• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PERILAKU PERAWAT DENGAN KEPATUH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN PERILAKU PERAWAT DENGAN KEPATUH"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh: IRFAN BANDA

F1D311120

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI

(2)
(3)
(4)
(5)

v

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan hidayah-Nya, limpahan rezeki, kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Hubungan Perilaku Perawat Dengan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe Tahun 2015” sebagai salah satu syarat penyelesaian studi pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam proses penelitian ini banyak hambatan yang penulis dapatkan. Namun, atas bantuan dan bimbingan serta motivasi yang tiada henti-hentinya disertai harapan yang optimis sehingga dapat mengatasi semua masalah tersebut. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan, rasa hormat, dan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada Bapak Pitrah Asfian S.Sos., M.Sc. sebagai pembimbing I dan Bapak Abdul Rahim Sya’ban S,K.M.,M.Sc. sebagai pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam mengarahkan dan membimbing penulis selama proses penyusunan hasil ini.

(6)

vi dan dukungannya kepada penulis.

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Halu Oleo.

2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.

3. Ketua Jurusan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo. 4. Seluruh dosen pengajar yang dengan sepenuh hati memberikan banyak

pengetahuan selama perkuliahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis, serta kepada Staf pengelola Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.

5. Bapak Dr. Yusuf Sabilu, M.Si. Ibu arum dian pratiwi, S.K.M., M.Sc. dan Bapak Syawal K Saptaputra, S.K.M., M.Sc. selaku penguji yang telah memberikan motivasi, kritik, dan saran yang membangun demi penyempurnaan penelitian ini.

6. Bapak Drs.Djaeludin selaku kabag. Tata usaha BLUD Rumah Sakit Konawe yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian serta banyak membantu demi terlaksananya penelitian ini. 7. Sahabat-sahabatku yang tak terlupakan: Ramadhan, Aguslan, Irfan

(7)

vii

Aril Genezaret, Erit Eripin, Hasmar Noe, Dimas Reza Prayoga, dan lainnya, salut atas kerjasama, kekompakan, dan bantuannya selama ini. 9. Teman-teman dari keluarga besar ENVISION, HAC, Epid.Com,

HealthProz, kakak-kakakku angkatan 2005–2010, adik-adikku angkatan 2012–2014, teman-teman kelompok 11 PBL Desa Tomba Watu dan teman-teman di Sanggar Iqo Art Management (IAM) yang telah memberikan motivasi kepada penulis serta membantu dalam menyelesaikan penelitian.

Akhirnya, semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan berkah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan pada Program S1 di Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa, negara, dan agama. Amin Ya Rabb.

Kendari, September 2015

(8)

viii

HALAMAN PENGAJUAN ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN iv

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

DAFTAR ISTILAH xiv

DAFTAR LAMBANG xvi

ABSTRAK xvii ABSTRAC xviii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 3

C. Tujuan Penelitian 3

D. Manfaat Penelitian 4

E. Ruang Lingkup Penelitian 4

F. Definisi Dan Istilah 5

G. Organisasi Penelitian 6

II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Umum K3 7

B. Tinjauan Tentang Alat Pelindung Diri 13

C. Tinjauan Tentang Perilaku 21

D. Tinjauan Tentang Kepatuhan 31

E. Kerangka Konsep 34

F. Hipotesis 37

III METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian 39

B. Lokasi Dan Waktu 39

C. Populasi dan Sampel 39

D. Instrumen pengumpulan data 39

E. Teknik Pengumpulan Data 40

F. Defenisi Operasional 41

(9)

ix IIV. PENUTUP

A. Simpulan 78

B. Saran 79

DARTAR PUSTAKA

(10)

x

1.

Fasilitas tempat tidur BLUD Rumah Sakit Konawe

Tahun 2015

53

2.

Distribusi Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenis

Pendidikan Tahun 2015

54

3.

Distribusi Responden menurut jenis kelamin di

ruang Rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe

56

4.

Distribusi Responden menurut kelompok umur di

ruang Rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe

Tahun 2015

56

5.

Distribusi Responden menurut pendidikan terakhir

di ruang Rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe

Tahun 2015

57

6.

Distribusi Responden menurut lama kerja di ruang

Rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun

2015

58

7.

Distribusi Responden menurut kepatuhan perawat

dalam menggunakan APD sesuai SOP di BLUD

Rumah Sakit Konawe Tahun 2015

59

8.

Distribusi Responden menurut pengetahuan perawat

di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015

60

9.

Distribusi Responden menurut sikap perawat di

BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015

61

10.

Distribusi Responden menurut tindakan perawat di

BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015

(11)

xi

12

Hubungan sikap perawat dengan kepatuhan

menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah

Sakit Konawe Tahun 2015

64

13

Hubungan tindakan perawat dengan kepatuhan

menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah

Sakit Konawe Tahun 2015

(12)

xii

1.

2.

KerangkaTeori

KerangkaKonsep

34

(13)

xiii

1

Informed Consent

2

Kuisioner

3

Master Tabel

4

Output SPSS

5

6

7

Dokumentasi

Surat Izin Penelitian

(14)

xiv

WHO

World Health Organization

K3

Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Depkes

Departemen Kesehatan

RI

Republik Indonesia

ILO

International Labour Organization

RSU

Rumah Sakit Umum

Dinkes

Dinas Kesehatan

APD

Alat Pelindung Diri

Menkes

Menteri Kesehatan

UK

United Kingdom

Pemda

Pemerintahan Daerah

Per

Peraturan

Perda

Peraturan Daerah

Permenkes

Peraturan Menteri Kesehatan

BLUD

Badan Layanan Umum Daerah

AIDS

Acquired Immune Deficiency Syndrome

(15)

xv

SDM

Sumber Daya Manusia

SK

Surat Keputusan

SMA

Sekolah Menengah Atas

SMP

Sekolah Menengah Pertama

SD

Sekolah Dasar

SPSS

Statistical Package For Social Sciences

BBM

Bahan bakar Minyak

OSHA

Occupational Safety And Health

Administration

SOP

Standard Operating Procedure

S-O-R

Stimulus-orgisme-respon

PAD

Pendapatan Asli Daerah

SS

Sangat Setuju

S

Setuju

TS

Tidak Setuju

(16)

xvi

=

Samadengan

-

Pengurangan

+

Penambahan

/

Pembagian

<

Kurangdari

Lebihbesaratausamadengan

(17)

xvii

KONAWE TAHUN 2015

Oleh:

Irfan Banda

F1D3 11 120

ABSTRAK

Penggunaan alat pelindung diri (APD) sangat penting untuk digunakan ketika sedang bekerja di rumah sakit. penggunaan APD harus sesuai standar operasional prosedur (SOP). Untuk mencegah masalah kecelakaan kerja atau resiko bahaya yang dapat muncul ketika sedang melakukan pekerjaan di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai Standard Operating Procedure (SOP) di BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe Tahun 2015. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan metode cross sectional study. Sampel pada penelitian ini berjumlah 52 responden yang bekerja pada ruang rawat inap. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan menggunakan metode sampling jenuh. Hasil penelitian menunjukkan hasil statistik pada tingkat signifikan α < 0,05 diperoleh ada hubungan yang kuat antara pengetahuan perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP (ρ value = 0,024), ada hubungan yang bermakna antara sikap perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP (ρ value =0,027), dan tidak ada yang bermakna antara tindakan perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP (ρ value = 0,100), di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe Tahun 2015.

(18)

xviii

HOSPITAL KONAWE IN 2015

BY:

Irfan Banda

F1D3 11 120

ABSTRACT

Utilization of Self Protection Device (APD) is considered essential when working in hospital. The using of APD should be appropriate with the standard operating procedure (SOP) to prevent potential accident or hazard that might be exposed while working in the hospital. This study aimed to understand the association between knowledge, attitude, practice and pursuance of nurses in utilizing APD appropriately according to the Standard Operating Procedure (SOP) at BLUD Hospital of Konawe in 2015. This study was observational analytic through cross sectional study method. The number of samples was 52 respondents who worked at inpatient care room. The sampling technique was made by saturated sampling technique. The results of the study demonstrating statistic test result at significance level α < 0.05 indicated that there was a significant association between knowledge of nurses and the pursuance of using APD appropriately with SOP (ρ value = 0.024), there was significant association between attitude of nurses and the pursuance of using APD appropriately with SOP (ρ value= 0.027), and there was no significant association between practice of nurses and the pursuance of using APD appropriately with SOP (ρ value= 0,100) in inpatient care room at BLUD Hospital of Konawe regency in 2015.

(19)

1

International Labour Organization

(ILO) memperkirakan bahwa tiap tahun

sekitar 24 juta orang meninggal karena kecelakaan dan penyakit di lingkungan

kerja termasuk di dalamnya 360.000 kecelakaan fatal dan diperkirakan 1,95 juta

disebabkan oleh penyakit fatal yang timbul di lingkungan kerja. Sedangkan

menurut catatan

World Health Organization

(WHO) dari jumlah tenaga kerja

sebesar 35% sampai 50% di dunia terpajan bahaya fisik, kimia dan biologi

(Milyandra, 2010).

Dalam UU Kesehatan No.36 tahun 2009, kesehatan didefinisikan sebagai

keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang

memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Dengan demikian upaya kesehatan yang dilakukan merupakan serangkaian

kegiatan terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit,

peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh

pemerintah dan atau masyarakat (Depkes RI, 2009).

Bertitik tolak dari konsep kesehatan secara umum, maka konsep kesehatan

perlu diterapkan pada semua lini kehidupan. Kesehatan kerja misalnya, merupakan

aplikasi dalam penerapan konsep kesehatan dalam masyarakat yang diterapkan

(20)

sebagainya), dan yang menjadi subjek dari kesehatan kerja adalah pekerja dan

masyarakat sekitar tempat kerja tersebut. Apabila di dalam kesehatan masyarakat

menurut konsep paradigma sehat, ciri pokoknya adalah upaya

preventif

(pencegahan penyakit) dan

promotif

(peningkatan kesehatan), maka kedua hal

tersebut juga menjadi ciri pokok dalam kesehatan kerja (Notoatmodjo, 2007).

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk

menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah

mencapai produktivitas setinggi-tingginya. Maka dari itu K3 mutlak untuk

dilaksanakan pada setiap jenis bidang pekerjaan tanpa kecuali. Upaya K3

diharapkan dapat mencegah dan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan maupun

penyakit akibat melakukan pekerjaan (Hiperkes Bandung, 2008).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit

Kabupaten Konawe tahun 2015 bahwa ditemukan masih banyaknya perawat yang

kurang perhatian dan kesadaran/kepatuhan dalam menggunakan APD seehingga

perawat memiliki potensi untuk terpapar penyakit dan juga terjadinya kecelakaan

kerja.

Berdasarkan data pada tahun 2013, terdapat kejadian kecelakaan kerja baik

ringan sebanyak 16 kasus atau sekitar 25%, seperti kecelakaan tertusuk jarum

suntik dan terkena pecahan botol suntik dll, dan untuk kecelakaan berat sebanyak

13 kasus atau sekitar 22%, seperti kecelakaan terjatuh, tertindis alat kerja (Profil

(21)

Dari uraian di atas, penulis tertarik ingin melakukan penelitian dengan judul,

“Hubungan Perilaku Perawat Dengan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung

Diri (APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang Rawat Inap

Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe Tahun 2015 ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada Hubungan Perilaku Perawat

Dengan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di

Ruang Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan perilaku perawat dengan kepatuhan

menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di ruang rawat inap

BLUD Rumah Sakit Konawe.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan perawat dengan kepatuhan

menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di ruang rawat inap

BLUD Rumah Sakit Konawe.

b. Untuk

mengetahui

hubungan

sikap

perawat

dengan

kepatuhan

menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di ruang rawat inap

(22)

c. Untuk mengetahui hubungan tindakan perawat dengan kepatuhan

menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di ruang rawat inap

BLUD Rumah Sakit Konawe.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Sebagai bahan masukan dan evaluasi kepala BLUD Rumah Sakit Konawe

agar memperhatikan kesehatan pekerja

2. Manfaat Ilmiah

Untuk menambah wawasan ilmiah serta mengaplikasikan ilmu yang

diperoleh selama menempuh pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Halu Oleo.

3. Manfaat bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam memperluas

wawasan dan pengetahuan tentang pelaksanaan penggunaan Alat Pelindung

Diri (APD) sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit

Konawe. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan perilaku perawat dengan

kepatuhan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Selain itu, penelitian ini

menggunakan kuesioner yang berisi tentang pertanyaan mengenai pengetahuan,

(23)

variabel yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Adapun variabel lain tidak

diteliti/dilakukan dikarenakan masalah waktu, biaya dan tenaga peneliti.

F. Defenisi dan Istilah

1. AIDS adalah singkatan dari

Acquired Immune Deficiency Syndrome

, yaitu

sekumpulan gejala yang didapatkan dari penurunan kekebalan tubuh akibat

kerusakan sistem imun yang disebabkan oleh infeksi HIV.

2. Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat

bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu

sendiri dan orang di sekelilingnya.

3. Disinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya

infeksi atau pencemaran oleh jasad renik atau obat untuk membasmi kuman

penyakit.

4.

Hepatitis B virus

adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B.

5.

Hepatitis C virus

adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis C.

6. Kewaspadaan Universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan

oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi

dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi

(24)

G. Organisasi Penelitian

Tugas akhir ini berjudul “Hubungan Perilaku Perawat Dengan

Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Sesuai Standard

Operating Procedure (SOP) Di Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum

Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe Tahun 2015”. Penyusunan tugas akhir

ini dibimbing oleh Bapak Pitrah Asfian, S.Sos., M.Sc. selaku pembimbing I dan

Bapak Abdul Rahim Sya’ban, S.K.M.,M.Sc selaku pembimbing II serta para

(25)

7

pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya

bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun

kerugian-kerugian lainnya yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa

Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis

dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan yang

mungkin terjadi. Dengan kata lain hakekat dari Keselamatan dan Kesehatan

Kerja adalah tidak berbeda dengan pengertian bagaimana kita mengendalikan

risiko (risk management) agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan

(Milyandra, 2010)

1. Kesehatan Kerja

Pasal 23 Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan,

menyebutkan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan

produktivitas kerja yang optimal. Kesehatan kerja meliputi pelayanan

kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja,

disebutkan pula bahwa setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan

kesehatan kerja (Haryono, 2007).

Menurut Suma’mur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam

ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar

pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan

(26)

preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan

kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja,

serta terhadap penyakit-penyakit umum.

Tujuan utama kesehatan kerja adalah sebagai berikut:

a. Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan

kecelakaan-kecelakaaan akibat kerja.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja.

c. Perawatan dan mempertinggi efisiensi dan produktivitas tenaga kerja.

d. Pemberantasan kelelahan kerja dan meningkatkan kegairahan serta

kenikmatan kerja.

e. Perlindungan bagi masyarakat sekitar perusahaan agar terhindar dari

bahaya-bahaya pencemaran yang ditimbulkan oleh perusahaan

tersebut.

f. Perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin

ditimbulkan oleh produk-produk perusahaan.

Tujuan akhir dan kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan

tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tercapai, apabila

didukung oleh lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan

(Notoatmodjo, 2007).

Ilmu dan seni yang mencurahkan perhatian pada pengenalan,

evaluasi dan kontrol faktor lingkungan dan stress yang muncul di tempat

(27)

kesejahteraan atau menimbulkan ketidaknyamanan pada tenaga kerja

maupun lingkungannya (Harrianto, 2010).

2. Keselamatan Kerja

Keselamatan adalah suatu kondisi yang bebas dari risiko kecelakaan

atau kerusakan atau dengan risiko yang relatif sangat kecil di bawah

tingkat tertentu (Johny, 2000).

Keselamatan kerja adalah upaya keselamatan yang diterapkan di

tempat kerja. Menurut Webster dalam Intercollegiate dictionary,

keselamatan sendiri mempunyai pengertian bebas interaksi antara

manusia-mesin-media yang berakibat kerusakan sistem, degradasi dari

misi sukses, hilangnya jam kerja, atau luka pada pekerja. Sedangkan

gagalnya upaya kesehatan umumnya disebabkan oleh hubungan sistem

kerja manusia–alat-bahan-komponen lingkungan yang menghasilkan

masalah besar sebagai akibat dari kurang bagusnya pengawasan di industri

(Lukmannul, 2004)

Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari

hari sering disebut dengan safety, secara filosofi diartikan sebagai suatu

pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik

jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia

pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan

diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha

mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja

(28)

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,

pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat

kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Suma’mur,

1993).

Menurut Undang-Undang Keselamatan Kerja, syarat-syarat

keselamatan kerja seluruh aspek pekerjaan yang berbahaya berikut

jenis-jenis bahaya akan diatur dengan peraturan perundangan (Suma’mur,

1993).

Indikator penyebab keselamatan kerja adalah:

a. Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:

1) Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang

kurang diperhitungkan keamanannya.

2) Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak

3) Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.

b. Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:

1) Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.

2) Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik

pengaturan penerangan.

3. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan adalah suatu kejadian tak diduga dan tidak dikehendaki

yang mengacaukan proses suatu aktivitas yang telah diatur (Balai K3

(29)

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03/MEN/1998

tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang

dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak

dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban

manusia dan atau harta benda. (Depnaker, 1998).

Secara umum penyebab kecelakaan ada dua, yaitu unsafe action

(faktor manusia) dan unsafe condition (faktor lingkungan). Menurut

penelitian bahwa 80-85 % kecelakaan disebabkan oleh unsafe action

(Anizar, 2009).

a. Unsafe Action

Unsafe Actiondapat disebabkan oleh berbagai hal berikut :

1) Ketidakseimbangan fisik tenaga kerja yaitu :

a) Posisi tubuh yang menyebabkan mudah lelah

b) Cacat fisik

c) Cacat Sementara

d) Kepekaan panca indera terhadap sesuatu

2) Kurang Pendidikan

a) Kurang pengalaman

b) Salah pengertian terhadap suatu perintah

c) Kurang terampil

d) Salah mengartikan SOP (Standard Operational Procedure),

sehingga mengakibatkan kesalahan pemakaian alat kerja

(30)

b. Menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai dengan keahliannya

c. Pemakaian alat pelindung diri (APD) hanya berpura-pura

d. Mengangkut beban yang berlebihan

e. Bekerja berlebihan atau melebihi jam kerja

b. Unsafe Condition

Unsafe conditiondapat disebabkan oleh berbagai hal berikut:

1) Peralatan yang sudah tidak layak pakai

2) Ada api di tempat bahaya

3) Pengamanan gedung yang kurang standar

4) Terpapar bising

5) Terpapar radiasi

6) Pencahayaan dan ventilasi yang kurang atau berlebihan

7) Kondisi suhu yang membahayakan

8) Dalam keadaan pengamanan yang berlebihan

9) Sistem peringatan yang berlebihan

10) Sifat pekerjaan yang mengandung potensi bahaya.

Menurut Notoatmodjo (2007) terjadinya kecelakaan kerja

disebabkan oleh kedua faktor utama yakni faktor fisik dan faktor manusia.

Oleh sebab itu, kecelakaan kerja juga merupakan bagian dari kesehatan

kerja. Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak

(31)

B. Tinjauan Tentang Alat Pelindung Diri (APD)

Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA) alat

pelindung diri atau pesonal protective equipment atau didefinisikan sebagai

alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang

diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja,

baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya

(OSHA, 2009).

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI

No.8/MEN/VII/2010, alat pelindung diri atau personal protective equipment

didefinisikan sebagai alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi

seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari

potensi bahaya di tempat kerja.

Undang-Undang No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan Pasal

108 menyatakan bahwa “setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh

perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan,

perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai

agama”, maka upaya perlindungan terhadap karyawan akan bahaya

khususnya pada saat melaksanakan kegiatan (proses kerja) di tempat kerja

perlu dilakukan oleh pihak manajeman perusahaan. Salah satu upaya

perlindungan terhadap tenaga kerja tersebut adalah dengan penggunaan APD.

Penggunaan APD ditempat kerja sendiri telah diatur melalui

Undang-Undang No.1 tahun 1970. Pasal-pasal yang mengatur tentang penggunaan

(32)

1. Pasal 3 ayat 1 : Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat

keselamatan kerja untuk memberikan alat-alat perlindungan diri kepada

para pekerja.

2. Pasal 9 ayat 1c : Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada

tahap tenaga kerja baru tentang alat-alat pelindung diri bagi tenaga kerja

yang bersangkutan.

Alat pelindung diri (APD) berperan penting terhadap kesehatan dan

keselamatan kerja. Dalam pembangunan nasional, tenaga kerja memiliki

peranan dan kedudukan yang penting sebagai pelaku pembangunan. Sebagai

pelaku pembangunan, perlu dilakukan upaya-upaya perlindungan baik dari

aspek ekonomi, politik, sosial, teknis, dan medis dalam mewujudkan

kesejahteraan tenaga kerja. terjadinya kecelakaan kerja dapat mengakibatkan

korban jiwa, cacat, kerusakan peralatan, menurunnya mutu dan hasil

produksi, terhentinya proses produksi, kerusakan lingkungan, dan akhirnya

akan merugikan semua pihak serta berdampak kepada perekonomian nasional

(Anizar, 2009).

1. Program Penggunaan APD

Berdasarkan Pasal 14 huruf c UU No. 1 Tahun 1970 tentang

keselamatan kerja, pengusaha/pengurus perusahaan perusahaan wajib

menyediakan APD secara cuma-cuma terhadap tenaga kerja dan orang lain

yang memasuki tempat kerja. Apabila kewajiban pengusaha/pengurus

(33)

undang-undang. Berdasarkan Pasal 12 huruf b, tenaga kerja diwajibkan memakai

APD yang telah disediakan (Anizar, 2009).

2. Pemilihan dan Persyaratan APD

Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan

tempat, peralatan dan lingkungan kerja adalah sangat perlu diutamakan.

Namun kadang-kadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan

sepenuhnya, sehingga digunakan alat-alat pelindung diri (personal

protective devices). APD harus memenuhi persyaratan (Suma’mur, 2009) :

1. Enak (nyaman) dipakai;

2. Tidak mengganggu pelaksanaan pekerjaan; dan

3. Memberikan perlindungan efektif terhadap macam bahaya yang

dihadapi.

Menurut Anizar (2009) APD yang disediakan oleh pengusaha dan

dipakai oleh tenaga kerja harus memenuhi syarat pembuatan, pengujian dan

sertifikat. Tenaga kerja berhak menolak untuk memakai jika APD yang

disediakan tidak memenuhi syarat. Dari ketiga pemenuhan persyaratan

tersebut, harus diperhatikan faktor-faktor pertimbangan di mana APD harus

1) Enak dan nyaman dipakai;

2) Tidak menggangu ketenangan kerja dan tidak membatasi ruang gerak

pekerja;

3) Memberikan perlindungan efektif terhadap segala jenis bahaya/potensi

bahaya;

(34)

5) Memperhatikan efek samping penggunaan APD; dan

6) Mudah dalam pemeliharaan, tempat ukuran, tempat penyediaan, dan

harga terjangkau.

3. Jenis-Jenis APD

Menurut Anizar (2009) aneka alat pelindung diri adalah sebagai

berikut :

a. Masker

Pada tempat-tempat kerja tertentu seringkali udaranya kotor yang

diakibatkan oleh bermacam-macam sebab antara lain :

1) Debu-debu kasar dari pengindaraan atau operasi-operasi sejenis.

2) Racun dan debu halus yang dihasilkan dari pengecatan atau asap.

3) Uap beracun atau gas beracun dari pabrik kimia.

4) Bukan gas beracun tetapi seperti CO2 yang menurunkan konsentrasi

oksigen di udara.

Jenis-jenis masker dan penggunaannya (Anizar, 2009):

1) Masker penyaring debu

Masker penyaring debu berguna untuk melindungi pernapasan

dari serbuk-serbuk logam, atau serbuk lainnya.

2) Masker berhidung

Masker ini dapat menyaring debu atau benda lain sampai

ukuran 0.5 mikron, bila kita sulit bernapas waktu memakai alat ini

maka hidungnya harus diganti karena filternya telah teBLUD Rumah

(35)

3) Masker Bertabung

Masker bertabung mempunyai filter yang baik dari pada

masker berhidung. Masker ini sangat tepat digunakan untuk

melindungi pernapasan dari gas tertentu. Bermacam-macam tabung

dapat dipasangkan dan bermacam-macam tabungnya tertulis untuk

macam gas yang bagaimana masker tersebut digunakan.

b. Kacamata

Salah satu masalah di BLUD Rumah Sakit dalam pencegahan

kecelakaan adalah pencegahan kecelakaan yang menimpa mata dimana

jumlah kecelakaan demikian besar. Orang-orang merasa enggan

memakai kacamata karena ketidaknyamannya sehingga dengan alasan

tersebut pekerja merasa mengurangi kenikmatan kerja. Sekalipun

kacamata pelindung yang memenuhi persyaratan demikian banyaknya.

Banyak upaya harus diselenggarakan ke arah pembinaan disiplin,

atau melalui pendidikan dan penggairahan, agar tenaga kerja

memakainya. Tenaga kerja yang berpandangan bahwa risiko kecelakaan

terhadap mata adalah besar akan memakainya dengan kemauan sendiri.

Sebaliknya, jika mereka merasa bahwa bahaya itu kecil, mereka tidak

akan mau memakainya (Anizar, 2009).

Kecelakaan mata berbeda-beda dan aneka jenis kacamata

pelindung diperlakukan. Sebagai misal, pekerjaan dengan kemungkinan

(36)

dengan lensa kokoh, sedangkan bagi pengelasan diperlukan lensa

penyaringan sinar las yang tepat (Anizar, 2009).

c. Sepatu Pengaman

Sepatu pengaman harus dapat melindungi tenaga kerja terhadap

kecelakaan-kecelakaan yang disebabkan oleh beban berat yang menimpa

kaki, paku-paku atau benda tajam lain yang mungin terinjak, logam pijar,

asam-asam dan sebagainya. Biasanya sepatu kulit yang buatannya kuat

dan baik cukup memberikan perlindungan, tetapi terhadap kemungkinan

tertimpa benda-benda berat masih perlu sepatu dengan ujung tertutup

baja dan lapisan baja di dalam solnya. Lapis baja di dalam sol perlu

untuk melindungi tenaga kerja dari tusukan benda runcing dan tajam

khususnya pada pekerjaan bangunan.

d. Sarung Tangan

Sarung tangan harus diberikan kepada tenaga kerja dengan

pertimbangan akan bahaya-bahaya dan persyaratan yang diperlukan.

Antara lain syaratnya adalah bebannya bergerak jari dan tangan.

Macamnya tergantung pada jenis kecelakaan yang akan dicegah yaitu

tusukan, sayatan, terkena benda panas, terkena bahan kimia, terkena

aliran listrik, terkena radiasi dan sebagainya.

Sarung tangan juga sangat membantu pada pengerjaan yang

berkaitan dengan benda kerja yang panas, tajam ataupun benda kerja

yang licin. Sarung tangan juga dipergunakan sebagai isolator untuk

(37)

e. Topi Pengaman (helmet)

Topi pengaman (helmet) harus dipakai oleh tenaga kerja yang

mungkin tertimpa pada kepala oleh benda jatuh atau melayang atau

benda-benda lain yang bergerak. Topi demikian harus cukup keras dan

kokoh, tetapi ringan. Bahkan plastik dengan lapisan kain terbukti sangat

cocok untuk keperluan ini.

Topi pengaman dengan bahan elastis seperti karet atau plastik

pada umumnya dipakai oleh wanita. Rambut wanita yang memiliki risiko

ditarik oleh mesin. Oleh karena itu, penutup kapala harus dipakai agar

rambut tidak terbawa putaran mesin dengan cara rambut diikat dan

ditutup oleh penutup kepala.

f. Pelindung Telinga

Telinga harus dilindungi terhadap loncatan api percikan logam,

pijar atau partikel-partikel yang melayang. Perlindungan terhadap

kebisingan dilakukan dengan sumbat atau tutup telinga. Alat pelindung

telinga merupakan salah satu bentuk alat pelindung diri yang digunakan

untuk melindungi telinga dari paparan kebisingan, sering disebut sebagai

personal hearing protection atau personal protective devices.

g. Pelindung Paru-Paru (Respirator)

Paru-paru harus dilindungi manakala udara tercemar atau ada

kemungkinan kekurangan oksigen dalam udara. Pencemaran-pencemaran

mungkin berbentuk gas, uap logam, kabut, debu dan lainnya. Kekurangan

(38)

seperti tangki atau gudang bawah tanah. Pencemar-pencemar yang

berbahaya mungkin beracun, korosit, atau menjadi sebab rangsangan.

Pengaruh lainnya termasuk dalam bahaya kesehatan kerja.

h. Pakaian Pelindung

Pakaian kerja harus dianggap suatu alat perlindungan terhadap

bahaya-bahaya kecelakaan. Pakaian tenaga kerja pria yang bekerja

melayani mesin seharusnya berlengan pendek, pas (tidak longgar) pada

dada atau punggung, tidak berdasi dan tidak ada lipatan-lipatan yang

mungkin mendatangkan bahaya. Wanita sebaiknya memakai celana

panjang, jala rambut, baju yang pas dan tidak memakai

perhiasan-perhiasan. Pakaian kerja sintesis hanya baik terhadap bahan-bahan kimia

korosif, tetapi justru berbahaya pada lingkungan kerja dengan

bahan-bahan dapat meledak oleh aliran listrik statis.

Menurut Suma’mur (2009), alat proteksi diri beraneka ragam. Jika

digolongkan menurut bagian tubuh yang dilindungi, maka jenis alat proteksi

diri dapat dilihat pada daftar sebagai berikut :

1. Kepala : Pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai jenis yaitu

topi pengaman (safety helmet), topi atau tudung kepala, tutup kepala.

2. Mata : kacamata pelindung (protective goggles)

3. Muka : Pelindung muka (face shields)

4. Tangan dan jari : Sarung tangan (sarung tangan dengan ibu jari terpisah,

(39)

sarung tangan yang menutupi pergelangan tangan sampai lengan

(sleeve).

5. Kaki : Sepatu pengaman (safety shoes).

6. Alat pernapasan : Respirator, masker, alat bantu pernafasan.

7. Telinga : Sumbat telinga, tutup telinga.

8. Tubuh : Pakaian kerja menurut keperluan yaitu pakaian kerja tahan

panas, pakaian kerja tahan dingin, pakaian kerja lainnya.

9. Lainnya : Sabuk pengaman.

C. Tinjauan Tentang Perilaku

Maulana (2009) menyebutkan bahwa perilaku adalah suatu kegiatan

atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku

merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari

luar), pengertian itu dikenal dengan teori S-O-R (stimulus –

organisme-respon).

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons

organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar objek

tersebut (Notoatmodjo, 2007) . Respon ini terbentuk dua macam, yakni :

1. Bentuk pasif adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri

manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya

berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan, maka perilaku

(40)

2. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara

langsung, maka perilaku tersebut sudah tampak dalam bentuk tindakan

nyata, maka disebut ‘over behaviour’.

a. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perilaku

Teori Lawrence Green (1980) dalam menganalisis faktor-faktor

yang berpengaruh terhadap perilaku, konsep umum yang sering

digunakan dalam berbagai kepentingan program dan beberapa penelitian

yang dilakukan adalah teori yang dikemukakan olah Green (1980). Ia

menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh tiga faktor, yaitu

faktor predisposisi, faktor pendorong, dan faktor penguat (Maulana,

2009).

Faktor predisposisi (predisposing factor). Faktor yang

mempermudah terjadinya perilaku seseorang. Faktor ini termasuk

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, kebiasaan, nilai nilai,

norma sosial, budaya, dan faktor sosio-demografi.

Faktor pendorong(enabling factors). Faktor yang memungkinkan

terjadinya perilaku. Hal ini berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan

atau sumber-sumber khusus yang mendukung, dan keterjangkauan

sumber dan fasilitas kesehatan.

Faktor penguat (reinforcing factors). Faktor yang memperkuat

perilaku termasuk sikap dan perilaku petugas, kelompok referensi, dan

(41)

b. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan APD

1) Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat

terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap

hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh

masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan

sebagainya (Mulyanti, 2008).

a) Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan adalah hasil

‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan

terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang (overt behaviour). Sedangkan menurut Maulana

(2009) sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan

telinga, berdasarkan pengalaman dan penelitian, diperoleh bahwa

perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng daripada

perilaku yang tidak didasari pengetahuan.

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku

yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers

(1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku

baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses

(42)

1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam

arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

3. Evaluation, yaitu menimbang-nimbang baik dan tidaknya

stimulus tersebut bagi dirinya.

4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus

(Notoatmodjo, 2007).

b) Sikap

Menurut Notoatmodjo (2007) sikap merupakan reaksi atau

respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau

objek. Sedangkan menurut Koentjaraningrat (1983) dalam Maulana

(2009) sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup

terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat

dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan. Sikap merupakan

kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk

berkelakuan dengan pola-pola tertentu, terhadap suatu objek akibat

pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut.

Menurut Newcomb yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007)

sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan

bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum

(43)

‘pre-disposisi’ tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan

reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang

terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi

terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan

terhadap obyek.

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari

berbagai tingkatan yakni (Notoatmodjo, 2007) :

1) Menerima (Receiving)

Menerima, diartikan bahwa orang (subyek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2) Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan.

3) Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mengindikasikan

dengan orang lain terhadap suatu masalah.

4) Bertanggung Jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala risiko.

Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan

tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana

(44)

tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan

hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.

c) Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan.

Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan

faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara

lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan

faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya: orang tua,

saudara, suami, isteri, dan lain-lain, yang sangat penting untuk

mendukung tindakan yang akan dilakukan. Tingkatan tindakan

(practice) yaitu:

1. Persepsi (Perception). Mengenal dan memilih berbagai obyek

sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah

merupakan tindakan tingkat pertama.

2. Respon terpimpin (Guide responce). Dapat melakukan sesuatu

sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah

merupakan indikator tindakan tingkat kedua.

3. Mekanisme (Mechanism). Apabila seseorang telah dapat

melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu

itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai

tindakan tingkat ketiga.

4. Adaptasi (Adaptation). Adaptasi adalah suatu tindakan yang

(45)

dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan

tersebut (Notoatmodjo, 2003).

2) Faktor Pemungkin (Enabling Factor)

Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau

fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat

pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan

makanan yang bergizi, dan sebagainya (Mulyanti, 2008).

a) Ketersediaan Fasilitas

Dibutuhkan pedoman tertentu tentang penempatan fasilitas

dan penangananya, disamping untuk memenuhi kebutuhan jabatan

seseorang, asas keserasian juga tetap untuk meningkatkan efisiensi

kerja pegawai (Johny, 2000).

Menurut Laurenta (2001) yang dikutip oleh Mulyanti

(2008) keserasian perbandingan antara manusia dengan alat kerja

sehingga turut menjamin adanya suasana kerja yang

menggairahkan. Peralatan dan perlengkapan harus tepat guna dan

tidak mewah. Setiap alat dan perlengkapan harus diadakan sesuai

dengan tingkat kemungkinan terjadinya kecelakaan.

Menurut Maulana (2009), faktor yang memungkinkan

terjadinya perilaku berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan atau

sumber-sumber khusus yang mendukung, dan keterjangkauan

(46)

menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara fasilitas

APD dengan penggunaan APD

b) Kenyamanan Fasilitas

Perasaan tidak nyaman (risih, panas, berat, terganggu) yang

timbul pada saat menggunakan APD akan mengakibatkan

keengganan tenaga kerja menggunakannya dan mereka memberi

respon yang berbeda-beda (Budiono dkk., 2003). Pemakaian APD

dapat menyebabkan ketidaknyamanan, terutama bila dipakai untuk

jangka lama, karena pemakai merasa tertutup dan terisolasi. Oleh

karena itu, pekerja cenderung untuk melepaskannya untuk

menghilangkan ketidaknyamanan (Harrington dkk., 2003).

3) Faktor penguat(Reinforcing Factors).

Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat

(toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk

petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang,

peraturan-peraturan, baik dari pusat maupun pemerintah daerah, yang terkait

dengan kesehatan.

a) Pola Pengawasan

Pengawasan adalah suatu proses untuk mengukur penampilan

kegiatan atau pelaksanaan kegiatan suatu program yang selanjutnya

memberikan pengarahan-pengarahan sehingga tujuan yang telah

(47)

Dilakukan pengawasan adalah untuk menjamin bahwa setiap

pekerjaan dilaksanakan dengan aman dan mengikuti setiap prosedur

dan petunjuk kerja yang telah ditetapkan (Sastrohadiwiry, 2003).

Salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan adalah

pengawasan pada bahaya dari cara kerja, karena dapat membahayakan

tenaga kerja itu sendiri dan orang lain disekitarnya. Antara lain

pemakaian APD yang tidak semestinya dan cara memakai yang salah.

Pengusaha perlu memperhatikan cara kerja yang dapat membahayakan

ini, baik pada tempat kerja maupun dalam pengawasan pelaksanaan

pekerjaan sehari-hari (Johny, 2000).

b. Alat Pelindung Diri (APD)

Alat Pelindung Diri (APD), telah digunakan bertahun-tahun

lamanya untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat

pada petugas yang bekerja pada suatu tempat perawatan kesehatan.

Akhir-akhir ini dengan timbulnya AIDS (Acquired Immune Deficiency

Syndrome), HBV (Hepatitis B Virus), HCV (Hepatitis C Virus) dan

munculnya kembali tuberkulosis di banyak negara, penggunaan APD

menjadi sangat penting untuk melindungi petugas (Tietjen, 2004).

APD meliputi sarung tangan, masker, pelindung mata, gaun,

kap, apron dan alas kaki. APD yang sangat efektif terbuat dari kain

yang diolah atau bahan sintetis yang dapat menahan air, darah dan

(48)

1) Sarung Tangan

Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah

penyebaran infeksi, tetapi harus diganti setiap kontak dengan satu

pasien ke pasien lainnya untuk mencegah kontaminasi silang. Sarung

tangan harus dipakai kalau menangani darah, sekresi dan ekskresi

(kecuali keringat). Petugas kesehatan menggunakan sarung tangan

untuk tiga alasan, yaitu:

a) Mengurangi resiko petugas kesehatan terkena infeksi dari pasien..

b) Mencegah penularan flora kulit petugas kepada pasien.

c) Mengurangi kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan mikro

organisme yang dapat berpindah dari satu pasien ke pasien lain.

2) Masker

Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar dari sewaktu

petugas kesehatan atau petugas bedah bicara, batuk, bersin dan juga

mencegah cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi

masuk ke dalam hidung atau mulut petugas kesehatan.

3) Pelindung Mata

Pelindung mata melindungi petugas kesehatan dari cipratan darah atau

cairan tubuh lainnya yang terkontaminasi dengan pelindung mata.

4) Gaun Penutup

Pemakaian utama dari gaun penutup adalah untuk melindungi pakaian

petugas pelayanan kesehatan. Gaun penutup diperlukan sewaktu

(49)

5) Kap (penutup rambut)

Dipakai untuk menutup rambut dan kepala, tujuan utamanya adalah

melindungi pemakainya dari semprotan dan cipratan darah dan cairan

tubuh lainnya.

6) Apron

Apron dibuat dari karet atau plastik sebagai suatu pembatas air di

bagian depan dari tubuh petugas kesehatan. Apron harus dipakai kalau

sedang membersihkan atau melakukan tindakan dimana darah atau

cairan tubuh akan tumpah.

7) Alas Kaki

Alas kaki dipakai untuk melindungi kaki dari perlukaan oleh benda

tajam atau dari cairan yang jatuh atau menetes ke kaki. Sepatu bot dari

karet atau kulit lebih melindungi, tapi harus selalu bersih dan bebas

dari kontaminasi darah atau cairan tubuh lainnya.

D. Tinjauan Tentang Kepatuhan

Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti suka menurut, taat

pada perintah, aturan, berdisiplin. Kepatuhan adalah ketaatan dalam melakukan

sesuatu yang dianjurkan (Depdikbud, 1996).

Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap

intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang

ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan

(50)

Menurut Stanley (2007), kepatuhan seseorang sangat berhubungan

dengan :

1. Interaksi kompleks antara dukungan keluarga dan pengalaman.

2. Interaksi perilaku dengan kepercayaan kesehatan seseorang

3. Kepercayaan yang ada sebelumnya.

Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku

yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan. Perilaku

kesehatan merupakan perilaku kepatuhan, menurut Lawrence Green dalam

Notoatmodjo (2003) faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan adalah

sebagai berikut :

1. Faktor-faktor predisposisi (Prodisposing Factors) yaitu faktor-faktor yang

mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara

lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai tradisi. Seorang ibu

mau membawa anaknya ke posyandu, karena tahu bahwa disana akan

dilakukan penimbangan anak untuk mengetahui pertumbuhannya serta

akan memperoleh imunisasi untuk mencegah penyakit. Tanpa adanya

pengetahuan ini, ibu tersebut mungkin tidak akan membawa anaknya ke

posyandu.

2. Faktor-faktor pemungkin (Enabling Factors) adalah faktor-faktor yang

memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud

dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk

terjadinya perilaku kesehatan, misalnya Puskesmas, Posyandu, Rumah

(51)

kesehatan mengupayakan keluarganya untuk menggunakan air bersih,

makan bergizi dan sebagainya. Tetapi apabila keluarga tersebut tidak

mampu mengadakan fasilitas itu semua, maka dengan terpaksa

menggunakan air kali, makan seadanya.

3. Faktor-faktor penguat (Reinforcing Factors) adalah faktor yang

mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang

meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak

melakukannya. Perlu adanya contoh-contoh perilaku sehat dari para

tokoh masyarakat.

Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2003) mengklasifikasikan perilaku

yang berhubungan dengan kesehatan (health related behavior) sebagai

berikut:

1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu tindakan atau kegiatan

seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk

tindakan untuk mencegah penyakit,memelihara makanan, sanitasi.

2. Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang

dilakukan oleh seseorang individu yang merasa sakit, untuk merasakan

dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit, meliputi kemampuan

untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit serta usaha

mencegah penyakit.

3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni tindakan atau kegiatan

yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh

(52)

E. Kerangka Konsep

Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan

praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan

yang mungkin terjadi.

Alat Pelindung Diri (APD) yaitu alat yang digunakan untuk melindungi

pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan

bahaya (hazards) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi,

fisik, elektrik, mekanik dan lainnya (OSHA, 2009).

Dalam pelaksaannya ketika sedang bekerja sorang petugas seharusnya

selalu menggunakan Alat Pelindung Diri yang tepat, dimana dalam

penggunaannya seorang petugas harus mengetahui betapa pentingnya

menggunakan APD ketika sedang bekerja atau ketika sedang berada di dalam

laboratorium kesehatan. Perilaku para petugas dipengaruhi oleh pengetahuan,

sikap serta tindakan yang selalu menggunakan APD.

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian Kesehatan dan

Keselamatan Kerja (K3)

Perilaku 

Fisik  Kimia  Biologi  Psikologi  Ergonomi Pengetahuan

Sikap

Tindakan

(53)

Pengetahuan merupakan tingkat pemahaman seseorang tentang

berbagai hal. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga yaitu melalui proses pengalaman dan proses belajar dalam pendidikan,

baik yang bersifat formal maupun informal. Jadi pengetahuan tidak tercipta

dengan sendirinya, melainkan melalui berbagai proses dan tergantung dari

banyak faktor, seperti halnya tingkat kemampuan intelektual seseorang,

kemauannya dalam mencari sumber pengetahuan, adanya dukungan dari

lingkungan sekitar dan sebagainya.

Demikian juga dengan cara bersikap dan tindakan para perawat yaitu

selalu menggunakan Alat Pelindung Diri (ADP). Hal ini membantu para

petugas dalam bekerja serta akan mencegah terjadinya kecelakaan yang dapat

terjadi karena sikap kerja yang salah ketika bekerja.

Penggunaan APD sangat dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya yaitu

pengetahuan, bagaimana bersikap serta bertindak yang benar ketika berada

dalam lingkungan kerja. Sehingga nantinya diharapkan dapat meningkatkan

(54)

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan:

: Variabel terikat (Denpenden Variable)

: Variabel bebas (indenpenden Variable)

: Variabel tidak diteliti Faktor perilaku

Pengetahuan Sikap Tindakan

Faktor Fisik Faktor Kimia Faktor Biologi Faktor Psikologi Faktor Ergonomi

Kepatuhan Menggunakan (APD) sesuai SOP

(55)

F. Hipotesis Penelitian

1. H0:

ρvalue

Tidak ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan

Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)

Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Ruang

Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)

Rumah Sakit Konawe.

H1:

ρvalue < α

Ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan

kepatuhan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri

(APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di

Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)

Rumah Sakit Konawe.

2. H0:

ρvalue

Tidak ada hubungan antara sikap perawat dengan

kepatuhan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri

(APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di

Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)

Rumah Sakit Konawe.

H1:

ρvalue < α

Ada hubungan antara sikap perawat dengan kepatuhan

Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)

Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang

Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)

(56)

3. H0:

ρvalue

Tidak ada hubungan antara tindakan perawat dengan

Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)

Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang

Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)

Rumah Sakit Konawe.

H1:

ρvalue < α

Tidak ada hubungan antara tindakan perawat dengan

Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)

Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang

Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)

(57)

39

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitikobservasionaldengan metode cross sectional study. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif.

B. Lokasi dan Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe pada bulan Juli tahun 2015.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di ruang rawat Inap BLUD Rumah Sakit Konawe yang berjumlah 52 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian populasi yang mewakili suatu populasi (Saryono, 2011) .jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan Teknik pengambilan total sampling yaitu teknik penerapan sampel dimana seluruh populasi dijadikan sebagai sampel sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 52 orang (Arikunto, 2010).

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1. Kuisioner yaitu instrumen pengumpulan data dengan menggunakan

(58)

yang digunakan pada penelitian ini adalah angket. Angket yaitu kuesioner yang langsung diisi oleh responden sendiri (Notoatmodjo, 2010).

2. Lembar observasi (chek list) yaitu pengumpulan data dengan menggunakan lembaran pertanyaan, agar observasi terarah dan dapat memperoleh data yang benar-benar diperlukan, maka sebaiknya di dalam melakukan observasi juga mempergunakan daftar pertanyaan yang disiapkan terlebih dahulu (Notoatmodjo, 2010).

3. Dokumentasi yaitu pengambilan data yang akan didokumentasikan oleh peneliti sesuai dengan kebutuhan penelitian.

4. Komputer yaitu untuk memudahkan pengumpulan data dan analisis secara deskriptif.

5. Selain itu menggunakan kalkulator untuk mengolah angket penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung diambil atau diperoleh dari responden baik dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) maupun wawancara langsung kepada responden.

2. Data Sekunder

(59)

F. Defisini Operasional dan Kriteria Objektif

Dalam penelitian ini, definisi operasional dan kriteria objektif yang diteliti sebagai berikut :

1. Pengetahuan

Pengetahuan tentang penggunaan APD yaitu apa yang diketahui perawat tentang penggunaan APD serta risiko bila tidak menggunakan pada saat bekerja. Pengukuran pengetahuan berdasarkan skala Guttman untuk pertanyaan positif dengan jawaban “benar” diberi skor 1 dan untuk jawaban “salah” diberi skor 0. Untuk pertanyaan negatif pemberian skor dibalik dengan jawaban “benar” diberi skor 0 dan untuk jawaban “salah” diberi skor 1 (Riduwan, 2008).

Jumlah Pertanyaan untuk tingkat pengetahuan : 10 Nilai jawaban responden : 1 dan 0

Skor tertinggi : 1 X 10 = 10 (100%) Skor terendah : 0 X 10 = 0 (0%)

Range = 100% - 0% = 100%, maka interval (I) dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Riduwan, 2008) :

I =

(60)

I =100−0 2

I= 50

Batas atas = Skor tertinggi = 100% Batas bawah = (Batas atas –I )

= (100 – 50) = 50% Sehingga kriteria objektifnya :

a. Cukup : Apabila hasil jawaban responden memperoleh skor ≥ 50% dari total skor maksimal.

b. Kurang : Apabila hasil jawaban responden memperoleh skor < 50 % dari total skor maksimal.

2. Sikap

Sikap adalah reaksi atau respon perawat mengenai penggunaan APD. Kriteria penilaian didasarkan atas skala Guttman dari jumlah pernyataan keseluruhan yaitu 10 (sepuluh) pernyataan dan setiap pernyataan di berikan nilai 0 (nol) jika setuju dengan pernyataan yang salah dan nilai 1 (satu) jika setuju dengan pernyatan yang benar, sehingga diperoleh skor nilai :

Skor tertinggi : 10 X 1 = 10 (100%) Skor terendah : 10 X 0 = 0 (0%)

Kemudian diukur menggunakan rumus :

= = % %

(61)

Keterangan:

I = interval

R = range/ kisaran (100%-0% = 100%) K = jumlah kategori

Maka interval kelasnya adalah 50 %

Batas atas = Skor tertinggi = 100 % Batas bawah = (Batas atas –I) = 50% Kriteria Objektif :

a. Cukup : Apabila nilai jawaban yang diberikan responden benar mancapai

≥50 %.

b. Kurang : Apabila nilai jawaban yang diberikan responden benar mencapai atau < 50%.

3. Tindakan

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan tindakan adalah responden mampu untuk menggunakan APD.

Kriteria penilaian didasarkan atas skala Guttman dari jumlah pernyataan keseluruhan yaitu 8 (delapan) pernyataan dan setiap pernyataan di berikan nilai 0 (nol) jika setuju dengan pernyataan yang salah dan nilai 1 (satu) jika setuju dengan pernyatan yang benar, sehingga diperoleh skor nilai :

Skor tertinggi : 8 X 1 = 8 (100%) Skor terendah : 8 X 0 = 0 (0%)

Kemudian diukur menggunakan rumus :

(62)

Keterangan: I = interval

R = range/ kisaran (100%-0% = 100%) K = jumlah kategori

Maka interval kelasnya adalah 50 %

Batas atas = Skor tertinggi = 100 % Batas bawah = (Batas atas –I) = 50% Kriteria Objektif :

a. Cukup : Apabila nilai jawaban yang diberikan responden benar mancapai

≥ 50 %.

b. Kurang : Apabila nilai jawaban yang diberikan responden benar mencapai atau < 50%.

4. Kepatuhan

Kepatuhan adalah patuh dalam mengerjakan sesuatu yang menjadi tugas dan kewajibannya. Pengukuran kepatuhan dilakukan dengan menggunakan observasi langsung pada saat peneliti melakukan penelitian.

Kriteria obyektif:

a. Cukup : Patuh menggunakan APD apabila responden menggunakan semua APD yang dibutuhkan dan sesuai SOP APD K3

(63)

G. Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data

1. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan dengan menggunakan kuesioner, diolah dengan menggunakan komputer dan kalkulator kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk tabel.

2. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Dilakukan secara deskriptif pada masing-masing variabel dengan analisis pada distribusi frekuensi.

b. Analisis Bivariat

Dilakukan untuk mengetahui hubungan perilaku perawat dengan kepatuhan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe tahun 2015, dengan menggunakan uji Chi square dengan tabel kontingensi 2x2, pada tingkat

kepercayaan 95% (α=0,05).

Dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis (Budiarto, 2002) : a. H0diterima jika χ2hitung≤ χ2tabel atau ρvalue≥ (α) = 0,05.

b. H1 diterima jika χ2hitung> χ2tabel atau ρvalue<(α) = 0,05.

(64)

dimaksudkan untuk melihat keeratan atau kekuatan hubungan dengan komputer. Berikut rumus perhitungan manual koefisien phi (Ø).

Rumus :

∅= ∣ − ∣

( + )( + )( + )

Besarnya nilai phi (Ø) berada diantara 0 sampai dengan 1 dengan ketentuan:

0,76 - 1,00 : hubungan sangat kuat 0,51 - 0,75 : hubungan kuat 0,26 - 0,50 : hubungan sedang 0,01 - 0,25 : hubungan lemah (Arikunto, 2002).

3. Penyajian Data

(65)

47

Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe

merupakan salah satu Rumah Sakit Umum Daerah di wilayah Kabupaten

Konawe yang dalam operasionalnya memberikan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat Kabupaten Konawe dan Sekitarnya. Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Konawe didirikan pada tahun 1988 dan diresmikan pada tanggal

28 Agustus 1989 dengan klasifikasi Type D.

Dalam proses perkembangannya dan berdasarkan tuntutan masyarakat

akan mutu pelayanan yang optimal maka RSUD Kabupaten Konawe

ditingkatkan kelasnya menjadi Type C berdasarkan Kep. Menteri Kesehatan

RI No.1240/MENKES/SK/X/1997.

Sejak awal Tahun 2004 seiring dengan perubahan nama Kabupaten

Kendari menjadi Kabupaten Konawe, maka dengan sendirinya RSU Unaaha

yang awalnya dengan nama RSU Unaaha Kabupaten Kendari menjadi RSU

Unaaha Kabupaten Konawe. <

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 1. Fasilitas Tempat Tidur di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
Tabel 2. Distribusi Jumlah pegawai berdasarkan jenis pendidikan di BLUD
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajaran menunjukkan bahwa penambahan natrium karbonat memberikan pengaruh yang signifikan dalam penghilangan ion kalsium.Namun tidak demikian dengan penambahan PAC..Dari

Protective factor dari perkembangan hidup pelaku yang paling utama adalah perhatian dan kepedulian orangtua (parental affection), menumbuhkan kedekatan emosional

Alhamdulillah dengan limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya serta memberikan kesehatan dan kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Kemudian yang kedua, berkenaan dengan kedudukan hukum saya ingin menyampaikan bahwa sesuai ketentuan Pasal 51 dari Undang- undang Mahkamah Konstitusi yang tadi sudah disinggung

Pada fase ini diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vineristin, dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul: “Aplikasi Benzyl Amino Purin (BAP)

Tipe penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research) dengan metode konsep (conceptual approach), dan memperbandingkannya dengan tipe penelitian lapangan

18. Sebuah kapasitor dari dua lempeng sejajar di beri muatan listrik, sehingga potensialnya = 0,4 KV. Tentukan rapar energi kapasitor. Sebuah kapasitor keping sejajar