SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh: IRFAN BANDA
F1D311120
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI
v
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan hidayah-Nya, limpahan rezeki, kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Hubungan Perilaku Perawat Dengan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe Tahun 2015” sebagai salah satu syarat penyelesaian studi pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam proses penelitian ini banyak hambatan yang penulis dapatkan. Namun, atas bantuan dan bimbingan serta motivasi yang tiada henti-hentinya disertai harapan yang optimis sehingga dapat mengatasi semua masalah tersebut. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan, rasa hormat, dan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada Bapak Pitrah Asfian S.Sos., M.Sc. sebagai pembimbing I dan Bapak Abdul Rahim Sya’ban S,K.M.,M.Sc. sebagai pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam mengarahkan dan membimbing penulis selama proses penyusunan hasil ini.
vi dan dukungannya kepada penulis.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor Universitas Halu Oleo.
2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.
3. Ketua Jurusan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo. 4. Seluruh dosen pengajar yang dengan sepenuh hati memberikan banyak
pengetahuan selama perkuliahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis, serta kepada Staf pengelola Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.
5. Bapak Dr. Yusuf Sabilu, M.Si. Ibu arum dian pratiwi, S.K.M., M.Sc. dan Bapak Syawal K Saptaputra, S.K.M., M.Sc. selaku penguji yang telah memberikan motivasi, kritik, dan saran yang membangun demi penyempurnaan penelitian ini.
6. Bapak Drs.Djaeludin selaku kabag. Tata usaha BLUD Rumah Sakit Konawe yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian serta banyak membantu demi terlaksananya penelitian ini. 7. Sahabat-sahabatku yang tak terlupakan: Ramadhan, Aguslan, Irfan
vii
Aril Genezaret, Erit Eripin, Hasmar Noe, Dimas Reza Prayoga, dan lainnya, salut atas kerjasama, kekompakan, dan bantuannya selama ini. 9. Teman-teman dari keluarga besar ENVISION, HAC, Epid.Com,
HealthProz, kakak-kakakku angkatan 2005–2010, adik-adikku angkatan 2012–2014, teman-teman kelompok 11 PBL Desa Tomba Watu dan teman-teman di Sanggar Iqo Art Management (IAM) yang telah memberikan motivasi kepada penulis serta membantu dalam menyelesaikan penelitian.
Akhirnya, semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan berkah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan pada Program S1 di Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa, negara, dan agama. Amin Ya Rabb.
Kendari, September 2015
viii
HALAMAN PENGAJUAN ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
DAFTAR ISTILAH xiv
DAFTAR LAMBANG xvi
ABSTRAK xvii ABSTRAC xviii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Penelitian 3
D. Manfaat Penelitian 4
E. Ruang Lingkup Penelitian 4
F. Definisi Dan Istilah 5
G. Organisasi Penelitian 6
II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Umum K3 7
B. Tinjauan Tentang Alat Pelindung Diri 13
C. Tinjauan Tentang Perilaku 21
D. Tinjauan Tentang Kepatuhan 31
E. Kerangka Konsep 34
F. Hipotesis 37
III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian 39
B. Lokasi Dan Waktu 39
C. Populasi dan Sampel 39
D. Instrumen pengumpulan data 39
E. Teknik Pengumpulan Data 40
F. Defenisi Operasional 41
ix IIV. PENUTUP
A. Simpulan 78
B. Saran 79
DARTAR PUSTAKA
x
1.
Fasilitas tempat tidur BLUD Rumah Sakit Konawe
Tahun 2015
53
2.
Distribusi Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenis
Pendidikan Tahun 2015
54
3.
Distribusi Responden menurut jenis kelamin di
ruang Rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe
56
4.
Distribusi Responden menurut kelompok umur di
ruang Rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe
Tahun 2015
56
5.
Distribusi Responden menurut pendidikan terakhir
di ruang Rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe
Tahun 2015
57
6.
Distribusi Responden menurut lama kerja di ruang
Rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun
2015
58
7.
Distribusi Responden menurut kepatuhan perawat
dalam menggunakan APD sesuai SOP di BLUD
Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
59
8.
Distribusi Responden menurut pengetahuan perawat
di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
60
9.
Distribusi Responden menurut sikap perawat di
BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
61
10.
Distribusi Responden menurut tindakan perawat di
BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
xi
12
Hubungan sikap perawat dengan kepatuhan
menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah
Sakit Konawe Tahun 2015
64
13
Hubungan tindakan perawat dengan kepatuhan
menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah
Sakit Konawe Tahun 2015
xii
1.
2.
KerangkaTeori
KerangkaKonsep
34
xiii
1
Informed Consent
2
Kuisioner
3
Master Tabel
4
Output SPSS
5
6
7
Dokumentasi
Surat Izin Penelitian
xiv
WHO
World Health Organization
K3
Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Depkes
Departemen Kesehatan
RI
Republik Indonesia
ILO
International Labour Organization
RSU
Rumah Sakit Umum
Dinkes
Dinas Kesehatan
APD
Alat Pelindung Diri
Menkes
Menteri Kesehatan
UK
United Kingdom
Pemda
Pemerintahan Daerah
Per
Peraturan
Perda
Peraturan Daerah
Permenkes
Peraturan Menteri Kesehatan
BLUD
Badan Layanan Umum Daerah
AIDS
Acquired Immune Deficiency Syndrome
xv
SDM
Sumber Daya Manusia
SK
Surat Keputusan
SMA
Sekolah Menengah Atas
SMP
Sekolah Menengah Pertama
SD
Sekolah Dasar
SPSS
Statistical Package For Social Sciences
BBM
Bahan bakar Minyak
OSHA
Occupational Safety And Health
Administration
SOP
Standard Operating Procedure
S-O-R
Stimulus-orgisme-respon
PAD
Pendapatan Asli Daerah
SS
Sangat Setuju
S
Setuju
TS
Tidak Setuju
xvi
=
Samadengan
-
Pengurangan
+
Penambahan
/
Pembagian
<
Kurangdari
≥
Lebihbesaratausamadengan
xvii
KONAWE TAHUN 2015
Oleh:
Irfan Banda
F1D3 11 120
ABSTRAK
Penggunaan alat pelindung diri (APD) sangat penting untuk digunakan ketika sedang bekerja di rumah sakit. penggunaan APD harus sesuai standar operasional prosedur (SOP). Untuk mencegah masalah kecelakaan kerja atau resiko bahaya yang dapat muncul ketika sedang melakukan pekerjaan di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai Standard Operating Procedure (SOP) di BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe Tahun 2015. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan metode cross sectional study. Sampel pada penelitian ini berjumlah 52 responden yang bekerja pada ruang rawat inap. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan menggunakan metode sampling jenuh. Hasil penelitian menunjukkan hasil statistik pada tingkat signifikan α < 0,05 diperoleh ada hubungan yang kuat antara pengetahuan perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP (ρ value = 0,024), ada hubungan yang bermakna antara sikap perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP (ρ value =0,027), dan tidak ada yang bermakna antara tindakan perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP (ρ value = 0,100), di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe Tahun 2015.
xviii
HOSPITAL KONAWE IN 2015
BY:
Irfan Banda
F1D3 11 120
ABSTRACT
Utilization of Self Protection Device (APD) is considered essential when working in hospital. The using of APD should be appropriate with the standard operating procedure (SOP) to prevent potential accident or hazard that might be exposed while working in the hospital. This study aimed to understand the association between knowledge, attitude, practice and pursuance of nurses in utilizing APD appropriately according to the Standard Operating Procedure (SOP) at BLUD Hospital of Konawe in 2015. This study was observational analytic through cross sectional study method. The number of samples was 52 respondents who worked at inpatient care room. The sampling technique was made by saturated sampling technique. The results of the study demonstrating statistic test result at significance level α < 0.05 indicated that there was a significant association between knowledge of nurses and the pursuance of using APD appropriately with SOP (ρ value = 0.024), there was significant association between attitude of nurses and the pursuance of using APD appropriately with SOP (ρ value= 0.027), and there was no significant association between practice of nurses and the pursuance of using APD appropriately with SOP (ρ value= 0,100) in inpatient care room at BLUD Hospital of Konawe regency in 2015.
1
International Labour Organization
(ILO) memperkirakan bahwa tiap tahun
sekitar 24 juta orang meninggal karena kecelakaan dan penyakit di lingkungan
kerja termasuk di dalamnya 360.000 kecelakaan fatal dan diperkirakan 1,95 juta
disebabkan oleh penyakit fatal yang timbul di lingkungan kerja. Sedangkan
menurut catatan
World Health Organization
(WHO) dari jumlah tenaga kerja
sebesar 35% sampai 50% di dunia terpajan bahaya fisik, kimia dan biologi
(Milyandra, 2010).
Dalam UU Kesehatan No.36 tahun 2009, kesehatan didefinisikan sebagai
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Dengan demikian upaya kesehatan yang dilakukan merupakan serangkaian
kegiatan terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh
pemerintah dan atau masyarakat (Depkes RI, 2009).
Bertitik tolak dari konsep kesehatan secara umum, maka konsep kesehatan
perlu diterapkan pada semua lini kehidupan. Kesehatan kerja misalnya, merupakan
aplikasi dalam penerapan konsep kesehatan dalam masyarakat yang diterapkan
sebagainya), dan yang menjadi subjek dari kesehatan kerja adalah pekerja dan
masyarakat sekitar tempat kerja tersebut. Apabila di dalam kesehatan masyarakat
menurut konsep paradigma sehat, ciri pokoknya adalah upaya
preventif
(pencegahan penyakit) dan
promotif
(peningkatan kesehatan), maka kedua hal
tersebut juga menjadi ciri pokok dalam kesehatan kerja (Notoatmodjo, 2007).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk
menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah
mencapai produktivitas setinggi-tingginya. Maka dari itu K3 mutlak untuk
dilaksanakan pada setiap jenis bidang pekerjaan tanpa kecuali. Upaya K3
diharapkan dapat mencegah dan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan maupun
penyakit akibat melakukan pekerjaan (Hiperkes Bandung, 2008).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit
Kabupaten Konawe tahun 2015 bahwa ditemukan masih banyaknya perawat yang
kurang perhatian dan kesadaran/kepatuhan dalam menggunakan APD seehingga
perawat memiliki potensi untuk terpapar penyakit dan juga terjadinya kecelakaan
kerja.
Berdasarkan data pada tahun 2013, terdapat kejadian kecelakaan kerja baik
ringan sebanyak 16 kasus atau sekitar 25%, seperti kecelakaan tertusuk jarum
suntik dan terkena pecahan botol suntik dll, dan untuk kecelakaan berat sebanyak
13 kasus atau sekitar 22%, seperti kecelakaan terjatuh, tertindis alat kerja (Profil
Dari uraian di atas, penulis tertarik ingin melakukan penelitian dengan judul,
“Hubungan Perilaku Perawat Dengan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung
Diri (APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang Rawat Inap
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe Tahun 2015 ”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada Hubungan Perilaku Perawat
Dengan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di
Ruang Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan perilaku perawat dengan kepatuhan
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di ruang rawat inap
BLUD Rumah Sakit Konawe.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan perawat dengan kepatuhan
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di ruang rawat inap
BLUD Rumah Sakit Konawe.
b. Untuk
mengetahui
hubungan
sikap
perawat
dengan
kepatuhan
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di ruang rawat inap
c. Untuk mengetahui hubungan tindakan perawat dengan kepatuhan
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di ruang rawat inap
BLUD Rumah Sakit Konawe.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Sebagai bahan masukan dan evaluasi kepala BLUD Rumah Sakit Konawe
agar memperhatikan kesehatan pekerja
2. Manfaat Ilmiah
Untuk menambah wawasan ilmiah serta mengaplikasikan ilmu yang
diperoleh selama menempuh pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Halu Oleo.
3. Manfaat bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam memperluas
wawasan dan pengetahuan tentang pelaksanaan penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit
Konawe. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan perilaku perawat dengan
kepatuhan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Selain itu, penelitian ini
menggunakan kuesioner yang berisi tentang pertanyaan mengenai pengetahuan,
variabel yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Adapun variabel lain tidak
diteliti/dilakukan dikarenakan masalah waktu, biaya dan tenaga peneliti.
F. Defenisi dan Istilah
1. AIDS adalah singkatan dari
Acquired Immune Deficiency Syndrome
, yaitu
sekumpulan gejala yang didapatkan dari penurunan kekebalan tubuh akibat
kerusakan sistem imun yang disebabkan oleh infeksi HIV.
2. Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat
bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu
sendiri dan orang di sekelilingnya.
3. Disinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya
infeksi atau pencemaran oleh jasad renik atau obat untuk membasmi kuman
penyakit.
4.
Hepatitis B virus
adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B.
5.
Hepatitis C virus
adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis C.
6. Kewaspadaan Universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan
oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi
dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi
G. Organisasi Penelitian
Tugas akhir ini berjudul “Hubungan Perilaku Perawat Dengan
Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Sesuai Standard
Operating Procedure (SOP) Di Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum
Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe Tahun 2015”. Penyusunan tugas akhir
ini dibimbing oleh Bapak Pitrah Asfian, S.Sos., M.Sc. selaku pembimbing I dan
Bapak Abdul Rahim Sya’ban, S.K.M.,M.Sc selaku pembimbing II serta para
7
pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya
bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun
kerugian-kerugian lainnya yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis
dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan yang
mungkin terjadi. Dengan kata lain hakekat dari Keselamatan dan Kesehatan
Kerja adalah tidak berbeda dengan pengertian bagaimana kita mengendalikan
risiko (risk management) agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan
(Milyandra, 2010)
1. Kesehatan Kerja
Pasal 23 Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan,
menyebutkan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal. Kesehatan kerja meliputi pelayanan
kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja,
disebutkan pula bahwa setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan
kesehatan kerja (Haryono, 2007).
Menurut Suma’mur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam
ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar
pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan
preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan
kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja,
serta terhadap penyakit-penyakit umum.
Tujuan utama kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
a. Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan
kecelakaan-kecelakaaan akibat kerja.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja.
c. Perawatan dan mempertinggi efisiensi dan produktivitas tenaga kerja.
d. Pemberantasan kelelahan kerja dan meningkatkan kegairahan serta
kenikmatan kerja.
e. Perlindungan bagi masyarakat sekitar perusahaan agar terhindar dari
bahaya-bahaya pencemaran yang ditimbulkan oleh perusahaan
tersebut.
f. Perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin
ditimbulkan oleh produk-produk perusahaan.
Tujuan akhir dan kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan
tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tercapai, apabila
didukung oleh lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan
(Notoatmodjo, 2007).
Ilmu dan seni yang mencurahkan perhatian pada pengenalan,
evaluasi dan kontrol faktor lingkungan dan stress yang muncul di tempat
kesejahteraan atau menimbulkan ketidaknyamanan pada tenaga kerja
maupun lingkungannya (Harrianto, 2010).
2. Keselamatan Kerja
Keselamatan adalah suatu kondisi yang bebas dari risiko kecelakaan
atau kerusakan atau dengan risiko yang relatif sangat kecil di bawah
tingkat tertentu (Johny, 2000).
Keselamatan kerja adalah upaya keselamatan yang diterapkan di
tempat kerja. Menurut Webster dalam Intercollegiate dictionary,
keselamatan sendiri mempunyai pengertian bebas interaksi antara
manusia-mesin-media yang berakibat kerusakan sistem, degradasi dari
misi sukses, hilangnya jam kerja, atau luka pada pekerja. Sedangkan
gagalnya upaya kesehatan umumnya disebabkan oleh hubungan sistem
kerja manusia–alat-bahan-komponen lingkungan yang menghasilkan
masalah besar sebagai akibat dari kurang bagusnya pengawasan di industri
(Lukmannul, 2004)
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari
hari sering disebut dengan safety, secara filosofi diartikan sebagai suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia
pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan
diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat
kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Suma’mur,
1993).
Menurut Undang-Undang Keselamatan Kerja, syarat-syarat
keselamatan kerja seluruh aspek pekerjaan yang berbahaya berikut
jenis-jenis bahaya akan diatur dengan peraturan perundangan (Suma’mur,
1993).
Indikator penyebab keselamatan kerja adalah:
a. Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:
1) Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang
kurang diperhitungkan keamanannya.
2) Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak
3) Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
b. Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:
1) Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
2) Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik
pengaturan penerangan.
3. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan adalah suatu kejadian tak diduga dan tidak dikehendaki
yang mengacaukan proses suatu aktivitas yang telah diatur (Balai K3
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03/MEN/1998
tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang
dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak
dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban
manusia dan atau harta benda. (Depnaker, 1998).
Secara umum penyebab kecelakaan ada dua, yaitu unsafe action
(faktor manusia) dan unsafe condition (faktor lingkungan). Menurut
penelitian bahwa 80-85 % kecelakaan disebabkan oleh unsafe action
(Anizar, 2009).
a. Unsafe Action
Unsafe Actiondapat disebabkan oleh berbagai hal berikut :
1) Ketidakseimbangan fisik tenaga kerja yaitu :
a) Posisi tubuh yang menyebabkan mudah lelah
b) Cacat fisik
c) Cacat Sementara
d) Kepekaan panca indera terhadap sesuatu
2) Kurang Pendidikan
a) Kurang pengalaman
b) Salah pengertian terhadap suatu perintah
c) Kurang terampil
d) Salah mengartikan SOP (Standard Operational Procedure),
sehingga mengakibatkan kesalahan pemakaian alat kerja
b. Menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai dengan keahliannya
c. Pemakaian alat pelindung diri (APD) hanya berpura-pura
d. Mengangkut beban yang berlebihan
e. Bekerja berlebihan atau melebihi jam kerja
b. Unsafe Condition
Unsafe conditiondapat disebabkan oleh berbagai hal berikut:
1) Peralatan yang sudah tidak layak pakai
2) Ada api di tempat bahaya
3) Pengamanan gedung yang kurang standar
4) Terpapar bising
5) Terpapar radiasi
6) Pencahayaan dan ventilasi yang kurang atau berlebihan
7) Kondisi suhu yang membahayakan
8) Dalam keadaan pengamanan yang berlebihan
9) Sistem peringatan yang berlebihan
10) Sifat pekerjaan yang mengandung potensi bahaya.
Menurut Notoatmodjo (2007) terjadinya kecelakaan kerja
disebabkan oleh kedua faktor utama yakni faktor fisik dan faktor manusia.
Oleh sebab itu, kecelakaan kerja juga merupakan bagian dari kesehatan
kerja. Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak
B. Tinjauan Tentang Alat Pelindung Diri (APD)
Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA) alat
pelindung diri atau pesonal protective equipment atau didefinisikan sebagai
alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang
diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja,
baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya
(OSHA, 2009).
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI
No.8/MEN/VII/2010, alat pelindung diri atau personal protective equipment
didefinisikan sebagai alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi
seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari
potensi bahaya di tempat kerja.
Undang-Undang No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan Pasal
108 menyatakan bahwa “setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan,
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama”, maka upaya perlindungan terhadap karyawan akan bahaya
khususnya pada saat melaksanakan kegiatan (proses kerja) di tempat kerja
perlu dilakukan oleh pihak manajeman perusahaan. Salah satu upaya
perlindungan terhadap tenaga kerja tersebut adalah dengan penggunaan APD.
Penggunaan APD ditempat kerja sendiri telah diatur melalui
Undang-Undang No.1 tahun 1970. Pasal-pasal yang mengatur tentang penggunaan
1. Pasal 3 ayat 1 : Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat
keselamatan kerja untuk memberikan alat-alat perlindungan diri kepada
para pekerja.
2. Pasal 9 ayat 1c : Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada
tahap tenaga kerja baru tentang alat-alat pelindung diri bagi tenaga kerja
yang bersangkutan.
Alat pelindung diri (APD) berperan penting terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja. Dalam pembangunan nasional, tenaga kerja memiliki
peranan dan kedudukan yang penting sebagai pelaku pembangunan. Sebagai
pelaku pembangunan, perlu dilakukan upaya-upaya perlindungan baik dari
aspek ekonomi, politik, sosial, teknis, dan medis dalam mewujudkan
kesejahteraan tenaga kerja. terjadinya kecelakaan kerja dapat mengakibatkan
korban jiwa, cacat, kerusakan peralatan, menurunnya mutu dan hasil
produksi, terhentinya proses produksi, kerusakan lingkungan, dan akhirnya
akan merugikan semua pihak serta berdampak kepada perekonomian nasional
(Anizar, 2009).
1. Program Penggunaan APD
Berdasarkan Pasal 14 huruf c UU No. 1 Tahun 1970 tentang
keselamatan kerja, pengusaha/pengurus perusahaan perusahaan wajib
menyediakan APD secara cuma-cuma terhadap tenaga kerja dan orang lain
yang memasuki tempat kerja. Apabila kewajiban pengusaha/pengurus
undang-undang. Berdasarkan Pasal 12 huruf b, tenaga kerja diwajibkan memakai
APD yang telah disediakan (Anizar, 2009).
2. Pemilihan dan Persyaratan APD
Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan
tempat, peralatan dan lingkungan kerja adalah sangat perlu diutamakan.
Namun kadang-kadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan
sepenuhnya, sehingga digunakan alat-alat pelindung diri (personal
protective devices). APD harus memenuhi persyaratan (Suma’mur, 2009) :
1. Enak (nyaman) dipakai;
2. Tidak mengganggu pelaksanaan pekerjaan; dan
3. Memberikan perlindungan efektif terhadap macam bahaya yang
dihadapi.
Menurut Anizar (2009) APD yang disediakan oleh pengusaha dan
dipakai oleh tenaga kerja harus memenuhi syarat pembuatan, pengujian dan
sertifikat. Tenaga kerja berhak menolak untuk memakai jika APD yang
disediakan tidak memenuhi syarat. Dari ketiga pemenuhan persyaratan
tersebut, harus diperhatikan faktor-faktor pertimbangan di mana APD harus
1) Enak dan nyaman dipakai;
2) Tidak menggangu ketenangan kerja dan tidak membatasi ruang gerak
pekerja;
3) Memberikan perlindungan efektif terhadap segala jenis bahaya/potensi
bahaya;
5) Memperhatikan efek samping penggunaan APD; dan
6) Mudah dalam pemeliharaan, tempat ukuran, tempat penyediaan, dan
harga terjangkau.
3. Jenis-Jenis APD
Menurut Anizar (2009) aneka alat pelindung diri adalah sebagai
berikut :
a. Masker
Pada tempat-tempat kerja tertentu seringkali udaranya kotor yang
diakibatkan oleh bermacam-macam sebab antara lain :
1) Debu-debu kasar dari pengindaraan atau operasi-operasi sejenis.
2) Racun dan debu halus yang dihasilkan dari pengecatan atau asap.
3) Uap beracun atau gas beracun dari pabrik kimia.
4) Bukan gas beracun tetapi seperti CO2 yang menurunkan konsentrasi
oksigen di udara.
Jenis-jenis masker dan penggunaannya (Anizar, 2009):
1) Masker penyaring debu
Masker penyaring debu berguna untuk melindungi pernapasan
dari serbuk-serbuk logam, atau serbuk lainnya.
2) Masker berhidung
Masker ini dapat menyaring debu atau benda lain sampai
ukuran 0.5 mikron, bila kita sulit bernapas waktu memakai alat ini
maka hidungnya harus diganti karena filternya telah teBLUD Rumah
3) Masker Bertabung
Masker bertabung mempunyai filter yang baik dari pada
masker berhidung. Masker ini sangat tepat digunakan untuk
melindungi pernapasan dari gas tertentu. Bermacam-macam tabung
dapat dipasangkan dan bermacam-macam tabungnya tertulis untuk
macam gas yang bagaimana masker tersebut digunakan.
b. Kacamata
Salah satu masalah di BLUD Rumah Sakit dalam pencegahan
kecelakaan adalah pencegahan kecelakaan yang menimpa mata dimana
jumlah kecelakaan demikian besar. Orang-orang merasa enggan
memakai kacamata karena ketidaknyamannya sehingga dengan alasan
tersebut pekerja merasa mengurangi kenikmatan kerja. Sekalipun
kacamata pelindung yang memenuhi persyaratan demikian banyaknya.
Banyak upaya harus diselenggarakan ke arah pembinaan disiplin,
atau melalui pendidikan dan penggairahan, agar tenaga kerja
memakainya. Tenaga kerja yang berpandangan bahwa risiko kecelakaan
terhadap mata adalah besar akan memakainya dengan kemauan sendiri.
Sebaliknya, jika mereka merasa bahwa bahaya itu kecil, mereka tidak
akan mau memakainya (Anizar, 2009).
Kecelakaan mata berbeda-beda dan aneka jenis kacamata
pelindung diperlakukan. Sebagai misal, pekerjaan dengan kemungkinan
dengan lensa kokoh, sedangkan bagi pengelasan diperlukan lensa
penyaringan sinar las yang tepat (Anizar, 2009).
c. Sepatu Pengaman
Sepatu pengaman harus dapat melindungi tenaga kerja terhadap
kecelakaan-kecelakaan yang disebabkan oleh beban berat yang menimpa
kaki, paku-paku atau benda tajam lain yang mungin terinjak, logam pijar,
asam-asam dan sebagainya. Biasanya sepatu kulit yang buatannya kuat
dan baik cukup memberikan perlindungan, tetapi terhadap kemungkinan
tertimpa benda-benda berat masih perlu sepatu dengan ujung tertutup
baja dan lapisan baja di dalam solnya. Lapis baja di dalam sol perlu
untuk melindungi tenaga kerja dari tusukan benda runcing dan tajam
khususnya pada pekerjaan bangunan.
d. Sarung Tangan
Sarung tangan harus diberikan kepada tenaga kerja dengan
pertimbangan akan bahaya-bahaya dan persyaratan yang diperlukan.
Antara lain syaratnya adalah bebannya bergerak jari dan tangan.
Macamnya tergantung pada jenis kecelakaan yang akan dicegah yaitu
tusukan, sayatan, terkena benda panas, terkena bahan kimia, terkena
aliran listrik, terkena radiasi dan sebagainya.
Sarung tangan juga sangat membantu pada pengerjaan yang
berkaitan dengan benda kerja yang panas, tajam ataupun benda kerja
yang licin. Sarung tangan juga dipergunakan sebagai isolator untuk
e. Topi Pengaman (helmet)
Topi pengaman (helmet) harus dipakai oleh tenaga kerja yang
mungkin tertimpa pada kepala oleh benda jatuh atau melayang atau
benda-benda lain yang bergerak. Topi demikian harus cukup keras dan
kokoh, tetapi ringan. Bahkan plastik dengan lapisan kain terbukti sangat
cocok untuk keperluan ini.
Topi pengaman dengan bahan elastis seperti karet atau plastik
pada umumnya dipakai oleh wanita. Rambut wanita yang memiliki risiko
ditarik oleh mesin. Oleh karena itu, penutup kapala harus dipakai agar
rambut tidak terbawa putaran mesin dengan cara rambut diikat dan
ditutup oleh penutup kepala.
f. Pelindung Telinga
Telinga harus dilindungi terhadap loncatan api percikan logam,
pijar atau partikel-partikel yang melayang. Perlindungan terhadap
kebisingan dilakukan dengan sumbat atau tutup telinga. Alat pelindung
telinga merupakan salah satu bentuk alat pelindung diri yang digunakan
untuk melindungi telinga dari paparan kebisingan, sering disebut sebagai
personal hearing protection atau personal protective devices.
g. Pelindung Paru-Paru (Respirator)
Paru-paru harus dilindungi manakala udara tercemar atau ada
kemungkinan kekurangan oksigen dalam udara. Pencemaran-pencemaran
mungkin berbentuk gas, uap logam, kabut, debu dan lainnya. Kekurangan
seperti tangki atau gudang bawah tanah. Pencemar-pencemar yang
berbahaya mungkin beracun, korosit, atau menjadi sebab rangsangan.
Pengaruh lainnya termasuk dalam bahaya kesehatan kerja.
h. Pakaian Pelindung
Pakaian kerja harus dianggap suatu alat perlindungan terhadap
bahaya-bahaya kecelakaan. Pakaian tenaga kerja pria yang bekerja
melayani mesin seharusnya berlengan pendek, pas (tidak longgar) pada
dada atau punggung, tidak berdasi dan tidak ada lipatan-lipatan yang
mungkin mendatangkan bahaya. Wanita sebaiknya memakai celana
panjang, jala rambut, baju yang pas dan tidak memakai
perhiasan-perhiasan. Pakaian kerja sintesis hanya baik terhadap bahan-bahan kimia
korosif, tetapi justru berbahaya pada lingkungan kerja dengan
bahan-bahan dapat meledak oleh aliran listrik statis.
Menurut Suma’mur (2009), alat proteksi diri beraneka ragam. Jika
digolongkan menurut bagian tubuh yang dilindungi, maka jenis alat proteksi
diri dapat dilihat pada daftar sebagai berikut :
1. Kepala : Pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai jenis yaitu
topi pengaman (safety helmet), topi atau tudung kepala, tutup kepala.
2. Mata : kacamata pelindung (protective goggles)
3. Muka : Pelindung muka (face shields)
4. Tangan dan jari : Sarung tangan (sarung tangan dengan ibu jari terpisah,
sarung tangan yang menutupi pergelangan tangan sampai lengan
(sleeve).
5. Kaki : Sepatu pengaman (safety shoes).
6. Alat pernapasan : Respirator, masker, alat bantu pernafasan.
7. Telinga : Sumbat telinga, tutup telinga.
8. Tubuh : Pakaian kerja menurut keperluan yaitu pakaian kerja tahan
panas, pakaian kerja tahan dingin, pakaian kerja lainnya.
9. Lainnya : Sabuk pengaman.
C. Tinjauan Tentang Perilaku
Maulana (2009) menyebutkan bahwa perilaku adalah suatu kegiatan
atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku
merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar), pengertian itu dikenal dengan teori S-O-R (stimulus –
organisme-respon).
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons
organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar objek
tersebut (Notoatmodjo, 2007) . Respon ini terbentuk dua macam, yakni :
1. Bentuk pasif adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri
manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya
berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan, maka perilaku
2. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara
langsung, maka perilaku tersebut sudah tampak dalam bentuk tindakan
nyata, maka disebut ‘over behaviour’.
a. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perilaku
Teori Lawrence Green (1980) dalam menganalisis faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap perilaku, konsep umum yang sering
digunakan dalam berbagai kepentingan program dan beberapa penelitian
yang dilakukan adalah teori yang dikemukakan olah Green (1980). Ia
menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh tiga faktor, yaitu
faktor predisposisi, faktor pendorong, dan faktor penguat (Maulana,
2009).
Faktor predisposisi (predisposing factor). Faktor yang
mempermudah terjadinya perilaku seseorang. Faktor ini termasuk
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, kebiasaan, nilai nilai,
norma sosial, budaya, dan faktor sosio-demografi.
Faktor pendorong(enabling factors). Faktor yang memungkinkan
terjadinya perilaku. Hal ini berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan
atau sumber-sumber khusus yang mendukung, dan keterjangkauan
sumber dan fasilitas kesehatan.
Faktor penguat (reinforcing factors). Faktor yang memperkuat
perilaku termasuk sikap dan perilaku petugas, kelompok referensi, dan
b. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan APD
1) Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh
masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan
sebagainya (Mulyanti, 2008).
a) Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan adalah hasil
‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (overt behaviour). Sedangkan menurut Maulana
(2009) sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan
telinga, berdasarkan pengalaman dan penelitian, diperoleh bahwa
perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari pengetahuan.
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku
yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers
(1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku
baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses
1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam
arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
3. Evaluation, yaitu menimbang-nimbang baik dan tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya.
4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus
(Notoatmodjo, 2007).
b) Sikap
Menurut Notoatmodjo (2007) sikap merupakan reaksi atau
respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau
objek. Sedangkan menurut Koentjaraningrat (1983) dalam Maulana
(2009) sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat
dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan. Sikap merupakan
kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk
berkelakuan dengan pola-pola tertentu, terhadap suatu objek akibat
pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut.
Menurut Newcomb yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007)
sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan
bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum
‘pre-disposisi’ tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan
reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang
terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi
terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan
terhadap obyek.
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari
berbagai tingkatan yakni (Notoatmodjo, 2007) :
1) Menerima (Receiving)
Menerima, diartikan bahwa orang (subyek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2) Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan.
3) Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mengindikasikan
dengan orang lain terhadap suatu masalah.
4) Bertanggung Jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala risiko.
Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan
tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana
tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan
hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.
c) Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan.
Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara
lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan
faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya: orang tua,
saudara, suami, isteri, dan lain-lain, yang sangat penting untuk
mendukung tindakan yang akan dilakukan. Tingkatan tindakan
(practice) yaitu:
1. Persepsi (Perception). Mengenal dan memilih berbagai obyek
sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah
merupakan tindakan tingkat pertama.
2. Respon terpimpin (Guide responce). Dapat melakukan sesuatu
sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah
merupakan indikator tindakan tingkat kedua.
3. Mekanisme (Mechanism). Apabila seseorang telah dapat
melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu
itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai
tindakan tingkat ketiga.
4. Adaptasi (Adaptation). Adaptasi adalah suatu tindakan yang
dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut (Notoatmodjo, 2003).
2) Faktor Pemungkin (Enabling Factor)
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat
pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan
makanan yang bergizi, dan sebagainya (Mulyanti, 2008).
a) Ketersediaan Fasilitas
Dibutuhkan pedoman tertentu tentang penempatan fasilitas
dan penangananya, disamping untuk memenuhi kebutuhan jabatan
seseorang, asas keserasian juga tetap untuk meningkatkan efisiensi
kerja pegawai (Johny, 2000).
Menurut Laurenta (2001) yang dikutip oleh Mulyanti
(2008) keserasian perbandingan antara manusia dengan alat kerja
sehingga turut menjamin adanya suasana kerja yang
menggairahkan. Peralatan dan perlengkapan harus tepat guna dan
tidak mewah. Setiap alat dan perlengkapan harus diadakan sesuai
dengan tingkat kemungkinan terjadinya kecelakaan.
Menurut Maulana (2009), faktor yang memungkinkan
terjadinya perilaku berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan atau
sumber-sumber khusus yang mendukung, dan keterjangkauan
menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara fasilitas
APD dengan penggunaan APD
b) Kenyamanan Fasilitas
Perasaan tidak nyaman (risih, panas, berat, terganggu) yang
timbul pada saat menggunakan APD akan mengakibatkan
keengganan tenaga kerja menggunakannya dan mereka memberi
respon yang berbeda-beda (Budiono dkk., 2003). Pemakaian APD
dapat menyebabkan ketidaknyamanan, terutama bila dipakai untuk
jangka lama, karena pemakai merasa tertutup dan terisolasi. Oleh
karena itu, pekerja cenderung untuk melepaskannya untuk
menghilangkan ketidaknyamanan (Harrington dkk., 2003).
3) Faktor penguat(Reinforcing Factors).
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat
(toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk
petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang,
peraturan-peraturan, baik dari pusat maupun pemerintah daerah, yang terkait
dengan kesehatan.
a) Pola Pengawasan
Pengawasan adalah suatu proses untuk mengukur penampilan
kegiatan atau pelaksanaan kegiatan suatu program yang selanjutnya
memberikan pengarahan-pengarahan sehingga tujuan yang telah
Dilakukan pengawasan adalah untuk menjamin bahwa setiap
pekerjaan dilaksanakan dengan aman dan mengikuti setiap prosedur
dan petunjuk kerja yang telah ditetapkan (Sastrohadiwiry, 2003).
Salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan adalah
pengawasan pada bahaya dari cara kerja, karena dapat membahayakan
tenaga kerja itu sendiri dan orang lain disekitarnya. Antara lain
pemakaian APD yang tidak semestinya dan cara memakai yang salah.
Pengusaha perlu memperhatikan cara kerja yang dapat membahayakan
ini, baik pada tempat kerja maupun dalam pengawasan pelaksanaan
pekerjaan sehari-hari (Johny, 2000).
b. Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD), telah digunakan bertahun-tahun
lamanya untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat
pada petugas yang bekerja pada suatu tempat perawatan kesehatan.
Akhir-akhir ini dengan timbulnya AIDS (Acquired Immune Deficiency
Syndrome), HBV (Hepatitis B Virus), HCV (Hepatitis C Virus) dan
munculnya kembali tuberkulosis di banyak negara, penggunaan APD
menjadi sangat penting untuk melindungi petugas (Tietjen, 2004).
APD meliputi sarung tangan, masker, pelindung mata, gaun,
kap, apron dan alas kaki. APD yang sangat efektif terbuat dari kain
yang diolah atau bahan sintetis yang dapat menahan air, darah dan
1) Sarung Tangan
Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah
penyebaran infeksi, tetapi harus diganti setiap kontak dengan satu
pasien ke pasien lainnya untuk mencegah kontaminasi silang. Sarung
tangan harus dipakai kalau menangani darah, sekresi dan ekskresi
(kecuali keringat). Petugas kesehatan menggunakan sarung tangan
untuk tiga alasan, yaitu:
a) Mengurangi resiko petugas kesehatan terkena infeksi dari pasien..
b) Mencegah penularan flora kulit petugas kepada pasien.
c) Mengurangi kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan mikro
organisme yang dapat berpindah dari satu pasien ke pasien lain.
2) Masker
Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar dari sewaktu
petugas kesehatan atau petugas bedah bicara, batuk, bersin dan juga
mencegah cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi
masuk ke dalam hidung atau mulut petugas kesehatan.
3) Pelindung Mata
Pelindung mata melindungi petugas kesehatan dari cipratan darah atau
cairan tubuh lainnya yang terkontaminasi dengan pelindung mata.
4) Gaun Penutup
Pemakaian utama dari gaun penutup adalah untuk melindungi pakaian
petugas pelayanan kesehatan. Gaun penutup diperlukan sewaktu
5) Kap (penutup rambut)
Dipakai untuk menutup rambut dan kepala, tujuan utamanya adalah
melindungi pemakainya dari semprotan dan cipratan darah dan cairan
tubuh lainnya.
6) Apron
Apron dibuat dari karet atau plastik sebagai suatu pembatas air di
bagian depan dari tubuh petugas kesehatan. Apron harus dipakai kalau
sedang membersihkan atau melakukan tindakan dimana darah atau
cairan tubuh akan tumpah.
7) Alas Kaki
Alas kaki dipakai untuk melindungi kaki dari perlukaan oleh benda
tajam atau dari cairan yang jatuh atau menetes ke kaki. Sepatu bot dari
karet atau kulit lebih melindungi, tapi harus selalu bersih dan bebas
dari kontaminasi darah atau cairan tubuh lainnya.
D. Tinjauan Tentang Kepatuhan
Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti suka menurut, taat
pada perintah, aturan, berdisiplin. Kepatuhan adalah ketaatan dalam melakukan
sesuatu yang dianjurkan (Depdikbud, 1996).
Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap
intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang
ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan
Menurut Stanley (2007), kepatuhan seseorang sangat berhubungan
dengan :
1. Interaksi kompleks antara dukungan keluarga dan pengalaman.
2. Interaksi perilaku dengan kepercayaan kesehatan seseorang
3. Kepercayaan yang ada sebelumnya.
Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku
yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan. Perilaku
kesehatan merupakan perilaku kepatuhan, menurut Lawrence Green dalam
Notoatmodjo (2003) faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan adalah
sebagai berikut :
1. Faktor-faktor predisposisi (Prodisposing Factors) yaitu faktor-faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara
lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai tradisi. Seorang ibu
mau membawa anaknya ke posyandu, karena tahu bahwa disana akan
dilakukan penimbangan anak untuk mengetahui pertumbuhannya serta
akan memperoleh imunisasi untuk mencegah penyakit. Tanpa adanya
pengetahuan ini, ibu tersebut mungkin tidak akan membawa anaknya ke
posyandu.
2. Faktor-faktor pemungkin (Enabling Factors) adalah faktor-faktor yang
memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud
dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk
terjadinya perilaku kesehatan, misalnya Puskesmas, Posyandu, Rumah
kesehatan mengupayakan keluarganya untuk menggunakan air bersih,
makan bergizi dan sebagainya. Tetapi apabila keluarga tersebut tidak
mampu mengadakan fasilitas itu semua, maka dengan terpaksa
menggunakan air kali, makan seadanya.
3. Faktor-faktor penguat (Reinforcing Factors) adalah faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang
meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak
melakukannya. Perlu adanya contoh-contoh perilaku sehat dari para
tokoh masyarakat.
Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2003) mengklasifikasikan perilaku
yang berhubungan dengan kesehatan (health related behavior) sebagai
berikut:
1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu tindakan atau kegiatan
seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk
tindakan untuk mencegah penyakit,memelihara makanan, sanitasi.
2. Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang individu yang merasa sakit, untuk merasakan
dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit, meliputi kemampuan
untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit serta usaha
mencegah penyakit.
3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni tindakan atau kegiatan
yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh
E. Kerangka Konsep
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan
praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan
yang mungkin terjadi.
Alat Pelindung Diri (APD) yaitu alat yang digunakan untuk melindungi
pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan
bahaya (hazards) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi,
fisik, elektrik, mekanik dan lainnya (OSHA, 2009).
Dalam pelaksaannya ketika sedang bekerja sorang petugas seharusnya
selalu menggunakan Alat Pelindung Diri yang tepat, dimana dalam
penggunaannya seorang petugas harus mengetahui betapa pentingnya
menggunakan APD ketika sedang bekerja atau ketika sedang berada di dalam
laboratorium kesehatan. Perilaku para petugas dipengaruhi oleh pengetahuan,
sikap serta tindakan yang selalu menggunakan APD.
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3)
Perilaku
Fisik Kimia Biologi Psikologi Ergonomi Pengetahuan
Sikap
Tindakan
Pengetahuan merupakan tingkat pemahaman seseorang tentang
berbagai hal. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga yaitu melalui proses pengalaman dan proses belajar dalam pendidikan,
baik yang bersifat formal maupun informal. Jadi pengetahuan tidak tercipta
dengan sendirinya, melainkan melalui berbagai proses dan tergantung dari
banyak faktor, seperti halnya tingkat kemampuan intelektual seseorang,
kemauannya dalam mencari sumber pengetahuan, adanya dukungan dari
lingkungan sekitar dan sebagainya.
Demikian juga dengan cara bersikap dan tindakan para perawat yaitu
selalu menggunakan Alat Pelindung Diri (ADP). Hal ini membantu para
petugas dalam bekerja serta akan mencegah terjadinya kecelakaan yang dapat
terjadi karena sikap kerja yang salah ketika bekerja.
Penggunaan APD sangat dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya yaitu
pengetahuan, bagaimana bersikap serta bertindak yang benar ketika berada
dalam lingkungan kerja. Sehingga nantinya diharapkan dapat meningkatkan
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan:
: Variabel terikat (Denpenden Variable)
: Variabel bebas (indenpenden Variable)
: Variabel tidak diteliti Faktor perilaku
Pengetahuan Sikap Tindakan
Faktor Fisik Faktor Kimia Faktor Biologi Faktor Psikologi Faktor Ergonomi
Kepatuhan Menggunakan (APD) sesuai SOP
F. Hipotesis Penelitian
1. H0:
ρvalue >α
Tidak ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan
Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Ruang
Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
Rumah Sakit Konawe.
H1:
ρvalue < α
Ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan
kepatuhan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di
Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
Rumah Sakit Konawe.
2. H0:
ρvalue >α
Tidak ada hubungan antara sikap perawat dengan
kepatuhan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di
Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
Rumah Sakit Konawe.
H1:
ρvalue < α
Ada hubungan antara sikap perawat dengan kepatuhan
Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang
Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
3. H0:
ρvalue >α
Tidak ada hubungan antara tindakan perawat dengan
Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang
Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
Rumah Sakit Konawe.
H1:
ρvalue < α
Tidak ada hubungan antara tindakan perawat dengan
Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang
Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
39
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitikobservasionaldengan metode cross sectional study. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif.
B. Lokasi dan Waktu
Penelitian ini telah dilaksanakan di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe pada bulan Juli tahun 2015.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di ruang rawat Inap BLUD Rumah Sakit Konawe yang berjumlah 52 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian populasi yang mewakili suatu populasi (Saryono, 2011) .jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan Teknik pengambilan total sampling yaitu teknik penerapan sampel dimana seluruh populasi dijadikan sebagai sampel sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 52 orang (Arikunto, 2010).
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1. Kuisioner yaitu instrumen pengumpulan data dengan menggunakan
yang digunakan pada penelitian ini adalah angket. Angket yaitu kuesioner yang langsung diisi oleh responden sendiri (Notoatmodjo, 2010).
2. Lembar observasi (chek list) yaitu pengumpulan data dengan menggunakan lembaran pertanyaan, agar observasi terarah dan dapat memperoleh data yang benar-benar diperlukan, maka sebaiknya di dalam melakukan observasi juga mempergunakan daftar pertanyaan yang disiapkan terlebih dahulu (Notoatmodjo, 2010).
3. Dokumentasi yaitu pengambilan data yang akan didokumentasikan oleh peneliti sesuai dengan kebutuhan penelitian.
4. Komputer yaitu untuk memudahkan pengumpulan data dan analisis secara deskriptif.
5. Selain itu menggunakan kalkulator untuk mengolah angket penelitian.
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang langsung diambil atau diperoleh dari responden baik dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) maupun wawancara langsung kepada responden.
2. Data Sekunder
F. Defisini Operasional dan Kriteria Objektif
Dalam penelitian ini, definisi operasional dan kriteria objektif yang diteliti sebagai berikut :
1. Pengetahuan
Pengetahuan tentang penggunaan APD yaitu apa yang diketahui perawat tentang penggunaan APD serta risiko bila tidak menggunakan pada saat bekerja. Pengukuran pengetahuan berdasarkan skala Guttman untuk pertanyaan positif dengan jawaban “benar” diberi skor 1 dan untuk jawaban “salah” diberi skor 0. Untuk pertanyaan negatif pemberian skor dibalik dengan jawaban “benar” diberi skor 0 dan untuk jawaban “salah” diberi skor 1 (Riduwan, 2008).
Jumlah Pertanyaan untuk tingkat pengetahuan : 10 Nilai jawaban responden : 1 dan 0
Skor tertinggi : 1 X 10 = 10 (100%) Skor terendah : 0 X 10 = 0 (0%)
Range = 100% - 0% = 100%, maka interval (I) dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Riduwan, 2008) :
I =
I =100−0 2
I= 50
Batas atas = Skor tertinggi = 100% Batas bawah = (Batas atas –I )
= (100 – 50) = 50% Sehingga kriteria objektifnya :
a. Cukup : Apabila hasil jawaban responden memperoleh skor ≥ 50% dari total skor maksimal.
b. Kurang : Apabila hasil jawaban responden memperoleh skor < 50 % dari total skor maksimal.
2. Sikap
Sikap adalah reaksi atau respon perawat mengenai penggunaan APD. Kriteria penilaian didasarkan atas skala Guttman dari jumlah pernyataan keseluruhan yaitu 10 (sepuluh) pernyataan dan setiap pernyataan di berikan nilai 0 (nol) jika setuju dengan pernyataan yang salah dan nilai 1 (satu) jika setuju dengan pernyatan yang benar, sehingga diperoleh skor nilai :
Skor tertinggi : 10 X 1 = 10 (100%) Skor terendah : 10 X 0 = 0 (0%)
Kemudian diukur menggunakan rumus :
= = % %
Keterangan:
I = interval
R = range/ kisaran (100%-0% = 100%) K = jumlah kategori
Maka interval kelasnya adalah 50 %
Batas atas = Skor tertinggi = 100 % Batas bawah = (Batas atas –I) = 50% Kriteria Objektif :
a. Cukup : Apabila nilai jawaban yang diberikan responden benar mancapai
≥50 %.
b. Kurang : Apabila nilai jawaban yang diberikan responden benar mencapai atau < 50%.
3. Tindakan
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan tindakan adalah responden mampu untuk menggunakan APD.
Kriteria penilaian didasarkan atas skala Guttman dari jumlah pernyataan keseluruhan yaitu 8 (delapan) pernyataan dan setiap pernyataan di berikan nilai 0 (nol) jika setuju dengan pernyataan yang salah dan nilai 1 (satu) jika setuju dengan pernyatan yang benar, sehingga diperoleh skor nilai :
Skor tertinggi : 8 X 1 = 8 (100%) Skor terendah : 8 X 0 = 0 (0%)
Kemudian diukur menggunakan rumus :
Keterangan: I = interval
R = range/ kisaran (100%-0% = 100%) K = jumlah kategori
Maka interval kelasnya adalah 50 %
Batas atas = Skor tertinggi = 100 % Batas bawah = (Batas atas –I) = 50% Kriteria Objektif :
a. Cukup : Apabila nilai jawaban yang diberikan responden benar mancapai
≥ 50 %.
b. Kurang : Apabila nilai jawaban yang diberikan responden benar mencapai atau < 50%.
4. Kepatuhan
Kepatuhan adalah patuh dalam mengerjakan sesuatu yang menjadi tugas dan kewajibannya. Pengukuran kepatuhan dilakukan dengan menggunakan observasi langsung pada saat peneliti melakukan penelitian.
Kriteria obyektif:
a. Cukup : Patuh menggunakan APD apabila responden menggunakan semua APD yang dibutuhkan dan sesuai SOP APD K3
G. Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data
1. Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan dengan menggunakan kuesioner, diolah dengan menggunakan komputer dan kalkulator kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk tabel.
2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Dilakukan secara deskriptif pada masing-masing variabel dengan analisis pada distribusi frekuensi.
b. Analisis Bivariat
Dilakukan untuk mengetahui hubungan perilaku perawat dengan kepatuhan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe tahun 2015, dengan menggunakan uji Chi square dengan tabel kontingensi 2x2, pada tingkat
kepercayaan 95% (α=0,05).
Dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis (Budiarto, 2002) : a. H0diterima jika χ2hitung≤ χ2tabel atau ρvalue≥ (α) = 0,05.
b. H1 diterima jika χ2hitung> χ2tabel atau ρvalue<(α) = 0,05.
dimaksudkan untuk melihat keeratan atau kekuatan hubungan dengan komputer. Berikut rumus perhitungan manual koefisien phi (Ø).
Rumus :
∅= ∣ − ∣
( + )( + )( + )
Besarnya nilai phi (Ø) berada diantara 0 sampai dengan 1 dengan ketentuan:
0,76 - 1,00 : hubungan sangat kuat 0,51 - 0,75 : hubungan kuat 0,26 - 0,50 : hubungan sedang 0,01 - 0,25 : hubungan lemah (Arikunto, 2002).
3. Penyajian Data
47
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe
merupakan salah satu Rumah Sakit Umum Daerah di wilayah Kabupaten
Konawe yang dalam operasionalnya memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat Kabupaten Konawe dan Sekitarnya. Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Konawe didirikan pada tahun 1988 dan diresmikan pada tanggal
28 Agustus 1989 dengan klasifikasi Type D.
Dalam proses perkembangannya dan berdasarkan tuntutan masyarakat
akan mutu pelayanan yang optimal maka RSUD Kabupaten Konawe
ditingkatkan kelasnya menjadi Type C berdasarkan Kep. Menteri Kesehatan
RI No.1240/MENKES/SK/X/1997.
Sejak awal Tahun 2004 seiring dengan perubahan nama Kabupaten
Kendari menjadi Kabupaten Konawe, maka dengan sendirinya RSU Unaaha
yang awalnya dengan nama RSU Unaaha Kabupaten Kendari menjadi RSU
Unaaha Kabupaten Konawe. <