• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 SISTEM BAGI HASIL PRODUK SIMPANAN WADIAH DAN PEMBAGIAN KEUNTUNGAN SERTA KERUGIAN PADA BANK SYARIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "1 SISTEM BAGI HASIL PRODUK SIMPANAN WADIAH DAN PEMBAGIAN KEUNTUNGAN SERTA KERUGIAN PADA BANK SYARIAH"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

1

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Syarat-syarat Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

AZFAN LUTHFI

NIM E0005112

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

SISTEM BAGI HASIL PRODUK SIMPANAN WADIAH DAN PEMBAGIAN KEUNTUNGAN SERTA KERUGIAN PADA BANK SYARIAH

Oleh AZFAN LUTHFI

NIM. E0005112

Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, Desember 2009 Pembimbing

Mohammad Adnan, S.H., M.Hum. NIP. 195407121984031002

(3)

Penulisan Hukum (Skripsi)

SISTEM BAGI HASIL PRODUK SIMPANAN WADIAH DAN PEMBAGIAN

KEUNTUNGAN SERTA KERUGIAN PADA BANK SYARIAH

Disusun Oleh: AZFAN LUTHFI

NIM E0005112

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Jumat Tanggal : 15 Januari 2010

DEWAN PENGUJI

Agus Rianto, S.H., M.Hum.

(1) :

Ketua

(2) Mohammad Adnan, S.H., M.Hum.

: Anggota

Mengetahui Dekan,

Mohammad Jamin, S.H., M.Hum. NIP. 196109301986011001

(4)

Nama : Azfan Luthfi

NIM : E0005112

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (Skripsi) berjudul : Sistem Bagi Hasil Produk Simpanan Wadiah dan Pembagian Keuntungan Serta

Kerugian Pada Bank Syariah adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan

karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Desember 2009 yang membuat pernyataan

(5)

ABSTRAK

AZFAN LUTHFI, E0005112. 2010. SISTEM BAGI HASIL PRODUK SIMPANAN WADIAH DAN PEMBAGIAN KEUNTUNGAN SERTA KERUGIAN PADA BANK SYARIAH. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sistem bagi hasil produk simpanan wadiah pada bank syariah, mendeskripsikan pembagian keuntungan dan kerugian dalam produk simpanan wadiah pada bank syariah, dan mendeskripsikan implikasi hukum bagi nasabah dan bank atas keuntungan dan kerugian sesudah diinvestasikan dalam sistem bagi hasil beserta cara penyelesaian terhadap sengketa yang mungkin timbul sehubungan dengan keuntungan dan kerugian tersebut.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu melalui studi kepustakaan baik berupa buku-buku, dokumen, dan arsip yang tersedia di lokasi penelitian serta pengumpulan data melalui cyber media. Analisis data dilaksanakan dengan interpretasi terhadap ketentuan perundang-undangan yang terkait.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa sistem bagi hasil produk simpanan wadiah di bank syariah menggunakan akad wadi’ah yad adz-dhamanah di mana pihak penerima titipan boleh memanfaatkan obyek titipan namun pihak yang menitipkan sewaktu-waktu dapat mengambil obyek titipan, penerapan akad wadiah ini sendiri biasanya berbentuk giro walaupun tidak tertutup kemungkinan berbentuk tabungan. Pembagian keuntungan dan kerugian produk simpanan wadiah ialah apabila ada keuntungan bank tidak memiliki kewajiban untuk memberikan sebagian hasil keuntungan tersebut namun apabila bank menghendaki maka bank diperbolehkan untuk memberikan sebagian hasil keuntungan dari pemanfaatan harta simpanan wadiah sebagi bentuk bonus, namun apabila ada kerugian maka nasabah tidak ikut menanggung kerugian tersebut sebagai implikasi dari digunakannya akad wadi’ah yad adz-dhamanah. Implikasi hukum dan penyelesaian sengketa terkait keuntungan maupun kerugian terkait produk simpanan wadiah ialah apabila ada keuntungan maka bank tidak memiliki kewajiban untuk memberikan sebagian hasil keuntungan tersebut namun apabila bank menghendaki maka bank diperbolehkan untuk memberikan sebagian hasil keuntungan dari pemanfaatan harta simpanan wadiah sebagai bentuk bonus, namun apabila dana yang dimanfaatkan tersebut mengalami kerugian maka nasabah juga ikut menanggung kerugian tersebut sebagai konsekuensi diterapkannya sistem bagi hasil. Apabila akibat kerugian tersebut terjadi persengketaan antara nasabah dan bank dan berujung kepada persengketaan maka ada beberapa cara yang digunakan yaitu penyelesaian melalui beracara di Pengadilan Agama (Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah), dengan jalan musyawarah, dengan menggunakan mediasi perbankan yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, melalui jalur Badan Arbitrase Syariah Nasional maupun lembaga arbitrase lain, atau melalui jalan beracara di peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum (Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah).

(6)

ABSTRACT

saving product in shari’a bank, describe the profit and financial loss sharing of wadi’ah saving product in shari’a bank, and describe the law implication to the client and bank to profit and financial loss after investing in profit sharing system and the solution way toward dispute related with those profit and financial loss.

This research is normative law research that is descriptive. The kinds of data are used in this research is secondary data. The source of secondary data used include primer law matter, secondary law matter, and tertiary law matter. The technique of data collection used is literature study neither data form book, document and archives included in research location and the data collection by cyber media. Data analysis is done with the interpretation toward the stipulation of legislation included.

Based on the result of research is acquired the conclusion that profit sharing system of wadiah saving product in shari’a bank uses wadi’ah yad adz-dhamanah agreement where the deposit receiver can use the deposit object but the depositor side can take the deposit object anytime, this application of wadiah agreement usually has the form of clearing although can be savings. The profit and financial loss sharing of wadi’ah saving product is if there are bank profit has not obligation of giving part of those profit outcome but if bank requires, then bank is permitted to give part of those profit from the use of wealth wadi’ah saving as a bonus, but if there are financial loss, then the client does not guarantee that financial loss as the implication of wadi’ah yad adz-dhamanah agreement used. The law implication and dispute solving related with profit and financial lost of wadi’ah saving product is if there is profit, the bank has not obligation to give the part of profit outcome, but if bank requires, then bank is permitted to give part of profit outcome from the use of wealth of wadi’ah savings as bonus, but if there are financial loss, the client is forced to guarantee that financial loss as the implication of profit and loss sharing system. If the financial loss that culminate in conflict, then there are several ways that can be used, namely the settlement of be in litigation in Religion Court (section 55 verse (1) Law Number 21, 2008 about Shari’a Banking), by using deliberation, by using banking mediation is held by Bank of Indonesia, through Badan Arbitrase Syariah Nasional or the other arbitration institution, or through litigation in General Court (Section 55 verse (2) Law Number 21, 2008 about Shari’a Banking).

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum yang berjudul : “SISTEM BAGI HASIL PRODUK SIMPANAN WADIAH DAN PEMBAGIAN KEUNTUNGAN SERTA KERUGIAN PADA BANK SYARIAH” denganbaik dan lancar.

Penulisan hukum ini membahas tentang dasar hukum dalam kegiatan perbankan syariah utamanya terkait dengan produk simpanan wadiah baik pada segi sistem bagi hasil yang diterapkan dan tata cara pembagian keuntungan serta kerugian beserta implikasi hukum beserta cara penyelesaian terhadap sengketa yang mungkin timbul atas keuntungan maupun kerugian yang diperoleh atas simpanan wadiah tersebut.

Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, motivasi, dan bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Mohammad Adnan, S.H., M.Hum. selaku Ketua Bagian Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus selaku Pembimbing Skripsi.

3. Bapak Lego Karjoko, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik yang telah membantu penulis dalam menuntut ilmu dan menyelesaikan kuliah serta selalu memberikan nasehat dan masukan kepada penulis.

(8)

5. Pengelola Penulisan Hukum (PPH) yang telah membantu dalam mengurus prosedur-prosedur skripsi mulai dari pengajuan judul skripsi, pelaksanaan seminar proposal sampai dengan pendaftaran ujian skripsi.

6. Segenap staf Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta atas bantuannya kepada penulis dalam mencari bahan-bahan referensi untuk penulisan hukum ini

7. Kedua orang tua tercinta Papa Erlan Hadi dan Mama Sandra Kesuma Dewi (Almh), yang telah memberikan segalanya dalam kehidupan penulis, tidak ada kata yang dapat mewakili rasa terima kasih Ananda. Semoga Ananda dapat membalas budi jasa kalian dengan memenuhi harapan kalian kepada Ananda. 8. Keluarga penulis tercinta Bang Dian, Kak Lia yang selalu memberikan kasih

sayang, arahan, dukungan baik moriil maupun materiil dan motivasi kepada penulis, semoga Adik bisa membuat kalian bangga.

9. Teman-Teman kampus Aripin dan Ami, Arief Rachma dan Ajeng, Arief Pambudi, Anton, Andhyna, Budhiarto, Andi Hakim dan Aida, Edy, Elisa, Fahmy, Andi Purnomo dan Rury, Kelik, Devis, Rosyid, Aditya W., Aditya B., Yoga, Endrika, Nana, Tri Wahyudi, Febri, Whisnu, Pak Ustadz Heri Widi, Bachtiyar, Bagus, Tejo, Aad, Irawan, Bayu Novyandri, M. Silman Wiradi (Alm), Arif Maulana, Mayang Mayurantika. Teman-teman nonreguler Om Dhimas Wardana, Om Petrus Damianus Didith Febriyanto, Om Reza, Wibi, Gery, Fuad, Edy Maryanto, Mbak Inge dan semuanya yang dengan setia memberi bantuan, semangat, petuah serta dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini, terima kasih untuk semua. Semoga Persahabatan ini tidak lekang oleh waktu dan jarak.

10. Adik-adik tingkat FH UNS Natalia “Lily” Destri Mariani, Caesia Nares Wari, Amel, Rahma Veni, Daniek Okvita, Luris, Andriani Kartika “otik” Hapsari, Pradina Kurnia terima kasih atas dukungan kepada penulis selama ini.

11. Seluruh Guru serta teman-teman SD, SMP, SMA dan bimbingan belajar Primagama Manahan (Bintang Asmanda Putra, Totok, Indri, Isyunan, Pandhu, Pandu, Deni, Ira) yang telah mengantarkan penulis menggapai cita.

(9)

Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang membangundari para pembaca, sehingga dapat memperkaya penulisan hukum ini. Akhir kata penulis mohon maaf atas semua kesalahan dan semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat.

Surakarta, Desember 2009 Penulis

(10)

DAFTAR ISI

A. Latar Belakang Masalah……….…… 1

B. Perumusan Masalah……….…. 10

C. Tujuan Penelitian………... 11

D. Manfaat Penelitian………. 11

E. Metode Penelitian………... 12

F. Sistematika Penulisan Hukum………... 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………. 18

A. Kerangka Teori……….. 18

1. Tinjuan Umum tentang Pengertian dan Fungsi Bank……… 18

a. Pengertian Bank………... 18

b. Fungsi Bank………. 18

2. Tinjauan Umum tentang Bank Syariah……….. 19

a. Pengertian Bank Syariah……….…. 19

b. Fungsi Bank Syariah……… 20

c. Ciri-Ciri Bank Syariah………. 21

d. Jenis Usaha Bank Syariah……… 22

e. Bentuk Simpanan di Bank Syariah……….. 27

(11)

3. Tinjauan Umum tentang Pengelolaan Dana Pada Bank

c. Pengelolaan Dana Nasabah ………...………... 35

d. Kewajiban Mengelola Zakat ……….. 36

e. Struktur Organisasi……….. 37

f. Akad Pembiayaan Bank Syariah……….…. 38

5. Tinjauan Umum tentang Ekonomi Syariah……… 39

a. Pengertian Sistem Ekonomi Syariah ……….…. 39

b. Prinsip-Prinsip Ekonomi Syariah ………..…. 39

B. Kerangka Pemikiran………....42

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………... 44

A. Sistem Bagi Hasil Produk Simpanan Wadiah ……… 44

B. Pembagian Keuntungan dan Kerugian Sesudah Diinvestasikan Dalam Sistem Bagi Hasil…..………..…. 52

C. Implikasi hukum atas keuntungan dan kerugian bagi nasabah dan bank atas keuntungan dan kerugian sesudah diinvestasikan dalam sistem bagi hasil beserta cara penyelesaian terhadap sengketa yang mungkin timbul sehubungan dengan keuntungan dan kerugian tersebut………... 54

BAB IV PENUTUP………... 71

A. Simpulan ………... 71

(12)

DAFTAR PUSTAKA………. 74 LAMPIRAN-LAMPIRAN………. 78

DAFTAR GAMBAR

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 01/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Giro ……….………... 79

Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 02/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Tabungan……….………... 81

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, maka keberadaan bank syariah dalam sistem perbankan di Indonesia sebenarnya telah diakui dan dikenal. Bahkan, dapat dikatakan bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan ini merupakan pintu gerbang dimulainya perbankan syariah di Indonesia. Namun demikian, undang-undang tersebut belum memberikan landasan hukum yang cukup kuat terhadap pengembangan bank syariah karena belum secara tegas mengatur mengenai keberadaan bank berdasarkan prinsip syariah, melainkan bank berdasarkan prinsip bagi hasil.

(14)

syariah karena di dalamnya terdapat ketentuan-ketentuan yang secara tegas mengatur mengenai bank yang bergerak berdasarkan prinsip syariah.

Berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan syariah menjadi dasar hukum yang cukup kuat bagi eksistensi bank syariah di Indonesia. Hal ini disebabkan karena sebelum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan belum secara jelas mengatur ketentuan mengenai kegiatan perbankan syariah di Indonesia.

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia merupakan suatu perwujudan dari permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang selain menyediakan jasa perbankan/keuangan yang sehat, juga memenuhi prinsip-prinsip syariah. Perkembangan sistem keuangan syariah sebenarnya telah dimulai sebelum pemerintah secara formal meletakkan dasar-dasar hukum operasionalnya. Dengan demikian, legalisasi kegiatan perbankan syariah melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dalam Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan serta Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan secara khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah merupakan jawaban atas permintaan yang nyata dari masyarakat.

Sistem ekonomi tidak dapat dipisahkan dari lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary institution) yang memang sangat dibutuhkan masyarakat. Namun, selama sekian ratus tahun umat Islam terbiasa dengan pelayanan bank konvensional yang berbasis bunga, sehingga memerlukan kerja keras untuk mewujudkan alternatifnya yang bebas bunga yaitu dengan mengembangkan perbankan syariah.

(15)

umat Islam untuk memanfaatkan jasa bank secara optimal. Merupakan peluang, karena umat Islam akan berhubungan dengan perbankan dengan tenang, tanpa keraguan dan didasari oleh motivasi keagamaan yang kuat di dalam memobilisasi dana masyarakat untuk pembiayaan pembangunan ekonomi umat.

Peluang tersebut tidak hanya dirasakan oleh umat Islam saja, tetapi oleh umat nonmuslim, karena bank syariah dinilai terbukti mampu menjadi sarana penunjang yang handal dan dapat beroperasional secara sehat, karena di dalam operasionalnya terkandung misi kebersamaan antara nasabah dengan bank. Selain itu bank syariah dinilai mampu hidup berdampingan secara serasi dan berkompetisi secara sehat dan wajar dengan bank-bank konvesional yang telah ada, karena bank syariah tidak bersifat eksklusif untuk umat Islam saja, tetapi tidak ada larangan bagi umat nonmuslim untuk melakukan hubungan dengan bank syariah. Bahkan pengelolaannya pun bisa dilakukan oleh orang-orang nonmuslim, seperti yang terjadi pada bank syariah di London, Luxemburg, Swiss dan bank-bank asing di Pakistan.

Bank syariah sebagai alternatif dari bank-bank konvensional yang dianggap kurang berhasil dalam mengemban tugas utamanya, memiliki keistimewaan-keistimewaan yang juga merupakan perbedaan jika dibandingkan dengan bank konvensional. Keistimewaan-keistimewaan bank syariah tersebut adalah (Karnaen Perwaatmadja, 1997: 283):

1. Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat antara pemegang saham, pengelola bank dan nasabahnya;

2. Diterapkannya sistem bagi hasil sebagai pengganti bunga akan menimbulkan akibat-akibat yang positif. Akibat-akibat itu adalah:

a. Cost push inflation, yaitu akibat penerapan sistem bunga pada bank konvensional dapat dihilangkan, sehingga bank syariah diharapkan mampu menjadi pendukung kebijaksanaan moneter yang handal;

(16)

bank syariah akan lebih kokoh dari pengaruh gejolak moneter baik dalam maupun luar negeri.

3. Di dalam bank syariah, tersedia fasilitas kredit kebaikan (al-Qardhul Hasan) yang diberikan secara cuma-cuma. Nasabah hanya berkewajiban menanggung biaya materai, biaya notaris dan biaya studi kelayakan;

4. Keistimewaan yang paling menonjol dari bank syariah adalah yang melekat pada konsep (build in concept) dengan berorientasi pada kebersamaan dalam hal: a. Mendorong kegiatan investasi dan menghambat simpanan yang tidak

produktif melalui sistem profit and loss sharing sebagai pengganti bunga baik yang diterapkan kepada nasabah mudharabah dan musyarakah maupun yang diterapkan pada banknya sendiri;

b. Memerangi kemiskinan dengan membina golongan ekonomi lemah dan tertindas (dhuafa) melalui bantuan hibah yang diarahkan oleh bank secara produktif;

c. Mengembangkan produksi, menggalakkan perdagangan dan memperluas kesempatan kerja melalui kredit kepemilikan barang/peralatan modal dengan pembayaran tangguh (al-murabahah) dan pembayaran cicilan (al-ba’i bithaman ajil) yang disalurkan kepada pengusaha produsen, pengusaha pedagang perantara dan konsumen dari barang yang dihasilkan pengusaha produsen;

d. Meratakan pendapatan melalui sistem bagi hasil keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing) baik yang diberlakukan kepada banknya sendiri selaku mudharib atau pemegang amanah maupun kepada peminjam dalam operasi mudharabah dan musyarakah;

e. Keistimewaan lain bank syariah adalah dengan penerapan sistem bagi hasil berarti bank tidak membebani biaya di luar kemampuan nasabah dan akan terjamin adanya keterbukaan;

(17)

Bank berpendapat bahwa riba terjadi hanya dalam kaitannya dengan bunga bank atau interest, namun pemahaman yang sempit ini tentulah menyesatkan. Riba pada prinsipnya berarti suatu penambahan pokok dengan beban pada kekayaan pihak lain, dengan cara-cara yang batil dan dusta. Secara lebih sederhana riba adalah upaya mendapatkan sesuatu dari ketiadaan.

Hadirnya perbankan syariah menjadi jawaban atas dilema dan polemik berkepanjangan tentang bunga bank yang dianggap riba dan deraan krisis ekonomi. Dengan keberadaan perbankan syariah yang dikelola dengan profesional, kini masyarakat, khususnya kaum muslim telah mendapati pilihan nyata untuk mengamankan keuangannya maupun investasinya dari momok bunga bank yang menghantui kegiatan ekonomi mereka.

Kendati respon masyarakat belum sesuai harapan terhadap perbankan syariah, namun kesadaran masyarakat untuk menyapa dan mendayagunakan perbankan syariah menunjukkan peningkatan yang berarti dan menggembirakan. Perkembangan perbankan syariah di tanah air disemangati dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan serta yang terakhir Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang mengatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan perbankan syariah.

Pada saat ini, larangan-larangan terhadap bunga dari kalangan agama sering kali dilihat tidak lebih dari sekedar embel-embel yang mengganggu dan bersumber dari keterbelakangan pemahaman yang mungkin dimotivasi oleh ketidaksukaan orang yang berpikiran sederhana terhadap cara memberi pinjaman uang dizaman dulu. Seringkali argumen agama tampaknya tidak ilmiah dan lemah ketika berhadapan dengan ahli ekonomi yang memiliki kemampuan yang baik dalam hal teori keuangan.

(18)

pembenaran di dalam praktiknya. Beberapa konsep utama yang dipakai untuk mendukung konsep bunga adalah konsep berpikiran inflasi, dan konsep antisipasi terhadap risiko. Konsep-konsep tersebut pada intinya menggambarkan manfaat yang dapat diperoleh pada saat ini dibandingkan nanti, dan keberadaan bunga adalah bertujuan untuk memberi kompensasi mereka yang melepaskan uang sekarang untuk mendapatkan imbalan atas uang yang dikeluarkannya kemudian hari.

Sistem perbankan yang menerapkan bunga sekarang dirasakan kurang berhasil dalam membantu mengurangi kemiskinan dan meratakan pendapatan baik di tingkat internasional maupun di tingkat nasional. Dikatakan kurang berhasil dalam mengentaskan kemiskinan, karena bank dengan perangkat bunganya akan memberi peluang kepada kelompok masyarakat miskin untuk mengembangkan usahanya lebih baik di bidang ekonomi. Tetapi sebaliknya orang-orang miskin sebagai nasabah semakin berjiwa konsumtif dan ketergantungannya semakin tinggi kepada bank. Jika kreditnya habis untuk kepentingan-kepentingan konsumtif, langsung mengambil kredit lagi secara terus menerus. Bahkan pengambilan kredit dilakukan di berbagai bank sehingga pada akhirnya mereka akan terlilit utang bunga yang semakin besar.

Akhirnya, secara realistis, gagasan berdirinya bank Islam tanpa bunga adalah didasarkan pada konsep hukum syirkah dan mudharabah yang secara bertahap telah berevolusi selama tiga puluh tahun atau sebelumnya yang menimbulkan modal perbankan yang cukup lengkap diawali dekade tujuh puluhan (Muhammad Najatullah Siddiqi, 1983: 28-37).

(19)

ekonomi yang menjadi pedoman, kerjanya dipengaruhi atau dibatasi oleh ajaran-ajaran Islam (Syafruddin Prawiranegara, 1988: 80).

Bank syariah selain menjembatani antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana, juga secara khusus mempunyai fungsi amanah. Untuk menjaga fungsi amanah tersebut, perlu adanya pengawasan yang melekat pada setiap orang yang terlibat di dalam aktivitas perbankan berupa motivasi keagamaan maupun pengawasan melalui kelembagaan.

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang menetapkan sistem perbankan di Indonesia sebagai “dual banking system” atau sistem perbankan ganda yaitu konvensional dan syariah di mana bank-bank konvensional beroperasi berdampingan dengan bank-bank syariah, maka landasan hukum syariah telah cukup jelas dan kuat baik dari segi kelembagaannya maupun landasan operasionalnya. Selanjutnya dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia dapat melaksanakan kebijakan moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah, sehingga Bank Indonesia dapat pula mempengaruhi likuiditas perekonomian melalui bank-bank syariah seperti menggunakan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) untuk menampung kelebihan likuiditas bank syariah tanpa bunga.

Sertifikat Wadiah Bank Indonesia merupakan instrumen kebijakan moneter yang bertujuan untuk mengatasi kesulitan kelebihan likuiditas pada bank yang beroperasi dengan prinsip syariah. Sertifikat wadiah memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut (Wirdyaningsih dkk, 2005: 185):

1. Merupakan tanda bukti penitipan dan berjangka pendek; 2. diterbitkan oleh Bank Indonesia;

(20)

Sistem perbankan syariah yang menerapkan pola pembiayaan usaha dengan prinsip bagi hasil sebagai salah satu prinsip pokok dalam kegiatan perbankan syariah, akan menumbuhkan rasa tanggung jawab pada masing-masing pihak, baik bank syariah maupun nasabah. Dengan demikian, dalam menjalankan kegiatannya semua pihak pada hakekatnya akan memperhatikan prinsip kehati-hatian (prudential principle), dan akan memperkecil kemungkinan resiko terjadinya kegagalan usaha.

Adapun prinsip-prinsip dasar dalam sistem perbankan syariah ini antara lain: 1. Prinsip titipan atau simpanan wadiah

Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya. Aplikasinya dalam produk perbankan, di mana bank syariah sebagai penerima simpanan dapat memanfaatkan prinsip ini yang dalam bank konvensional dikenal dengan produk giro. Sebagai konsekuensi, semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan tersebut menjadi milik bank syariah (demikian pula sebaliknya). Sebagai imbalan, si penyimpan mendapat jaminan keamanan terhadap hartanya, dan juga fasilitas-fasilitas giro lain.

Dalam dunia perbankan yang semakin kompetitif, insentif atau bonus dapat diberikan dan hal ini menjadi kebijakan dari bank bersangkutan. Hal ini dilakukan dalam upaya menimbulkan semangat masyarakat dalam menabung dan sekaligus sebagai indikator kesehatan bank. Pemberian bonus tidak dilarang dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya dan jumlahnya tidak ditetapkan dalam nominal atau persentase secara detail, tetapi betul-betul merupakan kebijakan bank.

2. Prinsip bagi hasil (profit-sharing) mudharabah

(21)

pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Pola transaksi mudharabah, biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, mudharabah diterapkan pada produk tabungan dan deposito. Sedangkan pada sisi pembiayaan, mudharabah, diterapkan untuk produk pembiayaan modal kerja.

Dengan menempatkan dana dalam prinsip mudharabah, pemilik dana tidak mendapatkan bunga seperti halnya di bank konvensional, melainkan nisbah bagian keuntungan. Dalam praktiknya, nisbah untuk tabungan berkisar 55 –56 persen dari hasil investasi yang dilakukan oleh bank.

Sedangkan dalam sisi pembiayaan, bila seorang pedagang membutuhkan modal untuk berdagang maka dapat mengajukan permohonan untuk pembiayaan bagi hasil seperti mudharabah. Caranya dengan menghitung terlebih dahulu perkiraan pendapatan yang akan diperoleh oleh nasabah dari proyek tersebut. Misalkan, dari modal Rp 30 juta diperoleh pendapatan Rp 5 juta/bulan. Dari pendapatan tersebut harus disisihkan terlebih dahulu untuk tabungan pengembalian modal, sebut saja Rp 2 juta. selebihnya dibagi antara bank dengan nasabah dengan kesepakatan di muka, misalnya 60 persen untuk nasabah dan 40 persen untuk bank.

3. Prinsip musyarakah

(22)

secara bersama-sama memberikan kontribusi modal yang kemudian digunakan untuk menjalankan usaha. Porsi bank syariah akan diberlakukan sebagai penyertaan dengan pembagian keuntungan yang disepakati bersama. Dalam bank konvensional, pembiayaan seperti ini mirip dengan kredit modal kerja.

4. Prinsip murabahah

Dalam hal ini, terjadi jual beli suatu barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang nilainya disepakati kedua belah pihak. Penjual dalam hal ini harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahan. Misal seseorang membutuhkan kredit untuk pembelian mobil. Pada bank konvensional orang tersebut akan dikenakan bunga dan diharuskan membayar cicilan bulanan selama waktu tertentu. Di sektor perbankan konvensional, suku bunga yang berlaku mungkin saja berubah.

Dalam sistem bank syariah, tentu saja produk seperti ini juga tersedia. Namun bentuknya bukan kredit, melainkan menggunakan prinsip jual-beli, yang diistilahkan dengan murabahah. Dalam hal ini misalnya, bank syariah akan membeli mobil yang diinginkan terlebih dahulu, kemudian menjualnya lagi. Tapi, karena bank syariah membayarnya terlebih dahulu, maka pada saat menjual, harganya sedikit lebih mahal, sebagai bentuk keuntungan bagi bank syariah. Karena bentuk keuntungan bank syariah sudah disepakati di depan, maka nilai cicilan yang harus dibayarkan relatif lebih tetap.

Dari uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis berusaha untuk menyusun penelitian hukum dengan judul “SISTEM BAGI HASIL PRODUK

SIMPANAN WADIAH DAN PEMBAGIAN KEUNTUNGAN SERTA

KERUGIAN PADA BANK SYARIAH”.

(23)

Perumusan masalah perlu diadakan sebelum melangkah ke penelitian lebih lanjut, sehingga tidak akan menimbulkan penafsiran yang bermacam-macam serta bertujuan agar tulisan dan ruang lingkup penelitian uraiannya terbatas pada hal atau masalah yang akan diteliti.

Berdasarkan uraian tentang latar belakang masalah yang telah dikenakan diatas sekiranya, maka perlu dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas. Adapun perumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah sistem bagi hasil produk simpanan wadiah pada bank syariah? 2. Bagaimanakah pembagian keuntungan dan kerugian sesudah diinvestasikan dalam

sistem bagi hasil?

3. Bagaimanakah implikasi hukum atas keuntungan dan kerugian bagi nasabah dan bank sesudah diinvestasikan dalam sistem bagi hasil beserta cara penyelesaian terhadap sengketa yang mungkin timbul sehubungan dengan keuntungan dan kerugian tersebut?

C. Tujuan Penelitian

(24)

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mendeskripsikan dan mengetahui sistem bagi hasil produk simpanan wadiah pada bank syariah;

b. Untuk mendeskripsikan dan mengetahui pembagian keuntungan dan kerugian dalam produk simpanan wadiah pada bank syariah;

c. Untuk mendeskripsikan dan mengetahui implikasi hukum bagi nasabah dan bank atas keuntungan dan kerugian sesudah diinvestasikan dalam sistem bagi hasil beserta cara penyelesaian terhadap sengketa yang mungkin timbul sehubungan dengan keuntungan dan kerugian tersebut.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk memperoleh data-data sebagai bahan penulisan hukum guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta;

b. Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman penulis dalam bidang Hukum dan Masyarakat khususnya Hukum Perbankan Islam;

c. Untuk meningkatkan pemahaman tentang berbagai teori yang diperoleh penulis selama kuliah.

D. Manfaat Penelitian

Selain memiliki tujuan yang jelas, setiap penelitian juga tidak terlepas dari manfaat apa yang akan diperoleh dari penelitian kali ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis

a. Untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan Ilmu Hukum pada umumnya, dan Hukum Perbankan Islam pada khususnya;

b. Hasil penelitian ini dapat menambah kelengkapan koleksi pustaka dan menjadi dasar pertimbangan untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang sejenis.

(25)

a. Penulis berharap bahwa dari penelitian yang dilakukan akan dapat dimanfaatkan sebagai bahan panduan untuk memecahkan masalah yang terkait dengan perbankan syariah umumnya dan produk simpanan wadiah pada khususnya;

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dapat menambah dan meningkatkan wawasan serta pengetahuan di bidang produk simpanan wadiah.

E. Metode Penelitian

Mengingat pentingnya metode penelitian dalam menemukan, menentukan dan menganalisis suatu masalah, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian normatif atau studi kepustakaan yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti data sekunder atau bahan-bahan pustaka yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Dalam penelitian ini penulis mencoba untuk mendiskripsikan sistem bagi hasil produk simpanan wadiah, pembagian keuntungan dan kerugian produk simpanan wadiah serta implikasi hukum dan cara penyelesaian sengketa yang mungkin timbul akibat keuntungan maupun kerugian tersebut.

2. Sifat Penelitian

(26)

Dalam metode ini penulis berusaha untuk menggambarkan suatu keadaan, oleh karenanya penulis menggunakan metode ini agar dapat mendiskripsikan sistem bagi hasil produk simpanan wadiah, pembagian keuntungan dan kerugian produk simpanan wadiah serta implikasi hukum dan cara penyelesaian sengketa yang mungkin timbul akibat keuntungan maupun kerugian tersebut.

3. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian pada umumnya dibedakan antara data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari masyarakat dan dari studi kepustakaan, sedangkan data yang diperoleh dari bahan pustaka lainnya disebut dengan data sekunder (Soerjono Soekanto & Sri Mamuji, 2007: 12). Jenis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah data sekunder yaitu data-data pustaka yang mencakup dokumen-dokumen resmi. Buku-buku hasil penelitian yang berwujud laporan, dan sebagainya yang berkaitan dengan pokok bahasan yang dikaji penulis yakni sistem bagi hasil produk simpanan wadiah, pembagian keuntungan dan kerugian, dan implikasi hukum beserta cara penyelesaian sengketa yang mungkin timbul terkait dengan pembagian keuntungan maupun kerugian tersebut.

4. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder. Sumber data sekunder bersumber dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang isinya mempunyai kekuatan hukum mengikat, dalam hal ini adalah norma atau kaidah dasar peraturan perundang-undangan. Antara lain:

1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;

2) Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;

(27)

4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase;

5) Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;

6) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; 7) Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2005 tentang Mediasi

Perbankan;

8) Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah;

9) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/14/DPNP tentang Mediasi Perbankan.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder, yaitu buku-buku yang terkait dengan permasalahan yang penulis angkat yaitu mengenai sistem bagi hasil produk simpanan wadiah, pembagian keuntungan dan kerugian, dan implikasi hukum beserta cara penyelesaian sengketa yang mungkin timbul terkait dengan pembagian keuntungan maupun kerugian tersebut.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yakni bahan–bahan dari internet yang berkaitan dengan masalah yang diteliti yaitu mengenai sistem bagi hasil produk simpanan wadiah, pembagian keuntungan dan kerugian, dan implikasi hukum beserta cara penyelesaian sengketa yang mungkin timbul terkait dengan pembagian keuntungan maupun kerugian tersebut.

5. Tehnik Pengumpulan Data

(28)

analisa yang sebaik-baiknya. Baik bahan hukum primer maupun sekunder dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan yang telah dirumuskan berdasarkan sistem bola salju dan diklasifikasikan menurut sumber dan hierarkinya untuk kemudian dikaji secara komperehensif (Johnny Ibrahim, 2006: 392).

Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dengan cara membaca, mengkaji dan mempelajari isi dan mencatat data yang sesuai dari bahan pustaka baik berupa peraturan perundang-undangan, penetapan Pengadilan Agama, buku-buku maupun dari internet yang mempunyai kaitan dengan sistem bagi hasil produk simpanan wadiah, pembagian keuntungan dan kerugian, dan implikasi hukum beserta cara penyelesaian sengketa yang mungkin timbul terkait dengan pembagian keuntungan maupun kerugian tersebut.

6. Tehnik Analisis Data

Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi (Soerjono Soekanto, 1986: 251).

Penganalisisan data merupakan suatu tahap di dalam penelitian yang berupa pengolahan data yang telah diperoleh menjadi hasil penelitian yang berupa pengolahan data yang telah diperoleh menjadi hasil penelitian yang akan dilaporkan. Analisis data pada penelitian hukum normatif ini dilakukan dengan menggunakan metode penafsiran atau interpretasi yaitu salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang gamblang mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu (Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, 1993:13). Dalam penelitian hukum ini peneliti menggunakan metode penafsiran:

(29)

b. Penafsiran gramatikal yaitu penafsiran yang dilakukan untuk mengetahui makna ketentuan undang-undang dengan menguraikannya menurut bahasa, susun kata atau bunyinya;

c. Penafsiran sistematis yaitu penafsiran yang dilakukan dengan cara menafsirkan undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem perundangan dengan jalan menghubungkannya dengan undang-undang lain;

d. Penafsiran teologis atau sosiologis yaitu penafsiran yang dilakukan apabila makna undang-undang ditetapkan berdasarkan tujuan kemasyarakatan.

Analisis data dengan menggunakan metode penafsiran bertujuan untuk memudahkan menganalisis data-data yang relevan dengan penelitian. Upaya untuk menganalisis data dilakukan melalui proses-proses yang tunduk pada aturan logika formal yang disebut sebagai silogisme deduksi. Silogisme deduksi maksudnya mendapatkan kesimpulan dari sesuatu yang bersifat umum dihubungkan dengan suatu hal yang bersifat khusus (Burhan Ashshofa,1996: 37).

F. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika penulisan hukum yang penulis gunakan dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis mengemukakan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

(30)

syariah, perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah, ekonomi syariah.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan diuraikan tentang permasalahan pokok yang dibahas penulis yakni:

1. Sistem bagi hasil produk simpanan wadiah pada bank syariah. 2. Pembagian keuntungan dan kerugian sesudah diinvestasikan dalam

sistem bagi hasil.

3. Implikasi hukum atas keuntungan dan kerugian bagi nasabah dan bank sesudah diinvestasikan dalam sistem bagi hasil beserta cara penyelesaian terhadap sengketa yang mungkin timbul sehubungan dengan keuntungan dan kerugian tersebut.

BAB IV : PENUTUP

Simpulan dari hasil analisis serta memberikan saran sebagai sumbangan pemikiran penulis dalam memecahkan persoalan mengenai bentuk penerapan sistem bagi hasil produk simpanan wadiah pada bank syariah dan pembagian keuntungan maupun kerugian beserta implikasi hukum yang timbul atas keuntungan maupun kerugian tersebut beserta cara penyelesaian terhadap sengketa yang mungkin timbul sehubungan dengan keuntungan dan kerugian tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

(31)

31

A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pengertian dan Fungsi Bank

a. Pengertian Bank

Dalam Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.

Pengertian Adapun pengertian bank menurut Dahlan Siamatyaitu: “Badan usaha yang transaksinya berkaitan dengan uang, menerima simpanan deposito dari nasabah, menyediakan dana atas setiap penarikan, melakukan penagihan cek-cek atas perintah nasabah, memberikan kredit dan atau

menanamkan kelebihan tersebut untuk pembayaran kembali” (Dahlan Siamat, 1992: 12).

(32)

b. Fungsi Bank

Fungsi bank adalah (Kasmir, 2000: 11): 1) Bank sebagai penghimpun dana

Peran bank dalam pengertian ini adalah sebagai lembaga kepercayaan khususnya bagi masyarakat yang menyimpan dananya di bank dalam bentuk simpanan. Sedangkan pengertian simpanan adalah dana yang dipercayakan masyarakat kepada bank dalam bentuk giro, tabungan, deposito, atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan.

2) Bank sebagai pemberi kredit

Peran bank dalam pengertian ini adalah menyalurkan dana. Baik yang dihimpun dari masyarakat (simpanan) maupun bukan (modal sendiri atau antar bank) untuk kebutuhan masyarakat yang sebagian besar disalurkan dalam bentuk kredit.

3) Bank sebagai lembaga perantara atau kepercayaan

Peran bank sebagai lembaga perantara adalah dalam hal mempertemukan pihak yang mempunyai dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Transaksi pertukaran ini mungkin tidak terjadi dengan lancar apabila tidak melalui perantara bank. Hal ini karena pihak pemilik dana belum tentu mengetahui karakter dan mempercayai pihak yang membutuhkan dana. Dalam hal itu bank lebih percaya untuk menerima dana oleh pihak pemilik dana dibandingkan dengan pihak yang membutuhkan dana.

(33)

Dalam Pasal 1 Angka 7 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang dimaksud dengan bank syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

Menurut Warkum Sumitro, pengertian bank syariah yaitu:“Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang mengoperasinya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariat Islam” (Warkum Sumitro, 2004: 5).

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia pengertian bank syariah yaitu: “Bank syariah adalah bank yang berasaskan, antara lain pada asas kemitraan, keadilan, transparansi dan universal serta melakukan kegiatan usaha

perbankan berdasarkan prinsip syariah” (Ikatan Akuntan Indonesia, 2001: 1).

(34)

b. Fungsi Bank Syariah

Fungsi bank syariah adalah (Warkum Sumitro, 1997: 65):

1) Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi, perdagangan dan jasa (mudharib);

2) Sebagai pengelola investasi yang dikehendaki oleh shohibul maal;

3) Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran sebagaimana pada umumnya dijalankan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 4) Sebagai pelaksana kegiatan sosial (zakat, infak dan sedekah/ZIS).

Sedangkan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menyebutkan bahwa fungsi bank syariah adalah:

1) Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat;

2) Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat;

3) Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif); 4) Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan

ayat (3) sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

c. Ciri-ciri Bank Syariah

Bank syariah mempunyai ciri-ciri berbeda dengan konvensional, adapun ciri-ciri bank syariah adalah (Warkum Sumitro, 1997: 68): 1) Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian

(35)

wajar. Beban biaya tersebut hanya dikenakan sampai batas waktu sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak;

2) Penggunaan persentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindari, karena persentase bersifat melekat pada sisa utang meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir;

3) Di dalam kontrak-kontrak pembiayaan proyek, bank syariah tidak menerapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti yang ditetapkan di muka, karena pada hakikatnya yang mengetahui tentang ruginya suatu proyek yang dibiayai bank hanyalah Allah semata;

4) Penyerahan dana masyarakat dalam bentuk deposito, tabungan oleh penyimpan dianggap sebagai titipan (wadiah) sedangkan bagi bank dianggap titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan dana pada proyek-proyek yang dibiayai bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah sehingga pada penyimpan tidak dijanjikan imbalan yang pasti;

5) Dewan Pengawas Syariah (DPS) bertugas untuk mengawasi operasionalisasi bank dari sudut syariahnya. Selain itu manajer dan pimpinan bank Islam harus menguasai dasar-dasar muamalah Islam; 6) Fungsi kelembagaan bank syariah selain menjembatani antara pihak

pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana, juga mempunyai fungsi khusus yaitu fungsi amanah, artinya kewajiban menjaga dan bertanggung jawab atas keamanan dana yang disimpan dan siap sewaktu-waktu apabila dana diambil pemiliknya.

d. Jenis Usaha Bank Syariah

Secara detail, prinsip operasional bank syariah dalam menjalankan usahanya mencakup lima aspek, yaitu (Achmad Baraba, 2001: 12):

(36)

Prinsip ini merupakan fasilitas yang diberikan bank Islam untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang mempunyai dana lebih untuk menyimpan dananya dalam bentuk wadiah. Fasilitas ini diberikan dengan tujuan untuk keamanan dan kepentingan pemindahbukuan, bukan untuk tujuan investasi guna memperoleh keuntungan seperti halnya pada tabungan dan deposito. Dalam perbankan konvensional fasilitas wadiah ini hampir sama dengan giro.

2) Bagi Hasil

Sebagai pengganti dari mekanisme bunga, sebagian ulama meyakini bahwa dalam pembiayaan proyek-proyek individual, instrumen yang paling baik adalah bagi hasil. Sistem ini meliputi tata cara/mekanisme pembagian hasil usaha antara penyedia dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib). Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh, prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar untuk produksi pendanaan yaitu tabungan dan deposito maupun pembiayaan.

Dalam ekonomi Islami, pembagian hasil usaha harus ditentukan pada awal terjadinya kontrak kerjasama (akad). Mekanisme perhitungan bagi hasil ini terdiri dari dua sistem:

a) Profit sharing, adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut;

b) Revenue sharing, adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.

(37)

kepada kebijakan masing-masing bank untuk memilih salah satunya. Bank-bank syariah yang ada di Indonesia saat ini, semua menggunakan perhitungan bagi hasil atas dasar revenue sharing untuk mendistribusikan bagi hasil kepada para pemilik dana (deposan).

Apabila suatu bank menggunakan sistem profit sharing, maka kemungkinan yang akan terjadi adalah bagi hasil yang akan diterima oleh para pemilik dana akan semakin kecil. Hal ini tentunya akan berdampak pada menurunnya keinginan masyarakat untuk menginvestasikan dananya pada bank syariah yang berdampak pula pada menurunnya jumlah dana pihak ketiga secara keseluruhan.

Akan tetapi bila bank tetap ingin mempertahankan sistem profit sharing tersebut dalam perhitungan bagi hasil, maka jalan satu-satunya untuk menghindari risiko-risiko tersebut di atas adalah dengan cara bank harus mengalokasikan sebagian dana dari porsi bagi hasil yang mereka terima untuk subsidi terhadap bagi hasil yang akan dibagikan kepada nasabah pemilik dana. Dengan kata lain, bank akan mengurangi porsi bagi hasil yang mereka peroleh untuk menutupi kekurangan bagi hasil yang akan diterima oleh deposan.

(38)

menarik, layak dan mampu memberikan tingkat keuntungan yang maksimal bagi pemilik dana.

3) Jual Beli dan Margin Keuntungan

Prinsip ini merupakan penerapan tata cara jual beli. Dalam hal ini, bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank, sebagai kuasa bank untuk membeli barang tersebut. Dan nasabah dalam kapasitasnya sebagai agen atau kuasa melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian menjual barang tersebut kepadanya dengan sejumlah harga beli ditambah dengan keuntungan.

Dalam operasional jual beli ini ada beberapa tipe kontrak jual beli tangguh (deffered contract of exchange) yang meliputi transaksi-transaksi: a) Murabahah, kontrak jual beli dimana barang yang diperjualbelikan

tersebut diserahkan segera, sedang harga (pokok dan selisih keuntungan yang disepakati bersama) atas barang tersebut dibayar di kemudian hari secara sekaligus (lump sum deffered payment);

b) Ba’i bi Tsaman Ajil, kontrak murabahah dimana barang yang diperjualbelikan tersebut diserahkan dengan segera, sedangkan harga atas barang yang dibayar di kemudian hari dengan cara angsuran (installment deffered payment);

c) Ba’i Salam, kontrak jual beli dimana harga atas barang dibayar dikemudian hari dengan segera (secara sekaligus), sedangkan penyerahan atas barang di kemudian hari;

(39)

4) Prinsip Sewa

Prinsip ini secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu ijarah (sewa murni), seperti penyewaan alat-alat produksi, yang sering disebut operating lease. Kedua Ba’i at Takjiri (sewa beli), dalam hal ini penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada masa akhir sewa atau sering disebut dengan financial lease.

5) Fee

Prinsip ini meliputi seluruh layanan nonpembiayaan yang diberikan bank. Bentuknya antara lain bank garansi, kliring, inkaso, jasa transfer dan sebagainya.

Adapun prinsip operasional bank syariah pada sisi penyaluran dana kepada masyarakat, prinsip dagang yang berlaku pada pembiayaan perdagangan, yaitu:

a) harus ada barang yang ditransaksikan; dan

b) menetapkan harga jual secara bersaing agar lebih banyak orang yang membeli.

(40)

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”.

Pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah (pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan) adalah “Penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”.

Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu (Muhammad Syafei Antonio, 2000: 160-168):

1) Pembiayaan Produktif

Pembiayaan produktif yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi.

Pembiayaan produktif ini menurut keperluannya dibagi menjadi dua:

a) Pembiayaan modal kerja yaitu pembiayaan yang diberikan guna memenuhi kebutuhan modal usaha untuk peningkatan produksi secara kuantitatif dan kualitatif serta untuk keperluan perdagangan atau utility place dari suatu barang, termasuk dalam jenis ini adalah mudharabah (kerja sama pemilik modal dan pengusaha) dan musyarakah (bagi hasil berserikat) yang menggunakan sistem bagi hasil;

(41)

kantor, pabrik, mesin dan lain-lain termasuk dalam jenis ini adalah al musyarakah mutanaqishah, al ijarah al muntahia bit-tamlik.

2) Pembiayaan konsumtif

Pembiayaan konsumtif yaitu pembiayaan yang digunakan untuk kebutuhan konsumsi yang akan habis untuk memenuhi kebutuhan pribadi, misal: pembelian rumah, mobil, peralatan elektronik dan lain-lain, termasuk jenis ini adalah: al-qardhul hasan, bai bithaman ajil, al musyarakah mutanaqisah dan ar rahn.

e. Bentuk Simpanan di Bank Syariah

Sebelumnya kita sudah sangat mengenal tabungan, giro dan deposito dari bank konvensional. Pada ketiga produk bank ini maka setiap bulannya bank berjanji akan membayar sejumlah bunga. Di bank syariah juga mempunyai produk simpanan berupa tabungan, giro dan deposito hanya sebagai nasabah kita tidak menerima pembayaran bunga. Di bank syariah ada 2 cara yang bisa dipilih orang untuk menyimpan uangnya, yaitu (Mike Rini, http://perencanakeuangan.com/files/Simp.BagiHasilSyariah.html):

1) Titipan/wadiah

(42)

sudah dibayar biaya administrasinya. Rekening giro di bank syariah dikelola dengan sistem titipan sehingga biasa dikenal dengan Giro Wadiah, karena pada dasarnya rekening giro adalah dana masyarakat di bank untuk tujuan pembayaran dan penarikannya dapat dilakukan setiap saat. Artinya giro hanyalah merupakan dana titipan nasabah, bukan dana yang diinvestasikan. Namun dana nasabah pada giro bisa dimanfaatkan oleh bank selama masih mengendap, tetapi kapanpun nasabah ingin menariknya bank wajib membayarnya. Sebagai imbalan dari titipan yang dimanfaatkan oleh bank syariah, nasabah dapat menerima imbal jasa berupa bonus. Namun bonus ini tidak diperjanjikan di depan melainkan tergantung dari kebijakan bank yang dikaitkan dengan pendapatan bank. Rekening tabungan harian yang memberlakukan ketentuan dapat ditarik setiap saat juga dikelola dengan cara titipan, karena sifatnya mirip dengan giro hanya berbeda mekanisme penarikannya.

2) Investasi/mudharabah

(43)

Tabungan-tabungan tersebut tidak dapat ditarik oleh pemilik dana sebelum jatuh tempo sehingga memenuhi syarat untuk diinvestasikan.

f. Implikasi Hukum dan Cara Penyelesaian Sengketa di Bank Syariah

Bank syariah sebagaimana lembaga keuangan lainnya tentu memiliki produk jasa keuangan yang ditawarkan kepada masyarakat. Setiap produk jasa keuangan tersebut tentu memiliki implikasi hukum atas kegiatan penghimpunan maupun penyaluran dana. Terkadang kegiatan penghimpunan maupun penyaluran dana masyarakat tersebut menimbulkan implikasi hukum yang menimbulkan masalah dan berujung kepada suatu persengketaan antara pihak bank dan nasabah.

Dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menyebutkan bahwa:

1) Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama;

2) Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad;

3) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.

Sedangkan dalam Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad” adalah upaya-upaya sebagai berikut:

1) musyawarah; 2) mediasi perbankan;

3) melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain; dan/atau

4) melalui pengadilan dalam lingkup Peradilan Umum.

Dalam hal ini, apabila dalam akad sudah ditentukan cara

(44)

penyelesaian sengketa sesuai Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah di mana menentukan penyelesaian sengketa dengan cara:

1) Dengan menggunakan musyawarah atau yang dikenal dengan perdamaian; 2) Dengan menggunakan mediasi perbankan yang diselenggarakan oleh Bank

Indonesia;

3) Dengan menggunakan cara penyelesaian sengketa melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional yang yang diresmikan oleh MUI lewat keputusan rapat Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Nomor: Kep-09/MUI/XII/2003 didasarkan pada Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase atau melalui lembaga arbitrase lain;

4) Dengan jalan beracara di depan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.

(45)

3. Tinjauan Umum tentang Pengelolaan Dana Pada Bank Syariah a. Bank Sebagai Penghimpun Dana

Sebagai penghimpun dana, bank syariah mengeluarkan produk simpanan yang bersifat menarik dana masyarakat dan kemudian menyalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan seperti yang dilakukan bank konvensional yang menyalurkan kredit kepada masyarakat, namun dalam bank syariah tidak mengenal istilah kredit tetapi disebut pembiayaan, dalam kredit yang diberikan bank konvensional dikenal istilah bunga sedang dalam bank syariah dikenal dengan prinsip bagi hasil.

b. Bank Sebagai Pengelola Dana

Dana titipan/wadiah pada bank syariah yang dikenal dengan:

1) Wadi’ah Yad Al-Amanah, yaitu bahwa pihak yang menerima titipan tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Pihak penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip sebagai biaya penitipan;

2) Wadi‘ah Yad Adz-Dhamanah, yaitu bahwa pihak yang menerima titipan boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Tentu pihak bank dalam hal ini dapat memanfaatkan hasil dari penggunaan dana. Bank dapat memberikan insentif kepada penitip dalam bentuk bonus.

(46)

1) Q.S. An-Nisa ayat 58: “Sesungguhnya Allah menyuruh Kamu untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya…” (Subdinas Pembinaan Mental Dinas Perawatan Personil Angkatan Udara, 2002: 162). 2) Q.S. Al-Baqarah ayat 283: “...Akan tetapi jika sebagian Kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya” (Subdinas Pembinaan Mental Dinas Perawatan Personil Angkatan Udara, 2002: 89).

3) Hadis Nabi: Dari Ibnu Umar berkata, bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda: “Tiada kesempurnaan iman bagi orang yang beramanah, tiada shalat bagi yang tidak bersuci”.

Maka bank bertindak sebagai pemegang amanah dan sekaligus sebagai mudharib, artinya bank harus berupaya untuk menjaga amanah sehingga uang yang dititipkan di bank aman, berupaya untuk mencari usaha-usaha yang produktif dan menguntungkan agar bank dapat memberikan imbalan dan bagi hasil yang layak kepada penyedia dana dan berusaha agar usaha-usaha yang dibiayai dikelola secara hati-hati, aman, efektif dan efisien. Sehubungan dengan hal ini, bank diwajibkan untuk meneliti secara seksama calon nasabah penerima dana berdasarkan asas pembiayaan yang sehat.

c. Bank Sebagai Penyedia Dana

Sebagai penyedia dana, bank menyediakan berbagai modal pembiayaan yang berasal dari dana pihak ketiga.

4. Tinjauan Umum tentang Perbedaan Antara Bank Konvensional Dengan Bank Syariah

(47)

Perbankan syariah hadir sebagai jawaban atas tuntutan kaum muslim akan adanya kebutuhan sistem perbankan yang sesuai dengan nilai-nilai syariah. Kebanyakan Kaum muslim di dunia merasa tidak cocok dengan sistem perbankan konvensional yang kurang memperhatikan aspek ekonomi berlandaskan nilai-nilai Islam di dalamnya. Dalam hal ini perbankan syariah merupakan perwujudan atas sistem ekonomi Islam yang lebih adil.

Perbedaan pokok antara bank syariah dengan perbankan konvensional adalah larangan riba (bunga) bagi perbankan syariah riba dilarang, sedangkan jual beli (bai) dihalalkan. Dengan demikian, maka membayar dan menerima bunga pada uang yang dipinjamkan juga dilarang. Karakteristik lain bank syariah adalah tidak mengenal teori time value of money dan memandang uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditi yang diperdagangkan.

Pada dasarnya aktivitas bank syariah tidak jauh berbeda dengan bank-bank konvensional, perbedaannya selain terletak pada orientasi konsep yakni kebersamaan juga terletak pada konsep dasar operasionalnya yang berlandaskan pada ketentuan hukum Islam. Oleh karenanya ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan penyaluran dana perbankan (pembiayaan) tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip hukum Islam berdasarkan asas hukum lex specialis derogat lex generalis, artinya peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus menyampingkan berlakunya peraturan perundang-undangan yang bersifat umum apabila keduanya memuat ketentuan yang saling bertentangan dan mempunyai tingkatan yang sama, sedang dalam hal tidak terdapat ketentuan khusus dalam sistem perbankan syariah maka bank syariah harus tunduk kepada ketentuan yang berlaku pada bank konvensional (Warkum Sumitro, 1997: 68).

(48)

2001: 6). Meskipun riba merupakan pembeda utama dan terpenting antara perbankan konvensional dan syariah, masih ada beberapa perbedaan lain yang secara lebih jelas dapat dilihat dalam tabel berikut (Karnaen Perwaatmadja dan Muhammad Syafei Antonio, 1992: 53):

Bank Syariah Bank Konvensional

Berdasarkan margin keuntungan Memakai perangkat bunga Profit dan falah oriented Profit oriented Hubungan dengan nasabah dalam

bentuk hubungan kemitraan

Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kreditur –debitur Users of real funds Creator of money supply Melakukan investasi-investasi yang

Keberadaan bank syariah memiliki fungsi dan peran diantaranya tercantum dalam pembukaan standar akuntansi yang dikeluarkan AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution). Fungsi dan peran tersebut (Adnan M. Abdeen and Dale N. Shock, 1984: 166-167):

1) Manajer investasi, bank syariah dapat mengelola investasi dana nasabah; 2) Investor, bank syariah dapat mengelola dana yang dimilikinya maupun

dana nasabah yang dipercayakan kepadanya;

3) Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, bank syariah dapat melakukan kegiatan jasa-jasa layanan perbankan sebagaimana lazimnya institusi perbankan, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 4) Pelaksana kegiatan sosial, sebagai suatu ciri yang lekat pada entitas

(49)

mengeluarkan dan mengelola (menghimpun, mengadministrasikan, mendistribusikan) zakat serta dana-dana sosial lainnya.

Seperti juga bank konvensional, selain memberikan jasa-jasa pembiayaan, bank syariah juga memberikan jasa-jasa lain, seperti jasa kiriman uang, pembukaan letter of credit, jaminan bank, dan jasa-jasa lain yang biasanya diberikan bank konvensional. Bahkan, jasa-jasa pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah jauh lebih beragam (Sutan Remy Sjahdeni, 1999: 1).

Perbedaan bank konvensional dengan bank syariah secara garis besar adalah, bank syariah adalah bank yang beroperasi berdasarkan syariah atau prinsip agama Islam. Sesuai dengan prinsip Islam yang melarang sistem bunga atau riba yang memberatkan. Bank syariah beroperasi berdasarkan asas kemitraan pada semua aktivitas bisnis atas dasar kesetaraan dan keadilan.

b. Perbedaan Falsafah

(50)

keuntungan besar di satu pihak namun kerugian besar di pihak lain, atau malah kedua-duanya.

c. Pengelolaan Dana Nasabah

Dalam sistem bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito pada bank konvensional dimana deposito merupakan upaya membungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja si nasabah membutuhkan, maka bank syariah harus dapat memenuhinya, akibatnya dana titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana. Karena pengendapan dananya tidak lama alias cuma titipan maka bank boleh saja tidak memberikan imbal hasil. Sedangkan jika dana nasabah tersebut diinvestasikan, maka karena konsep investasi adalah usaha yang menanggung risiko, artinya setiap kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari usaha yang dilaksanakan, didalamnya terdapat pula risiko untuk menerima kerugian, maka antara nasabah dan banknya sama-sama saling berbagi baik keuntungan maupun risiko.

(51)

di bank konvensional, tidak peduli apakah simpanan tersebut disalurkan ke dalam usaha atau tidak, bank tetap wajib membayar bunganya.

Dengan demikian sistem bagi hasil membuat besar kecilnya keuntungan yang diterima nasabah mengikuti besar kecilnya keuntungan bank syariah. Semakin besar keuntungan bank syariah semakin besar pula keuntungan nasabahnya. Berbeda dengan bank konvensional, keuntungan banknya tidak dibagikan kepada nasabahnya. Tidak peduli berapapun jumlah keuntungan bank konvesional, nasabah hanya dibayar sejumlah prosentase dari dana yang disimpannya saja.

d. Kewajiban Mengelola Zakat

Bank syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib membayar zakat, menghimpun, mengadministrasikannya dan mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan peran yang melekat pada bank syariah untuk memobilisasi dana-dana sosial (zakat, infak, sedekah).

e. Struktur Organisasi

(52)

Dewan Pengawas Syariah perlu diefektifkan, karena selama ini lebih sekedar simbol. Sebab perbankan syariah selama ini hanya lebih mengandalkan fatwa-fatwa dari Dewan Syariah Nasional saja. Padahal penerapan fatwa dari Dewan Syariah Nasional sangat perlu dalam perbankan syariah. Tidak saja dalam tahap pembuatan perjanjian, tetapi juga perlu pengawasan secara syariah pada tahap pelaksanaan perjanjian dan penutupan perjanjian. Kemungkinan terjadi bahwa pada tahap pembuatan perjanjian dalam akta sesuai dengan syariah, tetapi karena sesuatu hal, dalam perjalanan bertentangan dengan syariah. Bisa jadi juga dalam tahap pembuatan akta sesuai dengan syariah, pelaksanaannya sesuai dengan syariah, tetapi pada akhir penutupan perjanjian bertentangan dengan syariah. Sebab menurut Abdul Aziz Sachedina, selalu ada tarik-menarik diantara ketentuan-ketentuan normatif dengan kepentingan-kepentingan kongkrit yang perlu dipilah dalam hukum Islam (Burhanudin Harahap, 2008: 9-10).

Wewenang Dewan Pengawas Syariah adalah (Warkum Sumitro, 2004: 52):

1) Memberikan pedoman secara garis besar tentang aspek syariah dari operasional Bank Islam, baik penyerahan dana, penyaluran dana maupun kegiatan-kegiatan bank lainnya;

2) Mengadakan perbaikan terhadap suatu produk Bank Islam yang telah atau sedang berjalan. Namun, apabila pelaksanaannya bertentangan dengan ketentuan syariah.

f. Akad Pembiayaan Bank Syariah

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa pada saat Terdakwa sudah berada diatas kendaraan seluruh anggota diperintahkan turun kembali oleh Dandenpal karena masih ada senjata laras panjang FNC yang

[r]

Sesuai dengan hasil penelitian, ternyata bahwa penerapan model pembelajaran Kooperatif Problem based learning atau pembelajaran berbasis masalah lebih efektif untuk

I Did It Again” dan Anggun Cipta Sasmi yang berjudul “Chrysalis (2) untuk menemukan tingkat modality yang digunakan dalam lirik lagu pada album Brithney Spears yang

Pendapatan Pemerintah Umum ( General Government Revenue ) atau Pendapatan Negara Konsolidasian di Wilayah Provinsi Jawa Timur pada Triwulan I tahun 2019 sebesar Rp 56,30

Secar umum, komponen yang digunakan dalam penelitian ini adalah subkomponen undercarriage bulldozer D375A, track sheo yang berfungsi sebagi penumpu langsung beban

Hasil yang diperoleh adalah Kenaikan (penurunan) kas tidak selalu diikuti dengan kenaikan (penurunan) pengeluaran investasi, Terdapat hubungan yang positif antara

Menigkatnya penguasaan siswa itu merupakan indikator yang menandakan bahwa bentuk pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan prinsip Metode Mim-Mem (Minicry- Memorization