• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Perubahan Sistem Haematologi dalam Kehamilan - Karakteristik Bayi Lahir Spontan pada Ibu dengan Riwayat Anemia dalam Kehamilan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Perubahan Sistem Haematologi dalam Kehamilan - Karakteristik Bayi Lahir Spontan pada Ibu dengan Riwayat Anemia dalam Kehamilan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-2012"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Perubahan Sistem Haematologi dalam Kehamilan

Kehamilan adalah hal yang paling dinantikan oleh kebanyakan pasangan suami istri. Berbagai persiapan dilakukan untuk menyambut datangnya kehamilan. Ibu hamil mengalami berbagai perubahan anatomis, fisiologi dan biokimia dalam tubuh. Perubahan-perubahan ini sebagian besar sudah terjadi segera setelah fertilisasi dan terus berlanjut selama kehamilan. Kebanyakan perubahan ini merupakan bentuk adaptasi tubuh terhadap kehadiran janin (Sulin, 2010). Salah satu perubahan yang terjadi adalah perubahan hematologis yang memegang peran cukup penting dalam mempersiapkan tubuh ibu hamil sebagai media pertumbuhan dan perkembangan janin. Adapun perubahan hematologis ini berupa pertambahan volume darah, perubahan konsentrasi hb dan hematokrit, perubahan fungsi imunologis serta faktor-faktor koagulasi.

2. 1. 1. Volume Darah

Pada ibu hamil akan terjadi peningkatan volume darah yang signifikan meskipun peningkatannya bervariasi pada tiap ibu hamil. Peningkatan volume darah dimulai pada trimester pertama kehamilan yang akan berkembang secara progresif mulai minggu ke-6 – 8 kehamilan dan mencapai puncaknya pada minggu ke-32 – 34 kehamilan dan akan kembali pada kondisi semulai pada 2-6 minggu setelah persalinan. Volume darah terdiri dari plasma darah dan komponen darah. Diawal masa kehamilan, volume plasma darah akan meningkat secara cepat sebesar 40-45%. Hal ini dipengaruhi oleh aksi progesteron dan estrogen pada ginjal yang diinisiasi jalur renin-angiotensin dan aldosteron (Cunningham et al, 2010; Sulin, 2010).

(2)

hipervolemia pada ibu hamil dimana cairan tubuh meningkat menjadi 6-8 liter dengan 4-6 liternya didistribusikan pada kompartemen ekstraselular (Pernoll, 2001).

Gambar 2.1. Perubahan pada volume darah total dan komponennya (plasma darah dan eritrosit) selama kehamilan dan postpartum.

Sumber : (Cunningham et al, 2010)

Menurut Cunningham et al, (2010), hipervolemia yang diinduksi kehamilan memiliki beberapa peran penting, yaitu :

a. Untuk memenuhi tuntutan kebutuhan metabolik dari uterus yang membesar dengan sistem vaskularisasi yang hipertrofi

b. Untuk menyediakan nutrisi yang banyak untuk mendukung pertumbuhan pesat dari plasenta dan janin

(3)

d. Untuk menjaga ibu dari efek buruk kehilangan darah saat melahirkan.

2. 1. 2. Konsentrasi Hb dan Hematokrit

Kondisi hipervolemia diakibatkan oleh peningkatan volume plasma darah dan jumlah eritrosit dalam sirkulasi. Namun dikarenakan peningkatan eritrosit yang jauh lebih rendah dibandingkan peningkatan volume plasma itu sendiri maka terjadilah hemodilusi dan penurunan konsentrasi hb serta hematokrit. Kadar hb yang awalnya sekitar 15 gr/dl turun menjadi 12,5 gr/dl, bahkan pada 6% ibu hamil dapat turun sampai dibawah 11 gr/dl. Namun apabila konsentrasi hb dibawah 11 gr/dl terus berlanjut dapat mengindikasikan kondisi yang abnormal dan biasanya lebih sering berkaitan dengan defisiensi besi daripada hipervolemia (Sulin, 2010).

2. 1. 3. Fungsi Imunologis

Respon imun memegang peranan penting dalam berbagai proses reproduktif seperti menstruasi, pembuahan, kehamilan serta melahirkan. Jelas sekali, selama kehamilan, ketika tubuh ibu harus menerima janin yang semi-allogeneic, sistem imun sangat berperan penting. Janin semi-allogeneic dapat bertahan tumbum pada tubuh ibu hamil karena interasi imunologis antara ibu hamil dan janin ditekan (Cunningham et al, 2010)

Salah satu mekanisme yang terjadi adalah penekanan sel T helper (Th) 1 dan T sitotoksik (Tc) 1 yang menurunkan sekresi interleukin 2 (IL-2), interferon-γ

dan tumor necrosis factor (TNF-β). Ada juga bukti yang menyatakan bahwa

penekanan terhadap Th-1 merupakan syarat agar suatu kehamilan dapat terus berlanjut (Cunningham et al, 2010).

Meskipun begitu, menurut Michimata et al, (2003) dalam Cunningham et al, (2010), tidak semua komponen imun dalam tubuh ibu hamil ditekan atau mengalami penurunan. Salah satu contoh, terjadi kenaikan dari sel Th-2 untuk meningkatkan sekresi IL-4, IL-6, dan IL-13. Pada mukus serviks, kadar puncak dari immunoglobulin A dan G (IgA dan IgG) lebih tinggi pada masa kehamilan. Begitu juga dengan kadar IL-1β pada mukus serviks yang jumlahnya sepuluh kali

(4)

Selama kehamilan, jumlah leukosit akan meningkat yakni berkisar 5.000 – 12.000/µl dan mencapai puncaknya saat persalinan dan masa nifas berkisar 14.000 – 16.000/µl meski penyebab peningkatan ini belum diketahui. Distribusi tipe sel

juga akan mengalami perubahan. Pada kehamilan, terutama trimester ketiga terjadi peningkatan jumlah granulosit dan limfosit CD8 T dan secara bersamaan terjadi penurunan limfosit dan monosit CD4 T (Sulin, 2009).

Dengan sistem imun yang ‘ditekan’ dalam kehamilan, suatu hal yang wajar jika ibu hamil menjadi rentan terhadap infeksi. Namun untuk menegakkan kondisi infeksi pada ibu hamil dapat menjadi lebih sulit karena banyak pemeriksaan yang digunakan untuk mendiagnosa inflamasi tidak dapat dipercayai hasilnya pada saat kehamilan. Contohnya kadar leukocyte alkaline phosphatase

yang digunakan untuk mengevaluasi kelainan myeloproliferatif mengalami kenaikan diawal masa kehamilan. Konsentrasi dari penanda inflamasi akut seperti

C-reactive protein (CRP) dan Laju Endap Darah (LED) juga akan meningkat karena peningkatan plasma globulin dan fibrinogen. Faktor komplemen C3 dan C4 juga secara signifikan meningkat selama trimester dua dan tiga kehamilan (Cunningham et al, 2010).

2. 1. 4. Koagulasi dan Fibrinolisis

(5)

Aktifitas plasma fibrinolitik menurun selama kehamilan dan persalinan namun kembali ke kondisi normal dalam satu jam setelah kelahiran plasenta yang menunjukkan bahwa kontrol dari fibrinolisis selama kehamilan dipengaruhi oleh mediator-mediator dari plasenta (Pipkin, 2007).

Kehamilan normal juga mengakibatkan perubahan kadar platelet. Menurut Cunningham et al, (2010), ditemukan kadar platelet yang sedikit lebih rendah selama kehamilan yaitu sekitar 213.000/L dibandingkan 250.000/L pada perempuan yang tidak hamil. Penurunan kadar platelet ini sebagian diakibatkan oleh efek dari hemodilusi.

2. 2. Anemia 2. 2. 1. Definisi

Anemia didefinisikan sebagai suatu kondisi penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah cukup ke jaringan (Bakta, 2009). Namun parameter yang paling sering digunakan untuk anemia adalah penurunan kadar hb dan hematokrit. Hb dalam eritrosit berfungsi untuk mengikat oksigen agar dapat didistribusikannya keseluruh jaringan tubuh guna memenuhi tuntutan kebutuhan energi sel. Sehingga anemia dapat mengakibatkan gangguan dalam pemenuhan kebutuhan energi sel.

Dalam menegakkan anemia, permasalahan yang timbul adalah berapa kadar hb, hematokrit atau hitung eritrosit paling rendah yang dianggap anemia (cut-off point). Karena kadar hb dan eritrosit bisa sangat bervariasi tergantung pada usia, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal serta keadaan fisiologis tertentu seperti kehamilan (Bakta, 2009).

(6)

Tabel 2.1. Ambang Batas Hb untuk Diagnosis Anemia

Kelompok usia atau jenis kelamin Ambang batas hb (g/dl) Anak-anak (6 bulan – 5 tahun) 11

Anak-anak (5 tahun – 12 tahun) 11,5 Anak-anak (12 tahun – 15 tahun) 12 Wanita tidak hamil (> 15 tahun) 12

Wanita hamil 11

Laki-laki (> 15 tahun) 13

Sumber: (WHO, 2008)

2. 2. 2. Etiologi dan Klasifikasi

Anemia bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying disease). Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidak cukup hanya sampai pada level anemia saja namun juga harus dapat menemukan penyebab dasar dari anemia itu sendiri. Hal ini penting agar dapat dilaksanakan pendekatan dan penatalaksanaan pada tiap-tiap kasus anemia.

(7)

Tabel 2.2. Klasifikasi Anemia Menurut Etiopatogenesis

A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang 1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit

a. Anemia defeisiensi besi b. Anemia defisiensi asam folat c. Anemia defisiensi Vitamin B12 2. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi

a. Anemia akibat penyakit kronik b. Anemia sideroblastik

3. Kerusakan sumsum tulang a. Anemia aplastik b. Anemia mieloptisik

c. Anemia pada keganasan hematologi d. Anemia diseritropoietik

e. Anemia pada sindrom mielodisplastik

Anemia akibat kekurangan eritropoietin : anemia pada Gagal Ginjal Kronik

B. Anemia akibat hemoragi 1. Anemia pasca perdarahan akut 2. Anemia akibat perdarahan kronik

C. Anemia Hemolitik

1. Anemia hemolitik intrakorpuskular

a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)

b. Gangguan enzim erritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD c. Gangguan hb (hemoglobinopati):

2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler a. Anemia hemolitik autoimun b. Anemia hemolitik mikroangiopati c. Lain-lain

D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks

(8)

Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologi dengan melihat indeks eritrosit dan hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :

a. Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV< 80fl dan MCH< 27pg, b. Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95fl dan MCH 27-34pg, c. Anemia makrositer, bila MCV> 95fl.

Gambaran lebih rinci tentang klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi dapat dilihat di tabel berikut :

Tabel 2.3. Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi dan Etiologi A. Anemia Hipokromik Mikrositer

i. Anemia defisiensi besi ii. Thalassemia major

iii. Anemia akibat penyakit kronik B. Anemia sideroblastik

C. Anemia normokromik normositer i. Anemia pasca perdarahan akut ii. Anemia aplastik

iii. Anemia hemolitik didapat iv. Anemia akibat penyakit kronik D. Anemia pada keganasan hematologik

E. Anemia Makrositer

i. Bentuk megaloblastik

a. Anemia defisiensi asam folat

b. Anemia defisiensi vitamin B12, termasuk anemia pernisiosa ii. Bentuk non-megaloblastik

a. Anemia pada penyakit hati kronik b. Anemia pada hipotiroidisme

(9)

Ada lagi klasifikasi anemia yang umum digunakan adalah berdasarkan kadar hb dalam darah yang dapat dilihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.4. Klasifikasi Anemia berdasarkan kadar Hb

Derajat Anemia Kadar Hb (g/dl)

Ringan sekali 10

Ringan 8 – 9.9

Sedang 6 – 7.9

Berat < 6

Sumber: (Bakta, 2007)

2. 2. 3. Prevalensi

Anemia merupakan permasalahan kesehatan masyarakat yang telah mendunia. Berbagai macam penelitian dan pendataan telah dilaksanakan guna mengetahui estimasi dari prevalensi anemia. WHO sendiri telah melakukan beberapa kali pendataan global tentang prevalensi anemia di seluruh dunia dan berdasarkan perhitungan terakhir pada tahun 2005 didapati 48.8% dari keseluruhan populasi di dunia yang menderita anemia. Dan WHO juga memperkirakan bahwa sekitar 50% dari seluruh kejadian anemia yang ada adalah diakibatkan oleh kekurangan zat besi. Anemia defisiensi besi ini paling rentan menyerang ibu hamil, anak-anak dan bayi (WHO, 2008).

Untuk Indonesia, Husaini dkk memberikan gambaran prevalensi anemia pada tahun 1989 sebagai berikut:

Anak prasekolah : 30 – 40%

Anak usia sekolah : 25 – 35%

Perempuan dewasa tidak hamil : 30 – 40%

Perempuan hamil : 50 – 70%

Laki-laki dewasa : 20 – 30%

(10)

2. 2. 4. Gejala dan Tanda

Gejala umum anemia atau bisa juga disebut sindrom anemia akan timbul pada setiap kasus ketika kadar hb telah turun dibawah level tertentu. Gejala anemia dibedakan menjadi gejala umum dan gejala khas yang spesifik didapati pada tiap jenis anemia. Gejala umum anemia biasanya timbul diakibatkan oleh kurangnya oksigen pada jaringan dan organ dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya oksigen (Bakta, 2009).

Gejala umum anemia biasanya berupa napas pendek terutama saat berolahraga, kelemahan, letargi, lesu, telinga mendenging, palpitasi, sakit kepala, mata berkunang-kunang dan kaki terasa dingin. Pada pemeriksaan akan didapati pasien pucat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan dibawah kuku. Semua gejala ini tidak spesifik untuk menegakkan penyebab anemia karena baru muncul apabila kadar hb berada dibawah 7g/dl (Bakta, 2009; Hoffbrand, 2002).

Gejala dan tanda khas anemia adalah gejala dan tanda yang muncul spesifik untuk tiap-tiap jenis anemia. Sebagai contoh pada anemia defisiensi besi biasanya akan dijumpai disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan kuku sendok (koilonychia). Sedangkan pada anemia hemolitik akan ditemui pasien ikterus, splenomegali dan hepatomegali. Ulkus tungkai ditemui pada anemia sel sabit dan deformitas tulang pada talasemia mayor (Bakta, 2009; Hoffbrand, 2002).

2. 2. 5. Diagnosa

Penegakan diagnosa anemia membutuhkan pendekatan yang holistik terhadap berbagai tanda dan gejala yang dialami pasien. Anamnesa tetap memegang peranan penting. Hal yang dapat ditanyakan pada pasien adalah berapa lama telah mengalami gejala dan tanda anemia, penyakit yang diderita, makanan atau obat-obatan yang dikonsumsi, dan riwayat anemia pada keluarga.

(11)

dilakukan untuk mencari tahu apakah ada perdarahan internal yang bisa mengakibatkan anemia (NHLBI, 2011).

Langkah selanjutnya dalam diagnosa anemia adalah melaksanakan serangkaian tes dan prosedur pemeriksaan diagnostik untuk anemia. Pemeriksaan-pemeriksaan ini nantinya bertujuan bukan hanya untuk mengetahui derajat keparahn anemia tetapi diharapkan juga dapat memberitahukan penyebab dasar dari anemia itu sendiri. Adapun pemeriksaan yang dilakukan untuk diagnosa anemia antara lain:

a. Pemeriksaan laboratorium darah atau Complete Blood Count (CBC) meliputi hitung eritrosit, leukosit, trombosit, kadar hematokrit, kadar hb, laju endap darah dan indeks eritrosit (MCV, MCH).

b. Pemeriksaan apusan darah tepi untuk melihat morfologi dari eritrosit. c. Pemeriksaan indeks retikulosit.

d. Pemeriksaan sumsum tulang untuk medapatkan informasi keadaan sistem hematopoiesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosa definitif pada beberapa jenis anemia seperti anemia aplastik dan anemia megaloblastik. e. Pemeriksaan khusus yang hanya dilakukan atas indikasi khusus misalnya

pada anemia defisiensi besi dibutuhkan pemeriksaan serum iron, Total Iron Binding Capacity (TIBC), saturasi transferin, feritin serum, dll. Pada anemia hemolitik dibutuhkan pemeriksaan bilirubin serum, Coomb test dan elektroforesis hb, sedangkan pada anemia megaloblastik dibutuhkan pemeriksaan serum folat, vitamin B12 serum dan tes Schiling (Bakta, 2009; Hoffbrand, 2002).

2. 2. 6. Pendekatan Terapi

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam terapi anemia adalah sebagai berikut :

a. memperbaiki kadar hb atau jumlah massa eritrosit untuk meningkatkan kemampuan darah membawa oksigen

b. mengobati penyakit dasar penyebab anemia

(12)

d. meredakan gejala dan meningkatkan kualitas hidup (NHLBI, 2011).

2. 3. Anemia dalam kehamilan

Anemia dalam kehamilan merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang. Hampir separuh dari seluruh ibu hamil didunia menderita anemia dengan perbandingan 52% pada negara berkembang dan 32% pada negara maju. Data terakhir WHO menunjukkan sekitar 10,8 juta ibu hamil dengan anemia pada negara-negara Afrika, 9,7 juta pada negara Pasifik Barat dan 24,8 juta pada negara-negara di Asia Selatan (Haniff et al, 2007). Di Indonesia sendiri sekitar 44,3% ibu hamil mengalami anemia (WHO, 2008)

Pada masa kehamilan, ditiap trimester akan terjadi perubahan kadar hb dan hematokrit darah, sebagaimana kriteria diagnosa anemia dalam kehamilan yang telah ditetapkan oleh WHO dan CDC yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.5. Kriteria Diagnosa Anemia dalam Kehamilan

WHO hb (g/dl) WHO hematocrit (%)

CDC hb (g/dl)

Trimester I <11 <33 <11

Trimester II <11 <33 <10,5

Trimester III <11 <33 <11

Sumber: (Sukrat, 2010)

(13)

gizi yang hilang, kebetuhan yang berlebihan, dan kurangnya utilisasi nutrisi hematopoietik.

2. 3. 1. Patofisiologi

Respon tubuh ibu hamil akan keberadaan janin dalam kandungannya memicu suatu perubahan hematologi yang menyebabkan hemodilusi (pengenceran) darah dimana terjadi peningkatan volume plasma darah jauh lebih besar daripada pertambahan massa eritrosit sehingga terjadi penurunan kadar hb dan hematokrit. Dititik inilah ibu hamil dikatakan semakin rentan mengalami anemia. Mesipun mekanisme yang mendasari perubahan hematologi ini belum jelas, namun ada yang mengatakan bahwa hemodilusi terjadi untuk menurunkan viskositas darah maternal sehingga meningkatkan perfusi plasental dan membantu memudahkan penghantaran nutrisi dan oksigen ke janin (Abdulmuthalib, 2010).

Seorang perempuan dewasa memiliki sekitar 2000mg besi dalam tubuhnya, dimana sekitar 60-70% berada dalam eritrosit dan sisanya disimpan dalam hati, limfa dan sumsum tulang belakang. Ketika seorang perempuan hamil, terjadi kenaikan kebutuhan zat besi. Lebih tepatnya dibutuhkan tambahan sebesar 1000mg zat besi, dimana 300mg dibutuhkan untuk janin dan plasenta, 500mg untuk meningkatkan hb maternal dan 200mg sebagai kompensasi untuk zat besi yang diekskresi (Kozuma, 2009).

(14)

2. 3. 2. Konsekuensi

Kondisi anemia bukan hanya akan merugikan bagi ibu hamil namun juga berdampak buruk pada janin yang dikandungnya. Konsekuensi yang harus dihadapi ibu hamil dan janinnya akibat anemia juga bergantung pada derajat keparahan dan durasi anemia tersebut.

Anemia ringan pada ibu hamil biasanya masih terkompensasi dan belum mengakibatkan efek yang cukup signifikan. Sedangkan ibu hamil dengan anemia sedang (Hb< 8g/dl) diketahui memiliki resiko kematian ibu yang lebih besar, lebih rentan terhadap infeksi dan biasanya membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh dari infeksi. Bayi lahir prematur dengan berat lahir rendah serta angka kematian bayi meningkat pada ibu dengan anemia sedang. Dalam kondisi anemia berat, dikenal dua fase yaitu fase kompensasi dan dekompensasi. Apabila anemia berat tidak cepat dikenali dan ditangani maka akan terjadi fase dekompensasi dengan gejala peningkatan cardiac output, stroke volume dan denyut jantung. Kurangnya oksigen akan meningkatkan aktifitas metaboli anaerob dan mengakibatkan terakumulasinya asam laktat dan akhirnya terjadilah kegagalan sirkulasi (Hb< 5g/dl) yang mengarah pada edema pulmonal dan kematian (Kalaivani, 2009; Oliver and Olufunto, 2012).

Tabel 2.6. Derajat Keparahan Anemia pada Ibu Hamil Berdasarkan Kadar Hb

Kadar Hb (g/dl) Anemia

10,9 – 10,0 Ringan

9,9 – 7,0 Sedang

< 7,0 Berat

Sumber : (WHO, 2011)

(15)

Ada sejumlah besar bukti yang menunjukkan bahwa ibu hamil dengan anemia defisiensi besi pada awal kehamilan dapat mengakibatkan berat bayi lahir rendah karena kelahiran preterm. Contohnya, para ibu hamil di Wales, Australia yang pertama kali didiagnosa anemia pada usia kehamilan 13 – 24 minggu memiliki resiko relatif 1,18 – 1,75 kali lebih besar terhadap kejadian bayi lahir prematur, berat bayi lahir rendah dan mortalitas prenatal. Hubungan yang sama ditemui pada ibu hamil di Nepal yang mengalami anemia defisiensi besi pada trimester satu atau dua memiliki resiko 1,87 kali lebih besar untuk mengalami kelahiran preterm. Analisa pada 3728 kejadian persalinan di Singapura, 571 ibu yang melakukan persalinan dalam kondisi anemia memiliki resiko lebih besar terhadap kelahiran preterm. Semua penelitian ini secara konsisten menyatakan adanya hubungan antara kejadian anemia defisiensi besi pada ibu hamil dengan resiko lebih besar terhadap kelahiran preterm (Allen, 2000).

Hubungan antara anemia ibu hamil dan rendahnya skor Apgar pada neonatus juga dilaporkan pada beberapa penelitian. Pada 102 orang wanita Indian pada fase pertama melahirkan, konsentrasi hb maternal yang lebih tinggi berhubungan dengan skor Apgar yang lebih baik dan resiko yang lebih rendah terhadap asfiksia. Ketika ibu hamil di Nigeria diberikan suplemen zat besi atau plasebo, skor Apgar pada neonatus yang dilahirkan secara signifikan didapati lebih tinggi (Allen, 2000).

2. 3. 3. Penatalaksanaan

Anemia defisiensi besi dalam kehamilan harus ditangani dengan tepat untuk menghindari efek buruk terhadap ibu dan janin. Dengan meningkatnya kebutuhan besi ibu saat hamil, WHO menganjurkan ibu hamil untuk mendapatkan suplemen besi 60mg selama 6 bulan. Namun banyak juga literatur yang menganjurkan dosis 100mg besi setiap hari selama 16 minggu atau lebih (Abdulmuthalib, 2010).

(16)

Suplemen vitamin C juga perlu diberikan untuk membantu penyerapan besi. Ibu hamil juga perlu diedukasi untuk menghindari konsumsi kopi dan teh serta bahan lain yang mengandung tannin karena dapat menghambat absorpsi besi (Pavord,

2011).

Terapi besi oral diberikan ketika seorang ibu hamil telah dinyatakan mengalami anemia defisiensi besi. Preparat yang diberikan adalah ferrous sulphat

Gambar

Gambar 2.1. Perubahan pada volume darah total dan komponennya (plasma
Tabel 2.2. Klasifikasi Anemia Menurut Etiopatogenesis
Tabel 2.3. Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi dan Etiologi
Tabel 2.5. Kriteria Diagnosa Anemia dalam Kehamilan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Mereka mengatakan bahwa penggunaan kata-kata asing (terutama Inggris) dinilai dapat memberikan kesan lebih bagus, lebih berkualitas, lebih bergengsi, lebih berkelas

Gambar yang diambil dari pintu masuk gudang, terlihat tampak gudang yang terkesan penuh dengan tumpukan kardus yang tinggi dan ada sebagian rak baja yang digunakan secara

Rasio kecukupan modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas yang dimoderasi rasio kredit bermasalah. Rasio penyaluran kredit berpengaruh positif dan

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi ini adalah hasil dari proses penelitian saya yang telah dilakukan sesuai dengan prosedur penelitian yang benar dengan arahan

Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengaruh Ekuitas Merek terhadap Rasa Percaya Diri Pelanggan Sabun Mandi Nuvo.. Populasi dalam penelitian ini adalah

bioetanol yang dihasilkan dari proses adsorpsi dengan metode flow system , mengetahui kapasitas adsorpsi dual adsorben (KS – CuSO 4 ) dalam proses purifikasi.. bioetanol

Ibu Kunthi Sunaryo, SE, M.Si, Akt selaku Dosen Pembimbing II yang dengan sepenuh hati membimbing dan memberikan jalan yang terbaik sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Ibu

Penerimaan mahasiswa baru melalui jalur Mandiri bertujuan memberi kesempatan pada alumni SMA, SMK, dan MA yang tidak lulus program reguler yang telah dilaksanakan