BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pengaruh demokrasi di Indonesia telah sampai kepada akar perpolitikan
dan masa depan bangsa, sehingga dapat diketahui bagaimana cara masyarakat
dalam mengaplikasikan aspirasinya, dan pastinya tidak terlepas dari sosok seorang
figur tokoh dalam perhelatan pemilu ataupun Pemilukada, salah satunya yang
terkenal didalam masyarakat adalah “Kyai”. Sosok seorang kyai yang mempunyai
kharisma di masyarakat menjadikan daya tarik tersendiri dalam kehidupan sosial
keagamaan. Kyai yang mempunyai figur kepemimpinan serta daya keilmuan yang
diyakini olehkalangan masyarakat awam diidentikkan sebagai pewaris para Nabi,
maka masyarakat mempunyai keyakinan bahwa taat dan patuh pada ajaran kyai
diartikan sama dengan taat dan tunduk terhadap ajaran Nabi.
Dalam masyarakat pedesaan budaya sungkem terhadap seorang kyai masih
banyak ditemukan, bahkan dalam fenomena tersendiri seseorang yang akan
mencalonkan menjadi pemimpin daerah ataupun pusat mereka sowan dan
meminta restu supaya dalam pemilihan kepala daerah tersebut bisa memperoleh
kemenangan. Disisi lain kharisma seorang kyai dalam instalasi perpolitikan pasca
reformasi sangat menjanjikan, selain sebagai figur untuk menjadi alat penghimpun
masa, kyai juga bisa dicalonkan sebagai seorang pemimpin daerah atau bahkan
presiden sekalipun, hal ini tidak terlepas dari latar belakang pengaruh sebagai
tokoh masyarakat yang dikenal mempunyai keilmuan yang menjanjikan sehingga
partai-partai sekarang berlomba-lomba memperebutkan suara mayoritas
masyarakat muslim melewati peran kyai.1
Peranan kaum ulama dan santri dari awal perjuangan merebut
kemerdekaan hingga dapat menikmati suasana kemerdekaan saat ini tidak dapat
diabaikan begitu saja. Merekalah yang memberikan keyakinan kepada rakyat
Indonesia yang pada saat itu harga diri dan martabatnya sedang diinjak-injak
penjajah dan dicap sebagai inlander atau bangsa rendahan. Dari gerakan perlawanan bersenjata hingga jalur diplomasi, keyakinan akan syahid-lah yang memberikan keberanian kepada mereka untuk melawan kaum kolonial Barat yang
menganggap dirinya sebagai ras kulit putih yang unggul.
Diawali dengan era penjajahan imperialis Portugis hingga Belanda
peranan mereka cukup sentral. Ketika para imperialis Barat tersebut mencoba
untuk menguasai Indonesia, mereka selalu dihadang oleh kaum Ulama dan Santri.
Hanya merekalah yang mampu melalui ajaran Islam menumbuhkan kesadaran
terhadap rakyat yang tertindas, rasa memiliki kesamaan sejarah, dan rasa
tanggung jawab terhadap tanah air, bangsa dan agama. Terutama karena
dibangkitkan kesadaran Islam dengan Sumpah Syahadatnya menjadikan rakyat
berani memberikan jawaban yang tepat terhadap tantangan penjajahan.2
Adanya perubahan dinamika politik nasional menjadikan demokrasi
ditingkat lokal juga mempengaruhi elit-elit dan tokoh-tokoh dari daerah
mempunyai peran penting dalam proses perpolitikan, tepatnya pemilihan kepala
daerah maupun pemilihan presiden. Peran elit atau tokoh di daerah salah satunya
ialah tokoh dari sosok religius dari ajaran agama islam atau sering disebut dengan
1
Sarpuddin, Budaya”Charisma politik kyai”, hal.8 2
ulama, tuan guru, kyai dan lainya. Berbicara mengenai tokoh didaerah khususnya
di daerah pedesaan, sosok ulama berperan besar dalam mempengaruhi masyarakat
setempat, hal ini tidak terlepas dari latar belakang sosok ulama yang bersifat
kharismatik dengan keilmuaan dan tauladan yang dimiliki ulama tersebut.
Dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan, khususnya pengetahuan
agama, peran ulama tidak diragukan lagi. Berbagai ulasan mengenai ulama
ditemukan di dalam kitab-kitab klasik yang menunjukkan arti ulama sebagai guru,
guru besar, kiai dan sebagainya yang merujuk kepada seorang pakar di
bidangnya.
Ulama secara definitif tidak ada dikotomi antara orang yang mempunyai
ilmu pengetahuan agama dan non-agama, melainkan semua nilai yang bermanfaat
bagi terwujudnya tatanan masyarakat yang damai, ulama juga
mengimplementasikan dalam komunitas kemasyarakatan. Ulama adalah sentral
figure dalam kehidupan, baik sebagai hamba Allah (abdullah) atau pemimpin
(khalifah), sehingga ulama dituntut untuk membumikan sifat-sifat tuhan, sehingga
mampu membuat tatanan sosial secara benar dan baik serta mengedepankan visi
rahmatan lil ‘alamin atau rahmat bagi seluruh alam.3
Ulama adalah bentuk majemuk dari kata dalam bahasa Arab alim yang
secara harfiyah yang berarti orang yang berilmu lawan kata ilm ( Ilmu ) adalah
jahi ( bodoh). Latar belakang penegertian ini selalu dihubungkan dengan istilah
ilmu pengetahuan agama. Pada masa–masa paling awal Islam yang disebut ulama
adalah orang yang memiliki pengetahuan tentang ilmu–ilmu agama. Pada masa al
Khulafaur Rasyidin tidak ada pemisahan antara orang yang memiliki pengetahuan
3
agama, ilmu pengetahuan ke alaman, dan pemisahan politik praktis. Para sahabat
Nabi Muhammad SAW umumnya memiliki pengetahuan keagamaan,
pengetahuan keagamaan dan sekaligus mereka juga pelaku-pelaku politik praktis.
Para sahabat terkemuka pada masa itu biasanya duduk dalam satu dewan
pertimbangan yang disebut Ahl al – Halli wa Al - Aqd. Oleh ulama, para sahabat
ini kemudian disebut ulama salaf.4
Di Indonesia, istilah ulama atau alim ulama yang semula disebutkan dalam
bentuk jamak berubah pengertiannya menjadi bentuk tunggal. Pengertian ulama
lebih menjadi sempit, karena diartikan sebagai orang yang memiliki pengetahuan
ilmu keagamaan dalam bidang fiqih, di Indonesia ulama identik dengan fuqaha,
bahkan dalam pengertian awam sehari - hari ulama adalah fuqaha dalam bidang
ibadah saja.5
Peran ulama juga berperan penting dalam membentuk kehidupan sosial
dan budaya islam yang ada didaerah-daerah khususnya daerah pedesaan
menjadikan pengaruh Islam sering kali dipandang sebagai lebih dari sekedar
agama. namun berdampak pada kehidupan sosial budaya dan sosial politik.
Kegagalan politik Islam di Indonesia telah mendorong ulama untuk
membebaskan umat Islam dari kewajiban menganut orientasi politik tertentu.
Sebagian umat Islam menunjukkan bahwa kecintaan mereka lebih tertuju pada
sosok Figur, ketokohan seseorang bukan pada nilai-nilai Islam itu. Permasalahan
tersebut mendorong sebagian besar ulama untuk kembali pada perannya di
tengah-tengah masyarakat. Ulama kembali pada perannya untuk menjadi
perantara umat Islam dan permasalahan nasional. Peran ini begitu menonjol ketika
4
Diakses melalui http://mediain forpp.blogspot.com/2014/10/ulama-dan-politik.html Pada tanggal 02 Desember 2014 Pukul 16.00 Wib
5
partai politik mulai masuk untuk melakukan komunikasi politik pada umat Islam.
Ini terjadi karena ulama sendiri adalah bagian dari elite politik, suatu posisi
strategis dan diklaim mempunyai kekuasaan yang sah untuk mempersatukan umat
dalam menghadapi berbagai ancaman nyata dari kelompok-kelompok lain.
Sehingga ini menunjukkan peran informal ulama lebih banyak diperhitungkan
ketimbang peran formal dalam masyarakat.
Peran informal ini ditunjukkan dengan berkembangnya pesantren sebagai
sarana pendidikan bagi umat Islam. Pesantren adalah bagian kehidupan karena
merupakan tempat dimana ulama mengembangkan ajaran dan pengaruhnya
melalui pengajaran. Institusi ini menjadi sangat diperhatikan dalam permasalahan
politik ketika berlangsungnya proses pemilu ulama dapat menjadi ladang suara
bagi partai politik atau kandidat yang berhasil mendapatkan restunya. Ulama
memiliki basis pendukung yang berbeda-beda jumlahnya satu sama lain.
Ulama dikenal sebagai pemimpin umat Islam bukan saja dalam bidang
keagamaan, tetapi juga dalam bidang sosial kemasyarakatan. Sebagai pewaris
Nabi, kehadiran seorang ulama tentu saja tidak bisa dipisahkan dengan konsep
komunitas Islam atau apa yang biasa disebut ummah, yaitu komunitas kaum
beriman yang diikat oleh kesamaan pandangan tentang kesucian, moral dan
spritual. Sebagai ikatan kaum beriman, ummah dapat pula dianggap sebagai
komunitas-kognitif, dimana keyakinan transedental dan pengetahuan individu
mendapatkan konfirmasi sosial. Oleh sebab itu, ulama tidak hanya bisa dilihat dari
segi apa yang dikerjakannya dan karakteristik pribadi, tetapi yang lebih penting
dari itu adalah sejauh mana ummah memberikan pengakuan kepadanya.6
6
Peran ulama dalam politik terlihat dibeberapa pemerintahan dinasti-dinasi
dalam sejarah Islam terdahulu dan seiring dengan pertumbuhan pemikiran teologi
Islam, ulama semakin mendapatkan peran di bidang politik. Kemampuan
keagamaan yang dimiliki oleh agama dianggap sebagai panutan dalam
menentukkan pilihan politik bagi setiap masyarakat setempat.
Di Indonesia dunia pesantren atau ulama dan kekuasaan dalam sejarah
politik Indonesia adalah dua hal yang selalu berdekatan. Secara empiris peranan
ulama dalam sejarah bangsa dalam bidang politik bisa dilihat dalam perjalanan
perjuangan di zaman kolonial. Sejarah mencatat bahwa dalam perjuangan yang
dilakukan oleh para pendahulu negeri ini dalam pencapaian kemerdekaan ulama
dan santri mempunyai andil yang cukup besar dalam kancah peperangan melawan
para perusak bumi kaum belanda dan sekutunya diantaranya ialah Sunan Ampel,
Cut Nyak Dien, Pangeran Diponogoro, Bung Tomo dan sederetan nama-nama
lainnya, mereka semua adalah santri-santri yang rela mati demi kemerdekaan
Negara Republik Indonesia ini. Sejarah perpolitikan Islam juga menunjukan para
ulama sangat berperan besar dalam pengambilan kebijakan-kebijakan pemerintah.
Dengan perjalanan tersebut, kedudukan ulama tidak hanya terbatas pada bidang
keagamaan, melainkan juga merambah pada bidang ekonomi, politik dan sosial
kemasyarakatan lainnya.7
Di samping selalu memberikan saran dan nasehat kepada pemimpin, para
ulama secara aktif ikut serta dalam perbaikan masyarakat luas melalui pendidikan.
Mendidik masyarakat secara luas berarti ikut serta bersama masyarakat dalam
kehidupan mereka. Mereka dekat dengan masyarakat karena masyarakat selalu
7
merindui kehadirannya. Mendidik juga berarti memperbaiki akhlāq semua lapisan
masyarakat, mengingatkan kekurang pedulian mereka terhadap nilai-nilai agama
dan memberikan perhatian mendalam terhadap segala permasalahan yang
menimpa mereka. Dengan berperan aktif dalam perbaikan masyarakat, ulama
sudah mengambil posisi penting nan strategis dalam berpolitik dalam sebuah
negara. Keaktifan tersebut bisa menjadi senjata ampuh bagi ulama untuk
mengubah jalannya pemerintahan yang masih terdapat banyak kekurangan dan
penyimpangan.
Pasca reformasi banyak Ulama yang mulai bermain dalam proses politik
meski sekedar menjadi pendukung dalam tarik menarik pemilihan Bupati,
Gubernur, Calon Legislatif, dan lain-lain. Demikian pula terhadap pemilihan
kepala negara atau Presiden.agar tidak jatuh ke tangan orang-orang yang tidak
bertanggung jawab maka peran ulama ikut bersikap dalam politik. Salah satu
ulama yang berpengaruh terhadap pemilihan Presiden ialah tuan guru Babusalam
Syeh Hasyim Al Syarwani di Kabupaten Langkat.
Pada pelaksanaan pemilu tentunya tidak lepas dengan yang namanya
kampanye. Adanya kampanye berguna untuk menarik simpati masyarakat agar
memberi dukungan kepada para calon. Dengan kampanye ini biasanya para calon
menyebutkan tentang visi misi, janji-janji dan kinerja-kinerja yang akan
direalisasikan setelah menjadi presiden nanti. Namun, selain adanya kampanye
yang bersifat positif juga terdapat kampanye yang bersifat negatif dan juga
kampanye hitam. Kampanye negatif berbeda dengan kampanye hitam. Kampanye
negatif yaitu pesan-pesan negatif terhadap lawan (kompetitor) yang berdasarkan
pesan negatif terhadap para calon yang tidak didasarkan pada fakta, tidak ada
sumber data yang bisa dipertanggungjawabkan, bahkan menjerumus pada fitnah.
Dalam memilih pemimpin negeri ini, masyarakat tidak hanya memandang
pada kinerja-kinerja yang akan direalisasikan oleh masing-masing calon, tetapi
konteks agama juga berperan penting dalam memilih pemimpinn. Masyarakat
akan cenderung mendukung calon presiden dan wakil presiden yang memiliki
agama bahkan paham (golongan) yang sama dengan mereka. Adanya peran agama
dalam pemilihan presiden dan wakil presiden, para calon meminta restu kepada
para ulama-ulama besar sekaligus untuk meminta dukungan. Karena Ulama
memiliki banyak pengikut dan pengikutnya tersebut cenderung akan mengikuti
pemimpinnya.
Menjelang pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden Tahun 2014 telah
diadakannya pertemuan politisi dengan Tuan Guru Babussalam yang telah
direncanakan terbangun komunikasi antar keduanya lintas kepentingan. Dalam
pertemuan ini politisi lokal meminta izin dan sekaligus doa atas terhadap segala
keinginan yang berkaitan dengan masalah politik. Merespon keinginan dan
permintaan politisi ini, Tuan Guru Babussalam menerima dengan terbuka
terhadap semua politisi yang datang, baik dari kalangan yang simpatisan Tarekat
Nasyabandiyah Besilam ataupun juga tidak berhubungan sama sekali dengan
Tarekat Naqyabandiyah Besilam. Dalam pandangan Tuan Guru Babussalam
memberikan izin dan doa terhadap siapa saja yang meminta termasuk politisi
juga menggarisbawahi bahwa ternyata siapa diantara para politisi yang datang
dikabulkan keinginan dan doa tentu itu semua merupakan ketentuan Tuhan.8
Menarik dikemukakan bahwa dalam ritual doa politik yang dilakukan
Tuan Guru Babussalam guru dilakukan dengan bahasa yang sangat umum dan
tidak mengikat pada politisi tertentu. Bahkan, Tuan Guru Babussalam juga
menggunakan syarat tertentu supaya para politisi yang meminta doa untuk
dikabulkan segala keinginan politiknya dengan syarat semisal “kalau seandainya
seseorang tersebut benar-benar akan membawa kebaikan kepada umat, maka
kabulkan keinginannya”. Pilihan doa yang dilakukan Tuan Guru Babussalam
sebenarnya merupakan bentuk seni penolakan tersembunyi terhadap segala hal
yang mungkin buruk bagi kepentingan masyarakat apabila politisi tertentu yang
akan memimpin. Sebab, pada dasarnya, Tuan Guru Babussalam juga mengetahui
bahwa politisi sangat dekat dengan segala bentuk yang hanya mementingkan
kepentingan pribadi dan kelompok di atas kepentingan masyarakat, yang dapat
ditandai dengan pandangan tuan guru yang netral terhadap para politisi.9
Berbeda dengan para peziarah umumnya, politisi diberikan rekomendasi
oleh Tuan Guru Babussalam untuk melakukan pembacaan ritual yasin 41. Ritual
ini dalam Tarekat Naqsyabandiyah Besilam dianggap sebagai bagian dari upaya
untuk menunjukkan komitmen dan totalitas dalam upaya mencapai keinginan,
walaupun tentunya tingkat keberhasilannya semua diserahkan kepada Tuhan.
Menarik dikemukakan, pelaksanaanpembacaan ritual yasin 41 ini mekanisme
telah disiapkan beberapa jamaah yang berjumlah 41 orang dengan ketentuan satu
8
Jurnal At-Tafkir Vol. VII No. 1 Juni 2014
9
orang membaca yasin sampai selesai. Untuk pelaksanaan ritual ini setiap politisi
dikenakan biaya yang telah disepakati dengan pimpinan pelaksana ritual yang
langsung ditunjuk tuan guru sebagai pelaksananya.10
Setelah itu, sebagaimana lazimnya tradisi yang ada di Tarekat
Naqsyabandiyah Besilam pasca bertemu dan menyampaikan segala keinginan dan
hajat kepada Tuan Guru Babussalam, maka selanjutnya para peziarah termasuk
juga politisi akan berziarah ke makam pendiri Tarekat Naqsyabandiyah Besilam
ini atau ada juga yang terlebih dahulu berziarah ke makam ini, setelah itu baru
kemudian bertemu dengan Tuan Guru Babussalam. Di dalam makam ini, ada
beberapa pemandu yang membimbing tata cara berdoa di dalam makam tersebut.
Para pembimbing ini merupakan bagian dari kelompok jamaah Tarekat
Naqsyabandiyah Besilam yang dipercayakan untuk menjadi memandu beberapa
ritual yang ada di dalam makam tersebut dan umumnya jamaah ini juga
merupakan zuriat dari pendiri Tarekat Naqsyabandiyah Besilam. Pelaksanaan
ritual di makam ini dilakukan dengan menyebutkan tujuan dan keinginan, maka
para politisi selalu menyampaikan keinginan politiknya di dalam makam tersebut
yang kemudian dilakukan ritual seperti zikir dan doa sebagai upaya untuk
tercapainya tujuan politisi tersebut.11
Calon Wakil Presiden Nomor Urut I Hatta Rajasa, mendatangi Tuan Guru
Babussalam, Syekh Abdul Hasyim Al Syarwani di Kabupaten Langkat, Sumatera
Utara. Kedatangan Hatta itu adalah untuk meminta doa restu dan dukungan demi
memenangkan Pemilu Presiden pada 9 Juli 2014. Hatta datang bersama
10
ibid
11
rombongan yang terdiri dari Ketua DPR RI Marzuki Alie dan sejumlah tim
sukses. Pasangan Calon Presiden Prabowo Subianto ini langsung disambut oleh
Syekh Abdul Hasyim Al Syarwani.
Pertemuan antara Tuan Guru Babussalam, Syekh Abdul Hasyim Al
Syarwani dengan mantan Menko Perekonomian itu berlangsung akrab dan diisi
dengan acara makan siang bersama. Kedatangan Hatta Radjasa selain untuk
silaturahmi, untuk meminta dukungan kepada masyarakat Langkat," ujar Hatta
usai melakukan pertemuan. Dalam kesempatan ini Hatta Rasaja juga
menyempatkan diri ziarah ke makam Tuan Guru Babbusalam yang pertama
sebelum melanjutkan safari politiknya ke Deliserdang, Sumatera Utara.12
Peran Tuan Guru Babussalam yang sangat besar setiap menjelang Pemilu
yang selalu didatangi oleh para elit politik membuat salah satu calon Presiden
Dan Wakil Presiden bertemu dengan Tuan Guru Babussalam demi mendapatkan
dukungan dari Tuan Guru Babussalam, kedatangan para elit politik bertemu
dengan Tuan Guru Babussalam dikarenakan Tuan Guru Babussalam yang
memiliki jamaah yang besar diseluruh indonesia.
Peran ulama dalam berbagai bidang termasuk politik berdampak pada
peran ulama dalam mempengaruhi masyarakat terhadap pemilihan presiden tahun
2014. Salah satunya ialah yang terjadi daerah langkat yaitu Tuan Guru
Babussalam pada Pemilihan Presiden 2014 di Kabupaten Langkat. dari penjelasan
maka diambilah perumusan masalah yaitu bagaimana peran tuan guru
Babusalam terhadap pemilihan presiden 2014 di Desa Besilam Kabupaten
Langkat.
12
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa
masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting dan
perlu untuk diteliti. Rumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang
menyatakan pertanyaan– pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau
dicari jalan pemecahannya, atau dengan kata lain perumusan masalah merupakan
pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan
diteliti didasarkan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah.
Berdasarkan penjabaran yang telah dijelaskan di latar belakang, peneliti
ingin meneliti serta membahas bagaimana peran ulama Tuan Guru Babussalam
pada Piplres 2014. Dengan harapan mampu memberikan dampak positif kepada
masyarakat dalam menentukan pilihan politiknya.
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini :
Bagaimana peran tuan guru Babusalam terhadap pemilihan Presiden 2014
di Desa Besilam Kabupaten Langkat ?
1.3 Pembatasan Masalah
Agar tidak meluasnya permasalahan yang akan diteliti dan guna
memperjelas ruang penelitian, penulis membuat pembatasan masalah dalam
penelitian ini hanya kepada peran tokoh ulama tuan guru Babusalam terhadap
pilihan masyarakat terhadap Calon Presiden dan Wakil Presiden pada pemilihan
1.4 Tujuaan penelitian.
Tujuan penelitian merupakan keinginan yang ingin dilakukan dan dicapai
dalam melakukan suatu penelitian, untuk itu tujuan penelitian perlu kiranya
disusun secara spesifik sesuai dengan kepentingan penelitian.13 Oleh karena itu,
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran Tuan Guru Babussalam pada
Pilpres 2014 di desa Besilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat.
1.5 Manfaat penelitian
Adapun manfaat penelitian yang dimaksud penulis sebagai berikut :
a. Secara akademis, diharapkan mampu memberikan sebuah
kontribusi ilmiah terhadap kajian peran ulama dalam Pilpres.
b. Secara pribadi, bermanfaat untuk peneliti dalam mengembangkan
kemampuan membuat karya ilmiah serta dapat berguna sebagai
bentuk kontibusi terhadap tanah kelahiran.
1.6. Kerangka Teori
Bagian ini merupakan unsur yang paling penting di dalam penelitian,
karena pada bagian ini peneliti mencoba menjelaskan fenomena yang sedang
diamati dengan menggunakan teori–teori yang relevan dengan penelitiannya.
Teori menurut Masri Singarimbun dan Sofian effendi dalam buku Metode Penelitian Sosial mengatakan, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi dan preposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis
13
dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.14 Oleh karena itu, dalam
penelitian ini, untuk menggambarkan masalah penelitian yang menjadi objek di
dalam penelitian, peneliti menggunakan teori, yaitu:
1.6.1 Penjelasan Ulama
Secara etimologi kata ulama berasal dari akar kata ‘alima ya’ lamu‘ilman,
artinya mengetahui atau pengetahuan, lawan dari kebodohan (dhiddu al- jahl).
Isim fâ’il-nya ‘âlim dan bentuk jamaknya ‘âlimun ‘ullam atau ulamâ, maknanya
adalah orang yang berilmu, lawan dari orang yang bodoh atau yang tidak
berpengetahuan (dhiddu al-jâhil). Jika pengetahuannya luas sekali dikatakan
’allamah, artinya sangat ahli atau sangat berpengetahuan. Bentuk superlatifnya
’âlimun. Salah satu sifat Allah Swt. adalah ’Alim (Maha Mengetahui) yang
ditegaskan pada lebih dari 100 ayat.
Ada beberapa istilah yang digunakan masyarakat sebagai kata ulama
diantaranya adalah Kiai, tuan guru, ulil albab, cendikiawan muslim. Syarat akan
mengandung makna penghormatan kepada seseorang yang memiliki keunggulan
tertentu dalam bidang ilmu yang sangat berkaitan dengan agama Islam.15
Istilah-istilah ini yang menurut masyarakat Sejak kelahiran Islam sampai
dewasa ini, eksistensi ulama tetap diakui. Bahkan di tengah masyarakat Islam,
menurut Imam Mawardi dan Abdullah Faqih kitab Jamharatul Auliya, bahwa
ulama terbagi menjadi dua, yaitu ulama zhahir dan ulama batin Sementara
menurut Badruddin Hsubky dewasa ini ulama di tengah masyarakat dikenal lima
macam ulama yaitu, ulama plus, ulama fulus, ulama dunia, ulama akhirat, dan
14Masri Singarimbun dan Sofian Effendi,
Metode Penelitian Sosial. Jakarta : LP3ES, 1998, hal 37.
15
ulama dunia akhirat. Menurutnya ulama terakhirlah yang dibutuhkan masyarakat
untuk menuntun kepada kebahagian dunia dan akhirat.
Menurut Imam Ghazali seperti yang dikutip Badruddin Hsubky
mengemukakan dua macam ulama di dunia yaitu ulama akhirat dan ulama dunia
(ulama su’). Imam Ghazali menjelaskan yang dimaksud ulama dunia adalah
mereka yang mempergunakan ilmu pengetahuannya untuk mendapatkan
kesenangan dan kepuasan duniawi. Ulama seperti ini selalu khawatir tertimpa
kefakiran dan tidak puas anugerah yang diberikan Allah kepadanya dan hanya
berorientasi pada kebahagiaan duniawi sebagaimana yang telah dilarang Islam.
Sedangkan ulama akhirat adalah ulama yang tidak mencari kemegahan duniawi,
perilakunya baik, mengajarkan ilmu untuk kepentingan akhirat, menjauhi godaan
penguasa dzalim, senantiasa tawadhu’, dan tidak cepat mengeluarkan fatwa
sebelum menemukan dalilnya.16
Berdasarkan ajaran Islam, ulama memiliki kedudukan yang sangat tinggi
dan peran yang penting dalam kehidupan umat, karena mereka merupakan
pewaris para Nabi. Secara garis besar, peran ini merupakan tugas pencerahan bagi
umat. Dalam bahasa lain juga disebut sebagai amar ma’ruf nahi munkar. Arti
fungsi ulama adalah rangkaian sistem atau peranan dalam melakukan suatu tugas
yang sesuai dengan kedudukannya. Adapun tanggung jawab ulama adalah sejauh
mana ulama dapat menjalankan tugas dan kewajibannya untuk melaksanakan
risalah Allah yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
16
Mengenai fungsi, peranan atau tugas serta tanggung jawab ulama dalam
hubungannya sebagai pewaris Nabi, pendapat Umar Hasyim dalam bukunya
Mencari Ulama Pewaris Nabi antara lain adalah :17
1) Sebagai Da’i atau Penyiar Agama Islam
Kata Da’i mempunyai arti pengundang atau pengajak. Secara istilah, Da’i
berarti penyiar atau penyebar agama Islam atau ajakan terhadap manusia kepada
agama Islam. Untuk melakukan hal ini membutuhkan ilmu, harta benda, tenaga,
dan pikiran Sebagai orang yang berilmu, ulama berfungsi sebagai penyeru kepada
agama Allah dan akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti. Dalam arti lebih
luas, ulama juga mempunyai peran untuk mengamalkan ilmu yang dimiliki demi
kebaikan umat
2) Sebagai Pemimpin Rohani
Ulama sebagai pemimpin rohani adalah memimpin dan membimbing umat
agar mereka benar di dalam menghayati agamanya. Di situlah tugas ulama yang
memimpin umat agar tingkah laku umat sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Di
sini juga sebagai bentuk pertangungjawaban ulama sebagai orang yang berilmu
agar umat dapat menjiwai segala aktifitasnya karena Allah semata.
3) Sebagai Pengemban Amanat Allah
Amanat adalah semua hak yang dipertanggung jawabkan terhadap
seseorang, baik secara tindakan, perbuatan dan perkataan maupun
kebijaksananaan serta kepercayaan dalam hati. Baik hak-hak yang berupa milik
17
Allah maupun jadi hal-hal perkara, ataupun urusan yang dipercayakan kepada
manusia tersebut diwajibkan memeliharanya atau melayaninya, berupa harta, hak,
kehormatan, dan lain sebagainya.
Adapun sangkut pautnya dengan ulama pengemban amanat Allah adalah
sebagaimana manusia telah menyanggupi untuk menjalankan tugas-tugas
keagamaan sejak zaman ‘azali, termasuk tugas yang dibebankan kepada ulama.
Ulama berkewajiban memelihara amanat dari Allah berupa menjada ajaran Allah
dan agamanya agar tidak dirusak oleh manusia. Ulama yang dimaksud dengan
pembina umat adalah ulama yang membina umatnya untuk ambil bagian dalam
menetukan pola pikir manusia yang telah mengakui sang ulama tersebut sebagai
pemimpin dan penuntun mereka. Jadi apa kata ulama akan mereka anut dan apa
yang dilakukan perbuatan ulama akan mereka tiru. Dan disinilah peran ulama di
dalam membina umatnya, sangat penting.
4) Sebagai Penuntun Umat
Ulama penuntun umat adalah ulama yang menunjukkan jalan dan
membimbing umatnya ke jalan yang benar, sesuai dengan tuntunan Allah dan
Rasulullah SAW. Dan disinilah ulama bertugas menuntun umatnya yang
mengalami kegelapan dalam berpikir dan kebingungan, sebaliknya jika ulama
memberikan petunjuk bukan dari petunjuk Allah maka dosalah sang ulama
5) Sebagai Penegak Kebenaran
Sebagai umat Islam kewajiban untuk menegakkan agama Islam dengan
segala cara daya upaya dan kemampuan yang dimiliki. Namun yang istimewa
bagi ulama lebih mengetahui ajaran-ajaran Allah yang membina umatnya untuk
ambil bagian dalam menetukan pola pikir manusia yang telah mengakui sang
ulama tersebut sebagai pemimpin dan penuntun mereka. Jadi apa kata ulama akan
mereka anut dan apa yang dilakukan perbuatan ulama akan mereka tiru. Dan
disinilah peran ulama di dalam membina umatnya menjadi sangat penting.
Dari ciri-ciri ulama diatas yang berdasarkan fungsi, peranan atau tugas
serta tanggung jawab ulama dalam hubungannya sebagai pewaris Nabi. Semua itu
adalah karena ulama menjadi contoh bagi umatnya ke jalan Allah.
Kebinasaan bagi umat jika ulama malah menjadi yang sebaliknya, yaitu
terkooptasi oleh kekuasaan dan penguasa, mereka malah menjadi ulama’ as-
salathin yang menjadi stempel penguasa untuk menjustifikasi keburukan,
penyimpangandan kezaliman penguasa untuk menghindari hal itu para ulama
salafus salih cenderung menjaga jarak dengan penguasa, tidak mau mendatangi
dan mengetuk-ngetuk pintu penguasa. Bukan mereka yang datang kepada
penguasa.Sebaliknya, penguasalah yang datang kepada mereka untuk
mendapatkan nasihat, dan kritikan dalam pencerahan.18
Seorang ulama sekaligus juga seorang politisi, senantiasa memperhatikan
dan mengurusi urusan-urusan akan umatnya. Ulama mengurusi urusan umat
bukan dengan kekuasaan, tetapi dengan keilmuannya. Ulama haruslah menjadi
18
orang yang mengamalkan ilmunya, senantiasa menyuarakan kebenaran, cinta akan
kebaikan, memerintahkan kemakrufan dan mencegah kemungkaran.
Ulama harus mengajarkan dan menjelaskan kebenaran dan keadilan
kepada penguasa, sekaligus menyeru penguasa untuk menerapkan Islam secara
benar, konsisten dan adil serta menghiasi diri dengan akhlak Rasul Saw. Ulama
harus tabah menerima segala cobaan dan kesulitan dalam menjalankan semua itu.
Mereka ingat akan peringatan Rasul SAW.
“Siapa saja yang mendatangi pintu-pintu penguasa ia akan terjerumus ke
dalam fitnah. Tidaklah seorang hamba bertambah dekat dengan penguasa,
kecuali ia bertambah jauh dari Allah”. (HR Ahmad).
1.6.1.2. Pengaruh Ulama.
Dalam kamus-kamus bahasa Arab modern, kata politik biasa diartikan
dengan kata siyasah. Kata ini terambil dari akar kata sasa, yasusu yang biasa
diartikan mengemudi, mengendalikan, dan mengatur. Uraian al-Quran tentang
politik dapat ditemukan pada ayat-ayat yang berakar kata hukum. Dari akar kata
yang sama terbentuk kata hikmah yang pada mulanya berari kendali, dan kata
hukumah berarti pemerintah. Maka pengertian ini sejalan dengan asal makna sasa,
yasusu, sais, siyasah, yang berarti mengemudi, megendalikan, pengendali, dan
cara pengendalian.19
Kata hukum dalam bahasa Arab tidak sama pengertiannya dengan Kata
hukum dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Arab kata ini berbentuk kata jadian
yang bisa mengandung berbagai makna. Kata tersebut jika dipahami sebagai
19
membuat atau menjalankan keputusan, maka tentu dalam menjalankan upaya
tersebut terdapat subyek dan obyek. Dan proses ini akan menghasilkan upaya
politik.20 Di Indonesia, ulama dalam konteks pemahaman seperti ini seringkali
menjadi kelompok elit agama yang terdorong untuk mentransformasikan diri
menjadi kelompok-kelompok kepentingan agama yang bercorak modern.
Dalam proses modernitas kepemimpinan politik seperti ini, ulama tidak
hanya memantapkan kerjanya di internal, namun juga berusaha mempengaruhi
umatnya. Ulama banyak terlibat dalam membangun masyarakat tradisional
menuju masyarakat modern, dengan demikian secara otomatis peran dan fungsi
ulama mengalami perubahan. Secara sosio-antropologis, perubahan peran ulama
ini biasanya dilihat dari multifungsional ke monofungsional. Ini disebabkan
perubahan struktur sosial yang didorong oleh tuntutan spesialisasi dan diferensiasi
dalam masyarakat. Pada masa dulu, ulama diberi mandat oleh masyarakat bukan
saja pada masalah keagamaan saja, tapi juga pada bidang pertanian, perdagangan,
kesehatan dan ketertiban masyarakat.
Pengaruh ulama juga dapat menurun apabila politik ulama berkaitan
dengan perubahan-perubahan umum dalam situasi politik dikalangan masyarakat.
Dalam variasi politik ulama, seperti ditunjukkannya oleh dukungan mereka
terhadap berbagai organisasi politik dan pemisahan Islam dari politik adalah salah
satu faktor yang ikut menentukan dalam menurunnya pengaruh politik ulama.21
20
Ibid.,Hal. 94-95. 21
1.6.2 Teori Elite Politik Lokal
Adapun elit politik lokal yang dimaksud adalah mereka yang menduduki
posisi jabatan politik di ranah lokal. Perjalanan sejarah mencatat bahwa posisi
mereka sebagai elit politik lokal mengalami ‘pasang naik’ dan ‘pasang surut’
paralel dengan perubahan yang terjadi. Mereka yang pada rentang waktu tertentu
mengalami pembatasan dari struktur yang ada, berubah nasibnya menjadi
mengalami pemberdayaan pada kurun waktu yang lain. Demikian pula ada di
antara mereka yang semula mengalami pemberdayaan berubah menjadi
mengalami pembatasan dari struktur.
Realitas pentas politik Indonesia menunjukkan, tatkala rezim otoritarian
Orde Baru berkuasa, ada sekelompok elit politik lokal yang mengalami
pembatasan dari struktur yang ada dan ada pula sejumlah elit politik lokal lainnya
yang mengalami pemberdayaan. Tumbangnya pemerintahan Orde Baru
menghasilkan kehadiran sistem politik yang bercorak demokrasi memungkinkan
terjadinya perubahan pemaknaan struktur yang ada; elit politik lokal yang semula
memaknai struktur sebagai pembatasan berubah menjadi pemberdayaan, dan
mereka yang tadinya memaknai sebagai pemberdayaan berubah menjadi
pembatasan.22
Kata elit selalu menarik perhatian, justru karena ia sering diartikan sebagai
“orang-orang yang menentukan”. Pendekatan elit dalam studi ilmu sosial memang
tidak kebal dari kritik namun sangat membantu menjelaskan fenomena struktur
sosial, khususnya struktur kekuasaan seperti bentuk piramida. Para elit adalah
mereka yang berada dalam puncak piramida itu, mereka yang punya pengaruh dan
22
menentukan. Bottomore yang menemukan konsep keseimbangan sosial, yang
apabila direfleksikan dengan dinamika politik, sebagai bagian dari dinamika sosial
lebih luas. Elit akan sangat terkait dengan upaya menuju tercapainya kondisi
keseimbangan politik (political equilibrium).23
Sofian Effendi secara sederhana memberi batasan tentang elit lokal adalah
kelompok kecil yang biasanya oleh masyarakat tergolong disegani, dihormati,
kaya, dan berkuasa. Kelompok elit yang kerapkali dinyatakan sebagai kelompok
minoritas superior, yang posisinya berada pada puncak strata, memiliki
kemampuan mengendalikan aktivitas perekonomian dan sangat dominan
mempengaruhi proses pengambilan keputusan terutama keputusan-keputusan
yang berdampak kuat dan berimbas luas terhadap tatanan kehidupan. Mereka
tidak hanya ditempatkan sebagai pemberi legitimasi tetapi lebih daripada itu
adalah panutan sikap dan cermin tindakan serta senantiasa diharapkan dapat
berbuat nyata bagi kepentingan bersama.24
1.6.2.1 Elit Menurut Para Ahli
Elite menurut Suzzana Keller, berasal dari kata elligere, yang berarti memilih, dalam perkataan biasa kata itu berarti bagian yang menjadi pilihan atau
bunga suatu bangsa, budaya, kelompok usia dan juga orang-orang yang
menduduki posisi sosial yang tinggi. Dalam arti umum elite menunjuk pada
sekelompok orang dalam masyarakat yang menempati kedudukan-kedudukan
tertinggi. Dengan kata lain, elite adalah kelompok warga masyarakat yang
23
Bottomore,T.B.2006. Elit dan Masyarakat, Jakarta : Akbar Tandjung Istitute. Hal.6. 24
memiliki kelebihan daripada warga masyarakat lainnya sehingga menempati
kekuasaan sosial di atas warga masyarakat lainnya.25
Vilfredo Pareto mendefenisikan elite sebagai kelompok orang yang
mempunyai indeks kemampuan yang tinggi dalam aktivitas mereka, apapun
bentuknya akan tetapi dia kemudian mengkonsentrasikan dirinya pada apa yang
disebut dengan elit penguasa yang dipertentangkan dengan massa yang tidak
berkuasa.
Gaetano Mosca mengembangkan teori elit dan mengklasifikasikan ke dalam dua status yaitu elit yang berada dalam stuktur kekuasaan dan elit yang
diluar stuktural. Elit berkuasa menurut Mosca yaitu elit yang mampu dan
memiliki kecakapan untuk memimpin serta menjalankan kontrol sosial. Dalam
proses komunikasi, elit berkuasa merupakan komunikator utama yang mengelola
dan mengendalikan sumber-sumber komunikasi sekaligus mengatur lalu lintas
transformasi pesan-pesan komunikasi yang mengalir. Elit berkuasa menjalin
komunikasi dengan elit masyarakat untuk mendapatkan legitimasi dan
memperkuat kedudukan sekaligus mempertahankan status quo. Sedangkan elit
yang berada diluar struktural yaitu elit masyarakat merupakan elit yang dapat
mempengaruhi masyarakat lingkungan di dalam mendukung atau menolak segala
kebijaksanaan elit berkuasa.26
Menurut Laswell Elit Politik mencakup semua pemegang kekuasaan
dalam suatu bangunan politik.Elit ini terdiri dari mereka yang berhasil mencapai
kedudukan dominan dalam system politik dan kehidupan masyarakat. Mereka
memiliki kekuasaan, kekayaan dan kehormatan. Elite merupakan orang-orang
25
Suzanne Keller, Penguasa dan Kelompok Elite, Peranan Elite Penentu dalam Masyarakat Modern, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 1995, hal. 35
26
yang berhasil yang mampu menduduki jabatan tinggi dan dalam lapisan
masyarakat. Karena itu Vilfredo Pareto berpandangan bahwa masyarakat terbagi
atas dua kelas, yaitu lapisan atas, yaitu pertama elit yang terbagi dalam elit yang
memerintah (governing elit) dan elit yang tidak memerintah (non governing
elite),dan yang kedua lapisan rendah, yaitu non-elite. Pareto sendiri lebih
memusatkan perhatiannya kepada elit yang memerintah.
Pendorong elit politik atau kelompok-kelompok elit untuk memainkan
peranan aktif dalam politik adalah menurut para teoritisi politik karena hanya
dorongan kemanusiaan yang tidak dapat dihindarkan atau diabaikan untuk meraih
kekuasaan. Politik, menurut mereka merupakan permainan kekuasaan dan karena
individu menerima keharusan untuk melakukan sosialisasi serta penanaman
nilai-nilai guna menemukan ekspresi bagi pencapaian kekuasaan tersebut, maka upaya
pun mereka lakukan untuk memindahkan penekanan dari para elit dan kelompok
kepada individu.
Perbedaan yang tidak mungkin terelakkan di antara anggota masyarakat
yang satu dengan yang lainnya dapat dinyatakan sebagai titik awal bagi
munculnya kelompok-kelompok yang mempunyai keunggulan. Anggota
masyarakat yang mempunyai keunggulan tersebut pada gilirannya akan tergabung
dalam suatu kelompok yang dikenal dengan sebutan kelompok elit.
Keunggulan yang melekat pada dirinya akan menggiring mereka
tergabung dalam kelompok elite yang mempunyai perbedaan dengan anggota
masyarakat kebanyakan lainnya yang tidak memiliki keunggulan. Sebutan elite
atau terminologi elite, sebagaimana diungkapkan oleh Vilfredo Pareto, Gaetano
menunjukkan pada kelompok atau golongan yang ada di suatu masyarakat. yang
memiliki keunggulan atau superioritas apabila dibandingkan dengan kelompok
atau golongan lainnya.
1.6.3. Teori Peran
Menurut Kozier Barbara peran adalah seperangkat tingkah laku yang
diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu
system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar
dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari
seesorang pada situasi sosial tertentu.
Peran adalah deskripsi sosial tentang siapa kita dan kita siapa. Peran
menjadi bermakna ketika dikaitkan dengan orang lain, komunitas sosial atau
politik. Peran adalah kombinasi adalah posisi dan pengaruh.
Menurut Biddle dan Thomas dalam Arisandi, peran adalah
serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari
pemegang kedudukan tertentu. Misalnya dalam keluarga, perilaku ibu dalam
keluarga diharapkan bisa memberi anjuran, memberi penilaian, memberi
sangsi dan lain-lain.
Menurut Horton dan Hunt, peran (role) adalah perilaku yang diharapkan dari
seseorang yang memiliki suatu status. Berbagai peran yang tergabung dan terkait
pada satu status ini oleh Merton dinamakan perangkat peran (role set). Dalam
kerangka besar, organisasi masyarakat, atau yang disebut sebagai struktur sosial,
ditentukan oleh hakekat (nature) dari peran ini, hubungan antara
yang memainkannya. Masyarakat yang berbeda merumuskan, mengorganisasikan,
dan memberi imbalan (reward) terhadap aktivitas-aktivitas mereka dengan cara
yang berbeda, sehingga setiap masyarakat memiliki struktur sosial yang berbeda
pula. Bila yang diartikan dengan peran adalah perilaku yang diharapkan dari
seseorang dalam suatu status tertentu, maka perilaku peran adalah perilaku yang
sesungguhnya dari orang yang melakukan peran tersebut. Perilaku peran mungkin
berbeda dari perilaku yang diharapkan karena beberapa alasan. Sedangkan,
Abu Ahmadi mendefinisikan peran sebagai suatu kompleks pengharapan
manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi
tertentu berdasarkan status dan fungsi sosialnya.27
1.7. MetodePenelitian
Metode penelitian yang digunakan penulis ialah jenis penelitian deskriptif,
yaitu suatu tipe penelitian untuk memberikan gambaran objek penelitian
berdasarkan suatu gejala sosial, fakta dan data yang ada melalui konsep-konsep
dalam teori sosial. Metode deskriptif ini dapat diartikan sebagai prosedur
dalam memecahkan masalah yang sedang diselidiki dengan menggambarkan
dan melukiskan keadaan subyek dan obyek penelitian seseorang,
masyarakat, Lembaga Sosial Masyarakat dan lainya berdasarkan fakta-fakta
yang tampak sebagaimana adanya.
Dan pendekatan yang digunakan peneliti ialah jenis kualitatif yang terdiri
dari kutipan-kutipan dan deskripsi keadaan, kejadian, interaksi dan kegiatan
Sehingga peneliti dapat mendekati data agar mampu mengembangkan
komponen- 27
komponen dan keterangan yang analisis, konseptual dan kategoris dari data
tersebut.28
1.7.1. LokasiPenelitian
Lokasi penelitian ini meliputi sebanyak 23 kecamatan di Kabupaten
Langkat.29Kendati demikian, penelitian ini hanya mengambil beberapa sample
daerah disekitar wilayah Babusalam yakni desa Besilam, kecamatan Padang
Tualang Kabupaten Langkat.
1.7.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan melalu studi pustaka, wawancara,
observasi lapangan, cara-cara lainnya yang dapat memperkaya informasi terkait
dengan tema penelitian. Sumber data utama penelitian ini diperoleh dari buku atau
literature tertulis lainnya serta data dari informan. Informan dalam penelitian ini
adalah Tuan Guru Babusalam sendiri dan Masyarakat sekitar yang telah
mempunyai hak pilih. Selain itu peneliti juga memakai data hasil pemilihan umum
Presiden melalui KPU di Kabupaten Langkat.
Dalam penelitian pada Metodologi Penelitian Sosial 30 yang pertama ialah
melalui bacaan, setelah itu wawancara ke lapangan, kemudian mengumpulkan
data berdasarkan fokus penelitian yang sudah jelas dan terakhir memeriksakan
28
Bruce A.Chodwick.1991.”Social Science Research Methods.ter.Sulisita (dkk),”Metode Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial,(Semarang : IKIP Press.Hal 234.
29
http://www.langkatkab.go.id/page.php?id=205. diakses pada tanggal 03 Desember 2014 Pukul 20.00 wib 30
laporan sementara penelitian responden atau kepada Obyek peneliti. agar
responden dapat memberikan informasi baru lagi atau responden dan obyek
peneliti dapat menyetujui kebenarannya sehingga hasil penelitian lebih dapat
dipercaya.
1.7.3. Teknik Analisa Data
Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisa data
kualitatif, dimana Setelah data diperoleh maka selanjutya ialah melakukan
analisa data yang dilakukan dengan cara mengkumpulkan lalu kemudian
disusun, dianalisa dan disajikan untuk memperoleh gambaran sistematis
tentang kondisi dan situasi yang ada. Data-data tersebut diolah dan
dieksplorasi secara mendalam yang selanjutnya akan menghasilkan
kesimpulan yang menjelaskan masalah yang akan diteliti.
1.8. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih rinci, maka peneliti
membaginya dalam IV bab dan beberapa sub bab. Untuk itu sistematika penulisan
skripsi ini adalah :
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan bagianyang menguraikanlatarbelakang masalah, rumusan
permasalahan, batasan masalah, tujuaan penelitian, manfaat penelitian,
kerangka teori, metode penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data,
BAB II Sejarah dan Biografi Tuan Guru Babusalam
Pada bab ini akan berisi gambaran umum obyek penelitian yaitu, yang
memuat profil lokasi penelitian, sejarah dari tuan guru babusalam serta biografi
dari tuan guru Syeh Hasyim Al Syarwarni
BAB III Analisa Data
Pada bab ini akan menjelaskan mengenai peran tuan guru Syeh Hasyim
Al Syarwarni terhadap pilihan masyarakat pada pemilihan presiden tahun 2014
yang lalu.
BAB IV Penutup
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil