• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor–Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum Suntik atau Benda Tajam Lainnya Pada Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pringadi Kota Medan Tahun 2017 Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor–Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum Suntik atau Benda Tajam Lainnya Pada Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pringadi Kota Medan Tahun 2017 Chapter III VI"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan pendekatan cross-sectional. Penelitian cross-sectional atau potong lintang merupakan jenis penelitian non-eksperimental dalam rangka mempelajari dinamika korelasi antara faktor resiko dengan efek dengan mengobservasi dan mengukur faktor resiko dan efek menurut keadaan atau status waktu saat diobservasi (Praktinya, 2008).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan di 2 (dua) ruangan yaitu ruangan Intensipve Care Unit (ICU), dan ruangan Instalasi Bedah Sentral (IBS). Alasan pemilihan tempat tersebut adalah karena penggunaan jarum suntik atau benda tajam lainnya secara intensif.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada bulan Oktober 2016 sampai selesai.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

(2)

65

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian populasi yang ciri-cirinya diselidiki atau diukur. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Total Sampling. Total Sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana seluruh populasi dijadikan objek penelitian. Berdasarkan survei diperoleh jumlah sampel perawat yang bertugas di Ruang Intensive Care Unit (ICU), dan Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUD Dr. Pringadi Kota Medan sebanyak 46 orang.

3.4 Cara Pengambilan Data 3.4.1 Data Primer

Metode pengumpulan data primer, yaitu data yang diperoleh dengan melakukan penelitian secara langsung ke lokasi penelitian sesuai dengan masalah yang diteliti. Penelitian data ini dilakukan dengan cara :

1. Wawancara (Interview) adalah metode pengumpulan data secara lisan dengan melakukan wawancara langsung kepada pihak-pihak yang berwenang.

2. Kuesioner (Questionaire) adalah suatu cara pengumpulan data dengan cara memberikan daftar pertanyaan atau angket yang telah disediakan kepada responden, kuesioner yang diberikan kepada responden merupakan kuesioner tertutup dalam artian mengharapkan pertanyaan singkat dengan memilih pilihan jawaban yang telah tersedia.

(3)

66

3.4.2 Data Skunder

Metode pengumpulan data skunder yaitu pengumpulan data dan informasi yang diperlukan melalui catatan-catatan tertulis lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Metode ini dilakukan melalui kepustakaan (library research) adalah dengan menggumpulkan sumber yang memiliki keterkaitan dengan masalah yang diteliti meliputi profil rumah sakit, data luka tusuk jarum, dan jumlah dan identitas perawat di RSUD DR. Pringadi Medan.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

Variabel dan definsi operasional penelitian ini adalah :

1. Luka tusuk jarum, adalahterjadinya kerusakan kontunuitas jaringan yang sebabkan oleh jarum atau benda tajam lainnya (vial obat, pisau bedah, gunting, jarum injeksi, dan peralatan tajam lainnya).

2. Pengetahuan, meupakan kemampuan kognitif perawat, meliputi : a. Pengetahuan mengenai bahaya/risiko tertusuk jarum suntik. b. Pengetahuan mengenai cara bekerja yang aman.

c. Pengetahuan mengenai cara melakukan pembuangan alat yang telah digunakan.

d. Pengetahuan penanganan setelah terjadinya luka tusuk jarum.

3. Standar kerja, merupakanprosedur tindakan/pelaksanaan kerja, meliputi : a. Prosedur tindakan menyuntik.

b. Prosedur tindakan pemasangan infus.

(4)

67

4. Keterampilan merupakan Kemampuan, atau kesanggupan yang dimiliki seorang perawat dalam melakukan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan jarum suntik atau alat tajam lainnya, yaitu :

a. Kemampuan dalam mempersiapkan alat. b. Kemampuan melakukan tindakan.

c. Kemampuan melakukan penanganan setelah tindakan.

5. Pelaatihan/Training, Pelatihan yang telah diikuti oleh perawat dalam waktu 6 bulan terakhir berkaitan dengan pelatihan mengenai cara kerja yang aman dalam mencegah terjadinya luka tusuk jarum/luka akibat benda tajam lainnya.

6. Kewaspadaan universal, merupakan bagian dari upaya pengendalian infeksi di sarana pelayanan kesehatan yang prosedur nya dianggap sebagai pendukung program-program K3 bagi tegana kesehatan, seperti :

a. Cuci tangan mencegah infeksi silang

b. Pemakaian alat pelindung diri (APD) di antaranya pemakaian sarung tangan yang berguna dalam mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain.

c. Pengelolaam alat kesehatan bekas pakai.

d. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah terjadinya perlukaan. 7. Sarana, peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan

menyuntik, meliputi :

(5)

68

b. Ketersediaan safety box yang berlebel biohazard berwarna dasar kuning dengan tulisan merah.

c. Ketersediaan alat pelindung diri (APD).

d. Ketersediaan tempat sampah limbah infeksius dan non infeksius e. Ketersediaan peralatan dekontaminasi.

3.6 Metode Pengukuran 3.6.1 Luka tusuk jarum

Pengukuran variabel luka tusuk jarum atau luka akibat benda tajam lainnya pada periode 6 (enam) bulan terakhir yang terjadi pada perawat, dengan ketentuan pemberian skor “pernah” diberi skor 1 dan “tidak pernah” 0.

Dikategorikan sebagi berikut :

1. Tertusuk : Jika pernah mengalami kejadian luka jarum atau benda tajam.

2. Tidak tertusuk : Jika tidak pernah mengalami kejadian luka tusuk jarum atau benda tajam.

3.6.2 Pengetahuan

Pengetahuan responden di ukur berdasarkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada kuesioner. Jumlah pertanyaan-pertanyaan berjumlah 10 buah dengan ketentuan pemberian skor yaitu “benar” diberi skor 1 dan “salah” 0, skor

tertinggi 10. Dikategorikan sebagai berikut :

(6)

69

3.6.3 Standar Kerja

Standar kerja diukur berdasarkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada kuesioner. Jumlah pertanyaan berjumlah 7 adapun ketentuan

pemberian skor yaitu “ya” diberi skor 1 dan “tidak” 0, skor tertinggi 7. Menurut

jumlah nilai yang diperoleh responden, yaitu :

a. Baik : Bila jumlah nilai skor > nilai rata-rata. b. Tidak baik : Bila jumlah nilai skor ≤ nilai rata-rata. 3.6.4 Keterampilan

Keterampilan diukur berdasarkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada kuesioner. Jumlah pertanyaan berjumlah 6 adapun ketentuan

pemberian skor yaitu “ya” diberi skor 1 dan “tidak” 0, skor tertinggi 6. Menurut

jumlah nilai yang diperoleh responden, yaitu :

a. Baik : Bila jumlah nilai skor > nilai rata-rata. b. Tidak baik : Bila jumlah nilai skor ≤ nilai rata-rata. 3.6.5 Pelatihan/Training

Pengukuran variabel pelatihan/training yang diikuti oleh responden pada periode 6 (enam) bulan terakhir, dengan ketentuan pemberian skor “pernah” diberi

skor 1 dan “tidak pernah” 0. Dikategorikan sebagi berikut :

a. Pernah : Bila responden mengikuti pelatihan dalam periode 6 (enam) bulan terakhir.

(7)

70

3.6.6 Kewaspadaan universal

Kewaspadaan universal diukur berdasarkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada kuesioner. Jumlah pertanyaan-pertanyaan berjumlah 8 adapun

ketentuan pemberian skor yaitu “ya” diberi skor 1 dan “tidak” 0, skor tertinggi 8.

Menurut jumlah nilai yang diperoleh responden, yaitu : c. Baik : Bila jumlah nilai skor > nilai rata-rata. d. Tidak baik : Bila jumlah nilai skor ≤ nilai rata-rata. 3.6.7 Sarana Pelaksana

Pengukuran variabel ketersediaan sarana pelaksana dengan menggunakan daftar tilik/ check list berdasarkan pedoman Depertemen Kesehatan Republik Indonesia (2003)

a. Baik : Jika memenuhi kriteria Depkes. b. Tidak Baik : Jika tidak memenuhi kriteria Depkes.

3.7 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data (Notoatmodjo, 2002). Instrumen penelitian ini dapat berupa : 3.7.1 Kuesioner

(8)

71

3.7.1.1Validitas

(9)

72

3.7.1.2Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoadmodjo, 2002), dari hasil analisis di dapat nilai Alpha sebesar 0,892, sedangkan nilai r kritis (uji 2 sisi) pada signifikansi 5 % dengan n=46 (df=n-2=44) di dapat sebesar 0,2907. Maka dapat disimpulkan bahwa butir-butir instrument penelitian tersebut reliable atau dapat dipercaya.

3.8 Teknik Analisis Data 3.8.1 Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul diolah dengan cara computer dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Pengeditan (Editing)

Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.

2. Pengkodean (Coding)

Proses coding yaitu dengan membuat kode dalam rangka mempermudah perhitungan.

3. Pemasukan Data (Entering)

(10)

73

4. Pembersihan Data (Cleaning)

Pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan kedalam computer apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut dimungkinkan terjadi pada saat memindahkan data kedalam computer. Apabila ada data yang salah maka dilakukan editing data.

5. Pentabulasian (Tabulating)

Penyusunan data sedemikian rupa agar mempermudah analisa data dan pengolahan data serta pengambilan kesimpulan untuk dimasukkan kedalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

3.8.2 Teknik Analisis data 3.8.2.1Analisis Univariat

Yaitu analisis yang menggambarkan secara tunggal variabel-variabel independen dan dependen akan diolah dan disajikan ke dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, dan diagram pie. Data ini merupakan data primer yang dikumpulkan melalui pengisisan kuesioner yang rencananya dilakukan terhadap 46 responden. (Saryono, 2013).

3.8.2.2 Analisis Bivariat

(11)

74

(12)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.5 Gambaran Umum RSUD Dr. Pringadi Kota Medan 4.5.1 Sejarah RSUD Dr. Pringadi Kota Medan

Rumah Sakit Pirngadi didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda dengan

nama “Gemente Zieken Huis”. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Maria

Constantia Macky pada tanggal 11 Agustus 1928 dan diresmikan pada tahun 1930. Pada tahun 1942, rumah sakit ini diambil alih oleh bangsa Jepang dan

berganti nama menjadi “Syuritsu Byusono Ince” dan pimpinannya dipercayakan

kepada seorang putera Indonesia yaitu Dr. Raden Pirngadi Gonggo Putro. Pada masa negara Sumatera Timur pada tahun 1947 nama Rumah Sakit ini diganti menjadi Rumah Sakit Kota Medan, pada tahun 1952 semasa pimpinan dr. Ahmad Sofyan rumah sakit ini berubah menjadi Rumah Sakit Umum Medan.

(13)

76

yang berasal dari nama seorang putra bangsa Indonesia pertama yang menjadi pimpinan Rumah Sakit ini. Pada tanggal 27 Desember 2001 sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah Rumah Sakit Umum Dr. Pringadi Medan diserahkan kepemilikannya dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara kepada Pemerintah Kota Medan, pada April 2009 Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pringadi Kota Medan berubah kelembagaan menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pringadi Kota Medan.

(14)

77

Akhirnya pada tanggal 10 April 2007 Rumah Sakit Umum Dr. Pringadi Kota Medan resmi menjadi Rumah Sakit Umum Pendidikan berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 433/Menkes/SK/IV/2007. Rumah Sakit Umum Dr. Pringadi Kota Medan mengajukan permohonan untuk menjadi Badan Layanan Umum Daerah, dan pada bulan Oktober 2012 RSUD Dr. Pringadi Kota Medan menetapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. 4.5.2 Visi RSUD Dr. Pringadi Kota Medan

Visi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pringadi Kota Medan diyakini mampu memacu pelaksanaan tugas, fungsi yang diemban, termasuk merancang rencana strategis bisnis secara keseluruhan, pengelolaan sumber daya, pengukuran kinerja dan evaluasi bagi seluruh pelaku pelayanan kesehatan. Atas dasar

kebutuhan itulah, dirumuskan Visi “Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pringadi

Kota Medan Merupakan Pusat Rujukan dan Unggulan di Sumatera Bagian Utara 2015”.

Penjelasan dari visi diatas adalah sebagai berikut :

a. RSU Daerah Dr. Pringadi Kota Medan merupakan pusat rujukan bagi pasien yang berobat dari berbagai lapisan masyarakat.

(15)

78

4.5.3 Misi RSUD Dr. Pringadi Kota Medan

Misi adalah sesuatu yang harus dilaksanakan agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil sesuai dengan visi yang ditetapkan, dengan adanya misi diharapkan seluruh pegawai dan pihak-pihak yang berkepentingan dapat menyusun program dan kegiatan serta melaksanakannya agar dapat mencapai visi dan misi. Berdasarkan pemahaman tersebut Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pringadi Kota Medan merumuskan misi, sebagai berikut :

a. Memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, profesional dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

b. Meningkatkan pendidikan, penelitian dan pengembangan ilmu kedokteran serta kesehatan lain.

c. Mengembangkan manajemen rumah sakit yang profesional.

4.6 Jenis Pelayanan RSUD Dr. Pringadi Kota Medan

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pringadi Kota Medan merupakan salah satu rumah sakit rujukan dari beberapa rumah sakit yang ada di Sumatera Utara, RSUD Dr. Pringadi Kota Medan memiliki jenis pelayanan, meliputi : 1. Pelayanan Rawat Jalan

(16)

79

Tabel 4.1 Jenis Pelayanan Rawat Jalan Di RSUD Dr. Pringadi Kota Medan

No. Jenis Poliklinik

1 Poliklinik Penyakit Dalam 2 Poliklinik Bedah

10 Poliklinik Kulit & Kelamin 11 Poliklinik Urologi

12 Poliklinik Psikiatri (Jiwa) 13 Poliklinik Estetika/Kecantikan 14 Poliklinik Akupunktur

15 Poliklinik Gizi

16 Poliklinik Bedah Syaraf 17 Poliklinik Bedah Orthopedi 18 Poliklinik Psikologi

19 Poliklinik Paru 20 Klinik VCT 21 Klinik Vaksinasi

22 Pelayanan Medical Check UP (IDT) Sumber : Profil RSUD Dr. Pringadi Kota Medan Tahun 2015. 2. Pelayanan Gawat Darurat

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pringadi Kota Medan melayani Pelayanan Gawat Darurat selama 24 jam.

3. Pelayanan Rawat Inap

(17)

80

Tabel 4.2 Proposi Tempat Tidur Perkelas di Pelayanan Rawat Inap RSUD Dr. Pringadi Kota Medan.

No. Kelas Tempat tidur Presentase (%)

1 VVIP 1 0,15

2 VIP 43 6,71

3 Kelas I 109 17,03

4 Kelas II 117 18,28

5 Kelas III 235 36,71

6 Ruang Khusus 69 10,78

*Unit Stroke 8 1,25

*ICCU 6 0,93

*ICU 12 1,87

*Ruang KP 21 3,28

*HDU Lt. 5 8 1,25

*Neonati Lt. 5 7 1,09

*PICU 4 0,62

Total 640 100

Sumber : Profil RSUD Dr. Pringadi Kota Medan Tahun 2015. 4. Pelayanan Penunjang Medis

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pringadi Kota Medan memiliki beberapa pelayanan penunjang, seperti :

a. Radiologi : CT – Scan dengan 64 Slice. b. Patologi Klinik.

(18)

81

e. CSSD.

f. Rehabilitasi Medik. g. Bank Darah.

h. Ambulance sebanyak 4 unit. i. Haemodialisa dengan 65 unit. 5. Pelayanan Operatif

Pelayanan operatif yang dilakukan di RSUD Dr. Pringadi Kota Medan adalah a. Emergensi, dimana pelayanan ini dilakukan untuk operasi yang bersifat

emergensi.

b. Elektif atau terjadwal, dimana pelayanan ini dilakukan di Instalasi Bedah Sentral (IBS) untuk jenis operasi yang telah dijadwal sebelumnya.

4.7 Ketenagaan RSUD Dr. Pringadi Kota Medan

Dalam pelaksanaan pelayanannya RSUD Dr. Pringadi Kota Medan didukung oleh 1.821 pekerja dengan berbagai disiplin ilmu dan status kepegawaiannya, secara rinci dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :

Tabel 4.3 Ketenagaan Di RSUD Dr. Pringadi Kota Medan, Berdasarkan Fungsional Tahun 2016.

No. Jenis Ketenagaan PNS Honor Jumlah

1 Dokter Spesialis 106 15 121

2 Dokter Umum 40 5 45

3 Dokter Gigi 25 - 25

4 Apoteker 16 1 17

5 Paramedi Keperawatan 497 239 736

6 Paramedis Non

Keperawatan 181 63 244

7 Non Medis 275 358 633

JUMLAH 1.140 681 1.821

(19)

82

Tabel 4.4 Ketenagaan Di RSUD Dr. Pringadi Kota Medan,Berdasarkan Pendidikan Tahun 2016

No. Jenis Ketenagaan

PNS Honor

Jumlah Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan

1 SLTA Ke

Sumber : Profil RSUD Dr. Pringadi Kota Medan Tahun 2016.

4.8 Deskripsi Hasil Penelitian 4.8.1 Analisis Univariat

Analisis Univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi yang meliputi : Umur, Pendidikan Terakhir, Masa Kerja, Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya, Jumlah Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya, Penyebab Terjadinya Luka Tusuk jarum atau Benda Tajam Lainnya, dan Jenis Tindakan yang Berisiko Menyebabkan Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya. 4.8.1.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur

Berdasarkan kelas interval diperoleh distribusi responden menurut umur dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini.

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Umur RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2017

No Umur (th) Frekuensi (org) Presentase (%)

1. < 25 0 0

2. 25-35 11 23,9

3. > 35 35 76,1

(20)

83

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa jumlah responden berdasarkan umur responden <25 tahun berjumlah 0 orang (0%), 25-35 tahun berjumlah 11 orang (23,9%),dan >35 tahun ada 35 orang (76,1%).

4.8.1.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Berdasarkan hasil penelitian diperoleh distribusi responden menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.6 dibawah ini.

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2017

No Pendidikan Terakhir Frekuensi (org) Presentase (%)

1. D3 21 45,7

2. S1 21 45,7

3. S2 0 0

4. Lainnya 4 8,7

TOTAL 46 100

Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan sebagian besar responden adalah tamat D3 berjumlah 21 orang (45,7%), S1 berjumlah 21 orang (45,7%), dan lainnya berjumlah 4 orang (8,7%).

4.8.1.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa Kerja

Berdasarkan kelas interval diperoleh distribusi responden menurut masa kerja dapat dilihat pada tabel 4.7 dibawah ini.

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa Kerja RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2017

No Masa Kerja (th) Frekuensi (org) Presentase (%) 1. < 5 4 8,7 2. 5-10 18 39,1 3. >10 24 52,2

(21)

84

Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa masa kerja responden adalah <5 tahun berjumlah 4 orang (8,7%), 5-10 tahun berjumlah 18 orang (39,1%), dan >10 tahun ada 24 orang (52,2%).

4.8.1.4 Distribusi Frekuensi Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya Pada Perawat ICU dan IBS RSUD. Dr. Pringadi Kota Medan

(22)

85

lainnya, dan 6 (20.7%) tidak mengalami luka tusuk karena jarum atau benda tajam lainnya.

4.8.1.5 Distribusi Frekuensi Jumlah Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya Pada Perawat ICU dan IBS RSUD. Dr. Pringadi Kota Medan

Adapun gambaran mengenai jumlah luka tusuk karena jarum atau benda tajam lainnya yang dialami oleh perawat ruangan IBS dan ICUdapat dilihat pada tabel 4.10 dan tabel 4.11 dibawah ini.

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Jumlah Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya Pada Perawat IBS RSUD. Dr. Pringadi Kota Medan 2017

No Frekuensi (kali) Frekuensi (org) Persentase (%)

1. 1 6 37.5

2. 2 6 37.5

3. 3 2 12.5

4. 4 2 12.5

TOTAL 16 100

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Jumlah Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya Pada Perawat ICU RSUD. Dr. Pringadi Kota Medan 2017

No Frekuensi (kali) Frekuensi (org) Persentase (%)

1. 1 17 73.9

2. 2 6 26.1

TOTAL 23 100

(23)

86

ruang ICU sebagian besar responden 17 (73.9%) mengalami 1 (satu) kali tusukan dan 6 responden (26.1%) mengalami 2 (dua) kali tusukan.

4.8.1.6 Distribusi Frekuensi Penyebab Terjadinya Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya Pada Perawat ICU dan IBS RSUD. Dr. Pringadi Kota Medan

Adapun gambaran mengenai penyebab luka tusuk karena jarum atau benda tajam lainnya yang dialami oleh perawat ruangan IBS dan ICUdapat dilihat pada tabel 4.12 dan tabel 4.13 dibawah ini.

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Penyebab TerjadinyaLuka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya Pada Perawat IBS RSUD. Dr.

(24)

87

Jarum suntik (hypodermic needle) 5 (16.7%), Jarum spinal atau epidural 6 (20.0%), Jarum pada IV Line2 (6.7%), Jarum bedah (hecting needle) 14 (46.7%), Pisau bedah (scalpel) 2 (6.7%), dan Gunting 1 (3.3%). Sedangkan pada ruangan ICU penyebab terjadinya luka tusuk karena jarum atau benda tajam lainnya yaitu dikarenakan oleh Jarum suntik (hypodermic needle) 16 (69.6%), dan Benda kaca (ampul, vial, botol infus, pipet kaca, lainnya 7 (30.4%).

4.8.1.7 Distribusi Frekuensi Jenis Tindakan yang Berisiko MenyebabkanLuka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya Pada Perawat ICU dan IBS RSUD. Dr. Pringadi Kota Medan

Adapun gambaran mengenai jenis tindakan yang berisiko menyebabkan luka tusuk karena jarum atau benda tajam lainnya yang dialami oleh perawat ruangan IBS dan ICUdapat dilihat pada tabel 4.14 dan tabel 4.15 dibawah ini. Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Jenis Tindakan yang Berisiko Menyebabkan

Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya Pada Perawat IBS RSUD. Dr. Pringadi Kota Medan 2017

No Jenis Tindakan Frekuensi

(org)

Persentase (%) 1. Melakukan tindakan menjahit luka 15 53.6 2. Melakukan tindakan menyuntik 5 17.9 3. Membuka/menutup kembali tutup

jarum 3 10.7

4. Membersihkan sampah infeksius 1 3.6 5. Tindakan lainnya (menggunting, dan

memotong) 4 14.3

(25)

88

Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Jenis Tindakan yang Berisiko Menyebabkan Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya Pada Perawat ICU RSUD. Dr. Pringadi Kota Medan 2017

No Jenis Tindakan Frekuensi

(org)

Persentase (%) 1. Melakukan tindakan menyuntik 9 34.6

2. Mengambil obat 5 19.2

3. Membuka/memasang kembali tutup

jarum suntik 5 19.2

4. Mematahkan ampul/vial obat 7 26.9

TOTAL 26 100

Berdasarkan tabel 4.14 dan tabel 4.15 jenis tindakan yang berisiko menyebabkan luka tusuk karena jarum atau benda tajam lainnya pada ruangan IBS yaitu ketika melakukan tindakan menjahit luka15 (53.6%), melakukan tindakan menyuntik 5 (17.9%), membuka/memasang kembali tutup jarum 3 (10.7%), membersihkan sampah infeksius 1 (3.6%), tindakan lainnya (menggunting, dan memotong) 4 (14.3%). Sedangkan pada ruangan ICU jenis tindakan yang berisiko menyebabkan luka tusuk jarena jarum atau benda tajam lainnya yaitu melakukan tindakan menyuntik 9 (34.6%), mengambil obat 5 (19.2%), membuka/memasang kembali tutup jarum suntik 5 (19.2%), dan mematahkan ampul/vial obat 7 (26.9%).

perawat ICU dan IBS RSUD Dr. Pringadi Kota Medan.

4.8.1.8 Pengetahuan Responden Mengenai Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya

(26)

89

Tabel 4.16 Distribusi Jawaban Pengetahuan Responden Mengenai Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2017

No Pertanyaan Benar Salah Total

n % n % n %

1. Penggunaan sarung tangan saat tindakan injeksi dapat mengurangi risiko tertusuk jarum atau risiko terluka akibat instrumen tajam lainnya

31 67,4 15 32,6 46 100

2. Menempatkan spuit/scalpel

diatas mejas

peralatan/tindakan setelah digunakan tanpa disimpan dalam nieerbekken

33 71,7 13 28,3 46 100

3. Jarum/instrumen tajam yang menembus atau melukai kulit/rongga tubuh dicuci bersih dengan deterjen, dan kemudian dilakukan proses perebusan

41 89,1 5 10,9 46 100

4. Menggunakan bak spuit untuk membawa spuit atau jarum saat melaksanakan penyuntikan potensi risiko penularan HIV 10 kali lebih besar dari penularan hepatitis

41 89,1 5 10,9 46 100

7. Handwash diperlukan ketika hanya untuk melakukan tindakan injeksi, tindakan bedah,

danmembuka/menggunakan set sterill saja.

22 47,8 24 52,2 46 100

8 Recapping jarum suntik dapat dilakukan dengan menggunakan metode satu tangan

(27)

90

Tabel 4.16 menunjukkan diketahui sebanyak 31 orang (67,4%) mengetahui bahwa penggunaan sarung tangan saat tindakan injeksi dapat mengurangi risiko tertusuk jarum atau risiko terluka akibat instrumen tajam lainnya, responden yang menjawab menempatkan spuit/scalpel diatas mejas peralatan/tindakan setelah digunakan tanpa disimpan dalam nieerbekken dengan benar adalah sebanyak 33 orang (71,7%), sebanyak 41 orang (89,1%) mengetahui jarum/instrumen tajam yang menembus atau melukai kulit/rongga tubuh dicuci bersih dengan deterjen, dan kemudian dilakukan proses perebusan, sebanyak 25 orang (54,3%), mengetahui bahwa menggunakan bak spuit untuk membawa spuit atau jarum saat melaksanakan penyuntikan,sebanyak 24 orang (52,2%), bahwa jarum atau benda tajam lainnya yang telah selesai digunakan langsung dibuang ke tempat sampah, diketahui sebanyak 41 orang (89,1%) mengetahui bahwa luka tusuk jarum memiliki potensi risiko penularan HIV 10 kali lebih besar dari penularan hepatitis, sebanyak 22 orang (47,8%) mengetahui bahwa Handwash diperlukan ketika hanya untuk melakukan tindakan injeksi, tindakan bedah, dan membuka/menggunakan set sterill saja, diketahui sebanyak 18 orang (39,1%)

No Pertanyaan Benar Salah Total

n % n % n %

9. Tindakan yang dilakukan ketika mengalami luka tertusuk jarum dengan membersihkan bagian luar dan dalam luka secara bersamaan dengan menggunakan air mengalir

32 69,6 14 30,4 46 100

10 Selain hypodermic needle, needlestick injury juga dapat diakibatkan oleh wing needle, spinal needle, phlebotomy needle, hecting needle, dan catheter

(28)

91

mengetahui recapping jarum suntik dapat dilakukan dengan menggunakan metode satu tangan, sebanyak 22 orang (69,6%) mengetahui dengan baik tindakan yang dilakukan ketika mengalami luka tertusuk jarum dengan membersihkan bagian luar dan dalam luka secara bersamaan dengan menggunakan air mengalir, dan diketahui sebanyak 40 orang (87,0%) mengetahui bahwa Selain hypodermic needle, needlestick injury juga dapat diakibatkan oleh wing needle, spinal needle, phlebotomy needle, hecting needle, catheter.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh distribusi frekuensi responden menurut pengetahuan dapat dilihat pada tabel dibawah ini (Tabel 4.17).

Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2017

No Pengetahuan Frekuensi (org) Persentase (%)

1. Baik 21 45.7

2. Tidak Baik 25 54.3

Total 46 100

Berdasarkan tabel 4.17 diketahui bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik berjumlah 21 orang (45.7%), dan responden yang memiliki pengetahuan tidak baik berjumlah 25 orang (54.3%).

4.8.1.9 Standar Kerja Kegiatan Pelaksanaan Dalam Menggunakan Jarum Suntik atau Benda Tajam Lainnya

(29)

92

Tabel 4.18 Distribusi Jawaban Standar Kerja RespondenTerhadap Kegiatan Pelaksanaan Dalam Menggunakan Jarum Suntik atau Benda Tajam Lainnya Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2017

No Pertanyaan Benaar Salah Total

n % n % n %

1. Ampul obat dapat dipatahkan secara langsung pada bagian yang bertanda titik putih tanpa menggunakan bantalan kassa

31 67,4 15 32,6 46 100

2. Membiarkan jarum/spuit dalam keadaan menancap pada karet vial obat agar memudahkan untuk melakukan penambahan dosis obat

41 89,1 5 10,9 46 100

3. Menggunakan sarung tangan saat memasang atau melepas infus set

31 67,4 15 32,6 46 100 4. Masukkan jarum/benda

tajam yang telah digunakan goyang konteiner hingga sampah benda tajam masuk ke dalam wadah

36 78,3 10 21,7 46 100

6. Masukkan jarum/instrumen tajam lainnya ke dalam konteiner tanpa diberi desinfektan

41 89,1 5 10,9 46 100

7 Dekontamisi alat tajam paska pakai menggunakan larutan klorin 0,5 % selama 30 menit

31 67,4 15 32,6 46 100

(30)

93

penambahan dosis obat dengan benar adalah sebanyak 41 orang (89,1%), sebanyak 31 orang (64,7%) mengetahuibahwamenggunakan sarung tangan saat memasang atau melepas infus set, sebanyak 39 orang (84,8%) yang mengetahuibahwa memasukkan jarum/benda tajam yang telah digunakan ke dalam konteiner dengan diberi cairan desinfektan, sebanyak 36 orang (78,3%) mengetahuijarum/benda tajam bekas pakai dibuang ke konteiner dengan menggoyang-goyang konteiner hingga sampah benda tajam masuk ke wadah, sebanyak 41 orang (89,1%) mengetahuimasukkan jarum/instrumen tajam lainnya ke dalam konteiner tanpa diberi desinfektan, dan respon yang mengetahui bahwa dekontamisi alat tajam paska pakai menggunakan larutan klorin 0,5 % selama 30 menit sebanyak 31orang (64,7%).

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh distribusi frekuensi responden menurut penilaian standar kerja dapat dilihat pada tabel 4.22 dibawah ini.

Tabel 4.19 Distribusi Frekuensi Standar Kerja Responden RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2017

No Standar Kerja Frekuensi (org) Persentase (%)

1. Baik 22 47.8

2. Tidak Baik 24 52.2

Total 46 100

(31)

94

4.8.1.10 Tingkat Keterampilan Responden Mengenai Tindakan Dalam Menggunakan Jarum atau Benda Tajam Lainnya

Adapun gambaran mengenai tingkat keterampilan responden mengenai tiindakan dalam menggunakan jarum suntik atau benda tajam lainnya dapat dilihat pada tabel 4.20 dibawah ini.

Tabel 4.20 Distribusi Jawaban Tingkat Keterampilan RespondenMengenai Tindakan Penggunaan Jarum atau Benda Tajam LainnyaDr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2017

No Pertanyaan Ya Tidak Total

n % n % n %

1. Menggunakan teknik tanpa sentuh (hands free) pada saat memindahkan atau menyerahkan peralatan tajam dari satu orang ke orang lain

31 64,4 15 32,6 46 100

2. Menyimpan jarum/benda tajam yang telah dipergunakan pada konteiner khusus benda tajam

36 78,3 10 21,7 46 100

3. Mengambil jarum dan semprit yang terjatuh menggunakan forceps dan memisahkannya dari kembali penutup jarum dengan menggunakan single handed recapping method

(32)

95

Tabel 4.20 menunjukkan diketahui sebanyak 31 orang (64,4%) mengetahuimenggunakan teknik tanpa sentuh (hands free) pada saat memindahkan atau menyerahkan peralatan tajam dari satu orang ke orang lain, responden yang menjawab menyimpan jarum/benda tajam yang telah dipergunakan pada konteiner khusus benda tajam dengan benar adalah sebanyak 36 orang (78,3%), sebanyak 23 orang (50,0%) mengetahuibahwa mengambil jarum dan semprit yang terjatuh menggunakan forceps dan memisahkannya dari instrumen steril lainnya, sebanyak 36 orang (78,3%) yang mengetahui untuk mengganti sarung tangan jika diketahui sarung tangan telah robek walaupun hanya robekan kecil, sebanyak 35 orang (76,1%) mengetahui bahwa membengkokkan, mematahkan, ataupun melepaskan jarum dilakukan sebelum dibuang ke dalam box pembuangan khusus, dan sebanyak 24 orang (52,2%) mengetahui bahwa Setelah tindakan (menyuntik/memasang infus), saya menutup kembali penutup jarum dengan menggunakan single handed recapping method.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh distribusi frekuensi responden menurut tingkat keterampilam dapat dilihat pada tabel dibawah ini (Tabel 4.21).

Tabel 4.21 Distribusi Frekuensi Tingkat Keterampilan Responden di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2017

No Keterampilan Frekuensi (org) Persentase (%)

1. Baik 16 34.8

2. Tidak Baik 30 65.2

Total 46 100

(33)

96

4.8.1.11 Pelatihan/Training yang Diperoleh Responden Mengenai Cara Aman Dalam Melakukan Tindakan Penggunaan Jarum atau Benda Tajam Lainnya

Adapun gambaran pelatihan yang diperoleh responden mengenai cara aman dalam melakukan tindakan penggunaan jarum atau benda tajam lainnya dapat dilihat pada tabel 4.22 dibawah ini.

Tabel 4.22Distribusi Perolehan Pelatihan/Training RespondenMengenai Mengenai Cara Aman Dalam Melakukan Tindakan Penggunakan Jarum atau Benda Tajam LainnyaDr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2017

No Pertanyaan Pernah

Tidak terjadinya luka tusuk jarum/luka akibat instrumen tajam lainnya dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir

23 50,0 23 50,0 46 100

Tabel 4.22 menunjukkan sebanyak 23 orang (50,0%) memperoleh pelatihan/training mengenai cara bekerja yang aman dalam mencegah terjadinya luka tusuk jarum/luka akibat instrumen tajam lainnya dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir baik secara formal dan informal (job training, workshop, dan seminar) yang dilaksanakan oleh Tim Pengendalian Penyakit dan Infeksi RSUD Dr. Pringadi Kota Medan.

(34)

97

Tabel 4.23 Distribusi Frekuensi Pelatihan yang Diperoleh Responden RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2017

No Pelatihan/Training Frekuensi (org) Persentase (%)

1. Pernah 23 50.0

2. Tidak Pernah 23 50.0

Total 46 100

Berdasarkan tabel 4.23diketahui bahwa responden memperoleh pelatihan baik secara formal dan informal berjumlah 23 orang (50.0%), dan responden tidak memperoleh pelatihan secara formal dan informal berjumlah 23 orang (50.0%).

4.8.1.12 Tingkat Kewaspadaan UniversalResponden Terhadap Penggunaan Jarum atau Benda Tajam Lainnya

Adapun gambaran tingkat kewaspadaan universal responden terhadap penggunaan jarum atau benda tajam lainnya dapat dilihat pada tabel 4.24 dibawah ini.

Tabel 4.24 Distribusi Jawaban Tingkat Kewaspadaan Universal RespondenTerhadap Penggunaan Jarum atau Benda Tajam LainnyaDr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2017

No Pertanyaan Ya Tidak Total

n % n % n %

(35)

98

No Pertanyaan Benar Salah Total

n % n % n %

4. Saya menggunakan kain pelindung/celemek yang anti tembus darah/cairan tubuh lainnya setiap kali ada kemungkinan baju saya terkotori oleh aktivitas pekerjaan.

36 78,3 10 21,7 46 100

5. Saya mencuci tangan (handwash) selama 40-60 detik setelah melakukan kontak dengan pasien, setelah melakukan kontak dengan lingkungan di sekitar pasien, dan setelah 7. Melakukan desinfektan

instrumen benda tajam bekas pakai menggunakan cairan klorin 10% selama 10 menit

31 67,4 15 32,6 46 100

8. Melakukan recapping setelah melakukan tindakan injeksi

(36)

99

pekerjaan., sebanyak 44 orang (95,7%) mengetahui bahwa mencuci tangan (handwash) selama 40-60 detik setelah melakukan kontak dengan pasien, setelah melakukan kontak dengan lingkungan di sekitar pasien, dan setelah terkena cairan tubuh pasien, sebanyak 32 orang (69,6%) mengetahui bahwa spuit bekas pakai dibuang ke dalam box pembuangan khusus (safety box), diketahui sebanyak 31 orang (67,4%) bahwa melakukan desinfektan instrumen benda tajam bekas pakai menggunakan cairan klorin 10%, dan sebanyak 23 orang (50,0%) melakukan recapping setelah melakukan tindakan injeksi. Berdasarkan distribusi frekuensi rmenurut kewaspadaan universal yang diperoleh responden dapat dilihat pada tabel 4.25dibawah ini.

Tabel 4.25 Distribusi Frekuensi Kewaspadaan Universal Responden RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2017

No Kewaspadaan

Universal Frekuensi (org) Persentase (%)

1. Baik 25 54.3

2. Tidak baik 21 45.7

Total 46 100

Berdasarkan tabel 4.25diketahui bahwa responden memiliki tingkat kewaspadaan universal baik berjumlah 25 orang (54.3%), dan responden tingkat kewaspadaan universaltidak baik berjumlah 21 orang (45.7%).

4.8.1.13 Sarana Peralatan yang Tersedia untuk Melaksanakan Tindakan yang Berkaitan dengan Jarum Suntik atau Benda Tajam Lainnya

(37)

100

box), bak instrumen yang tersedia di ruangan, serta alat pelindung diri (safety shoes) yang kurang aman (safety). Sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.1 Safety box yang terdapat di ruanganIntenvise Care Unit (ICU)RSUD Dr. Pringadi Kota Medan 2017.

(38)

101

Gambar 4.3Safety shoes yang terdapat di ruanganIntalasi Bedah Sentral (IBS) RSUD Dr. Pringadi Medan.

4.9 Distribusi Frekuensi 4.9.1 Analisis Bivariat

Analisis Bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara Pengetahuan, Standar Operasional Prosedur, Keterampilan, Kewaspadaan Universal, dan Pelatihan Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya

4.9.1.1Hubungan Pengetahuan Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya

(39)

102

Tabel 4.26 Hubungan Pengetahuan Dengan Terjadinya LukaTusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya

No Variabel

Luka Tusuk

Jarum atau Benda

Tajam Lainnya Total (Value) Ya Tidak

Berdasarkan tabel 4.29 setelah dilakukan uji statistik terhadap pengetahuan dengan terjadinya luka tusuk karena jarum atau benda tajam lainya, dengan menngunakan Chi-Squaretestmaka didapat nilai Chi-Squarehitung sebesar 9,829 sedangkan nilai Chi-Squaretabel pada signifikansi 5%, dengan n=2 (df=r-1=1) maka diperoleh nilai sebesar 3,84. Sehingga H0ditolak dan H1diterima,

sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna anatara pengetahuan dengan terjadinya luka tusuk jarum atau benda tajam lainnya.

4.9.1.2Hubungan Standar Kerja Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya

(40)

103

Tabel 4.27 Hubungan Standar kerja Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya

No Variabel

Berdasarkan tabel 4.27 setelah dilakukan uji statistik terhadap standar kerja dengan terjadinya luka tusuk karena jarum atau benda tajam lainya, dengan menngunakan Chi-Squaretestmaka didapat nilai Chi-Squarehitung sebesar 4,750 sedangkan nilai Chi-Squaretabel pada signifikansi 5%, dengan n=2 (df= r-1 =1) maka diperoleh nilai sebesar 3,84. Sehingga H0ditolak dan H1diterima, sehingga

dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna anatara standar kerja dengan terjadinya luka tusuk jarum atau benda tajam lainnya.

4.9.1.3Hubungan Keterampilan Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya

(41)

104

Tabel 4.28 Hubungan Keterampilan Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya

No Variabel

Berdasarkan tabel 4.28 setelah dilakukan uji statistik terhadap keterampilan dengan terjadinya luka tusuk karena jarum atau benda tajam lainya, dengan menngunakan Chi-Squaretestmaka didapat nilai Chi-Squarehitung sebesar 9,829 sedangkan nilai Chi-Squaretabel pada signifikansi 5%, dengan n=2 (df= r-1 =1) maka diperoleh nilai sebesar 3,84. Sehingga H0ditolak dan H1diterima,

sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna anatara keterampilan dengan terjadinya luka tusuk jarum atau benda tajam lainnya.

4.9.1.4Hubungan Pelatihan/Training Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya

(42)

105

Tabel 4.29 Hubungan Faktor Pelatihan/Training Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya

No Variabel

Luka Tusuk

Jarum atau Benda

Tajam Lainnya Total (Value) Ya Tidak

Berdasarkan tabel 4.29 setelah dilakukan uji statistik terhadap pelatihan/training dengan terjadinya luka tusuk karena jarum atau benda tajam lainya, dengan menngunakan Chi-Squaretestmaka didapat nilai Chi-Squarehitung sebesar 8,256 sedangkan nilai Chi-Squaretabel pada signifikansi 5%, dengan n=2 (df= r-1 =1) maka diperoleh nilai sebesar 3,84. Sehingga H0ditolak dan

H1diterima, sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna

anatara pelatihan/training dengan terjadinya luka tusuk jarum atau benda tajam lainnya.

4.9.1.5Hubungan Kewaspadaan Universal Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya

(43)

106

Tabel 4.30 Hubungan Kewaspadaan Universal Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya

No Variabel

Luka Tusuk

Jarum atau Benda

Tajam Lainnya Total (Value) Ya Tidak

Berdasarkan tabel 4.30 setelah dilakukan uji statistik terhadap kewaspadaan universal dengan terjadinya luka tusuk karena jarum atau benda tajam lainya, dengan menngunakan Chi-Squaretestmaka didapat nilai Chi-Squarehitung sebesar 6,935 sedangkan nilai Chi-Squaretabel pada signifikansi 5%, dengan n=2 (df= r-1 =1) maka diperoleh nilai sebesar 3,84. Sehingga H0ditolak dan H1diterima, sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang

(44)

BAB V PEMBAHASAN

5.9 Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya

(45)

108

jarum atau benda tajam lainnya terbanyak ialah pada unit kerja Instalasi Bedah Sentral (IBS) dari 17 responden perawat sebanyak 16 perawat (94,10%) mengalami luka tusuk karena jarum atau benda tajam lainnya. Hal ini sejalan dengan pendapat American Nurse Associattion (2005) dalam Waliulu (2012) yang menyatakan bahwa perawat yang bekerja pada ruang operasi (bedah sentral) berisiko besar mengalami kecelakaan kerja terutama kecelakaan kerja akibat benda tajam oleh karena itu perawat ruang operasi diharuskan lebih memperhatikan prosedur penyelamatan sehingga hal-hal seperti kecelakaan kerja tersebut tidak terulang kembali. Hal serupa juga dinyatakan oleh Hermana (2006) bahwa sebagaian besar luka disebabkan oleh benda tajam di rumah sakit terjadi pada ruangan kamar operasi dan sebagian besar dikarenakan oleh pisau dan jarum karena kedua benda ini paling sering digunakan.

5.10 Penyebab Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya

(46)

109

59% - 94% seperti jarum hypodermic, dan jarum jahit (suturing needles), dan 8% - 10% disebabkan oleh instrument tajam seperti pisau operasi, pisau cukur, dan peralatan operasi lainnya. Hal senada disampaikan oleh CCD pada tahun 2004 faktor yang berkonstribusi dalam menyebabkan luka tusuk jarum atau benda tajam lainnya pada petugas kesehatan, yaitu : Jenis alat suntik meliputi (jarum hipodermik, jarum jahit, winged steel needles (butterfly), pisau bedah, jarum phledotomi, dan catheter. Menurut Bondolier (2003) beberapa aktivitas yang terkait dengan terjadinya luka tusuk jarum, antara lain : pada saat mengganti jarum, melakukan tindakan injeksi, kegiatan pengambilan sampel darah, pada saat membuang jarum, termasuk melakukan pengumpulan dan pembuangan bahan yang digunakan selama prosedur perawatan pasien, dan penanganan sampah dan linen yang kotor dimana pekerja mendapatkannya tanpa diduga.National Surveillance System for Health Care Workers di Amerika Serikat mengidentifikasi 6 (enam) jenis alat yang cendrung mengakibatkan luka tusuk pada perawat, yaitu : hypodermic needles, suture needles, winged steel needles (butterfly), scalpel blades, IV catheter stylets, dan phlebotomy needles.

(47)

110

Centers for Disease Control (CDC) (2002) menyatakan bahwa penyebab luka perkutan yang diakibatkan oleh jarum atau benda tajam di rumah sakit yaitu saat manipulasi (menggerakan) jarum pada pasien, hal yang berhubungan dengan pembuangan benda tajam, membersihkan benda-benda tajam, penyerahan atau pengoperan peralatan tajam, penyebab yang berhubungan dengan IV-line, bertabrakan dengan petugas kesehatan atau dengan benda tajam, membersihkan atau mengganti jarum, penyerahan spesimen, dan penyebab-penyebab lainnya. Hal yang serupa diungkapkan oleh Waliulu (2012) dalam penelitiannya bahwasannya penyebab luka benda tajam yang paling banyak yaitu saat melakukan injeksi sedangkan jenis benda tajam yang menyebabkan luka benda tajam yaitu

lancet. Hal ini dapat terjadi karena benda tajam yang paling sering digunakan dalam

tindakan medis adalah jarum untuk injeksi. Luka benda tajam ini dapat terjadi saat

persiapan alat, saat menggunakan alat, atapun saat membuang alat. Seperti data dari

RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung kejadian tersusuk jarum baikjarum suntik maupun

jarum jahit merupakan kejadian terbanyak yang dialami oleh para petugas kesehatan.

5.11 Hubungan Faktor Pengetahuan Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya

(48)

111

pengetahuan mengenai recapping jarum suntik dengan menggunakan metode 2 (dua) tangan sebanyak 60,9% responden membenarkan teknik recappingjarum dengan menggunakan 2 (dua) tangan dapat dilakukan, padahal menurutpenyataan Depkes (2003) bahwa prosedur penutupan jarum dapat dilakukan dengan menggunakan metode satu tangan dengan prinsip menyendok sehingga mencegah terjadinya jari tertusuk oleh jarum. Hal yang senada juga disampaikan oleh CCD (2004) bahwasannya salah satu faktor yang berkonstribusi dalam menyebabkan luka tusuk jarum atau benda tajam lainnya pada petugas kesehatan, yaitu cara kerja yang salah, seperti menutup kembali suntik dengan tutupnya menggunakan dua tangan.

(49)

112

dan IBS telah mengetahui mengenai bahaya/risiko tertusuk jarum suntik,mengenai cara bekerja yang aman, mengenai cara melakukan pembuangan alat yang telah digunakan, dan mengenai penanganan setelah terjadinya luka tusuk jarum akan tetapi, belum memahami pengetahuan yang telah diketahui tersebut pada saat akan menerapkan pedoman standar kerja. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian mengenai perawat yang memiliki pengetahuan baik tetapi mengalami luka tusuk jarum atau benda tajam lainnya.

5.12 Hubungan Faktor Standar Kerja Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya

(50)

113

memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor-faktor tersebut ialah ketersediaan sarana dan prasarana sehingga diharapkan dalam melakukan tindakan menyuntik sesuai dengan standar kerja yang tersedia.Berdasarkan Permenkes Nomor: 1438/MENKES/PER/IX/2010 mengenai standar pelayanan kedokteran dimana mengharuskan setiap fasilitas pelayanan kesehatan menyusun standar pelayanan dalam bentuk standar kerja sesuai dengan jenis dan status fasilitas kesehatan, dengan menyusun, menerapkan, dan mengevaluasi standar kerja diharapkan menjadi dokumen yang dipergunakan sebagai pedoman atau panduan dalam memberikan pelayanan sehingga mendorong terciptanya pelayanan yang bermutu dan aman petugas kesehatan, pasien, dan masyarakat sekitar. Meskipun demikian dalam penelitian ini masih ada perawat yang memiliki tingkat penerapan standar kerja yang baik tetapi mengalami luka tusuk jarum atau benda tajam lainnya, hal ini menurut penuturan beberapa perawat dan kepala ruangan meskipun diruangan telah memiliki standar kerja menyuntik, atau memasang infus tetapi terkadang para perawat tidak menerapkan dalam tindakan hanya berdasarkan rutinitas dan pengalaman yang didapati semasa dalam pendidikan terdahulu, dan standar kerja yang telah dimiliki hanya digunakan sebagai pelengkap dokumen.

5.13 Hubungan Faktor Katerampilan Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya

(51)

114

(52)

115

5.14 Hubungan Faktor Pelatihan/Training Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya

(53)

116

oleh 3 (tiga) faktor penyebab terjadinya luka tusuk jarum atau benda tajam seperti faktor manusia (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan masa kerja), faktor lingkungan (penerangan, suhu udara, serta kondisi lantai), dan faktor alat-alat tajam (kondisi alat tajam, dan letak alat tajam).

5.15 Hubungan Faktor Kewaspadaan Universal Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum asstau Benda Tajam Lainnya

Kewaspadaan universal merupakan bagian dari upaya pengendalian infeksi di sarana pelayanan kesehatan, penerapan kewaspadaan universal didasarkan pada keyakinan bahwa darah dan cairan tubuh sangat berpontensial menularkan penyakit, baik yang berasal dari pasien maupun petugas kesehatan (Depkes, 2010).Prinsip utama kewaspadaan universal ialah menjaga hiegine sanitasi individu, hiegine sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan. Berdasarkan hasil penelitian didapati bahwasannya 25 responden (54,3%) miliki tingkat kewaspadaan universal baik, responden tingkat kewaspadaan universaltidak baik berjumlah 21 orang (45.7%).Dari hasil pengelolaan data di dapatkan hasil, sebagai berikut :

1. Cuci tangan

a. Mencuci tangan sebelum tindakan, perawat melakukan cuci tangan sebelum tindakan dengan baik sebanyak 100%.

(54)

117

Menurut teori pedoman pelaksanaan kewaspadaan cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum dan setelah melakukan tidakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung lain. Hal ini akan mengkibatkan penyebaran kuman lewat tangan dan penyebaran penyakit bila tidak dilakukan. Adanya perawat tidak melakukan cuci tangan di dukung oleh laporan hasil penelitian surveilas pngendalian infeksi nosokomial di RSUD Dr Moewardi Tahun 2004. Dari hasil usap tangan (hand swab) perawat jumlah yang diperiksa 30 orang, jumlah perawat yang tercemat 30 orang (100%) dengan jenis isolat kuman. Stafilocus sebesar 42 %, strep to cocuc sebanyak 13 % n = 4, Eutamuba coli sebanya 6 % (n = 20), psudomnas sebanyak 22 % (n = 7), protens sebanyak 10 % (n = 3) dan jamur sebanyak 6% (n = 2).

2. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)

a. Perawat memakai alat pelindung dengan baik sebanyak 100% (sarung tangan), 93,5% (masker), dan 78,3% (gaun pelindung).

b. Perawat tidak memakai alat pelindung dengan baik sebanyak 6,5% (masker), dan 21,7% (gaun pelindung).

(55)

118

3. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai

a. Perawat melakukan pengelolaan alat bekas pakai dengan cara desinfektan menggunakan cairan klorin 10% dengan baik sebanyak 67,4%.

b. Perawat yang tidak melakukan pengelolaan alat bekas dengan cara desinfektan menggunakan cairan klorin 10% sebanyak 30,4%.

Dalam teori pedoman pelaksanaankewaspadaan universal pengelolaan alatbertujuan untuk mencegah penyebaran infeksimelalui alat tersebut untuk menjamin alattersebut dalam kondisi steril dan siap pakai.Dengan adanya perawat yang melakukanprosedur pengelolaan alat di dukung olehhasil penelitian INNOS pada kondisi sterilitasbeberapa jenis peralatan operasi di RSUD DrMowardi Surakarta didapatkan baju oeprasijumlah kuman atau swab 2 terdapat mikroorganisme jenis Stapilococus dan hasilpertumbuhan kuman tidak steril, sarungtangan jumlah kuman / swab, mikroorganisme jenisnya Streptococuspertumbuhan juman tidak steril dan handukjumlah kuman / swab 5 terdapat mikroorganisme Strptococus pertumbuhan kumantidak steril.

4. Pengelolaan jarum dan alat tajam lainnya

a. Perawat melakukan pengelolaan jarum dan alat tajam dengan menggunakan safety box dengan baik sebanyak 69,6%.

b. Perawat yang tidak melakukan pengelolaan jarum dan alat tajam dengan menggunakan safety box dengan baik sebanyak 30,4%.

(56)

119

luka tusukan sebelumatau selama pemakaian, 70 % kecelakaa kerja terjadi sesudah pemakaian dan sebelumpembuangan dan 13 % kecelakaan kerja terjadi sesuai pembuangan jarum dan alattajam. Sebelum dibawa ke tempat pembuangan akhir atau tempat pemusnahan maka perlu suatu wadah penampungan sementara yang bersifat kedap air dan tidak mudah bocor serta tahan tusukan, wadah penampungan jarum suntik bekas pakai harus dapat dipergunakan dengan satu tangan agar pada waktu memasukkan jarum tidak perlu memegangi jarum tersebut dengan tangan yang lainnya. Wadah tersebut ditutup dan diganti setelah ¾ bagian terisi, dan setelah ditutup tidak dapat dibuka kembali sehingga isi tidak tumpah. Hal ino bertujuan untuk menghindari perlukaan pada saat pengelolaan sampah selanjutnya (Depkes, 2010).

5. Recappingsetelah melakukan tindakan injeksi

a. Perawat melakukan recapping jarum setelah melakukan tindakan injeksi sebanyak 50%.

b. Perawat tidak melakukan recapping jarum setelah melakukan tindakan injeksi sebanyak 50%.

(57)

120

gunakan cara penutupan dengan menggunakan satu tangan (single handed recapping method) yang berguna untuk mencegah jari tertusuk jarum. Sedangkan menurut Zewdie (2013) yang menyatakan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana yaitu seperti adanya fasilitas yang mendukung petugas kesehatan dalam melaksanankan kewaspadaan universal, seperti tersedianya sarana dan prasaranan cuci tangan, alat pelindung diri (APD), bahan atau perlengkapan untuk melakukan desinfektan dan sterilisasi, dan perlengkapan untuk penanganan benda tajam dan pengelolaan sampah medis. Penerapan kewaspadaan universal di suatu layaan kesehatan akan tergantung antara lain adanya tersedia peralatan medik dan saranan yang dibutuhkan oleh petugas kesehatan, ketersediaan dan kemudahan mendapatkan alat pelindung diri (APD) merupakan faktor yang memegang peran penting dalam memenuhi standar kewaspadaan universal.

5.16 Hubungan Faktor Ketersedian Sarana Pelaksana Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya

(58)

121

(59)

122

(60)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya luka tusuk pada perawat IBS dan ICU Di RSUD Dr. Pringadi Kota Medan, maka dapat disimpulkan penelitian sebagai berikut :

1. Jumlah perawat IBS yang mengalami luka tusuk jarum dan benda tajam lainnya lebih besar (94,1%) dibandingkan jumlah perawat ICU (79.3%) yang mengalami luka tusuk jarum atau benda tajam lainnya.

2. Luka tusuk jarum atau benda tajam lainnya sebagian besar pada perawat IBS disebabkan oleh jarum suntik (hypodermic needle) (16.7%), jarum spinal atau epidural (20.0%), dan jarum bedah (hecting needle) (46.7%). Sedangkan pada perawat ICU disebabkan oleh Jarum suntik (hypodermic needle) (69.6%), dan Benda kaca (ampul, vial, botol infus, pipet kaca, lainnya) (30.4%).

(61)

124

4. Perawat dengan pengetahuan baik mempunyai risiko luka tusuk jarum atau benda tajam lainnya lebih kecil daripada perawat dengan pengetahuan tidak baik

5. Perawat yang melakukan penerapan standar kerja penyuntikan, pemasangan infus, dan pengelolaan benda tajam dengan baik mempunyai risiko luka tusuk jarum atau benda tajam lainnya lebih kecil daripada perawat yang tidak melakuak penerapan standar kerja pada saat melakukan tindakan injeksi. 6. Perawat berketerampilan baik mempunyai risiko luka tusuk jarum atau benda

tajam lebih kecil daripada perawat dengan keterampilan tidak baik.

7. Perawat yang telah mengikuti pelatihan mengenai cara bekerja yang aman dalam mencegah terjadinya luka tusuk jarum atau benda tajam lainnya mempunyai risiko luka tusuk jarum atau benda tajam lainnya lebih kecil daripada perawat yang tidak pernah mengikuti pelatihan.

8. Perawat dengan kewaspadaan universal baik mempunyai risiko luka tusuk jarum atau benda tajam lainnya lebih kecil daripada perawat dengan kewaspadaan universal tidak baik.

9. Sarana prasarana tindakan menyuntik di RSUD Dr.Pringadi Kota Medan masih begitu kurang, terutama pada peralatan keselamatan kerja salah seperti safety box, dan safety shoes.

6.2 Saran

(62)

125

1. Perlunya upaya peningkatan pengetahuan terhadap perawat khususnya perawat IBS dan ICU Di RSUD Dr.Pringadi Kota Medan melalui pemberian pelatihan mengenai peningkatan keterampilan dalam bekerja khususnya dalam penggunaan benda tajam, dan mengenai kewaspdaan universal (Universal Precaution).

2. Perlunya ketersediaan standar kerja tindakan yang berkaitan dengan benda tajam di ruangan kerja, sehingga dalam memlakukan tindakan yang berkaitan dengan benda tajam dapat dilakukan sesuai dengan standar kerja yang telah ditetapkan sehingga tidak hanya berdasarkan pengalaman bekerja.

Gambar

Tabel 4.1 Jenis Pelayanan Rawat Jalan Di RSUD Dr. Pringadi Kota Medan
Tabel 4.2 Proposi Tempat Tidur Perkelas di Pelayanan Rawat Inap RSUD
Tabel 4.3 Ketenagaan Di RSUD Dr. Pringadi Kota Medan, Berdasarkan
Tabel 4.5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perencanaan Jalan Lingkar Selatan Kota Lubuklinggau Provinsi Sumatera Selatan Sta 0+000 s/d 8+263 “.. Adapun tujuan penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi syarat dalam

Dalam agency cost apabila struktur modal melalui hutang maka akan dapat meningkatkan agency cost suatu perusahaan dan apabila struktur modal menggunakan ekuitas

fumlah calon penyedia yang mendaftar sebanyak 15 (lima belasJ perusahaan,. antara lain

Pada hari ini Kamis, tanggal Satu bulan September tahun Dua Ribu Enam Belas berdasarkan hasil Evaluasi Panitia Lelang Penataan Halaman Dan Finishing Gedung Kantor PA Ende

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penentuan Kandungan Energi Bruto Tepung Ikan untuk Bahan Pakan Ternak Menggunakan Teknologi Near InfraRed (NIR) adalah karya saya

( Accelerated Shelf Life Test ) Berdasarkan Suhu (Metode Arrhenius) Kenali produk Anda. Karbohidrat pd kondisi amorphous dapat mengalami kristalisasi pada

dan masih digunakan sampai saat ini di Indonesiabagian timur.Tomlison (1986) menggunakan kata mangrove untuk menyatakan tumbuhan maupun komunitasnya, dan ada juga yang

PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA..