BAB III
HUBUNGAN ISLAM-KRISTEN DALAM PELA GANDONG DI
BATUMERAH-PASSO SEBELUM DAN PADA SAAT
KONFLIK DI KOTA AMBON
A. GAMBARAN UMUM NEGERI BATUMERAH-PASSO DALAM
HUBUNGAN PELA GANDONG DI KOTA AMBON 1. Kondisi Geografis
Lokasi penelitian – Negeri1atau Desa Batumerah-Passo – secara geografis berada dalam wilayah Administrasi Pemerintahan Kota Ambon yang terdiri dari lima Kecamatan, yakni Kecamatan Sirimau, Kecamatan Baguala, Kecamatan Teluk Dalam, Kecamatan Nusaniwe dan Kecamatan Leitimur Selatan. Negeri Batumerah (dengan luas negeri 60.000.000.00, Ha) berada pada kecamatan sirimau, sedangkan Passo (dengan luas negeri 1.293, Ha) berada pada Kecamatan Baguala.2 Dengan batas wilayah antara kedua negeri Batumerah-Passo, yaitu:
1.1.1. Negeri Batumerah
Bagian Utara : Halong dan Kali Wairuhu Bagian Selatan : Wai Hatukau
Bagian Timur : Rutong dan Hutumuri Bagian Barat : Teluk Ambon
1 Istilah negeri merupakan suatu suatu entitas masyarakat yang khas dari daerah Maluku. Ziwar
Effendi mengungkapkan bahwa: Istilah Negeri awalnya bukanlah berasal dari bahasa asli daerah
Maluku atau “bahasa tana”, tetapi nama yang diciptakan oleh Belanda, negeri adalah persekutuan
terrtorial yang terdiri dari beberapa soa yang pada umumnya berjumlah paling sedikit tiga buah. Ziwar Effendi. Hukum Adat Ambon-Lease, Jakarta: Pradyna Paramita. 1987. h. 31. Lht juga, R.Z. Leirisa, et al. menurutnya, di Maluku khususnya di pulau Ambon dan kepulauan Lease, sistem pemerintahan dinamakan Negeri baru tumbuh pada abad ke-17 ketika masa VOC dan dilanjutkan pada zaman Hindia-Belanda. Sistem pemerintahan di Pulau Ambon diatur dalam satu distrik (Distrik Amboina) dan dua distrik bawahan (Distrik Hila dan Passo). R.Z. Leirisa, et al. Sejarah Kebudayaan Negeri Maluku, Jakarta :Proyek IDSN Departemen P & K, 1984. Peraturan Daerah Provinsi Maluku Nomor: 14 tahun 2005 merumuskan Negeri adalah Kesatuan Masyarakat Hukum Adat yang memiliki batas-batas wilayah, yang berwewenang untuk mengatur dan mengurus kepertingan masyarkaat setempat berdasarkan asal usul adat istiadat dan hukum adat setempat diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Provinsi Maluku, 2005. Peraturan Pemerintah Daerah Provinsi Maluku Nomor 13: tahun 2005
1.1.2. Negeri Passo
Bagian Utara : Negeri Hitu dan Negeri Mamala Bagian Selatan : Negeri Hutumuri dan Negeri Halong Bagian Timur : Negeri Suli
Bagian Barat : Kelurahan Lateri dan Desa Negeri Lama
2. Kondisi Demografis
Berdasarkan data yang diperoleh jumlah penduduk negeri Batumerah 57. 630 jiwa yaitu laki-laki 23. 193 dan perempuan 27. 033 jiwa, tersebar dalam wilayah RW: 20 dan RT: 100. Dan negeri Passo 20. 571 jiwa yaitu laki-laki 10. 208 jiwa dan perempuan 10. 363, tersebar dalam wilayah RW: 13 dan RT: 13. Penduduk Negeri Batumerah-Passo bukanlah komunitas yang homogen. Di situ hidup berbagai etnis dan sub etnis yang berasal dari dalam wilayah provinsi Maluku maupun dari luhur dan bahkan dari luar negeri yang membaur menjadi satu mulai dari Tionghoa, Jawa, Batak, Sulawesi (Buton, Bugis Makasar), Saparua, Seram, Kei, Tanimbar, Kisar, Leti, Haruku, dan seterusnya dengan beragam pekerjaan dari yang mencari sesuap nasi sampai pada yang profesional. Diklasifikasikan secara terperincih dalam tabel-tabel berikut:
Tabel 01
Jumlah penduduk Batumerah berdasarkan jenis pekerjaan
No Pekerjaan Jumlah
1 2 3 4
Pegawai Negeri Sipil Wiraswasta TNI/POLRI Pengemudi Becak
3. 062 6. 651 757 160
Tabel 02
Jumlah penduduk Passo berdasarkan jenis pekerjaan
No Pekerjaan Jumlah
1 2 3 4 5
Pegawai Negeri Sipil Karyawan/wiraswasta
TNI/POLRI Nelayan/Petani
Jasa
1. 181 651 507 1. 030 1. 808
Jumlah 5. 169
Tabel 01 dan 02 mengenai jenis pekerjaan, penduduk negeri Batumerah-Passobelum termasuk keseluruhan penduduk yang ada. Jenis pekerjaan penduduk kedua negeriberagam di berbagai sektor pekerjaan. Yang paling menonjoldigeluti penduduk negeri Batumerah adalah pegawai swasta/wiraswasta yang mencapai 657. 651 jiwa (Jumlah penduduk suku buton, makasar, jawa, bugis lebih banyak dari penduduk asli, mereka adalah para pedagang. Pasca konflik, jumlah pedagang mengalami peningkatan oleh karena masuknya pengungsi dari sejumlah wilayah kota ambon, seperti Dari Benteng3). Sementara, untuk negeri Passo adalah PNS. Rasio jumlah pekerjaan PNS pada kedua negeri menunjukan angka yang seimbang antara keduanya, yakni Negeri Batumerah 3. 062, sedangkan Passo 1. 181 dari jumlah keseluruhan penduduk.
Tabel 03
Jumlah penduduk Negeri Batumerah-Passo berdasarkan agama
No Negeri
Agama yang dianut
Jumlah
Islam K.
Protesan
K.
Katolik Hindu
1 Negeri Batumerah 49. 696 - 530 - 50. 696
2 Passo 138 18. 671 1722 40 20. 571
Tabel 03 mengenai agama penduduk negeri Batumerah-Passo. Belum megakomodir keberagamaan penduduk secara keseluruhan. Khusus untuk negeri Batumerah ditemukan melalui observasi masih terdapat beberapa kepala keluarga yang beragama Kristen Protestan di salah satu RT dalam wilayah setempat. Tergambarkan jelas jumlah mayoritas pada wilayah Batumerah adalah penduduk agama Islam yaitu 49. 969 jiwa, seperti yang diungkapkan oleh Fatah bahwa: “di Batumerah sini 97% muslim dan 3% adalah orang Katolik, hanya 2 RT”4. Sedangkan,pada wilayah Passo mayoritas ialah agama Kristen yakni, Kristen Protestan 18. 671, Katolik 1722. Minoritas penduduk muslim 138 jiwa di negeri Passo menurut Mailuhu, adalah keluarga anggota kepolisian5.
3. Kondisi Sosial
3.1.Sistem Pemerintahan Negeri Batumerah Passo
Penyelenggaran pemerintahan di Kota Ambon mempunyai karakteristik tersendiri, yang mana terdidiri atas Negeri dengan adat istiadat yang hidup, diakui, dihormati, dipertahankan, dipatuhi dan dilaksanakan oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu sistem pemerintahan di Kota Ambon perlu diatur dan ditata kembali berdasarkan hak asal-usul adat Istiadat dan hukum adat yang berlaku, yang oleh Pemerintah Daerah Provinsi Maluku telah ditetapkan Peraturan No. 14 tahun 2005 tentang Penetapan kembali Negeri sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dalam wilayah Provinsi Maluku. Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Daerah Kota Ambon No: 3 tahun 2008 tentang Negeri di Kota Ambon6. Berdasarkan itu, maka selanjutnya perihal sistem pemeritahan dan asal-usul Negeri Batumerah-Passo akan dibahas dalam bagian selanjutnya dari bab ini, sebagai berikut:
4
Wawancara dengan F.T. (Kaur Pemerintahan Negeri Batumerah), 14 September 2016. Menurutnya, para pendatang dari Bugis, Buton dan Makasar adalah pekerja-pekerja keras dan ulet, juga hemat. Sebelum konflik 1999, mereka lebih menguasai sektor ekonomi mulai dari pedangan dan pengusaha sampai pengemudi becak.
5 Wawancara dengan L. M. (Kaur Pemerintahan Negeri Passo),September, 2016 6
3.1.1. Sistem Pemerintahan Negeri Batumerah
Pemerintahan di negeri Batumerah (Nama Teon: Hatukau) dikepalai oleh seorang Raja, yang berasal dari turunan Soa atau mata ruma Parentah7. Menurut Hatala,8 dikenal 2 marga Parentah di negeri Batumerah, yakni Hatala dan Nurlete. Sedangkan, sesuai ketetapan Saniri Negeri, terdapat beberapa marga soa parentah sebagai calon Raja, antara lain: Hatala, Nurlete, Waliulu, Masawoe dan Mamang.9 Dalam penyelenggaraan pemerintahan negeri Batumerah, Terdapat Badan Saniri lengkap10 yang diketuai oleh Raja dan membawahi dua orang wakil ketua, seorang sekertaris dan bendahara. Ketua dan wakil ketua berfungsi mengkordinir pelaksanaan program seksi-seksi pemerintahan negeri. Terdapat juga, Dewan Adat Negeri sebagai lembaga musyawarah berfungsi menetapkan calon Raja, penyelesaian sengketa hukum adat, pengambilan keputusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak (dimungkinkan jika Raja merasa bahwa keputusan yang diambilnya akan beresiko besar).
3.1.2. Sistem Pemerintahan Negeri Passo
Pemerintahan di negeri Passo (Nama Teon Pakuela Mandalise) dikepalai oleh seorang Raja, yang penetapannya berdasarkan pada soa atau mata ruma Parentah11, Terdapat satu soa parentah , yakni soa Koli, yang di dalamnya memiliki satu marga Parentah (keterununan Raja): Simauw12, dari keempat soa, masing-masingnya memiliki Kepala Soa yang dalam struktur pemerintahan yang berfungsi membantu raja, dan didampingi oleh seorang sekretaris dan lima orang Kepala Urusan Pemerintahan. Di dalam masing-masing soa juga memiliki keterwakilan saniri yang tergabung dalam Badan Saniri Lengkap.
7
Istilah mata rumah adalah istilah adat bagi marga/clan.
8Mengenai Silsilah pemerintahan Batumerah dapat dilihat dalam Abdul Latif Hatala, Brosur
Sejarah Negeri Batumerah: Dalam rangka pelantikan Pemerintah Negeri Batu Merah. (Ambon:Panitia Pelantikan Kepala Desa Batumerah Kecamatan Sirimau,1986)),3-5
9
Wawancara dengan S. T. (Ketua Dewan Saniri Negeri Batumerah), 5 September 2016
10 Istilah Badan Saniri Negeri Lengkap adalah Badan Legislatif Negeri yang teridiri dari
wakil-wakil Soa, Kepala Adat, Tua-tua Negeri, Kepala Tukang serta unsur-unsur lain yang bertugas membantu Raja untuk membuat peraturan-peraturan Negeri serta melakukan fungsi pengawasan. http://fhukum. unpatti. ac. id/hkm-perdata/220-model -peradilan -adat-pada-negeri-negeri-islam-di-pulau-ambon-dan-pulau-pulau-lease. Diakses tgl, 4 September, 2016.
11Istilah mata rumah adalah istilah adat bagi marga/clan.
3.2.Asal-usul singkat Negeri Batumerah
Menurut Hatala,13 Negeri Batumerah terbentuk melalui proses perpindahan penduduk dari tiga negeri, yakni: Pertama, negeri Ahusen, yang memiliki tiga marga: Hatala, Honsow, dan Tuhutelu. Kedua, negeri Uritetu, yang memiliki 4 marga: marga masawoy, makatita, lebeharia, dan Lata. Ketiga, negeri Amantelu, yang memiliki marga: Ehi dan Lating.
Lebih lanjut, Hatala mengungkapkan bahwa Proses perpindahan ini dilatarbelakangi oleh kepentingan memperlancar proses pembuatan benteng Victoria atau Benteng Kota Laha ( ± tahun 1575) yang dikerjakan oleh penduduk ketiga negeri tersebut. Berdasarkan perhitungan jarak dari kediaman dua kelompok penduduk dari antara ketiga negeri, yakni negeri Ahusen dan negeri Amantelu menuju ke lokasi pekerjaan yang bergitu jauh, dimana untuk menuju kesana mereka harus mengarungi jurang dan gunung, karena alasan itu maka keduanya memilih untuk berpindah ke tempat yang lebih dekat yang dapat memudahkan mereka untuk penyelesaian benteng Victoria yang letaknya tepat di tepi pantai Honipopu.
Adapun sebelum berpindah ke lokasi benteng Victoria, sebagian besar penduduk negeri Ahusen telah mengadakan perpindahan dalam wilayahnya sendiri. Hal itu disebabkan oleh perselisihan antara dua kapitan bersaudara yakni kapitan Kulipa dan kapitan Safari, akibatnya sebagian masyarakat yang simpati terhadapnya berpindah ke suatu tempat yang sekarang dikenal dengan negeri Soya. Di situ dan dari tempat itu pulalah mereka tinggal sampai beberapa generasi, baru setelah itu berpindah ke pantai bersama dengan penduduk Amantelu.
Menurut Hatala yang juga dikatakan oleh Hatalua, perpindahan itu pula disebabkan karena ketiga negeri tersebut (Ahusen, Amantelu, dan Uritetu) telah mengadakan hubungan dagang dengan para pedagang yang datang dari luar Pulau Ambon, walaupun hubungan perdagangan tersebut tidak berjalan secara kontinyu, hal ini disebabkan karena sebagian besar penduduk bertempat tinggal di daerah pegunungan. Untuk memperlancar hubungan perdagangan maka, terjadilah kesepakatan penduduk ketiga negeri melalui tua-tua adat mereka, dan atas dasar
kesepakatan itu mereka mulai mencari tempat yang lebih dekat dan memilih suatu tempat yang berbentuk tanjung di dalam daerah kekuasaan Uritetu yang dianggap tempat paling strategis bagi mereka, dalam proses perpindahan itupun terjadi asimilasi antara marga yang satu dengan marga yang lain yang pada akhirnya terbentuklah desa/negeri Batumerah hingga kini. 14
Dalam perkembangan masyarakat yang kian bertambah, seturut dengan mulai berdatangannya marga-marga lain dari luar pulau Ambon seperti:
Marga/Soa Mamang, Lisaholet, dan Wailulu dari Luhu (Seram Barat). Marga/Soa Suku, Nurlete dari Buano.
Marga/Soa Warang dari Huamual (Seram Barat). Marga/Soa Tahalua dari Eti (Seram Barat).
Pada akhirnya negeri Batumerah merupakan suatu desa/negeri yang utuh dan defenitif hingga saat ini.
3.3. Asal-usul singkat Negeri Passo
Berdasarkan penuturan tua-tua adat negeri Passo, orang-orang Passo awalnya berasal dari pulau Seram. Perpindahan atau eksodus penduduk dari pulau Seram disebabkan karena peperangan antara kelompok Patasiwa dan Patalima. Perang ini dikenal dengan nama “Perang Huamual”. Kelompok pertama tiba dari Pulau Seram menggunakan Gosepa atau perahu Belang dan mendarat di pantai Baguala, dan mendiami daerah pegunungan yang bernama gunung Ariwakang di jazirah Leihitu, berbatasan dengan Hitu. Mereka terdiri dari matarumah-matarumah, antara lain: Simauw, Parera, Titariuw dan Tuatanasy. Pada masa ini, sedang terjadi peperangan melawan orang-orang Portugis di Hitu, sehingga merekapun mencari tempat pemukiman di daerah pesisir pantai. Lokasi ini bernama Ohouw (negeri lama sekarang).
Selanjutnya, datanglah kelompok kedua yang kemudian mendiami lokasi yang bernama Amamoni di pegunungan Tahola. Mereka terdiri dari mata-mata rumaha, antara lain: Latupella, Sarmanella, Termature, Wattimury. Kelompok ketiga yang mendarat di pantai Waiyori, kemudian naik ke pegunungan Amaoni
14 Wawancara dengan L.H. (Tokoh Masyaraka Negeri Batumerah), 5 September 2016. Hal yang
dan berdomisili di situ. Rombongan ini terdiri dari beberapa matarumah, antara lain: Rinsampessy, Tuhilatu, Tomaluweng, dan Matuwalatupauw.
Ketiga kelompok ini merupakan sekelompok masyarakat yang disebut dengan istilah “clan” yang hidup berpencar-pencar, kemudian berkembang menjadi kelompok soa yang di dalamnya terdapat beberapa marga. Dan berangsur-angsur bergabung menjadi sebuah Hena atau Aman (Baca: Negeri) Selanjutnya, pada zaman kependudukan Belanda, mereka semua turun ke pantai dengan mendiami Passo Lama (Sekarang Negeri Lama) dan dari Amamoni mendiami Passo, dan kemudian mereka menyatu dan dari situlah mulai terbentuknya negeri Passo yang letaknya berada di tengah-tengah atau diapit oleh dua teluk (teluk Dalam dan Teluk Baguala).
Letak negeri Passo pada masa Kolonial Belanda merupakan wilayah yang strategis, yakni sebagai penghubung dua jazirah (Jazirah Leihitu dan Leitimur), dan untuk kepentingan pendapatan perekonomian Pemerintahan Belanda maka, mereka membuat peraturan tentang setiap masyarakat dari Leihitu yang ingin bepergian ke Kota Ambon harus mengambil “Pas Jalan” dan pada saat yang sama dikontrol oleh pegawai Belanda, halnya samapun berlaku bagi masyakat Leitimur. Akhirnya ketika telah mendapatkan “Pas Jalan” maka pegawai Belanda tersebut akan menjawab “So”: artinya sudah. Dengan demikian, asal nama Desa/Negeri Passo diambil dari gabungan kata “Pas dan So” yang artinya adalah tempat mengurus/mengambil pass jalan.
Dalam perkembangan masyarakat yang kian bertambah, seturut dengan mulai berdatangannya marga-marga lain dari luar pulau Ambon sampai kini, telah terbentuk empat soa:15
Soa Koli: Simauw, Titariuw, Tuatanasy, Parera.
Soa Moni: Sarmanella, Latupella, Termatury, Wattimury. Soa Rinsama: Rinsampessy, Tomaluweng, Tuilatu. Soa Maseng: ada 21 marga (para pendatang).16
4. Sejarah Pembentukan Dan Pemaknaan Hubungan Pela Negeri Batumerah-Passo.
4.1. Sejarah Terbentuknya Hubungan Pela Negeri Batumerah-Passo. Dokumen sejarah pemerintahan yang dimiliki kedua negeri ini, menyimpan sebuah arsip kronologis sejarah pembentukan hubungan Pela antar keduanya, sebagaimana terurai dibawah ini17 :
“Sebelum Portugis hadir Di Maluku. Kerajaan Ternate berhasil menguasai Maluku, Irian bahkan sampai ke Filipina.
Sultan Ternate mengeluarkan instruksi atau surat Perintah kepada Negeri-negeri yang dikuasainya untuk mengantar Upeti ke Ternate setiap Tahun. Pada tahun 1506 berangkatlah dua buah kora-kora ke Ternate, yaitu Kora-kora Tarnate mewakili Patalima dan kora-kora Batumerah mewakili Patasiwa. Sekembalinya dari Ternate tepatnya di lautan Pulau Buru, angin bertiup dengan kencang dan ombak besar silih berganti, kora-okora Passo tengelam. Sayap-sayapnya dihantam badai dan gelombang, terdengar suara minta tolong, tolong… tolong… tolong. Pada saat itu kora-kora Batumerah berada di bekang kora-kora Passo, lalu merapat menolong orang-orang Passo yang tenggelam dibawa merapat ke tepi pantai Pulau Buru yang letaknya dekat dengan sebuah tanjung. Tagalaya (tempat makan orang-orang Passo) hilang lenyap di dalam laut. Di tempta itulah tagalaya orang Batumerah dibuka dan mereka duduk makan bersama di tepi pantai, sagu salempeng berpatah dua, ikan saekor dibagi dua, kelapa sabuah dibelah dua. Setelah selesai makan, orang-orang Passo angkat bicara dengan air mata yang berlinang “Wahai saudara-saudara orang Batumerah, kamong su tolong katong, apakah katong bisa angkat kamong sebagai Pela kakak?. Suara spontan orang-orang Batumerah menjawab: dengan penuh kasih, “Beta, dan katong angkat kamong sebagai pela Adik”. Lalu merekapun bersumpah: …………. Untuk mengabadikan sumpah mereka itu agar kelak kekal selama-lamanya, mereka membalik sebuah batu karang di tanjung tersebut. Tanjung itu disebut tanjung Pela. Akibat membalikan batu karang itu, maka jari-jari mereka berdarah dan jari-jari yang berdarah itu disatukan dan mereka mengucap perjanjian suci, yang terdiri dari :
Orang Passo dan orang Batumerah tidak boleh baku kawin Orang Passo dan orang Batumerah tidak boleh baku musuh.
Orang Passo dan orang Batumerah harus tolong menolong satu sama lain.
Perjanjian yang sakral, agung dan mulia ini dipelihara dan dijaga oleh Datuk-datuk Nenek Moyang Passo dan Batumerah sampai turun-temurun dan dilestarikan dari generasi ke generasi sampai dengan generasi masa kini.
Ya… Tuhan yang maha kasih, janganlah engkau cabut perasaan kasih
diantara kami, semoga kasih ini bersemi selalu di hati kami sampai akhir zaman nanti.
4.2.Pandangan tentang sejarah dan pemaknaan hubungan Pela Gandong Batumerah-Passo.
Melalui pendapat yang dikemukakan beberapa informan, diketahui bahwa ungkapan Pela Gandong, adalah dua istilah yang memilik makna berbeda. Perbedaan istilah Pela dan Gandong sebagaimana ditegaskan oleh beberapa Tokoh Adat Negeri Batumerah-Passo, antara lian:
Oleh S. T,18 sebagai ketua dewan saniri adat Batumerah, bahwa:
“ kalau bicara tentang Pela adalah sebuah hubungan yang terjadi karena ada munculnya satu peristiwa yang dialami sehingga ada kesepakatan bersama untuk membangun hubungan itu. Dalam pengalaman dua negeri (Batumerah-Passo), Hubungan Pela tercipta karena peristiwa tengelamnya “kora-kora”19 orang Passo yang dihantam ombak, orang Batumerah (Hatukau) dengan kora-koranya yang pada saat itu berada di belakang kora-kora Passo datang menolong, dan membagikan “tagalaya”20 mereka kepada orang Passo yang pada saat itu perbekalannya telah tenggelam, sehingga terjadilah sebuah ikatan dan pengakuan dari basudara Passo untuk mengangkat Batumerah sebagai Pela Kakak, lewat sumpah keduanya dipersatukan, orang Batumerah kakak-ade Orang Passo.
Senada dengan itu, S.M,21 yang merupakan salah satu tokoh masyarakat, dan juga mantan Raja Negeri Passo, katakan bahwa, pela antar Batumerah-Passo itu terbentuk karena pertolongan yang diberikan orang Batumerah, dan sebagai rasa terimakasih maka orang Passo mengangkat mereka melalui sumpah sebagai Kakak dan Passo sebagai Ade.
Pengangkatan Batumerah sebagai pihak kakak oleh Passo merupakan penghargaan yang mendalam karena tindakan penyelamatan yang dilakukan oleh orang Batumerah dalam peristiwa kecelakaan dahulu. Sebagaimana yang
18 Wawancara dengan S. T. (Tokoh Adat Negeri Batumerah). Tanggal 27 Agustus 2016. 19
Kora-kora adalah perahu tradisional kepulauan Maluku.
20 Tagalaya merupakan istilah orang Maluku yang artinya: suatu wadahpenyimpanan bahan
makanan semacam keranjang yang dianyam dari rotan atau bamboo.
ditegaskan oleh Y. T,22 sebagai seorang sesepu adat negeri Passo bahwa, “Orang Passo menyebut orang Batumerah kakak karena dong tolong katong”
Istilah pela dapat dipahami sebagai sebuah hubungan kekerabatan adik-kakak. Akan tetapi, bukan dalam arti sebuah hubungan Adik-Kakak karena keduanya berasal dari satu keturunan yang sama atau secara biologis lahir dari dalam kandungan satu orang Ibu. Sebaliknya, ungkapan Gandong dipahami sebagai sebuah hubungan yang terbangun karena latarbelakang biologis tersebut. Sebagaimana yang dikatakan S.T23 bahwa:
Hubungan Gandong ini berbeda. Gandong adalah hubungan satu moyang atau basudara sekandung, ketika keluar dari tanah satu lokasi: seperti antara negeri Batumerah dan negeri Ema, ini saudara kandung, Batumerah (Islam) dan Ema (Kristen), tetapi awalnya sama-sama memeluk kepercayaan animisme, ini terjadi karena perpecahan, dan disertai adanya pengaruh masuknya agama dan keyakinan melalui hubungan kerjasama seperti Batumerah dengan orang Tarnate. Dari kenyataan ini, kemudian skarang “orang-orang mulai manyanyi” (berkembang konsep) “Maluku satu darah”: samua berasal dari satu moyang”. Katong samua satu turunan Nunusaku. 24 Dalam arti ungkapan sederhana, Tomaluweng katakan bahwa: Gandong itu hubungan “satu pai satu mai”.
Sebagai perbandingannya, perbedaan makna hubungan Pela dan Gandong, juga dapat ditemukan pada beberapa negeri-negeri lain di Maluku, seperti yang diungkapkan oleh V.R,25 sebagai salah satu Tokoh Masyarakat pendatang di Batumerah bahwa: “Hubungan Pela Batumerah-Passo sama dengan Hubungan Pela antar orang Tual (MTB) dan Orang Gorong (Seram). Hubungan Pela itu terikat atas sumpah dan minum darah, hubungan ini lebih keras dan berbeda dengan hubungan Gandong: Saudara Sekandungan”.
22 Wawancara dengan Y.T. (Sesepu Adat Negeri Passo). 14 September,2016. Di dalam
penggalan pendapatnya, informan ini menggunakan pelafalan dialek Ambon, berupa kata dong dan katong untuk menyebutkan kata ganti orang pertama dan ketiga jamak: kita dan mereka
23 Wawancara dengan N.T. (Sesepu Adat Negeri Passo) Di dalam penggalan pendapatnya,
informan ini menggunakan pelafalan dialek Ambon, berupa kata pai dan mai yang artinya papa dan mama.
24 Wawancara dengan S.T. (Tokoh Adat Negeri Batumerah). Tanggal 27 Agustus, 2016. Di
dalam penggalan pendapatnya, informan ini menyebutkan istilah “orang-orang mulai manyanyi, istilah ini jika diartikan dalam ungkapan indonesia baku, memiliki makna sama dengan untuk
mengatakan “mulai berkembangnya sebuah konsep”. Ada juga kata katong, samua, dalam dialek Ambon yang memliki arti: Kita dan Semua
25 Wawancara dengan V.R. (Tokoh Masyarakat Komunitas Katolik Batumerah). Tanggal 06
Pada sisi lain, terdapat kesepamahaman tentang pemaknaan hubungan Pela Gandong sebagai sebuah ikatan kekeluargaan: sebagai “Orang Basudara”. Hubungan persaudaraan ini sarat dengan nilai kebersamaan yang mempersatukan individu-individu dan kelompok yang berbeda agama (Islam-Kristen) dalam satu praksis tolong-menolong atau saling membantu.
Kebersamaan yang saling menolong dalam hubungan Pela Gandong ini nampak dalam praksis hidup bermasyarakat maupun beragama, seperti yang diungkapkan beberapa informan, sebagai berikut:
T. T,26 sebagai salah satu pemimpin umat Protestan yang pernah bertugas di Batumerah katakan:
Hubungan Pela Gandong: katong samua orang Basudara salam-sarane menekankan nilai (Keluhuran), yakni tolong-menolong. Misalnya, dalam kegiatan Adat Negeri dan Kegiatan Keagamaan: moment Pelantikan Raja Passo, di mana orang Batumerah datang dan memberikan bantuan dalam bentuk material, pangan dll. Begitu juga dalam bidang Agama, orang Batumerah (Islam) dan Passo (Kristen), ada saling membantu ketika pendirian masjid di Batumerah maupun gereja di Passo.27 Tolong-menolong antar negeri Islam-Kristen juga sama dipraktekkan pada daerah lain di pulau Ambon, yakni Negeri Ulat (Kristen) dan Buano (Islam), di dalamnya ada rasa kebersamaan batanggong yang ditinggalkan oleh datuk-datuk yang tak dapat dihapus oleh siapapun.
Pemaknaan tentang Hubungan Pela Gandong sebagai orang basudara juga diungkapkan oleh N. K,28 yang merupakan warga pendatang dari suku Sulawesi, menurutnya:
Bagi beta, walaupun beta orang pendatang, tapi di Ambon, khususnya di Batumerah, ikatan Pela Gandong orang Basudara itu paleng kantal, seng pandang dia Muslim atau Kristen, entah dia dari suku mana, dari kampong mana lai, orang Ambon hidup sama orang Basudara. Antara katong Orang Islam dengan tetangga Orang Kristen, katong saling berbagi “Ale Rasa Beta Rasa”, saling memberi dan menerima. Misalnya, satu waktu ketika katong seng ada kalapa, katong pi di katong tetangga orang Kristen yang kebetulan pung keluarga sampe di negeri Hatalai, katong kasi suara melalui tetangga
26
Wawancara dengan Pdt. Toistuta (Tokoh Agama Negeri Batumerah), 5 September 2016. Di dalam penggalan pendapatnya, informan ini menyatakan beberapa kata dalam dialek Ambon: Batanggong, untuk menyebutkan sikap “tanggung-menanggung atau saling menanggung”.
27 Wawancara dengan M.S. (Tokoh Adat Negeri Passo). Tanggal 19September 2016
28 Wawancara dengan N.K. (Tokoh Masyarakat Batumerah), 27 September 2016. Dalam
lalu dong langsung hubungi basudara di Hatalai bawa turun kalapa. Dalam interaksi ini memang tetap ada transaksi jual-beli, tetapi yang paling penting, katong bisa merasa ada kedekatan, laeng lia laeng pung kekurangan, laeng bantu laeng pung kesusahan.
Pela sebagai suatu sistem kekerabatan ini sangat ditaati oleh masyarakat, karena proses terjadinya pela diyakini sebagai sebuah peristiwa yang sakral. Bila seseorang telah diikat dalam persaudaraan pela melakukan pelanggaran ataupun mengabaikan budaya tersebut selalu berdampak langsung dalam semua bentuk kehidupan masyarakat, baik secara individu maupun kelompok.
Sakralitas hubungan pela ini nampak dari aspek perjanjian (Ikrar) dan sumpah yang dilakukan dalam proses membangun Hubungan Pela Gandong. Y.T29 sebagai salah satu tokoh adat negeri Passo, mengatakan bahwa: sumpah Pela Gandong dipahami sebagai sebuah ikatan yang keras antar kelompok yang berpela dengan tete nene moyang.
Sumpah Pela sangat beresiko, berupa hukuman terhadap pelanggaran akan perjanjian Pela. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Y.T,30 bahwa: “kalo bicara Pela ini seng bole sabarang”, “Pela adalah ikrar, janji yang tulis atas batu karang dengan darah, isinya: “sei hale hatu, hatu lesi pei, Sei hale sou, Sou Lesi Pei,” yang artinya, sapa bale batu, batu bale dia, sapa (siapa ) yang langgar (melanggar) janji, maka janji itu makan (menghukum) dia.”
Menarik bahwa pengingkaran terhadap ikatan “sumpah” Pela antar masyarakat yang berpela diyakini dapat berdampak fatal dan langsung dialami pihak yang melanggar isi perjanjian tersebut. Hukuman-hukum yang dialami yakni, bencana penyakit bahkan dapat berujung pada kematian. Karena itu, segala bentuk interaksi antara sesama Pela Batumerah-Passo yang cenderung berbuah pelanggaran terhadap isi sumpah Pela berusaha dijaga ketat oleh seluruh
29 Wawancara dengan Y.T, (Sesepu Adat Negeri Passo). 14 September 2016. Di dalam
penggalan pendapatnya, informan ini menggunakan sebuah pelafalan dialek Ambon, berupa istilah Tete nene moyang. Istilah ini adalah salah satu termenologi kekerabatan orang Ambon. Tete untuk menyebutkan orang tua laki-laki (kakek), Nene untuk orang tua perempuan (Nenek) dan Moyang atau Oyang untuk orangtua dari kakek dan nenek. Istilah tetenene moyang dipakai untuk menyebutkan kata Leluhur. Leluhur digunakan untuk semua orang yang dianggap tete, nene dan oyang yang telah meninggal.
30
komponen masyarakat Adat kedua Negeri. Hal ini terkuak, dalam wawancara dengan beberapa informan, diantaranya:
M. P,31 seorang tokoh pemuda negeri Passo, mengkisahkan bahwa Pada tahun 1955 pernah terjadi perkelahian antara Batumerah-Passo, orang Passo memukul orang Batumerah, akibatnya ada bencana penyakit di Passo. Karena itu, orangtatua (Tokoh-tokoh Adat) lalu ambel air dari Mesjid Batumerah lalu “kas minom” semua orang Passo. Dan untuk menyelesaikan masalah ini dilakukanlah Panas Pela di tahun 1956. L.M, 32 yang merupakan salah satu staf pemerintah desa Passo melanjutkan bahwa: sesama orang Batumerah-Passo seng bisa bicara sabarang, seng boleh baku kaweng”, baku musuh, jang laeng biking susa laeng. Perjanjian Pela secara turun-temurun mengikat anak cucu adat kedua negeri. Pernah ada nyong dari Passo dan nona dari Batumerah yang ingin menikah, akibatnya kedua-duanya meninggal.
Sementara itu, I.N,33 sebagai tokoh Agama Islam negeri Batumerah, mengungkapkan pengalaman ketika dirinya remaja, ia katakan: waktu masih remaja beta pernah ingin berpacaran dengan orang Passo tetapi kemudian dilarang, orangtatua bilang “masa pi pacaran dengan kamong pung ade, kamong harus jaga kamong pung ade”.
Terdapat pandangan akan nilai saling membantu dan menolong dalam Pela Gandong sebagai sebuah nilai yang selaras dengan nilai-nilai yang tersirat dalam ajaran Agama tentang bagaimana membangun hubungan antara sesama. Oleh T.T,34 sebagai salah satu Tokoh Agama Kristen Protestan di Batumerah, diungkapkan bahwa: nilai tolong-menolong, saling melengkapi sama dengan ajaran Kasih menurut Kristen sebagaimana tercatat dalam kitab suci Alkitab, tentang: “Mengasihi sesama seperti dirimu sendiri”.
31
Wawancara dengan M.P (Tokoh Pemuda Negeri Passo), 14 September 2016. Di dalam penggalan kalimat yang diutarakannya, informan ini menggunakan kata kas minom, ambel yang adalah dialek Ambon yang artinya membri minum dan mengambil.
32 Wawancara dengan L. M (Tokoh Masyarakat Negeri Passo), 3 September 2016
33 Wawancara dengan I. N. (Tokoh Agama Muslim Barumerah), 27 September 2016. Di dalam
penggalan ungkapkannya menyebutkan kata pelafalan dialek Ambon: masa, pi, kamong, pung. Masing-masing kata secara berurutan berarti: mengapa, pergi, kalian, punya .
34 Wawancara dengan Pdt. (Emr).Toisuta (Tokoh Agama Protestan Negeri Batumerah), 1
Senada dengan itu, J.J,35 yang juga salah satu Tokoh Agama Kristen Protestan di Passo menyampaikan pandangannya bahwa:
Praktik tolong-menolong dalam pela Batumerah-Passo merupakan indikator memperkuat hubungan kemanusiaan, bukan hanya hubungan antar agama tetapi lebih pada nilai kemanusiaan, “yang satu melihat yang lain sebagai sesamanya, tanpa melihat dia orang Islam atau Kristen”. Nilai teologis dalam hubungan Pela yang demikian, memilki sandaran biblis, tentang cerita “Orang Samaria yang Murah Hati”. Pela juga memperkuat komitmen persaudaraan yang rukun.
Hal serupa diungkap juga oleh I.N,36 sebagai Imam di negeri Batumerah, bahwa: “ajaran kasih terhadap Tuhan dan kasih terhadap sesama dengan merujuk pada salah satu konsep Alquran: “hablum minallah, hablum minan nas, hablum
minal „alam” ”. Selanjutnya, S.T,37 seorang tokoh adat negeri Batumerah yang
mendudukan salah satu isi sumpah Pela Batumerah-Passo, yakni tidak boleh baku musuh: baku bunu, biking kaco, minom mabuk dll itu selaras dengan apa yang diajarkan dalam Agama baik Islam-Kristen.
Keselarasan nilai Pela Gandong dengan nilai Kasih dalam ajaran Agama ini juga diakui oleh seorang Tokoh Masyarakat Batumerah, yang berasal dari daerah Maluku Tenggara, yakni V.R,38 yang mengungkapkan bahwa:
Dalam menyampaikan cinta Kasih melalui saling baku bantu antara orang basudara, Pela Gandong juga mengangkat nilai kesetaraan, sama-sama manusia. Pela Gandong berbeda dengan budaya lain yang menstratifikasi manusia dalam tiga golongan. (Budaya Kei, Maluku Tenggara). Misalnya, perempuan yang memiliki strata sosial dibawah tidak boleh kawin dengan laki-laki orang yang strata atas.
B. HUBUNGAN ISLAM-KRISTEN DALAM PELA GANDONG NEGERI BATU MERAH-PASSO SEBELUM KONFLIK DI KOTA AMBON Pada bagian selanjutnya dari bab ini, peneliti mengarahkan informan untuk menjawab beberapa pernyataan, diantaranya: P ertama, Apa saja praksis, dan
35 Wawancara dengan Pdt.(Emr), J.Jambormias (Tokoh Agama Protestan Negeri Passo),14
September 2016
36 Wawancara dengan I.A. (Tokoh Agama Islam Negeri Batumerah), 27 September 2016 37 Wawancara dengan S.T. (Tokoh Adat Negeri Batumerah), 27 Agustus 2016
kegiatan-kegiatan hubungan Pela Gandong Sebelum Konflik; Kedua, Bagaimana Islam-Kristen dalam Budaya Pela Gandong sebelum Konflik. Ketiga, Adakah bentuk-bentuk konflik dalam hubungan Agama-agama di Batumerah-Passo. 1. Praktik Hubungan Pela Gandong Batumerah-Passo sebelum Konflik
Praktek hubungan Pela Gandong Batumerah-Passo merupakan sebuah momentum adatis eksklusif terencanakan secara besar-besaran yang melibatkan semua komponen-komponen masyarakat negeri Adat. Peristiwa-peristiwa penting tersebut, antara lain diantaranya: Pelantikan Raja, Pembangunan rumah Adat (Baileu), rumah-rumah ibadah (Gereja dan Mesjid), Acara Panas Pela.
Sebagaimana diungkapkan oleh S.T, sebagai Ketua Dewan Saniri Batumerah bahwa:
Kalau katong bicara mengenai praktek Pela Gandong, maka katong harus melihatnya sebagai sebuah peristiwa adatis yang olehnya orang tahu bahwa sebuah negeri itu adalah negeri adat, dan praktek adat ini sifatnya turun-temurun. Katong generasi sekarang hanya mengulang apa yang dilakukan oleh leluhur pada masa lampau. Peristiwa adat atau acara adat Pela Gandong Batumerah-Passo ini dilakukan pada saat-saat tertentu, misalnya dalam pelantikan Raja, atau Panas Pela. Pada saat itu pihak Batumerah-Passo mempraktekkan, dalam bentuk sebuah drama yang mengkisahkan tentang proses terbentuknya Pela tersebut, dalam proses persiapan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan adat itu juga terjadi tolong-menolong, yang diberikan pihak Passo dan sebaliknya Batumerah tergantung siapa yang punya acara. Memang di masa sekarang banyak nilai-nilai adat yang salah diartikan, misalnya sopi yang digunakan dalam ritual adat, tetapi diminum untuk mabo. Padahal sopi dalam acara adat mempunyai nilai yang sacral.39
Praktik-praktik adat sebagai moment kebersamaan yang di dalamnya terdapat proses tolong menolong antar seluruh komponen masyarakat negeri-negeri berpela dalam hubungan Pela Gandong antara Negeri Batumerah-Passo yang demikian itu juga ditegaskan oleh M.S, sebagai salah satu Tokoh Masyarakat yang juga mantan Raja Negeri Passo, ia katakan bahwa:
Praktik tolong-menolong yang terjadi dalam proses pembentukan Pela Batumerah-Passo masih terjadi sampai saat ini, misalnya dalam pelantikan raja ada istilah “suwan” atau membantu secara material, pangan. Tetapi juga juga dalam moment-moment keagamaan. Khusus terkait dengan
39
pelaksanaannya panas pela ada moment bersama yang dibangun untuk mengenang kembali peristiwa yang melatarbelakangi terbentuknya Pela Batumerah-Passo. Biasanya ketika dalam acara pelantikan Raja, teks sejarah pembentukan Pela itu dibacakan disana. 40
Lebih lanjut, M.S mengungkapkan hal yang menarik bahwa dalam pelaksanaan moment kerja keagamaan misalnya pembangunan Masjid di Batumerah, proses pengerjaan itu diselingi dengan doa, pihak Passo secara Kristiani dan Batumerah secara Islam. Selain pelaksaan kegiatan-kegitan seperti demikian di hadiri oleh kedua belah pihak, namun, juga dihadiri oleh negeri-ngeri lain yang memiliki hubungan Pela Gandong dengan Batumerah atau Passo. Dari pihak Batumerah mengundang Negeri Ema yang memiliki hubungan Gandong dengan Batumerah. Karena itu, hubungan Pela Gandong tidak hanya terbatas antara kedua belapihak yang berpela saja tetapi terjadi persekutuan antara negeri-negeri yang Berpela.
M. P,41 seorang tokoh pemuda negeri Passo, mengkisahkan bahwa pada tahun 1955 pernah terjadi perkelahian antara Batumerah-Passo, orang Passo memukul orang Batumerah, akibatnya ada bencana penyakit di Passo. Karena itu, orangtatua (Tokoh-tokoh Adat) lalu ambel air dari Mesjid Batumerah lalu “kas minom” semua orang Passo. Dan untuk menyelesaikan masalah ini dilakukanlah Panas Pela di tahun 1956.
2. Hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong di Batumerah-Passo sebelum Konflik
Beberapa informan, terlebih khusus tokoh-tokoh Masyarakat, Adat dan Agama di Negeri Batumerah-Passo sependapat bahwasannya: hubungan antar Islam-Kristen di Batumerah-Passo sangat rukun sampai saat konflik sosial tahun 1999. Hal ini real ketika melihat bahwa di Batumerah-Passo terdapat penduduk Kristen dan pemeluk Islam.
40
Wawancara dengan M. S. (Tokoh Masyarakat Negeri Batumerah), 19 September 2016
41 Wawancara dengan M.P (Tokoh Pemuda Negeri Passo), 14 September 2016. Di dalam
2.1. Hubungan Islam-Kristen di Batumerah sebelum konflik
Pada negeri Batumerah sendiri, menurut T. T, sebagai salah satu pemimpin umat yang pernah bertugas di Jemaat GPM Bethara sejak tahun 1990-1999, bahwa:
Sebelum konflik meledak di Tahun 1999, hubungan orang Islam dan Kristen di Batumerah hidup terlampau sangat baik dan erat, komunikasi tetap terjalin antar umat maupun tokoh-tokoh Agama, dan juga ada saling mengunjungi ketika ada perayaan, kegiatan-kegiatan keagamaan seperti Natal, Idulfitri, di Gereja, umat Islam diundang dan mereka menghadiri acara tersebut. Keadaan ini mendukung jalinan kerukunan antar pemeluk agama. Walaupun dari segi jumlah, komunitas Kristen di Batumerah sangat sedikit dibandingkan dengan komunitas Muslim, namun nyatanya juga ada beberapa keluarga Kristen (satu sektor pelayanan) yang tinggal dilingkari komunitas muslim seperti di wilayah tanjung, tetapi tidak ada masalah, tercipta saling menghargai antar warga. 42
Senada dengan itu, O.Tasidjawa sebagai salah satu pelayanan Jemaat, mengungkapkan bahwa, hubungan kebersamaan yang membaur antara umat Kristen dengan basudara Muslim terasa laeng daripada kebersamaan antar sesama se-iman, dengan basudara Muslim katong lebih bisa saling menerima, saling menghargai, contohya, dolo kalo acara-acara orang Kristen biasa mamasa la bage-bage par basodara muslim.43
Kerukunan hubungan Islam-Kristen di Batumerah juga diungkapkan oleh V. L,44 sebagai Tokoh Masyarakat dari kalangan umat Katolik di wilayah Ahuru. Menurutnya,
Khususnya di Negeri Batumerah sendiri, sebelum konflik beta mengalami dan merasakan sungguh-sungguh hubungan Islam-Kristen entah yang berasal dari Pulau Ambon, Pulau Seram, Maluku Tenggara, MTB telah terbingkai dalam persekutuan sebagai Orang Basudara yang sangat rukun, saling membantu dalam pekerjaan-pekerjaan pembangunan rumah warga. Secara sederhana, C. R. mengungkapkan bahwa, Pela Gandong, membentuk semangat eukemenis dan toleransi yang sangat tinggi antara sesama yang berbeda agama. 45 Hubungan persaudaraan telah mengikat menyatukan muslim dengan Kristen di Ambon, Khususnya di Batumerah.
42
Wawancara dengan Pdt. T.T. (Tokoh Agama Protestan Negeri Batumerah), 1 September 2016
43 Wawancara dengan O. T. (Tokoh Agama Protestan Batumerah), 30 Agustus 2016. Dalam
penggalan kalimatnya informan ini menyebutkan kata laeng dolo, mamasa, la, par yang merupakan pelafalan dialek Ambon, yang biasanya untuk menyebutkan kata: lain, dulu, kemudian, untuk/kepada .
Berdasarkan penuturan para informan diatas, dapat diketahui bahwa, kenyataannya, hubungan Islam-Kristen secara internal sangatlah erat dan tidak ada indikasi konflik sedikitpun antara pemeluk agama Islam-Kristen. Tetapi, kenyataan kontradiktif yang tak dapat ditepis bahwa, ada kerentanan konflik hubungan Islam-Kristen, secara eksternal, hal ini diungkapkan oleh S.T dan juga L.H sebagai para tokoh Masyarakat di negeri Batumerah bahwa, faktanya memang sebelum konflik pecah pada Tahun 1999, terdapat konflik-konflik antar desa tetangga – Batumerah (Islam) dan Mardika (Kristen) – karena kenakalan-kenakalan remaja, seperti misalnya minom mabo, bakalai. Perkelahian antar pemuda adalah hal yang wajar, bagi kami sebagai orangtatua itu biasa.46
Fenomena perkelahian antar pemuda Batumerah-Mardika sebagai suatu hal yang dianggap wajar dan biasa terjadi juga diungkapkan A.K,47 sebagai Tokoh Pemuda Negeri Batumerah bahwa: perkelahian antar pemuda Batumerah dan Mardika ini juga beta alami ketika masih muda, perkelahian ini biasa terjadi antara pemuda, “dolo katong deng ana mardika baku pukol malam besok pagi beta su bale skolah”.
Selain itu Menurut V. L,48 ada juga bentuk konflik lain yang dilatari oleh kecemburuan sosial antara orang asli dan pendatang baik dari muslim Ambon dan Kristen Ambon. Orang Islam dari luar menguasai Pasar. Terdapat konflik antara orang pendatang kailolo dan buton, karena itu logis bahwa konflik dimulai di pasar.
2.2. Hubungan Islam-Kristen di Passo Sebelum Konflik
Pada konteks negeri Passo, kerukunan antar Islam-Kristen memiliki cerita lain. Melalui penuturan J.J,49 yang merupakan mantan pemimpin umat Protestan di Passo bahwa, hidup kerukunan antar umat beragama sangat erat. Kerukunan
46 Wawancara dengan S. T dan juga L.H (Tokoh Adat Negeri Batumerah), 27 Agustus 2016. Di
dalam penggalan kalimatnya, kedua informan ini menyebutkan kata: minom, mabo, bakalai, yang merupakan pelafalan dialek Ambon, yang biasanya untuk menyebut kata: minum, mabuk, berkelahi.
47 Wawancara dengan A. K (Tokoh Pemuda Islam Negeri Batumerah), 14 September 2016. Di
dalam penggalan kalimatnya, informannya ini menyebutkan kata: katong, deng, ana, baku pukol, su, bale, yang merupakan pelafalan dialek Ambon, yang biasanya digunakan untuk menyebutkan kata: kita, dengan, anak, saling berkelahi, sudah/telah, kembali.
antar umat beragama yang demikian dipastikan oleh M.P,50 sebagai seorang tokoh pemuda Passo. Menurutnya, kerukunan antar Islam dan Kristen di Passo tetap terjalin dengan baik, sebelum konflik terdapat banyak sekali orang Islam sampai terakhir 2005, masih hidup 11 orang Muslim dalam negeri Passo, mereka terlibat dalam lingkungan. Kenyataan ini menepis anggapan dan stigma masyarakat bahwa di Passo tidak ada komunitas Muslim.
Senada dengan itu, L.M,51 sebagai salah satu staf pemerintah desa Passo, mengkonfirmasi fakta tersebut. Menurutnya, secara administratif, minoritas penduduk Muslim mendiami daerah Batugong, dan Larier, sebanyak 5% dari jumlah keseluruhan penduduk negeri Passo yang beragama Kristen. Orang Islam dari dolo ada di belakang Mesjid nurul larier. Mereka (orang Islam) telah menetap dan memiliki tanah bersetifikat melalui pemerintah adat Passo.
Selanjutnya, M. S, sebagai mantan raja Passo mengungkapkan bahwa,
sebelum konflik hubungan antar pemeluk agama, terjalin dalam kebersamaan, saling toleransi, sehingga nampak dalam momentum-momentum hari raya, baik Islam-Kristen saling mengunjungi. Terdapat beberapa keluarga muslim yang bermukim dalam satu kompleks Kristen. Contohnya, salah satu keluarga ibu janda muslim asal makasar, dalam sejarah hidupnya dia sangat baik, dan katong orang Kristen yang bertetangga disitu hidup baik dengannya, ketika konflik terjadi, kita tidak ingin mereka pergi tetapi kami tidak bisa memaksakan keadaan ketika mereka harus tergusur, tanpa ada tekanan atau terror dari warga Kristen mereka memilih untuk meninggalkan Passo.
C. KONFLIK BERDARAH ISLAM-KRISTEN DI NEGERI
BATUMERAH-PASSO DALAM HUBUNGAN PELA GANDONG DI AMBON
Konsep Pela Gandong sebagai suatu budaya yang berakar dan menjiwai kehidupan masyarakat Maluku keberagaman yang terbingkai dalam ikatan kekeluargaan “Orang Basudara” telah diakui mampu menciptakan dinamika relasi antar agama maupun etnis yang rukun dan harmonis. Akan tetapi, fakta ironisnya konflik berkepanjangan di Maluku malah memposisikan orang Maluku, dalam hal ini dua komunitas agama yang dominan jumlah pemeluk (Islam-Kristen) sebagai yang saling berlawanan satu dengan yang lain.
Berdasarkan kenyataan itu maka, untuk memperoleh data bagi penulisan ini, peneliti mengarahkan informan untuk menjawab beberapa pertanyaan, diantaranya: apa saja faktor pemicu, dan penyebab serta dampak konflik terhadap hubungan Islam-Kristen di ambon.
1. Faktor Pemicu Konflik
1.1.Maraknya isu simbolisasi identitas keagamaan
Kronologi insiden konflik di Batumerah tepatnya di lokasi terminal transit angkutan umum Batumerah dilatarbelakangi oleh peristiwa perseteruan dua pemuda, Masing-masing pemuda Makasar (Islam) dan Pemuda Negeri Aboru (Kristen). Konflik yang terjadi di Batumerah, diungkapkan oleh para informan, Tokoh Masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama Negeri Batumerah, antara lain:
Menurut S. T,52 yang merupakan salah satu tokoh adat negeri Batumerah dari pihak muslim dan juga S.S,53 sebagai salah satu tokoh masyarakat Batumerah dari pihak Protestan, konflik yang terjadi melibatkan orang Makasar dan orang Aboru. Selebihnya, S.S. mengkisahkan bahwa, anak makasar memalak anak aboru, karena tidak menerima perlakuan itu, anak aboru ini pulang kerumahnya, kembali dengan parang mengikuti anak makasar itu, yang kemudian lari ke kerumunan Muslim sambil berteriak: “tolong… tolong…orang Kristen mau potong beta…”, perseteruan antar individu itu kemudian berkembang menjadi perseteruan antar komunitas yang berevolusi dalam bentuk kekerasan fisik (saling serang: baku lempar batu antara warga) terjadi sekitar pukul 02:00-04:00 sore, merebak sampai pada pembakaran rumah warga Kristen (Batumerah), penyanderaan kendaraan umum (angkot) desa Waai oleh warga di Galunggung.
T.T,54 mencurigai adanya rencana sistimatis dibalik konflik. Ia Katakan, Konflik terjadi ketika orang Kristen, para pemimpin umat Protestan sementara melangsungkan persidangan Klasis di jemaat GPM Bethara. Konflik, itu pecah orang Kristen Batumerah kaget, orang Islam datang serang katong.
Dengan lugas, S.S,55 mengungkapkan ingatannya berdasarkan yang ia amati pada saat konflik pecah tentang indikasi adanya sebuah rencana pihak Muslim. Ia katakan bahwa:
52 Wawancara dengan S.T. (Tokoh Adat Negeri Batumerah), 27 Agustus 2016 dan juga S.S.
(Tokoh Masyarakat negeri Batumerah), 29 Agustus,2016
Sebelum konflik, telah ada rencana, masyarakat Islam berkumpul di Batumerah kampong. Waktu itu, ketika dalam perjalan mau pulang ka rumah, pas beta dari pulang pegang tangan, sampe dipasar Batumerah dong su Cakalele ika Kapala Putih. Bersamaan dengan itu…. ada seorang Makasar yang dikenal kasi suara,,,, Bapa S. S baru pulang pegang tangan ka,,, Ia pas S. S bajalan capat-capat jua,,, tidak berselang beberapa saat pas sampe rumah langsung pica basar. ” anehnya, masalah uang 1000, pada saat meledak, mereka sudah datang dengan bandera-bandera.
Konflik yang melibatkan warga Islam-Kristen dapat terjadi karena warga terpicu oleh merebaknya isu-isu, simbolisasi identitas keagamaan kedua belah pihak. Seperti yang disampaikan oleh seorang informan, Pdt. J.J,56 sebagai salah satu pimpinan umat Protestan di Passo yang bertugas pada masa konflik bahwa, ketika konflik, simbol-simbol agama muncul, misalnya: ketika awal konflik terdapat seruan: “…. tolong. . tolong. . orang Kristen mau potong katong…. . ”.
Senadan dengan ini, N. K,57 sebagai seorang warga muslim juga mengatakan bahwa: “ada isu agama, sejak awal kita (warga Islam Batumerah) mengetahui bahwa konflik terjadi karena orang luar yang memanas-manasi, yang mempengaruhi, memancing keadaan dan emosi, misalnya: orang kristen menyerang wilayah muslim dan seorang Ibu berjilbab dipaksa melepaskan jilbabnya”.
Bersamaan dengan itu, informan lain, yakni J.T,58 mengungkapkan bahwa, kemunculan fanatisme keagamaan bukan hanya di Islam tetapi juga Kristen. Fanatisme keagamaan membuat orang merasa dirinya yang paling benar, dan mendiskriminasi orang lain, atau agama lain. Fanatisme keberagamaan sangat kuat, orang Islam bisa rela mati untuk menjaga identitas membela agama, ini kemudian yang menjadi pemicu konflik.
Fakta merebaknya konflik karena pemeluk agama terprovokasi oleh adanya isu dan fanatisme agama pun terkuak dalam penuturan C.R,59 bahwa:
“Katong iko kaco (konflik) karena terpancing ketika mendengar mesjid terbakar, pembantaian orang Islam mengakibatkan orang emosi, makanya
56 Wawancara dengan J. J. (Tokoh Agama Protestan Negeri Passo), 14 September 2016 57 Wawancara dengan N. K (Tokoh Masyarakat Islam Negeri Batumerah), 27 September 2016 58 Wawancara dengan Pdt. J.T (Tokoh Agama Protestan Negeri Passo), 3 Oktober 2016 59
lewat Tagbir, semua orang Islam terpanggil, padahal karena kepentingan, orang yang pegawai dong sanang katong orang susah tetap susah. Kalau orang Islam pilih kasih paleng basar, dia liat umat jadi kalo sesama susah yang lain merasa terpanggil. Contohnya, beta kaka dapa pukul sama saja deng beta dapa pukul, kecenderungan ini sifatnya komunal. ”Hal samaditegaskan oleh I.N.60 sebagai Tokoh Agama Batumerah, bahwa masalah agama adalah masalah agama, agamamu untuk kamu dan agamaku untuk aku. Kalau dalam Islam sebagaimana tertulis dalam alquran, perang antar agama itu lain. itu adalah panggilan Jihad, sakral, walaupun dia seorang pemabuk, tetapi kalau agamanya disinggung, itu spontan, bagi semua Islam.
Di lain kesempatan, oleh seorang informan, A.K,61 sebagai warga Muslim yang pada saat sebelum konflik bermukim di wilayah Air Salobar (Komunitas Kristen) sejak tahun 1990 mengidentikfikasi adanya isu agama. katakan bahwa: sebelum konflik pada tahun 1999 terjadi, beta dan keluarga tinggal di daerah benteng, satu malam sada satu pemuda, mahasiswa (warga Kristen) lempar beta rumah, sambil melempar, dia bataria: “orang Kristen ni bodo, katong pung orang su dapa bunu di Katapang katong diam saja”.
1.2.Keterlibatan Oknum TNI dan Kelompok-kelompok Radikal: Pihak ketiga
Keterlibatan oknum TNI sebagai aparatur pemerintah dalam konflik di Kota Ambon memiliki cerita yang kontradiktif. Pada satu sisi, TNI telah melakukan tugasnya sebagai aparat keamaan, tetapi juga terlibat sebagai aktor kekerasan, seperti penembakan,. Sebagaimana yang diungkapkan oleh N.K,62 seorang warga Muslim Di Batumerah, yang mengkisahkan tentang pengalamannya ketika mengalami konflik, Ia katakan bahwa:
Ketika seorang adik laki-laki kandungnya tertembak saat melintasi jalan Batumerah, tertembak. Saat melihat ade pung mayat terbayang pandangan bahwa tidak ada orang muslim atau Kristen yang dilatih untuk menembak khusus (jitu), adik saya dia di sniper, ini tidak mungkin masyarakat biasa. Ada juga beta pung pengalaman, melihat dengan mata kepala langsung, satu kali dalam mobil bersama dengan seorang ibu, tiba-tiba terdengar bunyi kaca seperti batu yang dilempar tiba-tiba ibu itu jatuh tersandar di beta pung bahu
60 Wawancara dengan I. N (Tokoh Agama Islam Batumerah), 14 Septembe 2016
61 Wawancara dengan A.K (Tokoh Pemuda Batumerah, Delegasi Malino II), 13 September 2016.
Dalam penggalan kalimatnya, informan ini menyebutkan beberapa kata dalam pelafalan dialek Ambon: bataria, bodo, bunu, yang biasanya disebutkan untuk menyebut kata: berteriak, bodoh, dan bunuh.
dan terkapar. Sementara itu, menurut V. L.63 “banyak warga yang jato karena ada peluru datang sementara warga semua tunduk, maraya.
Sejumlah fakta keterlibatan TNI dalam konflik, sebagai penegak hukum yang tidak netral, dan terlibat dalam penyerangan-penyerangan di wilayah Kristen, seperti yang diungkapkan oleh M.P,64 yang juga merupakansala satu Tokoh Pemuda Protestan Negeri Passo, Ia katakan bahwa:
Ketika konflik TNI memberikan peluru kepada masyarakat. Menurutnya, aparat tidak netral. Ada TNI yang datang mengamankan, ada yang datang biking kaco. Kejadian tahun 2000, bukan masyarakat, tetapi ada keterlibatan TNI, korban di perbatasan negeri lama, semua tentara, ditemukan KTA ketika mayatnya diperiksa, dong maju pake pakiang putih, tetapi dalamnya loreng.
Selain itu, dalam konflik terdapat juga kelompok-kelompok tertentu pada kedua belah kubu yang bertikai (Komunitas Islam-Kristen). Hal mana terungkap oleh V.L, sebagai tokoh Masyarakat Katolik, Ia katakan bahwa: “ada kelompok yang barmaeng, baik dari pihak Kristen maupun Islam. Ada kelompok “yudas” yang dipakai. Olehnya, seorang informan, P.L,65 sebagai seorang Tokoh Agama Kristen Protestan, dalam pengalaman kepemimpinannya Jemaat Ahuru, ia ungkapkan bahwa:
“ketika konflik, ada kelompok Kristen “Pasukan Agas”, sebelum mereka beraksi, menyerang komunitas muslim setempat, mereka kaluar meminta beta berdoa par dong. P.L. selaku pimpinan umat Kristen menegaskan bahwa umat asli setempat hanya bertahan tidak melakukan penyerangan, “katong samua di dalam gereja,, katong samua diperbatasan saja,,, yah,, arti biar bagemana,, istilah sapa cari dia dapa,, ose datang ya katong seng picari, ose datang mau potong beta, beta potong ose kamuka”.
Seorang informan, V.R,66 yang juga merupakan ketua RT di wilayah Ahuru mengungkapkan tentang keterlibatan “orang luar” dalam konflik, secara panjang lebar dia katakan bahwa:
Konflik secara umum, ada keterlibatan orang luar. Di awal pecah tahun 1999 orang asli tidak tahu apa-apa, tidak tahu masalahnya apa. Saat konflik, ada
63 Wawancara dengan V.L. (Tokoh Masyarakat Katolik Negeri Batumerah), 5 September 2016 64 Wawancara dengan M.P. (Tokoh Masyarakat Katolik), 3 September 2016. Dalam penggalan
kalimatnya, informan ini menyebutkan beberapa kata dalam pelafalan dialek Ambon: biking, kaco, pake, pakiang, masing-masing secara berturut-turut kata-kata tersebut biasanya dipakai untuk menyebutkan kata: membuat, kacau, memakai, pakaian.
65 Wawancara dengan P.L. (Tokoh Agama Protestan negeri Passo), 3 Oktober 2016.
saling menjaga antar kedua komunitas. Ada orang luar (laskar-laskar) datang menghantam katong disini, orang Islam dan Orang Kristen masing-masing menjaga wilayahnya. Masing-masing memilih bertahan, begitupun komunitas katolik. Orang Muslim semua lari, orang Kristen menjaga wilayah Muslim bahkan mesjid. Orang luar serang, dari kebun cengkeh, mereka orang jawa.
Keberadaan orang luar (Baca: Pendatang) dalam konflik juga teridentifikasi melalui penuturan A.K,67 sebagai salah satu Tokoh Masyarakat Batumerah (Kebun Cengkeh). Ia katakan bahwa, penyerangan pihak muslim di wilayah Stain (Batumerah) dilakukan oleh orang-orang pendatang, katong bisa membedakan mana orang asli mana orang pendatang, ada juga kelompok-kelompok Laskar Jihat yang datang dari luar daerah (Jawa).
2. Faktor penyebab Konflik: Kecemburuan sosial-ekonomi
Konflik dalam hubungan Islam-Kristen di Ambon dilatarbelakangi oleh beberapa faktor lain, seperti kecemburuan sosial-ekonomi: penguasaan pasar oleh pendatang; terkait kuasa dan jabatan struktur. Hal mana terungkap oleh, Pdt. J.J. dan juga disampaikan oleh Pdt. J.T (Tokoh Agama Jemaat GPM Passo), terdapat juga faktor ekonomi, ada kecemburuan berkaitan dengan jabatan, sebelum konflik pihak muslim selalu merasa di nomor duakan.68
Lebih lanjut Pdt. J,T, melihat tentang butir kesepakatan malino, yakni tentang perimbangan keterwakilan jabatan sturuktural dalam masyarakat di antara kedua belah pihak yang bertikai (Islam-Kristen). Menurutnya, ketika hal perimbangan dibahas dan diputuskan dalam butir-butir ketetapan Malino II, maka artinya ada tujuan menyangkut kekuasaan dari konflik ini. Bagi saya sangat tidak tepat kalau harus menerima konsensus untuk menerima perimbangan yang berdampak tidak baik, ketika kualitas tidak dilihat tetapi tentang perimbangan keterwakilan baik didalam jabatan birokratif, di instansi pendidikan.
Seorang informan, A.K,69 yang merupakan salah satu peserta Malino II delegasi dari negeri Batumerah mengungkapkan bahwa, memang dalam 11 point kesepakatan Malino, selain membicarakan soal isu RMS, ada juga salah satunya
67
Wawancara dengan A. K. (Tokoh Mayarakat Islam Negeri Batumerah), 14 September 2016
68 Wanwancara dengan J. J. dan Pdt. J.T. (Tokoh Agama Protestan negeri Passo),14 September
dan 3 Oktober 2016
yakni membicarakan soal pembagian, pemerataan dan penyeimbangan keterwakilan pemeluk kedua agama dalam proses penerimaan pegawai, begitu juga pimpinan-pimpinan dinas, penerimaan-penerimaan mahasiswa. Katong pihak Islam ingin kalo bisa jang sampe miring-miringlah. seperti contohnya, di kotamadya penerimaan pegawai 50, katong seng sampe 10 lai…. .
Selain itu, menurut V.L. konflik juga dilatari oleh faktor kecemburuan orang Maluku, baik Islam maupun Kristen yang merasa pasar dikuasai oleh BBM. Sebelum konflik telah ada gesekan-gesekan kecil antara orang Kailolo (Pulau Seram) dan orang Buton. Sementara itu, S.A,70 seorang Tokoh Agama Islam di Batumerah (Penduduk Pendatang), yang juga beraktifitas sebagai pedagang di wilayah Ruko Batumerah mengungkapkan bahwa memang dari dulu, sebelum konflik pasar dikuasai oleh warga pendatang, yang kebanyakan adalah orang Sulawesi. Para pendatang ini, memiliki paguyuban-paguyuban. Hal ini juga ditegaskan oleh I. N.71 sebagai Tokoh Agama Negeri Batumerah (Penduduk Asli), menurutnya, sejak dolo telah ada kecemburuan sosial, orang Maluku tidak mau orang luar maju.72 Karena sebagai penduduk asli Maluku di Batumerah merasa dikuasai oleh orang luar, lokasi pasar dikuasai oleh orang makasar, dan orang jawa. Orang asli hanya sekedar, jual kue saja tapi selebihnya seng ada.
3. Dampak Konflik Terhadap Hubungan Islam-Kristen
Konflik yang terjadi di Ambon telah menciptakan sejarah yang kelam dan mencekam. Banyak korban jiwa, kerusakan, kekerasan, bahkan juga dapat membendamkan dendam dan kebencian yang membara pada benak masyarakat secara personal. Dalam wawancara langsung terungkap beberapa bentuk dampak konflik dalam hubungan Islam-Kristen, diantaranya yakni: lunturnya kesalingpercayaan berupa kecurigaan dan keterancaman; kewaspadaan terhadap Isu radikalisme keagamaan.
S.S,73 sebagai salah satu warga Kristen yang kembali menetap diantara penduduk Batumerah yang mayoritas mengungkapkan fakta kewaspadaan orang
70 Wawancara dengan S.A. (Tokoh Agama Islam Negeri Batumerah), 14 September 2016 71
Wawancara dengan Pdt.(Emr).J.T (Tokoh Agama Protestan Negeri Batumerah), 1 September 2016
Kristen terhadap isu radikalisme agama di Maluku, bahwa: pada tahun 2015 ini ada kelompok Isis yang ditangkap di Batumerah sebanyak 20 orang.
3.1.Kecurigaan
Dampak rasa tidakpercaya berupa kecurigaan dalam hubungan Islam-Kristen, dialami oleh S. A,74 sebagai seorang warga Muslim pendatang Batumerah ketika melakukan aktifitas pasar pada salah satu swalayan yang terlatak di wilayah komunitas Kristen, sebagaimana yang diungkapkannya bahwa, “minggu kemarin beta balanja di Planet 2000 di sabala atas, waktu itu beta pake songko haji, beta
mengamati ada om satu perhatikan beta begitu lama, menurut beta antua rasa
aneh deng beta dan beta pun berasa tidak tenang. Berbeda kalo balanja di
Planet di A. Y. Patty”.
3.2.Rasa Keterancaman
Rasa keterancaman yang dialami individu dalam relasi antar warga minoritas yang mendiami wilayah mayoritas mengikis kebersamaan dalam kehidupan antar pemeluk agama Islam-Kristen. Warga Islam merasa terancam di wilayah Kristen dan Warga Kristen terancam di wilayah Islam. seperti yang diungkapkan beberapa informan, diantaranya:
M. P,75 sebagai salah satu tokoh masyarakat di negeri Passo menjelaskan bahwa: Sejak konflik 1999 hingga tahun 2001 semua orang muslim (Batugong, Larier) 1000-2000 (5 %), BBM, bakabong) masih ada di Passo, sampai 2005 masih hidup 11 orang Islam (6 anak muda, orangtatua 5) dalam negeri Passo melakukan aktifitas dagang, mereka tertekan setelah ada gangguan dari orang luar, sehingga ada ketakutan dan rasa terancam. Akhirnya orang Passo mengevakuasi mereka ke desa Halong, komunitas muslim. Mesjid Passo runtuh pada saat Gereja Silo terbakar ; tahun 1999 orang Muslim dan Kristen berupaya secara bersama menjaga jalur masuknya orang dari luar kota (Hitu) di jembatan air basar.
Sementara itu, A.K,76 sebagai salah satu tokoh masyarakat di negeri Batumerah, turut menegaskan waktu itu b RT , Pica pertama-kedua ada masi 5
74 Wawancara dengan S.A (warga Muslim Sulawesi Batumerah), 9 September 2016. Dalam
penggalan kalimat yang diuntarakannya, informan ini menyebutkan beberapa kata dalam pelafalan dialek Ambon: balanja, sabala dan antua, yang biasanya di sebutkan untuk menyebut kata: belanja, sebelah, beliau.
K.K, termasuk 1 ibu guru, lakinya kerja di Benjina, kalau ada jam kerja ibu itu datang tinggal deng bini disini. Pica pertama, beta masih amankan mereka sampai pada pica kedua mungkin karena ada ana-ana kelompok yang pastroli beta deng armet kasi pindah antua ka petra. Ada beberapa warga yang jaga malam sama-sama pas pica pertama, beta yakin bisa amankan, tetapi jaga orang luar.
J.T,77 selaku pimpinan umat Protestan di Passo memberikan pemikirannya menyikapi fenomena dampak konflik terhadap hubungan agama-agama secara khusus bagi dinamika hidup orang Maluku, bahwa:
Konflik yang meninggalkan traumatik yang mendalam dan berat dalam kedua belah pihak, tidak gampang dihilangkan dengan membalikan telapak tangan. GPM secara kelembagaan telah bekerjasama dengan instansi-instansi terkait telah mengupayakan sejumlah kegiatan yang terfokus pada usaha membangun rasa saling percaya dan menjamin kerukunan dan ketentaraman hidup beragama, salah satu kegiatan yang pernah diikuti yakni, trauma healing. Kegiatan ini melibatkan kedua komunitas. Didalamnya sebuah pendekatan coba dibangun misalnya kita dari Kristen ber-live-in selama beberapa waktu di kediaman saudara Muslim dan sebaliknya Muslim pada keluarga Kristen. Saat itu saya ditempatkan di salah satu rumah warga muslim (Imam) di daerah Nania, jujur ada ketakutan, malamnya saya tidak dapat tidur. Ia juga melanjutkan tentang pengaruh konflik pada penciptaan karakter keras warga jemaat khusunya anak-anak muda yang secara langsung telah mengalami konflik dan kekerasan. Akhirnya saya ingin katakan bahwa butuh waktu yang tidak cepat untuk memupuk kepercayaan. Untuk itu, butuh kerjasama antara instansi, pemerintah dan gereja, tokoh-tokoh masyarakat dan agama untuk mengembalikan kepercayaan itu.
D. HUBUNGAN ISLAM-KRISTEN DALAM PELA GANDONG DI NEGERI BATUMERAH-PASSO PADA MASA KONFLIK
Pada bagian selanjutnya dari bab ini, peneliti mengarahkan informan untuk menjawab beberapa pernyataan, diantaranya: Pertama, Bagaimana hubungan Islam-Kristen dalam Budaya Pela Gandong pada saat konflik; Kedua, Apa saja praksis, dan kegiatan-kegiatan hubungan Pela Gandong pada saat konflik.
Konflik melahirkan perubahan yang signifikan terhadap relasi antar agama (Islam-Kristen). Kerekatan hubungan antar masyarakat yang dibingkai dalam budaya orang Basudara di Maluku sebelum konflik telah menjadi renggang pada masa konflik. Akan tetapi, faktanya justru dalam usaha menyikapi perubahan
tersebut terdapat juga proses-proses bersama yang coba dibangun oleh tokoh-tokoh agama dan masyarakat dan telah berhasil mempersatukan seluruh komponen masyarakat yang juga merupakan warga pemeluk agama. Indikator kerenggangan hubungan dan proses asosiatif yang terbangun dalam hubungan antara pemeluk agama (masyarakat) ini diungkapkan para informan yang diwawancarai pada kedua lokasi penelitian.
1. Hubungan Islam-Kristen Batumerah-Passo Masa Konflik
1.1.Hubungan Islam-Kristen di Batumerah Pada Masa Konflik
N.K,78 mengungkapkan bahwa: ketika konflik pecah, orang Islam menyelamatkan orang Kristen (tetangga), keluarga dan warga Kristen kami arahkan untuk meninggalkan kediamannya, bukan berarti kami mengusir mereka tetapi karena kondisi maraknya isu-isu agama itu membuat kami merasa tidak bisa menjamin mereka. Kita tidak bisa mengontrol masa dari luar yang datang karena emosi sebagai korban.
Senada dengan itu, V.R,79 sebagai tokoh masyarakat katolik di wilayah Ahuru mengungkapkan bahwa: hubungan Islam-Kristen ketika konflik terjadi sangat baik sekali, ada saling menjaga keamaan, orang Islam datang jaga gereja, sebaliknya orang Kristen jaga Mesjid. Makanya dalam konflik ambon, wilayah Ahurulah yang terakhir jatuh, kejatuhan itu juga karena ada orang luar datang menyerang secara kelompok.
Hubungan antar pemeluk Islam-Kristen yang secara sesaat terbangun tidak dapat dipertahankan ketika ada pihak dari luar, baik di wilayah Islam maupun Kristen. Kondisi ini menurukan intensitas interaksi antar agama: dalam hal ini para tokoh-tokoh agama maupun masyarakat tidak dapat membangun komunikasi, negosiasi antar pemimpin umat.
Menurut V.R, ketika konflik berlarut, umat katolik memilih bertahan, dilarang untuk menyerang, kita hanya bertahan dan menjaga-jaga apabila ada penyerangan kita akan membela diri.
78 Wawancara dengan N.K (Tokoh Masyarakat Muslim di Batumerah), 27 September 2016 79 Wawancara dengan V.R (Tokoh Masyarakat Katolik Ahuru: Negeri Batumerah), 5 September
Selanjutnya, A. A,80 yang merupakan pimpinan umat Protestan di Batumerah: Ahuru, mengungkapkan bahwa:
Ketika konflik berkepanjangan sempat redah pada tahun 2002, hubungan antar agama kurang terbuka, terdapat jurang pemisah, antar ketiga belah pihak (Katolik, Protestan, dan Muslim), yang enggan untuk menghadiri undangan-undangan resmi acara-acara keagamaan masing-masing. Moment-moment khusus yang hanya dapat memungkinkan kebersamaan adalah ketika diupayakan kegiatan-kegiatan sosio-praktis, misalnya kerja bakti bersama, penghijauan. Hubungan komunikasi antar pimpinan agama hanya sebatas menjaga keamanan umat. protektif menjadi eksklusifme umat katolik.
Fenomena kecurigaan dan terancam yang diakibatkan oleh konflik dalam hubungan antar agama telah memungkinkan peran dan fungsi tokoh-tokoh Agama untuk dapat berupaya merajut kebersamaan dan rasa persatuan. K.J,81 sebagai seorang pimpinan umat Katolik di Ahuru mengkisahkan bagaimana dirinya berinisiatif membangun relasi dan menciptakan ruang kerjasama antara tokoh-tokoh agama Islam maupun Protestan di wilayah konflik. Ia menurutkan bahwa:
Di tahun 2011 umat katolik diperhadapkan dengan salah satu tanggungjawab besar, yakni penyelasian dan peresmian gedung Gereja Yakobus Ahuru, sebagai salah satu daerah rawan konflik, yang secara geografis terletak diantara dua komunitas Muslim dan Protestan, maka saya memiliki visi untuk mengembalikan kepercayaan dan kerekatan hubungan antar agama setelah konflik. pertama-tama saya berinisiatif menemui tokoh-tokoh agama, merangkul tokoh-tokoh agama dalam kesepakatan bersama untuk menyulam kembali kerukunan agama seperti semula sesuai dengan filosofi orang Maluku tentang persaudaraan yang rukun, melalui berbagai aktifitas keumatan yang dapat diprakarsai oleh pimpinan agama Katolik, (Pastor), Protestan (pendeta), dan Muslim (ustat) di wilayah Ahuru.
Selebihnya, K.J82 ungkapkan bahwa:
Ketika momentum peresmian gedung Gereja Katolik berhasil dilaksanakan dengan sejumlah proses acara yang melibatkan umat Muslim, yang juga dihadiri dari para undangan dari berbagai kalangan masyarakat sampai pemerintah daerah, pada saat itu saya merasakan sendiri ada titik balik yang luarbiasa ketika moment peresmian gereja, yang panitianya 2/3 muslim dan Protestan. Seremonial diatur bersama dan melibatkan pemeluk agama, misalnya, penerima tamu pake kabaya ambon (anak-anak Protestan), pake songko (Anak-anak Muslim), acara ini dijadikan moment rekonsiliasi, dalam
80
Wawancara dengan A. A (Tokoh Agama Protestan Negeri Batumerah), 3 Oktober 2016
81 Wawancara dengan K.J. (Tokoh Agama Katolik Bnegeri Batumerah: Ahuru), 27 September
2016