut Hauston dan Brigham (2004 : 168) ”piutang adalah sejumlah saldo yang akan diterima dari pelanggan”. Jadi, dapat dikatakan bahwa piutang adalah harta perusahaan yang belum diterima.

b. Faktor – faktor yang mempengaruhi besarnya investasi dalam piutang

Pada sebagian perusahaan, piutang dagang merupakan bagian tebesar dari aktiva lancar, sehingga manajemen piutang amat perlu dan penting dianalisis secara hati–hati dan seksama. Manajemen piutang terutama menyangkut masalah pengendalian jumlah piutang, pengendalian pemberian dan pengumpulan piutang, dan evaluasi terhadap kebijakan kredit yang dilaksanakan di perusahaan. Adapun faktor - faktor yang mempengaruhi besar kecilnya piutang menurut Bambang Riyanto (2001) adalah sebagai berikut :

(13)

Makin besar proporsi penjualan kredit dari keseluruhan penjualan kredit memperbesar jumlah investasi dalam piutang. Dengan makin besarnya volume penjualan kredit setiap tahunnya berarti perusahaan itu harus menyediakan investasi yang lebih besar lagi dalam piutang. Makin besar jumlah piutang berarti makin besar resiko, tetapi bersamaan dengan itu juga memperbesar ”profitability”nya.

2) Syarat pembayaran penjualan kredit

Syarat pembayaran penjualan kredit dapat bersifat ketat atau lunak. Apabila perusahaan menetapkan syarat pembayaran yang ketat berarti bahwa perusahaan lebih mengutamakan keselamatan kredit dari pada pertimbangan profitabilitas.

3) Ketentuan tentang pembatasan kredit

Perusahaan dapat menetapkan batasan maksimal atau plafon yang ditetapkan bagi masing – masing langganan berarti makin besar pula dana yang diinvestasikan dalam piutang.

4) Kebijakan dalam menagih piutang

Perusahaan dapat menjalankan kebijaksanaan dalam piutang secara aktif atau pasif. Perusahaan yang menjalankan kebijaksanaan secara aktif dalam pengumpulan piutang akan mempunyai pengeluaran uang yang lebih besar untuk membiayai aktifitas pengumpulan piutang tersebut dibandingkan dengan perusahaan yang menjalankan kebijaksanaan secar pasif. Sehingga keseimbangan antara biaya usaha dan besarnya tambahan revenue yang diperoleh benar – benar diperhitungkan dalam pengumpulan piutang.

5) Kebiasaan membayar para pelanggan

Ada sebagian langganan yang mempunyai kebiasaan untuk membayar dengan menggunakan kesempatan mendapatkan cash discount dan ada sebagian lain yang tidak menggunakan kesempatan tersebut. Perbedaan cara pembayaran ini tergantung kepada cara penilaian mereka terhadap mana yang lebih menguntungkan antar kedua alternatif tersebut.

c. Pengawasan dan Pengendalian Piutang

(14)

dimulai sebelum adanya persetujuan untuk mengirimkan barang dagangan, sampai setelah penyiapan dan penerbitan faktur dan berakhir dengan adanya persetujuan untuk mengirimkan barang dagangan, dan berakhir dengan adanya penagihan hasil penjualan. Prosedur pengendalian piutang erat hubungannya dengan pengendalian penerimaan kas di satu pihak dan pengendalian persediaan di pihak lain.

Untuk menilai piutang yang diberikan apakah telah sesuai dengan harapan perusahaan atau tegasnya yang diberikan itu efektif atau tidak, maka secara periodik harus diadakan analisis terhadap piutang, sebab dengan menganalisis piutang akan dapat diketahu efisien dan tidaknya penggunaan modal. Semakin tinggi tingkat perputaran piutang berarti semakin efisien penggunaan modal. Dan semakin rendah perputaran piutang berarti modal yang digunakan banyak yang tertanam pada piutang. Perputaran piutang tersebut juga akan mempengaruhi laba perusahaan. Semakin tinggi perputaran piutang maka pendapatan perusahaan akan semakin banyak.

Adapun beberapa alat analisis yang dipergunakan untuk menilai efisiensi pengendalian piutang adalah sebagia berikut :

1) Days Sales Outstanding (DSO)

Menurut Hauston dan Brigham (2004 : 170) ”Days Sale Outstanding adalah rasio yang dihitung dengan membagi piutang usaha dengan penjualan rata–rata per hari, hal itu menunjukkan berapa lama rata–rata jangka waktu penerimaan hasil penjualan sejak penjualan terlaksana”.

Jadi DSO menunjukkan berapa lama rata–rata uang hasil penjualan akan diterima sejak penjualan dilakukan. DSO = jangka waktu penagihan = Piutang : Penjualan rata– rata perhari = piutang : penjualan tahunan / 360. DSO dapat juga dievaluasi dengan membandingkannya terhadap syarat–syarat penjualan. Misalnya jika syarat penjualan menyebutkan pembayaran dalam 30 hari, padahal penanggihan sesungguhnya baru terjadi dalam 42 hari, maka secara rata – rata pelanggan tidak membayar utangnya pada waktunya. Apabila trend dalam DSO selama beberapa tahun lalu naik, tetapi kebijakan penjualan kredit tidak berubah, ini menjadi petunjuk yang kuat bahwa langkah–langkah harus diambil untuk mempelancar penagihan piutang usaha.

2) Aging Schedule

(15)

telah ”outstanding” (berapa lama usia piutang tersebut). Aging Schedule mengambarkan besarnya persentase piutang dagang yang dikelompokkan atas dasar jangka waktu usia piutang tersebut pada akhir suatu periode tertentu. Jangka waktu piutang yang dimaksud adalah berapa lama piutang tersebut berjalan sejak terjadinya transaksi penjualan. Dengan demikian piutang suatu perusahaan dikatakan lancar apabila memiliki persentase besar pada kelompok piutang yang masih baru dibandingkan dengan piutang yang penjualannya lebih lama.

3) Account Receivable Turnover

Tingkat perputaran piutang menunjukkan kemampuan dana yang tertanam dalam piutang dan berputar berapa kali dalam satu periode tertentu. Account Receivable Turnover menurut Bambang Riyanto (2001 : 90) dapat dihitung dengan rumus:

Account Receivable Turnover = Net Credit Sales / Average Receivable, untuk menghitung dapat dilakukan dengan menjumlahkan saldo awal dan saldo akhir piutang dagang, tanpa dikurangi piutang ragu –ragu kemudian dibagi dua. Semakin tinggi perputaran berarti semakin cepat pengembalian modal dalam bentuk kas atau makin tinggi turnover yang rendah berarti over invesment (kelebihan investasi) dalam piutang. Hal tersebut mungkin dikarenakan bagian kredit dan penagihan bekerja tidak efektif atau mungkin ada perubahan kebijakan kredit.

Di dalam menggunakan Account Receivable Turnover, biasanya perusahaan hanya menggunakan sebagai indikasi saja, karena tingkat perputaran ini menyesatkan, khususnya jika penjualan perusahaan bersifat musiman.

4) Average Collection Period

Average Collection Period (rata–rata waktu pengumpulan piutang) menunjukkan rata–rata waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan piutang dalam satu periode tertentu. Bambang Riyanto (2001 : 90) menghitung Average Collection Period dengan rumus :

Average Collection Period = 360 hari / Receivable Turnover atau 360 x Average Revecable

Net Credit Sales

(16)

perusahaan untuk membandingkan antara rata-rata waktu pengumpulan piutang dengan syarat pembayaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Apabila rata-rata waktu pengumpulan piutang selalu lebih besar dari pada batas waktu pembayaran yang telah ditetapkan berarti cara pengumpulan kurang efisien. Ini berarti langganan yang tidak memenuhi syarat pembayaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan atau mungkin kurang giatnya bagian penagihan atau kurangnya daya tarik kredit yang diberikan oleh perusahaan kepada langganan.

4. Analisis Laporan Keuangan a. Pengertian Laporan Keuangan

(17)

Laporan keuangan dari suatu perusahaan adalah hasil akhir dari akuntansi. Laporan keuangan memuat informasi tentang pelaksanaan tanggung jawab manajeman. Laporan keuangan merupakan pernyataan manajeman tentang kondisi perusahaan yang diungkapkan dalam bentuk mata uang .

Pada umumnya laporan keuangan terdiri dari neraca, laporan rugi laba, dan laporan perubahan modal. Disamping jenis-jenis laporan tersebut, dalam prakteknya perusahaan biasanya juga mempunyai laporan pelengkap, misalnya laporan bagian yang laba yang ditahan, laporan sumber dan penggunaan dana atau lapora arus kas.

b. Analisa Ratio

Angka-angka rasio dapat digolongkan sebagai berikut :

1) Rasio Likuiditas

Likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera dipenuhi atau pada saat ditagih dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Likuiditas perusahaan ditunjukkan dengan besar kecilnya aktiva lancar, yaitu aktiva yang dapat diubah menjadi kas, yang meliputi kas, piutang, dan persediaan.

Rita Widayanti dkk (2002 : 31) rasio-rasio yang biasa umum sering dipakai adalah :

a) Current ratio = Current asseys / Current liabilities.

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendek dengan menggunakan aktiva lancarnya.

b) Quick ratio = Current assets – Inventory / Current liabilities.

(18)

Cash ratio= Cash / Current liabilities. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban finansiil jangka pendek dengan kas yang tersedia dalam perusahaan.

2) Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas digunakan untuk mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan sumber-sumber daya sebagaimana digariskan oleh kebijaksanaan perusahaan yang tercermin dalam perputaran modalnya. Darsono dan Ashari (2005:59), rasio yang sering digunakan adalah : Receivable Turnover, Rata-rata penerimaan piutang,

InventoryTurnover, Lama Persediaan Mengendap, Total asset Turnover

a) Receivable Turnover = Penjualan bersih / Rata-rata piutang dagang

Rasio ini menunjukkan kualitas perusahaan dan kesuksesan perusahaan dalam penagihan piutang yang dimiliki. Semakin tinggi rasio ini akan semakin baik kemampuan perusahaan dalam menagih piutang yang dimiliki. Tetapi rasio yang terlalu tinggi juga bisa mengakibatkan ketidakpuasan pelanggan sehingga mengakibatkan pelanggan lari karena kebijakan kredit yang ketat.

b) Rata-rata penerimaan piutang = 365/ Receivable Turnover

Rasio piutang yang terlalu panjang akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan karena banyaknya aktiva yang menganggur. Aspek yang harus dipertimbangkan dalam mengurangi rasio penerimaan piutang adalah penurunan penjualan dan kerugian dari piutang tidak tertagih. Dengan mengurangi penjualan, berarti mengurangi pula harta yang ada di luar perusahaan, namun juga berpengaruh pada produksi yang menurun.

c) Inventory Turnover = H P P / Rata-rata Persediaan Barang

Rasio perputaran persediaan yang terlalu rendah menunjukkan lambatnya penjualan atau terlalu banyaknya persediaan yang ada di tangan. Sebaliknya rasio perputaran persediaan yang terlalu tinggi bisa menunjukkan kondisi persediaan yang habis sehingga bisa mengakibatkan ketidak puasaan.

d) Lama Persediaan Menggelap = 365 / Inventori Turnover

(19)

e) Total asset Turnover = Penjualan Bersih / Rata-rata Total aktiva

Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan penjualan digambarkan dalam rasio ini. Dengan melihat rasio ini kita bisa mengetahui efektivitas penggunaan aktiva dalam menghasilkan penjualan.

3) Rasio Leverage

Rasio-rasio laverage mengukur berapa besarnya aktiva perusahaan yang dibiayai oleh hutang atau modal yang berasal dari kreditur. Rasio yang dipakai menurut Bambang Riyanto (2001 : 333) antara lain : a) Debt Ratio , b) Debt to equity ratio, c) Long term debt to equity ratio, dan d) Time interest earned ratio.

a) Debt Ratio = Total debt /Total assets

Rasio ini mengukur berapa besarnya aktiva perusahaan yang dibiayai kreditor.

b) Debt to equity ratio = Total debt / Equity ratio

Rasio ini mengukur berapa berapa besarya bagian modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutang perusahaan.

c) Long term debt to equity ratio = Long term debt / Equity

Rasio ini mengukur perbandingan hutang jangka panjang dengan modal sendiri.

d) Time interest earned ratio = Earning before interest and tax / Interest charge

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi beban tetapnya berupa bunga.

4) Rasio Profitabilitas

(20)

dan Ashari (2005: 56) adalah : a) Gross profit margin, b) Net profit margin, c) Operating profit margin, d) Return on equity, e) Earning power, f) Return on invesment.

a) Gross profit margin = Sales – cost of goods sold / Sales

Rasio ini mengukur tingkat laba kotor dibandingkan dengan volume penjualan.

b) Net profit margin = Net profit after tax / Net sales

Rasio ini mengukur laba bersih sesudah pajak dibandingkan dengan volume penjualan.

c) Operating profit margin = EBIT / Net sales

Rasio ini mengukur tingkat laba operasi sebelum bunga dan pajak dibandingkan dengan volume penjualan.

d) Return on equity (ROE) = EAT / Equity

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan.

e) Earning power = EBIT / Total asset

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan laba dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia dalam perusahaan.

f) Return on invesment = EAT / Total asset

(21)

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran.

Dalam kebijakan penjualan kredit perusahaan dapat menerapkan adanya standar kredit, jangka waktu kredit, dan discount, dimana ketiganya mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap keuntungan yang akan dipaeroleh perusahaan. Kebijakan penjualan kredit yang mendorong kenaikan keuntungan itulah yang akan dipilih. Untuk itu perlu sekali dilakukan analisis agar kebijakan yang dipilih tepat, dan apakah perusahaan akan melakukan perubahan kebijakan dalam penjualan kreditnya atau perusahaan tetap melakukan kebijakan penjualan yang saat ini dijalankan. Efisiensi pengumpulan piutang juga harus diperhatikan dalm rangka mencapai keuntungan yang optimal melalui penjualan kredit.

(22)

Secara ekonomis pelonggaran standar kredit ini dapat dibenarkan apabila maksimum pembelian biaya karena peningkatan piutang ini sama dengan penambahan keuntungan karena meningkatnya penjualan. Apabila tambahn biaya ini sudah lebih besar daripada tambahan keuntungan, maka pelonggaran standar kredit ini sudah tidak bisa dibenarkan.

Analisa Return of Invesment merupakan salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksud untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang diperguankan. Sehingga dalam analisis Return of Invesment akan diketahui apakah kebijakan penjualan kredit yang diterapkan oleh perusahaan percetakan dan penerbitan PT. Obor Sewu Mandiri Surakarta sudah dapat meningkatkan keuntungan yang diperoleh dari laba usaha dengan jumlah aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan operasi atau laba usaha tersebut.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Menurut Suharsimi Arikunto (2002 : 136) “Metodologi penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya”. Cholid Narbuko & Abu Achmadi (2003 : 2) menyebutkan: “metodologi penelitian adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang membicarakan / mempersoalkan mengenai cara – cara melaksanakan penelitian (yaitu meliputi kegiatan – kegiatan mencari, mencatat, merumuskan, menganalisis sampai menyusun laporannya) berdasarkan fakta – fakta atau gejala – gejala ilmiah”.

Dalam membahas tentang metode penelitian tentu tidak akan terlepas dari metodologi penelitian. Iqbal Hasan (2002 : 20) mengemukakan bahwa “Metodologi penelitian adalah tata cara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan. Sedangkan Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi (2002 : 2) menjelaskan bahwa :

(23)

sehingga dapat dipergunakan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran sesuatu pengetahuan berdasarkan bimbingan Tuhan.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat diambil suatu pengertian bahwa metodologi penelitian merupakan suatu ilmu yang membahas cara atau metode yang ditempuh dalam kegiatan penelitian ilmiah, dimana kegiatan penelitian itu antara lain meliputi pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data secara sistematis dan obyektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji hipotesis sesuai dengan tujuan penelitian.

C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian digunakan untuk mendapatkan data, informasi, keterangan-keterangan, dan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan penelitian serta sekaligus sebagai tempat dilaksanakannya penelitian. Dalam melaksanakan penelitian ini penulis memilih lokasi di PT. Obor Sewu Mandiri Surakarta, karena lokasi yang sangat strategis dan mudah dijangkau oleh peneliti.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan setelah usulan penelitian disetujui oleh pembimbing skripsi dan telah mendapat ijin dari pihak – pihak terkait.

D. Bentuk dan Strategi Penelitian 1. Bentuk Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan untuk mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis guna memperoleh kebenaran secara ilmiah. Dengan demikian suatu penelitian harus menggunakan prosedur, metode, atau cara tertentu agar penelitian tersebut sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Winarno Surakhmad (1998 :131)”metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai tujuan misalnya untuk menguji serangkaian hipotesis dengan menggunakan teknik serta cara-cara tertentu”. Metode penelitian dibagi menjadi tiga yaitu : metode historis, metode deskriptif, dan metode eksperimental. Winarno Surakhmad (1998 :139) mengemukakan :

(24)

istilah umum yang mencakupteknik deskriptif. Di antaranya adalah penyelidikan yang menuturkan, menganalisis, dan mengklarifikasikan penyelidikan dengan teknik survey, dengan teknik interview, angket, observasi atau dengan test, studi kasus, studi komparatif, studi waktu gerak, analisis kuantitatif, studi kooperatif dan operasinal.

Berdasarkan pendapat tersebut penelitian ini termasuk penelitian deskriptif bentuk analisis kuantitatif dengan teknik wawancara dan analisis dokumentasi, karena penelitian ini tidak hanya sekedar menyajikan data tetapi juga menganalisis dan mengimplementasikan data yang telah diperoleh dari laporan keuangan PT. Obor Sewu Mandiri Surakarta dan hasil wawancara dengan manajer pemasaran.

2. Strategi Penelitian

Strategi dapat diartikan cara atau siasat berdasar rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran atau maksud tertentu. Oleh karena itu strategi penelitian dapat dimaknai sebagai cara, metode, atau pendekatan yang direncanakan secara cermat untuk menjawab permasalahan penelitian sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai.

H.B. Sutopo (2002:42) menyebutkan “Penelitian terpancang yaitu penelitian yang sudah menentukan fokus penelitian berupa variabel utamanya yang akan dikaji berdasarkan pada tujuan dan minat penelitian di lapangan studinya”.

Sesuai dengan judul penelitian dan jenis data yang digunakan, maka strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi terpancang tunggal yaitu sasaran yang akan diteliti sudah dibatasi dan terpusat pada permasalahan yang telah ditetapkan dan berada di PT. Obor Sewu Mandiri Surakarta. Karena penelitian ini memfokuskan pada penerapan kebijakan penjualan kredit yang dilakukan oleh perusahaan.

E.Teknik Sampling (Cuplikan)

Teknik sampling digunakan untuk menyeleksi atau memfokuskan permasalahan agar pemilihan sample lebih mengarah pada tujuan penelitian. H.B. Sutopo (2002:54) menyatakan bahwa “Cuplikan berkaitan dengan pembatasan jumlah dan jenis dari data yang akan digunakan dalam penelitian. Teknik cuplikan merupakan suatu bentuk khusus atau proses bagi pemusatan atau pemilihan dalam penelitian yang mengarah pada seleksi”.

(25)

Cuplikan yang dikenal sebagai purposive sampling, dengan kecenderungan peneliti untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap. Namun demikian informan yang dipilih dapat menunjuk informan lain yang lebih tahu, maka informan dapat berkembang sesuai kebutuhan peneliti dalam memperoleh data.

Penelitian ini menggunakan teknik cuplikan purposive sampling, yaitu manajer pemasaran PT. Obor Sewu Mandiri sebagai key person yang dianggap mengetahui secara mendalam terhadap masalah yang dikaji, dan dapat dipercaya sebagai sumber data yang benar, kemudian dikembangkan dengan teknik snow ball sampling dimana beberapa informan yang memenuhi kriteria peneliti sebagai sampel menjadi sumber informasi mengenai orang lain yang dapat dijadikan sumber informasi. Sehingga penentuan informan di lapangan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara – cara yang ditempuh untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam menjawab permasalahan dengan menggunakan alat – alat atau instrument pengumpulan data. Setiap penelitian memerlukan data yang obyektif karena data merupakan suatu hal yang sangat mendasar yang akan menentukan apakah penelitian tersebut dapat dikatakan berhasil atau tidak. Oleh karena itu, peneliti harus memperhatikan cara atau teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai alat pengumpul data. Ada tiga teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, yaitu :

1. Pengamatan

(26)

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara observasi berperan pasif. Observasi ini dilakukan dengan cara formal dan informal, untuk mengamati berbagai aktivitas di PT. Obor Sewu Mandiri Surakarta.

2. Wawancara

Lexy. J. Moleong (2002:135) mengemukakan bahwa “Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu”. Pembagian jenis wawancara yang dikemukakan oleh Guba dan Lincoln dalam Lexy. J. Moleong (2002) :

a. Wawancara oleh tim atau panel

Wawancara oleh tim berarti wawancara yang dilakukan pewawancara tetapi oleh dua orang atau lebih terhadap seseorang yang diwawancarai. Wawancara panel yaitu seorang pewawancara yang menghadapkan dua orang atau lebih untuk diwawancarai sekaligus. b. Wawancara tertutup dan wawancara terbuka

Pada wawancara tertutup pihak diwawancarai tidak mengetahui bahwa mereka diwawancarai dan tidak mengetahui tujuan wawancara. Sedangkan wawancara terbuka pihak yang diwawancarai mengetahui maksud dan tujuan wawancara.

c. Wawancara terstrusktur dan tidak terstruktur

Wawancara terstruktur merupakan wawancara dimana pewawancaranya menetapkan sendiri pertanyaan yang akan diajukan. Dalam wawancara ini pertanyaan yang digunakan secara ketat. Sedangkan pada wawancara tidak terstruktur merupakan wawancara yang digunakan untuk menemukan informasi yang bukan baku. Responden biasanya terdiri atas mereka yang memiliki pengetahuan dan mendalami situasi dan mengetahui informasi yang diperlukan.

(27)

3. Dokumentasi

Menurut Suharsimi Arikunto (1996:2000) “Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai variablel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya”. Jadi metode dokumentasi merupakan metode yang digunakan untuk memperoleh data yang berupa bahan tulis. Dalam penelitian ini penulis menggunakan dokumen antara lain : Sejarah perusahaan, visi dan misi dari perusahaan.

G. Teknik Analisis Data

Menurut Lexy J. Moleong (2002:103) analisis data adalah “Proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data”. Berdasarkan pendapat tersebut, maka analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengorganisasikan data laporan keuangan, mengurutkan data berdasarkan pola, kategori dan satuan uraian, sehingga dapat diperoleh kesimpulan. Teknik analisis data adalah suatu cara yang digunakan untuk mengolah data hasil penelitian. Setelah data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terkumpul maka data tersebut harus dianalisis agar masalah dalam penelitian ini terpecahkan dan tujuan penelitian tercapai. Penelitian ini menggunakan analisis kuantitif non statistik yaitu analisis untuk efisien pengendalian piutang (daysout standing, aging schedul, account receivable turnorer, average collection period) dan analisis angka rasio. Adapun rasio yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Analisis Rasio Profitabilitas yang salah satu bentuknya adalah Analisa Return Of Invesment

yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan. Sehingga dalam analisa Return On Invesment dapat diketahui apakah kebijakan penjualan kredit yang diterapkan oleh perusahaan sudah dapat meningkatkan keuntungan yang diperoleh dari laba usaha dengan jumlah aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan operasi atau laba usaha tersebut.

1. Analisis Efisiensi Pengendalian Piutang

(28)

a. Days Sales Outstanding (DSO) = Piutang/ Penjualan Rata-Rata Perhari

DSO dapat dievaluasi dengan membandingkannya terhadap syarat-syarat penjualan. Apabila trend dalam DSO selama beberapa tahun lalu naik, tetapi kebijakan penjualan kredit tidak berubah, ini menjadi petunjuk yang kuat bahwa langkah-langkah tersebut harus diambil untuk memperlancar penagihan piutang usaha.

b. Aging Schedule

Bukan merupakan analisis rasio tetapi menggambarkan prosentase piutang dagang atas dasar jangka waktu. Piutang perusahaan dikatakan lancar apabila memiliki prosentase besar pada kelompok piutang yang masih baru dibandingkan dengan piutang penjualan lebih lama.

c. Account Receivable Turnover = Net Credit Sales / Average Recaivable

Semakin tinggi perputaran berarti semakin cepat pengambilan modal dalam bentuk kas atau makin tinggi Turnover yang rendah berati kelebihan investasi dalam piutang, mungkin dikarenakan bagian kredit dan penagihan bekerja tidak efektif atau mungkin ada perubahan kebijakan.

d. Average Colection Period = 360 hari / Receivable Turnover atau 360 x Average Receiveble / Net Credit Sales

Semakin besar Average Collection Period pada suatu perusahaan berarti semakin besar resiko kemungkinan tidak tertagihnya piutang. Apabila rata-rata waktu pengumpulan piutang selalu lebih besar dari pada batas waktu pembayaran yang telah ditetapkan berarti cara pengumpulan kurang efisien. Karena itu diperlukan kebijakan baru agar diperoleh cara yang lebih efisien.

2. Rasio Profitabilitas Analisis Rasio Profitabilitas yang terdiri dari :

a. Gross Profit Margin = Sales-Cost Of Goods Sold / Sales b. Net Profit Margin = Net Profit after Tax / Net Sales

(29)

Tahap Penulisan dan Penggandaan Laporan

Gambar 3 : Gambar Prosedur Penelitian

BAB IV

HASIL PENELITIAN

F. Deskripsi Data 1. Data Kualitatif

Data kualitatif dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara dengan pimpinan perusahaan. Dalam hal ini, pimpinan yang berhasil diwawancarai adalah Direktur Operasional sebagai informan penelitian. Berdasarkan informasi Direktur Operasional, dalam menentukan kebijakan kredit dinyatakan bahwa:

Dalam menentukan kebijakan kredit, perusahaan mengambil kebijakan dengan melakukan diskusi antar pimpinan, memperhatikan kredibilitas calon konsumen, dan tawar menawar kredit dengan calon konsumen. Rapat antar pimpinan membicarakan kredibilitas calon konsumen dan besarnya kredit maksimal yang dapat diberikan.

Persiapan Penelitian Pengumpulan data Analisis data awal

Analisis data akhir

Penarikan Kesimpulan Pembuatan proposal penelitian dan perijinan

(30)

Berdasarkan informasi tersebut, dalam menentukan kebijakan kredit, perusahaan melakukan rapat terlebih dahulu. Dalam rapat dibicarakan tentang kredibilitas konsumen apakah konsumen merupakan konsumen yang dapat dipercaya atau tidak. Selain itu, rapat membicarakan besarnya kredit yang dapat diberikan kepada calon konsumen yang tentunya didasarkan pada kredibilitas perusahaan.

Mengenai cara penetapan kredit yang diberikan kepada calon konsumennya, informan menyatakan bahwa:

Untuk cara menetapkan kredit, kami menggunakan dengan jangka waktu kredit. Jangka waktu yang kami berikan diperhitungkan dengan besarnya kredit yang kami berikan.

Dari informasi tersebut, PT Obor Sewu Mandiri menggunakan dasar jangka waktu dalam memberikan kredit kepada konsumen. Pemberian kredit tersebut diperhitungkan besarnya kredit dan jangka waktunya. Jangka waktu yang diberikan berdasarkan besarnya kredit tentunya memperhitungkan kondisi keuangan perusahaan dan dari sisi konsumen tentunya terkait dengan kemampuan membayar kredit.

Penjualan dengan sistem kredit merupakan salah satu kemudahan bagi konsumen dalam melakukan pembelian. Menurut informan, tentang hal tersebut menyatakan bahwa:

Konsumen dari perusahaan kami lebih banyak yang melakukan pembelian secara kredit. Mereka lebih tertarik dengan sistem pembayaran dengan kredit. Menurut saya, dengan pembayaran secara kredit, mereka memperoleh keringanan.

Jadi, sistem penjualan secara kredit tersebut, konsumen memperoleh keuntungan. Keuntungan yang diperoleh konsumen yaitu adanya keringanan dalam membayar. Konsumen tidak perlu membayar secara keseluruhan, karena jumlahnya juga cukup besar. Dengan adanya tempo pembayaran, maka konsumen dalam melakukan pembayaran beberapa kali sehingga tidak terlalu berat.

(31)

Kalau besarnya keuntungan sama. Hanya saja kami kehilangan sedikit waktu. Dalam bisnis setiap hari mestinya uang terus bertambah seiring dengan perputarannya. Jika penjualan dilakukan secara kredit, berarti uang tidak berputar. Jadi dari segi waktu ada kerugian. Namun bagi kami, hal itu adalah fasilitas bagi pembeli agar mereka tertarik dengan fasilitas tersebut.

Bagi perusahaan, penjualan secara kredit akan mengurangi keuntungan. Keuntungan yang berkurang bukan berarti nominal keuntungannya berkurang, akan tetapi berkurang karena uang tidak berputar. Dalam kegiatan bisnis, setiap saat mestinya uang dapat bertambah seiring dengan perputarannya. Jika uang tidak berputar berarti tidak akan bertambah. Namun, sebagai suatu fasilitas bagi konsumen, tidak berputarnya uang dalam jangka tertentu tidak menjadi masalah. Hal itu sebagai promosi atau daya tarik tersendiri bagi konsumen agar melakukan pembelian.

Kebijakan penjualan secara kredit merupakan kebijakan yang dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan perkembangan perekonomian secara global. Jika penjualan secara kredit lama-kelamaan dapat menimbulkan kerugian, maka kebijakan kredit dapat dihentikan. Mengenai hal tersebut, informan menyatakan bahwa:

Penjualan dengan sistem kredit akan kami pertahankan. Bagi kami, penjualan kredit merupakan daya tarik tersendiri bagi konsumen. Namun kami akan mempertimbangkan besarnya kredit yang kami berikan kepada konsumen, dan kebijakan-kebijakan lain yang tidak merugikan perusahaan.

(32)

Berdasarkan uraian tentang informasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan menggunakan sistem atau cara tertentu. Bagi PT Obor Sewu Mandiri, penjualan secara kredit dilakukan dengan cara menetapkan jangka waktu kredit. Penetapan cara tersebut dilakukan dengan melihat besarnya kredit sebagai dasar dalam menentukan jangka waktu kredit. Semakin besar kredit yang diberikan, semakin lama waktu pembayarannya. Penjualan secara kredit merupakan fasilitas bagi konsumen, yaitu berupa pembayaran yang dapat dilakukan beberapa kali sesuai dengan jangka waktu yang diberikan. Kebijakan penjualan secara kredit juga akan dipertahankan, namun dengan kebijakan-kebijakan lain agar tidak menimbulkan kerugian bagi perusahaan.

2. Data Kuantitatif a. Piutang

Tabel 1. Deskripsi Data Piutang PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007

Tahun Piutang peningkatan jumlah. Namun dilihat dari prosentase, tahun 2007 ada penurunan dari tahun sebelumnya. Peningkatan piutang dari tahun 2005 ke tahun 2006 meningkat sebesar 63%. Sedangkan dari tahun 2006 ke tahun 2007 ada penurunan. Hal ini berarti bahwa jumlah harta yang ada di tangan pihak lain menurun. Piutang rata-rata selama tiga tahun dari tahun 2005 – 2007 sebesar Rp. 1.359.196.333.

3. Penjualan

Tabel 2. Deskripsi Data Penjualan PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007

Tahun Penjualan /

Sales

Peningkatan/

(33)

(Rp) (Rp)

2005 1.800.000.000

2006 2.730.700.000 930.700.000 52%

2007 3.591.627.000 860.927.000 32%

Rata-rata 2.707.442.333

Sumber : Data sekuder yang diolah

(34)

4. Penjualan Bersih Kredit

Tabel 3. Deskripsi Data Penjualan Bersih Kredit PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007

Tahun menunjukkan adanya peningkatan jumlah. Demikian pula dilihat dari prosentase, dari tahun 2005 sampai tahun 2007 ada peningkatan. Peningkatan penjualan dari tahun 2005 ke tahun 2006 sebesar 36%. Sedangkan dari tahun 2006 ke tahun 2007 meningkat sebesar 43%. Dengan demikian, peningkatan selama tiga tahun tersebut semakin besar, yaitu dari 36% menjadi 43%. Hal ini berarti bahwa jumlah penjualan bersih kredit mengalami peningkatan. Penjualan bersih kredit rata-rata selama tiga tahun dari tahun 2005 – 2007 sebesar Rp. 2.383.344.333. Peningkatan penjualan bersih selama tiga tahun memang mengalami peningkatan, namun perlu diketahui bahwa peningkatan selama tiga tahun terakhir cenderung menurun. Karena itu, perusahaan harus mewaspadai hal tersebut.

5. Penjualan Rata-rata

Tabel 4. Deskripsi Data Penjualan Rata-rata PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007

(35)

2007 9.976.741.667 2.391.463.889 32%

Rata-rata 7.520.673.148

Sumber : Data sekuder yang diolah

Data tentang penjualan rata-rata PT Obor Sewu Mandiri dari tahun 2005 – 2007 menunjukkan adanya penurunan jumlah. Demikian pula dilihat dari prosentase, dari tahun 2005 sampai tahun 2007 ada penurunan. Peningkatan penjualan dari tahun 2005 ke tahun 2006 sebesar 52%. Sedangkan dari tahun 2006 ke tahun 2007 meningkat sebesar 32%. Dengan demikian, peningkatan selama tiga tahun tersebut semakin kecil, yaitu dari 52% menjadi 32%. Hal ini berarti bahwa jumlah penjualan rata-rata mengalami penurunan. Penjualan rata-rata selama tiga tahun dari tahun 2005 – 2007 memiliki rata-rata sebesar Rp. 7.520.673.148. Adanya penjualan yang menurun, penjualan rata-rata juga menurun sebagaimana data yang pada tabel 4 di atas.

6. Biaya Penjualan

Tabel 5. Deskripsi Data Biaya Penjualan PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007

Tahun

Biaya Penjualan /

Cost of Good Sold

(Rp)

Peningkatan/ Penurunan

(Rp)

Prosentase

2005 144.000.000

2006 474.294.000 330.294.000 229%

2007 354.000.000 (120.294.000) -25%

Rata-rata 324.098.000

Sumber : Data sekuder yang diolah

(36)

berkurang, yaitu dari 229%% menjadi 25%. Hal ini berarti bahwa biaya penjualan mengalami penurunan. Biaya penjualan rata-rata selama tiga tahun dari tahun 2005 – 2007 memiliki rata-rata sebesar Rp. 324.098.000. Hal tersebut dikarenakan kegiatan penjualan juga berkurang, karena itu biaya penjualan juga menurun sesuai dengan jumlah penjualannya.

7. Pendapatan Bersih Sesudah Pajak

Tabel 6. Deskripsi Data Pendapatan Bersih Sesudah Pajak PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007 menunjukkan adanya peningkatan dan penurunan jumlah. Demikian pula dilihat dari prosentase, dari tahun 2005 sampai tahun 2006 ada peningkatan sebesar 108%. Sedangkan dari tahun 2006-2007 ada peningkatan sebesar 11%. Dengan demikian, Pendapatan bersih sesudah pajak selama tiga tahun tersebut berkurang, yaitu dari 108% menjadi 11%. Hal ini berarti bahwa Pendapatan bersih sesudah pajak mengalami penurunan. Pendapatan bersih sesudah pajak rata-rata selama tiga tahun dari tahun 2005 – 2007 sebesar Rp. 453.817.333. Penurunan pendapatan bersih sesudah pajak tersebut harus segera mendapat perhatian karena penurunannya cukup tajam. Perusahaan harus segera mengkaji mengapa penurunan pendapatan bersih sangat jauh selisihnya.

(37)

Tabel 7. Deskripsi Data Penjualan Bersih PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007

Tahun

Penjualan Bersih /

Net Sales

(Rp)

Peningkatan/ Penurunan

(Rp)

Prosentase

2005 318.828.000

2006 591.381.000 272.553.000 85%

2007 646.779.000 55.398.000 9%

Rata-rata 518.996.000

Sumber : Data sekuder yang diolah

Data tentang penjualan bersih PT Obor Sewu Mandiri dari tahun 2005 – 2007 menunjukkan adanya peningkatan dan penurunan jumlah. Demikian pula dilihat dari prosentase, dari tahun 2005 sampai tahun 2006 ada peningkatan sebesar 85%. Sedangkan dari tahun 2006-2007 ada peningkatan sebesar 9%. Dengan demikian, penjualan bersih selama tiga tahun tersebut berkurang, yaitu dari 85% menjadi 9%. Hal ini berarti bahwa penjualan bersih mengalami penurunan. Penjualan bersih sesudah pajak rata-rata selama tiga tahun dari tahun 2005 – 2007 sebesar Rp. 518.996.000.

9. Earning Before Interest and Tax (EBIT) Tabel 8. Deskripsi Data EBIT PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007

Tahun EBIT

(Rp)

Peningkatan/Penurunan

(Rp) Prosentase

2005 333.513.000

2006 627.781.000 294.268.000 88%

2007 761.808.000 134.027.000 21%

(38)

Sumber : Data sekuder yang diolah

Data tentang EBIT atau laba bersih operasi PT Obor Sewu Mandiri dari tahun 2005 – 2007 menunjukkan adanya peningkatan dan penurunan jumlah. Demikian pula dilihat dari prosentase, dari tahun 2005 sampai tahun 2006 ada peningkatan sebesar 88%. Sedangkan dari tahun 2006-2007 ada peningkatan sebesar 21%. Dengan demikian, EBIT selama tiga tahun tersebut berkurang, yaitu dari 88% menjadi 21%. Hal ini berarti bahwa EBIT atau laba bersih operasi mengalami penurunan. EBIT rata-rata selama tiga tahun dari tahun 2005 – 2007 sebesar Rp. 574.367.333. Penurunan laba bersih operasi terkait dengan jumlah penjualan yang menurun sebagaimana data yang telah dipaparkan di atas. Dengan penurunan laba bersih operasi, maka perusahaan harus dapat mengambil kebijakan baru agar laba bersih operasi dapat meningkat.

10.Earning After Tax (EAT)

Tabel 9. Deskripsi Data EAT PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007

Tahun EAT

(Rp)

Peningkatan/Penurunan

(Rp) Prosentase

2005 252.871.000

2006 526.480.000 273.609.000 108%

2007 582.101.000 55.621.000 11%

Rata-rata 453.817.333

Sumber : Data sekuder yang diolah

(39)

11.Modal sendiri

Tabel 10. Deskripsi Data Modal Sendiri PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007

Tahun Modal sendiri / equity (Rp)

Peningkatan/Penurunan

(Rp) Prosentase

2005 558.464.000

2006 1.084.944.000 526.480.000 94% 2007 1.783.056.000 698.112.000 64% Rata-rata 1.142.154.667 Sumber : Data sekuder yang diolah

Data tentang Modal sendiri PT Obor Sewu Mandiri dari tahun 2005 – 2007 menunjukkan adanya peningkatan jumlah. Namun dilihat dari prosentase, dari tahun 2005 sampai tahun 2006 ada peningkatan sebesar 94%. Sedangkan dari tahun 2006-2007 ada peningkatan sebesar 64%. Dengan demikian, Modal sendiri selama tiga tahun tersebut berkurang, yaitu dari 94% menjadi 64%. Hal ini berarti bahwa Modal sendiri mengalami penurunan. Modal sendiri rata-rata selama tiga tahun dari tahun 2005 – 2007 sebesar Rp. 1.142.154.667.

12.Total Asset

Tabel 11. Deskripsi Data Total Asset PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007

Tahun Total Asset (Rp)

Peningkatan/Penurunan

(Rp) Prosentase

2005 1.542.623.000

2006 3.333.597.000 1.790.974.000 116%

2007 4.356.680.000 1.023.083.000 31%

Rata-rata 3.077.633.333

(40)

Data tentang Total Asset PT Obor Sewu Mandiri dari tahun 2005 – 2007 menunjukkan adanya peningkatan dan penurunan jumlah. Dilihat dari prosentase, dari tahun 2005 sampai tahun 2006 ada peningkatan sebesar 116%. Sedangkan dari tahun 2006-2007 ada peningkatan sebesar 31%. Dengan demikian, Total Asset selama tiga tahun tersebut berkurang, yaitu dari 116% menjadi 31%. Hal ini berarti bahwa Total Asset mengalami penurunan. Total Asset rata-rata selama tiga tahun dari tahun 2005 – 2007 sebesar Rp. 3.077.633.333.

G. Analisis Data

1. Analisis Efisiensi Pengendalian Piutang a. Days Sales Outstanding (DSO)

Analisis days sales outstanding menunjukkan berapa lama rata–rata uang hasil penjualan akan diterima sejak penjualan dilakukan. Analisis ini dilakukan dengan membagi piutang usaha dengan penjualan rata–rata per hari. Analisis terhadap Days Sales Outstanding

(41)

Tabel 12. Analisis Days Sales Outstanding PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007

Tahun Piutang (Rp)

Penjualan Rata-rata / hari

(Rp) DSO

2005 2.222.019 5.000.000.000 0,044%

2006 3.625.347 7.585.277.778 0,048%

2007 5.479.269 9.976.741.667 0,055%

Sumber : Data sekuder yang diolah

Hasil analisis Days Sales Outstanding (DSO) dari tahun 2005 sampai tahun 2007 terlihat selalu meningkat. Pada tahun 2005 tingkat DSO sebesar 0,044% meningkat menjadi 0,048% pada tahun 2006. Pada tahun 2007 meningkat lagi menjadi 0,055%. Berdasarkan keadaan tersebut, maka secara rata-rata pelanggan membayar utangnya sesuai dengan waktunya. Dengan demikian, kebijakan yang ditetapkan perusahaan masih menguntungkan.

b. Account Receivable Turnover

Account Receivable Turnover adalah tingkat perputaran piutang yang menunjukkan kemampuan dana yang tertanam dalam piutang dan mengalami perputaran dalam satu periode tertentu. Hasil analisis terhadap Account Receivable Turnover dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 13. Analisis Account Receivable Turnover PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007

Tahun Net Credit Sales (Rp)

Average Receivable

(Rp) ART

2005 1.656.000.000 5.000.000.000 33,12%

2006 2.256.406.000 7.585.277.778 29,75%

2007 3.237.627.000 9.976.741.667 32,45%

(42)

Hasil analisis di atas menunjukkan pada tahun 2005 tingkat perputaran piutang sebesar 33,12%. Kemudian pada tahun berikutnya menurun menjadi 29,75%, namun pada tahun 2007 meningkat lagi menjadi 32,45%. Memperhatikan perputaran tersebut, selama tahun 2005-2007 perputaran piutang cenderung menurun. Berdasarkan analisis tersebut, maka diperlukan kajian pada bagian kredit.

c. Average Collection Period

Average Collection Period menunjukkan rata – rata waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan piutang dalam satu periode. Hasil analisis berdasarkan laporan keuangan dapat dilihat di bawah ini:

Tabel 14. Analisis Average Collection Period PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007

Tahun Average Receivable (Rp)

Net Credit Sales

(Rp) ACP

2005 5.000.000.000 1.656.000.000 3,019

2006 7.585.277.778 2.256.406.000 3,362

2007 9.976.741.667 3.237.627.000 3,081

Sumber : Data sekuder yang diolah

Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa Average Collection Period tahun 2005 sebesar 3,019, kemudian meningkat pada tahun 2006. Namun pada tahun 2007 menurun menjadi 3,081. Berdasarkan pergerakan selama tiga tahun tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan tingkat Average Collection Period pada tahun 2006. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2006 terdapat resiko yang semakin besar atas tidak tertagihnya utang. Namun resiko tersebut menurun pada tahun 2007.

2. Hasil Analisis Profitabilitas

a. Gross Profit Margin

(43)
(44)

Tabel 15. Analisis Gross Profit Margin PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007

Tahun Sales

(Rp)

Cost of Goods Sold

(Rp) GPM

2005 1.800.000.000 144.000.000 92,00%

2006 2.730.700.000 474.294.000 82,63%

2007 3.591.627.000 354.000.000 90,14%

Sumber : Data sekuder yang diolah

Berdasarkan analisis tersebut dapat dilihat bahwa Gross Profit Margin tahun 2005 sebesar 92%. Pada tahun 2006 menurun dan meningkat lagi pada tahun 2007, tetapi tidak sebesar tahun 2005. Berdasarkan analisis tersebut maka Gross Profit Margin cenderung menurun.

b. Net Profit Margin

Net Profit Margin dimaksudkan untuk mengetahui tingkat laba bersih sesudah pajak dibandingkan dengan volume penjualan. Hasil analisis tentang Net Profit Margin dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 16. Analisis Net Profit Margin PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007

Tahun Net Profit After Tax (Rp)

Net Sales

(Rp) NPM

2005 252.871.000 1.656.000.000 15,27%

2006 526.480.000 2.256.406.000 23,33%

2007 582.101.000 3.237.627.000 17,98%

Sumber : Data sekuder yang diolah

Berdasarkan analisis seperti terlihat pada tabel di atas menunjukkan bahwa Net Profit Margin selama tahun 2005-2007 terjadi kenaikan dan penurunan. Hal ini berarti tingkat

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran.
Gambar 3 : Gambar Prosedur Penelitian
Tabel 2.  Deskripsi Data Penjualan PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007
Tabel 3.  Deskripsi Data Penjualan Bersih Kredit PT Obor Sewu Mandiri tahun 2005-2007
+7

Referensi

Dokumen terkait

Embrio somatik sagu yang dikulturkan pada medium padat terdiri atas berbagai ukuran, warna dan fase perkembangan selama satu periode kultur. Ukuran rata-rata embrio

Prosedur analisis dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan data kalimat luas yang mengandung klausa relatif adalah prosedur yang diungkapkan Paton dan Bogdan

Seperti yang kita ketahui, proses penyusunan laporan keuangan merupakan proses terpenting dari suatu organisasi untuk mengetahui bagaimana kinerja atau eksistensi suatu

(4) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai terobosan dalam budidaya nilam pada tanah Ultisols yang cukup luas di daerah Lampung, dengan penggunaan zeolit, limbah

Sharp Electronics Indonesia Medan dengan judul penelitian ” Penentuan Rute Distribusi Yang Optimal Dengan Batasan Waktu Pengiriman Menggunakan Algoritma Heuristik Pada PT..

Dalam menanamkan pembiasaan yang baik, Islam mempunyai berbagai cara dan langkah, yaitu: Islam menggunakan gerak hati yang hidup dan intuitif, yang secara

Berdasarkan Peraturan Bupati Tegal Nomor 71 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas – Daerah dan Satuan Polisi Pamong

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui Efek Eksrak Air Buah Stroberi (Fragaria vesca L.) sebagai antioksidan dalam memperbaiki konsistensi feses dan