• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V INTERAKSI DAN ADAPATASI PELAJAR ASAL PAPUA DI LINGKUNGAN SEKOLAH DAN DI LUAR SEKOLAH - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Interaksi dan Adaptasi Sosial Pelajar Papua: Studi Kasus Pelajar Asal Papua di SMA Kristen Satya Wac

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB V INTERAKSI DAN ADAPATASI PELAJAR ASAL PAPUA DI LINGKUNGAN SEKOLAH DAN DI LUAR SEKOLAH - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Interaksi dan Adaptasi Sosial Pelajar Papua: Studi Kasus Pelajar Asal Papua di SMA Kristen Satya Wac"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

INTERAKSI DAN ADAPATASI PELAJAR ASAL PAPUA DI

LINGKUNGAN SEKOLAH DAN DI LUAR SEKOLAH

5.1 Interaksi dan Adaptasi di Lingkungan Sekolah 5.1.1 Kelompok Pertemanan di Sekolah

Pelajar asal Papua yang datang dengan berbagai perbedaan baik

perbedaan budaya termasuk didalamnya bahasa serta perbedaan ciri fisik yang

memiliki warna kulit hitam dan rambut keriting tentunya menjadi perhatian

bagi para siswa lainnya yang berada dilingkungan sekolah. Dalam proses

interaksi sosial sesama pelajar, perbedaan tersebut yang membuat sebagian

siswa asal Papua awalnya merasa malu dan takut untuk beriterkasi dan

membangun pertemanan dengan teman- teman yang berasal dari Jawa.

Sehingga waktu pertama sekolah disini mereka hanya bertiterkasi dan

membangun pertemanan dengan sesama siswa yang berasal dari Papua.

Kalau di sekolah pertama disini belum langsung bergaul dengan teman-teman dari Jawa, karena ada rasa minder dan takut karena belum bisa bahasa dan logat disini. Karena bahasa biasa ada salah paham dengan teman teman dari luar papua, jadi pertama disini hanya bergaul dengan teman teman dari Papua saja. Cara mengatasinya, mulai membuka diri untuk bergaul dengan teman- teman yang dari luar Papua, mulai belajar logat, bahasa dan sikap dari teman teman dari Jawa yang ada disekolah. Sekarang ini sudah tidak mengalami kesulitan dengan komunikasi, karena sudah bergaul dan punya banyak teman yang dari luar papua, jadi sudah mulai bisa dengan logat dan bahasa yang ada dilingkungan sekolah dan lingkungan sekitar kost, kadang juga dong su pake logat dan bahasa dari Papua juga kalau cerita-cerita dengan saya, jadi sudah tidak merasa kesulitan untuk bergaul dengan teman-teman disini1.

Bedasarkan kutipan wawancara di atas terlihat bagaimana informan

membangun pertemanan di lingkungan sekolah. Interkasi sosial yang awalnya

di awali dengan hanya berteman dengan sesama pelajar dari Papua saja dan ada

rasa minder dan takut untuk bergaul dengan teman - teman yang bukan dari

(2)

Papua mulai membaik. Informan pelan-pelan mulai membuka diri untuk

mempelajari logat, bahasa dan sikap teman-teman sekolahnya. Informan tidak

mengalami kesulitan lagi untuk membangun pertemenan di lingkungan sekolah

karena mulai diterima dan teman-teman sekolah sudah membuka diri untuk

berteman dengan informan, sehingga dalam berkomunikasi kadang mereka

menggunakan logat di Salatiga dan kadang logat atau bahasa dari Papua.

Tidak semua pelajar Papua yang datang ke Salatiga hanya bergaul

dengan teman-teman dari Papuapertama sekolah disni. Pelajar dari papua ada

juga yang langsung bergaul dengan teman – teman yang dari luar papua di

lingkungan sekolah.

Kalau interaksi di sekolah. Pertama sekolah disini langsung bergaul dengan

teman-teman dari Jawa, kan waktu pindah sekolah disini itu belum ada kenal

dengan teman teman dari Papua. Ya, memang ada kesulitan pertama bergaul

dengan dong ,kesulitan itu di komunikasinya, logat mereka berbeda dengan

papua jadi masih susah untuk berkomunikasi dengan teman teman. ya, pelan –

pelan belajar dong pu logat disini bagimana dan belajar bahasa Jawa. Kalau

dengan teman teman dari papua pertama di salatiga belum bergaul dengan

mereka karena waktu datang disini tidak ada kenal teman-teman yang dari

papua. Bergaul dengan teman teman dari Papua itu pas sudah masuk SMA.

Karena baru kenal dengant teman-teman dari papua itu pas Kelas 1 SMA.

Sekarang pergaulannya, sudah bergaul dengan hampir semua teman-teman yang

ada di sekolah seperti etnis Cina, Jawa, Papua dan Sumba2.

Bedasarkan kutipan wawancara bisa dilihat bagaimana informan

membangun pertemanan waktu pertama sekolah di SMA Lab. Informan

pertama disini langsung bergaul dengan teman-teman yang bukan dari Papua,

sehingga dalam interaksinya informan tersebut di linkungan sekolah lebih

melakukan kontak sosial dengan teman – teman yang bukan berasal dari Papua

dan setelah kurang lebih satu tahun barulah informan mulai mengenal dan

beriteraksi dan berteman dengan teman-teman dariPapua.

(3)

Kutipan wawancara dari dua pelajar asal Papua di atas merupakan

gambaran tentang bentuk interaksi sosial asosiatif. Dalam kutipana wawancara

bisa dilihat bagaiamana proses asimilasi terjadi, dimana kedua pelajar tersebut

mulai mebuka diri dan pelan-pelan belajar bahasa, logat dan sikap teman-

teman yang di lingungan sekolah. Proses asimilasi merujuk pada proses yang

ditandai dengan adanya usaha mengurangi perbedaan yang terdapat diantara

beberapa orang atau kelompok dalam masyarakat serta usaha menyamakan

sikap, mental, dan tindakan demi tercapainya tujuan bersama.

Dalam proses interakasi dan adaptasi pelajar Papua faktor imitasi

sebagai faktor yang mempengaruhi adaptasi siswa asal Papua di sekolah.

Faktor imitasi dapat dilihati dari bagaimana mereka, para siswa asal Papua dan

dari luar Papua secara perlahan-lahan mempelajari Bahasa, logat dan sikap satu

sama laiannya. Imitasi merupakan tindakan meniru orang yang dilakukan

dalam bermacam-macam bentuk seperti gaya bicara, tingkah laku, adat dan

kebiasaanm, pola pikir, dan hal-hal yang dimiliki atau dilakukan oleh individu

lain. Imitasi bukan hanya pada tahap kata, melainkan juga makna dan tindakan

Keberhasilan adaptasi sosial dilingkungan sekolah tidak sepenuhnya

berhasil dilakukan oleh para pelajar asal Papua. Dalam penelitian yang

dilakukan ditemukan bahwa terdapat kasus dimana pelajar penerima beasiswa

asal Papua memutuskan untuk pindah ke sekolah lain karena pada saat itu

belum banyak pelajar asal dari des ayang sama di Papua yang bersekolah

ditempat yang sama. Selain tidak memiliki teman, pelajar tersebut juga merasa

sangat sulit untuk berbaur dengan teman-teman yang dari Jawa maupun dari

Papua.

Adaptasi sebagai suatu proses memiliki hasil yang berbeda pada setiap

individu, hal ini dapat dilihat dari bagaimana pelajar asal Papua yang dengan

cepat dapat bergaul dengan teman-teman dan terdapat pula pelajar asal Papua

yang sulit untuk melakukan adapatasi. Hal tersebut dapat dilihat dari

faktor-faktor yang mempenegaruhi bagaimana suatu proses adaptasi tersebut

berlangsung baik fakto imitasi, faktor sugesti, faktor identifikasi dan faktor

(4)

5.1.2 Adaptasi Dalam Proses Belajar

Pelajar asal Papua yang datang belajar di Salatiga tidak hanya

melakukan adaptasi dengan lingkungan sosial, baik di lingkungan sekolah

maupun di lingkungan tempat tinggal tetapi juga melakukan adapatasi dalam

proses belajar. Adaptasi dalam proses belajar menjadi hal yang penting untuk

bisa dilakukan karena keberhasilan dalam belajar merupakan tujuan utama para

pelajar Papua.

Para pelajar asal Papua ketika berada di Salatiga mengalami kesulitan dalam pembelajaran sebagaimana hasil wawancara dengan beberapa guru pelajaran. Kesulitan ini terjadi karena adanya perbedaan mutu pendidikan di Papua dengan mutu pendidikan Salatiga. para pelajar mengakui bahwa ketika masih bersekolah di Papua guru jarang masuk kelas untuk mengajar sehingga mereka tidak menerima materi yang seharusnya diajarkan. Penyesuaian proses pembelajaran ini dilakukan dengan terus memberikan motivasi kepada para pelajar asal Papua untuk belajar dengan lebih giat. Dengan motivasi belajar yang kuat, saat ini pelajar asal Papua telah aktif dalam kegiatan belajar dikelas, seperti diskusi maupaun tanya jawa dengan guru mata pelajaran.

Kesulitan nya di pelajaran, kita harus mengejar ketertinggalan materi, kan kalau di Papua guru- gurunya jarang masuk jadi kita tertinggal sedikit pelajarannya denga teman-teman Jawa disini3.

Penyesuaian dalam proses belajar menjadi masalah tersendiri bagi

pelajar asal Papua, sebagaimana dalam hasil wawancara terdapat narasumber

yang mengalami adaptasi dalam pelajaran karena ketika berada di Papua guru

sering tidak masuk untuk memberikan pelajaran sehingga banyak pelajaran

yang tidak mereka terima. Selain dari pada itu proses belajar di Salatiga

dianggap terlalu cepat sehingga menjadi kesulitan tersendiri untuk para siswa

bisa menangkap pelajaran.

Untuk adaptasi belajar, mungkin maunya ada yang anak- anak termotivasi

untuk belajar. Tapi mereka punya keluhan adalah bekal mereka tidak

sama dengan anak-anak dari jawa. Kami selalu memberi motivasi kepada

(5)

mereka dan menyemangati mereka. Mereka Sekarang banyak sekali

perubahan, yang tahun pertamanya disini masih kurang motivasinya

untuk belajar. Sekarang sudah bagus motivasi dan adaptasinya dalam

proses belajar juga sudah bagus sudah mulai aktif bertanya,berdiskusi

dalam kelas4.

Proses adaptasi belajar para pelajar asal Papua dapat dikatakan

memiliki kesulitan, hal ini dikarenakan rendahnya motivasi belajar yang miliki

oleh para pelajar asal Papua sebagaimana dilaporkan oleh Guru dalam

wawancara di atas. Rendahnya motivasi belajar para pelajar asal Papua dapat di

sebabkan oleh perbedaan kualitas pendidikan yang ada di Papua dan Jawa.

Keberhasilan proses adaptasi belajar asal Papua sangat dipengaruhi oleh

keterlibatan Guru sebagai mentor dalam pendidikan guna memberikan

semangat dan motivasi bagi para Pelajar untuk terus menimba ilmu. Sebagai

suatu proses, adaptasi belajar para Pelajar asal Papua memiliki perkembangan.

Sebagaimana dilaporkan dalam kutipan wawancara di atas, para pelajar asal

Papua terus mengalami peningkatan dalam proses belajar. Peningkatan belajar

ini dapat dilihat dari bagaimana para Pelajar asal Papua mulai aktif bertanya

dan berdiskusi dalam kelas.

Kesulitan pelajar asal Papua dalam proses belajar juga secara langsung

dirasakan oleh para guru sekolah yang memberikan pelajaran. Dalam proses

belajar, pelajar asal Papua susah dalam menerima pelajaran, bahkan sebagian

besar berada di bawah standar keberhasilan belajar.

Kalau dalam pelajaran, ini yang agak susah. Ya, tidak semua ana- anak Papua

itu di bawah standar. Ada yang cerdas, ada yangjuga pintar sekali. Mungkin

juga tidak bisa disalahkan dari mereka juga, karena kondisi, situasi lingkuangan

mereka di papua seperti itu, meraka ada yang dari pelosok dari pegunungan

yang mau kesekolah itu yang harus melewati pegunungan dan sungai. Saya kan

4 Hasil wawancara dengan Bapak Yohanes Tugimin, SMA LAB, 6 September 2017. Data hasil belajar siswa

(6)

mengajar bahasa inggris ,sering tanya tanya mereka disana di ajar bahasa

inggris. Iya di ajar tapi gurunya itu kadang datang kadang tidak, kadang datang

tapi hanya di biarkan jadi bukan salah mereka juga.Jadi bukan salah mereka

juga, situasi yang menyebabkan mereka seperti itu.5

Berdasarkan kutipan wawancara di atas ketertinggalan pelajar asal

Papua dalam belajar disebabkan oleh berbagai faktor yaitu, jarak antara rumah

siswa dengan sekolah di Papua sangat berjauhan sehingga hal tersebut menjadi

kendala bagi para siswa untuk dapat belajar. Selain faktor jarak, faktor

kehadiran guru yang jarang memberikan materi menjadikan para siswa asal

Papua menjadi sangat tertinggal sehingga sulit untuk menyesuaikan ketika

berada di Salatiga. Kesulitan para pelajar asal Papua dalam proses belajar

merupakan tantangan terbesar yang harus bisa dilalui.Sehingga guru juga harus

memberi motivasi yang lebih dan selalu meyemangati mereka untuk perlahan –

lahan bisa beradapatasi dengan proses belajar.

5.2 Interaksi dan Adaptasi di Luar Sekolah

5.2.1 Kelompok Pertemanan di Luar Sekolah

Sebagai pelajar, interaksi dan adaptasi pelajar asal Papua tidak hanya

terjadi dilingkungan sekolah melainkan juga di lingkungan sekitar tempat

tinggal. Interaksi dan adaptasi dengan di lingkungan tempat tinggal melibatkan

kelompok pertemanan, kelompok pertemanan dapat diartikan sebagai

kelompok tempat remaja melakukan sosialisasi dimana nilai yang berlaku

bukanlah nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa melainkan oleh teman

seusianya (Depkes, 2012). Kelompok pertemanan dalam lingkungan sosial juga

didasari oleh beberapa hal salah satu diantaranya adalah kelompok pertemanan

memiliki kesamaan sikap, minat atau keyakinan, selain itu kelompok

pertemanan juga dapat menjadi tempat memberi dan mendapatkan dukungan

yang positif dan berafiliasi sesama anggota kelompok.

5 Hasil wawancara dengan Ibu Christie, SMA Theresiana, 29 Agustus 2017. Data hasil belajar siswa tidak

(7)

Para pelajar asal Papua juga melakukan interaksi dengan teman- teman yang berasal dari Inonesia bagian timur seperti Maluku Dan Nusa Tenggara Timur . Interaksi pelajar asal Papua dengan beberapa etnis lain dari Indoenisia bagian timur disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya adalah kemiripan bahasa yang dimiliki atau gaya bahasa. Dalam keseharian, para pelajar asal Papua lebih sering melakukan aktivitas bersama dengan temang-teman yang berasa dari wilayah timur Indonesia.

Kelompok pertemanan pelajar asal Papua dapat dikatakan merupakan

hal penting dalam kehidupan sosial di Salatiga. Dalam memilih tempat tinggal

misalnya, seorang pelajar akan cenderung untuk melihat ada atau tidaknya

kelompok anak-anak Papua yang tinggal bersama atau tinggal berdekatan.

Sebagaian besar para pelajar asal Papua yang berada di Salatiga memilih untuk

tinggal bersama-sama dengan teman-teman atau senior yang berasal dari

Papua.

Disini kost,di kost campur dengan teman teman dan kaka mahasiswa yang dari luar papua juga. Kalau pergaulan di luar sekolah, bergaunya dengan teman teman dari papua saja, karena lebih merasa nyaman. Tidak terlalu bergaul dengan teman-teman dari luar papua. Karena masalah komunikasi, karena takut bicaranya nanti mereka tidak mengerti. Sebenarnya juga mau bergaul dengan teman-temann Jawa, tapi ada rasa takut nanti dibilang teman teman dari papua sok-lah. Jadi tidak terlalu bergaul dengan teman teman dari jawa6

Kutipan wawancara di atas menunjukan bahwa ada beberapam pelajar

asal Papua di luar lingkungan sekolah lebih memilih berinteraksi atau

bergauldengan teman-teman asal Papua. Memilih bergaul dengan teman-

teman yang berasal dari Papua disebabkan berbagaifaktor:Pertama, karena

mempunyai kesamaan, sama – sama dari Papua, cara berkomunikasi yang

sama, mempunyai adat yang sama. Para Pelajar lebih merasa nyaman jika

bergaul dan berkumpul dengan teman-teman yang sama dari Papua. Kedua,

karena ada rasa takut. Perasaan itu muncul karena masalah komunikasi, dan

takut di katakan sombong oleh teman-teman Papua lainya.

6

(8)

Kalau diluar lingkungan sekolah, seperti dikost banyak teman dari luar Papua. Kalau di luar kost juga begitu punya banyak teman yang dari Salatiga dan yang dari luar Salatiga .untuk pergaulanya , jarang bergaul kumpul-kumpul dengan mereka. Saya lebih sering bergaul, kumpul atau nongkrong dengan teman- teman dari papua dan teman – teman yang dari timur, seperti yangdari Malukudan NTT. Ya, lebih senang kumpul dengan dong. Mungkin karena sama- sama dari timur, jadi lebih enak jalan atau kumpul dengan dong, kalau cerita begitu nyambung, saling mengerti bahasa 7.

Kalau pergaulan di luar sekolah bagus banyak teman yang dari luar Papua.Saya

kansuka main futsal, jadi mulai ikut latihan deng team futsal sekolah. Karena

sudah sering main futsal sudah mulai banyak juga kenal teman-teman dari luar

Papua di tempat latihan. Jadi dari situ mulai kenalan dengan teman teman dan

kakak-kakak mahasiswa yang bedaasal dengan saya seperti dari Sumatra, Jawa,

Maluku dan Kalimantan. Jadi sekarang sering ikut main atau latihan futsal deng

dong. Dari sering main atau latihan futsal sekang sudah sering keluar jalan atau

nongkrong dengan teman-teman dan kakak – kaka yang dari luar papua8.

Bedasarkan kutipan wawancara diatas. Selain berinterakasi dengan

teman-teman dari Papua dan teman- teman dari Indonesia bagian timur, para

pelajar asal Papua juga melakukan interaksi dengan teman- teman yang

bukanberasal dari Inonesia bagian timur. Para pelajar asal Papua ada juga yang

membangun pertemanan lewat minat mereka dibidang olahraga seperti futsal,

basket, sepak bola, dll. Contohnya seperti kutipan wawancara di atas,

narasumber mulai membangun pertemanan dari kesamaan minat yaitu minatdi

bidang olahraga futsal.

5.2.2 Adaptasi Dengan Kehidupan di Salatiga

Pelajar Papua yang datang menempuh pendidikan di Salatiga tentunya

datang dengan membawa berbagai unsur-unsur budaya dari tempat asal.

Unsur-unsur budaya tersebut dapat mencakup Unsur-unsur sistem kepercayaan, sistem

organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, dan kesenian

(9)

(Kluckhohn, 1953). Selain dari pada unsur-unsur budaya, para pelajar asal

Papua juga memiliki perbedaan secara fisik yaitu memiliki kulit hitam dan

rambut keriting yang tentunya menjadi ciri khas orang Papua. Berbagai

perbedaan yang dimiliki baik perbedaan budaya maupun perbedaan fisik dapat

dikatakan sebagai atribut kebudayaan pelajar asal Papua yang harus

dikomunikasikan dengan lingkungan sosial yang baru. Selain dari pada itu,

interaksi pelajar asal Papua juga melibatkan etika, nilai, konsep keadilan,

perilaku, hubungan pria wanita, gaya hidup, ketertiban berlalu lintas, serta

kebiasaan (Mulyana dan Rakhmat, 2005). Interaksi sosial merupakan kunci

dari semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin

ada kehidupan bersama (Kimball & Raymond, 1959). Interaksi sosial pelajar

asal Papua yang melibatkan berbagai atribut kebudayaan dan nilai di atas

menjadi sangat penting dalam membentuk cara pandang lingkungan sosial

yang baru tentang orang Papua baik sebagai individu maupun sebagai

kelompok. Proses interaksi yang melibatkan atribut kebudayaan juga dapat

disebut sebagai interaksi simbolik, dimana interaksi didasarkan pada ide-ide

tentang individu dan interaksinya dengan masyarakat. Esensi interaksi simbolik

adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri manusia, yakni komunikasi atau

pertukaran simbol yang diberi makna. Perspektif ini menyarankan bahwa

perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia

membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan

ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Definisi yang

mereka berikan kepada orang lain, situasi, objek dan bahkan diri mereka

Referensi

Dokumen terkait

Hitung jenis lekosit merupakan Differensial counting yang biasanya dilakukan bersama-sama dengan pemeriksaan apus darah tepi yang masuk dalam pemeriksaan rutin dalam

Pada penelit ian ini perlakuan Probiot ik komersial dengan kandungan mikroba Saccharomyces serevisiae, Lact obacillus acidaphilus, Bacillus subt ilis, Aspergilus

Studi kasus yang menjadi pokok bahasan penelitian ini adalah digunakan untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada klien Skizofrenia Tipe Manik dengan

Leukosit adalah sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan hemopoetik yang berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem

Untuk siswa yang me- miliki gaya kognitif field independent maupun siswa yang memiliki gaya kognitif field depen- dent , kemampuan pemecahan masalah matema- tika,

keilmuan yang mendukung mata pelajaran seni keilmuan (mencakup materi yang bersifat konsepsi, tiga dimensi imitasi budaya Nusantara. budaya (seni rupa) apresiasi, dan

Jika ketiga perlakuan dibandingkan maka pemberian PAS1 formula tempe lanjutan (FT 11) lebih baik dibandingkan kelompok lainnya , seperti yang ditunjukkan gradasi

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah media gambar dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam menulis paragraf sederhana pada siswa kelas III SDN Inpres