ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI
PABRIK KELAPA SAWIT
(Studi Kasus Kabupaten Aceh Utara, Nanggroe Aceh
Darussalam)
SKRIPSI
MUKTI
A14103691
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
RINGKASAN
MUKTI. Analisis Kelayakan Investasi Pabrik Kelapa Sawit (Studi Kasus
Kabupaten Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam). Di bawah bimbingan RITA
NURMALINA SURYANA.
Kelapa sawit merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi salah satu penghasil devisa non-migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia mendorong pemerintah Indonesia untuk mengembangkan industri kelapa sawit secara terintegratif (agroindustri). Pengembangan industri kelapa sawit sebagai proses untuk meningkatkan added value bagi produk-produk yang berbasiskan kelapa sawit, didukung oleh kebijakan-kebijakan pemerintah seperti program revitalisasi perkebunan 2006-2010 (Departemen Pertanian,2006) dan subsisdi investasi untuk perkebunan (Departemen Keuangan,2006).
Kabupaten Aceh Utara yang merupakan salah satu daerah potensial untuk pengembangan industri kelapa sawit dengan luas areal perkebunan 29.187 ha dan produksi 399.193 ton (2006). Pengembangan industri kelapa sawit baik perluasan lahan maupun perbaikan produktivitas menyebabkan meningkatnya total produksi tandan buah segar (TBS) sehingga membutuhkan pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS). Berdasarkan luas areal dan total produksi, Kabupaten Aceh Utara sudah memenuhi syarat untuk pembangunan pabrik kelapa sawit sebagaimana yang telah direkomendasi oleh pemerintah terkait dengan paket program kebun kredit koperasi primer (KKPA) dan peraturan perizinan pembangunan pabrik kelapa sawit (Peraturan Menteri Pertanian No. 26/Permentan/OT.140/2/2007). Sehingga diperlukan penelitian tentang studi kelayakan pembangunan pabrik kelapa sawit sebagai referensi layak atau tidaknya pembangunan pabrik kelapa sawit untuk dilaksanakan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) Menganalisis kelayakan investasi pembangunan pabrik kelapa sawit berdasarkan aspek teknis, institusional, pasar, sosial dan lingkungan (non-finansial). (2) Menganalisis tingkat kelayakan investasi pabrik kelapa sawit berdasarkan aspek finansial, serta (3) Menganalisis sensitivitas kelayakan pabrik kelapa sawit terhadap perubahan biaya produksi dan penurunan kapasitas produksi. Penelitian dilakukan pada Agustus-September 2008. Data yang digunakan merupakan data primer dan sekunder yang diperoleh melalui observasi langsung serta studi literatur. Analisis dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif serta di kelompokkan menjadi dua skenario, skenario I menggunakan dana sendiri sementara skenario II menggunakan dana pinjaman kredit perbankan. Analisis kualitatif dilakukan secara deskriptif melalui observasi dan studi literatur sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan metode analisis finansial berdasarkan kriteria NPV, IRR, B/C Ratio, Payback Period serta analisis sensitivitas mengunakan indikator kenaikan biaya produksi sebesar 10 persen dan penurunan kapasitas produksi 10 persen.
ingin dicapai dari pembangunan pabrik kelapa sawit. Sedangkan dari aspek finansial berdasarkan asumsi-asumsi dan kriteria yang digunakan untuk skenario I (dana sendiri) layak dilaksanakan dengan nilai NPV Rp. 106.698.657.000, IRR 22,34, B/C 2,30, PP 3 tahun 8 bulan. Sementara skenario II (pinjaman) tidak layak untuk dilaksanakan secara finansial menurut hasil penilaian NPV (-Rp. 30.727.367.000, IRR 9,03, B/C 0,63, PP 6 tahun 4 bulan. Total investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan pabrik kelapa sawit sebesar Rp.82.368.421.000. Hasil analisis sensitivitas dengan indikator kenaikan biaya produksi dan penurunan kapasitas produksi, skenario I (dana sendiri) masih memungkinkan untuk dilaksanakan sedangkan pada skenario II (pinjaman) pembangunan pabrik kelapa sawit tidak layak untuk dilaksanakan.
ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI
PABRIK KELAPA SAWIT
(Studi Kasus Kabupaten Aceh Utara, Nanggroe Aceh
Darussalam)
MUKTI
A14103691
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
Judul : Analisis Kelayakan Investasi Pabrik Kelapa Sawit (Studi Kasus
Kabupaten Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam)
Nama : Mukti
NRP : A14103691
Disetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS. NIP.19550713 198703 2 001
Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian
Prof.Dr.Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 19571222 198203 1 002
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul”Analisis Kelayakan
Investasi Pabrik kelapa Sawit, Studi Kasus kabupaten Aceh Utara, Nanggroe
Aceh Darussalam” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka dibagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 30
Mei 1980. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Wahi
dan Djuharen. Pendidikan formal penulis dimulai dari SDN 1 Samakurok Aceh
Utara (1992), SMPN 1 Samakurok Aceh Utara (1995) dan SMUN 1
Lhokseumawe (1998). Diploma III Program Studi Teknisi Peternakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2000 selasai tahun 2003.
Kemudian tahun 2004 melanjutkan Strata I esktensi Manajemen Agribisnis,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T. atas segala
Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan
Investasi Pabrik Kelapa Sawit Kapasitas 30 ton TBS/jam (Studi Kasus Kabupaten
Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam)” ini dapat diselesaikan. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pertanian pada
fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat kelayakan
Investasi pembangunan Pabrik Kelapa sawit (PKS) yang meliputi aspek financial
dan non-finansial serta analisis sensitivitas terhadap perubahan biaya produksi dan
penurunan kapasitas produksi. Penelitian dilakukan di Kabupaten Aceh Utara
Naggroe Aceh Darussalam.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan penulis, kritik dan saran
sangat diharapkan untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2009
UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Alhamdulillah, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati
penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap proses
penyusunan skripsi ini:
1. Keluarga penulis, atas segala pengorbanan dan ketabahan dalam mendidik
penulis.
2. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS, atas segala bimbingan, arahan, dorongan
moral dan pengorbanan waktu yang telah diberikan dalam proses
penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.
3. Tanti Novianti, SP, M.Si, selaku dosen penguji utama serta dosen
evaluator kolokium atas kritik dan saran yang telah diberikan dalam
penyempurnaan skripsi ini.
4. Arif Karyadi Uswandi, SP, selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan
atas koreksi dan saran yang telah diberikan.
5. Pimpinan beserta staff esktensi Manajemen Agribisnis.
6. Yosep Fernando selaku pembahas dalam seminar Skripsi.
7. Rekan dan sahabat, atas segala bantuannya.
8. Unit khusus bantuan korban bencana tsunami IPB, atas batuan biaya
pendidikan.
9. Fredericus Damianus, Direktur Utama PT. Bumi Maju Sawit, Sulawesi
10.Ir. Hasballah, Manager Pengembangan Bisnis PT. PDPA, Nanggroe Aceh
Darussalam.
11.Pengurus dan Penghuni Asrama Mahasiswa Aceh Leuser. Bogor
12.Pengurus Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) Bogor.
13.Semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah
DAFTAR ISI
2.4. Pengolahan Kelapa Sawit ... 10
2.5. Penelitian Terdahulu... 11
III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 15
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 15
3.1.1 Investasi ... 15
3.1.2 Studi Kelayakan Proyek ... 15
3.1.3 Aspek-aspek Analisis Kelayakan ... 16
3.1.3.1 Aspek teknis ... 17
3.1.3.2 Aspek Pasar ... 17
3.1.3.3 Aspek Institusional ... 17
3.1.3.4 Aspek Sosial dan Lingkungan ... 18
3.1.3.5 Aspek Finansial ... 18
3.1.4. Analisis sensitivitas ... 19
3.1.5. Arus kas ... 20
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 20
IV. METODE PENELITIAN ... 23
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23
4.2. Jenis dan Sumber Data ... 23
4.4. Kriteria Kelayakan Investasi ... 24
4.5. Asumsi Dasar Yang Digunakan ... 26
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 29
5.1. Deskripsi Sekilas Kabupaten Aceh Utara ... 29
5.2. Letak Geografis dan Iklim ... 30
5.3. Pertumbuhan Ekonomi ... 30
5.4. Potensi Perkebunan Kabupaten Aceh Utara ... 31
VI. ANALISIS KELAYAKAN NON-FINANSIAL ... 32
6.1. Aspek Teknis ... 32
6.1.1. Lokasi Pabrik ... 32
6.1.2. Fasilitas Produksi dan Pendukung ... 33
6.1.3. Ketersediaan Bahan Baku ... 33
6.1.4. Analisis Kebutuhan Bahan Baku dan Jumlah Produksi ... 34
6.1.5. Proses Produksi ... 35
6.1.5.1. Proses Esktraksi ... 35
6.1.5.2. Proses Pemurnian ... 37
6.1.6. Mutu Produk ... 38
6.1.7. Hasil Analisis Aspek Teknis ... 38
6.2. Aspek Manajemen ... 39
6.2.1. Bentuk dan Struktur Organisasi ... 39
6.2.2. Penyerapan tenaga Kerja ... 39
6.2.3. Hasil Analisis Aspek Manajemen ... 40
6.3. Aspek Pasar ... 40
6.3.1. Gambaran sekilas Perkembangan Produksi dan Konsumsi Dunia ... 42
6.3.2. Gambaran sekilas Perkembangan Produksi dan Konsumsi Indonesia ... 43
6.3.3. Potensi dan Prospek Pemasaran Minyak Kelapa Sawit ... 44
6.3.4. Market Share Minyak Kelapa Sawit Indonesia ... 47
6.3.5. Sistem Distribusi ... 48
6.3.6. Hasil Analisis Aspek Pasar ... 49
6.4. Aspek Lingkungan dan Sosial ... 49
6.4.1. Dampak Negatif Kegiatan Operasional Pabrik Kelapa Sawit ... 50
6.4.2. Dampak Positif Pembangunan Pabrik Kelapa Sawit ... 51
6.3.3. Hasil Analisis Aspek Lingkungan dan Sosial ... 52
VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL ... 53
7.1. Ruang Lingkup Analisis ... 53
7.2. Proyeksi Arus Kas ... 53
7.2.1 Pengeluaran (Outflow) ... 54
7.2.1.1 Biaya Investasi ... 54
7.2.1.2 Biaya Operasional ... 55
7.3. Proyeksi Laba-Rugi ... 57
7.4. Kriteria Kelayakan Investasi ... 60
7.4.1. Net Present Value (NPV) ... 60
7.4.2. Internal rate of Return (IRR) ... 61
7.4.3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) ... 61
7.4.4. Payback Period (PP) ... 62
7.5. Analisis Sensitivitas ... 62
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 66
8.1. Kesimpulan ... 66
8.2. Saran ... 67
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1. Perkembangan Luas Area dan Produksi Kelapa Sawit Kab. Aceh Utara
(1997-2006) ... 3
2. Pabrik Kelapa Sawit di Nanggroe Aceh Darussalam ... 4
3. Potensi Ketersedian Bahan Baku TBS ... 34
4. Proyeksi Kebutuhan Kapasitas PKS dan Produksi CPO/PKO ... 35
5. Komposisi Penggunaan Tenaga Kerja ... 40
6. Eskpor CPO dan Produk Turunan... 47
7. Rekapitulasi Biaya Investasi Pabrik Kelapa Sawit ... 54
8. Biaya Operasional ... 55
9. Rekapitulasi Penerimaan dan Produksi ... 57
10. Rekapitulasi Proyeksi Laba-Rugi dan Pajak ... 58
11. Ringkasan Analisis Kriteria Investasi Pabrik Kelapa sawit ... 60
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Alur Proses Pabrik Kelapa Sawit Kapasitas 30 ton TBS/jam ... 10
2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 22
3. Negara-Negara Penghasil Minyak Kelapa Sawit ... 42
4. Negara Pengkonsumsi CPO Terbesar Dunia ... 43
5. Konsumsi Minyak kelapa Sawit Dunia (2004-2007) ... 43
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Cashflow Skenario I ... 71
2. Cashflow Skenario II ... 72
3. Cashflow Skenario I, pada Indikator Kenaikan Biaya Produksi 10% ... 73
4. Cashflow Skenario II, pada Indikator Kenaikan Biaya Produksi 10% ... 74
5. Cashflow Skenario I, pada Indikator Penurunan Kapasitas Produksi 10% ... 75
6. Cashflow Skenario II, pada Indikator Penurunan Kapasitas Produksi 10% ... 76
7. Proyeksi Laba-Rugi ... 77
8. Proyeksi Laba-Rugi, Pada Indikator Kenaikan Biaya Produksi ... 78
9. Proyeksi Laba-Rugi, Pada Indikator penurunan Biaya Produksi ... 79
10.Produksi, Bahan Baku dan Penjualan ... 80
11.Produksi, Bahan Baku dan Penjualan ,Pada Indikator Penurunan Biaya Produksi ... 81
12.Biaya Operasional ... 82
13.Investasi Fisik ... 83
14.Proyeksi Biaya Operasional dan Pemeliharaan kendaraan ... 86
15.Penyusutan, Modal kerja dan Biaya bahan Pembantu Proses produksi ... 87
16.Biaya Pra-Operasional dan biaya Administrasi ... 88
17.Proyeksi Biaya Gaji Karyawan ... 89
18.Penarikan kredit ... 91
19.Potensi areal Produksi dan Jumlah Petani Perkebunan Rakyat ... 92
20.Penggunaan Lahan Perkebunan Besar di Kab. Aceh Utara ... 93
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelapa sawit sebagai penghasil minyak kelapa sawit (Crude palm oil) dan inti kelapa sawit (Kernel Palm Oil) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Hal
ini disebabkan oleh permintaan dan harga produk CPO di pasar dunia meningkat
pesat dalam beberapa dekade terakhir ini, seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan inovasi terhadap produk-produk turunan dari kelapa sawit yang
dapat digunakan sebagai bahan baku beberapa sektor industri lain (industri hilir).
Berkembangnya industri hilir (downstream industry), dan cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia
mendorong pemerintah Indonesia untuk mengembangkan industri kelapa sawit
secara terintegratif (agroindustri). Pengembangan industri kelapa sawit secara
terintegratif dengan cara mensinergikan berbagai potensi yang ada dilakukan
untuk dapat menciptakan added value bagi produk-produk yang berbasiskan kelapa sawit. Selain itu, Pengembangan industri kelapa sawit secara terintegratif
akan mendorong pertumbuhan pembangunan, terciptanya lapangan pekerjaan
baru, penurunan angka pengangguran dan kemiskinan serta mempercepat proses
alih tehnologi kepada masyarakat (petani).
Pengembangan industri kelapa sawit juga tidak terlepas dari adanya
kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai insentif, seperti program
revitalisasi perkebunan 2006 – 2010 yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal
dan bantuan subsidi investasi untuk perkebunan sebagaimana yang tercantum
dalam Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan No.
117/PMK.06/2006 tentang kredit untuk perkembangan energi nabati dan
revitalisasi perkebunan (KPEN – RP). Penyebaran dan rencana pengembangan
industri kelapa sawit (perkebunan kelapa sawit) di Indonesia sebagian besar
berada di wilayah Sumatera, Kalimatan, Sulawesi dan Papua.
Dalam beberapa dekade terakhir luas areal perkebunan kelapa sawit terus
meningkat dari 290 ribu hektar pada tahun 1980 menjadi 5,9 juta hektar pada
tahun 2006 (Dirjen. Perkebunan, 2007). Bertambahnya luas perkebunan kelapa
sawit, menyebabkan total produksi minyak kelapa sawit Indonesia meningkat
pesat, dari 1,71 juta ton (1988) menjadi 5,38 juta ton pada tahun 1997. Tahun
1998, produksi minyak kelapa sawit mengalami penurunan menjadi 5 juta ton,
karena krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia. Tahun selanjutnya (1999)
kembali mengalami peningkatan sampai dengan awal tahun 2008, produksi
minyak kelapa sawit Indonesia mencapai angka 18 juta ton melampaui total
produksi Malaysia (GAPKI, 2008)1.
Aceh Utara yang merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Nanggroe
Aceh Darussalam memiliki potensi yang sangat besar untuk pengembangan
kelapa sawit di Indonesia baik dari segi luas areal maupun produksi. Pada tahun
2006 luas tanaman kelapa sawit telah mencapai 29.187 ha dan total produksi
399.193 ton yang terdiri dari perkebunan rakyat 14.834 ha dengan produksi
sejumlah 155.192 ton dan perkebunan besar seluas 14.353 ha dengan produksi
sejumlah 244.001 ton dan diperkirakan akan terus meningkat dimasa yang akan
datang (Tabel .1).
Tabel 1. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit kab. Aceh Utara
Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Utara (2007)
Peningkatan produksi dan perluasan areal perkebunan kelapa sawit yang
terus meningkat tidak dibarengi dengan pembangunan pabrik kelapa sawit di
sekitar areal perkebunan. Berdasarkan Dinas perkebunan Nanggroe Aceh
Darussalam (Tabel.2), saat ini di Kabupaten Aceh Utara hanya terdapat satu
pabrik kelapa sawit yang merupakan milik PT. Perkebunan Nusantara I yang
berkapasitas produksi 45 ton TBS per jam, dengan kapasitas pengolahan 80% dari
kapasitas terpasang sehingga hanya mampu mengolah tandan buah segar (TBS)
milik perkebunan sendiri menjadi crude palm oil (CPO) dan palm kernel oil (PKO).
Berdasarkan luas areal perkebunan dan hasil produksi, Kabupaten Aceh
Utara sudah memenuhi aspek syarat perlu dan aspek syarat cukup untuk
pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) kapasitas 30 ton TBS per jam,
sebagaimana yang telah direkomendasikan oleh pemerintah terkait dengan paket
program kebun kredit koperasi primer untuk anggota (KKPA) dengan luasan
lahan 6000 ha ke atas (PPKS, 2002). Selain itu kontinuitas kecukupan pasokan
TBS bagi pabrik kelapa sawit sudah sesuai dengan peraturan perizinan
pembangunan pabrik kelapa sawit (Peraturan Menteri Pertanian
minimal 20 persen dari kemampuan menyediakan pasokan TBS oleh kebun yang
menjamin pasokan TBS.
Tabel 2. Pabrik Kelapa Sawit di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Nama Perusahaan Kapasitas Produksi (ton/jam)
Pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) merupakan bagian integral dari
pembangunan industri kelapa sawit. Tanpa pabrik kelapa sawit, pengembangan
industri hulu (kebun kelapa sawit) baik perluasan lahan maupun perbaikan
produktivitas di daerah-daerah, seperti Aceh Utara akan sia-sia. Karena sifat dari
produk TBS yang jumlahnya banyak dan mudah rusak, sehingga memerlukan
produksi TBS seperti Kabupaten Aceh Utara, sangat membantu petani yang
memiliki luas lahan yang relatif terbatas, untuk menampung hasil produksi dari
kebun yang di usahakannya. Selama ini petani harus menambah biaya transportasi
untuk pengangkutan TBS ke pabrik kelapa sawit lain di wilayah (Kab. Aceh
Timur, Tamiang atau Prov.Sumatra Utara) yang jaraknya lebih jauh dari areal
perkebunan. Oleh karena itu tidak sedikit TBS yang dihasilkan dari kebun,
terlantar dan membusuk di sekitar tempat pengumpulan.
Lambatnya proses penanganan terhadap TBS tentu saja menyebabkan
penurunan kualitas dan harga jual TBS menjadi rendah. Selain itu terjadi
perpindahan sumber pendapatan daerah ke daerah lain (Kab. Aceh Timur,
Tamiang atau Prov. Sumatra Utara) dari proses penciptaan nilai tambah produk
kelapa sawit yang dihasilkan oleh sektor perkebunan rakyat Kabupaten Aceh
Utara. Untuk mengantisipasi lonjakan produksi TBS perkebunan rakyat dan
hilangnya potensi sumber pendapatan daerah, maka diperlukan pembangunan
pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton TBS per jam.
Investasi pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) kapasitas 30 ton TBS
per jam di Kabupaten Aceh Utara selain memberikan manfaat juga menimbulkan
biaya dan resiko. Hal ini menuntut perlunya perencanaan yang tepat dan objektif
untuk menganalisis manfaat dan resiko atas kegiatan investasi tersebut. Salah satu
analisis yang diperlukan adalah studi kelayakan investasi. Analisis ini dilakukan
untuk melihat layak atau tidaknya investasi dilakukan berdasarkan aspek aspek
yang dikaji sehingga dapat memberikan gambaran tepat kepada para investor yang
berminat dalam mengambil keputusan untuk berinvestasi di Kabupaten Aceh
Dengan adanya pembangunan pabrik kelapa sawit, akan menciptakan
kawasan ekonomi baru dengan tumbuhnya sektor formal dan informal seperti
sekolah, pasar, sarana kesehatan, tranportasi dan telekomunikasi. Hal ini tentu saja
akan menimbulkan dampak yang lebih baik bagi kehidupan sosial ekonomi
masyarakat, pemerintah daerah, dan pihak pihak lain yang terkait secara langsung
maupun tidak langsung dalam kegiatan perekonomian di Kabupaten Aceh Utara.
Berdasarkan gambaran kondisi di atas, maka di dapat perumusan masalah
yang akan di kaji dalam penelitian ini, yaitu:
1. Seberapa besar kelayakan investasi untuk pembangunan pabrik kelapa sawit
kapasitas 30 ton TBS per jam.
2. Bagaimana kelayakan investasi dilihat dari aspek teknis, sosial, intitusional,
finansial dan pasar.
3. Bagaimana sensitivitas investasi pembangunan pabrik kelapa sawit terhadap
perubahan biaya dan kapasitas produksi.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini
dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Menganalisis kelayakan non finansial pembangunan pabrik kelapa sawit yang
meliputi aspek teknis, institusional, pasar,sosial dan lingkungan.
2. Menganalisis kelayakan finansial pembangunan pabrik kelapa sawit.
3. Menganalisis sensitivitas investasi pembangunan pabrik kelapa sawit terhadap
1.4 Kegunaan Penelitian
Beberapa manfaat penelitian yang diharapkan segera dari hasil penelitian
ini adalah:
1. Diperolehnya bahan informasi untuk investasi pembangunan pabrik kelapa
sawit bagi pemerintah atau pihak pihak yang ingin menanamkan investasi
pada bidang agroindustri.
2. Mengetahui manfaat dan kendala sosial dari pembangunan pabrik kelapa sawit
bagi petani perkebunan rakyat dan masyarakat lokal.
3. Peneliti, mahasiswa, dan pihak-pihak lain yang memerlukan informasi tentang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tandan Buah Segar (TBS)
Tanaman kelapa sawit ( Elaeis guineeensis Jacq.), tergolong jenis palma yang buahnya kaya akan minyak nabati. Kelapa sawit yang dikenal adalah jenis
Dura, Psifera, dan Tenera, merupakan tanaman tropis yang termasuk kelompok tanaman tahunan. Tenera ( Dura x Psifera ) merupakan tanaman yang saat ini banyak dikembangkan. Buahnya mengandung 80 persen daging buah dan 20
persen biji yang batok atau cangkangnya tipis dan menghasilkan minyak 34 - 40
persen terhadap buah.
Buah yang dipanen dalam bentuk tandan disebut dengan tandan buah segar
(TBS). Bentuk, susunan, dan komposisi tandan sangat ditentukan oleh jenis
tanaman dan kesempurnaan penyerbukan. Buah sawit yang berukuran 12-18 gr/
butir, dapat dipanen setelah berumur enam bulan terhitung sejak penyerbukan
(PPKS dalam Mangoensoekarjo,2003).
2.2 Mutu Tandan Buah Segar
TBS, yang diterima di pabrik hendaknya memenuhi persyaratan bahan
baku, yaitu tidak menimbulkan kesulitan dalam proses ekstraksi minyak CPO dan
inti sawit. Sebelum buah diolah perlu dilakukan sortasi dan penimbangan di
tempat penampungan (loading ramp). Menurut Siregar (2003), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan mutu TBS yang akan dimasukkan ke dalam pabrik
2.3 Perkebunan Kelapa Sawit
Secara garis besar ada tiga bentuk utama usaha perkebunan, yaitu
perkebunan rakyat, perkebunan besar swasta dan perkebunan besar negara.
Bentuk lain yang relatif baru, yaitu bentuk perusahaan inti rakyat (PIR), yang
pola dasarnya merupakan bentuk gabungan antara perkebunan rakyat dengan
perkebunan besar negara atau perkebunan besar swasta, dengan tata hubungan
yang bersifat khusus.
Produktivitas perkebunan kelapa sawit dipengaruhi oleh kelas lahan,
tanaman, umur dan jenis bibit yang digunakan. Lubis (1992) membedakan kelas
lahan pengembangan kelapa sawit ke dalam empat kelas dengan produktivitas
rata-rata untuk kelas I, II, III dan IV pada umur 4 – 25 tahun berturut-turut sebesar
25,10 ton TBS/ha/tahun; 22,95 ton TBS/ha/tahun; 20,86 ton TBS/ha/tahun; dan
17,71 ton TBS/ha/tahun. Untuk semua kelas lahan, produktivitas meningkat antara
umur 15 hingga 21 tahun dan memasuki masa tua pada umur 22 tahun.
Berdasarkan data tersebut maka tanaman kelapa sawit digolongkan ke dalam dua
kelompok yaitu (Lubis,1992):
a. Tanaman belum menghasilkan (TBM) yaitu tanaman berumur 1-3 tahun.
b. Tanaman menghasilkan (TM) yaitu tanaman berumur 4 – 25 tahun.
• Tanaman remaja menghasilkan (TRM) berumur 4 – 8 tahun.
• Tanaman dewasa menghasilkan I (TDM I) berumur 9 – 14 tahun.
• Tanaman dewasa menghasilkan II (TDM II) berumur 15 – 21 tahun.
2.4 Pengolahan Kelapa Sawit
Dalam sistem pengolahan kelapa sawit dikenal dua jenis proses sesuai
dengan produk yang akan dihasilkan. Pertama adalah proses pengolahan untuk
menghasilkan Crude Palm Oil (CPO), dan kedua adalah proses pengolahan untuk menghasilkan Palm Kernel Oil (PKO). Pada prinsipnya proses pengolahan kelapa sawit adalah proses ekstraksi CPO secara mekanis dari TBS yang diikuti dengan
proses pemurnian. Secara keseluruhan proses tersebut terdiri dari beberapa
tahapan proses yang berjalan secara seimbang dan terkait satu sama lain. Tahapan
pengolahan TBS menjadi CPO menurut Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2002)
dapat dilihat pada Gambar 1.
2.5 Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian Harahap (2003) mengenai Prospek Pembangunan
Pabrik Mini CPO Untuk Meningkatkan Ekonomi Lokal di kota Dumai provinsi
Riau. Hasil dari analisis kelayakan investasi pada tingkat suku bunga 20 persen
menunjukkan bahwa pendirian pabrik pengolahan sawit (PKS) mini CPO
kapasitas 5 ton TBS per jam layak untuk dilaksanakan. Sementara melalui analisis
sensitivitas menunjukkan bahwa batas toleransi perubahan harga TBS untuk PKS
mini CPO ini adalah Rp 575 per kg.
Dampak yang dirasakan dari pembangunan PKS mini CPO kapasitas 5 ton
TBS per jam secara analisis kualitatif dapat dirasakan, seperti terbukanya
lapangan kerja bagi masyarakat setempat, terciptanya pembangunan sarana dan
prasarana fisik dan timbulnya industri-industri kecil dari hasil produk kelapa sawit
beserta turunannya. Akan tetapi secara kuantitatif seperti berapa besar tingkat
pendapatan masyarakat setempat sebagai dampak pembangunan PKS mini CPO
tidak dapak dibuktikan. Pola yang paling tepat untuk membangun PKS mini CPO
di kota Dumai provinsi Riau adalah melalui pola koperasi usaha perkebunan
dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat setempat selaku anggota koperasi.
Hasil penelitian Hartopo (2005) tentang Analisis Kelayakan Finansial
Pabrik Kelapa Sawit Mini, Studi Kasus Pabrik Kelapa Sawit Aek Pancur,Tanjung
Merawa, Medan, Sumatera Utara. Bedasarkan hasil uji kelayakan, kegiatan
investasi pembangunan industri PKS Mini kapasitas olah 5 ton TBS per jam
dinyatakan layak dari semua kriteria investasi. Hasil kriteria investasi yang
digunakan berturut-turut sebagai berikut : NPV = Rp 1.711.942.000 ; IRR = 28,22
Analisis sensitivitas PKS mini pada skenario pertama yang menggunakan
harga beli TBS sebesar Rp 508,17 per kg TBS dengan rendemen minyak 19
persen dan rendemen inti 3,5 persen, menurut kriteria kelayakan dinyatakan layak.
Dalam skenario tersebut, PKS mini dapat beroperasional dengan baik pada NPV =
Rp. 483.478.000 ; IRR = 17,19 persen; Net B/C Ratio = 1,181 dan PP 10 tahun. Sedangkan skenario dua tiga menurut kriteria investasi usaha pembangunan PKS
mini dinyatakan tidak layak sama sekali. Skenario dua menggunakan harga beli
TBS sebesar Rp 713 per kg dengan rendemen 21 persen dan rendemen inti 4
persen, skenario tiga menggunakan harga beli TBS sebesar Rp. 643,25 per kg
dengan rendemen minyak 19 persen dan rendemen inti 3,5 persen. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa harga beli TBS dan kualitas rendemen sangat berpengaruh
terhadap kelayakan PKS mini.
Hasil analisis eksternalitas atau dampak adanya PKS mini menimbulkan
eksternalitas positif maupun negatif bagi lingkungan sekitar. Eksternalitas positif
yang ditimbulkan, yaitu 1) sarana dan prasarana pendukung yang lebih baik
seperti listrik, telepon, dan jalan raya; 2) biaya transportasi TBS yang dimiliki
oleh kebun rakyat dan swasta lebih rendah dan pendapatan masyarakat menjadi
meningkat. Eksternalitas negatif antara lain 1) kerusakan yang ditimbulkan PKS
mini seperti air sungai yang jelek, kebisisngan mesin PKS yang bekerja 20 jam
per hari dan kendaraan angkut minyak CPO maupun TBS, dan polusi udara; 2)
keamanan dari lingkungan di kebun rakyat dan swasta seperti pencurian TBS; 3)
penyelewengan yang dilakukan oleh pihak pabrik (masalah timbangan TBS yang
Ilyas (2006) melakukan penelitian mengenai Program Pengembangan
Agroindutsri Pengolahan Minyak Kelapa Sawit Dalam Menunjang Perekonomian
Kota Dumai Propinsi Riau, menunjukkan bahwa agroindustri pengolahan minyak
kelapa sawit memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian kota
Dumai, karena mempunyai efek multipler terhadap tenaga kerja sebesar 1,51 dengan pertumbuhan kesempatan kerja 4,68 persen. Selain itu memberi efek
multipler pendapatan terhadap daerah sebesar 27,02. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan dari luar wilayah kota Dumai terhadap produk agroindustri
pengolahan minyak kelapa sawit cukup besar.
Nugroho (2008) tentang Kelayakan Usaha Pembibitan Pre-nursery Kelapa
Sawit (Elaeis guneensis Jacq.) pada PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Medan, Sumatra Utara, menunjukkan bahwa usaha tersebut layak untuk dilaksanakan
secara finansial dan non finansial berdasarkan kriteria kriteria yang digunakan.
Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan dua skenario yaitu kelayakan
finansial tanpa memperhitungkan inflasi dan kelayakan finansial dengan
memperhitungkan inflasi.
Noviayanti (2008) tentang Analisis Kelayakan Investasi Pengusahaan
Tapioka (Studi Kasus Pengrajin Tapioka Uhan di Desa Cipambuan, Kecamatan
Babakan Madang, Kabupaten Bogor) menunjukkan bahwa berdasarkan analisis
finansial dan non finansial usaha tersebut layak untuk dilaksanakan sesuai dengan
kriteria investasi yang digunakan. Analisis dilakukan dengan menggunakan dua
skenario yaitu pengolahan tapioka dengan bahan baku ubi kayu belum dikupas
sensitivitas yang dilakukan menggunakan pendekatan penurunan harga output dan
kenaikan biaya operasional sebesar 7 persen.
Pada penelitian terdahulu (Harahap dan Hartopo) sama-sama menganalisis
pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 5 ton TBS per jam (mini) dengan alat
analisis yang sama. Sedangkan pada penelitian kali ini yang dianalisis adalah
pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton TBS per jam (kapasitas sedang) serta
berbeda dalam pendekatan penggunaan indikator sensitivitas yang digunakan
dalam penelitian. Sementara pada penelitian (Ilyas) persamaannya berhubungan
dengan komoditi penelitian yang dipilih sedangkan perbedaannya berkaitan
dengan maksud dan tujuan dari penelitian. Kemudian pada penelitian Nugroho
dan Noviayanti persamaannya terkait dengan alat analisis yang digunakan,
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Investasi
Investasi dapat diartikan sebagai penanaman modal dalam suatu kegiatan yang
memiliki jangka waktu relatif panjang dalam berbagai bidang usaha
(Kasmir,2003). Oleh karena itu, investasi dapat dibagi dalam beberapa jenis,
yaitu:
a. Investasi nyata (real investment)
Investasi nyata merupakan investasi yang dibuat dalam harta tetap (fixed asset) seperti tanah, bangunan, peralatan atau mesin-mesin.
b. Investasi finansial (financial investment)
Investasi finansial merupakan investasi dalam bentuk kontrak kerja, pembelian
saham, obligasi atau surat berharga lainnya seperti sertifikat deposito.
3.1.2 Studi Kelayakan Proyek
Proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan biaya-biaya dengan
harapan akan memperoleh hasil dan secara logika merupakan wadah untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan
dalam satu unit. Proyek merupakan elemen operasional yang paling kecil yang
disiapkan dan dilaksanakan sebagai suatu kesatuan yang terpisah dalam suatu
perencanaan menyeluruh perusahaan, perencanaan nasional atau program
pembangunan pertanian (Gittinger,1986). Berdasarkan definisi tersebut maka
proyek dapat diartikan sebagai suatu aktifitas yang mengeluarkan biaya untuk
Kasmir (2003) menyimpulkan bahwa pengertian studi kelayakan adalah
suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan atau
usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau
tidak usaha dijalankan. Umar (2007) menyatakan bahwa studi kelayakan proyek
merupakan penelitian tentang layak atau tidaknya suatu proyek dibangun untuk
jangka waktu tertentu.
Pemilihan proyek sebagian didasarkan kepada indikator, nilai dan
hasilnya. Manfaat suatu proyek didefenisikan sebagai segala sesuatu yang
membantu suatu tujuan. Sedangkan biaya suatu proyek merupakan segala sesuatu
yang mengurangi suatu tujuan (Gittinger,1986). Paling tidak ada lima tujuan
mengapa sebelum proyek dijalankan perlu dilakukan studi kelayakan
(Kasmir,2003) yaitu: (1) menghindari resiko, (2) memudahkan perencanaan, (3)
memudahkan pelaksanaan pekerjaan, (4) memudahkan pengawasan, dan (5)
memudahkan pengendalian.
3.1.3 Aspek-aspek Analisis Kelayakan
Dalam menganalisis dan merencanakan suatu proyek harus
mempertimbangkan banyak aspek yang secara bersama-sama menentukan
bagaimana keuntungan yang dapat diperoleh dari suatu penanaman investasi
tertentu. Masing-masing aspek saling berhubungan dan saling mempengaruhi
dengan yang lainnya. Menurut Gittinger (1986) aspek-aspek tersebut terdiri dari
aspek teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial, aspek sosial, aspek pasar,
aspek finansial, dan aspek ekonomi. Pada penelitian ini aspek yang
dipertimbangkan dan dianalisis yaitu aspek teknis, aspek pasar, aspek
Urutan penilaian aspek mana yang harus didahulukan tergantung dari
kesiapan penilai dan kelengkapan data yang yang ada. Tentu saja dalam hal ini
dengan mempertimbangkan prioritas mana yang harus didahulukan lebih dahulu
dan mana yang berikutnya.
3.1.3.1 Aspek Teknis
Analisis secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa (Gittinger,1986).
Aspek teknis berkaitan dengan proses pembangunan proyek secara teknis seperti
lokasi proyek, kapasitas produksi, bahan baku, peralatan dan mesin, proses
produksi serta teknologi yang digunakan.
3.1.3.2 Aspek Pasar
Aspek-aspek pasar dari suatu proyek adalah rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh proyek dan rencana penyediaan input yang dibutuhkan untuk
kelangsungan dan pelaksanaan proyek (Gittinger,1986). Analisis pemasaran
penting dilakukan untuk mengetahui tingkat permintaan dan penawaran terhadap
barang-barang atau jasa-jasa yang dihasilkan dari pelaksanaan proyek. Atau
dengan kata lain, seberapa besar potensi pasar yang ada untuk produk atau jasa
yang ditawarkan dan seberapa besar market share yang dikuasai oleh para pesaing. Kemudian bagaimana strategi pemasaran yang akan dijalankan untuk
menangkap peluang pasar dan pasar potensial yang ada.
3.1.3.3 Aspek Institusional-Organisasi-Manajerial
Aspek ini berkaitan dengan pengorganisasian dan pengelolaan
sumberdaya-sumberdaya yang terlibat dalam pelaksanaaan proyek. Analisis
dalam proses pengambilan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan
perencanaan dan operasional harus sesuai dengan bentuk dan tujuan dari proyek.
3.1.3.4 Aspek Sosial dan Lingkungan
Analisis sosial berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan dan implikasi sosial
yang lebih luas dari investasi yang diusulkan, dimana pertimbangan-pertimbangan
sosial harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek
yang diusulkan tanggap (responsive) terhadap keadaan sosial (Gittinger,1986). Sejauh mana proyek dapat memberi manfaat secara inplisit dan eksplisit terhadap
pendistribusian pendapatan serta penciptaan lapangan pekerjaan. Selain itu
analisis juga perlu mempertimbangkan pengaruh negatif dari pelaksanaan proyek
terhadap dampak sosial seperti kehilangan pekerjaan akibat adopsi tehnologi atau
penerapan alat-alat mekanis yang mengurangi keterlibatan tenaga kerja manusia.
Kualitas hidup masyarakat haruslah merupakan bagian dari rancangan
proyek. Analisis proyek juga harus mempertimbangkan dampak lingkungan yang
merugikan dari proyek yang direncanakan. Pembangunan proyek mungkin saja
akan merusak sumber-sumber air bersih dari limbah yang dihasilkan oleh proyek.
Lokasi pelaksanaan proyek harus dipilih dan ditinjau secara langsung untuk
menghindari rusaknya kelestarian lingkungan.
3.1.3.5 Aspek Finansial
Aspek-aspek finansial dari persiapan dan analisis proyek menerangkan
pengaruh-pengaruh finansial dari suatu proyek yang diusulkan terhadap
pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Tujuan utama analisis finansial adalah untuk
dengan cara mengestimasi penerimaan dan pengeluaran pada saat pelaksanaan
proyek serta pada masa-masa yang akan datang setiap tahunnya (Gittinger,1986).
Rencana anggaran dari suatu proyeksi analisis finansial dilakukan untuk
mengetahui berapa besar investasi yang dibutuhkan dan sumber dana yang
digunakan untuk membiayai pelaksanaan proyek. Analisis finansial dapat juga
digunakan sebagai pertimbangan dalam permohonan kredit investasi dan kredit
modal kerja serta penjadwalan pelunasan kredit yang digunakan untuk membiayai
pembangunan proyek. Dalam analisis ini kriteria-kriteria yang digunakan adalah
payback period, net presentvalue (NPV), internal rate return (IRR), profitability index serta rasio-rasio keuangan.
3.1.4 Analisis Sensitivitas
Salah satu keuntungan analisis proyek secara finansial ataupun ekonomi
yang dilakukan secara teliti adalah bahwa dari analisis tersebut dapat diketahui
atau diperkirakan kapasitas hasil proyek bila ternyata terjadi hal-hal di luar
jangkauan asumsi yang telah dibuat pada waktu perencanaan. Gittinger (1986)
mengemukakan bahwa analisis sensitivitas adalah meneliti kembali suatu analisa
untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang
berubah-ubah. Sementara menurut Kadariah (1978), yang dimaksud dengan
analisis kepekaan atau sensitivitas adalah suatu teknis analisis untuk menguji
secara sistematis apa yang terjadi pada kapasitas penerimaan suatu proyek apabila
terjadi kejadian-kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang di buat dalam
perencanaan.
Gittinger (1986) menambahkan proyeksi selalu menghadapi ketidakpastian
pertanian terdapat empat masalah utama yang sensitif yaitu: (1) harga, (2)
keterlambatan pelaksanaan, (3) kenaikan biaya, dan (4) hasil. Analisis sensitivitas
dapat dilakukan dengan pendekatan nilai pengganti (switching value), dilakukan secara coba-coba terhadap perubahan-perubahan yang terjadi sehingga dapat
diketahui tingkat kenaikan ataupun penurunan maksimum yang boleh terjadi agar
NPV sama dengan nol.
3.1.5 Arus Kas (Cash flow)
Cash flow merupakan arus kas atau aliran kas yang ada di perusahaan dalam suatu peride tertentu. Dalam cash flow semua data pendapatan yang diterima (cash in) dan biaya yang dikeluarkan (cash out) baik jenis maupun jumlahnya diestimasi sedemikian rupa, sehingga menggambarkan kondisi
pemasukan dan pengeluaran di masa yang akan datang (Kasmir,2003). Cash flow mempunyai tiga komponen utama yaitu Initial Cash flow yang berhubungan dengan pengeluaran investasi, Operasional cash flow berkaitan dengan operasional usaha dan Terminal cash flow berkaitan dengan nilai sisa aktiva yang dianggap tidak memiliki nilai ekonomis lagi (Umar, 2007).
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Industri hulu dan industri hilir kelapa sawit memiliki keterkaitan yang
sangat erat dalam perkembangan industri kelapa sawit. Di antara kedua industri
tersebut terdapat industri perantara yaitu pabrik kelapa sawit (PKS). Penelitian
tentang analisis kelayakan investasi pabrik kelapa sawit didasari oleh
meningkatnya luas areal dan produksi perkebunan kelapa sawit yang tidak
produksi kebun kelapa sawit tidak dapat ditampung dengan baik oleh pabrik
kelapa sawit yang ada. Kondisi tersebut tentu saja tidak efisien bagi petani, karena
harus menambah biaya transportasi untuk mengangkut TBS ke pabrik pengolahan
yang jaraknya jauh dari areal perkebunan yang diusahakan.
Berdasarkan kondisi tersebut diperlukan pembangunan pabrik kelapa sawit
untuk memaksimalkan potensi yang ada secara optimal. Sebelum pembangunan
pabrik kelapa sawit maka diperlukan studi kelayakan untuk menilai aspek-aspek
yang terkait agar investasi yang dilakukan bisa memberikan manfaat serta untuk
menghindari resiko–resiko yang ditimbulkan oleh pembangunan pabrik kelapa
sawit.
Studi kelayakan investasi dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif
dengan menggunakan kriteria-kriteria investasi. Hasil perhitungan kriteria
investasi digunakan untuk menentukan layak atau tidak investasi pabrik kelapa
sawit dilaksanakan. Hasil analisis diharapkan dapat membantu dalam pengabilan
keputusan untuk pembangunan pabrik kelapa sawit. Secara lebih rinci alur
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Pembangunan Pabrik Kelapa Sawit. Perkebunan Kelapa sawit
Pabrik Kelapa sawit
Aspek Teknis
Aspek konstitusional
Aspek Sosial dan lingkungan
Aspek Pasar
Tidak Layak Layak
Pengembangan Pembangunan Pabrik
Kelapa sawit Aspek Finansial, NVP, IRR, NET B/C, Payback Periot, Analisis sensitivitas
Peningkatan Produksi dan perluasan lahan sehingga Membutuhkan Tambahan Kapasitas Pengolahan
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Aceh Utara Propinsi Nanggroe
Aceh Darussalam. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dikarenakan Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu wilayah potensial dari
segi luas areal dan jumlah produksi untuk pengembangan industri kelapa sawit.
Waktu pengambilan data dimulai dari bulan Agustus sampai dengan September
2008.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data dan informasi dikumpulkan untuk keperluan analisis aspek-aspek
yang berkaitan dengan proses pembangunan pabrik kelapa sawit. Data yang
dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
langsung melalui observasi di daerah penelitian. Data sekunder diperoleh dari
informasi dan data yang telah ada, penelusuran melalui internet, buku, jurnal,
balai penelitian, instansi-instansi pemerintah, dan literatur-literatur yang berkaitan
dengan penelitian.
4.3 Metode Analisis
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang
aspek-aspek kelayakan pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) yang dilakukan
di Kabupaten Aceh Utara yang meliputi aspek teknis, aspek pasar, aspek
Data kuantitatif yang diperoleh diolah dengan menggunakan Software Microsoft Excel dan kalkulator kemudian ditampilkan dalam bentuk tabulasi untuk memudahkan pembacaan dan interpretasi secara deskriptif. Analisis
kuantitatif meliputi analisis finansial pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS)
dengan menggunakan kriteria-kriteria kelayakan investasi yaitu; Net present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period dan analisis sesitivitas.
4.4 Kriteria Kelayakan Investasi
a. Net Present Value (NPV)
NPV suatu proyek adalah manfaat bersih yang diperoleh selama umur
proyek. Di dapat dari selisih antara total PV (Present Value) manfaat dan biaya pada setiap tahun kegiatan usaha dimasa yang akan datang. Kriteria dan keputusan
dalam analisis ini adalah layak jika NPV > 0 sedangkan bila NPV < 0, usaha
tersebut tidak layak untuk di usahakan (Kadariah, 1978). Rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut:
keterangan: Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t i = Tingkat suku bunga n = Umur ekonomis proyek t = Waktu
b. Internal Rate Return (IRR)
sekarang sama dengan nol. Nilai IRR yang lebih besar atau sama dengan discount rate yang telah ditentukan, maka usaha layak dilaksanakan sedangkan jika IRR lebih kecil dari discount rate yang telah ditentukan, maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan (Kadariah, 1978). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Keterangan : i1 = Discount rate yang menghasilkan NPV positif
terhadap total dari biaya bersih (Kadariah, 1978). Metode ini diguna untuk melihat
berapa besar maanfaat bersih yang dapat diterima suatu proyek untuk setiap
investasi yang dikeluarkan. Bila Net B/C lebih besar sama dengan 1 usaha
dianggap layak untuk dilaksanakan dan jika B/C kurang dari 1 maka usaha tidak
layak untuk dilaksanakan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
Dimana, Bt = total penerimaan pada tahun ke-t Ct = total biaya pada tahun ke-t i = tingkat diskonto yang berlaku n = umur ekonomi proyek
d. Payback Period
Payback Period merupakan salah satu metode dalam menilai kelayakan suatu investasi, yang digunakan untuk mengukur periode pengembalian modal.
Dasar yang digunakan untuk perhitungan adalah aliran kas (Net Cashflow). Semakin kecil angka yang dihasilkan mempunyai arti semakin cepat tingkat
pengembalian investasinya, maka usaha tersebut semakin baik untuk dilaksanakan
(Kasmir, 2003). Payback period dapat dirumuskan sebagai berikut:
e. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat dampak yang ditimbulkan
dari perubahan-perubahan kondisi di luar jangkauan asumsi yang telah dibuat
pada saat perencanaan. Pada penelitian ini analisis sensitivitas dilakukan dengan
pendekatan perubahan akibat kenaikan biaya produksi dan penurunan kapasitas
produksi sebesar 10 persen. Penentuan kenaikan biaya produksi sebesar 10 persen
merujuk pada data inflasi rata-rata Indonesia dalam satu dekade terakhir yangg
tidak lebih dari 10 persen per tahun. Sedangkan penentuan penurunan kapasitas
produksi sebesar 10 persen merupakan tingkat toleransi yang dianggap wajar
untuk kebutuhan pasokan bahan baku yang disebabkan oleh faktor-faktor non
teknis yang mungkin terjadi.
4.5 Asumsi Dasar yang Digunakan
Sebagai dasar perhitungan finansial dalam studi kelayakan investasi,
asumsi-asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Umur ekonomis proyek 15 tahun, ditentukan berdasarkan umur teknis
bangunan pabrik.
3. Jumlah jam operasional, 12 jam/hari, ditentukan berdasarkan jam operasional
rata-rata pabrik kelapa sawit di Sumatra Utara dan Riau pada kondisi normal.
Sedangkan di NAD dalam satu dekade terakhir kondisinya tidak normal
karena faktor keamanan sehingga tidak dijadikan sebagai tolok ukur.
4. Jumlah hari kerja, 25 hari per bulan, 300 hari per tahun, dengan asumsi hari
minggu libur serta hari libur nasional dan hari besar keagamaan.
5. Kebutuhan bahan baku TBS akan dipenuhi dari kebun rakyat dan kebun
swasta yang ada di Kab. Aceh Utara dan daerah sekitarnya berdasarkan
proyeksi ketersedian bahan baku per tahun.
6. Analisis di kelompokkan menjadi dua skenario berdasarkan struktur
pendanaan (sumber modal). Dengan komposisi pendanaan sebagai berikut :
• Skenario I: seluruh biaya investasi menggunakan dana sendiri.
• Skenario II: seluruh biaya investasi menggunakan fasilitas kredit
perbankan.
7. Jangka waktu pinjaman kredit selama 10 tahun.
8. Tingkat suku bunga kredit investasi 15 persen per tahun, berdasarkan suku
bunga kredit investasi yang berlaku pada Bank BPD untuk kredit investasi
yaitu sebesar 15 persen, tanggal 8 juli 2008.
9. Rendemen CPO 21 persen dan Kernel 4 persen. Asumsi ini berdasarkan potensi
rata-rata rendemen CPO dan Kernel di Indonesia ( Lubis, 1992 ).
10.Asumsi harga TBS, CPO dan Kernel sebagai berikut:
• TBS Rp. 1.655
• CPO Rp. 8.861
Keterangan: Asumsi harga berdasarkan Kantor Pemasaran Bersama PT.
Perkebunan Nusantara, tanggal 8 juli 2008.
11.Biaya modal (faktor diskonto) untuk skenario I (dana sendiri), 7 persen
berdasarkan tingkat bunga deposito bulan juli 2008. Skenario II (pinjaman),
15 persen berdasarkan suku bunga kredit investasi, bulan juli 2008.
12.Asumsi biaya-biaya lain:
• Biaya penyusutan dihitung dengan metode garis lurus.
• Biaya asuransi sebesar 1,5 persen dihitung dari total biaya investasi pabrik
(proyeksi).
• Biaya pemeliharaan pabrik 2,5 persen dihitung dari total biaya investasi
pabrik (proyeksi).
• Perhitungan pajak penhasilan berdasarkan Undang-Undang No. 17 tahun
2000 tentang pajak penghasilan badan usaha.
• Perhitungan pajak perolehan hak guna usaha (HGU) berdasarkan
Undang-Undang No. 12 tahun 1994.
• Nilai sisa dari hasil penjualan asset dikenai pajak penjualan sebesar 10
BAB V
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1 Deskripsi sekilas kabupaten Aceh Utara
Kabupaten Aceh Utara hingga tahun 2006 memiliki 850 desa dan 2
kelurahan, yang terbagi ke dalam 56 buah mukim. Sebanyak 780 buah desa
berada di kawasan dataran dan 72 desa di kawasan berbukit. Desa yang terletak di
daerah berbukit dijumpai di 12 kecamatan. Yang paling banyak desanya di
kawasan perbukitan adalah di Kecamatan Sawang, Syamtalira Bayu, Nisam, Kuta
Makmur, dan Muara Batu. Di samping itu, terdapat 40 buah desa yang berada di
kawasan pesisir.
Kabupaten Aceh Utara yang beriklim tropis, musim kemarau berlangsung
antara bulan Februari sampai Agustus, sedangkan musim penghujan antara bulan
September sampai Januari. Suhu dimusim kemarau rata-rata 32.8oC dan pada
musim penghujan rata-rata 28oC.
Flora dan fauna yang terdapat di daerah ini terdiri dari berbagai jenis
tumbuh - tumbuhan antara lain; kayu merbau, damar, damar laut, semantok,
meranti, cemara, kayu bakau, rotan dan sebagainya. Semua jenis
tumbuh-tumbuhan hidup subur dikawasan hutan merupakan kekayaan dan potensi yang
dapat mendukung pembangunan ekonomi jika mampu dikelola dengan baik tanpa
merusak kelestarian alam dan lingkungan. Sedangkan fauna, terdiri dari berbagai
jenis hewan liar seperti gajah, harimau, badak, rusa,indus kijang, orang hutan,
5.2 Letak Geografis dan Iklim
Kabupaten Aceh Utara sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam (NAD) yang terletak di bagian pantai pesisir utara pada
96.52.00o - 97.31.00o Bujur Timur dan 04.46.00o - 05.00.40o Lintang Utara.
Kabupaten Aceh Utara memiliki wilayah seluas 3.296,86 Km2 dengan batas-batas
sebagai berikut :
1. Sebelah Utara dengan Kota Lhokseumawe dan Selat Malaka;
2. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Bener Meriah;
3. Sebelah Timur dengan Kabupaten Aceh Timur;
4. Sebelah Barat dengan Kabupaten Bireuen.
Kabupaten Aceh Utara memiliki curah hujan rata-rata 86,9 mm per tahun
dengan hari hujan rata sebanyak 14 hari per bulan. Curah hujan tertinggi
rata-rata terjadi setiap tahunnya pada bulan Mei. Kecepatan angin rata-rata-rata-rata 5 knots,
dan maksimum 14,66 knots dengan arah angin terbanyak dari Timur Laut dengan
temperatur maksimum 34,0oC dan minimum 19,6oC. Temperatur maksimum
terjadi pada bulan Juli dan April, sementara temperatur minimum terjadi pada
bulan Januari setiap tahunnya.
5.3 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Kota Kabupaten Aceh Utara sebagaimana
tergambar dalam PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 sangat dipengaruhi
oleh sektor pertambangan dan penggalian, terutama sub sektor pertambangan
minyak dan gas. Selama kurun waktu 2000 hingga 2005, pertumbuhan ekonomi
pertumbuhan sub sektor pertambangan minyak dan gas. Bahkan sejak tahun 2004
hingga tahun 2005 sektor ini mengalami pertumbuhan negatif, namun pada tahun
2006 kembali terjadi pertumbuhan yang positif.
5.4 Potensi Perkebunan Kabupaten Aceh Utara
Daerah Aceh Utara memiliki potensi besar di bidang perkebunan dan
kehutanan. Perkebunan di daerah Aceh Utara menghasilkan kelapa sawit sebagai
komoditi unggulan. Sedangkan karet, kelapa, kelapa hybrida, kakao dan pinang
sebagai komoditi andalan. Selain yang disebutkan tersebut, daerah Aceh Utara
juga menghasilkan komoditi lain seperti kopi, cengkeh, pala, lada, kapuk/ randu,
kemiri, sagu, aren, nilam, tebu, kunyit serta jahe.
Perkembangan pembangunan perkebunan di Aceh Utara untuk saat ini
dari luas wilayah potensial yang ada, masih sangat kecil yang dimanfaatkan.
Untuk komoditi unggulan (kelapa sawit), untuk tahun 2007 lahan yang
dikembangkan baru 940 Ha, memiliki cadangan areal seluas 28.250 Ha.
Sedangkan untuk komoditi andalan juga masih memiliki areal yang belum
dikembangkan yaitu kelapa memiliki cadangan areal seluas 2.375 Ha, karet seluas
1.400 Ha, kelapa hybrida luas areal cadangannya seluas 250 Ha, kakao luas areal
cadangannya 6.450 Ha dan areal pinang yang belum dimamfaatkan seluas 21.050
Ha.2
BAB VI
ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL
6.1 Aspek Teknis
Analisis aspek teknis atau aspek operasi menyangkut dengan hal-hal yang
berkaitan dengan teknis atau operasi, sehingga jika tidak dianalisis dengan baik
akan berakibat fatal bagi proyek dikemudian hari. Kelengkapan kajian aspek
teknis sangat tergantung dari jenis usaha yang dijalankan, karena setiap usaha
memiliki karakteristik dan prioritas tersendiri. Aspek teknis dilakukan untuk
melihat kesiapan pelaksana proyek dalam menjalankan usaha dalam hal ketepatan
lokasi, jadwal pelaksanaan, bahan baku, proses produksi dan mutu produk yang
dihasilkan.
6.1.1 Lokasi Pabrik
Lokasi pembangunan pabrik kelapa sawit terletak di Gampong (desa)
Peureupok, Kecamatan Syamtalira Aron, kabupaten Aceh Utara dengan luas lahan
sekitar 10 ha. Untuk mencapai lokasi pabrik kelapa sawit yang ditetapkan, dari
kota Lhokseumawe dapat ditempuh melalui jalan darat selama kurang lebih 40
menit dengan jarak tempuh sekitar 27 Km. Sedangkan jarak lokasi pabrik kelapa
sawit ke pelabuhan terdekat yaitu pelabuhan Krueng Geukuh dapat ditempuh
dalam waktu selama 1 jam perjalanan dengan jarak tempuh sekitar 35 Km.
Kondisi jalan dari Lhokseumawe ke jalan masuk lokasi merupakan jalan negara
dengan aspal (hotmix) yang cukup baik, begitu pula jalan dari lokasi proyek ke pelabuhan Krueng Geukuh.Dasar pemilihan lokasi pabrik kelapa sawit mencakup
6.1.2 Fasilitas Produksi dan Fasilitas Pendukung Produksi
Investasi fasilitas produksi beserta peralatannya untuk proses operasional
pabrik dengan kapasitas produksi 30 ton TBS per jam dapat dilihat secara lengkap
pada Lampiran 13. Sedangkan fasilitas pendukung yang diperlukan untuk
menunjang kelancaran operasional pabrik yaitu : kendaraan, perumahan, fasilitas
pengadaan air, laboratorium, gudang, peralatan telekomunikasi dan peralatan
pemadam kebakaran. Pembangunan fasilitas produksi dan fasilitas pendukung
dilakukan dalam beberapa tahapan yang terdiri dari pekerjaan sipil, rancang
bangun arsitektur dan rancang bangun struktur.
Pekerjaan sipil merupakan tahapan pertama yang meliputi persiapan dan
pematangan tanah untuk bangunan pabrik dan bangunan pendukungnya, sarana
prasarana pabrik, dan infrastruktur. Tahapan kedua yaitu rancang bangun
arsitektur untuk bangunan pabrik dan bangunan penunjang lainnya. Rancang
bangun arsitektur dilakukan untuk memudahkan penataan ruang atau tempat
sehingga penggunaan lahan dapat dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan
kebutuhannya. Kemudian dilanjutkan dengan rancang bangun struktur yang terdiri
dari bangunan pabrik, instalasi mesin-mesin beserta perlengkapannya.
6.1.3 Ketersediaan Bahan Baku
Pembangunan pabrik kelapa sawit pada prinsipnya adalah untuk
menampung hasil TBS dari perkebunan rakyat yang melimpah dan sisanya dari
perkebunan besar swasta yang ada di Kabupaten Aceh Utara. Secara umum
kondisi perkebunan di Kabupaten Aceh Utara dapat dikatakan baik, khususnya
Tennera, dengan populasi tanaman pada saat tanam umumnya bervariasi berkisar antara 130 sampai 140 pokok per ha.
Berdasarkan data yang disajikan pada (Tabel.1) perkembangan luas areal
perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Aceh Utara telah mencapai 29.187 ha
dengan total produksi 399.193 ton per tahun. Dengan asumsi produktifitas
rata-rata 17 ton TBS/ha/tahun, produksi TBS tersebut lebih dari cukup untuk
mendukung pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton per jam. Potensi realisasi
produksi perkebunan rakyat sebagai sumber bahan baku utama dapat dilihat pada
Lampiran 19. Sedangkan potensi lahan untuk pengembangan perkebunan besar di
Kabupaten Aceh Utara disajikan dalam Lampiran 20.
Tabel 3. Potensi Ketersedian Bahan Baku TBS per Tahun
Keterangan Persedian (ton) Terpakai(diolah)
TBS yang tersedia (perkebunan rakyat
dan perkebunan swasta) 399.193
TBS yang diolah oleh PTPN I
cot girek,kapasitas 45 ton TBS/jam 129.600
TBS yang diolah oleh PKS yang akan
dibangun kapasitas 30 ton TBS/jam 108.000
TBS yang tersisa (dapat dipasarkan ke
luar daerah) 161.593
6.1.4 Analisis Kebutuhan Bahan Baku dan Jumlah Produksi
Saat ini, di Kabupaten Aceh Utara hanya terdapat satu pabrik kelapa sawit
yaitu PTPN I, yang berlokasi di Cot Girek dengan kapasitas 45 ton TBS per jam.
Keberadaan PTPN I tidak memberikan dampak apapun terhadap kelancaran
pasokan bahan baku TBS ke pabrik kelapa sawit yang direncanakan, karena
ketersedian bahan baku TBS jauh lebih besar dari kapasitas olah pabrik kelapa
sebesar 30 ton TBS per jam, dalam satu hari pabrik bekerja normal selama 12 jam,
dalam sebulan 25 hari dan dalam setahun bekerja selama 300 hari, maka
kebutuhan bahan baku yang diperlukan untuk proses produksi beserta produk
yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 4. Proyeksi Kebututuhan kapasitas PKS dan Produksi CPO/Kernel
Uraian Jumlah
Kapasitas terpasang 30 ton
Jam kerja/hari 12 jam
Hari kerja/bulan 25 hari
Hari kerja/tahun 300 hari
Kebutuhan kapasitas olah/hari 360 ton
Kebutuhan kapasitas olah/bulan 9.000 ton
Kebutuhan kapasitas olah/tahun 108.000 ton
Produksi CPO/hari (rendemen 21%) 75,6 ton
Produksi CPO/bulan (rendemen 21%) 1.890 ton
Produksi CPO/tahun (rendemen 21%) 22.680 ton
Produksi Kernel/hari (rendemen 4%) 14,4 ton
Produksi Kernel/bulan (rendemen 4%) 360 ton
Produksi Kernel/tahun (rendemen 4%) 4.320 ton
6.1.5 Proses Produksi
Proses pengolahan TBS menjadi minyak sawit dan minyak inti sawit,
terdiri dari proses ekstraksi secara mekanis dilanjutkan dengan proses pemurnian.
Dimana pentahapan pengolahan atau arus proses produksi dari tandan buah segar
(TBS) sampai menjadi CPO/Kernel secara garis besar dapat diuraikan sebagai
berikut:
6.1.5.1 Proses Eskstraksi
Tandan buah segar (TBS) yang diterima dari kebun di angkut dengan truk
volume TBS yang masuk ke pabrik dan lain-lain. Setelah dilakukan penimbangan,
kemudian dilakukan penyortiran untuk menentukan berapa persen TBS yang
layak diterima untuk diproses. Kemudian disimpan di Loading Ramp sebelum dapat diproses pada proses pengolahan pertama (sterilisasi). Sebaiknya dari proses
penerimaan, penimbangan sampai penyimpanan, waktu yang dipergunakan harus
sependek mungkin, untuk dapat menghindari penurunan kualitas.
Tahapan pertama dalam proses ekstrasi minyak dan kernel dari Tandan
Buah Segar (TBS) adalah proses perebusan. Keberhasilan dalam proses perebusan
akan sangat mempengaruhi effisiensi dari proses ekstrasi selanjutnya, karena hasil
perebusan akan memberi efek pada proses perontokan, pelumatan dan proses
kempa/pengepresan. Setelah proses perebusan, kemudian dilanjutkan dengan
proses pemisahan berondolan dengan janjangan (threshing). Berondolan yang telah dipisahkan dari janjangan masuk ke dalam digester, sementara janjangan diangkut ketempat pembakaran tandan kosong (incenarator) atau digunakan untuk Land Application.
Berondolan yang masuk kedalam digester kemudian dilumatkan sehingga menjadi bubur. Untuk memudahkan proses pelumatan di dalam digester dilakukan
pemanasan dengan injection steam. selanjutnya buah dipress (pressing) untuk memisahkan minyak kasar (Crude Oil) dari serat dan biji buah. Untuk mempermudah proses pengepressan ditambahkan air panas, kemudian minyak
pabrik, oleh sebab itu harus dioperasikan secara optimal sehingga tidak
mengganggu rantai pengolahan.
6.1.5.2 Proses Pemurnian
Crude Oil dan air yang keluar dari screw press pada proses pengepressan di pompakan ke crude oilgutter sebelum masuk ke sand trap tank. Kemudian dari sand trap dialirkan ke vibrating screen (saringan getar), untuk memisahkan serabut fiber yang terbawa. Saringan getar ini adalah saringan berganda yang berfungsi untuk menyaring minyak (crude oil) yang masih mengandung kotoran. Minyak kemudian ditampung dalam separating tank. Minyak yang keluar dari separating tank dimurnikan dalam purifier (oil purifier) secara sentrifugal untuk menurunkan kadar air dan kotoran. Selanjutnya dikeringkan lagi dengan alat
Vacuum Dryer karena kadar air (Moisture content) dari minyak yang keluar dari purifier masih tinggi, supaya kadar asam lemak bebas (FFA) minyak tidak naik terlalu cepat selama penyimpanan dalam storage tank .
Sedangkan air sludge yang masih bercampur minyak keluar melalui bagian bawah separating tank selanjutnya diolah dengan mempergunakan sludge separator. Minyak yang dihasilkan dikembalikan ke separating tank. Sedangkan kotoran dalam bentuk lumpur kering dapat dipakai sebagai pupuk setelah diolah.
Sementara Ampas yang bercampur dengan biji yang keluar dari screw press masuk ke dalam depericarper (pemisah ampas). Alat ini bekerja secara pneumatis, yaitu sabut (ringan) terhisap ikut dengan udara dibawa ke ruangan ketel uap dan dipakai sebagai bahan bakar. Sedangkan biji bersama benda-benda