• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Kehidupan Kerja 1. Pengertian Kualitas Kehidupan Kerja - Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Kehidupan Kerja 1. Pengertian Kualitas Kehidupan Kerja - Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kualitas Kehidupan Kerja

1. Pengertian Kualitas Kehidupan Kerja

Robbins (1989) menjelaskan konsep teoritik dari kualitas kehidupan kerja, yaitu sebuah proses yang melibatkan respon instansi atau organisasi terhadap kebutuhan pekerja melalui pengembangan sebuah mekanisme yang melibatkan mereka dalam berbagi dan pengambilan keputusan berkaitan dengan kehidupan pekerjaan mereka. Menurut Sirgy et al (2001) kualitas kehidupan kerja mengarah pada dampak yang ditimbulkan pekerjaan terhadap kepuasan setiap pekerja, baik kepuasan kehidupan kerja (job satisfaction), maupun kepuasan yang tidak berhubungan dengan kehidupan pekerjaan, bahkan kepuasan hidup secara keseluruhan.

(2)

dan kesejahteraan pekerja, serta upaya untuk meningkatkan kualitas pengalaman kerja pada setiap pekerja.

Sementara itu, Hart, Ribbing, Abrahamsson (2005) mengatakan bahwa kualitas kehidupan kerja menggambarkan kesempatan pekerja untuk belajar, berinovasi, dan mengembangkan potensi kreatif sejalan dengan perkembangan sebuah instansi atau organisasi, yang tidak hanya melibatkan kondisi tempat kerja, melainkan juga relasi antara setiap pekerja dan faktor eksternal lainnya.

Di sisi lain, Ballou & Godwin (2007) menjelaskan lebih spesifik bahwa kualitas kehidupan kerja adalah standar yang berhubungan erat dengan segala hal yang mempengaruhi kesejahteraan pekerja selama mereka bekerja, seperti: gaji, fasilitas, potensi untuk pengembangan karir, serta keseimbangan antara kehidupan pekerja di tempat kerja dan kehidupan pekerja di luar pekerjaan.

(3)

2. Aspek-Aspek Kualitas Kehidupan Kerja

Walton (1975) secara spesifik mengemukakan delapan aspek yang

menjadi kriteria terwujudnya kualitas kehidupan kerja yang baik pada

setiap pekerja di sebuah instansi ataupun organisasi, yaitu:

a. Adequate and Fair Compensation

Aspek ini berhubungan dengan hal-hal seperti bonus, tunjangan, upah,

dan kompensasi yang diberikan oleh instansi ataupun organisasi

kepada pekerja sebagai feedback atas kinerja mereka yang diharapkan

adil dan sesuai.

b. Safe and Healthy Environment

Hal-hal seperti fasilitas, layanan kesehatan, jumlah jam kerja, jumlah

beban kerja yang didapatkan pekerja, dan segala hal yang berhubungan

dengan kondisi fisik tempat kerja diharapkan baik dan rendah resiko

kecelakaan.

c. Development of Human Capacities

Hal-hal yang berhubungan dengan upaya setiap instansi ataupun

organisasi dalam memberi kesempatan bagi setiap pekerja untuk

menggunakan serta mengembangkan kemampuan dan keterampilan

yang dimiliki selama bekerja, seperti: evaluasi kerja, kesempatan untuk

memberikan pendapat, dan memimpin sebuah tim kerja.

d. Growth and Security

Aspek ini berkaitan dengan hal-hal yang disediakan setiap instansi

(4)

yang dimiliki setiap pekerja, seperi seminar, pembinaan, dan pelatihan,

serta keyakinan akan rasa aman dan nyaman bagi setiap pekerja selama

mereka bekerja.

e. Social Integration

Aspek ini berkaitan dengan bagaimana hubungan antara pekerja

dengan atasan dan rekan kerja lainnya di tempat kerja, dan sejauh apa

keterikatan pekerja dengan instansi/organisasi tempat mereka bekerja.

f. Constitutionalism

Aspek ini berhubungan dengan hak-hak yang diterima pekerja selama

mereka bekerja, kebebasan pekerja di tempat kerja, serta peraturan

yang diberlakukan bagi setiap pekerja.

g. Total Life-Space

Aspek ini behubungan dengan upaya mewujudkan keseimbangan

antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi pekerja seperti waktu

bersama keluarga, sistem cuti, waktu istirahat, serta hal lain yang

bersifat pribadi.

h. Social Relevance

Aspek ini berhubungan dengan tanggung jawab sosial instansi atau

organisasi pekerja dan masyarakat. Hal ini menjelaskan bagaimana

kualitas produk yang dihasilkan ataupun jasa yang diberikan kepada

masyarakat, dan hubungan yang terjalin antara instansi/organisasi

dengan masyarakat menimbulkan rasa bangga pekerja terhadap

(5)

3. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Kehidupan Kerja

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas kehidupan kerja adalah:

a. Job Satisfaction

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas kehidupan kerja adalah

kepuasan kerja (Warr, Cook, & Wall, 1979; Baba & Jamal, 1991).

Kepuasan kerja mengacu pada sikap pekerja terhadap pekerjaannya,

artinya ketika pekerja memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi,

maka ia memiliki sikap positif pada pekerjaannya, dan sebaliknya

(Robbins, 2002). Sirgy et al., (2001) mengemukakan bahwa kepuasan

yang dimaksud adalah kepuasan yang berhubungan dengan

kebutuhan-kebutuhan berbasis ketentuan kerja, lingkungan kerja, perilaku

supervisor, dam program-program tambahan lainnya.

b. Employee Motivation

Setiap pekerja memiliki motivasi yang berbeda dalam bekerja (Haim, 2003), dan sulit untuk mengetahui apa yang menjadi motivasi setiap pekerja dalam bekerja (Mishra & Gupta, 2009). Warr, Cook, & Wall (1979) mengemukakan bahwa motivasi intrinsik setiap pekerja dapat

mempengaruhi kualitas kehidupan kerja mereka.

c. Employee Participation

Warr, Cook, & Wall (1979) mengatakan bahwa keterlibatan pekerja di

tempat kerja dapat mempengaruhi kualitas kehidupan kerja.

(6)

dalam pengambilan keputusan di perusahaan (Ellis & Pompli, 2002)

dan keterlibatan pekerja dalam menajemen (Taylor, 1979).

Keterlibatan pekerja dianggap penting karena merupakan indikator

kualitas kehidupan kerja di sebuah instansi (Baba & Jamal, 1991).

d. Career Development & Growth

Islam (2012) mengatakan bahwa pengembangan karir merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas kehidupan kerja. Pertumbuhan dan pengembangan diri dalam bekerja meliputi kesempatan untuk belajar, sharing pengetahuan, serta perkembangan dalam pekerjaan (Yeo & Li, 2011). Yeo & Li (2011) mengemukakan bahwa kemampuan pekerja untuk mengembangkan kapasitas belajar dalam perusahaan, sangat berkontribusi pada pengembangan kompetensi mereka yang akan berdampak bagi instansi/organisasi. Kesempatan untuk maju, belajar, & bertumbuh dalam pekerjaan merupakan hal yang penting untuk mewujudkan kualitas kehidupan kerja (Mirvis &

Lawler, 1984).

e. Rewards & Benefits

(7)

f. Organizational Commitment

Baba & Jamal (1991) dan Sirgy et al. (2001) mengatakan bahwa

kualitas kehidupan kerja dipengaruhi oleh komitmen terhadap

instansi/organisasi. Owen (2006) mengemukakan bahwa tingkat

komitmen yang tinggi pada pekerja sejalan dengan meningkatnya

turnover cognition, yang artinya pekerja akan lebih

mempertimbangkan untuk turnover dan lebih memiliki attitude yang

baik dalam pekerjaan.

g. Organizational Culture

Budaya organisasi merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas kehidupan kerja, yang mana hal ini menunjukkan praktek instansi ataupun organisasi yang transparan berkaitan dengan kebijakan dan aturan yang kuat dan konsisten (Yeo & Li, 2011).

h. Workplace Bullying

(8)

B. Bullying di Tempat Kerja

1. Pengertian Bullying di Tempat Kerja

Istilah bullying berasal dari bahasa Inggris, dan penggunaan istilahnya berbeda pada setiap negara, seperti: mobbing (Scandinavia), bullismo (Italia), harcelement (Prancis), intimidation (Kanada), dan ijime (Jepang), yang secara umum berarti perilaku yang mengancam kenyaman seseorang baik dilakukan secara fisik maupun verbal (Elame, 2013). Bullying di tempat kerja merupakan penyalahgunaan kekuasaan di perusahaan dengan mengintimidasi seseorang yang menimbulkan rasa sakit, marah, rentan, dan tidak berdaya (Rayner, Hoel, & Copper, 2002).

Australian Public Service Commission (2009) mengemukakan konsep bullying di tempat kerja merupakan perilaku berulang yang tidak beralasan, seperti: mempermalukan, mengintimidasi, mengancam, serta merendahkan seorang atau beberapa pekerja, yang berdampak pada kesehatan dan keamanan pekerja.

Menurut Oade (2009), bullying di tempat kerja adalah perilaku seorang pekerja yang menyerang pekerja lainnya secara psikologis ataupun emosional berkaitan dengan self esteem, self confidence, dan reputasi pekerja, sehingga mengurangi kemampuan pekerja untuk mengerjakan kewajibannya di tempat kerja.

(9)

dan penderitaan psikologis yang mempengaruhi perilaku seorang pekerja dan kinerjanya di sebuah instansi ataupun organisasi.

Berdasarkan uraian tersebut, bullying di tempat kerja merupakan perilaku negatif yang dilakukan secara berulang oleh seorang pekerja terhadap pekerja lainnya yang berdampak pada keamanan dan kesehatan pekerja, serta mempengaruhi pekerja dalam mengerjakan tugasnya.

2. Konsep Bullying di tempat kerja

Interagency Round Table on Workpalce Bullying (2005) mengemukakan tiga komponen penting terkait bullying di tempat kerja, yaitu:

a. Repeated, perilaku bullying di tempat kerja merupakan perilaku yang dilakukan berulang-ulang, dan bisa mencakup lebih dari satu jenis perilaku yang dilakukan terus-menerus.

b. Sistematic, perilaku bullying dilakukan dengan perencanaan melalui suatu metode ataupun ide.

c. Risk to health and safety, perilaku bullying mencakup hal-hal yang beresiko pada kondisi kesehatan pekerja baik secara fisik maupun mental.

(10)

selain bully dan korban yang ikut menyaksikan perilaku bullying di tempat kerja (Johnson & Johnson, 2007).

Australian Public Service Commision (2009) mengemukakan bahwa seorang bully dapat melakukan perilaku bullying baik secara sengaja, maupun tidak sengaja tetap dengan tujuan untuk mengintimidasi dan menyebabkan distress dan dampak negatif lain bagi pekerja. Selain itu, perilaku bullying dapat berupa:

a. Perilaku bullying secara langsung, yaitu perilaku seperti mengejek, menggunakan kekerasan fisik, menggunakan kata-kata yang kasar, intimidasi, berkomentar yang pedas mengenai penampilan seseorang, maupun menyebarkan gosip mengenai seorang pekerja.

b. Perilaku bullying secara tidak langsung, yaitu perilaku seperti menumpuk pekerjaan untuk dikerjakan seorang pekerja, memberi tugas yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, memberikan tugas di luar kemampuan pekerja, perlakuan yang tidak adil, mengucilkan pekerja, serta tidak merespon pendapat dari pekerja tersebut.

3. Jenis-Jenis Bullying di Tempat Kerja

(11)

pekerja lain, sarkasme, membuat joke atau humor yang tidak pantas mengenai pekerja, berpura-pura dan sengaja menciptakan kondisi yang berpotensi mengakibatkan kecelakaan kerja, pelecehan seksual, pelecehan dengan menggunakan media elektronik, mengganggu privasi pekerja, serta merusak reputasi profesional seorang pekerja. Sedangkan yang termasuk subtle variety behavior adalah membuat jadwal palsu, menggunakan kebijakan instansi/organisasi untuk menyembunyikan perilaku yang tidak pantas, menyalahkan orang lain atas sesuatu yang tidak tanggung jawab mereka, kontrol berlebih, sikap tidak adil, serta menyebarkan gosip (Peyton, 2003).

Daniel (2009) secara spesifik meyebutkan beberapa tipe perilaku bullying di tempat kerja, yaitu:

a. Kekerasan verbal: membentak, menyumpahi, menggunakan kata-kata kasar dan tidak sopan.

b. Perilaku kasar: mempermalukan, mengancam baik secara publik ataupun personal, pengarahan kerja yang tidak pantas, menyerang, dan intimidasi.

c. Kekerasan yang berhubungan dengan otoritas pekerja: evaluasi yang berlebihan dan tidak sesuai tentang pekerja, menolak kemajuan pekerja, mencuri credit pekerja, dan bertindak sewenang-wenang. d. Berhubungan dengan performa kerja seperti: sabotase, mencari-cari

kesalahan, dan merendahkan seorang pekerja.

(12)

4. Dimensi Bullying di Tempat Kerja

Dimensi bullying di tempat kerja terfokus pada tiga hal (Einarsen, Hoel, & Notelaers, 2009) yaitu:

a. Work-related acts: dimensi bullying yang berfokus pada perilaku negatif terkait pekerjaan, yang mana perilaku ini menyulitkan individu dalam mengerjakan tugasnya, seperti: mengawasi pekerja secara berlebihan, atau sengaja tidak memberikan informasi yang berhubungan dengan pekerjaan.

b. Personal related acts: dimensi ini fokus pada hal-hal yang berhubungan dengan target, seperti menyebarkan gosip, dan penghinaan terhadap seorang pekerja.

c. Physical intimidation: dimensi ini menggambarkan hal-hal yang berkaitan dengan intimidasi fisik, seperti mendorong, mengganggu area personal pekerja, finger pointing, dan segala bentuk kekerasan fisik.

5. Dampak Perilaku Bullying di Tempat Kerja

(13)

bunuh diri pada pekerja, serta mengalami hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan, seperti: berkurangnya kualitas performa kerja, hilangnya kepercayaan diri, hilangnya konsentrasi, dan kesulitan dalam pengambilan keputusan.

Bullying di tempat kerja tidak hanya berdampak bagi individu yang menjadi target bully, namun juga berdampak bagi instansi, rekan kerja lain, serta kerabat dan keluarga pekerja yang menjadi korban bullying (Daniel, 2009). Daniel (2009) mengatakan:

a. Dampak bagi instansi/organisasi dapat berupa: turnover, kehilangan produktivitas/absenteeism, asuransi pegawai jangka panjang dan jangka pendek.

b. Dampak bagi pekerja lain (bystander), yaitu: depresi, stres, cemas, dan komplain psikosomatis lainnya, bahkan adanya kecenderungan untuk keluar dari instansi/organisasi tersebut.

c. Bullying di tempat kerja juga berdampak pada kerabat dan keluarga target, yaitu terganggunya kualitas kehidupan keluarga, serta renggangnya hubungan keluarga dengan korban bully.

(14)

pekerja memiliki kesempatan untuk belajar, berinovasi, serta mengembangkan potensi kreatif sejalan dengan perkembangan instansi atau organisasi (Hart, Ribbing, & Abrahamsson, 2005).

Penelitian dilakukan untuk menjelaskan pentingnya kualitas kehidupan kerja, seperti penelitian yang dilakukan oleh Arifin (2012) yang mengatakan bahwa kualitas kehidupan kerja berpengaruh terhadap kinerja setiap pekerja. Kualitas kehidupan kerja memiliki peran terhadap upaya untuk meningkatkan kepuasan kerja (Royuela, Tamayo, & Surinach, 2008) dan komitmen pekerja terhadap organisasi (Senasu & Singhapakdi, 2014). Ditambah lagi, terdapat hubungan yang positif antara kualitas kehidupan kerja dengan kecenderungan pekerja untuk bertahan pada pekerjaannya (Yirik & Babur, 2014), yang artinya semakin tinggi kualitas kehidupan kerja, maka pekerja akan cenderung bertahan pada pekerjaannya.

(15)

meningkatkan kualitas kehidupan kerja pada setiap pekerja perlu diwujudkan relasi yang baik antara atasan dan bawahan (Daly, Speedy, & Jackson, 2003). Pemimpin yang menyalahgunakan otoritas yang dimilikinya akan berdampak pada pekerja seperti menyebabkan kecemasan, stres, bahkan gangguan kesehatan pada pekerja (Donellan, 2006). Donellan (2006) menyebutkan bahwa perilaku ini sering dilakukan oleh manajer, supervisor, ataupun pemimpin lainnya dalam sebuah instansi karena merasa tidak mampu mengerjakan sebuah tugas serta keinginan untuk tetap melakukan kontrol pada bawahannya. Padahal pemimpin sebagai atasan harusnya berperan sebagai mentor yang baik dan membantu setiap pekerja untuk meningkatkan kompetensi mereka dalam mengerjakan setiap tugas (Yeo & Li, 2011). Penyalahgunaan kekuasaan tersebut mengarah pada perilaku negatif yang disebut dengan workplace bullying atau bullying di tempat kerja (Donellan, 2006), yang selanjutnya berdampak pada pekerja karena mempengaruhi kualitas kehidupan kerja setiap pekerja (Daly, Speedy, & Jackson, 2003)

(16)

lain, maka kualitas kehidupan kerja mereka yang menjadi target akan menurun (Ellis & Pompli, 2002).

Bullying di tempat kerja dikatakan mempengaruhi kualitas kehidupan kerja karena menyebabkan konflik (Clifford, 2006). Daniel (2009) mengatakan bahwa konsep bullying di tempat kerja digambarkan sebagai sebuah siklus yang mana sebuah konflik akan menyebabkan seorang melakukan perilaku agresi, kemudian menyebabkan hal-hal yang berujung kembali pada munculnya konflik. Sementara itu, ada tidaknya konflik yang dialami seorang pekerja merupakan sebuah indikator untuk mengetahui apakah pekerja memiliki kualitas kehidupan kerja yang baik di tempat kerja (Baba & Jamal, 1991; Ellis & Pompli, 2002).

(17)

mengalami stress, mereka akan mengalami penurunan kepercayaan diri, dan kesulitan untuk mengerjakan tugas yang sesuai dengan tujuan instansi/organisasi. Pada level yang lebih ekstrem, Simons & Mawn (2012) mengatakan bahwa bullying di tempat kerja dapat menyebabkan seorang pekerja keluar dan meninggalkan pekerjaannya.

(18)

fisik dan mental merupakan aspek yang penting untuk mendukung terwujudnya kualitas kehidupan kerja yang dipengaruhi oleh bullying di tempat kerja dan kemudian mempengaruhi kesempatan kerja, kehidupan keluarga serta kualitas kehidupan pekerja secara umum.

D. Hipotesis Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Pada perkembangan peradaban kehidupan manusia merealisasikan bentuk perdagangan yang berbeda dalam rangka memenuhi kebutuhan yang berkembang dalam masyarakatnya. Seperti yang

(eWOM) terhadap Keputusan Pembelian di Surabaya (Studi Kasus pada Toko Online Zalora dan BerryBenka )” ini terdiri dari 5 (lima) bab yang dapat diuraikan sebagai

Oleh karena itu sebagai perawat harus memahami pentingnya kode etik keperawatan agar dapat memberikan pelayanan yang baik kepada klien....

Outstanding Daily Average Transactions Outstanding Daily Average Transactions Year Listed & Traded Volume Frequency Year Listed & Traded Volume

Sederhananya, MPI atau ICC, selanjutnya disebut Mahkamah, dapat didefinisikan sebagai suatu lembaga peradilan pidana internasional yang bersifat permanen dan independen

Selain komponen antarmuka, Bootstrap juga menyediakan sarana untuk membangun layout halaman dengan mudah dan rapi, serta modifikasi pada tampilan dasar HTML untuk membuat

Efektivitas ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum L) dalam menghambat perkembangan bakteri Pseudomonas aeruginosa pada saluran akar gigi.. Armiati, Hartini,

[r]