BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor
pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Peranan
sektor pertanian masih diandalkan oleh negara kita karena sektor ini mampu
memberikan pemulihan dalam mengatasi krisis yang terjadi. Keadaan inilah yang
membuat sektor pertanian tersebut mempunyai potensi besar sebagai pemicu
pemulihan ekonomi nasional (Husodo, 2004).
Dalam pembangunan ekonomi Sumatera Utara sendiri, sektor pertanian
merupakan sektor prioritas disusul sektor industri dan pariwisata. Sektor pertanian
adalah sektor yang relatif dapat bertahan terhadap krisis ekonomi dan memberikan
kontribusi terbesar terhadap PDRB Sumatera Utara sebesar 31,53% tahun 1999,
30,52% pada tahun 2000 serta 31,00% pada tahun 2001. Selain itu, sektor
pertanian menyerap angka kerja sekitar 52,34% (Simamora, 2003).
Dari sekian banyak komoditas pertanian yang diusahakan di Sumatera
Utara, hortikultura merupakan salah satu sub sektor dalam pertanian yang
berpotensi untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomis yang cukup
tinggi. Komoditas hortikultura di Sumatera Utara seperti sayur, buah, tanaman
hias, dan tanaman obat banyak diusahakan yang hasilnya selain memenuhi
kebutuhan lokal, juga diekspor ke luar negeri (BPS, 2012).
Kabupaten di Sumatera Utara yang banyak mengusahakan pertanian sub
Simalungun. Luas panen sayuran dan jenis sayuran di Kabupaten Simalungun
dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 1. Luas Panen Tanaman Sayuran dan Jenis Sayuran Menurut Kecamatan Di Kabupaten Simalungun 2013 (Ha)
No Kecamatan Luas Panen Tanaman Sayuran dan Jenis Sayuran (Ha)
Bawang
dapat menghasilkan jumlah produksi yang cukup besar. Dari luas panen yang ada
maka dapat dilihat jumlah produksi dari tanaman sayuran di Kabupaten
Tabel 2. Produksi Tanaman Sayuran dan Jenis Sayuran Menurut Kecamatan Kabupaten Simalungun (Ton) 2013
No Kecamatan Produksi Tanaman Sayuran dan Jenis Sayuran (Ton)
Bawang
Simalungun, Kecamatan Purba merupakan kecamatan yang memiliki produksi
sayuran terbesar khususnya sayuran kubis yaitu sebesar 32.969 ton. Besarnya
produksi tersebut diharapkan dapat memberi dampak positif terhadap pendapatan
Besarnya pendapatan atau keuntungan yang dapat diperoleh dari usaha tani
selain dipengaruhi oleh faktor teknik bercocok tanam, juga sangat ditentukan oleh
cara pemasaran. Untuk mendapatkan nilai jual yang tinggi, perlu adanya suatu
penyusunan strategi pemasaran. Untuk memasarkan hasil-hasil pertanian yang
dalam hal ini adalah kubis, ada dua hal penting yang perlu diperhatikan agar dapat
diperoleh keuntungan yang maksimal, yakni penentuan harga dan pengenalan
lembaga pemasaran (tataniaga) yang berperan dalam menyampaikan arus barang
dari produsen/petani hingga sampai kepada konsumen (Cahyono, 2001).
Menurut Abu Haenah (1979) dalam Ginting (2006), produksi dan
pemasaran mempunyai hubungan ketergantungan yang sangat erat. Produksi yang
meningkat tanpa didukung oleh sistem pemasaran yang dapat menampung hasil
dengan tingkat harga yang layak tidak akan berlangsung lama, malah pada
waktunya ia akan menurun karena pertimbangan untung rugi usaha tani.
Aspek tataniaga memang disadari sebagai aspek yang sangat penting. Bila
mekanisme pemasaran berjalan baik, maka semua pihak yang terlibat akan
diuntungkan. Oleh karena itu, peranan lembaga tataniaga yang terdiri dari
produsen, tengkulak, pedagang pengumpul, eksportir, importir, menjadi amat
penting (Soekartawi, 1991).
Dalam pemasaran sayur kubis di daerah Simalungun, produksi sayuran
kubis yang dihasilkan sebagian ada yang dipasarkan ke luar negeri, yaitu ke
Singapura dan sebagian lagi dipasarkan ke pasar lokal. Produk sayuran kubis yang
yang cukup berbeda dengan petani lainnya di Kabupaten Simalungun. Jika petani
lainnya hanya memilih salah satu jalur pemasaran yaitu hanya memasarkan kubis
secara lokal atau ekspor saja, maka petani kubis di kecamatan ini memilih
keduanya yaitu memasarkan tanaman kubisnya di pasar lokal dan ekspor.
Untuk pasar lokal, petani kubis di Kecamatan Purba menjual hasil panen
kubisnya ke pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul sayuran kubis tersebut
adalah Kelompok Tani (Poktan). Dari pedagang pengumpul kubis selanjutnya
dipasarkan ke pedagang pengecer di pasar Simalungun dan Karo hingga akhirnya
sampai ke konsumen.
Lembaga tataniaga kubis ekspor di Kecamatan Purba, yaitu Petani,
Pedagang Pengumpul (Poktan), dan Eksportir. Pedagang pengumpul sayuran
kubis di Kecamatan Purba tersebut adalah Kelompok Tani (Poktan) itu sendiri.
Setelah kubis dari kelompok tani terkumpul, maka kubis akan dibawa ke tempat
pengepakan (packing house) untuk disortir terlebih dahulu, dibersihkan dan
dikemas. Lalu setelah dikemas, eksportir akan menjemput kubis langsung ke
tempat pengepakan tersebut.
Adapun eksportir yang telah terjalin kerjasama dengan kelompok tani
(Poktan) di daerah Simalungun adalah PT. Rama Putra yang berpusat di Jakarta,
sedangkan cabangnya terletak di Kabupaten Karo. Kerja sama antara poktan
dengan eksportir memiliki ketentuan atau kontrak kerja, seperti berat kubis yang
layak untuk diekspor 1.5 kg - 2 kg, harga jualnya berkisar Rp. 1500/kg - Rp
Kedua jalur tataniaga ini (lokal dan ekspor) memiliki lembaga pemasaran,
biaya tataniaga, price spread, share margin yang berbeda sehingga memiliki
efisiensi tataniaga yang berbeda juga. Perbedaan efisiensi tataniaga inilah yang
akan diteliti oleh peneliti. Dengan mengomparasikan efisiensi kedua jalur
tataniaga tersebut, dapat dilihat jalur tataniaga mana yang lebih efisien. Inilah
yang menjadi latar belakang peneliti melakukan penilitian ini.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
beberapa masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana biaya tataniaga, price spread, share margin masing-masing
lembaga tataniaga kubis dan tingkat efisiensi tataniaga kubis ekspor di
daerah penelitian?
2. Bagaimana biaya tataniaga, price spread, share margin masing-masing
lembaga tataniaga kubis dan tingkat efisiensi tataniaga kubis secara lokal
di daerah penelitian?
3. Bagaimana komparasi efisiensi tataniaga kubis secara ekspor dan lokal di
daerah penelitian?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah, maka tujuan penelitian dapat
1. Untuk menganalisis biaya tataniaga, price spread, share margin
masing-masing lembaga tataniaga kubis dan tingkat efisiensi tataniaga kubis
ekspor di daerah penelitian.
2. Untuk menganalisis biaya tataniaga, price spread, share margin
masing-masing lembaga tataniaga kubis dan tingkat efisiensi tataniaga kubis
secara lokal di daerah penelitian.
3. Untuk menjelaskan perbandingan efisiensi tataniaga kubis secara ekspor
dan lokal di daerah penelitian.
1.4.Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan informasi bagi para petani dalam meningkatkan efisiensi
tataniaga sayuran kubis.
2. Sebagai sumber informasi yang bisa menjadi bahan pertimbangan dan
pemikiran bagi lembaga pemerintahan yang terkait dalam rangka
perencanaan pembangunan di sektor pertanian.
3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang