• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik Permainan Bansi Oleh Bapak Zul Alinur Di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Teknik Permainan Bansi Oleh Bapak Zul Alinur Di Kota Medan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Minangkabau atau yang biasa disingkat Minang adalah salah satu kelompok etnik

meliputi

Dalam percakapan awam, orang Minangkabau seringkali disamakan sebagai orang Padang,

merujuk kepada nama ibu kota Provinsi Sumatera Barat ya

masyarakat ini biasanya akan menyebut kelompoknya dengan sebutan urang awak, yang

bermaksud sama dengan orang Minangkabau itu sendiri (wikipedia.org)

Masyarakat Minangkabau memiliki berbagai macam kesenian, seperti seni tari, seni

musik, seni pantun, dan seni bela diri yang biasa ditampilkan dalam pesta adat maupun

perkawinan. Di antara tari-tarian tersebut misalnya

dimainkan bermaksud sebagai ucapan selamat datang ataupun ungkapan rasa hormat kepada

tamu istimewa yang baru saja sampai, selanjutnya

gerak cepat dari para penarinya sambil memegang piring pada telapak tangan masing-masing

yang diiringi oleh alat musik. Alat musik Minangkabau dibagi menjadi 4 bagian dalam

memainkannya, yaitu alat musik pukul, alat musik gesek, alat musik tiup, dan alat musik

petik. Alat musik pukul terdiri dari talempong, canang, tambur, rabano, indang, gandang,

dan adok. Alat musik gesek satu-satunya yaitu rabab. Alat musik tiup terdiri dari bansi,

(2)

Bansi adalah salah satu alat musik tradisional Minangkabau yang masuk dalam

klasifikasi alat musik aerofon dalam kelompok whistle (rekorder). Alat musik ini yang

terbuat dari bambu, mempunyai 1 lubang hembusan, satu lubang pembelah udara, dan 7

lubang nada, yang mempunyai panjang kira-kira 25 cm. Alat musik ini selalu digunakan

dalam berbagai genre musik Minangkabau, seperti musik populer Minangkabau, hiburan

pribadi, mengiringi dendang, atau disajikan secara solo instrumen, dan berbagai keguanaan

musikal lainnya.

Musik Minangkabau umumnya jika didengar langsung sangat akrab di telinga

pendengar dan penikmatnya, terutama yang beretnik Minangkabau. Namun lebih luas lagi,

terhadap pendengar di luar Minangkabau pun musik mereka ini cukup populer didengar dan

dinikmati. Termasuk masyarakat Batak yang ada di Sumatera Utara. Di antara alat-alat

musik Minangkabau yang memperkuat identitas musik adalah alat-alat musik dan suara:

talempong dengan berbagai jenisnya, pupuik batang padi, gendang dol, rabab, dan lain-lain.

Alat-alat musik ini ada yang digunakan untuk pertunjukan musik di daerah asal

Minangkabau, namun tidak jarang ada juga yang digunakan oleh masyarakat Minangkabau di

perantauan, seperti di Sumatera Utara, Riau, Jambi, Jakarta, bahkan sampai ke Negeri

Sembilan Malaysia.

Salah satu yang menarik perhatian penulis adalah melihat fenomena musikal yang

terjadi pada penggunaan bansi di Medan, khususnya yang disajikan oleh Bapak Zul Alinur.

Beliau memainkan bansi ini baik di kawasan Sumatera Utara maupun nasional. Ia bergabung

ke dalam grup musik Tigo Sapilin, yang terdiri dari 5 orang pemain. Terdiri alat musik

tasa/perkusi, tambur, talempong (2 orang), dan bansi. Sebagai pemain bansi adalah bapak

Zul Alinur.

Keunikan permainan bansi Bapak Zul Alinur menurut para pemain musik

(3)

gariniak. Ia dipandang mahir dan terampil dalam mengolah gariniak tersebut. Gariniak

tersebut ia eksplorasi sendiri berdasarkan jiwa musiknya dan disesuaikan dengan Alam

Rantau,1

Selain itu, sebagaimana tiupan pada permainan bansi, ia juga menerapkan teknik

menghembus secara terus-menerus (circular breathing) untuk beberapa frase di dalam lagu. khususnya Sumatera Utara. Gariniak yang dihasilkan dari teknik permainannya

memiliki kerumitan baik dari sisi garapan melodis maupun ritmis, dan dinamiknya. Ia

menggunakan filsafat hidup orang Minangkabau yaitu alam takambang manjadi guru [Alam

terkembang menjadi guru] dan langsung meminta petunjuk kepada Tuhan Yang Maha Kuasa

dalam setiap permainannya.

Selanjutnya, fenomena menarik lainnya adalah berdasarkan hasil wawancara penulis

dengan narasumber Bapak Zul Alinur, dapat diketahui bahwa beliau selain dapat memainkan

alat musik bansi, beliau juga mahir memainkan sebahagian besar alat musik tradisi

Minangkabau dan juga sebagai pencipta lagu-lagu Melayu. Beliau mengatakan awal mula

ketertarikannya dalam kesenian Minangkabau ketika beliau menyelesaikan sekolah tingkat

SMA, kemudian beliau masuk ke sanggar Tigo Sapilin.

Ketertarikannya terhadap alat musik bansi ini karena beliau tersebut ingin

melestarikan kebudayaan Minangkabau. Sampai saat ini, Bapak Zul Alinur juga masih aktif

di dalam kesenian Minangkabau. Salah satunya adalah sebagai pemain musik Minangkabau

di Taman Budaya Medan (TBM) yang berlokasi di Jalan Perintis Kemerdekaan dan gedung

BM3 (Badan Musyawarah Masyarakat Minangkabau) di Jalan Adinegoro. Beliau juga

mempunyai grup yang dinamakan Tigo Sapilin. Secara umum ada beberapa keunikan

dari alat musik bansi, yaitu: (1) memiliki 7 lubang nada, yang dapat dimainkan pada semua

1

(4)

jenis lagu; (2) kadang-kadang bunyi bansi “berlawanan” dengan nada vokal penyanyinya,

terkadang sesuai dengan nada vokal penyanyinya; (3) bansi dapat mengiringi berbagai jenis

lagu, baik tradisional maupun modern.

Oleh karena ketertarikan terhadap fenomena tersebut, maka penulis akan mengkaji

secara etnomusikologis. Adapun temanya adalah “Teknik Permainan Bansi oleh Bapak Zul

Alinur di Kota Medan.”

1.2 Pokok Permasalahan

Ada pun pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah

bagaimana teknik permainan bansi Minangkabau oleh Bapak Zul Alinur.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dan mendapatkan informasi

tentang teknik dalam memainkan bansi oleh Bapak Zul Alinur.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat sebagai usaha untuk menambah wawasan tentang

kebudayaan suku Minangkabau.Manfaat lainnya yang dapat diperoleh dalam penelitian ini

antara lain sebagai suatu pengetahuan dan informasi bagi mahasisiwa yang akan mendalami

penelitian tentang Minangkabau. Sebagai bahan acuan dalam penulisan yang berikutnya

(5)

Diharapkan dari penelitian ini agar pembaca dapat mengetahui bagaimana teknik

permainan bansi (dalam hal ini penulis melakukan penelitian untuk mengetahui teknik dasar

memainkan Bansi sesuai dengan judul tulisan ini.

Sebagai dokumentasi dalam bentuk karya tulis guna menambah referensi di

Departemen Etnomusikologi, FIB USU tentang musik Minangkabau. Sebagai pengaplikasian

ilmu yang telah diperolah penulis selama mengikuti pendidikan di departemen

Etnomusikologi.

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

Konsep merupakan rangkaian idea tau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa

kongkrit (Kamus Besar Bahasa Indonesia,Balai Pustaka,1991:431). Studi disebut juga

dengan kajian (menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia). Kajian merupakan kata jadian dari

kata”kaji”yang berarti mengkaji mempelajari memeriksa mempertimbangkan secara matang

dan mendalam.

Dari defenisi di atas maka dapat ditentukan konsep dari penitian dan penulisan

tentang teknik dasar permainan bansi Minangkabau adalah untuk mengkaji tentang

dasar-dasar cara untuk dapat memainkan bansi. Selain kajian tersebut hal yang juga penting dalam

penelitian ini yaitu menelusuri tentang sejarah masuknya bansi, dan hubungan bansi ini

terhadap ensambel musik Minangkabau.

1.4.2. Teori

Menurut Koentjaraningrat (1973:10) mengatakan teori adalah alat yang terpenting

dari suatu pengetahuan. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja,

(6)

menganalisis berbagai fenomena. Teori adalah rujukan utama dalam memecahkan masalah

penelitian di dalam ilmu pengetahuan. Sebagai pedoman dalam menyelesaikan tulisan ini

penulis menggunakan beberapa teori yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan

yang akan dibahas dalam tulisan ini.

Teori utama dalam mengkaji teknik permainan bansi oleh Bapak Zul Alinur adalah

teori etnosains (ethnoscience). Dalam etnosains, para ahli antropologi mengambil

linguistik sebagai model untuk antropologi. Dalam linguistik para ahlinya ketika

mendeskripsikan bahasa adalah mendeskripsikan aturan-aturan bertatabahasa khususnya

berbahasa. Model linguistik yang diambil oleh ahli antropologi adalah descriptive phonology

atau cabang ilmu bahasa yang membicarakan pendeskripsian fonem atau mendeskripsikan

cara pengucapan atau dengan kata lain mendeskripsikan cara menghasilkan bunyi bahasa.Hal

ini kemudian mempengaruhi ahli antropologi dalam mendefinisikan kebudayaan dimana

kemudian kebudayaan didefinisikan sebagai cara-cara berperilaku.yang dapat dilihat dengan

jelas dari definisi kebudayaan menurut Goodenough:

culture is not a material phenomenon; it does not consist of things, people, behavior or emotions. It is rather the organizations of these things. It is the forms of things that people have in mind, their models for perceiving, relating and otherwise interpreting them as such. The things that people say and do, their social arrangement and events are products or by products of their culture as they apply it to the task of perceiving and dealing with their circumstances …” (Goodenough, 1964:36)

Definisi Goodenough mengenai kebudayaan, adalah pengorganisasian masyarakat,

tingkah laku, emosi-emosi dan hal-hal lain. Apa yang mereka lakukan, katakan, tata cara

hubungan sosial dan pelaksanaan even-even merupakan hasil penafsiran, penangkapan dan

pengamatan-pengamatan berdasarkan situasi tertentu. Goodenough mengharuskan peneliti

untuk mengetahui sistem pengetahuan suatu masyarakat yang meliputi klasifikasi-klasifikasi,

(7)

Cara-cara berperilaku itu sendiri, ada dalam pikiran yang terwujud dalam bahasa

sehingga dengan kata lain Etnosains melandaskan pada basis filsafat yang memandang

kebudayan adalah berupa pengetahuan kolektif dari proses belajar dan etnosains adalah studi

sistem pengetahuan suku bangsa.

Adapun teori teori tambahan untuk mendukung teknik permainan adalah teori

organologis, yang lazim disebut teori struktural fungsional yang dikemukankan oleh Susumu

Khasima dalam APTA (Asia Performing Traditional Art 1978:74). Teori ini memiliki 2

pendekatan dalam membahas tentang alat musik yaitu teori pendekatan secara struktural dan

pendekatan secara fungisional. Pendekatan secara struktural meliputi tentang aspek fisik

instrumen musik, pengamatan, pengukuran dengan skala perbandingan, perekaman, serta

menggambarkan bentuk instrumen, kontruksi, dan bahan yang dipakai. Pendekatan secara

fungisional meliputi tentang fungsi instrumen tersebut sebagai alat untuk memprodusi suara,

meneliti. Melakukan pengukuran dan mencatat metode, mamainkan instrumen dan

penggunaan bunyi yang diproduksi. Teori tersebut akan menjadi acuan penulis dalam

menganalisa bansi serta menjabarkan bagaimana teknik dasar dlam mempelajari bansi

Minangkabau.

Teori yang dikemukakan oleh Nettl (1963:98) yaitu Nettl mengatakan bahwa kita

dapat menganalisis dan mendeskripsikan alat musik dari apa yang kita dengar dan kita dapat

menuliskan musik tersebut kedalam tulisan dan mendeskripsikannya. Teori ini dipakai

penulis sebagai pedoman dan mentranskripsikan nada-nada yang dihasilkan oleh Bansi

Sebagai tambahan teori, penulis memakai pendekatan teori yang dikemukakan oleh

Curt Sachs dan Hornbostel (1961) yaitu tentang sistem pengklasifikasian alat musik

berdasarkan sumber penggetar bunyi utama. Sistem pengklasifikasian ini dibagi menjadi

(8)

1. Idiofon yang berarti alat musik yang materi penghasil bunyi dihasilkan oleh badan

alat musik itu sendiri.

2. Aerofon yang berarti alat musik yang materi penghasil bunyi dihasilkan oleh

udara.

3. Membranofon yang berarti alat musik yang materi penghasil bunyinya dihasilkan

oleh kulit.

4. Kordofon yang berarti alat musik yang materi penghasil bunyinya dihasilkan oleh

senar atau dawai.

Dari teori diatas maka penulis mengklasifikasikan Bansi Minangkabau termasuk

kedalam klasifikasi alat musik aerofon karena Bansi merupakan alat musik yang materi

penghasil bunyinya dihasilkan oleh hembusan ataupun tiupan udara dari mulut pemainnya.

1.5 Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian perlu dibuat metode yang bertujuan sebagai cara yang akan

ditempuh peneliti sebelum ataupun saat berapa di lapangan penelitiannya. Untuk itu dalam

penelitian ini, penulis juga memerlukan beberapa metode yang dapat mendukung pembuatan

karya tulis ini. Dari berbagai metode yang dicetuskan oleh beberapa ahli, maka penulis

mendapatkan beberapa ahli yang mencetuskan metode yang berhungan dengan penelitian ini.

Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif

yang mengutamakan kualitas data. Data yang disajikan dalam bentuk kata-kata atau kalimat

dan datanya adalah data sekunder seperti dokumen dan dalam penelitian-penelitian yang

menggunakan metode pengamatan terlibat atau participant observation (M. Sitorus, 2003).

Menurut Nettl (1964:62-64) yaitu terdapat dua hal yang sangat esensial untuk

melakukan aktivitas penelitian dalam disiplin ilmu Etnomusikologi yaitu kerja lapangan (field

(9)

pemilihan informan yang memiliki informasi cukup banyak tentang objek penelitian,

pendekatan internal maupun eksternal dalam arti melakukan pendekatan dengan cara

membaur dengan masyarakat pendukung dari objek penelitian, pengumpulan data baik

melalui dokumentasi ataupun wawancara sedangkan kerja laboratorium adalah mengolah

data yang didapat dari penelitian lapangan untuk dianalisa sehingga memperoleh hipotesa dan

juga dapat menyimpulkan hasil penelitian.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Penulis melakukan studi kepustakaan yaitu dengan membaca sejumlah buku tentang

budaya Minangkabau. Selain itu penulis juga membaca artikel-ertikel tentang Minangkabau

yang diperoleh dari beberapa penulis skripsi tentang Minangkabau terdahulu. Dari beberapa

buku inilah penulis menggali informasi awal tentang masyarakat Minangkabau. Informasi

tersebut akan menjadi awal pengetahuan penulis dalam mempelajari budaya tersebut, juga

digunakan sebagai bahan referensi dalam penulisan skripsi.

1.5.2 Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan berarti dalam mengumpulkan data peneliti langsung mendatangi

objek penelitian. Adapun macam-macam penelitian lapangan tersebut adalah sebagai berikut.

1.5.2.1 Observasi

Pengumpulan data dengan cara observasi adalah metode pengumpulan data yang

digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan. Metode

observasi menggunakan kerja pancaindera mata sebagai alat bantu utamanya selain

(10)

Untuk itu lah penulis langsung mendatangi ke tempat tinggal narasumber dan

melakukan interaksi kepada narasumber maupun masyarakat yang ada disana.

1.5.2.2 Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan

cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si

penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide atau

panduan wawancara (Moh. Nazir, 1988: 234). Wawancara merupakan suatu proses interaksi

yang dilakukan dengan cara berdialog. Wawancara tidak dapat dilakukan hanya kepada 1

narasumber untuk itu penulis berinisiatif melakukan wawancara kepada narasumber untuk

mengetahui informasi yang diperlukan penulis.

Metode wawancara yang digunakan penulis adalah metode wawancara berstruktur,

dan wawancara bebas. Sebelum melakukan wawancara penulis membuat “draft” pertanyaan.

Pertanyaan inilah yang akan disampaikan penulis kepada narasumber. Saat memberikan

pertanyaan ini, infoman menjawab segaligus menjelaskan secara detail pertanyaan yang

penulis berikan.

1.5.2.3 Perekaman atau Dokumentasi

Untuk mendokmentasikan penelitian,penulis mengunakan kamera DSLR CANON

600D dan sebuah handphone. Alat ini berguna untuk meliput wawancara dan merekam

kejadian pada saat penelitian yang dilakukan penulis.

1.6 Pemilihan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang di pilih penulis adalah yang merupakan tempat tinggal

(11)

1.7 Kerja Laboratorium

Setelah mendapatkan data dilapangan, maka penulis akan mengolah seluruh data

tersebut dalam kerja laboratorium, dimana penulis akan mengubah data rekaman suara

Referensi

Dokumen terkait

Antropolingistik ini lebih menitikberatkan pada hubungan antara bahasa dan kebudayaan didalam suatu masyarakat seperti peranan bahasa didalam mempelajari bagaimana

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan angket. Angket merupakan instrumen yang berupa daftar pertanyaan untuk memperoleh

Kecepatan angin yang terjadi dapat mempengaruhi besarnya daya yang dihasilkan oleh kincir. Semakin besar kecepatan angin, maka kecepatan putar kincir dan daya

Studi kepustakaan yaitu suatu penelitian yang dilakukan melalui buku- buku pengetahuan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang sedang penulis teliti. Penggunaan teknik ini

bahwa untuk melaksanakan ketentuan–ketentuan sebagaimana tercantum pada Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana diubah beberapa

Naskah yang dapat dimuat dalam jurnal ini meliputi tulisan tentang kebijakan, penelitian, pemikiran, reviu teori/konsep/metodologi, resensi buku baru, dan informasi

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 28 ayat (2) Peraturan Bupati Karawang Nomor 43 2014 tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Bina Marga dan

Enkapsulan seharusnya memiliki sifat-sifat seperti: viskositasnya rendah, mampu menyebar atau mengemulsikan materi inti dan menstabilkan emulsi, tidak reaktif dengan materi