• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Serta Karakteristik Dokter Spesialis Empat Dasar Terhadap Pola Peresepan Obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006 Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Serta Karakteristik Dokter Spesialis Empat Dasar Terhadap Pola Peresepan Obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006 Chapter III VI"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Rancangan penelitian ini bersifat Deskriptif Analitik dengan menggunakan Studi Cross Sectional, dimana pengukuran variabel pada objek penelitian ini dikumpulkan dan diukur pada saat yang bersamaan.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. Adapun

Alasan pemilihan tempat ini adalah: (1) Merupakan rumah sakit swasta dengan jumlah dokter yang relatif banyak, (2) belum diketahui bagaimana gambaran pola peresepan obat yang diberikan oleh para dokter di rumah sakit ini.

3.2.2. Waktu Penelitian

(2)

3.3. Populasi dan sampel 3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah dokter-dokter yang memberikan pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan, yang terbatas pada dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis bedah, dokter spesialis kebidanan dan dokter spesialis anak dan resep yang ditulis oleh dokter-dokter tersebut.

Populasi berjumlah 35 orang yang terdiri dari dokter Penyakit Dalam 7, Bedah 12, Kebidanan dan Kandungan 10, Anak 6.

3.3.2. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan populasi dokter yang memberikan pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan sebanyak 35 orang dokter spesialis yang terdiri dari dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis bedah, dokter spesialis kebidanan dan dokter spesialis anak (Total sampling).

(3)

3.4. Defenisi Operasional 3.4.1. Variabel Independen

Variabel independent adalah pengetahuan dan sikap dokter tentang formularium, standar terapi dan pemberian obat yang rasional serta karakteristik dokter yang meliputi umur, jenis kelamin, spesialisasi dan masa kerja:

a. Pengetahuan adalah pengetahuan dokter tentang formularium, standar terapi dan pemberian obat yang rasional.

b. Sikap dokter adalah respon dokter terhadap formularium, standar terapi dan pemberian obat yang rasional.

c. Umur adalah umur dokter saat ulang tahun terakhir pada saat penelitian dilakukan.

d. Jenis kelamin adalah penggolongan dokter atas jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

e. Jenis spesialisasi adalah bidang keilmuan dokter berdasarkan brevet yang diperoleh, dalam penelitian ini dibatasi pada spesialisasi empat besar yakni spesialis penyakit dalam, bedah, kebidanan dan anak. f. Masa kerja adalah lamanya dokter bekerja di rumah sakit tersebut

(4)

3.4.2. Variabel Dependen

Pola peresepan obat adalah gambaran peresepan obat yang ditulis oleh dokter yang dilihat berdasarkan indikator WHO yakni :

a. Jumlah macam obat rata-rata per penderita.

b. Persentase obat yang diresepkan dengan obat generik. c. Persentase penderita yang menerima antibiotik. d. Persentase penderita yang menerima injeksi.

e. Persentase obat sesuai dengan Data Obat Esensial Nasional/ Formularium.

1. Pengetahuan dokter

(5)

No Variabel Kriteria Jumlah

2. Jenis kelamin 1. Laki-laki

2. Perempuan

Pengetahuan adalah pengetahuan dokter tentang konsep dasar formularium, standar terapi dan pemberian obat yang rasional yang akan diketahui dengan mengajukan kuesioner berupa pertanyaan multiple choice. Untuk setiap jawaban yang benar diberi nilai 1 dan jawaban yang salah diberi nilai 0.

(6)

P = x100%

N n

Hasil nilai apabila P ≥ 76 % = Baik

56 – 75% = Cukup

≤ 55% = Kurang

Sikap adalah respon dokter terhadap konsep dasar formularium, standar terapi dan pemberian obat yang rasional. Dalam hal ini dokter diberi kuesioner berbentuk pernyataan yang dinilai berdasarkan skala Likert.

Jawaban atas kuesioner diberi penilaian skor dari 1 – 5. Skor yang diperoleh dikategorikan menjadi 3 bagian :

1. Baik (nilai 55 – 75) 2. Cukup (nilai 35 – 54) 3. Kurang (nilai 15 – 34)

3.5.2. Variabel Dependen

Pola peresepan obat adalah gambaran peresepan obat yang ditulis oleh dokter yang dinilai berdasarkan indikator WHO yakni:

1. Jumlah obat rata-rata per penderita.

2. Persentase obat yang diresepkan dengan obat generik. 3. Persentase penderita yang menerima antibiotik. 4. Persentase penderita yang menerima injeksi.

(7)

No Indikator Kriteria Bobot nilai

Bobot nilai seluruh variable

Skala ukur

1. Jumlah obat rata-rata

per penderita

2. Persentase obat yang

diresepkan dengan obat

5. Persentase obat sesuai

dengan Data Obat

Setiap indikator dari variabel dependen diberi nilai 1, 2 dan 3 sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Skor yang diperoleh dikategorikan menjadi 3 bagian:

(8)

3.6. Metode Pengumpulan Data

Data yang yang dikumpulkan dari penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari wawancara dengan menggunakan kuesioner serta data sekunder berupa resep/kip obat yang ditulis oleh dokter yang diambil secara retrospektif.

3.7. Metode Analisis Data

Untuk menunjang kegiatan analisis sebagai pembuktian hipotesis, maka dilakukan tahapan analisis sebagai berikut:

1. AnalisisUnivariat

Digunakan untuk melihat distribusi frekuensi dan proporsi masing-masing variabel yang diteliti.

2. Analisis Bivariat

Dilakukan Analisis hubungan antara setiap variabel independen dengan variabel dependen untuk melihat apakah hubungan yang terjadi memang bermakna secara statistik dengan menggunakan uji statistik Chi Square.

(9)

Keterangan:

X2 =harga Chi Square yang dihitung dibandingkan dengan Chi Square tabel. O ij = banyak pengamatan yang terjadi karena taraf ke-i faktor ke I dan taraf ke j

faktor ke II.

E ij = Frekuensi teoretik atau banyak gejala yang diharapkan terjadi.

(10)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Santa Elisabeth

Rumah Sakit Santa Elisabeth berlokasi di Jl. H. Misbah No.7, Kelurahan Jati, Kecamatan Medan Polonia, merupakan rumah sakit swasta type B dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 240 dengan Bed Occupation Rate (BOR) tahun 2005 adalah 75,27%. Rumah Sakit Santa Elisabeth telah terakreditasi penuh tingkat lanjutan untuk 12 bidang pelayanan. Pelayanan yang ada di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan meliputi pelayanan gawat darurat, pelayanan rawat inap dan rawat jalan, farmasi, radiologi, laboratorium dan transfusi darah, pelayanan bedah, pelayanan intensif, klinik ibu dan anak, rehabilitasi medis, hemodialisa dan gizi.

(11)

Tabel 4.1. Distribusi Tenaga Dokter di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006

Jenis Jumlah Dokter

Dokter Umum 11 11

Dokter Spesialis 4 dasar - Bedah

- Penyakit Dalam

- Kebidanan dan Kandungan - Anak

12 7 10

6 35

Dokter spesialis di luar spesialis empat dasar

- Patologi Anatomi - Paru

- Kedokteran Jiwa - Patologi Klinik - Kulit/ Kelamin - Rehabilitasi Medik - Mikrobiologi

Jumlah keseluruhan dokter 80

(12)

yang paling sedikit adalah dokter mata, jantung, patologi anatomi, rehabilitasi medik dan mikrobiologi masing-masing sebanyak 1 orang.

4.1.3. Gambaran Peresepan Obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth

Dari keseluruhan resep yang yang dilayani di farmasi Rumah Sakit Santa Elisabeth selama tahun 2004 – 2006 diperoleh gambaran peresepan obat generik dan non generik adalah sebagai berikut (Tabel 4.2.).

Tabel 4.2. Distribusi Peresepan Obat Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Tahun 2004 – 2006

Tahun Generik Non Generik Jumlah

Jumlah % Jumlah %

2004 43.574 23,46 142.127 76,54 185.701

2005 62.417 37,95 102.055 62,05 164.472

2006 15.021 8,49 161.930 91,51 176.951

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa peresepan obat non generik di Rumah Sakit Santa Elisabeth lebih tinggi dibanding peresepan obat generik. Pada

(13)

4.2. Hasil Analisis

Hasil penelitian ini digambarkan secara bertahap mulai dari analisis univariat meliputi distribusi frekuensi dari karakteristik responden yang mempengaruhi pola peresepan obat, Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan variabel pengetahuan dan sikap terhadap variabel dependen.

4.2.1. Analisis Univariat

Analisis univariat dapat dilakukan untuk menganalisis data-data yang dikumpulkan dalam bentuk Tabel distribusi frekuensi karakteristik responden, karakteristik pengetahuan dan sikap responden tentang standar terapi, formularium dan peresepan yang rasional.

a. Karakteristik Responden

(14)

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Karakteristik Responden

Jumlah Persentase (%) Umur

Berdasarkan hasil penelitian pada 35 responden didapatkan rentang umur antara 35 - 74 tahun. Paling banyak responden berumur 51 – 60 tahun yaitu sebanyak 12 orang (34,3%) dan yang paling sedikit adalah responden dengan umur kurang dari 40 tahun sebanyak 3 orang (8,6%).

Menurut jenis kelamin, sebagian besar adalah laki-laki yaitu sebanyak 30 orang (85,7%) dan selebihnya adalah perempuan sebanyak 5 orang (14,3%).

(15)

kandungan sebanyak 10 orang (28,6%), spesialis penyakit dalam sebanyak 7 orang (20%) dan spesialis anak sebanyak 6 orang (17,1%).

Menurut masa kerja, sebagian besar dokter spesialis empat besar memiliki masa kerja kurang dari 10 tahun yaitu sebanyak 19 orang (54,3%) dan dokter dengan masa kerja lebih dari 10 tahun sebanyak 16 responden (45,7%).

b. Pengetahuan Dokter

Pengetahuan dokter adalah pengetahuan dokter spesialis empat dasar tentang konsep dasar formularium rumah sakit, standar terapi dan pemberian obat yang rasional. Pengetahuan dokter dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu baik, cukup dan kurang.

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Dokter Spesialis Tentang Konsep Dasar Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi dan Pemberian Obat Yang Rasional

Pengetahuan Jumlah Persentase (%)

Baik

(16)

c. Sikap Dokter

Sikap dokter adalah respon dokter spesialis empat dasar terhadap konsep dasar formularium rumah sakit, standar terapi dan pemberian obat yang rasional. Sikap dokter dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu baik, cukup dan kurang.

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Sikap Dokter Spesialis Tentang Konsep Dasar Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi dan Pemberian Obat Yang Rasional

Sikap Jumlah Persentase (%)

Baik 25 71,4

Cukup 10 28,6

Kurang 0 0,0

Jumlah 35 100

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap dokter spesialis empat dasar paling banyak dikategorikan baik, yaitu sebanyak 25 orang (71,4%) dan yang paling sedikit dikategorikan cukup sebanyak 10 orang (28,6%).

d. Pola Peresepan Obat

Pola peresepan obat adalah gambaran peresepan obat yang ditulis oleh dokter yang dinilai berdasarkan indikator WHO yakni:

1. Jumlah obat rata-rata per penderita.

(17)

5. Persentase obat yang sesuai dengan formularium.

Pola peresepan obat dikategorikan menjadi 3 kategori yakni baik, sedang dan kurang Berdasarkan penelitian gambaran pola peresepan obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth dapat dilihat pada Tabel 4.6., berikut ini.

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Pola Peresepan Obat yang Ditulis oleh Dokter Spesialis Empat Dasar di Rumah Sakit Santa Elisabeth Pola Peresepan Obat Jumlah Persentase (%)

Baik 2 5,7

Sedang 12 34,3

Kurang 21 60

Jumlah 35 100

Berdasarkan penelitian pola peresepan obat yang ditulis oleh dokter spesialisasi empat dasar paling banyak dikategorikan kurang yaitu sebanyak 21 orang (60%) dan paling sedikit dikategorikan baik yakni sebanyak 2 orang (5,7%).

e. Sumber Informasi Obat

Kepada responden ditanyakan tentang sumber yang digunakan untuk memperoleh informasi obat baru dan informasi tentang indikasi obat, kontra

(18)

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Dokter Spesialis 4 Dasar Tentang Obat Baru di Rumah Sakit Santa Elisabeth

Sumber informasi Jumlah Persentase (%)

Jurnal kedokteran 14 40,0

Seminar kedokteran 1 2,9

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan 3 8,6

Medical representative 13 37,1

2 sumber informasi 2 5,7

> 2 sumber informasi 2 5,7

Jumlah 35 100

Berdasarkan penelitian tentang sumber informasi obat baru, didapatkan bahwa paling banyak dokter spesialis empat besar memperoleh informasi tentang produk obat baru dari jurnal kedokteran yakni sebanyak 14 orang (40%) dan paling sedikit memperoleh informasi dari seminar kedokteran sebanyak 1 orang (2,9%).

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Dokter Spesialis Empat Dasar Tentang tentang Indikasi, Kontra Indikasi, Efek Samping dan Interaksi Obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth

Sumber informasi Jumlah Persentase (%)

ISO 3 8,6

ISO dan IIMS 1 2,9

IIMS 24 68,6

Medical Representative 6 17,1

Apoteker 1 2,9

Jumlah 35 100

(19)

dari Indonesian Index of Medical Specialities (IIMS) yaitu sebanyak 24 responden (68,6%). Paling sedikit memperoleh informasi dari apoteker dan memperoleh informasi dari Informasi Spesialite Obat (ISO) dan IIMS masing-masing sebanyak 1 orang (2,9%).

4.2.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap variabel independen yaitu pengetahuan dan sikap, umur, jenis kelamin, jenis spesialisasi dan lama kerja yang dianggap dapat mempengaruhi pola peresepan obat yang ditulis oleh dokter spesialis empat dasar. Analisis ini merupakan Analisis tabel silang dengan menggunakan tabel 2x2.

Analisis ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara masing-masing variabel independen terhadap pola peresepan obat. Apabila nilai p < 0,05 maka ada hubungan yang bermakna antara variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil analisis bivariat dari variabel yang diteliti dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Pengaruh Pengetahuan Dokter Spesialis Empat Dasar Terhadap Pola

Peresepan Obat

(20)

Tabel 4.9. Distribusi Proporsi Berdasarkan Pengetahuan Dokter Spesialis Empat Dasar Terhadap Pola Peresepan Obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth

Pengetahuan Pola peresepan Obat X2

(p value) Baik Sedang Kurang TOTAL

n % n % n % n %

Baik 0 0 4 11,4 4 11,4 8 22,9 0,475

(1,845)

Cukup 2 5,7 6 17,1 10 28,6 18 51,4

Kurang 0 0 2 5,7 7 20 9 25,7

Jumlah 2 5,7 12 34,3 21 60 35 100

Pada Tabel 4.9., dapat dilihat bahwa berdasarkan penelitian, pola peresepan obat kategori baik paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat dasar yang mempunyai tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 2 orang (5,7%). Sedang pola peresepan obat kategori sedang paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat dasar yang mempunyai tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 6 orang (17,1%) dan pola peresepan obat kategori kurang paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat dasar dengan tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 10 orang (28,6%).

(21)

b. Pengaruh Sikap Dokter Spesialis Empat Dasar Terhadap Pola Peresepan Obat

Hasil analisis bivariat antara sikap responden dengan pola peresepan obat dapat dilihat pada Tabel 4.10. berikut ini.

Tabel 4.10. Distribusi Proporsi Berdasarkan Sikap Dokter Terhadap Pola Peresepan Obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth

Sikap Pola peresepan Obat X2

(p value) Baik Sedang Kurang TOTAL

n % n % n % n %

Baik 2 5,7 10 28,6 13 37,1 25 71,4 0,277

(2,567)

Cukup 0 0 2 5,7 8 22,9 10 28,6

Jumlah 2 5,7 12 34,3 21 60 35 100

Berdasarkan Tabel 4.10. dapat dilihat bahwa pola peresepan obat kategori baik paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat dasar yang memiliki tingkat sikap baik yakni sebanyak 2 orang (5,7%) dan pola peresepan obat yang sedang paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat dasar yang memiliki tingkat sikap baik yaitu sebanyak 10 orang (28,6%) dan paling sedikit ditulis oleh dokter spesialis empat dasar dengan tingkat sikap cukup yaitu sebanyak 2 orang (5,7%). Sementara pola peresepan obat yang kurang paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat dasar yang memiliki tingkat sikap baik yaitu sebanyak 13 orang (37,1%) dan paling sedikit ditulis oleh dokter spesialis empat dasar dengan tingkat sikap cukup yaitu sebanyak 8 orang (22,9%).

(22)

tentang konsep dasar formularium rumah sakit, standar terapi dan pemberian obat yang rasional dengan pola peresepan obat.

c. Pengaruh Umur Dokter Spesialis Empat Dasar dengan Pola Peresepan Obat

Hasil Analisis bivariat antara umur responden dengan pola peresepan obat dapat dilihat pada Tabel 4.11., berikut ini.

Tabel 4.11. Distribusi Proporsi Berdasarkan Umur Dokter Terhadap Pola Peresepan Obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth

Umur Pola peresepan Obat X2

(p value) Baik Sedang Kurang TOTAL

n % n % n % n %

≤ 40 tahun 0 0,0 2 5,7 1 2,9 3 8,6 0,336 (6,837) 41–50 tahun 1 2,9 1 2,9 9 25,7 11 31,4

51 – 60 tahun 1 2,9 6 17,1 5 14,3 12 34,3 > 60 tahun 0 0,0 3 8,6 6 17,1 10 25,7 Jumlah 2 5,7 12 34,3 21 60 35 100

(23)

Berdasarkan hasil uji statistik dengan Chi Square diperoleh bahwa tidak ada hubungan antara umur responden dengan pola peresepan obat ( p = 0,336).

d. Pengaruh Jenis Kelamin Dokter Spesialis Empat Dasar dengan Pola Peresepan Obat

Hasil Analisis bivariat antara jenis kelamin responden dengan pola peresepan obat dapat dilihat pada Tabel 4.12., berikut ini.

Tabel 4.12. Distribusi Proporsi Berdasarkan Jenis Kelamin Dokter Terhadap Pola Peresepan Obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth

Jenis Kelamin

Pola peresepan Obat X2

(p value)

(24)

Berdasarkan hasil uji statistik yang menggunakan Chi square diperoleh nilai

p = 0,397, artinya tidak ada pengaruh antara jenis kelamin dokter spesialis empat

dasar dengan pola peresepan obat.

e. Pengaruh Jenis Spesialisasi Dokter dengan Pola Peresepan Obat

Hasil analisis bivariat antara jenis spesialisasi responden dengan pola peresepan obat dapat dilihat pada Tabel 4.13. berikut ini.

Tabel 4.13. Distribusi Proporsi Berdasarkan Jenis Spesialisasi Dokter Terhadap Pola Peresepan Obat di RS St. Elisabeth Tahun 2006

Jenis Spesialisasi

Pola peresepan Obat X2

(p value)

(25)

dan paling sedikit ditulis oleh dokter spesialis penyakit dalam yaitu sebanyak 1 orang (2,9%).

Berdasarkan hasil uji statistik Chi square diperoleh bahwa ada pengaruh antara jenis spesialisasi responden dengan pola peresepan obat ( p = 0,016).

f. Pengaruh Lama Kerja Dokter Spesialis Empat Dasar dengan Pola Peresepan Obat

Hasil Analisis bivariat antara lama kerja responden dengan pola peresepan obat dapat dilihat pada Tabel 4.14., berikut ini.

Tabel 4.14. Distribusi Proporsi Berdasarkan Lama Kerja Dokter Terhadap Pola Peresepan Obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth

Lama Kerja Pola peresepan Obat X2

(p value) Baik Sedang Kurang TOTAL

n % n % n % n %

< 10 tahun 1 2,9 5 14,3 13 37,1 19 54,3 0,528 (1,276) > 10 tahun 1 2,9 7 20,0 8 22,9 16 45,7

Jumlah 2 5,7 12 34,3 21 60 35 100

(26)

dokter spesialis empat dasar dengan lama kerja kurang dari 10 tahun yakni sebanyak 13 orang (37,1%) dan paling sedikit ditulis oleh dokter spesialis empat dasar dengan lama kerja lebih dari 10 tahun yakni sebanyak 8 orang (22,9%).

Berdasarkan hasil uji statistik yang menggunakan Chi square diperoleh nilai

p = 0,528, artinya tidak ada pengaruh antara lama kerja responden dengan pola

(27)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Pengaruh Pengetahuan Dokter Spesialis Empat Dasar Terhadap Pola Peresepan Obat

Pada Tabel 4.9., dapat dilihat bahwa berdasarkan penelitian, pola peresepan obat kategori baik paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat dasar yang mempunyai tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 2 orang (5,7%). Sedang pola peresepan obat kategori sedang paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat dasar yang mempunyai tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 6 orang (17,1%) dan pola peresepan obat kategori kurang paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat dasar dengan tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 10 orang (28,6%).

Setelah dilakukan uji statistik Chi square diperoleh nilai p = 0,475, terlihat bahwa tidak ada pengaruh antara tingkat pengetahuan dokter spesialis empat dasar tentang konsep dasar formularium rumah sakit, standar terapi dan pemberian obat yang rasional terhadap pola peresepan obat. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan dokter saja tentang konsep dasar standar terapi, formularium dan pemberian obat rasional tidak akan menjamin bahwa pola peresepan obat yang ditulis akan menjadi baik. Menurut Notoadmodjo (2003), pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt

(28)

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Kenyataannya perilaku dokter dalam pengambilan keputusan pengobatan cenderung mengabaikan apa yang diketahuinya tentang konsep dasar standar terapi, formularium serta konsep dasar pemberian obat yang rasional. Kemungkinan ada faktor lain yang menjadi dasar dalam pengambilan keputusan pengobatan terhadap pasien.

Proses pemberian obat sebagai bagian dari keputusan dokter untuk memberikan terapi merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan dokter terhadap pasiennya berdasarkan temuan-temuan yang diperolehnya. Upaya tersebut harus ditempuh melalui suatu tahapan prosedur tertentu yaitu terdiri dari anamnesis, pemeriksaan, penegakan diagnosis, pengobatan dan tindakan selanjutnya. Dokter sebagai penulis resep wajib memutuskan pengobatan berdasarkan pada informasi obat dan terapi mutakhir untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Apabila dibuat keputusan pengobatan penderita dengan obat, maka dokter harus mempunyai pengetahuan tentang obat yang akan dipilih. Jika diinginkan pemberian obat yang rasional maka obat yang dipilih adalah obat yang terbaik berdasarkan manfaat, keamanan, kecocokan dan harga.

(29)

bagian penting dalam strategi pemasarannya dan kepada para tenaga penjual tersebut telah diberikan suatu target penjualan, penyediaan bonus dan insentif lainnya. Untuk meningkatkan penjualannya maka para medical representative ini juga menggunakan beragam cara untuk mencapai hal tersebut misalnya dengan memberikan berbagai macam imbalan kepada dokter agar dokter tertarik untuk meresepkan obat tertentu. Suatu perwakilan dari perusahaan di Bombay bahkan menggunakan kebijakan 3 C, yakni convince (meyakinkan), confuse (membuat bingung) dan corrupt (menyuap) untuk membuat dokter tertarik untuk memakai obat yang dipasarkan (Scott dan Prayitno, 2003).

Bauchner dkk., (2001) menyatakan bahwa perilaku dokter dalam pengambilan keputusan diagnosa dan terapi tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan dan karakteristik dokter tetapi juga dipengaruhi oleh karakterisik pasien dan ketersediaan bukti klinis seperti standar terapi. Dikatakan bahwa ketiga domain tersebut bersifat dinamis tergantung dari keputusan klinik yang akan diambil.

Scott dan Prayitno (2003) menemukan bahwa praktek klinis dipengaruhi oleh penemuan ilmiah, pengobatan berbasis bukti, kesadaran dokter, pemasaran, medical

representative, pengetahuan publik, surat kabar, internet, kawan dan keistimewaan

(30)

Dokter sebagai bagian penting dalam organisasi pelayanan kesehatan harus dapat dimotivasi untuk memberikan pengobatan yang berkualitas serta cost-effective dengan tidak menggunakan sumber daya yang berlebihan. Sifat otonomi dokter membuat usaha memotivasi dokter menjadi hal yang tidak gampang. Dokter harus memahami bagaimana standar terapi dan formularium dapat membantu dokter dalam peresepan obat. Scott dan Prayitno (2003), mengatakan bahwa untuk dapat me mahami bagaimana formularium dapat membantu dokter dalam peresepan obat yang baik perlu dipahami tujuan peresepan yang baik yakni memaksimalkan efektivitas, meminimalkan risiko, meminimalkan biaya dan menghormati pilihan pasien. Hasil dari pelayanan kesehatan harus berlandaskan etik di mana kepentingan pasien adalah yang utama.

5.2. Pengaruh Sikap Dokter Spesialis Empat Dasar Terhadap Pola Peresepan Obat

(31)

(5,7%) dan pola peresepan obat yang sedang paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat dasar yang memiliki tingkat sikap baik yaitu sebanyak 10 orang (28,6%) dan paling sedikit ditulis oleh dokter spesialis empat dasar dengan tingkat sikap cukup yaitu sebanyak 2 orang (5,7%). Sementara pola peresepan obat yang kurang paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat dasar yang memiliki tingkat sikap baik yaitu sebanyak 13 orang (37,1%) dan paling sedikit ditulis oleh dokter spesialis empat dasar dengan tingkat sikap cukup yaitu sebanyak 8 orang (22,9%). Berdasarkan hasil uji statistik yang menggunakan Chi square diperoleh nilai p = 0,277 artinya tidak ada pengaruh antara sikap dokter spesialis empat dasar tentang konsep dasar formularium rumah sakit, standar terapi dan pemberian obat yang rasional terhadap pola peresepan obat. Hal ini menunjukkan bahwa sikap dokter yang baik tentang formularium dan standar terapi belum menjamin bahwa pola peresepan akan menjadi baik.

(32)

faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas dan faktor pendukung dari pihak lain (Notoadmodjo, 2003).

Menurut Gibson (1985), sikap merupakan faktor penentu perilaku karena sikap berhubungan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Dalam penentuan sikap; pengetahuan, pikiran dan keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Perilaku manusia itu hakikatnya adalah berorientasi pada tujuan dengan kata lain bahwa perilaku seseorang itu pada umumnya dirangsang oleh keinginan untuk mencapai beberapa tujuan. Setiap upaya untuk meningkatkan prestasi kerja individu harus memanfaatkan teori motivasi. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa motivasi menyangkut perilaku atau khususnya perilaku yang diarahkan pada tujuan (Gibson, 1985). Tujuan individu atau kelompok dalam organisasi harus sama dengan tujuan organisasi dengan demikian rumah sakit melalui komite farmasi dan terapi harus bisa menetapkan kebijakan tentang tujuan pelayanan obat di rumah sakit dan memastikan semua dokter mengerti dan mematuhinya.

(33)

kepada para dokter apa yang telah mereka lakukan tetapi juga untuk meningkatkan keyakinan bahwa mereka telah melakukan yang benar.

Menurut Shortell & Kaluzny, dkk., (2005) yang mengutip Charns & Smith Tewksbury (1993), umpan balik dapat menjadi alat yang efektif untuk memotivasi perilaku dokter. Syaratnya adalah bahwa umpan balik tersebut harus bisa menunjukkan bahwa perilaku dokter perlu berubah, umpan balik harus disampaikan sesering mungkin, tepat waktu dan dalam interval yang tepat serta umpan balik harus menggambarkan berbagai penggunaan yang penting, dilihat dari sudut finansial serta bersifat akurat.

5.3. Pengaruh Umur Dokter Spesialis Empat Dasar terhadap Pola Peresepan Obat

Berdasarkan Tabel 4.11., dapat dilihat bahwa pola peresepan obat kategori baik paling banyak ditulis oleh kelompok dokter spesialis berumur 41 – 50 tahun dan oleh kelompok dokter spesialis berumur 51 – 60 tahun yaitu masing-masing sebanyak 1 orang (2,9%). Pola peresepan obat yang sedang paling banyak ditulis oleh kelompok dokter spesialis berumur 51 - 60 tahun yaitu sebanyak 6 orang (17,1%) dan pola peresepan obat yang kurang paling banyak ditulis oleh kelompok dokter spesialis yang berumur 41 – 50 tahun sebanyak 2 orang (25,7%).

(34)

bahwa pola peresepan obat yang diresepkannya akan semakin baik. Lagerlov dkk., (1995), dalam penelitiannya tentang pengaruh sikap dan perilaku terhadap pola peresepan juga mendapati bahwa tidak ada perbedaan antara umur dokter dengan pola peresepan obat.

(35)

Selain itu dokter, seperti setiap orang, juga dipengaruhi oleh berita produk, internet dan teman. Hal ini dapat dijelaskan dengan apa yang dikenal apa dengan

Social Cognitive Theory. Menurut Social Cognitive Theory, pembentukan perilaku

digambarkan sebagai proses yang dinamis, bergantung pada beberapa aspek yang saling mempengaruhi secara bersamaan yaitu lingkungan, situasi, kemampuan berperilaku, pengharapan, harapan, kontrol diri, pembelajaran observasional, penguatan, self-efficacy, emotional coping responses dan reciprocal determinism. Yang dimaksud dengan lingkungan adalah faktor-faktor objektif yang ada secara fisik berada diluar yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang, misalnya anggota keluarga, teman-teman dan rekan kerja (Glanz, dkk., 2002). Dengan sistem pendidikan dokter yang sangat menjunjung tinggi senioritas membuat dokter senior diakui sebagai dokter yang dapat dijadikan panutan dalam berperilaku termasuk dalam keputusan pengobatan. Scott dan Prayitno (2003), mengatakan bahwa ada pengaruh tunggal terbesar pada peresepan seorang dokter yang berasal dari sejawat yang dihormatinya walaupun belum tentu peresepan obat tersebut benar.

5.4. Pengaruh Jenis Kelamin Dokter Spesialis Empat Dasar terhadap Pola Peresepan Obat

(36)

oleh dokter spesialis empat dasar berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 9 orang (25,7%) dan paling sedikit ditulis oleh dokter spesialis empat dasar berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 3 orang (8,6%). Sedangkan pola peresepan obat yang kurang paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat dasar yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 19 orang (54,3%) dan paling sedikit ditulis oleh dokter spesialis empat dasar yang berjenis kelamin perempuan yakni sebanyak 2 orang (5,7%).

Berdasarkan hasil uji statistik yang menggunakan Chi square diperoleh nilai

p = 0,397, artinya tidak ada pengaruh antara jenis kelamin dokter spesialis empat

dasar dengan pola peresepan obat. Hal ini dapat disebabkan karena jumlah dokter spesialis empat dasar pada penelitian ini lebih banyak berjenis kelamin laki-laki (85,7%) dari pada perempuan (14,3%). Hal ini sesuai dengan penelitian Vallano dkk, (1999) yang juga mendapati tidak adanya hubungan jenis kelamin dengan pola peresepan obat.

(37)

paling banyak ditulis oleh dokter spesialis bedah yaitu sebanyak 12 orang (34,3%) dan paling sedikit ditulis oleh dokter spesialis penyakit dalam yaitu sebanyak 1 orang (2,9%).

Berdasarkan hasil uji statistik Chi square diperoleh bahwa ada pengaruh antara jenis spesialisasi responden dengan pola peresepan obat ( p = 0,016). Hal ini dapat disebabkan karena masing-masing spesialisasi memiliki karakteristik pasien yang berbeda-beda baik dari segi usia, maupun jenis penyakitnya sehingga mempengaruhi jenis obat yang dipilih oleh dokter. Bauchner dkk., (2001), menyatakan bahwa besarnya pengaruh pengetahuan dan karakteristik dokter, karakterisik pasien dan pemakaian bukti klinis seperti standar terapi terhadap keputusan klinik bersifat dinamis tergantung jenis keputusan klinis yang harus diambil. Dikatakan bahwa dalam keadaan akut, pengaruh domain pengetahuan dokter dan pemakaian bukti klinis menjadi lebih besar sedangkan pengaruh karakteristik pasien menjadi relatif lebih kecil. Sebaliknya pada keadaan khronis, pengaruh karakteristik pasien menjadi lebih besar dibanding pengaruh domain lainnya.

(38)

usia pasien mengingat pasien yang usianya lebih tua umumnya menderita lebih dari satu penyakit sehingga cenderung mendapat obat yang lebih banyak.

5.6. Pengaruh Lama Kerja Dokter Spesialis Empat Dasar terhadap Pola Peresepan Obat

Berdasarkan Tabel 4.14., dapat dilihat bahwa pola peresepan obat kategori baik ditulis baik oleh dokter spesialis empat dasar dengan lama kerja lebih dari 10 tahun maupun oleh dokter spesialis empat dasar dengan lama kerja kurang dari 10 tahun yaitu masing-masing sebanyak 1 orang (2,9%). Pola peresepan obat kategori sedang paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat dasar dengan masa kerja lebih dari 10 tahun yakni sebanyak 7 orang (20%) dan paling sedikit ditulis oleh dokter spesialis empat dasar dengan masa kerja kurang dari 10 tahun yakni sebanyak 5 orang (14,3%). Sementara pola peresepan obat kategori kurang paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat dasar dengan lama kerja kurang dari 10 tahun yakni sebanyak 13 orang (37,1%) dan paling sedikit ditulis oleh dokter spesialis empat dasar dengan lama kerja lebih dari 10 tahun yakni sebanyak 8 orang (22,9%). Berdasarkan hasil uji statistik yang menggunakan Chi square diperoleh nilai

p = 0,528, artinya tidak ada pengaruh antara lama kerja responden dengan pola

(39)

lama bekerja dengan kepatuhan penulisan resep obat sesuai formularium. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama dokter bekerja di rumah sakit tidak menjamin bahwa pola peresepan akan menjadi baik. Siagian (2000), menyatakan bahwa lama kerja dan kepuasan berkaitan secara positif dimana semakin lama seseorang bekerja maka makin trampil dan makin berpengalaman pula dalam melaksanakan pekerjaan.

(40)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar responden berumur 51 – 60 tahun yaitu sebanyak 34,3% dan yang paling sedikit adalah responden dengan umur kurang dari 40 tahun sebanyak 3 orang (8,6%). Sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 30 orang (85,7%) sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 5 orang (14,3%). Berdasarkan spesialisasi maka sebagian besar responden adalah dokter spesialis bedah sebanyak 12 orang (34,3%) dan berdasarkan masa kerja sebagian besar responden memiliki masa kerja di Rumah Sakit Santa Elisabeth kurang dari 10 tahun yaitu sebanyak 19 orang (54,3%).

2. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang cukup tentang konsep dasar standar terapi, formularium dan pemberian obat yang rasional yaitu sebanyak 18 orang (51,4%).

(41)

4. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pola peresepan obat yang ditulis oleh dokter spesialis empat besar paling banyak pada kategori kurang yakni sebanyak 21 orang (60%).

5. Hasil analisis pengaruh pengetahuan dan sikap dokter tentang konsep dasar standar terapi, formularium dan pemberian obat yang rasional terhadap pola peresepan obat menunjukkan tidak ada pengaruh pengetahuan dokter tentang konsep dasar standar terapi, formularium dan pemberian obat yang rasional terhadap pola peresepan obat (p = 0,475) dan tidak ada pengaruh sikap dokter tentang konsep dasar standar terapi, formularium dan pemberian obat yang rasional terhadap pola peresepan obat (p = 0,277).

6. Hasil analisis pengaruh karakteristik dokter spesialis empat dasar terhadap pola peresepan obat menunjukkan adanya pengaruh jenis spesialisasi dokter terhadap pola peresepan obat (p = 0,016).

7. Sementara hasil Analisis karakteristik dokter yang meliputi umur (p = 0,336), jenis kelamin (p = 0,397), dan lama kerja dokter spesialis empat dasar (p = 0,528) menunjukkan tidak ada pengaruh variabel tersebut terhadap pola peresepan obat.

6.2. Saran

(42)

memberikan informasi dan edukasi serta sosialisasi yang berkesinambungan tentang pentingnya penerapan standar terapi dan formularium untuk tercapainya pelayanan obat yang rasional.

2. Perlu dikaji lebih dalam pengaruh karakteristik pasien serta motivasi dokter dalam pengambilan keputusan pengobatan yang diberikan kepada pasien agar dapat dibuat suatu metode bagaimana meningkatkan kepatuhan dokter terhadap standar terapi dan formularium.

3. Agar informasi yang diberikan kepada dokter tidak bias, maka rumah sakit harus menyediakan Pusat Informasi Obat yang berbasis bukti sehingga para dokter mendapat informasi dari sumber yang terpercaya dan tidak mendapat informasi dari sumber-sumber yang lebih mengutamakan promosi.

4. Komite Medik dalam hal ini Sub Komite Farmasi dan Terapi bersama instalasi farmasi harus melakukan evaluasi terhadap penggunaan obat di rumah sakit dan menyampaikan hasilnya kepada para dokter sebagai suatu mekanisme untuk memotivasi dokter dalam meningkatkan kualitas pengobatannya.

(43)

Gambar

Tabel 4.1. Distribusi Tenaga Dokter di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan  Tahun 2006
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Rumah Sakit  Santa  Elisabeth Medan
Tabel 4.4.
Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Dokter Spesialis 4 Dasar Tentang Obat Baru di Rumah Sakit Santa Elisabeth
+4

Referensi

Dokumen terkait

• Memiliki tempurung (karapaks) yang terintegrasi dengan tulang punggung, tidak dapat menarik kepala ke dalam tempurung seperti kura-kura air tawar. Contoh: penyu hijau

a. Dapat mengambil SKS di luar perguruan tinggi paling lama 2 semester atau setara dengan 40 SKS. Dapat mengambil SKS di program studi yang berbeda di perguruan tinggi yang

Hasil dari langkah ini peneliti menemukan masalah yang timbul pada penderita Tuna Netra yaitu diataranya (a) Menghidupkan/mematikan perangkat elektronik, (b) Memberikan

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi saya yang berjudul “Gambaran Pengetahuan, Motivasi Dan

h. pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai dengan tugas dan fungsinya. 2) Seksi Pengelolaan Pupuk Pestisida dan Pembiayaan Pertanian Seksi

yang menjadi bahan penelitian maka penulis meneliti produk pakaian Planet Surf dan faktor yang diteliti adalah gaya hidup dan tingkat pendapatan dengan keputusan pembelian

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti efek serbuk effervescent daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) terhadap penurunan berat

Dengan demikian kurikulum dapat dilihat melalui proses, interaksi antara guru, siswa, dan pengetahuan.. In other words, curriculum is what actually happens in the classroom and