• Tidak ada hasil yang ditemukan

COMPARISON ON THE IMPLEMENTATION OF SNI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "COMPARISON ON THE IMPLEMENTATION OF SNI"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Posisi geografis Indonesia yang terletak pada pertemuan antara lempeng Australia (yang bergerak ke arah Utara), lempeng Pasifik (yang bergerak ke arah

Utara-Barat) dan lempeng Eurasia, mengakibatkan peristiwa gempa sering terjadi.

Gempa bumi di Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir terjadi di banyak

daerah, mulai gempa bumi tektonik di Provinsi NAD dan Sumatera Utara yang

disusul oleh tsunami hingga gempa vulkanik di beberapa wilayah gunung berapi

aktif di Indonesia, seperti yang terlihat pada Gambar 1.1. Gempa tektonik ini

terkadang menjadi pemicu terjadinya gempa vulkanik, yang diakibatkan oleh

pergeseran lempeng bumi yang umumnya terjadi di daerah patahan kulit bumi.

Sumber :http://deanaiu.blogspot.com

(2)

Gempa berkekuatan besar banyak menyebabkan runtuhnya

bangunan-bangunan atau infrastruktur disekitar pusat gempa. Hal itu diakibatkan karena

adanya kesalahan pada konstruksi bangunan tersebut, baik itu dari segi

perencanaan ataupun pelaksanaannya. Dalam perkembangannya, standar yang ada

untuk tata cara gempa bagi struktur bangunan gedung di Indonesia yaitu SNI

03-1726-2002 sudah dikembangkan oleh para ahli konstruksi, karena sudah tidak

relevan lagi dan teknologinya telah tertinggal dari segi konstruksi dan kegempaan.

Oleh karena itu ditetapkanlah peraturan gempa baru di Indonesia, yaitu: Standar

Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan

Nongedung SNI 1726:2012 yang merujuk kepada American Society of Civil

Engineers (ASCE 7-10), 2010 Edition, Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures. Berdasarkan perioda ulang gempa 2500 tahun (probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun).

Sekilas SNI 1726:2012 terlihat lebih aman dibandingkan dengan

peraturan-peraturan gempa yang sudah ada di Indonesia, salah satunya yaitu SNI

03-1726-2002 dengan perioda ulang gempa 500 tahun (probabilitas terlampaui 10% dalam

50 tahun). Ditinjau berdasarkan hal tersebut, maka SNI 1726:2012 diharapkan

dapat diterapkan di Indonesia sepenuhnya. Oleh karena itu, dalam Tugas Akhir ini

akan dilakukan implementasi SNI 1726:2012 dan SNI 03-1726-2002 pada struktur

bangunan gedung, yang bertujuan untuk membandingkan perbedaan hasil

perancangan pada struktur bangunan dengan menggunakan SNI 03-1726-2002

dan SNI 1726:2012.

1.2Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas dapat ditarik beberapa permasalahan yang akan

dibahas dalam tugas akhir ini, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perbedaan analisa struktur gedung tahan gempa dengan

menggunakan SNI 03-1726-2002 dan SNI 1726:2012.

2. Bagaimana Perbedaan hasil perhitungan penulangan yang mengacu pada

SNI 03-2847-2002 dengan beban gempa menggunakan SNI 03-1726-2002

(3)

1.3Tujuan

Berdasarkan latar belakang diatas, tujuan dari pelaksanaan Tugas Akhir ini

adalah sebagai berikut:

1. Membandingkan hasil analisis gempa struktur gedung beton bertulang

yang mengacu pada SNI 03-1726-2002 dan SNI 1726:2012. Dalam

hal ini perbedaan yang akan ditunjukkan meliputi nilai geser dasar dan

simpangan yang terjadi.

2. Membandingkan hasil desain penulangan yang mengacu pada SNI

03-2847-2002 dengan pembebanan gempa berdasarkan SNI 03-1726-2002

dan SNI 1726:2012 yang meliputi kolom dan balok.

1.4Ruang Lingkup Pembahasan

Adapun batasan-batasan masalah dalam penyusunan laporan tugas akhir ini

meliputi :

1. Gedung yang direncanakan adalah gedung tiga lantai untuk gedung

perkuliahan (Lampiran 2.3).

2. Struktur gedung merupakan sistem tunggal dari beton bertulang dengan

sistem Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK).

3. Direncanakan nilai kuat tekan beton (fc) 35 MPa, nilai tegangan leleh

untuk tulangan utama 400 MPa dan untuk tulangan geser 240 MPa.

4. Perhitungan struktur beton mengacu pada SNI 03-2847-2002.

5. Analisis struktur dilakukan dua kali, yaitu dengan mengacu pada SNI

03-1726-2002 dan SNI 1726:2012, beban gempa menggunakan metoda

statik ekuivalen.

6. Wilayah zona gempa yang dimodelkan adalah wilayah gempa sedang di

Daerah Lembang Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Dihitung

menggunakan software Desain Spektra Indonesia (Lampiran 2.1). 7. Klasifikasi tanah yang dimodelkan adalah tanah keras.

8. Menganalisis struktur menggunakan program bantu software, design

dilakukan hanya pada struktur kolom, balok dan pelat.

9. Struktur atap menggunakan rangka baja. Adapun atap hanya

(4)

1.5Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan atau pembahasan Tugas Akhir ini secara garis besar

dikelompokkan menjadi tujuh bab, yaitu sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, ruang lingkup dan

sistematika penulisan tugas akhir.

Bab II Tinjauan Pustaka

Berisi tentang pembahasan mengenai SNI 03-1726-2002 dan SNI 1726:2012 serta

tahapan perhitungan sebagai acuan dalam proses perancangan.

Bab III Metodologi

Berisi mengenai uraian tahapan studi serta metode yang digunakan meliputi

pengumpulan data, pemodelan struktur, teknik analisis data atau teknis

perancangan.

Bab IV Analisis Struktur

Berisi mengenai pemodelan struktur, analisis perencanaan gempa dan analisis

perancangan struktur.

Bab V Detail Perancangan Penulangan

Berisi mengenai perhitungan-perhitungan yang dilakukan pada proses

perancangan.

Bab VI Analisis dan Pembahasan

Berisi mengenai pembahasan hasil perbandingan perancangan struktur gedung,

baik dari segi kegempaannya maupun perancangan penulangannya.

VII Penutup

(5)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1Umum

Gempa bumi merupakan suatu gerakan tiba-tiba atau suatu rentetan gerakan

tiba-tiba dari tanah dan bersifat transient yang berasal dari suatu daerah terbatas

dan menyebar dari titik tersebut kesegala arah (M.T. Zein,2010). Beban gempa

adalah beban yang bekerja pada suatu struktur akibat dari pergerakan tanah yang

disebabkan karena adanya gempa bumi (baik itu gempa tektonik maupun gempa

vulkanik) yang mempengaruhi struktur tersebut.

Pada tugas akhir ini akan direncanakan struktur bangunan gedung yang

terletak di wilayah gempa menengah. Struktur akan direncanakan menggunakan

sistem rangka pemikul momen khusus (SPRMK). Gempa rencana mengacu pada

SNI 03-1726-2002 dan SNI 1726:2012. SNI 03-1726-2002 menggunakan peta

gempa untuk probabilitas 10 persen dengan kemungkinan terlewati besarannya

selama umur struktur bangunan 50 tahun atau memiliki perioda ulang 500 tahun,

sedangkan SNI 1726:2012 menggunakan peta gempa untuk probabilitas 2 persen

dengan kemungkinan terlewati besarannya selama umur struktur bangunan 50

tahun atau memiliki perioda ulang 2500 tahun.

2.2Kaidah Bangunan Tahan Gempa

Bangunan tahan gempa dapat diartikan bahwa bangunan tersebut dikerjakan

dengan memperhatikan kaidah-kaidah struktur dan konstruksi yang benar, baik

dalam perencanaan maupun dalam perencanaan, sehingga dapat meminimalisasi

resiko pada penghuni bangunan saat terjadi gempa. Terdapat beberapa kriteria

struktur yang tahan gempa ketika menerima beban gempa dengan intensitas yang

berbeda seperti yang tergambar pada Gambar 2.1.

Kaidah bangunan tahan gempa (FEMA 451) ini dapat dijelaskan sebagai

(6)

a. Gempa Ringan

Pada pembebanan gempa kecil yang sering terjadi, bangunan tidak boleh

terjadi kerusakan struktural dan non-struktural(immediate occupancy). b. Gempa Sedang

Pada pembebanan gempa sedang yang kadang-kadang terjadi, komponen

struktural bangunan tidak boleh mengalami kerusakan sedangkan,

komponen non-struktural boleh mengalami kerusakan dan masih dapat

diperbaiki (life safety). c. Gempa Kuat

Pada pembebanan gempa besar, bangunan boleh mengalami kerusakan

baik pada komponen non-struktural maupun struktural, namun struktur tidak boleh runtuh dan tersedia selang waktu bagi evakuasi penghuni

bangunan tersebut untuk keluar sebelum bangunan runtuh sebagian atau

keseluruhan (collapse prevention).

Sumber : FEMA 451

Gambar 2.1 Kurva yang menggambarkan kriteria struktur gedung tahan gempa

2.3Pembebanan

Pembebanan pada struktur bangunan terdiri dari beban mati, beban hidup

(7)

2.3.1Beban Mati

Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat

tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin

setara peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu

(PPPURG 1987). Adapun Tabel mengenai berat sendiri bahan bangunan dapat

dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini.

Table 2.1 Berat Sendiri Bahan Bangunan dan Komponen Gedung Bahan Bangunan Berat Sendiri

(Kg/m³)

Beton Bertulang 2400

Komponen Bangunan

Berat Sendiri

(Kg/m²)

Adukan per cm tebal dari semen 21

Dinding pasangan batu-bata setengah bata 250

Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya tanpa penggantung langit-langit atau pengaku) terdiri dari semen asbes (enternit dan beton lain sejenisnya) dengan tebal maksimum 4m

11

Penggantung langit-langit dengan bentang maksimum 5m dengan jarak s.k.s minimum 0,8m

7

Penutup lantai dari ubin semenportland, teraso dan beton tanpa adukan, per cm tebal.

24

Sumber: Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung 1987. Hal 5 dan 6

2.3.2Beban Hidup

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau

penggunaan suatu gedung termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari

barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin, serta peralatan yang bukan

merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama

masa hidup gedung tersebut (PPURG 1987).

Untuk beban hidup pada lantai gedung, harus diambil menurut Tabel 2.2.

(8)

kegunaan lantai ruang yang bersangkutan, dan juga dinding-dinding pemisah

ringan dengan berat tidak lebih dari 100 kg/m.

Table 2.2 Berat Beban Hidup Pada Lantai Bangunan

No. Komponen Bangunan Beban Hidup

(kg/m²)

a.

Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toserba,

restoran, hotel, asrama dan rumah sakit. 250

b. Tangga , bordes tangga dan gang. 300

Sumber: Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung 1987

2.3.3Beban Gempa`

Beban gempa yang digunakan mengacu pada SNI 03-1726-2002 dan SNI

1726:2012.

2.4Tahapan Penentuan Nilai Gaya Gempa Statik Ekuivalen Berdasarkan

SNI 03-1726-2002 dan SNI 03-1726-2012

2.4.1 Persyaratan Dasar

Berdasarkan SNI 03-1726-2002 syarat-syarat perancangan struktur gedung

tahan gempa yang ditetapkan dalam standar ini tidak berlaku untuk bangunan

sebagai berikut:

- Gedung dengan sistem struktur yang tidak umum atau yang masih

memerlukan pembuktian tentang kelayakannya.

- Gedung dengan sistem isolasi landasan (base isolation) untuk meredam

pengaruh gempa terhadap struktur atas.

Sedangkan berdasarkan SNI 1726:2012 prosedur analisis dan desain gempa

yang digunakan dalam desain struktur bangunan harus melibatkan sistem penahan

gaya lateral dan vertikal yang lengkap yang mampu memberikan kekuatan,

kekakuan, dan kapasitas disipasi energi yang cukup untuk menahan pergerakan

(9)

2.4.2 Wilayah Gempa

Berdasarkan SNI 03-1726-2002, Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6

Wilayah Gempa seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.2.

Sumber: SNI 03-1726-2002 hal.21

Gambar 2.2 Zona Wilayah Gempa Indonesia

Sedangkan dalam SNI 1726:2012 secara kuantitatif hasil analisis tidak lagi

diberikan dalam bentuk peta zoning gempa akan tetapi disajikan dalam format dua

buah peta kontur percepatan gempa rencana masimum dari batuan dasar untuk

waktu getar pendek 0,2 detik ( ) dan 1 detik, ( ), seperti yang ditunjukkan pada

(10)

Sumber: spektra indo 2011

Gambar 2.3 Peta Respons Spektra Percepatan 0,2 detik berdasarkan SNI 1726:2012

Sumber: spektra indo 2011

(11)

2.4.3 Arah Pembebanan

Arah beban gempa harus dianggap efektif 100% menahan gempa pada

arah utama dan harus dianggap bersamaan menahan gempa efektif 30% pada arah

tegak lurus arah utamanya. Hal ini berlaku untuk SNI 03-1726-2002 dan SNI

1726:2012 (Budiono dan Supriatna, 2011).

2.4.4 Konfigurasi Struktur

Struktur gedung beraturan harus memenuhi ketentuan SNI

03-1726-2002, Pasal 4.2.1. Pengaruh gempa rencana struktur gedung beraturan ini dapat

ditinjau sebagai pengaruh beban gempa statik ekivalen. Sehingga analisisnya

dapat menggunakan analisis statik ekivalen.

Berdasarkan SNI 1726:2012 pasal 7.3.3 Struktur bangunan gedung

diklasifikasikan sebagai gedung beraturan ketika struktur pada gedung tersebut

tidak memenuhi syarat ketidakberaturan struktur.

Prosedur analisis yang digunakan terkait erat dengan berbagai parameter

struktur bangunan tersebut, yaitu parameter keutamaan bangunan, parameter

faktor keutamaan gempa, kategori desain seismik.

2.4.5 Respons Spektra

Berdasarkan SNI 03-1726-2002 pasal 4.7.4, respons spektra ditentukan

berdasarkan parameter :

Fakor jenis tanah yaitu terdapat tanah lunak, sedang dan tanah keras. Adapun

pada tugas akhir ini jenis tanah yang diklasifikasikan adalah jenis tanah keras.

Faktor zonasi wilayah gempa yaitu terdapat 6 zona seperti yang telihat pada

Gambar 2.2.

Faktor keutamaan gedung

Berdasarkan SNI 03-1726-2002, nilai faktor keutamaan untuk gedung

(12)

Tabel 2.3 Faktor keutamaan I untuk berbagai kategori gedung atau bangunan Kategori gedung Faktor Keutamaan

I

Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan

dan perkantoran 1,0

Monumen dan bangunan monumental 1,0

Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televise

1,5

Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas,

produk minyak bumi, asam, bahan beracun 1,5

Cerobong, tangki di atas menara 1,25

Sumber: SNI 1726:2002

Untuk mendapatkan respons spektra gempa rencana berdasarkan SNI

03-1726-2002 pasal 4.7.4, dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Sumber: SNI 03-1726-2002

(13)

Berdasarkan SNI 1726:2012, respons spektra desain harus ditentukan

berdasarkan prosedur dan parameter-parameter yang dibutuhkan. Berikut

parameter-parameter yang dibutuhkan untuk pembuatan respons spektra.

Parameter percepatan batuan dasar, seperti yang terdapat pada Gambar

2.3 dan Gambar 2.4.

Parameter kelas situs

Berdasarkan SNI 1726:2012 pasal 6.1.2 jenis tanah atau situs harus

diklasifikasikan sebagai kelas situs SA, SB, SC, SD, SE, atau SF.

Pengklasifikasian tanah dapat ditentukan berdasarkan kondisi tanah sesuai

Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Klasifikasi Situs

Sumber: SNI 1726:2012 dengan karakteristik sebagai berikut :

1. Indeks plastisitas, PI > 20, dan analisis respons spesifik-situs yang seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah tersementasi lemah

- Lempung sangat organik dan/atau gambut(ketebalan H > 3 m) - Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m

dengan Indeks Plastisitas, PI > 75)

Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H > 35 m dengan

(14)

Kelas situs

Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER) terpetakan pada perioda pendek, T = 0.2

detik, SS

Ss  Ss  Ss  Ss  Ss 

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0

SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0

SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9

SF SSb

Pada tugas akhir ini klasifikasi dari daerah gempa yang ditinjau berada

pada kelas situs SC dengan jenis tanah keras, sangat padat dan batuan lunak

dengan menyesuaikan pada peta gempa indonesia yang terbaru.

Koefisien koefisien situs dan parameter-parameter respons spektra

percepatan gempa maksimum yang dipertimbangkan resiko-tertarget

( )

Berdasarkan SNI 1726:2012 Percepatan Respon Spectral MCE pada

periode pendek ( ) dan pada periode 1 detik ( ) yang disesuaikan

dengan pengaruh klasifikasi situs dihitung berdasarkan persamaan berikut :

= (Pers. 2-1)

= (Pers. 2-2)

Keterangan:

adalah percepatan respon spectral MCE pada peta pada perioda pedek.

adalah parameter respons spectral percepatan gempa MC terpetakan

untuk perioda pendek.

adalah percepatan respon spectral MCE pada peta pada perioda 1,0 detik.

adalah parameter respons spectral percepatan gempa MC terpetakan

untuk perioda 1,0 detik.

Fv adalah koefisien situs untuk perioda panjang (Tabel 2.6)

Fa adalah koefisien situs untuk perioda pendek (Tabel 2.5)

Tabel 2.5 Faktor Amplifikasi Getaran Terkait Percepatan Pada Getaran Perioda Pendek.

(15)

Kelas situs

Parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan pada perioda 1 detik, S

1

S1 S 1 S 1 S 1 S1

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3

SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5

SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4

SF SSb

Tabel 2.6 Faktor Amplifikasi Getaran Terkait Percepatan Pada Getaran Perioda 1 detik

Sumber: SNI 1726:2012

Parameter percepatan spektra desain

Parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek dan pada

perioda 1 detik, harus ditentukan melalui perumusan berikut ini:

= (Pers. 2-3)

= (Pers. 2-4)

Prosedur pembuatan respons spektra desain.

Untuk periode yang lebih kecil dari , spektrum respons percepatan

desain harus diambil dari persamaan:

= ( ) (Pers. 2-5)

Untuk periode dan , spektrum respons desain =

Untuk periode > spektrum respons percepatan desain diambil berdasarkan persamaan: =

Keterangan:

adalah parameter respons spektrum percepatan desain pada periode 1

detik.

adalah parameter respons spektrum percepatan desain pada periode

pendek.

adalah periode getar fundamental struktur.

(16)

(Pers. 2-6)

(Pers. 2-7)

Parameter-parameter respons desain diplot pada grafik dan akan menghasilkan respons spektra desain yang dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Sumber: SNI 1726:2012

Gambar 2.6 Respons Spektrum Desain

Dalam tugas akhir ini wilayah gempa dan desain respons spektrum akan

direncanakan dengan menggunakan Software Spektra Indonesia 2011.

2.4.6 Geser Dasar Seismik

Berdasarkan SNI 03-1726-2002, Pasal 6.1, struktur gedung beraturan

dapat direncanakan terhadap pembebanan gempa nominal akibat gempa rencana

dalam arah masing-masing sumbu utama denah struktur tersebut, berupa beban

gempa nominal statik ekuivalen. Apabila kategori gedung memiliki faktor

keutamaan (I) dan strukturnya untuk suatu arah sumbu utama denah struktur dan sekaligus arah pembebanan gempa rencana memiliki faktor reduksi gempa (R)

dan waktu getar alami fundamental (T1), maka beban geser dasar nominal statik

ekuivalen V terjadi di tingkat dasar dapat diperhitungkan menurut persamaan

yang terdapat dalam Tabel 2.7 dan Tabel 2.8.

Sedangkan berdasarkan SNI 1726:2012, Geser dasar gempa (V), dalam arah

yang ditetapkan harus ditentukan sesuai dengan persamaan yang terdapat dalam

(17)

Tabel 2.7 Penentuan Geser Dasar Seismik

SNI 03-1726-2002 SNI 1726:2012

Keterangan:

= nilai faktor respons gempa yang

didapat dari spektrum respons gempa rencana untuk waktu getar alami fundamental (T1)

Wt = berat total gedung, termasuk beban hidup yang sesuai.

V = W

Keterangan:

= Koefisien respons seismik

= Berat seismik efektif

(18)

Tabel 2.8 Koefisien Respons Seismik

SNI 03-1726-2002 SNI 1726:2012

Koefisien seismik =

Keterangan:

C = nilai faktor respons gempa yang didapat dari spektrum respons gempa rencana untuk waktu getar alami fundamental (T1)

I = Faktor keutamaan gedung

R = Faktor reduksi gempa (dapat dilihat pada Tabel2.9)

=

Nilai Cs tidak perlu melebihi:

= ( )

Nilai Cs yang dihitung tidak kurang dari:

jika sama dengan atau lebih besar dari 0,6g, maka

= ( )

Keterangan :

adalah Parameter percepatan

spektrum respons desain dalam rentang perioda pendek.

R adalah Faktor modifikasi respons (dapat dilihat pada Tabel 2.10).

I adalah Faktor keutamaan gempa (dapat dilihat pada Tabel 2.11).

adalah parameter percepatan

spektrum respons desain pada perioda sebesar 1,0 detik.

T adalah perioda fundamental struktur (detik).

adalah parameter percepatan spektrum respons maksimum.

(19)

Tabel 2.9 Faktor Reduksi Gempa berdasarkan SNI 03-1726-2002

Sistem dan subsistem

struktur gedung Uraian sistem pemikul beban gempa

3. (Sistem rangka pemikul momen (Sistem struktur melalui mekanisme lentur)

1. Rangka pemikul

Tabel 2.10 Faktor koefisien modifikasi respons, faktor kuat lebih sistem, faktor pembesaran defleksi dan batasan tinggi sistem struktur berdasarkan SNI 1726:2012

Sistem penahan

(20)

Tabel 2.11 Faktor Keutamaan gempa

Kategori Resiko Faktor Keutamaan Gempa, Ie

I atau II 1,0

III 1,25

IV 1,50

Sumber: SNI 1726:2012

2.4.7 Waktu Getar Alami Fundamental

Untuk mencegah penggunaan struktur yang fleksibel maka terdapat

pembatasan waktu getar alami fundamental struktur. Adapun nilai batas

maksimum waktu untuk perioda bangunan ditentukan dengan persamaan yang

terdapat pada Tabel 2.12 berikut ini.

Tabel 2.12 Batasan Perioda Alami Struktur

SNI 03-1726-2002 SNI 1726:2012

Nilai batas maksimum

T <

Keterangan:

adalah koefisien yang membatasi waktu getar alami fundamental (dapat dilihat pada Tabel 2.13).

n adalah nilai lantai gedung.

Ada dua batas, yaitu:

=

Keterangan:

adalah nilai batas bawah

periode pembangunan.

adalah nilai batas atas perioda

bangunan.

(21)

Tabel 2.13 koefisien yang membatasi waktu getar alami fundamental Wilayah Gempa

1 0,20

2 0,19

3 0,18

4 0,17

5 0,16

6 0,15

Sumber: SNI 03 1726 2002 hal.136

Tabel 2.14.Koefisien Untuk Batas Atas Pada Perioda Yang Dihitung. Parameter percepatan

respons spektral desain pada 1 detik, S

D1

Koefisien Cu

0,4 1,4

0,3 1,4

0,2 1,5

0,15 1,6

0,1 1,7

Sumber: Tabel 14, SNI 03-1726-2012

Tabel 2.15.Nilai Parameter Perioda Pendekatan Ct Dan x.

Tipe struktur Ct X

Sistem rangka pemikul momen di mana rangka memikul 100 persen gaya gempa yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi jika dikenai gaya gempa.

Rangka baja pemikul momen. 0,0724 0,8

Rangka beton pemikul momen. 0,0466 0,9

Rangka baja dengan bresing eksentris. 0,0731 0,75 Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap

tekuk.

0,0731 0,75

Semua sistem struktur lainnya. 0,0488 0,75

(22)

2.4.8 Distribusi Vertikal Gaya Gempa

Berdasarkan pasal 6.1.3 SNI 03-1726-2002 Beban geser dasar nominal V

menurut Subbab 2.4.6 harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi

beban-beban gempa nominal statik ekuivalen Fi yang menangkap pada pusat

massa lantai tingkat ke-i menurut persamaan yang terdapat pada Tabel 2.16.

Sedangkan Berdasarkan SNI 03-1726-2012 pasal 7.8.3, gaya gempa lateral (Fx) (kN) yang timbul di semua tingkat harus ditentukan dari persamaan dalam Tabel 2.16

berikut ini.

Tabel2.16 Distribusi Vertikal Gaya Gempa

SNI 03-1726-2002 SNI 1726:2012

Keterangan:

Wi adalah massa lantai tingkat ke-i (termasuk beban hidup yang sesuai). adalah ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral. adalah distribusi vertikal gaya

gempa sesuai.

adalah gaya geser desain total.

Keterangan:

V adalah gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur.

adalah bagian berat seismik efektif total struktur (W) yang ditempatkan atau dikenakan pada tingkat i atau x.

adalah tinggi (m) dari dasar sampai tingkat i atau x.

k adalah eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai berikut :untuk struktur yang mempunyai T = 0,5 detik atau kurang; k = 1,

- untuk struktur yang mempunyai T = 2,5 detik atau lebih; k = 2,

(23)

2.4.9 Distribusi Horizontal Gaya Gempa

Berdsarkan SNI 03-1726-2002 dan SNI 1726:2002, geser tingkat desain

gempa (Vx) yang timbul di semua tingkat harus ditentukan dari persamaan berikut

ini.

Vx = ∑ (Pers.2-8)

Keterangan:

Fi = Bagian dari geser dasar seismik (V) yang timbul di tingkat i (kN).

Vx = Geser tingkat desain gempa (kN).

2.4.10 Kombinasi Pembebanan

Faktor-faktor dan kombinasi beban untuk beban mati, beban hidup dan

beban gempa berdasarkan SNI 03-1726-2002 dan SNI 1726:2012 dapat dilihat

pada Tabel 2.17.

Tabel 2.17 Kombinasi Pembebanan

SNI 03-1726-2002 SNI 1726:2012

1. 1,4 DL

2. 1,2 DL + 1,6 LL

3. 1,2 DL + 1 LL ± 0,3 Ex ± 1 Ey 4. 1,2 DL + 1 LL ± 1 Ex ± 0,3 Ey 5. 0,9 DL ± 0,3 Ex ± 1 Ey 6. 0,9 DL ± 1 Ex ± 0,3 Ey

Keterangan: DL= Beban mati LL = Beban Hidup

Ex = Beban Gempa arah-x Ey = Beban gempa arah-y

1. 1,4 DL

2. 1,2 DL + 1,6 LL

3. 1,2 DL + 1 LL ± 0,3 (

) ± 1 ( )

4. 1,2 DL + 1 LL ± 1 ( ) ± 0,3 ( )

5. 0,9 DL ± 0,3 ( ) ± 1 ( )

6. 0,9 DL ± 1 ( ) ± 0,3 ( )

Keterangan :

= Faktor redunansi

= Parameter percepatan respons desain

pada perioda pendek

(24)

Berdasarkan SNI 1726:2012 Pengaruh beban gempa (E) harus ditentukan dengan persamaan sebagai berikut.

E = + (Pers.2-9)

atau

E = - (Pers. 2-10)

Keterangan:

E = Pengaruh beban gempa.

= Pengaruh beban gempa horisontal.

= Pengaruh beban gempa vertikal.

Dimana pengaruh beban gempa horisontal ( ) harus ditentukan sesuai

dengan persamaan berikut:

= (Pers. 2-11)

Keterangan:

= Pengaruh gaya gempa horisontal dari V atau .

= Faktor redundansi untuk desain seismik D samapai F nilainya 1,3.

Faktor redundansi ( ) harus dikenakan pada sistem penahan gaya gempa

dalam masing-masing kedua arah ortogonal untuk semua struktur. Karena struktur

yang dirancang termasuk kategori desain seismik D , maka = 1,3.

Sedangkan Berdasarkan SNI 03-1726-2002 pengaruh gempa vertikal

merupakan opsional untuk dilakukan analisisnya, sedangkan dalam SNI

1726:2012 pengaruh gempa vertikal harus dilakukan analisisnya dengan

memasukan faktor Ev kedalam kombinasi pembebanan ultimit. Berikut persamaan

(25)

Tabel2.18 Pengaruh Gempa Vertikal

SNI 03-1726-2002 SNI 1726:2012

Cv = Ψ A0 I

Keterangan:

Ψ = koefisien yang bergantung kepada wilayah gempa di mana struktur gedung berada.

A0 = percapatan puncak muka tanah. I = faktor keutamaan gedung.

Ev =0,2 SDS D

Keterangan:

SDS = Parameter spektrum respon desain pada periode pendek (Ss).

D = Pengaruh beban mati.

2.4.11 Simpangan Antar Lantai

Displacement atau simpangan antar lantai akibat beban gempa rencana, berdasarkan SNI 03-1726-2002 dan SNI 1726:2012 harus memenuhi

persyaratan-persyaratan seperti terdapat pada Tabel 2.19. Persyaratan berikut dimaksudkan

untuk menjamin agar struktur tidak terlalu fleksibel. Dengan demikian faktor

kenyamanan dan perlindungan terhadap elemen non struktural masih dapat

terlindung.

Berdasarkan SNI 1726:2012 simpangan antar lantai terdapat satu kinerja,

yaitu batas ultimate. Penentuan simpangan antar lantai tingkat desain harus

dihitung sebagai perbadaan defleksi pada pusat massa ditingkat teratas dan

terbawah yang ditinjau. Simpangan antar lantai tingkat desain tidak boleh

melebihi simpangan antar lantai tingkat izin, seperti diperlihatkan dalam Tabel

(26)

Tabel2.19 simpangan Antar Lantai

SNI 03-1726-2002 SNI 1726:2012

 Kinerja batas layan

30mm  Kinerja batas ultimit

Untuk struktur gedung beraturan:

 Kinerja batas Ultimit

x = Keterangan:

= faktor pembesaran defleksi. = faktor keutamaan berdasarkan

kategori.

= faktor keutamaan berdasarkan

kategori resiko.

Tabel 2.20 Simpangan antar lantai izin

Struktur Kategori Resiko

I atau II III IV

Struktur, selain dari struktur dinding geser batu bata, 4 tingkat atau kurang dengan dinding interior, partisi, langit-langit dan sistem dinding eksterior yang telah didesain untuk mengakomodasi simpangan antar lantai tinkat.

0,025 hsxc 0,020 hsx 0,015 hsx

Struktur dinding geser kantilever batu bata

0,010 hsx 0,010 hsx 0,010 hsx Sruktur dinding geser batu bata lainnya 0,007 hsx 0,007 hsx 0,007 hsx Semua struktur lainnya 0,020 hsx 0,015 hsx 0,010 hsx Sumber: SNI 1726:2012 hal.70

2.4.12 Eksentrisitas dan Torsi

Berdasarkan SNI 03-1726-2003 pasal 5.4.3 pusat massa dan pusat rotasi

lantai tingkat dapat didefinisikan sebagai berikut.

 Pusat massa lantai tingkat suatu struktur gedung adalah titik tangkap

resultante beban mati, berikut beban hidup yang sesuai yang bekerja pada lantai tingkat itu. Pada perencanaan struktur gedung, pusat

massa adalah titik tangkap beban gempa statik. Nilai pusat massa

(27)

normal pada struktur kemudian dihitung dengan menggunakan

rumus :

(Pers.2-12)

(Pers.2-13)

Keterangan :

Ni = Jumlah gaya normal

Xi = Jarak bentang arah X

Yi = Jarak bentang arah Y

 Pusat rotasi lantai tingkat suatu struktur gedung adalah suatu titik pada lantai tingkat itu yang bila suatu beban horisontal bekerja

padanya, lantai tingkat tersebut tidak berotasi tetapi hanya

bertranslasi, sedangkan lantai-lantai tingkat lainnya yang tidak

mengalami beban horisontal semuanya berotasi dan bertranslasi.

Adapun antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat harus ditinjau

suatu eksentrisitas rencana

e

d

.

Apabila ukuran horisontal terbesar denah struktur

gedung pada lantai tingkat itu, diukur tegak lurus pada arah pembebanan

gempa,dinyatakan dengan “b”, maka eksentrisitas rencana

e

d harus ditentukan

sebagai berikut :

- untuk 0 <

e

< 0,3 b :

e

d = 1,5 e + 0,05 b (Pers. 2-14a)

atau

e

d=

e

– 0,05 b (Pers. 2-14b)

Kemudian dipilih diantara keduanya yang pengaruhnya paling menentukan

untuk unsur atau subsistem struktur gedung yang ditinjau.

- untuk

e

> 0,3 b :

e

b = 1,33

e

+ 0,1 b (Pers. 2-14c)

(28)

e

b = 1,17

e

– 0,1 b (Pers. 2-14d)

Kemudian dipilih di antara keduanya yang pengaruhnya paling

menentukan untuk unsur atau subsistem struktur gedung yang ditinjau.

Keterangan :

e

d = Eksentrisitas rencana

e

= Pengurangan antara pusat masa dengan pusat rotasi

b = Ukuran horizontal terbesar denah struktur pada lantai tingkat yang ditinjau

Dalam perencanaan struktur gedung terhadap pengaruh Gempa Rencana,

eksentrisitas rencana

e

d antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat harus

dipertimbangkan.

Sedangkan Berdasarkan SNI 1726:2012 pasal 7.8.4.1; pasal 7.8.4.2; dan

pasal 7.8.4.3. terdpat dua jenis torsi yang terjadi, yaitu:

1. Torsi bawaan

Untuk diafragma yang tidak fleksibel, distribusi gaya lateral di

masing-masing tingkat harus memperhitungkan pengaruh momen torsi bawaan,

Mt, yang dihasilkan dari eksentrisitas antara lokasi pusat massa dan pusat kekakuan. Untuk diafragma fleksibel, distribusi gaya ke elemen

vertikal harus memperhitungkan posisi dan distribusi massa yang

didukungnya.

2. Torsi tak terduga

Jika diafragma tidak fleksibel, desain harus menyertakan momen torsi

bawaan (Mt) (kN) yang dihasilkan dari lokasi massa struktur ditambah momen torsi tak terduga (Mta) (kN) yang diakibatkan oleh perpindahan pusat massa dari lokasi aktualnya yang diasumsikan pada

masing-masing arah dengan jarak sama dengan 5 persen dimensi struktur tegak

lurus terhadap arah gaya yang diterapkan. Jika gaya gempa diterapkan

secara serentak dalam dua arah ortogonal, perpindahan pusat massa 5

(29)

orthogonal pada saat bersamaan, tetapi harus diterapkan dalam arah

yang menghasilkan pengaruh yang lebih besar.

Torsi dalam SNI 1726:2012 termasuk ke dalam ketidak beraturan

horizontal. Adapun definisi untuk ketidakberaturan horizontal dapat dilihat pada

Tabel 10 SNI 1726:2012. Untuk mengetahui ada tidaknya ketidak beraturan torsi

pada suatu struktur dapatb ditentukan degan melihat defleksi maksimum dan

defleksi rata-rata pada struktur tersebut seperti yang terlihat pada Gambar 2.7.

berikut ini merupakan tipe dari ketidakberaturan torsi yang ditentukan

berdasarkan defleksi maksimum dan defleksi rata-rata:

1. max < 1,2 avg = Tanpa ketidakberaturan torsi 2. 1,2 max [δmax [ avg = ketidakberaturan torsi 1 a 3. max > 1,4 avg = Ketidak beraturan torsi

Dalam SNI 1726:2012 terdpat parameter pembesaran momen torsi

takterdug (Ax). Struktur yang dirancang untuk kategori desain seismik C, D, E, atau F, di mana tipe 1a atau 1b ketidakberaturan torsi terjadi seperti didefinisikan

dalam Tabel 10 SNI 1726:2012, harus mempunyai pengaruh tingkat dengan

faktor yang diperhitungkan dengan mengalikan Mta di masing-masing pembesaran torsi (Ax) seperti digambarkan dalam Gambar 2.7 dan ditentukan dari

persamaan berikut ini.

Ax = ( ( )) (Pers. 2-15)

Keterangan :

max adalah perpindahan maksimum di tingkat x (mm) yang dihitung dengan mengasumsikan Ax = 1(mm)

avg adalah rata-rata perpindahan di titik-titik terjauh struktur di tingkat x yang dihitung dengan mengasumsikan Ax = 1(mm)

(30)

Sumber: SNI 1726:2012

Gambar 2.7 Faktor pembesaran torsi (Ax)

2.5Perancangan Komponen Struktur Atas Beton Bertulang

2.5.1 Perancangan Elemen Struktur Pelat

Penulangan dilakukan dengan cara analisis seperti analisis balok

bertulangan ganda dengan menghitung jumlah tulangan per meter lebar. Adapun

perancangan tulangan pelat dapat dilakukan dengan ketentuan-ketentuan berikut

ini.

a) Mengasumsikan diameter tulangan pelat.

b) Nilai harus ditentukan berdasarkan SNI 03-2847-2002 hal 41.

c) Hitung d

(Pers. 2-16)

d) Hitung d’

(Pers. 2-17) e) Menghitung As dan As’

(Pers.2- 18)

f) Cek beberapa kemungkinan letak garis netral (C)

 Kemungkinan tulangan tekan belum leleh

(Pers. 2-19)

(31)

dimana,

( ) (Pers. 2-20)

 Pengecekan tulangan tekan:

( ) (Pers. 2-21)

Jika fs’≤ fy maka perhitungan dapat dilanjutkan

Jika fs’≥ fy maka perhitungan diulang dengan menggunakan persamaan;

g) Pemeriksaan daktilitas pada pelat dengan persamaan sebagai berikut.

 = perhitungan dilanjutkan ke pengecekan momen nominal dari

penampang, yakni kuat atau tidaknya suatu penampang untuk menahan

beban yang ada.

i) Gaya gaya pada penampang

Cs = As’ .fs’ (Pers. 2-26)

Cc = 0,85 . f’c.b.β1.c (Pers. 2-27) T = As.fy (Pers. 2-28)

(32)

j) Mn = [Cc.(d-a/2)] + [Cs.(d –d’)] (Pers. 2-29)

Mn = [0,85.fc’.a.b.(d-a/2)] + [(As’.fs’)(d –d’)] (Pers. 2-30) di mana

a = C.β1 (Pers. 2-31)

Mu ≤ ØMn (Pers. 2-32) Keterangan:

Mu adalah momen terfaktor hasil analisis sturktur yang merupakan nilai

maksimum dari seluruh kombinasi beban.

k) Kontrol jarak tulangan

s =

n b

(Pers. 2-33)

smin = 25 + Øtul (Pers. 2-34)

smax = 3Tp+ Øtul atau 500 mm (Pers. 2-35)

Kontrol

smin ≤ s ≤ smax (Pers. 2-36)

2.5.2 Perancangan Struktur Balok

Balok adalah elemen struktur yang menyalurkan beban-beban dari slab

lantai ke kolom penyangga yang vertikal (Edward G Nawy, 1985). Beban-beban

yang bekerja pada struktur, baik beban vertikal, horizontal, beban karena susut,

maupun beban temperatur yang dapat menyebabkan adanya lentur dan deformasi

pada suatu elemen struktur termasuk balok.

Tulangan utama balok ini terdiri dari tulangan tekan dan tulangan tarik.

Tulangan tarik pada balok adalah tulangan yang dipasang pada bagian balok yang

tertarik, atau bagian balok yang menahan gaya tarik. Tulangan tarik ini harus

dipasang agar pada saat terjadi tarik balok tidak retak, karena beton sangat lemah

terhadap tarikan. Sedangkan tulangan tekan pada balok adalah tulangan yang

dipasang pada bagian tekan, atau bagian balok yang menahan gaya tekan. Dan

fungsi dari pemasangan tulangan tekan ini adalah selain meningkatkan kapasitas

penampang, juga untuk mengurangi lendutan akibat penyusutan dan rangkak

(33)

2.5.2.1Perancangan Tulangan Lentur Balok

Sesuai pasal 12.2 SNI 03-2874-2002 dalam merencanakan komponen

struktur terhadap beban lentur atau aksial atau kombinasi dari beban lentur dan

aksial, digunakan asumsi sebagai berikut :

1. Distribusi regangan diasumsikan linier.

2. Regangan maksimum pada serat tekan beton terluar sama dengan 0,003.

3. Tegangan tulangan yang lebih kecil dari fy diambil sebesar Es dikali s,

sedangkan tegangan tulangan yang lebih besar dari fy diambil sama dengan fy. 4. Kuat tarik beton diabaikan, karena beton lemah terhadap tarik.

5. Hubungan antara distribusi tegangan tekan beton dengan regangan beton

diasumsikan berbentuk persegi.

Sesuai dengan asumsi dalam perancangan maka dapat digambarkan

distribusi tegangan dan regangan untuk penampang balok untuk perhitungan

tulangan komponen struktur seperti terlihat pada Gambar 2.8.

Sumber : SNI 03-2847-2002

(a) potongan penampang balok (b) regangan (c) tegangan

Gambar 2.8. Distribusi Tegangan Dan Regangan Penampang Balok Bertulang Ganda. Adapun perancangan tulangan lentur suatu balok dapat dilakukan dengan ketentuan-ketentuan berikut ini.

a) Mengasumsikan dimensi balok dan diameter tulangan utama balok.

b) Nilai harus ditentukan berdasarkan SNI 03-2847-2002 hal 41.

c) Hitung d

(34)

d) Hitung d’

(Pers. 2-38)

e) Menghitung As dan As’

(Pers.2- 39)

f) Cek beberapa kemungkinan letak garis netral (C)

Dengan mengacu pada Gambar 2.8, didapat :

(Pers. 2-40) Di asumsikan tulangan belum leleh, maka:

(Pers. 2-41)

dimana,

( ) (Pers. 2-42)

( )

( ) (Pers. 2-43)

g) Pemeriksaan tulangan Tekan

( ) (Pers. 2-44)

Jika fs’≤ fy maka perhitungan dapat dilanjutkan

Jika fs’≥ fy maka perhitungan diulang dengan menggunakan persamaan:

(Pers. 2-45)

h) Pemeriksaan daktilitas penampang balok dengan persamaan sebagai

berikut:

(Pers. 2-46)

dengan,

 =

d b

As

(35)

’ =

dan tidak lebih kecil dari :

min = perhitungan dilanjutkan ke pengecekan momen nominal dari

penampang, yakni kuat atau tidaknya suatu penampang untuk menahan

beban yang ada.

i) Gaya gaya pada penampang

Cs = As’ .fs’ (Pers. 2-51)

Mu adalah momen terfaktor hasil analisis sturktur yang merupakan nilai

maksimum dari seluruh kombinasi beban.

k) Untuk syarat tulangan lentur balok berdasarkan SNI 03-2847-2002,

adalah sebagai berikut:

(36)

Analisis penampang tumpuan berdasarkan SNI 03-2847-2002 syaratnya

adalah:

| |

| | (Pers. 2-59)

Menentukan nilai Mpr sama seperti menentukan nilai Mn pada balok,

namun tegangan lelehnya dianggap sebesar 1.25 fy.

2.5.2.2Perancangan Tulangan Geser Balok

Perancangan tulangan geser balok pada SRPMK berdasarkan SNI

03-2847-2002 dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut ini.

a. Analisis penampang tumpuan menggunakan 1,25 fy, sehingga diperoleh

Mpr1 dan Mpr2, yaitu momen pada daerah plastis. Analisis ini dilakukan

karena pada SRPMK gaya geser balok lebih kuat dari pada kekuatan lentur

balok.

(37)

Sumber: SNI 03-2847-2002

Gambar 2.9 Perencanaan geser untuk balok

(a) Gaya geser rencana akibat gravitasi dan goyangan ke kiri, (b) Gaya geser rencana akibat gravitasi dan goyangan ke kanan

Dimana nilai gaya geser (Ve) adalah :

(Pers. 2-61)

( )

(Pers. 2-62)

Nilai VugLdan VugR didapat dari nilai gaya geser maksimum dengan

beban sebesar 1,2D + 0,5L dan dengan mengasumsikan kedua ujung balok

memiliki perletakan sendi. Sedangkan Mpr1 dan Mpr2 didapat dari nilai

momen penampang balok pada kondisi tulangan tarik mencapai strain

hardening (1,25).

c. Jarak antar sengkang (s) dapat dihitung dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

1) Untuk tulangan geser di tumpuan, Vc = 0, jika

Ln Mpr

2

Ve

. Namun

jika tidak terpenuhi maka:

Vc = fc b.d 6

'

(Pers. 2-62)

(38)

Ve ≤ Ø[Vc + (2

2) Ve ≥ (1/2)ØVc, jika tidak terpenuhi maka tidak perlu tulangan geser.

Nilai Ve yang digunakan adalah Ve yang sesuai dengan Persamaan

sengkang yang telah diasumsikan terlebih dahulu.

fy

Adapun jarak antar sengkang harus mengikuti persyaratan

berdasarkan SNI 03-2847-2002 berikut:

1) Sengkang tertutup pertama harus dipasang tidak lebih dari 50 mm dari

muka tumpuan. Jarak maksimum antar sengkang tertutup tidak boleh

melebihi :

a. d/4

b. delapan kali diameter tulangan longitudinal

c. 24 kali diameter sengkang, dan

d. 300 mm

2) Pada daerah yang tidak memerlukan sengkang tertutup, sengkang

dengan kait gempa pada kedua ujungnya harus dipasang dengan spasi

(39)

2.5.3 Perancangan Struktur Kolom

Berdasarkan SNI 03-2847-2002, dalam merancangan struktur kolom harus

memperhitungkan faktor-faktor berikut ini.

2.5.3.1Klasifikasi Portal atau Lantai

Suatu portal atau lantai dapat diklasifikasikan berdasarkan lantai gedung

yang bergoyang atau tidak bergoyang. SNI 03-2847-2002 menjelaskan bahwa

suatu kolom dikatakan tidak bergoyang jika Indeks stabilitas (Q) lebih kecil dari

0,05, berdasarkan persamaan:

(Pers. 2-67) Keterangan :

Q = Indeks Stabilitas.

ΣPu = Beban vertikal total pada tingkat yang ditinjau. Vu = Gaya geser lantai total pada tingkat yang ditinjau.

∆0 = Simpangan relatif antar tingkat orde-pertama pada tingkat yang ditinjau akibat Vu.

2.5.3.2Klasifikasi Kolom

Suatu komponen stuktur tekan semakin langsing maka akan semakin

mudah melentur dan mengalami tekuk. Untuk mencegah terjadinya tekuk,

diperlukan evaluasi terhadap reduksi kekuatan yang harus diberikan dalam

perhitungan struktur kolom.

Sesuai Pasal 12.10(2) SNI 03-2874-2002 mengenai perencanaan

komponen struktur tekan dapat dilakukan dengan analisis tingkat pertama, kecuali

untuk komponen – komponen struktur tekan tunggal pada rangka yang ditinjau

memiliki kelangsingan lebih besar dari pada 100.

Berdasarkan SNI 03-2847-2002 pengaruh kelangsingan kolom bergoyang

maupun tidak bergoyang bisa diabaikan bila memenuhi persyaratan berikut ini.

(40)

( ) (Pers. 2-68)

dengan suku (34-12(M1/M2)) tidak boleh diambil > 40. Suku M1/M2 bernilai positif bila kolom melentur dengan kelengkungan tunggal dan

bernilai negatif bila kolom melentur dengan kelengkungan ganda.

 Sedangkan untuk portal bergoyang pengaruh perpanjangan atau kelangsingan kolom harus diperhitungkan jika:

(Pers. 2-69)

Keterangan:

k = Faktor panjang efektif komponen struktur tekan, dimana :

- k = 1,untuk komponen struktur tekan yang ditahan terhadap

goyangan ke samping.

- k > 2,untuk komponen struktur tekan yang tidak ditahan terhadap

goyangan ke samping.

lu = Panjang bentang komponen struktur lentur (balok/pelat) yang diukur dari pusat ke pusat titik kumpul (m).

r = Jari-jari girasi penampang kolom.

M1 = Momen ujung terfaktor yang lebih kecil pada kolom, bernilai positif jika komponen struktur melentur dengan kelengkungan tunggal, dan

bernilai negatif jika komponen struktur melentur dengan

kelengkungan ganda.

M2 = Momen ujung terfaktor yang lebih besar pada kolom, selalu bernilai positif.

Nilai faktor panjang efektif (k) didapatkan berdasarkan Gambar 2.10

dengan terlebih dahulu menghitung nilai Ψa dan Ψb baik arah x maupun arah y.

( ) ( )

(41)

( ) ( )

( ) ( ) (Pers. 2-70b)

Sumber : SNI 03-2847-2002

Gambar 2.10 Nilai faktor panjang efektif (k) (a) untuk komponen struktur tak bergoyang (b) untuk komponen struktur bergoyang

2.5.3.3Perberaran Momen

A.Perbesaran Momen Rangka Portal Tak Bergoyang

Akibat pengaruh kelangsingan, momen desain pada kolom langsing pada

lantai yang tidak bergoyang menjadi :

Mc=δns M2 (Pers. 2-71)

dengan,

δns = 1,0

75 , 0 1

 

c u

m

P P

C

(Pers. 2-72)

Cm = 0,6 + 0,4 2 1

M

(42)

Pc =

 

2 2

u

kl EI

(Pers. 2-74)

EI pada Persamaan (2-74) diambil sebesar:

EI =

d g cI

E

1 4 , 0

(Pers. 2-75)

nilai Ec didapat dari Tabel 2.21 berikut.

Tabel 2.21 Modulus elastisitas

Sumber : SNI 03-2847-2002 hal. 77

Keterangan:

Mc = Momen terfaktor yang diperbesar pada kolom

δns = Faktor pembesar momen untuk rangka yang ditahan terhadap goyangan ke samping, untuk menggambarkan pengaruh

kelengkungan komponen struktur diantara ujung-ujung komponen

struktur tekan

M2 = Momen ujung terfaktor yang lebih besar pada komponen tekan

Cm = Faktor yang menghubungkan diagram momen aktual dengan suatu diagram momen merata ekuivalen.

Pc = Beban kritis

Βd = rasio dari beban tetap aksial terfaktor maksimum terhadap beban aksial terfaktor maksimum dari kombinasi beban yang sama.

B.Perbesaran Momen Rangka Portal Bergoyang

Momen desain pada lantai bergoyang berdasarkan SNI 03-2847-2002

Pasal 12.13(3) menjadi:

(43)

(Pers. 2-77)

dimana,

(Pers. 2-78)

Keterangan:

M1s = nilai yang lebih kecil dari momen-momen ujung terfaktor pada komponen struktur tekan akibat beban yang menimbulkan

goyangan ke samping yang berarti pada struktur.

M2s = nilai yang lebih besar dari momen-momen ujung terfaktor pada komponen struktur tekan akibat beban yang menimbulkan

goyangan ke samping yang berarti pada struktur.

M1ns = nilai yang lebih kecil dari momen-momen ujung terfaktor pada komponen struktur tekan akibat beban yang tidak menimbulkan

goyangan ke samping yang berarti pada struktur.

M2ns = nilai yang lebih besar dari momen-momen ujung terfaktor pada komponen struktur tekan akibat beban yang tidak menimbulkan

goyangan ke samping yang berarti pada struktur.

δs = faktor pembesar momen untuk rangka yang tidak ditahan terhadap goyangan ke samping, untuk menggambarkan penyimpangan

lateral akibat beban lateral dan gravitasi.

Mns momen yang tidak mengakibatkan goyangan karena nilai tersebut

diambil berdasarkan kombinasi pembebanan tanpa beban gempa yaitu 1.2D +

0.5 L. Untuk Ms dapat mengakibatkan goyangan karena nilai momen tersebut

diambil dari kombinasi pembebanan yang menyertakan beban gempa pada

kombnasinya 1.2D + 0.5 L ± EX ± 0.3 Ey atau 1.2D + 0.5 L ± 0.3 EX ± Ey.

Setelah langkah-langkah diatas, untuk menentukan dimensi dan

tulangan lentur pada kolom dapat dipakai diagram interaksi. Diagram interaksi

adalah diagram yang menunjukkan hubungan antara kekuatan gaya aksial

nominal (Pn), dengan kekuatan momen nominal (Mn), sehingga dapat diketahui

batas keruntuhan dari kolom.

Keruntuhan pada kolom dapat terjadi pada lima kondisi regangan,

(44)

kondisi regangan berimbang, kondisi tekan dominan, dan kondisi tarik

dominan.

a) Kondisi Tekan Aksial Konsentris

Pada kondisi ini, momen dan eksentrisitas pada penampang adalah nol.

Dari luas total penampang kolom sebesar Ag, dengan memperhitungkan

sebagian luas penampang yang ditempati oleh tulangan dengan luas total Ast,

gaya dalam pada beton tekan dapat dinyatakan dengan:

Cc = 0,85.fc’ (Ag – Ast) (Pers. 2-79) dan gaya tekan pada tulangan dapat dinyatakan dengan:

Cs = Ast . fy (Pers. 2-80)

sehingga gaya total atau kuat tekan nominal pada penampang adalah:

P0 = [0,85.fc’ (Ag – Ast)] + [Ast . fy] (Pers. 2-81) atau,

ØP0 = Ø{[0,85.fc’ (Ag – Ast)] + [Ast . fy]} (Pers. 2-82)

b) Kondisi Tarik Aksial Konsentris

Pada kondisi ini, seluruh penampang kolom menerima tegangan tarik,

sehingga konstribusi beton dalam menahan beban aksial dapat diabaikan. Pada

kondisi ini pula, momen maupun eksentrisitas pada penampang adalah nol.

Untuk gaya dalam, hanya didapat dari tulangan, sehingga gaya total atau kuat

tarik nominal pada penampang adalah:

Pt = Ast . fy (Pers. 2-83)

atau,

ØPt = Ø(Ast . fy) (Pers. 2-84)

c) Regangan Berimbang

Kondisi ini memberikan regangan leleh yang terjadi bersamaan pada tulangan

tekan dan tulangan tarik. Pada kondisi ini, posisi garis netral diukur dari serat

tekan terluar, sesuai persamaan:

d C

y

b

003 , 0

003 , 0

(45)

sedangkan regangan tulangan tekan yang terjadi adalah:

003 , 0 ' '

b b s

C d C

(Pers. 2-86)

dan regangan tulangan tekan yang terjadi adalah:

fs’ = Es . εs’ (Pers. 2-87) Nilai regangan tulangan tekan, εs’, yang sama dengan atau lebih besar

dari regangan leleh, εy, menunjukkan bahwa tulangan tekan telah mencapai

tegangan leleh. Pada kondisi tersebut, tegangan tulangan tekan yang

diperhitungkan adalah fs’= fy. Komponen gaya-gaya dalam pada penampang

adalah:

Cc = 0,85.fc’.β1.Cb.b (Pers. 2-88a) Cs = As’. fs’ (Pers. 2-88b)

T = As . fy (Pers. 2-88c)

Kuat tekan nominal penampang pada kondisi regangan berimbang (Pnb)

merupakan resultan dari komponen gaya-gaya pada Persamaan 88a),

(2-88b), dan Persamaan (2-88c), yaitu sebagai berikut:

Pnb = Cc + Cs – T (Pers. 2-89)

Kuat lentur nominal penampang pada kondisi regangan berimbang (Mnb)

dengan eksentrisitas (eb), yakni sesuai dengan persamaan berikut:

Mnb = Pnb . eb (Pers. 2-90)

d) Tekan Dominan

Pada kondisi tegangan-regangan tekan dominan, perhitungan dapat

dilakukan dengan menentukan sembarang garis netral yang mempunyai nilai

lebih besar dari garis netral dalam kondisi regangan berimbang (c > cb)

Regangan dan tegangan tulangan tekan ditentukan dengan cara yang sama

seperti pada kondisi regangan berimbang, dengan menggunakan nilai c yang

(46)

e) Tarik Dominan

Pada kondisi tegangan-regangan tarik dominan, perhitungan dapat

dilakukan dengan menentukan sembarang garis netral yang mempunyai nilai

lebih kecil dari garis netral dalam kondisi regangan berimbang (c < cb)

Regangan dan tegangan tulangan tarik ditentukan dengan cara yang sama

seperti pada kondisi regangan berimbang, dengan menggunakan nilai c yang

telah ditentukan (c < cb).

Dari ke-lima kondisi regangan pada kolom, maka dapat dibuat sebuah

diagram interaksi untuk menentukan dimensi dan tulangan pada sebuah kolom,

yakni dengan cara sebagai berikut:

a. Menentukan koordinat titik A (0,P0). Besar P0 dapat dilihat pada Persamaan

(2-81).

b. Menentukan koordinat titik B (Mnb, Pnb). Besarnya Mnb dan Pnb dapat dilihat

pada Persamaan (2-89) dan (2-90).

c. Menentukan koordinat titik C (0,Pt). Besar Pt dapat dilihat pada Persamaan

(2-83).

d. Menentukan koordinat titik D (Mn, Pn), yang mengalami keruntuhan tekan

(c > cb).

e. Menentukan koordinat titik D (Mn, Pn), yang mengalami keruntuhan tarik (c

< cb).

2.5.3.4Diagram Interaksi

Diagram interaksi merupakan suatu diagram yang menunjukkan hubungan

antara gaya aksial nominal Pn dengan momen Mn atau eksentrisitas e kolom sehingga dapat diketahui batas daerah aman kolom terhadap kombinasi beban

aksial dan momen.

Diagram interaksi yang biasa dikenal adalah diagram interaksi yang

menggambarkan hubungan antara:

- Pndan Mn

- Pndan e, atau

(47)

a. Hubungan antara Gaya Aksial Pn dan Momen Nominal Mn

Daerah aman dinyatakan dalam daerah I, II, III, dan IV. Daerah I dan II

menyatakan kombinasi beban dengan kondisi tekan dominan , sedangkan daerah

III dan IV menyatakan kombinasi beban dengan kondisi tarik dominan. Daerah IV

menyatakan kombinasi beban dengan beban aksial tarik. Daerah I adalah daerah

yang menyatakan beban kolom dengan eksentrisitas kecil. Kondisi aman pada

daerah I dibatasi dengan nilai beban aksial sebesar :

Pn max = 0,85 Po, untuk kolom dengan pengikat spiral (2.88a)

Pn max = 0,80 Po, untuk kolom dengan pengikat sengkang (2.88b)

Pembatasan tersebut dimaksudkan sebagai upaya pengamanan, dengan

mengingat bahwa pada keadaan yang sesungguhnya sangat sulit untuk

mengkondisikan suatu beban aksial betul-betul bekerja secara konsentris.

( Rafdinal, 2011)

Gambar 2.11 Daerah aman pada diagram interaksi Pn – Mn

b. Hubungan antara Gaya Aksial Pn dan eksentrisitas e

( Rafdinal, 2011)

(48)

c. Hubungan antara 1/Pn dan e

(Rafdinal, 2011)

Gambar 2.13 Daerah Aman Pada Diagram Interaksi 1/Pn – e

2.5.3.5Metoda Blessler

Untuk memeriksa tulangan yang terpasang cukup kuat memikul beban

yang bekerja, maka digunakan metode Bressler. Metoda ini dikembangkan untuk menghitung gaya aksial nominal penampang jika beban aksial diterapkan dengan

nilai eksentrisitas ex dan ey.

Dengan, ey = (Pers. 2-91)

ex= (Pesr. 2-92)

Nilai-nilai diatas diplot pada diagram interaksi P – e, maka akan

didapatkan Px dan Py. Berdasarkan metoda ini, suatu titik pada permukaan

keruntuhan didekati dengan persamaan berikut :

Pn =

(Pers. 2-93)

Keterangan:

Pn = gaya aksial nominal penampang dengan eksentrisitas ex dan ey

Pnx = gaya aksial nominal penampang dengan eksentrisitas ex saja (ey = 0)

Pny = gaya aksial nominal penampang dengan eksentrisitas ey saja (ex = 0)

Pno = gaya aksial nominal penampang dengan eksentrisitas ey = 0 dan ex = 0

(49)

=Puey (Pers. 2-94)

= Puex (Pers. 2-95)

Apabila syarat terpenuhi berarti dimensi dan tulangan cukup kuat untuk

menahan beban aksial dan biaxial bending.

Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi untuk komponen struktur yang

menerima kombinasi lentur dan aksial pada SRPMK adalah :

1. Pu ≥ 0,1Ag fc’

2. b ≥ 300 mm.

3. b/h ≥ 0,4.

Kuat lentur minimum kolom

Kuat lentur kolom harus memenuhi persamaan:

∑ (6/5)∑ (Pers. 2-96) dengan :

∑ adalah jumlah momen pada pusat hubungan balok-kolom, sehubungan dengan kuat lentur nominal kolom yang merangka pada hubungan

balok-kolom tersebut. Kuat lentur balok-kolom harus dihitung untuk gaya aksial

terfaktor, yang sesuai dengan arah gaya-gaya lateral yang ditinjau, yang

menghasilkan nilai kuat lentur yang terkecil.

∑ adalah jumlah momen pada pusat hubungan balok-kolom, sehubungan dengan kuat lentur nominal balok-balok yang merangka pada hubungan

balok-kolom tersebut.

Kuat lentur harus dijumlahkan sedemikian hingga momen kolom

berlawanan dengan momen balok. Jika Persamaan (2.96) tidak dipenuhi maka

kolom pada hubungan balok-kolom tersebut harus direncanakan dengan

(50)

Tulangan memanjang

1. Rasio penulangan tidak kurang 0,01 dan tidak lebih dari 0,06.

2. Sambungan lewatan hanya diizinkan di lokasi setengah panjang elemen struktur

yang berada ditengah, direncanakan sebagai sambungan lewatan tarik, dan harus

diikat dengan tulangan spiral atau sengkang tertutup.

2.5.3.6Perancangan Tulangan Geser Kolom

Perhitungan tulangan geser kolom berdasarkan SNI 03-2847-2002 adalah

sebagai berikut:

1. Perhitungan gaya geser digambarkan pada Gambar 2.14.

Sumber: SNI 03-2847-2002 Gambar 2.14 Perencanaan geser kolom

2. Jarak setiap sengkang (s) pada daerah diluar lo kolom dihitung dengan persamaan berikut:

Ve = (Pers. 2-97)

Keterangan :

Mpr3 dan Mpr4 = Momen plastis akibat tulangan lentur kolom.

(51)

3. Luas penampang total tulangan sengkang (Ash) harus memenuhi

persyaratan:

Ash ≥ 0,3 (Pers. 2-101)

atau

Ash ≥ 0,09 (Pers. 2-102)

Keterangan : Ash = luas penampang total tulangan sengkang kolom

Ag = luas penampang kolom

fyh= tegangan leleh tulangan sengkang.

4. Jarak sengkang pada daerah lo berdasarkan SNI 03-2847-2002 mempunyai persyaratan sebagai berikut :

 s ≤ h/4

 s ≤ 6 diameter tulangan lentur

 s ≤ 150 mm

(52)
(53)

BAB III

METODOLOGI

3.1Objek Kajian

Tugas Akhir ini bertujuan untuk membandingkan dua permodelan struktur

gedung beton bertulang yang mengacu pada SNI 03-1726-2002 dan SNI

1726:2012. Struktur gedung merupakan sistem tunggal dari beton bertulang

dengan sistem Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK). Pengerjaan

Tugas Akhir ini diawali dengan pengumpulan data, literatur, pedoman

perancangan, tinjauan pustaka yang terkait perancangan dan analisa struktur.

Analisa dari perencanaan menggunakan analisa statik ekuivalen karena bangunan

yang direncanakan termasuk bangunan yang beraturan.

3.2Pemodelan Struktur

Bangunan gedung perkuliahan yang direncanakan terdiri dari 3 lantai.

Lantai base, lantai 1dan lantai 2 mempunyai luas 760 m2 dan tinggi dari tiap lantai 4,4 m. Struktur dimodelkan sebagai struktur rangka tiga dimensi dengan

konfigurasi struktur beraturan. Perletakan dimodelkan sebagai jepit karena

direncanakan menggunakan pondasi group. Pemodelan struktur dilakukan dengan

menggunakan program bantu SAP2000.14.2.2 seperti terlihat pada Gambar 3.1.

Perencanaan atap merupakan konstruksi rangka atap kuda-kuda baja

dengan penutup atap genteng. Perencanaan atap tersebut dilakukan hanya untuk

mendapatkan reaksi kuda-kuda yang akan disalurkan pada struktur yang

menerima beban atap.

Perencanaan tangga dilakukan menggunakan software SAP 2000.14.2.2. Pelat tangga dimodelkan sebagai elemen shell dimana elemen tersebut menerima beban vertikal (akibat beban mati). Perencanaan tangga ini dilakukan hanya untuk

mendapatkan reaksi-reaksi dari perletakan tangga yang akan disalurkan pada

(54)

Gambar 3.1 Rencana Pemodelan Struktur Gedung Perkuliahan

3.3Spesifikasi Material

Material yang digunakan dalam perancangan ini dibagi menjadi beberapa

jenis material sesuai dengan fungsi dan jenis elemennya, beberapa material yang

digunakan yaitu:

 Material elemen struktur kolom, balok dan pelat direncanakan dengan

kekuatan tekan silinder karakteristik (f’c) 35 MPa dan Fy 400 MPa untuk deform, 240 MPa untuk polos.

3.4Perencanaan Pembebanan

Pembebanan struktur dilakukan berdasarkan pedoman peraturan

pembebanan untuk rumah dan Gedung (PPPURG 1987) yang disesuaikan dengan

fungsi dari bangunan. Bangunan gedung perkuliahan ini terletak di daerah rawan

gempa, sehingga struktur bangunan didesain untuk menahan beban vertikal dan

beban lateral yang disebabkan oleh gempa. Untuk pembebanan pelat dilakukan

(55)

Gambar 3.2 Distribusi beban pelat pada balok

Pembebanan dikelompokkan menjadi dua menurut arah gayanya, yaitu

beban vertikal dan beban horizontal. Untuk beban vertikal terdiri dari:

a. Beban mati

b. Beban hidup

Sedangkan beban horizontal terdiri dari beban gempa statik dan beban

angin. Beban gempa direncanakan berdasarkan dua tata cara perhitungan

pembebanan gempa, yakni SNI 03-1726-2002 dan SNI 1726:2012. Sedangkan

beban angin dalam tugas akhir ini tidak diperhitungkan karena masih kalah besar

dengan beban gempa.

3.5Analisis Struktur

Proses Analisis struktur dilakukan dengan menggunakan program bantu

software struktur SAP2000.14.2.2. Program bantu ini digunakan untuk memodelkan struktur, beban-beban yang bekerja, mengetahui gaya gaya dalam

yang bekerja pada struktur dan mengetahui perilaku struktur serta

Gambar

Gambar 2.4. Peta Respons Spektra Percepatan 1 detik berdasarkan SNI 1726:2012
Tabel 2.3 Faktor keutamaan I untuk berbagai kategori gedung atau bangunan
Tabel 2.4 Klasifikasi Situs
Tabel 2.9 Faktor Reduksi Gempa berdasarkan SNI 03-1726-2002
+7

Referensi

Dokumen terkait

Verbenaceae banyak ditemukan pada daerah dengan jenis tanah yang bersifatG. subur dan tidak terlalu keras sperti tanah humus dan

Peraturan pelaksanaan UUPR yang telah ditetapkan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran

Ducting yaitu sebuah saluran yang mengalirkan atau mendistribusikan udara dari mesin penyegar udara ke lubang keluaran dalam suatu ruangan, dari. lubang hisap ke

Setelah dilakukan analisis regresi logistik didapatkan bahwa peubah penjelas yang berpengaruh terhadap status penggunaan metode kontrasepsi (kategori yang tidak memakai)

MENGEMBANGKAN SIKAP TOLERANSI SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY DALAM PEMBELAJARAN IPS.. Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu

Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh hasil akurasi data training adalah 81.00% yang artinya bahwa klasifikasi data training pasien kanker payudara menggunakan

Dengan memasukkan variabel tersebut diharapkan penelitian ini bisa menguji sejauh mana asimetri informasi dan kapasitas individu mempengaruhi para agen dalam

[r]