• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh karakteristik keluarga dan dukungan sosial terhadap pemberian makan pada balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh karakteristik keluarga dan dukungan sosial terhadap pemberian makan pada balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tujuan pembangunan nasional adalah peningkatan sumber daya manusia yang

dilakukan secara berkelanjutan. Visi pembangunan gizi adalah untuk mewujudkan

keluarga mandiri sadar gizi untuk mencapai status gizi keluarga yang optimal.

Pembangunan suatu bangsa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh

lapisan masyarakat. Peningkatan kemajuan dan kesejahteraan bangsa sangat

tergantung pada kemampuan dan kualitas sumber daya manusia (Dinkes Sumut,

2006).

Keadaan gizi masyarakat Indonesia saat ini masih memperihatinkan,

walaupun berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasinya. Masalah gizi terjadi di

setiap siklus kehidupan dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, balita, anak,

dewasa, dan usia lanjut. Periode dua tahun pertama merupakan masa kritis, karena

pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan

gizi yang terjadi pada masa ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun

kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi. Dampak kekurangan gizi yang

paling ditakutkan adalah gagal tumbuh, terutama gagal tumbuh kembang otak. Anak

yang menderita kekurangan gizi tidak saja menurunkan kecerdasan otaknya, tetapi

(2)

Dampak gizi buruk dalam jangka pendek menyebabkan kesakitan dan kematian

karena kekurangan gizi membuat daya tahan tubuh berkurang.

Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2002 meyebutkan penyebab kematian balita urutan pertama disebabkan oleh gizi buruk sebesar 54%.

Pengelompokan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam empat

kelompok yaitu rendah (dibawah 10%), sedang(10-19%), tinggi(20-29%) dan sangat

tinggi (diatas 30%). Indonesia tahun 2004 tergolong dalam wilayah kelompok gizi

kurang katagori tinggi yaitu sebesar 28,47% atau sebanyak 5.119.935 balita dari

17.983.244 balita yang ada di Indonesia ada pada kelompok gizi kurang dan buruk.

Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan, awal Maret 2008, jumlah balita

malnutrisi pada tahun 2007 di Indonesia adalah 4,1 juta jiwa. Sebayak 3,38 juta jiwa

bersatatus gizi kurang dan 775 ribu termasuk katgori resiko gizi buruk (Safawi,2009).

Hasil survei pemantauan staus gizi tahun 2009 Provinsi Sumatera Utara

memiliki prevalensi gizi kurang dan gizi buruk sebesar 20,2 %, yang secara standar

WHO masih dalam katagori tinggi. Jumlah balita yang memiliki gizi buruk dan gizi

kurang sebanyak 44.574 balita dari 1.337.008 balita yang ditimbang atau sebesar

3,33%. Ini menunjukkan banyak kasus yang tidak dijangkau oleh pelayanan

kesehatan, dilain pihak fenomena obesitas juga sudah naik ke permukaan, ditemukan

1,42% atau 18.980 balita mengalami gizi lebih (Dinkes Sumut,2010).

Kondisi ini akan berpengaruh terhadap sumber daya manusia kedepannya.

(3)

mengembangkan kualitas sumber daya manusia, hal ini merupakan kunci

keberhasilan dalam pembangunan suatu bangsa (Almatsier,2003).

Akibat kurang gizi terhadap proses tubuh tergantung pada zat gizi apa yang

kurang. Kekurangan zat gizi secara umum adalah (makanan kurang dalam kualitas

maupun kuantitas menyebabkan gangguan pada proses pertumbuhan, produksi

tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan fungsi otak dan perilaku anak yang mengalami

kurang gizi tersebut (Alamtsier,2003).

Upaya penanggulangan gizi kurang yang sudah dilakukan adalah peningkatan

pelayanan gizi terpadu dan sistem rujukan dimulai dari tingkat pos pelayanan terpadu,

hingga pusat kesehatan masyarakat dan rumah sakit, peningkatan komunikasi,

informasi dan edukasi dibidang pangan dan gizi masyarakat dan intervensi langsung

kepada sasaran melalui pemberian makanan tambahan (Almatsier,2003)

Masyarakat harus mengerti bahwa anak mereka membutuhkan makanan

dengan cukup gizi demi masa depan mereka sehingga anak tersebut tidak terkena

penyakit-penyakit yang berhubungan gizi. Anak balita merupakan kelompok umur

yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (Sediaoetama,2000).

Menurut suhardjo (1996), klasifikasi keadaan berat badan balita di bawah

garis merah yang paling sederhana dan umum dipakai adalah ukuran berat menurut

umur yang kemudian dibandingkan terhadap berat baku, karena berat badan anak

merupakan indikator yang baik bagi penentuan status gizinya. Khususnya untuk

mereka yang berumur dibawah lima tahun, dimana keadaan seperti ini disebabkan

(4)

keluarga, latar belakang sosial budaya keluarga yang dilihat dari pantangan makan,

besar keluarga, keadaan fisiologi, sehingga faktor-faktor tersebut, ikut menentukan

besarnya persentase balita dengan keadaan gizi kurang.

Hasil penelitian Suranadi (2007) meyatakan bahwa karakteristik keluarga dan

pola asuh sangat berperan terhadap status gizi balita. Pada anak yang mengalami gizi

kurang dan gizi buruk, umur istri, besar pengeluaran untuk makanan, pekerjaan

kepala keluarga serta besar keluarga berpengaruh secara signifikan.

Green (1991) menjelaskan bahwa perilaku dilatarbelakangi oleh tiga faktor

pokok, yakni faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yang meliputi

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, tradisi, dan nilai. Faktor pendukung

(enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas,

obat-obatan, alat-alat kontrasepsi dan jamban. Faktor-faktor pendorong (renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain,

yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat (Notoatmodjo,2007).

Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam

hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi

kasih sayang dan sebagainya. Semuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal

kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan

keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau di

masyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat, dan

(5)

keterjangkauan anak dan keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan

pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan

persalinan, penimbangan anak, penyuluhan kesehatan dan gizi serta sarana kesehatan

yang baik seperti posyandu, puskesmas, praktek bidan atau dokter, rumah sakit dan

persediaan air bersih. Tidak terjangkaunya pelayanan kesehatan (karena jauh dan atau

tidak mampu membayar), kurangnya pendidikan dan pengetahuan merupakan

kendala masyarakat dan keluarga memanfaatkan dengan baik pelayanan kesehatan

yang tersedia. Hal ini berdampak juga pada status gizi anak. (Thaha, 1999).

Menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari-hari dalam

kehidupan termasuk masalah pemberian makan balita diperlukan dukungan sosial

sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh

orang-orang disekitar individu menurut Pierce (dalam Kail dan Cavanaug, 2000).

Diamtteo (1991) mendefinisikan dukungan sosial sebagai dukungan atau bantuan

yang berasal orang lain seperti teman, tetangga, teman kerja dan orang-orang lainnya.

Hasil penelitiuan Theresiana (2002), tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi pemberian makanan pada balita di Kabupaten Tangerang, menyatakan

bahwa ada pengaruh petugas kesehatan terhadap perilaku pemberian makanan pada

balita senada dengan penelitana Hayati, (2011) dalam pengaruh pengetahuan dan

sikap ibu serta dukungan tenaga kesehatan terhadap pemberian makanan pada balita

di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, dukungan tenaga

kesehatan terhadap pemberian makanan pada balita merupakan faktor yang dominan

(6)

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Medan gambaran keadaan gizi,

masyarakat ditemukan 2650 penderita gizi kurang dan 154 penderita gizi buruk. Di

wilayah Medan Helvetia jumlah balita dengan 363 gizi kurang (13,70%) dan 7 gizi

buruk yang merupakan tingkat persentase terbesar di Kota Medan.(Dinkes Medan,

2011)

Hasil observasi awal peneliti petugas kesehatam masih sulit untuk mengajak

para ibu rumah tangga agar datang ke posyandu. Padahal dengan datang ke posyandu

mereka dapat mengetahui status gizi balitanya dan juga dapat mengetahui cara

merawat balita. Mereka merasa kegiatan menimbang balita di posyandu tidak ada

manfaatnya. Banyak juga ibu-ibu yang menolak imunisasi dengan alasan bayi atau

balita menjadi demam setelah imunisasi dan anaknya takut kalau disuntik. Ibu-ibu

yang menolak balitanya diimunisasi takut bila balitanya demam karena efek samping

imunisasi tersebut mereka akan dimarahi mertua dan suaminya. Selain itu ibu-ibu

lebih menuruti kemauan anaknya agar bisa makan, tidak jarang anak hanya mau

makanan ringan dan waktu pemberian makanan balita sering tidak teratur.

Berdasarkan keadaan tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian

tentang karakteristik keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, pekerjaan

orang tua, besar keluarga) dan dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan

instrumental, dukungan informasional, dukungan penghargaan) terhadap pemberian

(7)

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh

karakteristik keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, pekerjaan orang

tua, besar keluarga) dan dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan

instrumental, dukungan informasional, dukungan penghargaan) terhadap pemberian

makanan balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh karakteristik

keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua, besar

keluarga) dan dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan instrumental,

dukungan informasional, dukungan penghargaan) terhadap pemberian makanan balita

di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan bagi keluarga di Kecamatan Medan Helvetia dalam

penyediaan menu seimbang bagi balita sehingga meningkatkan status gizi

balita.

2. Bagi Dinas Kesehatan Koata Medan sebagai bahan masukan dalam

perencanaan progaram peningkatan gizi di Kota Medan.

3. Bagi Puskesmas Hasil Penelitian dapat digunakan sebagai masukan dalam

Referensi

Dokumen terkait

lima faktor yang diterapkan dalam memberi pelayanan yaitu.. kehandalan, daya tanggap, jaminan, empati dan bukti

2.1 Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, kasih sayang, percaya diri, berani mengakui kesalahan, meminta maaf dan memberi maaf di rumah dan

mampu menghubungkan teori diferensial parsial untuk diterapkan pada model-model ekonomi yang mengandung lebih dari satu variabel bebas. Aplikasi Fungsi Diferensial Parsial

variabel nilai tukar rupiah berpengaruh secara parsial yang positif dan signifikan dan variabel inflasi berpengaruh secara parsial yang negatif dan signifikan pada indeks harga

Pembuatan briket arang ini dapat memberikan beberapa keuntungan, antara lain: kerapatan arang dapat ditingkatkan, bentuk dan ukuran arang dapat disesuaikan dengan

(10)Untuk drainase suatu lahan pertanian dengan menggunakan drainase bawah- permukaan, akan digunakan pipa drainase yang terbuat dari tanah liat. Pipa tersebut

316.491.000,- (tiga ratus enam belas juta empat ratus sembilan puluh satu ribu rupiah) termasuk pajak. Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan

[r]