BAB I
GAGASAN KEWARGANEGARAAN
Sejarah Perkembangan Kewarganegaraan
Pada zaman Yunani kuno, kewarganegaraan didasarkan pada cara hidup orang dalam skala kecil masyarakat organic dari (city-state) polis.
Menurut Bertens (1999), Polis adalah suatu Negara kecil atau suatu Negara-kota. Akan tetapi, kata Polis juga menunjuk kepada rakyat yang hidup dalam Negara-kota itu.
Menurut Freeman Butts (1980), Pertama kewarganegaraan pada zaman yunani kuno didasarkan pada keanggotaan dalam komunitas politik, di mana hak dan kewajiban warga negara diatur oleh hukum yang dibuat oleh manusia. Kedua mereka yang disebut warga bebas (free citizens) adalah anggota dari sebuah komunitas politik yang demokratis maupun republik dimana kelas warga negara berpartisipasi secara aktif dalam urusan negara.
Pada zaman kekaisaran Romawi, kewarganegaraan yang didasarkan pada cara hidup orang dalam skala kecil masyarakat organik dari (city-state) polis berubah bentuk menjadi kewarganegaraan yang diperluas dari masyarakat skala kecil ke seluruh kekaisaran. Sehingga kewarganegaraan di zaman kekaisaran romawi tidak lagi sekedar status badan politik, akan tetapi direduksi menjadi perlindungan hukum dan ekspresi aturan dan hukum. Kewarganegaraan telah menjadi status hukum yang disertai dengan hak-hak khusus bagi anggota Civic Romanus (J.G.A. Pocock, 1980:36).
Gagasan Kewarganegaraan
Menurut J.G.A. Pocock (1995), gagasan tentang kewarganegaraan awal atau klasik akan selalu merujuk pada peradaban kuno di Mediteranian, secara khusus Athena pada zaman Yunani Kuno abad ke-4 SM dan kekaisaran Romawi dari abad ke-3 SM sampai abad 1 M.
Konsep civics (Yunani) yang berarti ilmu kewarganegaraan, secara etimologi berasal dari bahasa latin yaitu Civicus yang berarti Citizen atau penduduk dari sebuah
kota (polis). Sehingga istilah civic (tanpa huruf „s‟) dapat diartikan warga negara.
Menurut Stanley Dimond, pengertian Civics secara terminologi ditinjau dari dua arti: o Dalam arti sempit, Civics berkaitan dengan hubungan antar warga negara dengan
dari berbagai lembaga, pelayanan kepada masyarakat, hak-hak serta tanggung jawabsetiap warga negara dalam melaksanakan tugasnya.
o Dalam arti luas, civics berkenaan dengan segala sesuatu yang dapat
menumbuhkan kualitas pribadi warga negara.
Menurut Carter Van Good, civics merupakan bagian atau elemen dari ilmu politik atau cabang dari ilmu politik yang berisi tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban warga negara. Sementara A.S. Hornoby mengemukakan bahwa civics adalah suatu pelajaran tentang pengertian pemerintahan dan kewajiban-kewajiban warga negara yang berkaitan dengan negara atau antar warga negara.
Ahmad Sanusi memberikan pemahaman sederhana bahwa sejauh civics dapat dipandang sebagai disiplin ilmu politik, maka fokus kajiannya berkenaan dengan kedudukan dan peranan warga negara dalam melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dan sepanjang batas-batas ketentuan konstitusi negara bersangkutan. Ada beberapa hal yang perlu dicermatid ari pemahaman tersebut:
1. Studi civics tidak bertitik tolak pada negara sebagai satuan makro;
2. Sebagai satuan mikro, civics meliputi tingkah laku, potensi, kesadaran, usaha, dan kegiatan, serta prestasi kehidupannya;
3. Studi civics memperoleh input dari disiplin lain;
4. Civics menekankan kebenaran dalam arti logis dan faktual.
BAB II
HAKEKAT, MASALAH, DAN STUDI TENTANG TEORI
LANDASAN PKN
Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Kerr (Winataputra dan Budimansyah, 2007:4): Pendidikan kewarganegaraan diterangkan secara luas meliputi peran dan tanggung jawab pemuda sebagai warga Negara, dan secara khusus, peran pendidikan (meliputi sekolah, pengajaran, pembelajaran) dalam proses pembelajaran tersebut.
Menurut Zamroni (Tim ICCE, 2005:7): Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berfikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran pada generasi baru, bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat.
Menurut Branson (1999:4): Civic education dalam demokrasi adalah pendidikan – untuk mengembangkan dan memperkuat – dalam atau tentang pemerintahan otonom (self government).
Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan
1. Program pendidikan berdasarkan nilai-nilai pancasila sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral.
2. Mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosial, budaya, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga Negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi pancasila dan UUD 1945.
Teori dan Landasan PKn
Pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) berkaitan dengan materi substansi yang seharusnya diketahui oleh warga Negara berkaitan dengan hak dan kewajibannya sebagai warga Negara. Pengetahuan ini bersifat mendasar tentang struktur dan sistem politik, pemerintah, dan sistem sosial yang ideal sebagaimana terdokumentasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta nilai-nilai universal dalam masyarakat demokratis serta cara-cara kerjasama untuk mewujudkan kemajuan bersama dan hidup berdampingan secara damai dalam masyarakat global.
Beberapa faktor yang lebih menjelaskan mengenai pendidikan kewarganegaraan: a. PKn merupakan bagian atau salah satu tujuan pendidikan IPS
c. PKn dikembangkan secara ilmiah dan psikologis, baik untuk tingkat jurusan PMPKN FPIPS, maupun dikembangkan untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah, serta perguruan tinggi.
d. Harus berfikir secara integratif, yait kesatuan yang utuh dari hubungan antara hubungan pengetahuan intraseptif (agam, nilai-nilai) dengan pengetahuan ekstraseptif.
e. PKn menitik beratkan pada kemampuan dan keterampilan warga negara, terutama generasi muda, dalam menginternalisasikan nilai-nilai warga negara yang baik (good citizen) dalam suasana demokratis dalam berbagai masalah kemasyarakatan (cic affairs).
f. Dalam kepustakaan asing PKn sering disebut civic education, yang salah satu batasannya ialah seluruh kegiatan rumah, sekolah, dan masyarakat yang dapat menumbuhkan demokrasi.
Masalah-Masalah dalam Pendidikan Kewarganegaraan
Selama ini, proses pembelajaran PKn kebanyakan masih menggunakan paradigma yang lama, dimana guru memberikan pengetahuan kepada siswa yang pasif. Guru mengajar dengan metode konvensional yaitu metode ceramah dan mengharapkan siswa duduk, diam, dengar, catat dan hafal (3DCH), siswa kurang aktif dalam kegiatan belajar-mengajar. Anak cenderung tidak begitu tertarik dengan pelajaran PKn karena selama ini pelajaran PKn dianggap sebagai pelajaran yang hanya mementingkan hafalan semata, kurang menekankan aspek penalaran sehingga menyebabkan rendahnya minat belajar PKn siswa di sekolah.
BAB III
HUBUNGAN TENTANG CIVICS, CIVICS EDUCATION,
DAN CITIZENSHIP EDUCATION
Civics
Secara etimologi, civics berasal dari kata Latin, civicus yang berarti warga Negara (citizen atau citoyen). Secara terminologi, Stanley Dimond mengkategorikan civics kedalam dua arti. Dalam arti sempit, civics berkaitan dengan hubungan antar warga negara dengan negara yang meliputi status formal dalam negara, fungsi, dan aktivitas formal dari lembaga-lembaga politik yang ditinjau dari kehidupan masyarakat, menyangkut pemilihan umum, organisasi puncak dalam suatu negara, berbagai pengaturan dari lembaga-lembaga, pelayanan kepada masyarakat, hak-hak serta tanggung jawab setiap warga negara dalam melaksanakan tugasnya. Sedangkan dalam arti luas, Civic berkenaan dengan segala sesuatu yang dapat menumbuhkan kualitas pribadi warga negara.
Carter Van Good mengartikan civics sebagai bagian atau elemen dari ilmu politik atau cabang dari ilmu politik yang berisi tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban warga negara. Sementara A.S. Hornoby mengemukakan pandangannya bahwa civics adalah pelajaran tentang pengertian pemerintahan dan kewajiban-kewajiban warga negara yang berkaitan dengan negara atau antar warga negara. Dan Ahmad Sanusi memberikan pemahaman bahwa sejauh civics dapat dipandang sebagai disiplin ilmu politik, maka fokus kajiannya berkenaan dengan kedudukan dan peranan warga negara dalam melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dan sepanjang batas-batas ketentuan konstitusi negara yang bersangkutan.
Civics, selain bertujuan membentuk warga negara yang baik yaitu warga negara yang tahu dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sebagai warga negara, civics juga bertujuan untuk menghasilkan warga negara yang mampu membudayakan lingkungannya serta mampu memecahkan masalah-masalah individu warga negara yang mampu memecahkan masalahnya secara individual maupun masyarakat disekitarnya.
Civic Education
Pendidikan Kewarganegaraan adalah terjemahan dari istilah asing, civic education
atau citizenship education. Johan C. Cogan mengartikan civic education sebagai suatu mata pelajaran dasar disekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warga negara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya.
Citizenship Education
negara). Citizenship education dalam arti luas merupakan istilah generik yang mencakup pengalaman belajar disekolah dan diluar sekolah, seperti yang terjadi dilingkungan keluarga, dalam organisasi keagamaan, kemasyarakatan, dsb.
David Kerr mengemukakan bahwa citizenship atau civic education dirumuskan secara luas mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara, dan secara khusus peran pendidikan (termasuk didalamnya persekolahan, pengajaran, dan belajar) dalam proses penyiapan warga negara tersebut. Untuk konteks di indonesia, citizenship education oleh beberapa pakar diterjemahkan dengan istilah pendidikan kewarganegaraan.
Keterkaitan antara Civics, Civic Education dan Citizenship Education
Dilihat dari penggambaran disamping, dapat disimpulkan bahwa civic education adalah cakupan yang lebih sempit di mana pendidikan kewarganegaraan hanya di lakukan melalui lembaga formal saja (seperti sekolah). Sedangkan citizenship
education merupakan bentuk
penerapan dari civic education dalam kehidupan bermasyarakat, atau dengan kata lain, citizenship education adalah pendidikan kewarganegaraan yang bersifat informal (diluar sekolah).
BAB IV
KEDUDUKAN PKN SEBAGAI DISIPLIN ILMU
Pengertian Pendidikan
Menurut UU nomor 2 Tahun 1989 pasal 1 ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Dari undang-undang diatas membuktikan bahwa pendidikan diperlukan untuk dapat menyiapkan generasi muda di masa mendatang.
Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia
Di Indonesia, sejarah historis PKn mengalami fluktuasi terutama dalam penamaan dan konten materi. Perkembangan tersebut bisa dilihat dari tabel dibawah ini
No Tahun Nama
1 1957 Kewarganegaraan
2 1961 Civic
3 1968 Pendidikan Kewargaan Negara
4 1975 Pendidikan Moral Pancasila
5 1994 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
6 2004 Kewarganegaraan
7 2006 Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan (civic education) model baru pada intinya adalah pembelajaran tentang demokrasi, hak asasi manusia, dan masyarakat madani. Sedangkan Muhammad Numan Somantri merumuskan pengertian civics sebagai ilmu kewarganegaraan yang membicarakan hubungan manusia dengan:
a. Manusia dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisasi b. Individu-individu dengan negara
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Disiplin Ilmu
Dalam pasal 37 ayat 1 dan 2 UU nomor 20 tahun 2003 menyebutkan tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa “Kurikulum pendidikan dasar, menengah,
dan pendidikan tinggi wajib memuat: a) Pendidikan Agama;
hal tersebut dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampul, dan berkarakter.
PKn bisa dianggap sebagai disiplin ilmu apa bila memiliki lima aspek:
1. Objektif 2. Sistematis 3. Dapat dibuktikan
4. Memperluas pengetahuan 5. Memiliki metode
Tujuan Mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan secara substantif bertujuan mendidik warga negara yang cerdas dan sadar akan hak dan kewajibannya dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Pendidikan kewarganegaraan juga memiliki tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan:
1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; 2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dan bertindak secara cerdas dalam
kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta anti korupsi;
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya;
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi;
BAB V
PRINSIP-PRINSIP DAN PRAKTIK PENDIDIKAN UNTUK
WARGA NEGARA YANG DEMOKRATIS
Pengertian Demokrasi
Istilah “demokrasi” berasal dari yunani kuno yang diutarakan di Athena pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, adri istilah ini telah berubahsejalan dengan waktu, dan definisi telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem demokrasi di banyak negara.
Kata demokrasi berasal dari dua kata, demos yang berarti rakyat, dan kratos/kratein
berarti kekuasaan/berkuasa.1 Dapat dikatakan bahwa demokrasi merupakan suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Abraham Lincoln).2
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Kedaulatan rakyat yang dimaksud disini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota parlemen secara langsung saja, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi, sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politika yang membagi pemerintahan dalam tiga cabang, yaitu kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain.
Pengertian Demokratisasi
Demokratisasi adalah suatu perubahan, baik itu perubanah perlahan 9evolusi) maupun perubahan secara cepat (revolusi) kearah demokrasi. Demokratisasi ini menjadi tuntutan global yang tidak bisa dihentikan. Jika demokratisasi tidak dilakukan, maka bayaran yang harus diterima adalah balkanisasi, perang saudara yang menumpahkan darah, dan kemunduran ekonomi yang sangat parah (BJ Habibie: 2005).
Demokratisasi biasanya terjadi ketika ekspektasi terhadap demokrasi muncul dai dalam negara sendiri, karena warga negaranya melihat sistem politik yang lebih baik,
1
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik : Demokrasi (Jakarta: Gramedia, 2008), hlm.105.
2
A. Ubaedillah & Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani : Demokrasi :
seperti yang berjalan di negara demokrasi lain yang telah mapan, akan bisa juga dicapai oleh negara tersebut. Dengan kata lain, pengaruh internasional datang sebagai sebuah inspirasi yang kuat bagi warga negara di dalam negara itu. Sebuah negara yang sedang menjalani demokratisasi sangat mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal seperti a) Contaigon: terjadi karena demokratisasi disebuah negara mendorong gelombang
demokratisasi di negara lain;
b) Mekanisme kontrol: terjadi karena sebuah pihak luar negara berusaha menerapkan demokrasi di negara tersebut;
c) Conditionality: tindakan yang dilakukan organisasi internasional yang memberi kondisi-kondisi tertentu yang harus dipenuhi negara penerima bantuan.
Nilai-nilai Demokrasi
Nilai-nilai demokrasi itu dapat digali alam makna demokrasi itu sendiri yang telah dijabarkan dalam UUD dan kehidupan bernegara. Paling tidak, nilai-nilai demokrasi itu mencakup:
Secara umum, nilai-nilai demokrasi adalah: A.Keterbukaan
B.Toleransi
C.Menghormati perbedaan D.Pemikiran kritis
Prinsip-prinsip Demokrasi
Menurut Almadudi, prinsip-prinsip demokrasi sebagai “soko guru demokrasi” yaitu prinsip demokrasi dan prasyarat dari berdirinya negara demokrasi telah terakomodasi dalam konstitusi NKRI. Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah:
1. Kedaulatan rakyat;
9. Pembatasan pemerintah secara konstitusional; 10. Pluraliisme sosial, ekonomi, dan politik;
11. Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat
Prinsip tersebut kemudian dituangkan kedalam konsep yang lebih oraktis sehingga dapat dijadikan parameter. Parameter tersebut meliputi 4 aspek, yaitu:
Masalah pembentukan negara Dasar kekuasaan negara Susunan kekuasaan negara Masalah kontrol rakyat
Penerapan Demokrasi dalam Kehidupan Sehari-hari
Prinsip-prinsip yang patut didemonstrasikan dalam kehidupan berdemokrasi, antara lain:
a. Membiasakan untuk berbuat sesuai dengan aturan main atau hukum yang berlaku; b. Membiasakan bertindak secara demokratis bukan otokrasi atau tirani;
c. Membiasakan untuk menyelasikan persoalan dengan musyawarah;
d. Membiasakan mengadakan perubahan secara damai, tidak dengan kekerasan atau anarkis;
e. Membiasakan untuk memilih pemimpin melalui cara-cara yang demokratis; f. Selalu menggunakan akal sehat dan hati nurani luhur dalam musyawarah; g. Selalu mempertanggungjawabkan hasil keputusan musyawarah;
h. Menggunakan kebebasan dnegan penuh tanggung jawab; i. Membiasakan memberikan kritik yang bersifat membangun;
Perilaku budaya demokrasi dapat diterapkan di berbagai situasi dan lingkungan, seperti dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Beberapa contoh perilaku yang dapat mendukung tegaknya prinsip-prinsip demokrasi, yaitu:
1) Menghindarkan perbuatan otoriter; 2) Melaksanakan amanat rakyat;
3) Melaksanakan hak tanpa merugikan orang lain; 4) Mengembangkan toleransi antar umat beragama; 5) Menghormati pendapat orang lain;
6) Senang ikut serta dalam kegiatan organisasi;
BAB VI
PROBLEMATIKA TEORITIK KEWARGANEGARAAN
ABAD KE-21
Menurut Aziz Wahab (2006) dalam Budimansyah Dasim (2007:hlm.61) bahwa problematika yang paling signifikan dalam pendidikan kewarganegaraan terutama yang menjadi landasan dan teorinya dari waktu ke waktu adalah konsep-konsep pendidikan kewarganegaraan yang telah dikenal secara teoritik dapat dikatakan telah memadai. Namun yang menjadi persoalannya adalah implikasinya dalam pengajaran yang perlu dipertajam makna dan pemahamannya.
Ada beberapa tantangan yang berhubungan dengan pemikiran kewarganegaraan. Diantaranya
1. Masyarakat Sipil 2. Pluralisme 3. Post-modernisme
Herman van Guansteren dalam Sapriya (2006) mengemukakan ada tiga teori dasar kewarganegaraan yang berkembang dan menjadi kajian ilmiah, yaitu liberalism, komunitarianism, dan republicanism. Derek Heater dalam bukunya A Brief History of Citizenship (2004) menyatakan bahwa berdasar sejarah perkembangannya, teori kewarganegaraan dibedakan antara tradisi republican (the civic republican tradition) dan tradisi liberal (liberal tradition).
Ronald Beiner dalam buku Theorizing Citizenship (1995), mengemukakan adanya tiga yang mencakup perspektif teori kewarganegaraan;
a. Teori Kewarganegaraan Liberal (Liberalism)
Teori ini muncul pada abad 17-18 serta berkembang pesat pada abad 19-20. Teori ini dimulai dari pandangan yang bersifat individualistis. Teori ini bersumber dari ideology individualism yang berpahamkan kebebasan individu terutama kebebasan dari campur tangan Negara dan masyarakat. Teori ini juga berpendapat bahwa warga negara sebagai pemegang otoritas untuk menentukan pilihan dan hak. Berdasarkan aksioma, teori ini memandang warga negra secara individual memaksimalkan keuntungan yang dimilikinya. Teori kewarganegaraan liberal menekankan pada konsep kewarganegaraan yang berbasis pada hak.
b. Teori Kewarganegaraan komunitarian (Communitarianism)
pada kelompok etnis atau kelompok budaya. Komunitarian menekankan pada kebutuhan untuk menyeimbangkan hak-hak dan kepentingan individu dengan kebutuhan komunitas sebagai kesatuan dan bahwa individu terbentuk dari budaya-budaya dan nilai-nilai komunitas. Komunitatianisme menekankan pentingnya komunitas dan nilai sosial bersama.
Pokok-pokok ajaran komunitarianisme adalah
Komunitas adalah arbiter (yang berkewajiban) dalam kehidupan bersama; Nilai-nilai sosial adalah kerangka moral kehidupan bersama;
Nilai-nilai sosial tersebut pada gilirannya merupakan cross societal moral dialogue
c. Teori Kewarganegaraan Republikan (Republicanism)
Teori ini berpendapat bahwa masyarakat sebagai komunitas politik adlaah pusat kehidupan politik (Sapriya, 2006). Republikanism menekankan pada ikatan-ikatan sipil 9civic bonds), suatu hal yang berbeda dengan ikatan-ikatan individual (tradisi liberal0 ataupun ikatan kelompok (tradisi komunitarian). Liberalism lebih menekankan pada hak (right), sedangkan republicanism menekankan pada kewajiban (duty).
Teori kewarganegaraan republikan baik yang klasik maupun yang humanis merupakan paham pemikiran kewarganegaraan yang berpendapat bahwa bentuk ideal dari suatu negara didasarkan pada dua dukungan, yakni civic vertue dari warga negaranya dan pemerintahan yang republik karena ini merupakan hak yang esensial, sehingga disebut civic republic. Jadi, kewarganegaraan ini menekankan pada pentingnya kewajiban (duty), tanggung jawab (responsibility) dan civic virtue (keutamaan kewarganegaraan) dari warganegaranya.
Menurut cogan, John J. Dan Ray Derricott (1998), karakteristik warganegara abad ke-21 adalah
1. Kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga masyarakat global; 2. Kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memikul tanggung jawab atas
peran atau kewajibannya dalam amsyarakat;
3. Kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaan-perbedaan budaya;
4. Kemampuan berfikir kritis dan sistematis;
5. Memiliki kepekaan terhadap dan mempertahankan HAM;
6. Kemampuan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah biasa, guna melindungi lingkungan;
7. Kemampuan menyelesaikan konflik dengan cara damai;
BAB VII
LANDASAN DAN RASIONAL PKN DI INDONESIA
PANCASILA DAN UUD 1945
Sistem Pendidikan Nasional
Sistem pendidikan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan aktivitas pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional. Sistem pendidikan nasional tersebut merupakan suatu supra sistem, yaitu suatu sistem yang besar dan kompleks, yang didalamnya tercakup beberapa beberapa bagian yang juga merupakan sistem-sistem.
Tujuan sistem pendidikan nasional berfungsi memberikan arah pada semua kegiatan pendidikan dalam satuan-satuan pendidikan yang ada. Tujuan pendidikan nasional tersebut merupakan tujuan umum yang hendak dicapai oleh semua satuan pendidikannya. Dalam sistem pendidikan nasional, peserta didiknya adalah semua warga negara. Artinya, semua satuan pendidikan yang ada harus memberikan kesempatan menjadi peserta didiknya kepada semua warga negara yang memenuhi persyaratan tertentu sesuai dengan kekhususannya, tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, suku bangsa, dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 pasal 31 ayat (1) berbunyi : ”Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.
Landasan Sistem Pendidikan Nasional
Landasan Pendidikan Nasional
a) Landasan Ideal: Dalam UU Pendidikan No. 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran sekolah pada BAB III pasal 4 tercantum bahwa landasan ideal pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia yang susila yang cakap dan warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
b) Landasan Konstitusional: Pendidikan nasional di dasarkan atas landasan konstitusional atau UUD 1945 pada BAB XIII pasal 31 yang berbunyi :
Ayat1 : Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.
Ayat2 : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional yang ditetapkan dengan undang-undang.
Dasar dan Tujuan
Pancasila menjadi dasar sistem pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, seperti termaktub dalam pembukaan UUD 1945. Sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, pancasila merupakan pedoman yang menunjukan arah, cita-cita dan tujuan bangsa. Seperti kita ketahui, Pancasila terdiri atas :
1. Ketuhanan yang Maha Esa : Pancasila menjamin hak setiap warga Indonesia memuja Tuhan dan memeluk agamanya masing-masing. Bahwa agama dipentingkan oleh pemerintah nyata dengan diwajibkannya pelajaran agama di sekolah, dari SD sampai Perguruan Tinggi. Sekolah berkewajiban membantu anak-anak hidup menurut agamanya sambil memupuk rasa toleransi, pengertian dan rasa hormat terhadap penganut agama lain.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab : Nasionalisme yang melewati batas, yakni " chauvinisme" dapat mengandung bahaya, karena mendewakan negara sendiri sambil memandang rendah terhadap bangsa-bangsa lain. Nasionalisme yang berlebihan sering menimbulkan peperangan dan karena itu harus dibatasi. Kerja sama antar bangsa menjadi syarat mutlak bila kita ingin mencegah pemusnahan umat manusia dari permukaan bumi ini. Sila Kemanusiaan dalam Pancasila menghargai manusia dan menghormati setiap bangsa. Atas dasar Kemanusiaan kita turut berusaha memelihara perdamaian dunia.
3. Persatuan Indonesia : Sila ini merupakan dorongan yang kuat dalam membebaskan Tanah Air kita dari belenggu penjajahan dan kolonialisme. Sila ini dianggap sangat penting dalam menciptakan pendidikan nasional. Kesatuan Bangsa dan Negara merupakan syarat mutlak dalam pembangunan negara kita. Telah sering kesatuan negara kita diancam oleh perpecahan, namun tetap tegak teguh dengan perkasa. Sekolah berkewajiban untuk memupuk rasa kebangsaan, rasa kesatuan dan persatuan dalam hati sanubari tiap anak. Mereka harus dengan rasa bangga dapat mengatakan ''Saya anak Indonesia" dari daerah mana pun mereka berasal. 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan : Asas ini mempunyai pengaruh penting dalam pendidikan, antara lain dalam huhungan orang tua atau guru terhadap anak. Anak pun manusia penuh danharus dihormati pendapatnya, harus diberi kesempatan mengeluarkan pendapatnyasecara bebas, diturutsertakan dalam diskusi dalam hal-hal yang menyangkut dirinya. Sikap demokrasi menghapuskan sisa-sisa sikap feodalisme dan kolonialisme yang bertindak otokratis dan otoriter. Dalam metode mengajar punlebih banyak diadakan diskusi dalam suasana bebas namun berdisiplin. Anak wanita diberi kesempatan yang sama untuk menempuh pendidikan apa pun sampai tingkat yang setinggi-tingginya.
memiliki rumah sendiri, menyekolahkananak sampai tingkat yang setinggi-tingginya, mendapatkan pekerjaan, danmenikmati hari tua yang tenang.
Karena itu, pancasila harus menjadi semua dasar kegiatan pendidikan di Indonesia. Selain berdasarkan pancasila, pendidikan nasional juga bercita-cita membentuk manusia yang pancasilais, yaitu manusia yang menghayati dan mengamalkan pancasila dalam sikap, perbuatan dan tingkah laku, baik dalam kehidupan ber masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Fungsi Pendidikan Nasional
o Alat menbangun pribadi, pengembangan warga negara, pengembangan
kebudayaan, dan pengembangan bangsa Indonesia.
o Menurut UUD RI No. 2 Tahun 1989 BAB II Pasal 3 menerangkan bahwa ”
Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta
meningkatkan mutu kehidupan dan martabat bangsa Indonesia dalam rangka
upaya untuk mewujudkan tujuan nasional”.
Unsur-Unsur Pendidikan Nasional
Unsur-unsur pokok pendidikan nasional pancasila terdiri dari moral pancasila
berlandaskan moral penghayatan dan pengamalan pancasila, pendidikan agama,
pendidikan watak dan kepribadian, pendidikan bahasa, pendidikan jasmani,
pendidikan kesenian, pendidikan ilmu pengetahuan, pendidikan kewarganegaraan,
dan pendidikan kesadaran bersejarah.
Rasional PKn di Indonesia
Sistem Pendidikan Indonesia mengatur bahwa dalam kurikulum pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi wajib memuat Pendidikan Kewarganegaraan yang dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Hal tersebut dapat kita temui dalam Pasal 37 ayat (1) dan (2) UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Menentukan GBHN
BAB VIII
STRUKTUR PEMERINTAHAN INDONESIA
Konstitusi RI
Sebelum diamandemen, konstitusi bertugas
Setelah Reformasi, UUD mengalami 4 kali amandemen 1. UUD 19945
2. UUD RIS 3. UUDS 1950 4. UUD 1945
Struktur Pemerintahan RI sebelum Reformasi
Mengangkat dan memberhentikan Presiden
Lembaga Tertinggi
Negara (LTTN) MPR
Pemegang Kedaulatan Rakyat
Lembaga Tinggi Negara (LTN)
Presiden (Pemerintah)
DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)
BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) MA (Mahkamah Agung)
Sruktur Pemerintahan RI Pasca Reformasi
Keterangan:
Presiden: dibantu oleh para menteri (UU 39/2008)
DPR: wakil rakyat dari unsur kekuatan politik
MK: berwenang membatalkan peraturan perundangan setingkat UUD yang melanggar konstitusi
KY: mengawasi para hakim agung dan mencalonkan hakim agung
MA: berwenang membatalkan peraturan perundangan dibawah tingkat UUD
Dalam menjalankan tugasnya, 34 Menteri menangani 47 urusan, dan dibantu oleh 6 pejabat setingkat menteri (Jaksa Agung, KAPOLRI, Panglima TNI, Sekertaris Kabinet, Unit Kerja Presiden untuk para Menteri (UKP 4), badan intelejen Negara) dan 28 Lembaga Pemerintah Non Kementrian yang bertanggung jawab kepada presiden melalui perantara menteri yang bersangkutan.
Lembaga Negara (LN)
Legislatif
Eksekutif
Yudikatif
Unsur Pengawas Keuangan (Eksternal)
MPR DPR
DPD
Pemerintah (Presiden)
BPK MK
BAB IX
OTONOMI DAERAH
Indonesia berbeda dengan negara seperti Amerika, ataupun negara lain. Karenanya, Indonesia membutuhkan sistem otonomi daerah. Berikut ini bagan asas-asas pemeerintahan
Keterangan:
Sentralisasi: pemusatan kekuasaan/ semua urusan ditangani oleh pusat
Desentralisasi/Otonomi Daerah: hak, wewenang, dan kewajiban pemerintah pusat yang
diserahkan kepada pemerintah daerah untuk diurus dan diatur menjadi wilayahnya sendiri (namun, disebutkan dalam UUD bahwa semua urusan negara diserahkan ke daerah kecuali keuangan, pertahanan, agama, hukum, ketertiban/pengamanan, urusan luar negeri).
Dekonsentrasi: pelimpahan urusan kekuasaan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk dipertanggungjawabkan kepada yang melimpahkan (pemerintah pusat), dan masih dikontrol penuh oleh pusat.
Mede Bewind (bahasa Belanda, arti: serta tantra): tugas pembantuan dari pemerintah pusat apabila daerah tidak bisa menangani tugasnya.
Tujuan otonomi daerah
1. Meningkatkan kemakmuran daerah yang bersangkutan 2. Meningkatkan pelayanan masyarakat
Daerah yang mendapat kewenangan dari pemerintah untuk mengurus wilayahnya sendiri disebut Daerah Otonom.
Ciri-ciri daerah otonom: A.Mempunyai DPRD
B.Mempunyai Pemeerintah Daerah (Pemda) seperti Gubernur, Bupati, Walikota, Perangkat daerah/sekertaris daerah, unsur pelaksana/dinas-dinas, unsur pendukung/badan pelaksana daerah.
C.Diangkat dan dipilih oleh rakyat D.Mempunyai APBD
Asas-asas Pemerintahan
Kewenangan pemerintah
1. Absolut/mutlak: menyelenggarakan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan 2. Konkuren/bersama: pembagian tugas
Urusan pemerintahan
A.Wajib: menyangkut harkat dan martabat rakyat daerah yang bersangkutan B.Pilihan: sangat bergantung pada ke-khasan/ciri khas daerah yang bersangkutan Contoh urusan otonomi daerah UUD Pasal 18, 18A, 18B (amandemen ke-2) UU mengenai pemerintahan daerah
1. UU No. 5 Tahun 1974 (mengenai pokok pemerintahan daerah) bahwa pemerintahan daerah dilaksanakan seiring adanya dekonsentrasi, desentralisasi, dan tenaga pembantu. Adanya instansi vertikal (instansi yang diberi tugas untuk menjalankan urusan sektor di daerah).
2. UU No. 22 Tahun 1999.
3. UU No. 32 Tahun 2004 (diktum/pergantian/penyempurnaan UU No.22 Tahun 1999) Menurut UU No. 22 thn. 99 dan UU No. 32 thn. 2004, pemerintahan daerah yanya ada desentralisasi dan tenaga pembantu. Asas dekonsentrasi dijalankan oleh dua unsur: A.Gubernur/Kepala Daerah disebut/dianggap wakil pemerintah pusat di daerah.
B.Instansi vertikal (kanwil keuangan, kanwil keamanan, kanwil agama, dll) belum diserahkan urusannya.
Perbedaan desentralisasi Indonesia dengan negara lain
Indonesia Amerika
Memerdekakan diri Membentuk daerah otonom (federasi)
Membentuk daerah otonom
Memproklamirkan diri menjadi negara federal
Indonesia telah mengalami 8 kali perubahan UUD tentang pemerintahan daerah. Pada 1945 UUD perda mengenai kedudukan KNIP, kepala daerah dibagi menjadi 2
1) Perangkat pusat Sekaligus menjadi 2) Perangkat daerah ketua KNID 3)
SD,SMP,SMA
A.
Struktur Pemerintahan Daerah Tingkat Provinsi
Struktur Pemerintahan Daerah
Kepala Daerah/Gubernur
Wakil
Pemda DPRD
2)Sekertaris DPRD
3)Bawasda/ Inspektorat
Daerah
1) Sekda/ Sekertariat
Jenderal
4)Dinas-Dinas
5)Lembaga Teknis Dinas
Lembaga Teknis Sipil
Bapedan
Bapedalda
Keterangan:
Perangkat Daerah:
1) Unsur Pembantu Pimpinan
B.
Struktur Pemerintahan Daerah Tingkat Kabupaten/Kota
Indonesia menganut sistem otonomi daerah yang dipengaruhi oleh penjajah (Belanda) pada 1903 yang menganut asas Desentralisasi Wet, di mana Gubernur Jenderal menguasai:
o Gewest (Provinsi)
o Residence (Keresidenan) Harus dikepalai/diketuai oleh orang Belanda
o Afdeling (Assisten Residence)
o Bupati (Kabupaten)
o Distric (Kawedanan) Boleh diketuai oleh pribumi
o Onder Distric (Kecamatan)
o Desa (Desa/Kelurahan)
Struktur Pemerintahan Daerah
Kepala Daerah
Wakil
Perangkat Daerah
Sekda
Lembaga Teknis Dinas Sekretariat DPRD
Dinas-dinas
Kecamatan
Kelurahan Desa
*Kelurahan: Terletak di kota, kepala kelurahan diangkat oleh pejabat yang berwenang (bupati).