• Tidak ada hasil yang ditemukan

Iman Katolik dan Kepedulian pada Lingkun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Iman Katolik dan Kepedulian pada Lingkun"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

Iman dan Kepedulian pada Lingkungan Hidup

Seminggu yang lalu, sepulang dari misa di gereja, saya menyempatkan diri ke Pasar Lama untuk berbelanja buah dan penganan kecil. Ketika sedang menyusuri jalan-jalan sempit di samping apotik Lido, saya menemukan tumpukan sampah di mana-mana. Beberapa sudah mulai berbau busuk, terutama sampah sayuran dan buah-buahan. Tidak jauh dari pasar ada sungai Cisadane yang mengalir dengan airnya yang kecoklatan, dan sesekali sampah plastik, botol minum bekas, bungkus makanan, juga mengambang di atasnya, menambah panorama tak sedap. Dalam hati saya membatin, apakah sampah sungguh sudah menjadi bagian erat cara hidup (modus vivendi) warga kota Tangerang, yang belum lama ini (Juni 2013) baru saja mendapat piala Adipura Kencana sebagai kota terbersih se-Indonesia?

Fenomena yang baru saja saya saksikan di pasar dari tepi sungai Cisadane memunculkan sebuah gugatan lirih tentang kesadaran akan kebersihan lingkungan dan kaitannya dengan iman saya sebagai seorang warga gereja. Meskipun tidak secara gamblang dapat ditemukan ayat di Injil di mana Yesus mengatakan, “Jangan buang sampah sembarangan!” namun refleksi para Bapa Gereja (Paus) sejak Paus Paulus VI dalam Ensiklik Octogesima Adveniens (1971), Paus Yohanes Paulus II dalam Ensiklik Centessimus Annus (1991) dan Paus Benediktus XVI dalam Ensiklik Caritas In Veritate (2009) semuanya menunjukkan kadar keyakinan iman Bapa Gereja yang sama dan konsisten bahwa manusia harus meninjau kembali relasinya dengan alam ciptaan Tuhan, bagaimana ia memperlakukan lingkungan hidup dan kesadaran baru apa yang perlu segera ditumbuhkembangkan untuk menyelamatkan bumi ini dari ambang kehancuran karena ulah manusia sendiri. Dalam konteks gereja lokal di Indonesia, dua Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) yang diselenggarakan tahun 2005 dan 2010 juga senantiasa menegaskan komitmen Gereja Katolik Indonesia untuk selalu berupaya memelihara lingkungan hidup.

(2)

Lalu, apa yang seyogianya dapat kita, umat beriman warga gereja Katolik, lakukan untuk menjauhi “Dosa Ekologis” dan melakukan “Pertobatan Ekologis”? Saran dari Romo Al. Andang L. Binawan, SJ, Koordinator Gerakan Hidup Bersih dan Sehat KAJ yang juga pengajar di STF Driyarkara Jakarta dapat kita ulangi kembali di sini. Bentuk nyata pertobatan ekologis dapat dilakukan dalam tiga segi, yaitu: Pertama, pertobatan personal; kedua, pertobatan struktural, dan ketiga, pertobatan yang lebih simbolis. Pertobatan personal dimulai dari diri sendiri dan kebiasaan hidup sehari-hari yang terukur, misalnya tidak sembarangan membuang sampah. Pertobatan struktural dimulai dari komunitas kecil seperti keluarga dan lingkungan, lalu meluas mencakup paroki dan keuskupan bahkan lintas keuskupan. Gerakan pembersihan selokan / got secara berkala bisa menjadi tindakan bersama yang efektif sebagai wujud pertobatan ekologis skala komunitas. Pertobatan yang lebih simbolis seperti membuat kandang Natal menggunakan botol minuman bekas---pernah dilakukan Panitia Natal HSPMTB 2012 yang lalu---adalah contoh yang baik dan perlu disosialisasikan dalam momen perayaan gerejani lainnya (Paskah, HUT Paroki, dll).

Akhirul kata, benarlah ungkapan bijak yang mengatakan bahwa cara manusia memperlakukan lingkungannya memengaruhi cara ia memperlakukan dirinya sendiri. Kita tentu tidak mau tidur, bermain, bergaul, belajar, dan berdoa di atas dan dikelilingi tumpukan sampah berbau busuk, bukan?

Bonifacius Hendar Putranto

Ketua Lingkungan Stefanus, Wilayah Pius X, periode 2011 – 2013.

Dosen tetap Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) di Universitas Multimedia Nusantara, Tangerang.

Daftar Pustaka:

http://www.vatican.va/holy_father/benedict_xvi/encyclicals/documents/hf_ben-xvi_enc_20090629_caritas-in-veritate_en.html

"Iman Katolik Itu Hijau" dalam

Referensi

Dokumen terkait

Dengan melihat latar belakang yang telah dipaparkan di atas, terutama amanat UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional agar dihapuskannya tindakan

Kial atau Gesture Yang Digunakan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Pasien RSJ Provinsi Jabar Dalam Terapi Musik Pengertian Kial atau Gesture adalah gerak tubuh,

Ciri utama data yang dibutuhkan pada sistem perhitungan bunga metris sama dengan sistem bunga rerata metris yaitu setiap transaksi selain data tanggal harus pula ditambah waktu jam,

Hasil uji reliabilitas untuk setiap item pernyataan dari kelima instrumen untuk variabel yang digunakan dalam penelitian ini diketahui bahwa semua variabel baik

Potensi dalam penelitian ini adalah kabupaten Probolinggo memiliki ciri khas tersendiri yang telah dikenal dengan ikon buah Mangga dan Anggurnya. Kedua buah

Hasil simulasi transformasi gelombang dari laut lepas ke garis pantai dengan menggabungkan efek shoaling dan refraksi gelombang Transpormasi Gelombang di Sepanjang

Novel sejarah adalah novel yang di dalamnya menjelaskan dan menceritakan tentang fakta kejadian masa lalu yang menjadi asal-muasal atau latar belakang kejadian sesuatu yang

Dalam penelitian ini ada dua kelompok yang digunakan sebagai sampel penelitian diantaranya kelas VII A sebagai kelas kontrol yang dibelajarkan dengan metode