• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Janda Terhadap Harta Bersama Menurut Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus Terhadap Putusan Perkara Pengadilan Agama Nomor 646 Pdt.G 2010 Pa.Mdn.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kedudukan Janda Terhadap Harta Bersama Menurut Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus Terhadap Putusan Perkara Pengadilan Agama Nomor 646 Pdt.G 2010 Pa.Mdn.)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak dilahirkan manusia sebagai makhluk sosial telah dilengkapi dengan naluri untuk senantiasa hidup bersama dan saling membutuhkan antara satu sama lain. Tuhan telah menciptakan segala sesuatu saling berpasangan, ada laki-laki dan perempuan. Untuk tetap mempertahankan generasi dan keturunannya maka manusia mewujudkannya dengan melangsungkan perkawinan. Perkawinan merupakan satu-satunya cara untuk membentuk keluarga.

Perkawinan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan setiap manusia yang akan menimbulkan akibat lahir maupun batin antara mereka. Pembinaan terhadap perkawinan merupakan konsekwensi logis dan sekaligus merupakan cita-cita bangsa Indonesia, agar memiliki peraturan hukum perkawinan yang bersifat nasional yang berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia.

(2)

Diharapkan dengan adanya aturan hukum ini, persoalan perkawinan yang terjadi di Indonesia dapat diselesaikan dengan baik berdasarkan hukum positip juga berdasarkan hukum agama (terutama Islam sebagai penganut mayoritas yang ada di Indonesia). Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Adapun perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah(ketenangan hati), mawaddah(rasa cinta) danrahmah(kasih sayang).1

Ditinjau dari sudut pandang Islam, lembaga perkawinan merupakan suatu lembaga yang suci dan luhur, di mana kedua belah pihak dihubungkan sebagai suami istri dengan mempergunakan nama Allah SWT, sesuai dengan bunyi surat An-Nissa’ ayat 1 yang artinya :

Hai sekalian manusia bertakwalah kepada Tuhan yang telah menciptakan kamu dan dari padanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”.2

Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai dua naluri yaitu naluri untuk mempertahankan hidup dan naluri untuk melanjutkan hidup. Untuk terpenuhinya dua

(3)

naluri tersebut Allah menciptakan dalam diri setiap manusia dua nafsu, yaitu: nafsu makan dan nafsu syahwat. Nafsu makan berpotensi untuk memenuhi naluri mempertahankan hidup dan karena itu setiap manusia memerlukan sesuatu yang dapat dimakannya.3Dari sinilah muncul kecenderungan manusia untuk mendapatkan dan memiliki harta. Nafsu syahwat berpotensi untuk memenuhi naluri melanjutkan kehidupan dan untuk itu setiap manusia memerlukan lawan jenisnya untuk menyalurkan nafsu syahwatnya itu.4

Allah mengatur dua hal dalam segi kehidupan manusia yaitu pertama hal-hal yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah Penciptanya disebuthablum min Allahdan kedua berkaitan dengan hubungan antar manusia dan alam sekitarnya disebut hablum min an nas. Di antara aturan yang mengatur hubungan sesama manusia yang ditetapkan Allah adalah aturan tentang harta warisan, yaitu harta dan pemilikan yang timbul sebagai akibat dari suatu kematian.

Apabila suatu kematian terjadi, sudah dapat dipastikan akan menimbulkan akibat-akibat terhadap orang-orang yang berkaitan dalam satu keluarga, dalam hal ini akibat hukumnyalah yang akan dititikberatkan. Akibat hukum dari kematian ini tentunya menyangkut pula terhadap harta bersama, harta warisan, siapa yang berhak menerimanya, berapa jumlahnya dan bagaimana cara mendapatkannya.

Pada akhirnya, harta bersama dan harta warisan akan menjadi awal persengketaan. Dan tidak dapat dipungkiri lembaga peradilan akan sangat berperan

(4)

dalam proses penyelesaian persengketaan dimaksud. Lembaga peradilan akan menjadi media bagi keluarga yang bersengketa untuk menuangkan segala argumentasi mereka, khususnya dalam rangka mewujudkan keinginan masing-masing pihak untuk menguasai harta tersebut.

Undang-Undang No.1 Tahun 1974 telah memuat beberapa pasal tentang harta benda dalam perkawinan, yaitu dalam Bab VII Pasal 35-37, yang berbunyi sebagai berikut:5

Pasal 35 :

1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

2. Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Pasal 36:

1. Mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.

2. Mengenai harta bawaan masing-masing suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya. Pasal 37:

Bila perkawinan putus karena perceraian harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.

(5)

Aturan-aturan pasal tersebut pada dasarnya telah memberikan gambaran yang cukup jelas. Namun bila di analisa lebih lanjut ternyata ungkapan pada Pasal 37 terungkap bahwa yang dimaksud dengan “hukumnya masing-masing” ialah hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya.6

Memperlihatkan Pasal 37 dan penjelasannya, ternyata undang-undang ini tidak memberikan keseragaman hukum positip tentang bagaimana penyelesaian harta bersama apabila terjadi perceraian. Kalau dicermati pada penjelasan Pasal 37, maka undang-undang memberikan jalan pembagian sebagai berikut:7

1. Dilakukan berdasarkan hukum agama itu merupakan kesadaran hukum yang hidup dalam mengatur tata cara perceraian.

2. Aturan pembagiannya akan dilakukan menurut hukum adat, jika hukum tersebut merupakan kesadaran hukum yang hidup dalam lingkungan masyarakat yang bersangkutan.

3. Atau hukum-hukum lainnya.

Berhubung Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yang tidak dengan tegas mengatur pembagian harta bersama dan tidak ada mengatur tentang harta warisan, berakibat timbul kesulitan bagi pihak penyelenggara hukum untuk menyelesaikan perkara yang berhubungan dengan harta bersama dan harta warisan. Dari sisi hukum, hal ini berdampak negatif, baik bagi pihak-pihak pencari keadilan maupun bagi

6 M. Yahya Harahap, Pembahasan Hukum Perkawinan Nasional Berdasarkan

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, C.V. Zahir Trading Co., Cet. 1, Medan, 1975, hlm.125.

(6)

lingkungan masyarakat sekitarnya, khususnya bila para pihak yang berperkara atau masyarakat dimaksud adalah muslim. Paparan ini akan lebih mengarah pada satu pertanyaan, apakah ajaran Hukum Islam mengatur harta bersama dan harta warisan atau tidak. Tujuannya adalah untuk mempertegas permasalahan yang akan dibahas.

Pada dasarnya, bila ajaran Islam dimaksud adalah tuntutan Al-Qur’an dan Hadis, maka secara eksplisit dapat dinyatakan bahwa Islam tidak mengatur perihal harta bersama secara konkrit. Pada hakekatnya, syirkah dalam hal ini tidak dapat dikategorikan sebagai harta bersama secara langsung, sebab dalam prakteknya ulama-ulama fikih tidak mengenal adanya harta bersama atau pencaharian bersama suami istri dalam lingkungan dan kondisi hidup mereka. Sedangkan terhadap harta warisan, hanya sebagian kecil saja masalah-masalah yang telah ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan Hadis dengan keterangan yang jelas dan pasti sedangkan sebagian besar tidak disinggung secara eksplisit atau disinggung tetapi tidak dengan keterangan yang jelas dan pasti.

Pembagian harta bersama dan harta warisan ini jelas diatur dalam undang-undang, hanya saja sebagai manusia biasa tidak lepas dari keinginan untuk menguasai dan memiliki harta tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian perihal penyelesaian sengketa harta bersama dan harta warisan pada Pengadilan Agama Medan yang belum pernah diteliti.

(7)

keluarga atau sebagai pewaris yang semasa hidupnya almarhum telah menikah dengan Penggugat I dan dikarunia 8 anak kandung yaitu 7 anak perempuan (Penggugat II, III, IV, Tergugat I, II, III dan IV), 1 anak laki-laki kandung (Penggugat VI). Semasa hidup almarhum ada mengangkat seorang anak laki-laki (Penggugat V) yang diakui sebagai anak berdasarkan Ikrar (pengakuan) dan Bayyinah (kesaksian). Para Tergugat telah menguasai dan mengelola harta peninggalan almarhum tanpa persetujuan dan tanpa ijin Para Penggugat.

Para Tergugat juga menolak untuk menjual harta peninggalan almarhum yang berupa rumah toko karena masih digunakan sebagai tempat usaha, sedangkan Para Penggugat lainnya menginginkan semua harta peninggalan almarhum segera dijual dan dibagi untuk membiayai pengobatan/penyembuhan Penggugat I. Dengan demikian telah terjadi sengketa antara Para Penggugat dengan Para Tergugat mengenai harta peninggalan almarhum.

Berdasarkan penjelasan di atas, masalah ini menarik untuk diteliti, dengan judul “Kedudukan Janda Terhadap Harta Bersama Dan Harta Warisan Menurut Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus Putusan Perkara Pengadilan

Agama Nomor 646/Pdt.G/2010/PA. Mdn.)”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dikemukakan beberapa permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut antara lain sebagai berikut:

(8)

b. Bagaimanakah kedudukan janda terhadap harta bersama dan harta warisan ditinjau dari Kompilasi Hukum Islam?

c. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan Perkara Pengadilan Agama Nomor 646/Pdt.G/2010/PA.Mdn?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dasar-dasar hukum dalam menetapkan harta bersama dalam perkawinan menurut Hukum Islam.

2. Untuk mengetahui kedudukan janda terhadap harta warisan dan harta bersama ditinjau dari Kompilasi Hukum Islam.

3. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memutuskan Putusan Perkara Pengadilan Agama Nomor 646/Pdt.G/2010/PA.Mdn.

D. Manfaat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, seperti yang dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut: 1. Secara Teoritis

(9)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada:

a. Masyarakat khususnya umat Islam untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang harta bersama dan harta warisan.

b. Pengadilan Agama untuk memberikan penjelasan yang lebih luas tentang keberadaan Kompilasi Hukum Islam sebagai hukum materil pada Pengadilan Agama sebagai upaya menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam kepada masyarakat.

c. Pihak Pemerintah untuk meningkatkan landasan hukum Kompilasi Hukum Islam dari Inpres menjadi Undang-Undang.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran dan pemeriksaan yang telah dilakukan baik di kepustakaan penulisan karya ilmiah Magister Hukum maupun di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, ditemukan 2 (dua) penelitian mengenai harta bersama tapi dibahas secara terpisah.

1. Tesis Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum

(10)

tesis tersebut adalah (1) bahwa Pasal 37 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan perkawinan putus karena perceraian maka harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam harta bersama setelah terjadinya perceraian akan dibagi dua setengah untuk suami dan setengah untuk istri; (2) Majelis Hakim Pengadilan Agama Medan menyatakan bahwa gugatan cerai digabung dengan harta bersama adalah hal yang dibenarkan berdasarkan Pasal 86 ayat 1 Undang-Undang Pengadilan Agama Nomor 7 Tahun 1989; (3) hak pemeliharaan anak yang masih dibawah umur 12 tahun diserahkan kepada ibunya sedangkan hak-hak pemeliharaan anak yang berumur 12 tahun atau lebih ditentukan berdasarkan pilihan anak sendiri, ingin dipelihara ibu atau dipelihara bapaknya.

(11)

Hakim Pengadilan Agama menyatakan bahwa harta bersama adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama-sama selama dalam ikatan perkawinan berlangsung tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun. Tesis Kedudukan Janda Terhadap Harta Bersama menurut Kompilasi Hukum Islam (Studi Putusan PA No.646/Pdt.G/2010/PA.Mdn) ini tentu berbeda dengan tulisan-tulisan yang sudah ada. Disini pembahasan yang akan dilakukan adalah mengenai kedudukan janda terhadap harta bersama dan harta warisan yang timbul akibat perceraian karena kematian, sedangkan tesis-tesis yang terdahulu membahas harta bersama akibat perceraian semasa hidup.

Oleh karena itu, penelitian ini adalah asli adanya. Artinya secara akademik penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kemurniannya, karena belum ada yang melakukan penelitian yang sama dengan penelitian ini.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu kerangka yang menjadi dasar pemikiran, guna menerangkan atau menjelaskan permasalahan penelitian. Kerangka teori ini kemudian dijadikan sebagai pisau analisis objek penelitian dengan mengahadapkannya pada fakta-fakta yang ada.

Konsep teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, mengenai

(12)

pertimbangan, pegangan teori yang mungkin ia setuju ataupun tidak disetujuinya, ini

merupakan masukan eksternal bagi peneliti.8

Kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat jelas

nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya yang tertinggi. Teori

hukum sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dari mempelajari hukum positif,

setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita merekonstruksikan kehadiran teori hukum

secara jelas.9

Oleh sebab itu, teori atau kerangka teori mempunyai kegunaan paling sedikit

mencakup hal-hal sebagai berikut:10

a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau di uji kebenarannya.

b. Teori sangat berguna didalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta mengembangkan defenisi-defenisi. c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui

serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti.

d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti.

8M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, C.V. Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm. 80. 9Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum,PT. Citra aditya bakti , Bandung, 1991, hlm. 354.

(13)

Dalam penelitian ini dibahas tentang kedudukan janda cerai mati terhadap pembagian harta yang diperoleh bersama dalam perkawinan antara janda dan almarhum suaminya. Harta bersama dan harta warisan tersebut menjadi sengketa dalam peradilan agama karena adanya penguasaan sepihak oleh beberapa anak kandung tanpa terlebih dahulu melaksanakan pembagian harta peninggalan pewaris untuk dibagi-bagikan kepada janda yang berhak atas harta bersama yang diperoleh selama perkawinan maupun kepada para ahli waris yang berhak, sesuai dengan Hukum Islam yang berlaku di Indonesia.

Kedudukan janda karena kematian terhadap harta bersama memang telah diatur didalam Pasal 96 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam, dimana menyatakan bahwa apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan hidup lebih lama.

Bila mencermati dasar-dasar yang menjadi acuan terciptanya ketentuan mengenai harta bersama di dalam Kompilasi Hukum Islam salah satunya adalah adat yang hidup di dalam masyarakat Indonesia, maka tidak semua harta bersama di dalam perkawinan dibagi dua yaitu ½ untuk suami dan ½ untuk istri. Namun ada juga yang membagi 2/3 untuk suami dan 1/3 untuk istri.

(14)

menutup kemungkinan sebaliknya, seperti istri pegawai negeri, suami menjaga anak di rumah dan tidak berusaha, maka istri 2/3 dan suami 1/3.11 Barang-barang milik bersama apabila terjadi putusnya perkawinan dibagi antara kedua belah pihak masing-masing pada umumnya dibagi dua, tetapi ada beberapa tempat (daerah) yakni di Jawa Tengah disebut Sagendong Sapikul, di Bali disebut Sasuhun Sarembat, yang mempunyai kebiasaan sedemikian rupa sehingga suami mendapat 2/3 (dua pertiga) dan istri mendapat 1/3 (sepertiga).12

Dalam putusan perkara nomor 646/Pdt.G/2010 PA.Mdn. yang akan dianalisis dalam tesis ini adalah bagaimana Hukum Islam mengatur tentang pembagian harta bersama dalam perkawinan, pembagian harta warisan dan bagaimana pula seharusnya Hakim menetapkan suatu putusan yang memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang bersengketa dengan tetap memperhatikan kemaslahatan (kebaikan) bagi para pihak. Berdasarkan hal tersebut maka teori yang dipakai dalam tesis ini adalah teori kemaslahatansebagaigrand theory(teori dasar) dan sebagai pendukung adalah teori keadilan.

Secara etimologi atau bahasa kemaslahatan dapat diartikan sebagai sesuatu yang mendatangkan kebaikan, keselamatan, faedah atau kegunaan dan manfaat.13 Aturan-aturan yang ditetapkan Allah disebut juga hukum syari’at. Tujuan utama syari’at diturunkan adalah untuk kemaslahatan dan mencegah kemafsadatan

11Abdullah Syah, Integrasi Antara Hukum Islam dan Hukum Adat dalam Kewarisan Suku

Melayu,Citapustaka Media Perintis, Bandung, 2009, hlm. 169.

12Tesis, Suwatno, Pembagian Harta Bersama Akibat Perceraian Menurut Hukum Adat Jawa

Di Kecamatan Tarub Kabupaten Tegal,Mkn, Semarang, Universitas Diponegoro, 2010, hlm. 74.

13Departemen Pendidikan dan Kebudayaa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,

(15)

(kerusakan). Syari’at menetapkan ada lima kebutuhan pokok manusia yang harus dilindungi oleh hukum, yaitu:14agama, jiwa, harta, akal dan keturunan.

Syari’at dalam Islam merupakan aturan yang ditetapkan Allah pada umumnya mudah dipahami dan dijalankan oleh umat Islam yang berlatar belakang budaya dan bangsa yang berbeda. Dalam penerapannya harta bersama dalam perkawinan tidak secara jelas diatur dalam syari’at, namun dengan adanya penyesuaian dari adat yang berlaku di Indonesia sehingga timbulnya harta bersama dalam perkawinan diharapkan dapat menciptakankemaslahatanumat.

Kata adil dalam bahasa Arab disebut al ‘adl yang artinya sesuatu yang baik, sikap yang memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan. Syari’at Islam menetapkan aturan waris dengan bentuk yang teratur dan adil. Konsep keadilan dalam hukum ditentukan oleh tujuannya. Dengan demikian, konsep keadilan dalam Islam berbeda dengan konsep keadilan dalam hukum sipil, karena tujuan kedua hukum itu berbeda.

Keadilan dalam hukum Islam digantungkan kepada keadilan yang telah ditentukan oleh Allah sendiri. Karena tidak mungkin manusia mengetahui keadilan itu secara benar dan tepat. Di sini pun keimanan mendahului pengertian karena telah ditetapkan bahwa segala yang ditentukan oleh Allah SWT pasti adil.15

Aristoteles memperkenalkan teori etis (ethische theory) dalam bukunya Rhetoricadan Ethica Necomachea. Dalam teori ini dinyatakan bahwa tujuan hukum

14

Daud Rosyid,Indahnya Syari’at Islam,Usamah Press, Jakarta, 2003, hlm. 35. 15

(16)

itu semata-mata mewujudkan keadilan. Keadilan disini adalah memberikan kepada setiap orang apa saja yang menjadi bagian atau haknya(ius suum cuique tribuere).

Dalam bukunya Rhetorica, Aristoteles membedakan keadilan dalam dua bentuk, yaitu:

1. Keadilan distributif (justitia distributiva)

Keadilan distributif adalah suatu keadilan yang memberikan kepada setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya atau pembagian menurut haknya masing-masing.16 Dalam hal ini keadilan yang dimaksud adalah bukan berarti tiap-tiap orang mendapat bagiannya sama banyaknya, bukan persamaan melainkan kesebandingan. Keadilan distributif adalah kewajiban para pakar hukum untuk memberikan putusan secara proporsional atau seimbang dengan jasa suami atau istri dalam harta bersama. 2. Keadilan Kumulatif(justitia commulativa)

Keadilan kumulatif adalah suatu keadilan yang diterima oleh masing-masing anggota tanpa memperdulikan jasa masing-masing.17Keadilan disini dapat diartikan bahwa setiap orang harus diperlakukan sama tanpa memandang kedudukannya.

Gustav Radburch seorang filsuf hukum Jerman mengajarkan adanya tiga ide dasar hukum yang oleh sebagian besar pakar teori hukum dan filsafat hukum, juga diidentikkan sebagai tiga tujuan hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.18Radburch mengajarkan bahwa diperlukan penggunaan asas prioritas dalam menentukan tujuan hukum itu, dimana prioritas pertama adalah keadilan, kedua

16 R. Soeroso,Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 40. 17 R. Soeroso,Op. Cit., hlm. 64.

(17)

adalah kemanfaatan dan terakhir barulah kepastian hukum. Dapat dilihat disini bahwa yang menjadi prioritas utama dalam mengambil keputusan adalah keadilan, penegakan hukum dapat diabaikan jika hukum itu sendiri tidak dapat berlaku adil untuk beberapa perkara tertentu.

Sekalipun ketiga-tiganya merupakan nilai dasar hukum, namun diantara mereka terdapat suatu ketegangan satu sama lain. Hubungan atau keadaan tersebut disebabkan karena ketiga dasar hukum tersebut masing-masing mempunyai tuntutan yang berbeda satu sama lainnya, sehingga ketiganya mempunyai potensi untuk saling bertentangan.19

Jika lebih cenderung berpegang pada nilai-nilai kepastian hukum maka ia menggeser nilai-nilai keadilan dan kemanfaatan. Karena yang penting pada nilai kepastian adalah peraturan itu sendiri tentang apakah peraturan itu memenuhi rasa keadilan dan bermanfaat bagi masyarakat, adalah di luar pengutamaan nilai kepastian hukum. Begitu juga jika cenderung berpegang kepada nilai kemanfaatan saja maka sebagai nilai ia akan menggeser nilai kepastian hukum maupun nilai keadilan, karena yang penting bagi nilai kemanfaatan adalah kenyataan apakah hukum tersebut bermanfaat atau berguna bagi masyarakat.

Demikian juga haknya jika hanya berpegang pada nilai keadilan saja maka sebagai nilai dasar ia menggeser nilai kepastian dan nilai kemanfaatan, karena nilai keadilan tidak terikat kepada kepastian hukum ataupun nilai kemanfaatan, disebabkan

(18)

karena sesuatu yang dirasakan adil belum tentu sesuai dengan nilai kemanfaatan dan kepastian hukum.

Bila dikaitkan dengan hak waris yang telah ditentukan Allah SWT, maka terlihat adanya pembagian yang adil sesuai dengan kewajiban dan tanggung jawab para ahli waris dalam keluarga, bagian laki-laki lebih besar dari bagian perempuan sebab tanggung jawab dan kewajiban laki-laki lebih besar dari perempuan. Karena itu sistem kewarisan Islam menganut asas keadilan yang seimbang. Berbeda dengan pembagian harta bersama, ketentuan tersebut tidak ada disebutkan dalam Al-Qur’an, hanya disebutkan dalam Hadis Qudsi.

Dalam hal ini, sebaiknya para prakstisi hukum perlu mempertimbangkan tentang pembagian harta bersama dalam perkawinan sehingga terciptanya rasa keadilan sesuai dengan Pasal 229 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya, wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan.20

2 . Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang

(19)

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut dengan defenisi operasional (operational defenition).21

Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini perlu didefenisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan dalam penelitian ini. Suatu konsep atau suatu kerangka konsepsionil pada hakikatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebig konkrit daripada kerangka teoritis yang seringkali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsionil, kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang dapat dijadikan pegangan konkrit didalam proses penelitian.22

Agar tidak terjadi perbedaan pengertian tentang konsep-konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka diperlukan uraian pengerian-pengertian konsep yang dipakai sebagai berikut:

a. Kedudukan adalah letak, tempat atau keadaan seseorang yang sebenarnya. b. Janda adalah wanita yang telah bercerai atau ditinggal mati suaminya.23 c. Harta bersama adalah harta yang dimiliki dan dimanfaatkan secara

bersama-sama.24

d. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.25

21 Samadi Suryabrata,Metodelogi Penelitian,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hlm. 3. 22 Soerjono Soekanto,Op. Cit., hlm. 133.

23 Umi Chulsum, Windy Novia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Yoshiko Press, Cet. 1,

Surabaya, 2006, hlm. 312.

(20)

e. Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajniz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.26

f. Kompilasi Hukum Islam adalah hukum material Pengadilan Agama yang terkodifikasi dan unifikasi yang pertama saat ini dan diperlukan untuk landasan rujukan setiap keputusan peradilan agama.27

g. Peradilan Agama adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-Undang. Lingkungan Peradilan Agama meliputi Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama.

h. Pengadilan Agama adalah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibukota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Agama memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, warisan dan wakaf. Pengadilan Agama dibentuk melalui Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah kota atau kabupaten.

25Tim Redaksi Aulia,Op. Cit., hlm. 54. 26Ibid.

(21)

G. Metode Penelitian

Sebagai suatu penelitian ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian dinilai dari pengumpulan data sampai pada analisis data dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah ilmiah sebagai berikut:

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang mendeskripsikan atau menggambarkan dan menjelaskan permasalahan yang dikemukakan secara analitis tentang harta bersama dalam hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam.

Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah dengan metode pendekatan yuridis normatif, dimana dilakukan pendekatan permasalahan yang telah dirumuskan dengan mempelajari ketentuan perundang-undangan, buku-buku yang berkaitan dengan harta bersama, sehingga dapat diketahui landasan legalitas yang ada telah memadai untuk mengatur masalah harta bersama.

Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan hukum dengan melihat peraturan-peraturan, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder atau pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku.28

Dalam hal ini metode pendekatan dilakukan untuk menemukan hukum in-konkrito dan juga penelitian sejarah hukum. Metode Pendekatan dengan metode

28 Roni Hantijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia, Semarang,

(22)

yuridis normatif diambil dengan pertimbangan bahwa pendekatan ini cukup layak untuk diterapkan, karena dalam metode ini akan diperoleh data dan informasi secara menyeluruh yang bersifat normatif baik dari sumber hukum primer, sekunder dan tertier.

2. Sumber Data

Adapun sumber data utama dari penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dalam penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan adalah teknik untuk mencari bahan-bahan atau data-data yang bersifat sekunder yaitu data yang erat hubungannya dengan bahan primer dan dapat dipakai untuk menganalisa permasalahan.

Dalam penelitian ini bila dilihat dari sudut sumbernya menggunakan data berupa putusan pengadilan, di mana yang dimaksud di sini adalah Pengadilan Agama Medan. Dan jika dilihat dari sumber mengikatnya penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, yaitu berupa Kompilasi Hukum Islam, sedangkan untuk bahan hukum sekunder dapat berupa hasil karya dari kalangan hukum, serta bahan hukum tertier berupa kamus dan ensiklopedia.

Data sekunder dibedakan dalam :

a. Bahan hukum primeryaitu bahan-bahan yang mengikat dan terdiri: 1. Al-Qur’an dan Hadis.

(23)

b. Bahan hukum sekunder yaitu memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya :

1. Keputusan yang terkait dengan harta bersama.

2. Hasil penelitian, karya ilmiah dari kalangan hukum dan sebagainya.

c. Bahan tersier, yaitu bahan hukum yang dijadikan pegangan atau acuan bagi kelancaran proses penelitian.

Bahan hukum tersier merupakan bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder misalnya kamus hukum, agar diperoleh informasi yang terbaru dan berkaitan erat dengan permasalahannya maka kepustakaan yang di cari dan diperoleh harus relevan dan mutakhir.29

Sebagai data pendukung dalam penelitian ini, maka dilakukan wawancara terhadap para informan yang dalam hal ini adalah 2 (dua) orang hakim dari Pengadilan Agama Medan yang memutus perkara nomor 646/Pdt.G/2010/PA.Mdn.

3. Alat Pengumpulan Data

Berdasarkan metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, maka alat pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Studi dokumen atau penelitian kepustakaan (library research) untuk memperoleh data sekunder, yaitu pengumpulan data sekunder baik berupa

29 Bambang Sunggono,Metode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Raja Grafindo Persada,

(24)

peraturan perundang-undangan yang berlaku, putusan Pengadilan Agama Medan maupun teori-teori dan asas-asas hukum, doktrin-doktrin yang berkaitan dengan permasalahan yang dikemukakan.

b. Wawancara secara langsung kepada informan dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Wawancara dilakukan terhadap 2 (dua) orang Hakim Pengadilan Agama Medan. Informan utama adalah Drs. H. Mohd. Hidayat Nassery selaku Ketua Majelis Hakim dan Informan kedua adalah Drs. H. Abd. Halim Ibrahim, M.H. selaku Hakim Anggota, dalam hal ini keduanya merupakan Hakim yang memberikan putusan perkara di Pengadilan Agama Medan Nomor 646/Pdt.G/2010/PA. Mdn.

4. Analisis Data

Pada penelitian yang bersifat deskiriptif analitis, dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, maka metode analisis data yang akan dipergunakan adalah metode kualitatif. Pemilihan metode kualitatif ini karena mempertimbangkan bahwa dalam penelitian ini data yang akan diperoleh sukar diukur dengan angka-angka.

(25)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa desain keselamatan berbasis lokalitas tidak berperan dalam meningkatkan kepuasan wisatawan terhadap daya tarik wisata di Gunung Api

Klien menderita alergi sejak usia 10 bulan dengan keluhan batuk disertai dengan sesak kemudian berobat dan sembuh. Pada usia anak 2 tahun kambuh lagi kemudian klien periksa dan

bangsa keseluruhan untuk membangun Negara, berpartisipasi aktif dalam mempelopori gerak laju pembangunan bangsa, baik dalam membina kesejahteraan lahir dan

Parameter yang digunakan dalam observasi adalah ujung daun, panjang daun, tulang daun, dan bentuk daun, serta warna daun. Dalam subpopulasi yang sama ciri morfologi

Dan jumlah sampel 70 orang dengan tehnik sampling yang digunakan merupakan purposive sampling dengan rumus hair (2006), sedangkan tehnik pengumpulan data yaitu

Peternakan merupakan sektor yang memiliki peluang sangat besar untuk.. dikembangkan sebagai usaha di

Selanjutnya, prosedur penerapan model pembelajaran RME diadopsi dari Wijaya (2012: 45) yang tepat untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita bang-

Besar Permainan Bola kecil Atletik Senam Kebugaran Jasmani Pengetahuan dan pemahaman - menyebutkan - menjelaskan Siswa mampu:  Menjelaskan.. o Teknik