• Tidak ada hasil yang ditemukan

T2 752011035 BAB III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T2 752011035 BAB III"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

LOULEHA DALAM KOMUNITAS HARIA DAN SIRI SORI ISLAM

III.1Sekilas mengenai Negeri Haria III.1.1 Sejarah Negeri Haria

Dalam kehidupan masyarakat negeri Haria, ada banyak versi sejarah

mengenai asal mula negeri mereka. Ragam cerita itu tumbuh dalam

masing-masing marga di negeri Haria. Cerita-cerita tersebut diwarisi dari

orang tua mereka sejak dahulu kala. Beberapa versi sejarah negeri Haria

yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Haria antara lain:

1. Sejarah Negeri Haria Menurut Pemerintah Negeri Haria1 Pada beberapa abad yang silam, bangsa Alifuru2 dari pulau

Seram bagian Barat berpindah dari pulau Seram ke pulau Saparua.

Kemudian mereka mendiami beberapa pegunungan di pulau

Saparua seperti gunung Moi di Itawaka, gunung Elhau di Siri Sori

dan gunung Hatuhahul di Haria. Bangsa Alifuru ini kemudian

berkembang menjadi beberapa negeri dan berasimilasi dengan

! " # "

$ " %! & ' "

$ ( " " ) ' "

# * " ! ! "

+! , - & " ! *! . /

(2)

bangsa-bangsa Arab, Eropa dan Asia seperti Cina dan

meninggalkan anak cucu sampai dengan waktu sekarang di negeri

Haria.

Perubahan peradaban dengan kedatangan bangsa-bangsa

asing masuk ke Maluku maka penduduk pribumi mulai mengenal

agama dan struktur pemerintahan yang hidup sampai sekarang

dimana nampak terjadi asimilasi budaya-budaya khas Timur dan

Barat telah menyatu menjadi budaya Maluku seperti tari Cakalele,

dansa, lagu-lagu, dengan ciri-ciri musik dari berbagai negara yang

telah menjadi budaya Maluku yang hidup di berbagai negeri di

Maluku, termasuk negeri Haria.

Kedatangan bangsa Alifuru dari pulau Seram ke pulau

Saparua adalah penduduk pertama yang menduduki gunung

Hatuhahul (Haria Gunung) belum mengenal agama dan masih

primitif dan menyembah batu-batu. Kemudian pada tahun 1546

datanglah bangsa Eropa yaitu Spanyol di Maluku kemudian

mendirikan Sinagoge (gereja Khatolik) di tepi pantai Haria dan

mengajarkan agama serta membaptis penduduk di negeri Haria

sesuai agama yang dianut bangsa Spanyol yaitu Kristen Khatolik.

Bangsa Spanyol inilah yang memberikan nama Haria sesuai

dengan nama tempat dimana mereka berasal yakni dari suatu

tempat di kepulauan Kanari, Spanyol dan membuat lambang negeri

(3)

memegang pedang dan bermahkota. Kemudian bangsa Portugis

dan Belanda datang menjajah dan mengembangkan agama Kristen

Protestan di negeri Haria.

Pada mulanya petuanan3 negeri Haria sangat luas

berbatasan dengan negeri Kulur. Tetapi saat bangsa Belanda

datang untuk menjajah, mereka kemudian memperkecil petuanan

negeri Haria. Hal ini dapat diketahui dari sejarah perang Pattimura

pada tahun 1817 yang menjelaskan bahwa Thomas Matulessy

mendapat gelar Kapitan Pattimura di Sirwoni (batas negeri Haria

dan negeri Kulur) tempat persembunyian sisa-sisa tentara Portugis

yang kalah perang melawan tentara-tentara dari Ternate yang

membasmi bangsa Portugis di Maluku akibat dari Portugis

membunuh Sultan Ternate yang bernama Sultan Hairun.

2. Sejarah Negeri Haria Menurut Marga Loupatty (Tuan Tanah)4

Menurut penuturan dari marga Loupatty5, nenek moyang

dari marga Loupatty pertama kali menginjakkan kaki di Nusaunjo

(negeri lama Haria). Setibanya disana, moyang6 Loupatty mencari

daerah yang tinggi (gunung) untuk menetap. Hal itu disebabkan

2

! " $ '

1

3 -! 4

" " "

-! " ! (!

5

% !

(4)

oleh ancaman pembunuhan yang dilakukan oleh Orang Lano7. Di

Nusaunyo mereka menetap dan bertambah banyak.

Kian hari, penduduk kian bertambah. Daerah Nusaunyo tak

lagi memadai bagi masyarakat Haria kala itu, sehingga moyang

Loupatty memutuskan untuk pergi mencari daerah baru yang dapat

ditempati. Dalam perjalanannya mencari daerah baru, moyang

Loupatty bertemu dengan seseorang yang berpakaian Kapitan.

Mereka saling menegur dengan menyebut kata ‘apa’, sehingga

tempat itu diberi nama ‘Apapa’. Moyang Loupatty dan sang

Kapitan pun terlibat dalam perkelahian untuk beradu kekuatan.

Namun keduanya sama-sama kuat. Alhasil, mereka saling

mengakui kekuatan masing-masing. Kapitan itu disebut Kapitan

Hattu yang artinya “keras seperti batu”. Mereka kemudian

berpisah. Tempat perpisahan Loupatty dan Hattu hingga kini

dikenal dengan nama Patae.

Loupatty kemudian melanjutkan perjalanan dan

menemukan suatu tempat untuk menetap. Tempat itu disebut

Amano. Suatu hari, ketika Loupatty menyusuri daerah pantai, ia

menemukan seorang laki-laki terdampar di pantai. Kemudian ia

membawa lelaki tersebut pulang ke Amano. Lelaki tersebut

kemudian bercerita bahwa ia adalah si bungsu dari tiga bersaudara.

Mereka berasal dari pulau Banda. Ia dan kedua saudaranya yang

4

(5)

lain hendak melakukan perjalanan mencari makanan dengan

menggunakan kora-kora. Di perjalanan, si bungsu dibuang ke laut.

Kemudian ikan Komu8 membawa si bungsu ke daratan, di Amano9.

Lelaki tersebut kemudian dinamakan “Komul” karena ia dibawa

oleh ikan Komu. Komul merupakan leluhur dari marga Komul di

negeri Haria.

Pada saat kedatangan Portugis ke Pulau Saparua, seluruh

penduduk asli yang tinggal di daerah pegunungan diminta untuk

turun ke daerah-daerah pesisir. Hal tersebut dilakukan agar

Portugis dapat mengawasi gerak-gerik penduduk asli. Loupatty dan

Hatu kemudian mencari negeri baru di daerah pesisir untuk

menetap. Tahun 1428, Loupatty dan Hattu menemukan negeri

baru. Mereka meletakkan batu pusat negeri yang baru. Kapitan

Hattu dan Loupatty kemudian menentukan batas negeri. Kapitan

Hattu menancapkan tombaknya di daerah pesisir dan dari sana

muncul mata air. Hingga kini tempat itu disebut Aer Salobar. Dan

Loupatty menancapkan tombaknya dan juga keluar mata air. Jarak

dari batu pusat ke tempat Kapitan Hattu dan Loupatty

menancapkan tombak masing-masing 400m. Itulah negeri Haria

yang baru. Nama Haria berasal dari kata “Aria” yang berarti turun

ke pantai.

6

) ! *! ! "

7

" " "

(6)

Ketika negeri sudah terbentuk, maka batu pusat di negeri

Amano diturunkan ke negeri Haria. Batu pusat negeri disebut

“Batu Pamale”. Di depan batu pusat atau batu Pamale tersebut

dibangun sebuah rumah adat (Baileu). Dalam bahasa adat setempat

Baileu tersebut dikenal dengan nama Pala Pesi Rumah Toru.

Baileu Pala Pesi Rumah Toru dibangun pada tahun 1571. Baileu

Pala Pesi Rumah Toru juga disebut sebagai Baileu pusat tiga

rumpun pulau, yakni pulau Haruku (Nusa Hatuhaha), pulau

Saparua (Nusa Ama Iha) dan pulau Nusalaut. Sehingga setiap acara

adat harus berpusat di negeri Haria.10

Negeri Haria memiliki nama teong (nama adat) Leawaka

Amapatti. Leawaka berarti datang untuk menjaga, Ama/Aman

berarti negeri (desa) dan Patti berarti pemimpin. Leawaka

Amapatti berarti negeri yang dijaga dan diperintah oleh seorang

Patti (raja) sejak datang dari Pulau Seram. Sebab sejak awal

kedatangan para leluhur ke pulau Saparua hingga menetap di

Leawaka, masyarakat negeri Haria dipimpin atau diperintah oleh

seorang Patti.

(7)

III.1.2 Demografi Negeri Haria 1. Letak Geografis negri Haria

Secara geografis, negeri Haria terletak pada 3029’17”

-303739” LS dan 128032’43”-128043’49”. Negeri Haria memiliki

luas 1.900Ha dengan jumlah penduduk sebanyak 6.607 jiwa dari

1.400 kepala keluarga.

Negeri Haria memiliki wilayah yang sangat strategis sebab

merupakan kota pelabuhan, menjadi titik penghubung antar pulau

yang dilengkapi dengan sarana penyeberangan dan juga merupakan

jalur perdagangan antara pulau Saparua dan pulau-pulau lain di

Maluku.

Haria memiliki batas wilayah sebagai berikut:11

a. Sebelah Utara : Jalan Raya

b. Sebelah Selatan : Negeri Booi

c. Sebelah Timur : Negeri Tiouw, paperu

d. Sebelah Barat : Negeri Booi

2. Iklim

Keadaan iklim negeri Haria sama dengan yang umumnya

berlaku di daerah Maluku, yakni beriklim tropis. Dengan keadaan

atau kondisi iklim yang demikian maka negeri Haria dipengaruhi

oleh dua musim yakni musim barat atau utara yang berlangsung

(8)

dari bulan Desember - Maret dan musim timur atau tenggara yang

berlangsung dari bulan Mei - Oktober. Kedua musim ini silih

berganti yang diselinggi oleh musim transisi yang terjadi pada

bulan April (Peralihan Musim Barat ke Musim Timur) dan bulan

November (Peralihan Musim Timur ke Musim Barat).12

3. Mata Pencarian

Berdasarkan data statistik jemaat GPM Haria tahun 2008

[image:8.595.99.503.219.637.2]

mata pencaharian yang dominan di negeri Haria adalah nelayan.

Tabel 3.1

Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Pekerjaan Jenis Pekerjaan Jumlah

Petani Nelayan PNS Guru TNI / Polri Swasta Wirausaha Pensiunan

337 687 62 152 32 50 201 56

Jumlah 1.577

Sumber: Data Statistik Jemaat GPM Haria tahun 2008

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sektor

perikanan dengan profesi sebagai nelayan menjadi sektor ekonomi

yang dominan di masyarakat ini. Hal ini disebabkan karena

potensi hasil kelautan sangat besar. Dengan demikian maka banyak

(9)

yang berprofesi sebagai nelayan. Alat transportasi yang digunakan

pun beragam untuk mengambil hasil laut ini misalnya: transportasi

tradisional (bodi dan perahu) maupun juga motor ikan. Dari

pengamatan hasil tangkapan tersebut sebagian besar hasil

penangkapan dijual kepada ibu-ibu papalele atau jibu-jibu13 namun

juga dipasarkan langsung ke pasar-pasar di kecamatan Saparua dan

juga di pulau Ambon. Hasil laut ini memberikan manfaat yang

paling besar bagi tingkat pendapatan masyarakat.

4. Sosial Budaya

Sebagai mahkluk sosial, manusia membutuhkan orang lain.

Maka manusia membentuk satu kelompok yang disebut

masyarakat. Masyarakat yang menempati desa Haria merupakan

masyarakat pesisir. Namun aktifitas pekerjaan mereka tidak hanya

bergantung pada aktifitas di laut (nelayan) tetapi juga sebagai

petani perkebunan. Karakteristik masyarakat pesisir umumnya

memiliki watak yang keras, hal ini disebabkan karena pada satu sisi

mereka harus menghadapi kondisi alam yang keras. Namun pada

sisi lain berdasarkan arti nama ‘‘Haria’’ yang awalnya adalah

“Haraija” artinya “suka ribut” atau biasa ribut. Suka ribut bukan

2 " 8 " "

" 3 !

% 9 :;< 3 "

(10)

berarti suka bertengkar tetapi suka ribut diartikan sebagai

semangat ketika mendapatkan hasil tangkapan ikan yang banyak.14

Sistem kekerabatan yang dikenal masyarakat Haria adalah:

a. Sistem kekerabatan berdasarkan hubungan perkawinan.

Maksudnya adalah jika terjadi perkawinan antara dua marga

maka terjadilah hubungan di antara kedua marga tersebut.

b. Hubungan geneologis atau pertalian darah. Maksudnya adalah

adanya sebuah ikatan di antara saudara.

c. Semangat kekeluargaan atau marga (hubungan mata rumah)

yang berfungsi untuk mengetahui hubungan darah atau

hubungan persaudaraan yang bukan saja pada orang yang hidup

tetapi juga dengan mereka yang sudah meninggal. Mata rumah

juga berfungsi untuk mempererat persaudaraan dan

menghindari perkawinan sedarah. Sistem kekerabatan ini juga

dikenal sebagai sistem “Lahatol” yakni hubungan berdasarkan

garis keturunan. Lahatol adalah sebuah nilai budaya yang

berfungsi untuk menjaga ikatan silahturami. Lahatol juga

merupakan sebuah panggilan persekutuan untuk saling peduli.

Lahatol adalah wujud pertanggung-jawaban moral terhadap

pertalian darah dalam sebuah rumah.15

1

#

(11)

5. Pendidikan

Negeri Haria memiliki fasilitas pendidikan antara lain 1

Gedung taman kanak-kanak (TK) yakni TK Hiti-hiti Hala-hala di

samping itu ada juga 7 gedung sekolah dasar (SD) yaitu SD Negeri

1, SD Negeri 2, SD Negeri 3, SD Negeri 4, SD Inpres 1, SD Inpres

2, dan SD YPPK Dr. Sitanala (Yayasan Pendidikan Pembinaan

Kristen). Sedangkan bagi anak-anak yang ingin melanjutkan

pendidikan ke SMP dan SMA mereka harus bersekolah di Saparua

karena gedung pendidikan SMP dan SMA terletak di Saparua.

[image:11.595.99.511.220.606.2]

Tingkat pendidikan masyarakat negeri Haria dapat dilihat pada

tabel 2 berikut ini.

Tabel 3.2

Tingkat Pendidikan Masyarakat Negeri Haria Tingkat Pendidikan Jumlah

Tidak Sekolah SD / SR SMP SMA PT

289 2.780 754 1.361 310

JUMLAH 5.494

Sumber: Data Statistik Jemaat GPM Haria tahun 2008

Berdasarkan tabel di atas dapat dikatakan bahwa tingkat

pendidikan masyarakat belum cukup baik. Karena sebagian besar

(12)

Sekolah Dasar (SD). Hal ini disebabkan oleh biaya yang sangat

mahal sehingga tidak ada keinginan untuk bersekolah. Berdasarkan

hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa faktor ekonomi juga turut

mempengaruhi tingkat pendidikan masyarakat negeri Haria,

menyebabkan sebagian besar anggota masyarakat negeri Haria

lebih suka bekerja di laut sebagai nelayan dan sebagai petani di

kebun. Hasil melaut dan berkebun dijual untuk memperoleh uang.

Namun ada juga anggota masyarakat yang belum menyadari bahwa

pendidikan sangat penting bagi kelangsungan hidup ke depan.

III.2Sekilas mengenai Negeri Siri Sori Islam III.2.1 Sejarah Negeri Siri Sori Islam

Alkisah ada seorang Kapitan di desa Rumbati yang berasal dari suku

Ala. Ia bernama Pattialam. Pattialam melakukan perjalanan menuju Pulau

Seram bagian Selatan tepatnya di negeri Hatumeten. Ia menikah dengan

Ratu Pormalei16, dan dari perkawinan itu dikaruniai tiga orang anak

laki-laki dan dua orang anak perempuan yaitu Timamole, Simanole, Silalohi

(Lohilomanuputty), Nyai Intan dan Nyai Mas. Setelah dewasa ketiga orang

anak laki-lakinya sepakat untuk pergi meninggalkan Hatumeten. Niat ini

disampaikan kepada kedua orang tua mereka. Sang ibu kemudian

mengambil sebuah mangkok untuk membuat sumpah janji dengan

meminum tetesan darah dari jari-jari tangan ketiga saudara tersebut. Isi

5

(13)

sumpah itu adalah bahwa ketiga saudara adalah satu gandong (kandung).

Dimanapun mereka berada mereka harus saling memperhatikan antara satu

dengan yang lain. Sumpah janji ini bersifat mengikat sampai dengan anak

cucu secara turun temurun.

Kemudian Timamole, Simanole dan Silalohi (Lohilomanuputty) pergi

meninggalkan kampung halamannya di negeri Hatumeten. Sebelum

mereka berpisah, mereka terlebih dahulu mengadakan perjanjian di atas

perahu Yakarima di tanjung batu Hatumari. Mereka mengikat jari

kelingking dari tangan kiri mereka dengan tulang daun seribu menjadi satu

ikatan, kemudian memotong sedikit dari ujung-ujung jari yang terikat

tersebut. Darah keluar diteteskan ke dalam mangkuk (cawan) yang terbuat

dari kayu, dan sambil mengenang ibu mereka, mereka masing-masing

secara berturut-turut meminum darah yang ada di dalam cawan tersebut

dan mengucapkan janji.

Timamole mengucapkan kata-kata yang dulu pernah diucapkan oleh

Ratu Pormalei, ibu mereka:

“Upu Lanito sae amane. Sae take-take sae, sae waka-waka sae.”

Yang artinya “Yang Maha Kuasa hanya satu. Yang satu harus

mengunjungi yang lain, yang satu tidak boleh melupakan yang lain; yang

satu harus melindungi yang lain, yang satu tidak boleh menggagahi yang

(14)

Kalimat Timamole kemudian dilanjutkan oleh Simanole dengan

berucap: “Yupu yama lepa, lepa pela nia, awali taru weruwo, taru weru

wehe.” Yang artinya “Orang tua sudah katakan, katakan yang itu-itu juga,

sejak awal letakan jalan, letakan jalan yang itu saja.”

Sambil memandang ke langit, Simanole meneruskan kata-katanya:

“Sei lisa sou, anale supu kutuko.” Yang berarti “Siapa melanggar janji,

nanti dia dikutuki.”

Sebelum Simanole selesai berucap, Silalohi (Lohilomanuputty)

berkata sambil menunjuk ke batu karang Hatumari: “Sei hale hatu, hatu

lisa pei, sei lisa sou, sou lisa ei.” Yang berarti “Siapa membalik batu, batu

gepe (menindih) dia, Siapa melanggar janji, janji membunuh dia.”

Adapun Hatumari adalah negeri terletak di sebelah Timur negeri

Tamilou di bagian Selatan Pulau Seram, Kabupaten Maluku Tengah.

Disinilah Timanole menetap dan berkuasa. Sementara dua saudaranya

yang lain yaitu Simanole dan Silalohi melanjutkan perjalanan menuju

Nusa Ama Iha atau dikenal dengan nama pulau Saparua. Setibanya mereka

di bagian Timur Nusa Ama Iha tepatnya di Siralou (batu Ananas), Silaloi

turun dan naik ke gunung Ama Iha (gunung Elhau) bekas kerajaan Ama

(15)

perjalanan menuju Nusa Yapono di pulau Ambon kemudian menetap di

negeri Toisapu17, Hutumuri.

Tidak lama kemudian kedua saudara perempuan yaitu Nyai Intan dan

Nyai Mas menyusul mereka. Nyai Mas tiba di Nusa Ama Iha dan menetap

dengan Silalohi. Kemudian Nyai Mas menikah dengan Kapitan Manuhutu

dari Negeri Haria. Sedangkan Nyai Intan terus melanjutkan perjalanan

mencari saudaranya Simanole sampai mereka bertemu. Kemudian menetap

bersama Simanole dan menikah dengan Kapitan Bakarbessy dari negeri

Waai. Silalohi merupakan leluhur dari negeri Siri Sori Islam (Louhata

Amalatu). Negeri Siri Sori Islam merupakan bagian dari Patasiwa

Patalima.

Konon, moyang Sopaleu merupakan generasi pertama penghuni

Yama Elhau (kampung lama yang berada di puncak bukit Negeri Siri-Sori

Islam). Disaat yang sama juga telah ada moyang Lohilomanuputty (tuan

tanah), leluhur dari marga Salatalohy. Suatu saat, moyang dari marga

Salatalohy yang menetap di Elhau, turun ke lembah, karena mendengar

suara ayam jantan berkokok. Sesampainya di lembah, dia kemudian

bertemu dengan moyang dari marga Picalouhata. Dari pertemuan itulah

kemudian terjadi pembicaraan “Sei lembe lia yale sei lembe lia? - Siapa

yang ada disana” tanya Lohilomanuputty. Moyang Sopaleu menjawab

“Yale tau otetewa, Yami Sopaleu wahe waile karapoli - Saya orang yang

4

*! ! " (

(16)

baru kembali dari berlayar (Sopaleu) yang menetap di sungai yang airnya

mengalir mengelilingi daerah ini (Waelo karapori)”. Moyang Salatalohy

kemudian menyampaikan maksudnya, bahwa dia baru saja turun dari

Elhau, untuk mencari suara ayam jantan. Ayam yang dicari oleh moyang

Salatalohy ternyata ayam berwarna putih. Ayam tersebut kemudian

diberikan oleh moyang Sopaleu kepada moyang Salatalohy. Sejak saat

itu, moyang Salatalohy diberi gelar Lohylomanuputty yang artinya pemilik

ayam putih.

Pertemuan kedua moyang itu, kemudian dilanjutkan dengan ikrar

untuk menetap dan membangun Negeri Elhau hingga datangnya generasi

kedua yang dijuluki Analaturua (dua bersaudara) yang kini memiliki

turunan bermarga Saimima dan Patty atau Pattisahusiwa. Negeri Elhau

kini dikenal dengan nama Siri Sori Islam atau Louhata Amalatu. Louhata

Amalatu berasal dari kata Louwe yang artinya berkumpul, Hata’a berarti

angkat kaki dari tempat persembunyian di gunung-gunung dan Amalatu

yang berarti bapak raja. Louhata Amalatu berarti tempat berkumpul untuk

musyawarah mufakat para raja dan kapitan.18

6

= !" !#

(17)

III.2.2 Demografi Negeri Siri Sori Islam

1. Letak Geografis negeri Siri Sori Islam

Secara geografis, negeri Siri Sori Islam terletak pada

3036’39” LS dan 128046’87. Negeri Siri Sori Islam terletak 3

meter di atas permukaan laut. Negeri Siri Sori Islam memiliki luas

648 Ha dengan jumlah penduduk sebanyak 1.856 jiwa dari 535

kepala keluarga.

Negeri Siri Sori Islam terletak di Pulau Saparua. Jarak dari

pusat kecamatan Saparua ke negeri Siri Sori Islam adalah 6 Km

dan dapat ditempuh dalam waktu 15 menit.

Negeri Siri Sori Islam berbatasan dengan:

a. Utara : Petuanan Negeri Ouw, Ulath

b. Selatan : Petuanan Negeri Tuhaha

c. Timur : Petuanan Negeri Kulur

d. Barat : Petuanan Negeri Tiouw

2. Iklim

Keadaan iklim negeri Siri Sori Islam sama dengan yang

umumnya berlaku di daerah Maluku, yakni beriklim tropis. Dengan

keadaan atau kondisi iklim yang demikian maka negeri Siri Sori

Islam dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim barat atau utara

yang berlangsung dari bulan Desember – Maret dan musim timur

(18)

musim ini silih berganti yang diselinggi oleh musim transisi yang

terjadi pada bulan April (Peralihan Musim Barat ke Musim Timur)

dan bulan November (Peralihan Musim Timur ke Musim Barat).

3. Mata Pencarian

Berdasarkan data statistik negeri Siri Sori Islam, mata

[image:18.595.102.505.215.618.2]

pencaharian yang dominan di desa ini adalah petani.

Tabel 3.3

Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Pekerjaan Jenis Pekerjaan Jumlah Petani

Pegawai Negeri Pengrajin Pedagang Peternak Nelayan Moniter

236 138 7 68 19 68 9

Jumlah 545

Sumber: Data Statistik Negeri Siri Sori Islam

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sektor

pertanian dengan profesi sebagai petani menjadi sektor ekonomi

yang dominan di desa ini. Hal ini disebabkan karena Negeri Siri

Sori Islam memiliki lahan perkebunan dan hutan yang cukup luas

yakni sebesar 620Ha. Dengan demikian maka banyak yang

(19)

Hasil pertanian ataupun perkebunan biasanya dijual

kembali kepada ibu-ibu papalele ataupun diperdagangkan di pasar

tradisional yang terletak di pusat kecamatan Saparua. Hasil bumi

lainnya seperti Cengkih dan Pala yang bersifat tahunan,

diperdagangkan ke luar pulau Saparua.

4. Sosial Budaya

Masyarakat Siri Sori Islam seluruhnya menganut agama

Islam. Pada zaman dahulu negeri Siri Sori Islam dan Siri Sori

Kristen merupakan satu kesatuan negeri yakni negeri Siri Sori.

Namun, ketika agama mulai masuk ke Maluku maka kedua negeri

ini dibagi menurut agama yang dianut. Maka terbentuklah negeri

Siri Sori Islam dan Siri Sori Kristen.

Masyarakat yang menempati Negeri Siri Sori Islam

merupakan masyarakat pesisir. Pekerjaan mereka tidak hanya

bergantung pada aktifitas di laut (nelayan) tetapi juga sebagai

petani perkebunan. Karakteristik masyarakat pesisir umumnya

memiliki watak yang keras.

Berdasarkan arti nama Siri Sori Islam yang berasal dari kata

“Picalouhata” yang artinya berkumpul untuk mengatur, maka

masyarakat Negeri Siri Sori Islam dikenal sebagai masyarakat yang

sangat teratur. Mereka juga menjunjung tinggi adat istiadat yang

(20)

kekerabatan mereka dengan desa-desa tetangga dan desa-desa yang

memiliki hubungan Pela/Gandong dengan mereka.

5. Pendidikan

Negeri Siri Sori Islam memiliki fasilitas pendidikan antara

lain 1 gedung Taman Kanak-kanak (TK) , 1 gedung Sekolah Dasar

(SD), 1 gedung Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan 1

gedung Sekolah Menengah Atas (SMA).

III.3Hubungan Pela Gandong antara Negeri Haria dan Siri Sori Islam

Hubungan kekerabatan antar desa di Maluku atau yang dikenal dengan

nama Pela bermula sejak lama, jauh sebelum bangsa Eropa menduduki

Kepulauan Maluku untuk mencari cengkih dan pala. Kekerabatan pela dibuat

antara dua desa atau lebih dan antara suku/marga dari desa-desa yang berbeda.

Sistem ini kemungkinan dimulai sebagai suatu sistem kekerabatan dalam

konteks pengayauan, tetapi selama Portugis dan Belanda merebut wilayah ini

pada abad ke-16 dan ke-17, sistem ini dimanfaatkan untuk menahan penjajah,

dan untuk saling membantu jika perlu. Sebenarnya, ada beberapa bagian pakta

perjanjian pela yang ada saat ini diciptakan pada masa itu, yang sering mengikat

desa-desa Muslim bersama dengan desa-desa (yang baru menjadi) Kristen.

Banyak pela baru yang kemudian timbul saat perjuangan berat melawan

penjajahan Belanda, yaitu perang Pattimura pada awal abad ke-19. Setelah

(21)

dimanfaatkan sebagai alat untuk memperoleh akses terhadap bahan pangan di

mana banyak desa Ambon-Lease menetapkan ikatan dengan desa-desa yang

kaya hasil sagu di Seram bagian Barat.19

Hampir semua aliansi pela berlangsung antara desa-desa Kristen tetapi

sejumlah lainnya antara desa-desa Kristen dan Muslim, sehingga jangkauannya

melampaui batas-batas agama. Pela dipahami sebagai suatu ikatan persaudaraan

yang abadi dan tak dapat diganggu gugat antara semua orang dari desa-desa

yang menjadi anggota Pela.

Hubungan kekerabatan yang terjalin antara negeri Haria dan Siri Sori

Islam adalah hubungan Pela dan Gandong. Hubungan Pela antara Haria dan Siri

Sori Islam bukan hanya baru terjalin pada saat Pattimura dan Said Perintah

berikrar di gunung Haehata. Namun menurut sejarah, leluhur Haria dan Siri

Sori Islam juga adalah saudara kandung. Sehingga kedua negeri ini juga terikat

oleh hubungan Gandong.

III.3.1 Gandong

Masyarakat negeri Haria dan negeri Siri Sori Islam percaya bahwa

mereka berasal dari leluhur yang memiliki hubungan saudara. Silalohi

(Lohilomanuputty) sebagai leluhur dari negeri Siri sori Islam adalah

saudara kandung dari Nyai Mas, leluhur negeri Haria. Nyai Mas dan

Silalohi (Lohilomanuputty) berasal dari orang tua yang sama yakni

7

"! (- "

" "! & "! # "

(22)

-Pattialam dan Ratu Pormalei. Pattialam dan Ratu Pormalei memiliki lima

orang anak yakni Timamole, Simanole, Silalohi (Lohilomanuputty), Nyai

Intan dan Nyai Mas. Timamole adalah leluhur dari negeri Tamilouw di

Pulau Seram, Simanole adalah leluhur dari negeri Hutumuri di Pulau

Ambon, Silalohi (Lohilomanuputty) dan Nyai Mas adalah leluhur dari

negeri Siri Sori Islam dan negeri Haria di Pulau Saparua dan Nyai Intan

adalah leluhur negeri Waai di Pulau Ambon. Sehingga kelima negeri yang

ada di Maluku ini adalah satu saudara atau satu gandong.

Timamole, Simanole, Silalohi (Lohilomanuputty), Nyai Intan dan

Nyai Mas diikat oleh sebuah janji untuk saling menjaga, memperhatikan

satu dengan yang lain. Janji itu tetap terpelihara dari generasi ke generasi.

Silalohi (Lohilomanuputty) juga pernah melakukan ritual sumpah berupa

minum darah dengan Nyai Mas. Sumpah itu dilakukan dengan ditandai

ikrar “Sei Leli Hatulo, Hatulo Eleli Esepei,” yang artinya siapa yang

melawan atau berbuat melanggar sumpah ini akan mendapatkan petaka.

Sumpah ini, merupakan cikal bakal terciptanya hubungan yang harmonis

kedua anak negeri adat itu.

III.3.2 Pela

Hubungan Pela yang terjalin antara negeri Haria dan Siri Sori Islam

disebut dengan Pela Keras. Pela Keras adalah ikatan hubungan berpela

antar sekutu pela yang ditetapkan secara ketat melalui sumpah para leluhur

(23)

legitimasi pela selamanya. Hukum Pela yang berlaku di antara negeri

Haria dan Siri Sori Islam meliputi kesepakatan untuk menghadiri acara

pelantikan raja di masing-masing negeri, tidak diperkenankan untuk saling

mengawini, aturan mengenai hak milik bersama, saling menjaga termasuk

di dalamnya aturan untuk saling membantu dalam suka dan duka.

Menurut hikayat warga Negeri Siri-Sori Islam, cerita Pela terjadi di

Gunung Haehata. Saat itu kedua Kapitan dari negeri Haria dan Siri Sori

Islam bersatu menggempur pertahanan bangsa Belanda yang saat itu

berpusat di Benteng Duurstede, Pulau Saparua. Kapitan Said Perintah

(Pattikakang) yang berasal dari Louhata Amalattu (negeri Siri Sori Islam)

merupakan otak dari penyerangan itu. Ia merupakan salah satu tokoh yang

memiliki tanggung jawab untuk mengatur strategi perang. Keadaan yang

semakin memanas membuat Kapitan Said Perintah (Pattikakang) bergegas

untuk mengumpulkan para Kapitan Patasiwa Patalima dan menyerang

benteng Duurstede yang dijaga ketat oleh ratusan tentara kompeni saat itu.

Ia mengirimkan surat kepada seluruh Kapitan Patasiwa dan Patalima

yang isinya adalah pemberitahuan untuk berkumpul dan berunding di

gunung Haehata. Surat itu ditandai dengan bulu ayam berwarna putih dan

hitam, yang berarti bahwa surat itu harus terus disebarkan baik siang

ataupun malam oleh orang yang menerimanya.

Sebelum penyerangan itu dilakukan, Said Perintah (Pattikakang)

menjalankan sebuah ritual ibarat sayembara untuk mencari Kapitan yang

(24)

Sayembara itu dilakukan dengan menanam sebuah tombak di tanah,

dengan ujung terhunus mengarah ke langit. Para Kapitan Patasiwa dan

Patalima yang berkumpul diminta untuk bisa berdiri di atas tombak

tersebut. Siapa yang mampu menaklukkan permintaan itu akan ditunjuk

menjadi pemimpin pasukan yang akan melakukan penyerangan terhadap

kubu pertahanan Belanda.

Sayembara itu pun berlangsung. Satu per satu Kapitan yang

berkumpul kemudian mencoba menunjukan kebolehannya. Tapi belum

ada yang mampu memenuhi permintaan tersebut. Hingga salah seorang

Kapitan dari Leawaka Amapatti (negeri Haria) yang bernama Kapitan

Thomas Matulessy (Pattimura)20 mampu melakukannya. Kapitan Thomas

Matulessy naik ke ujung tombak. Saat berdiri di ujung tombak yang

terhunus, kaki sang Kapitan berdarah karena tertikam ujung tombak.

Darah segar pun mengalir, setelah itu sang Kapitan turun dari tombak,

disambut oleh Kapitan Said Perintah. Said Perintah kemudian mengusap

darah segar yang mengalir di kaki Kapitan asal Leawaka itu dan menjilat

darah yang tersisa ditangannya, sambil mengucapkan kata “Pela” yang

artinya habis. Kata Pela yang berarti habis menunjuk pada darah yang

keluar dari kaki sang Kapitan, yang tidak lagi keluar atau habis. Kapitan

Said Perintah (Pattikakang) dan Kapitan Matulessy (Pattimura) kemudian

diikat dengan menggunakan kain Patola, sebagai tanda hubungan

(25)

persaudaraan yang telah terikat. Mereka pun bersumpah akan menjalin

hubungan persaudaraan itu sampai ke anak cucu mereka.

Sejarah ikatan Pela inilah yang tertanam hingga kini dalam adat dan

budaya negeri Haria dan Siri Sori Islam. Anak cucu kedua datuk yang kini

merupakan penghuni Negeri Siri Sori Islam dan Haria diingatkan untuk

tetap saling mengasihi, saling menyapa satu dengan yang lain, tidak boleh

ada yang membuat sesama saudara pela menjadi tersinggung, tidak boleh

menaruh curiga, dendam, marah, saling mempersalahkan satu dengan yang

lain apalagi sampai mengawini sesamanya.21

Beberapa aturan yang harus dipenuhi oleh masyarakat negeri Haria

dan Siri Sori Islam dalam hubungan pela antara lain kedua negeri harus

saling membantu dalam saat-saat krisis (perang atau bencana alam seperti

gempa bumi, gelombang pasang, atau kelaparan), jika dibutuhkan, salah

satu saudara pela harus membantu yang lain dalam menangani proyek

besar masyarakat, seperti membangun gereja, masjid dan sekolah, saat

seseorang mengunjungi desa pela, pengunjung ini berhak mendapat

makanan dan mereka tidak perlu meminta izin untuk memenuhi

kebutuhannya akan hasil-hasil pertanian sehingga mereka dapat

membawanya pulang dan semua anggota masyarakat negeri Haria maupun

(26)

Siri Sori Islam harus diperlakukan sebagai saudara satu darah.22 Dalam

kenyataannya, saudara Pela dihargai lebih dari pada saudara kandung.

III.4Louleha dalam Kehidupan Masyarakat Negeri Haria dan Siri Sori Islam

Louleha merupakan sebuah akronim dari Louhata Amalattu dan Leawaka

Amapatti. Louhata Amalattu dan Leawaka Amapatti adalah dua negeri yang

memiliki ikatan Pela/Gandong. Louleha merupakan ikatan kekerabatan antara

negeri Haria dan Siri Sori Islam. Louleha dikenal melalui kelompok-kelompok

atau tim yang mengikuti perlombaan, melakukan aktifitas-aktifitas sosial yang

melibatkan anak-anak negeri Haria dan Siri Sori Islam.

III.4.1 Louleha sebelum Konflik

Louleha dibentuk pada tahun 1957, usai ritual Panas Pela23di negeri

Siri Sori Islam. Louleha lahir sebagai sebuah hasil kesepakatan antara

anak-anak negeri Haria dan Siri Sori Islam. Kesepakatan ini dibuat untuk

lebih mempererat hubungan persaudaraan antar kedua negeri. Kekerabatan

negeri Haria dan Siri Sori Islam yang dimanifestasikan dalam ikatan

3 #! ? 1

2

" " "

$ ( " %

" "

" % % ! =

( " "

(27)

Louleha, menjelma dalam kelompok Paduan Suara, tim Sepak Bola,

Arombae Manggurebe, kelompok kerja sama dan lain-lain.

Sebagai sebuah ikatan kekerabatan yang lahir dari hubungan Pela

Gandong, Louleha pun memiliki landasan hukum adat. Hukum adat yang

termuat di dalam Louleha merupakan hukum adat yang terdapat pada

aturan Pela Gandong antara kedua negeri. Hukum ini bersifat mengikat.

Unsur yang paling penting dalam aturan-aturan tersebut adalah saling

menghargai, tolong menolong, hidup berbagi dengan sesama, dll.

Sejak dahulu, Louleha telah dikenal di pulau Lease. Louleha telah

mengukir banyak sejarah dan kemenangan dalam berbagai aksi yang

dilakoni. Louleha bahkan menjadi boomerang di dunia olah raga di

Maluku, misalkan sepak bola. Bukan hanya itu, anak-anak negeri Haria

dan Siri Sori Islam pun menunjukkan eratnya hubungan kekerabatan

mereka melalui sikap tolong-menolong jika ada yang memerlukan

bantuan, hidup berbagi satu dengan yang lain. Mereka sangat menghargai

dan menghormati nilai-nilai persaudaraan yang ada di antara mereka.

Pada tahun 1999, konflik terjadi di Maluku. Hal tersebut turut

mempengaruhi hubungan kekerabatan negeri Haria dan Siri Sori Islam.

Mereka terlibat langsung di dalam konflik. Terhasut oleh provokator dan

(28)

III.4.2 Louleha sesudah Konflik

Konflik berkepanjangan di Maluku, yang sarat akan berbagai unsur

di dalamnya memberikan dampak yang sangat besar bagi kehidupan

masyarakat Maluku. Disintegrasi menjadi fakta yang tak terelakkan.

Terutama ketika unsur agama dibawa masuk dalam konflik. Sehingga

hubungan kekerabatan antar sesama menjadi rusak. Demikian pula dengan

Louleha. Sejak konflik tahun 1999, Louleha tak terdengar gaungnya.

Beragam upaya telah dilakukan untuk menyelesaikan konflik di

Maluku. Tercatat dalam sejarah Indonesia bahwa upaya penyelesaian

konflik Maluku pernah dilakukan melalui pencetusan perjanjian Malino I,

II, peraturan-peraturan daerah untuk mengembalikan kekuatan Pela

Gandong dan sebagainya. Bukan hanya perjanjian-perjanjian,

program-program pemerintah pun berkisar pada upaya untuk memulihkan keadaan

dan hubungan persaudaraan di Maluku. Namun perdamaian yang

sesungguhnya hanya dapat tercipta bila masyarakat Maluku sendiri yang

memulainya.

Pada tahun 2005, Raja Negeri Haria dan Siri Sori Islam berprakarsa

untuk berkumpul bersama dan mencari cara mendamaikan dan

mempererat tali persaudaraan di antara kedua negeri. Mereka melakukan

pertemuan antar pemerintah negeri. Pada akhirnya, mereka sepakat untuk

menghidupkan kembali Louleha, sebagai media pemersatu. Louleha pasca

(29)

memperkuat kembali hubungan kekerabatan yang terjalin di antara kedua

negeri.

Kesepakatan untuk menghidupkan Louleha terjadi menjelang HUT

propinsi Maluku. Dan digemakan kembali pada perlombaan Arombae

Manggurebe tahun 2005. Dalam perlombaan tersebut, Louleha berhasil

menyabet juara I sebanyak tiga kali berturut-turut. Kesepakatan untuk

menghidupkan Louleha lahir dari kesadaran masyarakat negeri Haria dan

Siri Sori Islam mengenai akibat konflik. Kesadaran itulah yang membuat

mereka, melalui pemerintah negeri masing-masing kembali pada ikatan

kekerabatan yang mereka percayai mampu menyatukan mereka.

Nilai-nilai, norma dan hukum yang terkadung di dalam Louleha

adalah nilai-nilai dan norma yang sama dengan yang terdapat di dalam

hubungan Pela Gandong dan Louleha sebelum konflik. Mereka tidak

menggunakan aturan atau hukum dari salah satu agama. Namun

menggunakan landasan Pela Gandong, yang dianggap sebagai nilai-nilai

baik yang berasal dari Tete Nene Moyang. Nilai-nilai inilah yang

mempengaruhi hubungan kekerabatan negeri Haria dan Siri Sori Islam

hingga kini. Norma-norma itu meliputi hak milik bersama, larangan

perkawinan, tolong menolong dan diakhiri dengan ketegasan bagi

masyarakat kedua negeri untuk melakukan hukum pela selama mereka

(30)

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Negeri Haria maupun

Negeri Siri Sori Islam sangat menjunjung tinggi hubungan kekerabatan

mereka. Bahkan ketika nama Louleha disebutkan, mereka sangat bangga

dengan hal tersebut. Louleha yang berlandaskan hubungan Pela Gandong

menanamkan nilai saling menghormati dan menghargai di antara

masyarakat kedua negeri. Bahkan rasa persatuan, tenggang rasa,

tolong-menolong di antara mereka. Hal tersebut terbukti dari cara mereka saling

menyapa, saling menolong dan saling percaya.

Berdasarkan pengamatan, ketika ada saudara dari negeri Haria yang

datang berkunjung ke negeri Siri Sori Islam atau sekedar berpapasan di

jalan, mereka akan saling menyapa dengan sebutan “Pela atau Ela, nona

Pela, nyong Pela, Om Pela, Tanta Pela”. Demikian pula dengan saudara

pela dari negeri Siri Sori Islam yang berkunjung di negeri Haria. Sebutan

yang sama akan dipakai untuk saudara pela. Bahkan ketika kedua saudara

pela asal negeri Haria dan Siri Sori Islam duduk bersama untuk bercerita,

maka hal-hal yang rahasia bagi salah seorang pela pun diceritakan kepada

saudara pelanya. Seolah mereka sangat mempercayai saudara pela.

Bukan hanya itu, ketika akan terjadi musibah atau bencana bagi

saudara Pela di Haria, Saudara Pela di negeri Siri Sori Islam telah

menerima tanda-tanda dari leluhur mereka. Sehingga mereka saling

(31)

“La kalo macang katong ada mo kaco deng Porto bagitu dong disini

su tau kamuka. Dong su kasi pasang par katong. Orang tatua yang

kas tanda par dorang (Kalau misalnya kami akan mengalami

masalah dengan negeri Porto, masyarakat Siri Sori Islam sudah

mengetahuinya lebih dulu. Mereka diberi tanda oleh para

leluhur).”24

Masyarakat negeri Haria dan negeri Siri Sori Islam juga memiliki

tanggung jawab untuk saling menegur dan menghormati satu dengan yang

lain. Setiap teguran yang diberikan oleh saudara Pela dimaknai sebagai

pelajaran dari saudara kandung. Sehingga tidak ada alasan untuk marah.

“Dolo beta perna tampar ana Haria satu di muka Bapa Raja Haria.

Hari itu ana Haria ini maki dia punya mama. Beta tampar dia karna

beta angap dia beta pung sudara (Dulu saya pernah menampar pipi

seorang anak negeri Haria di depan Bapak Raja negeri Haria. Hari

itu si anak memaki ibunya. Saya menampar dia karena saya

menganggap dia sebagai saudara).”25

Louleha dipercaya sebagai warisan leluhur, karena diikat oleh

hubungan Pela dan Gandong. Setiap kegiatan yang diikuti oleh Louleha

harus berdasarkan kesepakatan bersama antara negeri Haria dan negeri Siri

Sori Islam. Jika tidak melalui perundingan atau tidak berdasar pada

kesepakatan bersama maka mereka percaya bahwa apapun yang dilakukan

tidak akan berhasil.

1

@ ?! 4

(32)

“Perna satu kali dong dari Haria datang bilang katong par iko

lomba arombae. Tapi waktu itu katong disini balom siap. Katong su

tiga kali menang. Kalo katong iko tetap pasti katong menang. Sampe

jua kasi akang par orang laeng. Tapi dong di Haria mau saja.

Akibatnya dong iko la kala. Louleha tuh persekutuan dua negri

bukan satu saja. Louleha seng bisa pi bagitu saja. Katong kaluar jua

deng adat (Suatu saat, saudara dari negeri Haria datang dan

mengajak kami untuk mengikuti lomba Arombae. Tetapi waktu itu

kami belum siap. Kita sudah tiga kali berturut-turut menang. Jika

kita mengikuti lomba itu, pastilah kita yang menang. Cukup sudah.

Berikan kesempatan bagi negeri yang lain. Tetapi saudara dari

negeri Haria bersikeras untuk mengikuti lomba. Akibatnya, mereka

kalah. Louleha adalah persekutuan dua negeri. Bukan hanya satu

negeri. Louleha tidak dapat pergi begitu saja. Kita pergi pun dengan

adat.).”26

Kepercayaan bahwa mereka berasal dari leluhur yang bersaudara

juga mempengaruhi pola pikir mereka bahwa mereka selalu dituntun oleh

leluhur mereka. Salah seorang penduduk negeri Haria juga bertutur:

“Dolo, kalo katong iko parao belang burung-burung mata mera di

muka Bapa Raja Siri Sori Islam pung ruma ni jua iko ka Ambong lai.

Sampe belang pulang baru akang iko pulang lai (Dulu, apabila kami

mengikuti perlombaan Arumbae Manggurebe, semua burung mata

5

(33)

merah yag ada di depan rumah Bapak Raja negeri Siri Sori Islam

juga turut terbang ke Ambon. Hingga Arombae kembali ke negeri

Haria barulah burung-burung tersebut ikut pulang).”27

Bahkan ketika mereka memenangkan lomba Arombae mereka

menganggap bahwa itu terjadi bukan semata-mata karena mereka memiliki

fisik yang kuat dan tekhnik mendayung yang handal ketika melawan arus

dan gelombang Teluk Ambon. Kemenangan itu tak lain terjadi karena restu

para leluhur, setelah mereka melakukan ritual. Prestasi yang diraih bukan

hanya sebuah kemenangan. Tapi dimaknai sebagai suatu peristiwa sakral,

pengulangan perjalanan sejarah dua negeri dalam merekatkan hubungan

‘orang basudara’ yang diwariskan oleh para leluhur.

Menurut penuturan masyarakat negeri Haria maupun Siri Sori

Islam, apapun jenis kegiatan yang diikuti oleh Louleha selalu diawali

dengan ritual bersama. Hal itu diadakan karena kedua negeri memiliki

hubungan persaudaraan yang erat. Louleha pasca konflik telah menjadi

pemersatu di antara kedua negeri. Ritual tersebut dilakukan untuk meminta

restu dan pertolongan bahkan perlindungan dari leluhur. Karena mereka

percaya bahwa leluhurlah memiliki kekuatan ‘superatural’.

Misalkan ketika Louleha akan mengikuti Arombae Manggurebe,

diadakan ritual. Ritual tersebut dilakukan dalam bentuk upacara adat di

Baileo. Masyarakat negeri Haria dan Siri Sori Islam pada dasarnya percaya

bahwa Tete Nene Moyang dapat ditemu di sana. Baileo dianggap sebagai

4

(34)

tempat yang sakral. Dalam upacara adat tersebut, Mauweng dari Siri Sori

Islam yang melakukan komunikasi dengan Tete Nene Moyang untuk

meminta restu. Bukan hanya di Baileo, pada arombae yang akan digunakan

untuk mengikuti perlombaan pun dilakukan ritual. Sehingga arombae

tersebut hingga kini juga dianggap sebagai benda yang sakral. Untuk

memanggil Tete Nene Moyang dipakai mantra-mantra yang hanya dikuasai

oleh orang-orang tertentu. Kerahasiaan nama leluhur tetap dipertahankan

untuk melindungi leluhur tersebut.

Louleha pasca konflik nampak dalam aktifitas seperti arombae

manggurebe, kelompok kerja gereja dan masjid, dll. Di dalam hal-hal

tersebut masyarakat kedua negeri menyatu untuk sebuah tujuan bersama,

tanpa ada kepentingan tertentu yang mempengaruhi. Dalam lomba Arombae

Manggurebe misalnya, anak-anak negeri Haria dan Siri Sori Islam menyatu

di tengah perbedaan. Mereka yang tadi-tadinya mengalami konflik, seolah

menjadi manusia-manusia yang berbeda. Mereka tidak lagi memandang

perbedaan agama atau menaruh curiga satu dengan yang lain. Tetapi bekerja

sama dan berjuang untuk tujuan bersama. Sehingga mereka berhasil

memenangkan perlombaan tersebut. demikian juga dengan kerja sama

membangun gereja Haria. Bahkan mereka hidup bersama jika ada hari-hari

raya besar keagamaan. Kedua negeri berbaur tanpa terpengaruh oleh

perbedaan agama. Mereka berbaur untuk bekerja sama mencapai tujuan

(35)

Pengaruh Louleha pun sangat besar untuk meminimalisir konflik.

Hubungan kekerabatan antara negeri Haria dan Siri Sori Islam sempat

dipengaruhi oleh konflik horizontal yang terjadi di Maluku. Ketegangan

menyelimuti hubungan negeri Haria dan Siri Sori beberapa tahun lamanya.

Akibat ketegangan yang terjadi di Maluku, dalam beberapa peristiwa

kerusuhan antar masa terdapat anak-anak negeri dari Siri Sori Islam dan

Haria yang terlibat di dalamnya. Namun dalam suasana dan situasi seperti

apapun, adat istiadat yang mengikat kedua negeri tersebut tetap berlaku.

Salah satu anak negeri Haria tertembak dan mati. Masyarakat negeri Haria

dan Siri Sori Islam memandang peristiwa tersebut sebagai hukuman dari

leluhur. Sebab, kedua negeri terikat oleh sumpah untuk saling menjaga

layaknya saudara. Dalam perjalanan waktu, setiap terjadi konflik, kedua

negeri memilih untuk bersikap netral.

“Itu cuma pertama pertama saja yang katong deng dong prang.

Abis waktu itu kerusuhan ada masi panas-panas tuh kio. Mar dar

balakang ni lai su seng. Biar kaco lai katong maso kaluar sama

biasa saja. Sapa mo biking apa sapa la katong samua ni kan orang

sudara. Sabarang la orang tatua mara.(Hanya di awal masa

keurusuhan saja Haria dan Siri Sori Islam termakan konflik.

Karena pada waktu itu kerusuhan masih memanas. Tetapi

belakangan ini tidak demikian. Sekalipun terjadi konflik, kami

(36)

yang mau melukai. Kita semua adalah saudara. Jika kita bertindak

sembarangan maka leluhur akan marah).”28

Masyarakat negeri Haria dan Siri Sori Islam menyadari bahwa

mereka memiliki perbedaan agama. Masyarakat negeri Haria beragama

Kristen dan masyarakat negeri Siri Sori Islam seluruhnya beragama Islam.

Namun mereka lebih bangga dengan identitas mereka sebagai anak-anak

adat. Mereka lebih menekankan hubungan persaudaraan yang terjalin di

antara mereka, daripada perbedaan agama. Kesadaran terhadap adanya

perbedaan di antara mereka membuat mereka memahami tanggung jawab

masing-masing. Misalkan dalam acara makan yang diadakan, masyarakat

negeri Siri Sori Islam dipercayakan untuk menjadi kepala rumah tangga

yang mengawas dan mengatur kebutuhan yang diperlukan seperti

makanan. Mereka bertanggung jawab mengawasi proses pembuatan

makanan hingga mengatur penyajiannya. Hal ini dilatar belakangi oleh

kesadaran bersama dan berkaitan dengan larangan-larangan dan

kewajiban-kewajiban yang harus ditata oleh saudara pela dari negeri Siri

Sori Islam.29

Sejak tahun 1957, negeri Haria dan Siri Sori Islam belum

melakukan ritual Panas Pela. Namun hubungan mereka tetap erat terjalin

dan terjaga. Walaupun sempat ternoda oleh konflik namun hingga kini

hubungan kekerabatan antara negeri Haria dan Siri Sori Islam tetap

harmonis di bawah nama Louleha. Mereka menjunjung tinggi nilai-nilai

6

3 - ! # " 5

7

(37)

persaudaraan yang terjalin di antara mereka. Bahkan setiap norma yang

berlaku ditaati. Masyarakat kedua negeri percaya bahwa mereka adalah

saudara. Sehingga mereka harus saling menjaga, saling menghormati dan

Gambar

Tabel 3.1  Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Pekerjaan
tabel 2 berikut ini.
Tabel 3.3 Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Pekerjaan

Referensi

Dokumen terkait

Dari data tersebut dilakukan analisis kondisi geo ogi teknik seperti struktur geologi, sifat keteknikan tanah dan batuan, hasil pemboran inti, hasil pengujian Standart Penetration

For instance, if you choose a wide-angle view with a vast depth of field (everything in focus) for your final composite, and then you shoot several elements to compose into the

Secara umum cara kerja alat ini adalah rotary encoder yang berputar pada poros motor akan memberikan data berupa jumlah lubang yang dapat dihasilkan dalam waktu satu

Tirta Sari Surya Rengat Kabupaten Indragiri Hulu Bagian Administrasi untuk lebih berperan aktif lagi dalam meningkatkan fasilitas lingkungan kerja karyawan sebagaimana

Taksonomi multimedia terdapat dalam 4 level yakni (1) interaksi paling sedikit; (2) interaksi berada dalama level menengah; (3) sistem yang mengkombinasikan komputer dan

Syafrawati, SKM, M.CommHealth Sc Ayulia Fardila Sari ZA, SKM, MPH Novia Wirna Putri, SKM, MPH Septia Pristi Rahmah, SKM, MKM Trisfa Augia, S.Si, Apt, MSc Fea Firdani, SKM, MKM

Bab pendahuluan menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian dimana yang menjadi objek penelitian yaitu dompet DCH, hal tersebut sangat menarik untuk

[r]