• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI KRISIS AIR DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiologi Representasi Krisis Air Dalam Lirik Lagu “Krisis Air” Album “Jurus Tandur No.18” Oleh Kelompok Musik Slank).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "REPRESENTASI KRISIS AIR DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiologi Representasi Krisis Air Dalam Lirik Lagu “Krisis Air” Album “Jurus Tandur No.18” Oleh Kelompok Musik Slank)."

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

REPRESENTASI KRISIS AIR DALAM LIRIK LAGU

(Studi Semiologi Representasi Krisis Air Dalam Lirik Lagu “Krisis Air”

Album “Jurus Tandur No.18” Oleh Kelompok Musik Slank)

 

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Pada FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur

Oleh :

RULY WIJAYANTI

NPM. 0643010264

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)

REPRESENTASI KRISIS AIR DALAM LIRIK LAGU

(Studi Semiologi Representasi Krisis Air Dalam Lirik Lagu “Krisis Air”

Album “Jurus Tandur No.18” Oleh Kelompok Musik Slank)

Disusun Oleh :

RULY WIJAYANTI

NPM. 0643010264

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui,

Pembimbing Utama

Dra. Diana Amelia, Msi

NIP.19630907 199103 2001

Mengetahui,

DEKAN

(3)

REPRESENTASI KRISIS AIR DALAM LIRIK LAGU

(Studi Semiologi Krisis Air Dalam Lirik Lagu “Krisis Air” Album “Jurus

Tandur No.18” Oleh Kelompok Musik Slank)

Oleh:

RULY WIJAYANTI

NPM. 0643010264

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi

Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur

Pada Tanggal 01 Desember 2010.

Pembimbing Utama

Tim Penguji :

1. Ketua

Dra. Diana Amelia, MSi

Ir. H. Didiek Tranggono, MSi

NIP. 19630907 199103 2001 NIP. 19581225 19900 1001

2.

Sekretaris

Dra. Diana Amelia, MSi

NIP. 19630907 199103 2001

3. Anggota

Yuli Candrasari, S.Sos, MSi

NPT. 3 7107 94 00271

Mengetahui,

DEKAN

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdullillahirabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan

skripsi ini dengan lancar, meskipun masih belum dapat dikatakan sempurna.

Selama mengerjakan skripsi hingga terwujudnya skripsi ini, penulis dalam

pengerjaannya tidak lepas dari berbagai pihak yang telah bersedia meluangkan

waktunya dalam memberikan bantuan. Penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada :

1.

Allah SWT yang memberikan kemampuan, kesehatan, kelancaran kepada

penulis, sehingga penulis masih diberi kesempatan hingga saat ini untuk

menyelesaikan skripsi ini.

2.

Kedua Orang Tuaku yang telah banyak memberikan dorongan, dukungan,

semangat dan doa baik secara moril maupun material sehingga terselesainya

skripsi ini.

3.

Ibu Dra.Hj.Suparwati,Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

4.

Bapak Juwito,S.Sos,Msi selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas

Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

5.

Dra. Diana Amelia,Msi selaku dosen Pembimbing “Terima Kasih atas waktu dan

saran yang diberikan serta bimbingannya”.

6.

Dosen-dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan ilmu selama di bangku kuliah ini.

(5)

7.

Buat Kakakku Shanty dan Adikku Ary yang paling kusayang makasih ya atas

do’a dan dukungannya selama ini.

8.

Hengky Maii Bojo Lophly Sweety Bunny Hunny Cinta Sayangquh Belahan jiwa

Separuh nafasquh yang selalu setia menemani dan memberikan motivasi dan

doa’nya selama ini.

9.

Teman-temanku (Aan, Miki, Ntung, Nyul, Mbah, Mendem, Erna, Uci, Noid,

Unge’, Indy, Simplex) makasih atas dukungan dan semangat dari kalian semua.

10. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

banyak memberikan bantuan dalam menyusun skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun besar

harapan bahwa skripsi ini insya Allah akan berguna bagi semua pembaca, khususnya

teman-teman di Jurusan Ilmu Komunikasi.

Surabaya, November 2010

Penulis

(6)

viii

ABSTRAKSI

RULY WIJAYANTI. REPRESENTASI KRISIS AIR DALAM LIRIK LAGU

(Studi Semiologi Representasi Krisis Air Dalam Lirik Lagu “Krisis Air” Album

“Jurus Tandur No.18” Oleh Kelompok Musik Slank.

Penelitian ini didasarkan pada sebuah fenomena yang dituangkan dalam

sebuah lirik lagu “Krisis Air” tentang kondisi air yang saat ini berubah karena adanya

pencemaran air, dengan menggunakan teori Barthessian untuk mengetahui

makna-makna dengan menelaah tanda-tanda yang terkandung didalam lirik lagu tersebut.

Penelitian ini bertujuan bagaimana lirik lagu menggambarkan krisis air yang

terjadi dilingkungan sekitar kita, yang digambarkan melalui lirik lagu “Krisis Air”.

Studi tentang tanda-tanda pada umumnya, serta studi tentang bekerjanya sejumlah

besar kode-kode dalam suatu kebudayaan, yang memungkinkan kita mampu

menginterpretasikan tanda-tanda tersebut secara memuaskan sekarang diberi nama

“Semiologi” atau “Semiotika” teori Barthes untuk mengupas kode hermeneutik, kode

proaretik, kode budaya, kode semik, dan kode simbolik.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan

menggunakan analisis semiologi. Unit analisis yang digunakan adalah lirik lagu

“Krisis Air” dari grup band Slank dalam album “Jurus Tandur No.18”.

Makna yang terkandung dari hasil representasi lirik lagu “Krisis Air”, bahwa

krisis air sangat berpengaruh terhadap manusia karena pada dasarnya manusia sangat

bergantung pada lingkungan. Apabila lingkungan tercemar secara tidak langsung

akibatnya atau dampaknya juga dirasakan oleh masyarakat atau manusia sehingga

dapat mengakibatkan tatanan social masyarakat juga terganggu akibat bencana atau

perubahan alam yang diakibatkan oleh pencemaran air.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah krisis air yang dikontruksikan dalam

lagu “Krisis Air”, merupakan masalah penting bagi umat manusia. Kondisi alam saat

ini sangat tercemar oleh pencemaran air yang disebabkan oleh manusia yang

berakibat bencana atau perubahan alam yang diceritakan didalam lirik lagu “Krisis

Air” oleh kelompok musik Slank.

(7)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Komunikasi adalah suatu usaha untuk memperoleh makna,

tanda-tanda adalah basis dari seluruh komunikasi (Littlejohn dalam Sobur

2004:15). Manusia dengan perantaraan tanda-tanda, dapat melakukan

komunikasi dengan sesamanya. Banyak hal yang bisa dikomunikasikan di

dunia ini, termasuk juga melalui sebuah karya seni. Sebuah karya seni

memerlukan sebuah media dalam menyampaikan pesannya, salah satunya

adalah melalui musik dan lagu.

Musik merupakan hasil budaya manusia yang menarik diantara

banyak budaya manusia yang lain, dikatakan menarik karena musik

memegang peranan yang sangat banyak dari berbagai bidang. Seperti jika

dilihat dari sisi psikologinya, musik kerap menjadi sarana pemenuhan

kebutuhan manusia dalam hasrat akan seni dan berkreasi. Dari sisi social

musik dapat disebut sebagai cermin tatanan social yang ada dalam

masyarakat saat musik tersebut diciptakan, dan dari segi ekonomipun musik

telah berkembang pesat menjadi suatu komoditi yang menguntungkan.

Musik adalah suara atau bunyi-bunyian yang diatur menjadi suatu

yang menarik dan menyenangkan. Dengan kata lain musik dikenal sebagai

(8)

2

(Ayuningtyas, 2006:9). Musik juga memainkan peran dalam evolusi

manusia, dibalik perilaku dan tindakan manusia terdapat pikiran dan

perkembangan, ini dipengaruhi oleh musik. Seni musik merupakan salah

satu seni untuk menyampaikan ekspresi. Ekspresi yang disampaikan

sekarang ini bukan hanya mengandung unsure keindahan seperti tema-tema

percintaan, namun belakangan ini banyak tercipta tema-tema yang berisi

permasalahan social dan realitas yang ada dalam masyarakat. Musik dapat

tercipta karena didorong oleh kondisi social, politik, dan ekonomi

masyarakat. Musik adalah cermin sebuah masyarakat, musik juga diilhami

perilaku umum masyarakat, dan sebaliknya perilaku umum masyarakat

dapat terilhami oleh musik tertentu.

Musik dapat juga disebut lagu tanpa syair, hanya terdiri dari

serangkaian nada. Dengan adanya musik maka terciptalah sebuah lagu.

Lagu dapat diartikan sebagai bahasa komunikasi antar manusia. Hal ini

dikarenakan bahwa proses mendengarkan lagu juga merupakan salah satu

bentuk komunikasi afektif. Dalam komunikasi, bahasa merupakan unsure

utama dalam komunikasi karena bahasa membangun pesan, sedangkan

dalam semiotic bahasa merupakan objek utama dalam kajian.

Musik dan lagu merupakan salah satu kegiatan komunikasi, karena

didalamnya terdapat proses penyampaian pesan dari si pencipta lagu

tersebut kepada khalayak pendengarnya. Pesan yang terkandung dalam

sebuah lagu merupakan representasi dari pikiran atau perasaan dari si

(9)

3

biasanya bersumber dari frame of reference dan field of experience si

pencipta.

Berbicara mengenai musik dan lagu tidak terlepas dari musik pop

dan industri musik. Musik pop disini diartikan sebagai musik popular bukan

hanya genre musik pop. Musik pop dalam komoditasnya sekarang telah

dijadikan sebagai sebuah industri yang dapat menghasilkan banyak uang

serta mengesampingkan nilai seninya itu sendiri. Leon Rosselson

berargumen menyatakan bahwa industri memberikan “public apa yang

mereka inginkan” (Storey, 2007:121). Jelas terlihat bahwa musik popular

diciptakan, direkam, dirilis, diedarkan, dan di jual mempunyai pertimbangan

hanya mengikuti selera pasar atau public atau konsumen tanpa

mempertimbangkan faktor ideology sebuah musik dan lagu dari penciptanya

sendiri. John Storey dalam bukunya mempunyai asumsi yang dibuat bahwa

musik sebagai sebuah industri, industri musik menentukan nilai guna

produk-produk yang dihasilkan. Paling jauh, khalayak secara pasif

mengkonsumsi apa yang ditawarkan oleh industri musik.

Menurut Soerjono Soekanto dalam Rachmawati (2000:1)

menyatakan bahwa musik berkaitan erat dengan setting sosial

kemasyarakatan tempat dia berada. Musik merupakan gejala khas yang

dihasilkan akibat adanya interaksi sosial dimana dalam interaksi tersebut

manusia menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Disinilah kedudukan

lirik sangat berperan sehingga dengan demikian musik tidak hanya bunyi

(10)

4

maupun kelompok sosial dalam wadah pergaulan hidup dengan wadah

bahasa atau lirik sebagai penunjangnya.

Lagu merupakan suatu hasil karya seni bunyi yang mengungkapkan

pikiran dan perasaan penciptanya melalui irama, melodi, harmoni, ekspresi,

dan lirik lagu sebagai satu kesatuan yang bulat. Apabila salah satu unsur

lagu tidak ada penyesuaian, maka tidak lagi sebagai satu kesatuan yang utuh

dari bangunan lagu itu sendiri. Jadi manusia juga harus dapat memahami

lagu yang diciptakan secara konseptual dan bukan sekedar bunyi-bunyian

dan lirik lagu saja.

Lagu juga merupakan salah satu nilai kebudayaan manusia yang

sifatnya universal dan sudah diakui oleh seluruh bangsa di dunia. Bagi

kehidupan itu sendiri, sesungguhnya sebuah lagu dapat dijadikan sebagai

suatu kebutuhan hidup bagi manusia, artinya disini bahwa lagu merupakan

nafas kehidupan bagi semua orang. Sebuah lagu mampu menyatukan

berbagai perbedaan yang ada di antara manusia, bahkan sebuah lagu mampu

menjadi media komunikasi diantara semua lapisan masyarakat tanpa

memperdulikan harkat dan martabat. Penelitian-penelitian membuktikan

bahwa lagu memberikan banyak manfaat kepada manusia seperti

merangsang pikiran, memperbaiki konsentrasi dan ingatan, meningkatkan

aspek kognitif, serta membangun kecerdasan emosional. Sebuah lagu juga

dapat menyeimbangkan fungsi otak kanan dan otak kiri, yang berarti

(11)

5

Salah satu hal terpenting dalam sebuah musik adalah keberadaan

lirik lagunya, karena melalui lirik lagu, pencipta lagu ingin menyampaikan

pesan yang merupakan pengekspresian dirinya terhadap

fenomena-fenomena yang terjadi di dunia sekitar, dimana dia berinteraksi didalamnya.

Lirik lagu dalam musik yang sebagaimana bahasa, dapat menjadi sarana

atau media komunikasi untuk mencerminkan realitas sosial yang beredar

dalam masyarakat. Lirik lagu, dapat pula sebagai sarana sosialisasi dan

pelestarian terhadap suatu sikap atau nilai. Oleh karena itu, ketika sebuah

lirik lagu di aransir dan diperdengarkan kepada khalayak juga mempunyai

tanggung jawab yang besar atas tersebar luasnya sebuah keyakinan,

nilai-nilai, bahkan prasangka tertentu (Setianingsih, 2003 :7-8).

Lirik lagu mempunyai peranan penting dalam menceritakan isi dari

sebuah lagu. Dari lirik lagu kita bisa mengetahui, memahami, dan

memaknai pesan apa yang ingin disampaikan oleh pencipta lagu kepada

masyarakat yang mendengarkan lagu tersebut. Pencipta lagu biasanya selalu

mengungkapkan dan menekankan tampilan lagu melalui lirik-lirik lagunya.

Lirik lagu biasanya bercerita tentang kejadian-kejadian dan

kenyataan-kenyataan dari suatu interaksi yang sangat sederhana sampai kepada yang

kompleks dari apa-apa yang terjadi dalam suatu masyarakat.

Dengan lirik lagu tersebut, seseorang (pencipta atau penyanyi) ingin

berinteraksi sosial dengan masyarakat yang mendengarkan lirik lagu

tersebut. Lewat media lirik lagu, pencipta berusaha menciptakan kesamaan

(12)

6

pendengar memiliki perasaan yang dalam interpretasi mereka terhadap suatu

lagu (Liliweri, 1994 :16).

Lirik sebuah lagu di era sekarang merupakan sebuah kunci utama,

meski tidak dipungkiri sentuhan musik tidak kalah pentingnya untuk

menghidupkan lagu tersebut secara keseluruhan. Lirik merupakan sebuah

energi yang mampu mengungkapkan banyak hal. Hampir sebagian besar

lirik lagu-lagu Indonesia memuat berbagai peristiwa atau perasaan emosi

yang dilihat, didengar dan dirasakan oleh si pencipta lagu, ada yang

menyuarakan perasaan cinta yang mengharu biru, ada pula yang

menuangkan protes dan control social. (www.media-indonesia.com/

resensi/details.asp?id=420).

Grup musik Slank adalah salah satu grup musik papan atas, yang

bermula dari berdirinya Cikini Stones Complex (CSC) pada Desember

1983, yaitu grup musik yang terdiri dari anak-anak SMA perguruan Cikini,

Jakarta. CSC terdiri dari Bimo Setiawan (drum), Boy (gitar), Kiki (gitar),

Abi (bass), Uti (vocal), dan Well Welly (vocal), yang banyak

mengekspresikan kecintaan pada lagu karya Rolling Stones. Namun sayang,

grup ini tidak bisa bertahan dan membubarkan diri. Seiring berkembangnya

waktu, Slank mengalami perubahan personil sampai 14 kali pada 1996 yang

bertahan hingga sekarang. Formasi terakhir yang dimulai dari album ke-7

Slank, terdiri dari Bimbim (drum), Kaka (vokal), Ivanka (bass), Ridho

(gitar) dan Abdee (gitar). Album Slank, diantaranya Suit-Suit..he.he…

(13)

7

Minoritas (1996), Lagi Sedih (1996), Tujuh (1997), Mata Hati Reformasi

(1998), 999 (1999), Virus (2001), Satu Satu (2003), Bajakan ! (2003), Road

To Peace (2004), Plur (2005), Slankisme (2006), Slow But Sure (2007).

Kelompok musik ini juga memiliki massa yang cukup besar tersebar di

seluruh Indonesia dengan sebutan Slankers. (http://whencoih.blogspot.com

/2009/01/sejarah-berdiri-band-slank.html).

Berdasarkan kutipan diatas, sebuah lirik lagu dapat berkaitan erat

pula dengan situasi sosial dan isu-isu sosial yang sedang berlangsung di

dalam masyarakat. Salah satunya dalam lirik lagu kelompok musik: ”Slank”

dalam lagunya ”Krisis Air” yang berkaitan dengan tentang permasalahan

dan isu-isu sosial yang terjadi. Kondisi krisis air yang digambarkan oleh si

pencipta lagu dari setiap bait dalam lirik lagu ”Krisis Air” sebagai gambaran

fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar yang ada di negara kita ataupun

bumi ini, lagu ”Krisis Air” dari Slank merupakan representasi cerminan

terhadap kondisi alam dunia khususnya Indonesia saat ini. Bagaimana

perubahan itu yang terjadi di bumi ini disebabkan karena manusia itu

sendiri, dimana perubahan iklim akibat pemanasan global (global warming).

Pemicu utamanya adalah Pencemaran air di Indonesia saat ini semakin

memprihatinkan. Pencemaran air dapat diartikan sebagai suatu perubahan

keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan

air tanah akibat aktivitas manusia. Perubahan ini mengakibatkan

menurunnya kualitas air hingga ke tingkat yang membahayakan sehingga air

(14)

8

berapi, badai, gempa bumi dll juga mengakibatkan perubahan terhadap

kualitas air. Pencemaran air, baik sungai, laut, danau maupun air bawah

tanah, semakin hari semakin menjadi permasalahan di Indonesia

sebagaimana pencemaran udara dan pencemaran tanah. Mendapatkan air

bersih yang tidak tercemar bukan hal yang mudah lagi. Bahkan pada

sungai-sungai di lereng pegunungan sekalipun. Krisis air di Indonesia sebagian

besar diakibatkan oleh aktifitas manusia yang meninggalkan limbah

pemukiman, limbah pertanian, dan limbah industri termasuk pertambangan.

Limbah pemukiman mempunyai pengertian segala bahan pencemar yang

dihasilkan oleh daerah pemukiman atau rumah tangga. Limbah pemukiman

ini bisa berupa sampah organik (kayu, daun dll), dan sampah nonorganik

(plastik, logam, dan deterjen). Limbah pertanian mempunyai pengertian

segala bahan pencemar yang dihasilkan aktifitas pertanian seperti

penggunaan pestisida dan pupuk. Sedangkan limbah industri mempunyai

pengertian segala bahan pencemar yang dihasilkan aktifitas industri yang

sering menghasilkan bahan berbahaya dan beracun (B3). Dampak lainnya

yang tidak kalah merugikan dari pencemaran air adalah terganggunya

lingkungan hidup, ekosistem, dan keanekaragaman hayati. Air yang

tercemar dapat mematikan berbagai organisme yang hidup di air.

(http://alamendah.wordpress.com/2010/08/01/pencemaran-air-di-ndonesia/).

Kondisi krisis air yang ada dalam lirik lagu ”Krisis Air” merupakan kondisi

air saat ini, karena lagu tersebut mengambil tema sosial yang terjadi pada

(15)

9

istilah ekologi dan lingkungan hidup, karena permasalahannya yang

bersamaan. Inti dari permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan

makhluk hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya. Ilmu

tentang hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya

disebut ekologi (Soemarwoto, 1991:19). Lingkungan hidup adalah sistem

kesatuan ruang dengan sebuah benda, daya, keadaan dan makluk hidup,

termasuk didalamnya manusia dan perilakunya. Yang mempengaruhi

kelangsungan peri kehidupannya dan kesejahteraan manusia serta makluk

hidup lainnya ( Soerjani, dalam Sudjara dan Burhan, 1996:13).

Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya, yang dapat

mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya, membentuk dan

dibentuk oleh lingkungan hidupnya. Hubungan manusia dengan lingkungan

hidupnya akan terpengaruh. Uraian ini dapat menjelaskan akibat oleh

adanya krisis air, terutama terhadap kesehatan dan mutu hidup manusia.

Misalnya, untuk memenuhi kebutuhan air yang mendesak dalam hal

mengalami kesulitan air, maka air yang dipergunakan oleh manusia yang

tinggal dilingkungan itu rela mengonsumsi sisa-sisa air irigasi persawahan

yang berwarna coklat tersebut yg dipergunakan untuk minum. Berkaitan

dengan paparan ini, perlakuan manusia terhadap lingkungan akan

mempengaruhi mutu lingkungan hidupnya. Konsep mutu lingkungan

(16)

10

Soemarwoto (1991:53) secara sederhana menerjemahkan dalam

mutu lingkungan hidup diukur dari kerasnya manusia yang tinggal di

lingkungan tersebut, yang diakibatkan oleh terjaminnya perolehan rezeki,

iklim, dan faktor alamiah yang sesuai. Batasan ini terasa sempit, bila

dikaitkan dengan pengaruh elemen lingkungan yang sifatnya tidak dikenali

dan dirasakan, misalnya dampak radiasi baik yang disebabkan oleh sinar

ultraviolet atau limbah nuklir yang bersifat merugikan bagi kelangsungan

mahluk hidup.

Adapun pula karena kurangnya kesadaran masyarakat yang tidak

peduli akan kebersihan lingkungan. Contohnya, air yang tercemar bahan

buangan industri menyebabkan perubahan warna dan bau. Selain

disebabkan oleh bahan yang berasal dari buangan industri, kadang-kadang

bau dapat pula berasal dari hasil degradasi bahan buangan oleh mikroba.

Mikroba dalam air akan mengubah bahan buangan organic terutama protein

menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau. (http://arkandas.

wordpress.com/2009/05/28/kerusakan-hutan-dan pencemaran-air/)

Dari permasalahan dalam lirik lagu tersebut yang berkaitan dengan

fenomena sosial yang sedang terjadi, menimbulkan ketertarikan penulis

untuk mencaritahu bagaimana krisis air yang digambarkan dalam lirik lagu

Slank yang berjudul ”Krisis Air”. Bagaimana dalam lirik lagu ”Krisis Air”

menggambarkan krisis air yang ada dan dapat mempengaruhi kesadaran

manusia akan pentingnya lingkungan hidup guna kelangsungan hidup umat

(17)

11

Dalam penelitian ini berupaya lebih menitikberatkan representasi

krisis air dalam lirik lagu ”Krisis Air” dalam album ”Jurus Tandur No.18”

dari grup band Slank dengan menggunakan metode semiologi Barthes,

karena dalam metode Barthessian dapat menjelaskan tanda-tanda yang

terdapat dalam lirik lagu ”Krisis Air” sehingga dapat diketahui

makna-makna yang terkandung di dalamnya seperti mitologi dan budaya yang

terkandung di dalam lirik lagu tersebut, melalui tanda dan petanda, makna

konotatif dan denotatif inilah yang nantinya akan diteliti oleh penulis.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang di uraikan di atas, maka yang

menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : Bagaimana representasi

krisis air dalam lirik lagu ”Krisis Air” dari kelompok musik Slank ?

1.3 Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menelaah

makna pesan yang disampaikan melalui lirik lagu ”Krisis Air” melalui

(18)

12

1.3.2 Manfaat Penelitian

1. Kegunaan Teoritis, yaitu untuk menambah literature penelitian

kualitatif ilmu komunikasi khususnya mengenai analisis dengan

menggunakan metode semiologi.

2. Kegunaan Praktis, yaitu untuk membantu pembaca dalam

memahami makna tentang Representasi krisis air dalam lirik lagu

(19)

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Definisi komunikasi

Komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari

kata lain communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau

communicare yang berarti ‘membuat sama’ (to make common). istilah

pertama (communis) adalah istilah yang paling sering disebut sebagai

asal-usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya

yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran atau suatu

makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Kata yang mirip dengan

komunikasi adalah komunitas (community) yang juga menekankan

kesamaan atau kebersamaan. Komunitas merujuk pada sekelompok orang

yang berkumpul atau hidup bersama untuk mencapai tujuan tertentu, dan

mereka berbagi makna dan sikap. Tanpa ada komunikasi tidak akan ada

komunitas. Komunitas bergantung pada pengalaman dan emosi bersama,

dan komunikasi berperan dan menjelaskan kebersamaan itu. Oleh karena

itu, komunitas juga berbagi bentuk-bentuk komunikasi yang berkaitan

dengan seni, agama dan bahasa, dan masing-masing bentuk tersebut

mengandung dan menyampaikan gagasan, sikap, perspekfif, pandangan

(20)

14

Pada dasarnya manusia berkomunikasi dengan simbol-simbol,

simbol-simbol itu mewakili pikiran, perkataan dan perbuatan yang

mengiringi interaksi antar manusia, simbol-simbol itu berbentuk verbal

dan non verbal yang ditransmisikan secara sadar maupun tidak, secara

bersistem maupun tidak bersistem dalam interaksi dan komunikasi antar

manusia. Didalam berkomunikasi manusia mengkonstruksi suatu ‘gambar’

mengenai dunia tersebut melalui proses aktif dan kreatif yang kita sebut

persepsi. Mulyana (2001:167) mengungkapkan bahwa persepsi adalah

proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan

menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut

mempengaruhi kita. Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran

(interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian batik

(decoding) dalam proses komunikasi. Begitu juga diungkapkan Desiderato

dalam Rakhmat (2003:51) persepsi adalah pengalaman tentang objek,

peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan

informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada

stimuli inderawi (sensory stimuli).

Dan Nimmo mengatakan dalam pendefinisiannya tentang

Komunikasi, bahwa :

Komunikasi adalah proses interaksi sosial yang digunakan orang

untuk menyusun makna yang merupakan citra mereka mengenai

dunia (yang berdasarkan itu mereka bertindak) dan untuk

(21)

15

Melalui interaksi sosial orang menurunkan dan bertindak menurut

makna yang mampu membuat mereka mampu menciptakan dan

menciptakan kembali dunia subjektif mereka.

Komunikasi adalah negoisasi dan pertukaran makna sebuah pesan

yang dibangun masyarakat berdasar budaya dan realitas, yang mampu

berinteraksi karena menggunakan makna yang mereka bangun dan mereka

pahami bersama untuk menumbuhkan saling pengertian. Disebut

komunikasi karena ada aktor, ada proses dan ada lambang. Proses

komunikasi dalam interaksi sosial antar actor dalam masyarakat

menyampaikan pesan dengan menggunakan lambang-lambang,

symbol-symbol, bahasa, dalam hal ini disebut tanda-tanda. Tanda-tanda ini menjadi

pesan setelah melalui proses encoding oleh komunikator. Demikian pula

pesan yang diterima komunikan yang berupa tanda-tanda tersebut juga

ditafsirkan melalui proses decoding. Proses penyandian pesan oleh

komunikator menjadi tanda dan proses penafsiran tanda oleh komunikan

inilah yang disebut proses signifikasi atau proses semiosis. Manusia

sehari-hari dikelilingi oleh tanda-tanda, apakah itu natural atau artifisial. Hakikat

peran yang dibawakan oleh tanda-tanda pada prinsipnya ditentukan oleh

kebudayaan. Studi tentang tanda-tanda pada umumnya, serta studi tentang

bekerjanya sejumlah besar kode-kode dalam suatu kebudayaan, yang

memungkinkan kita mampu menginterpretasikan tanda-tanda tersebut

secara memuaskan sekarang diberi nama “Semiologi” (di Prancis dan

(22)

16

217). Semiologi sebagai konsep tentang tanda-tanda dipergunakan secara

fleksibel tetapi seksama didalam memecahkan persoalan makna pesan

dalam tindak komunikasi, menggali berbagi perspektif dalam fenomena

komunikasi, serta semiologi akan membantu menjelaskan bagaimana tindak

komunikasi berlangsung sebagai proses interaksi, “ The semiotic model

help to explain how Communication work as an interactive process”

(Purwasito, 2003:243). Setiap tindakan komunikasi dianggap sebagai pesan

yang dikirim dan diterima melalui beragam tanda berbeda. Berbagai aturan

kompleks yang mengatur kombinasi pesan-pesan ini ditentukan oleh

berbagai kode sosial. Seluruh bentuk ekspresi-musik, seni, film, fashion,

makanan, kesusasteraan dapat dianalisis sebagai sebuah sistem tanda.

Begitu juga dengan lirik lagu, yang juga merupakan sebuah tanda yang sarat

makna, ia membuka kemungkinan sebagai sebuah tanda yang bisa

ditafsirkan.

2.1.2 Komunikasi Verbal

Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang

menggunakan satu kata atau lebih, hampir semua rancangan wicara yang

kita sadari termasuk ke dalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu

usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain

secara lisan. Bahasa dapat juga dianggap sebagai suatu sistem kode verbal.

Bahasa verbal adalah sarana untuk menyatakan pikiran, perasaan,

dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang

(23)

17

Konsekuensinya, kata-kata adalah abstraksi realitas kita yang mampu

menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang

diwakili kata-kata itu.

Bila kita meny ertakan budaya sebagai variabel dalam proses

abstraksi ini, problemnya menjadi semakin rumit. Ketika anda

berkomunikasi dengan seseorang dari budaya anda sendiri, proses abstraksi

untuk menginterpretasikan pengalaman anda jauh lebih mudah, karena

dalam suatu budaya orang-orang berbagi sejumlah pengalaman serupa.

Namun, bila komunikasi melibatkan orang-orang berbeda budaya, proses

abstraksi juga menyulitkan. (Mulyana, 2004:239)

2.1.3 Musik

Sistem tanda musik adalah oditif, namun untuk mencapai

pendengarnya, penggubah musik mempersembahkan kreasinya dengan

perantara pemain musik dalam bentuk sistem tanda perantara tertulis. Bagi

semiotikus musik, adanya tanda-tanda perantara, yakni musik yang dicatat

dalam partitur orkestra. Hal ini sangat memudahkan dalam menganalisis

karya musik sebagai teks. Itulah sebabnya mengapa penetitian musik terarah

pada sintaksis.

Meski demikian, semiotik tidak dapat hidup hanya dengan sintaksis:

tidak ada semiotika tanpa semantik. Jadi, juga tidak ada semiotika musik

tanpa semantik musik. Semantik musik, bisa dikatakan, harus senantiasa

(24)

18

2.1.4 Lirik Lagu

Lirik lagu dalam musik yang sebagaimana bahasa, dapat menjadi

sarana atau media komunikasi untuk mencerminkan realitas sosial yang

beredar dalam masyarakat. Lirik lagu, dapat pula sebagai sarana untuk

sosialisasi dan pelestarian terhadap suatu sikap atau nilai. Oleh karena itu,

ketika sebuah lirik lagu di aransir dan diperdengarkan kepada khalayak juga

mempunyai tanggung jawab yang besar atas tersebar luasnya sebuah

keyakinan, nilai-nilai, bahkan prasangka tertentu (Setianingsih, 2003:7-8).

Suatu lirik lagu dapat menggambarkan realitas sosial yang terjadi di

masyarakat. Termasuk realitas sosial yang menggambarkan pencemaran

lingkungan yang ada dan dapat mempengaruhi kesadaran manusia akan

pentingnya lingkungan hidup guna kelangsungan hidup umat manusia.

Sejalan dengan pendapat Soerjono Soekanto dalam Rachmawati

(2000:1) yang menyatakan :

“Musik berkait erat dengan setting sosial kemasyarakatan tempat dia

berada. Musik merupakan gejala khas yang dihasilkan akibat adanya

interaksi sosial, dimana dalam interaksi tersebut manusia

menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Disinilah kedudukan lirik

sangat berperan, sehingga dengan demikian musik tidak hanya bunyi

suara belaka, karena juga menyangkut perilaku manusia sebagai

individu maupun kelompok sosial dalam wadah pergaulan hidup

(25)

19

Berdasarkan kutipan di atas, sebuah lirik lagu dapat berkaitan erat

pula dengan situasi sosial dan isu-isu sosial yang sedang berlangsung di

dalam masyarakat.

2.1.5 Pendekatan Semiologi

Kata ‘semiotika’ itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, semeion

yang berarti ‘tanda’ atau ‘seme’ yang berarti ‘penafsir tanda’. Semiotika

berasal dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika.

‘Tanda’ pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada

adanya hal lain (Sobur, 2003:16)

Juga diungkapkan oleh Saussure dalam Budiman bahwa :

A science that studies the life of -signs within 'society is

conceivable; it would be a part of social psychology and consequently of

general psychology; I shall call it semiology (from the Greek semeion'sign').

Semiology would show -that constitutes signs, what laws govern them...

Sebuah ilmu yang mengkaji tanda - tanda di dalam masyarakat dapat

dibayangkan; ia akan menjadi bagian dari psikologi sosial dan sebagai

konsekuensinya, psikologi general; ia akan saya beri nama semiologi (dari

bahasa Yunani semeion ‘tanda’). Semiologi akan menunjukkan hal-hal apa

yang membentuk tanda-tanda, kaidah-kaidah apa yang mengendalikannya...

Berkenaan dengan studi semiotik, pada dasarnya pusat perhatian

pendekatan semiotik adalah pada tanda (sign). Menurut John Fiske,

(26)

20

1. The sign it self. This consist of the study of different varieties of sign,

of the different ways they have of conveying meaning, and of the way

relate to the people who use them. For sign are human constructs and

can only be understood is term of the uses people put them to. (Tanda

itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan beragam tanda yang berbeda,

seperti cara mengantarkan makna serta cara menghubungkannya dengan

orang yang mennggunakan. Tanda adalah buatan manusia dan hanya

bisa dimengerti oleh orang yang menggunakannya).

2 The codes of sistems into which signs ore organized. This study covers

the way that a vareity of codes have develop in order to meet the needs

of society or culture. (Kode atau sistem dimana lambang-lambang

disusun. Studi ini meliputi bagaimana beragam kode yang berbeda

dibangun untuk mempertemukan dengan kebutuhan didalam

masyarakat dalam kebudayaan).

3 The culture within which these codes and signs operate. (Kebudayaan

dimana kode dan lambang itu beroperasi) (Sobur, 2001:94)

Sebuah tanda tidak hadir begitu saja sebagai bagian dari kenyataan

ia merefleksi dan membiaskan kenyataan lain. Oleh karena itu sebuah

tanda bisa saja memiuhkan kenyataan atau mentaatinya. Dalam semiotika,

bila segala sesuatu yang dalam terminologi semiotika disebut sebagai

tanda (sign), semata alat untuk berdusta, maka setiap tanda akan selalu

mengandung muatan dusta; setiap makna (meaning) adalah dusta; setiap

(27)

21

(signification) adalah kedustaan. Umberto Eco menjelaskan bahwa bila

sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan dusta, maka

sebaliknya ia tidak dapat pula digunakan untuk mengungkapkan kebenaran

(truth): ia pada kenyataannya tidak dapat digunakan untuk

“mengungkapkan” apa-apa. Dia berpikir definisi sebagai sebuah teori

kedustaan sudah sepantasnya diterima sebagai program komprehensif untuk

semiotika umum (Piliang, 2003:43).

2.1.6 Semiologi Roland Barthes

Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis

yang getol mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean. Ia

juga intelektual dan kritikus sastra Prancis yang ternama, ekspones

penerapan strukturatisme dan semiotika pada studi sastra. Barthes

(2001:208) menyebutnya sebagai tokoh yang memainkan peranan central

dalam strukturalisme tahun 1960-an dan 70-an. Barthes berpendapat bahasa

adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu

masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Ia mengajukan pendapat ini

dalam Writing Degree Zero (1953;terj. Inggris 1977) dan Critical Essays

(1964;terj. Inggris 1972). (Sobur, 2004:63)

Menurut Shklovsky “karya seni adalah karya-karya yang diciptakan

melalui teknik-teknik khas yang dirancang sedemikian rupa sehingga

menjadi karya yang seartistik mungkin” (Budiman, 2003:11).

Sedangkan pendekatan karya strukturalis memberikan perhatian

(28)

22

Strukturalisme merupakan suatu pendekatan yang secara khusus

memperhatikan struktur karya atau seni. Fenomena kesastraan dan estetika

didekati sebagai sistem tanda-tanda. (Budiman, 2003:11) Linguistik

merupakan ilmu tentang bahasa yang sangat berkembang menyediakan

metode dan peristilahan dasar yang dipakai oleh seseorang semiotikus

dalam mempelajari semua sistem-sistem sosial lainnya. Semiologi adalah

ilmu tentang bentuk, sebab ia mempelajari pemaknaan secara terpisah dari

kandungannya. (Kurniawan, 2001:156) Di dalam semiologi, seseorang

diberikan kebebasan di dalam memaknai sebuah tanda.

Dari peta tanda Roland Barthes gambar 1 dibawah, tertihat bahwa

tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi,

pada saat bersamaan tanda denotatif adalah juga konotatif (4). Dengan kata

lain, hal tersebut merupakan unsur material : hanya jika Anda mengenal

tanda “singa”, barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan

keberanian menjadi mungika. (Cobley & Jansz, 1999:51 dalam Sobur,

[image:28.612.149.517.540.658.2]

2004:69)

Gambar 2.1: Peta Tanda Roland Barthes

1. Signifier (penanda) 2. signified (petanda)

3. denotative sign (tanda denotative)

4. CONNOTATIVE SIGNIFIER

(PENANDA KONOTATIF)

5.CONNOTATIVE

SIGNIFIED (PETANDA

KONOTATIF

6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)

(29)

23

Jadi, dalam konsep Bathes, tanda konotatif tidak hanya sekedar

memiliki makna tambahan namun juga mengandung makna kedua bagian

tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Sesungguhnya, inilah

sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi

Saussure, yang hanya berhenti pada penandaan dalam tatanan denotatif.

Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam

pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dimengerti oleh

Barthes. Dalam pengertian umum, denotasi biasanya dimengerti sebagai

makna harafiah, makna yang “sesungguhnya”, bahkan kadang kala juga

diracunkan dengan referensi atau acuan. Proses signifikasi yang secara

tradisional disebut sebagai denotasi ini biasanya mengacu kepada

penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang terucap. Akan

tetapi didalam semiologi Roland Bathes dan para pengikutnya, denotasi

merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi

merupakan tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan

dengan ketertutupan makna dan, dengan demikian sensor atau represi

politis. Sebagai reaksi yang paling ekstrem melawan keharafiaan denotasi

yang bersifat opresif ini, Barthes mencoba menyingkirkan dan menolaknya.

Baginya, yang ada hanyalah konotasi semata-mata. Penolakan ini mungkin

terasa berlebihan, namun ia tetap berguna bagi sebuah koreksi atas

kepercayaan bahwa makan “harafiah” merupakan sesuatu yang bersifat

(30)

24

Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideoligi,

yang disebut sebagian ‘mitos’, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan

memberikan dan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam

suatu periode tertentu. (Budiman dalam Sobur, 2004:71) Di dalam mitos

juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda dan tanda, namun sebagai

suatu sistem pemaknaan yang tataran ke-dua. Didalam mitos pula pertama

dapat memiliki beberapa penanda. Artinya dari segi jumlah, petanda lebih

miskin jumlahnya dari penanda, sehingga dalam praktiknya terjadilah

pemunculan sebuah konsep secara berulang-ulang dalam bentuk-bentuk

yang berbeda. Mitologi mempelajari bentuk-bentuk tersebut karena

pengulangan konsep terjadi dalam wujud berbagai bentuk tersebut. (Sobur,

2004:71)

Kode sebagai sistem makna luar yang lengkap sebagai acuan dari

setiap tanda, menurut Barthes terdiri atas lima jenis lima kode yang ditinjau

oleh Barthes adalah kode hermeneutika (kode teka-teki), kode proaretik,

kode budaya, kode semik, dan kode simbolik. (Kurniawan, 2001:69)

Kode hermeneutika atau kode teka-teki berkisar pada harapan

pembaca untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul

dalam teks. Kode teka-teki merupakan unsur terstruktur yang utama dalam

narasi tradisional. Di dalam narasi ada suatu kesinambungan antara

pemunculan suatu peristiwa teka-teki dan penyelesian di dalam cerita.

(Sobur, 2004:65) Di dalam kode ini, orang dapat mendaftar beragam istilah

(31)

25

dipertahankan, dan akhirnya disikapi. kode ini disebut suara kebenaran (The

Voice of Truth). (Kurniawan, 2001:69) Kode ini berhubungan dengan

teka-teki yang timbul dalam suatu wacana. (Tinarbuko, 2008:19)

Kode Proairetik atau kode tindakan/lakuan dianggapnya sebagai

perlengkapan utama teks yang dibaca orang; artinya, antara lain, semua

teks yang bersifat naratif (Sobur, 2004:66). Kode proaretik yaitu kode

yang mengandung cerita urutan narasi, atau antar narasi (Tinarbuko,

2008:19).

Kode budaya sebagai refernsi kepada sebuah ilmu atau lembaga

pengetahuan. alasanya orang mengindikasikan tipe pengetahuan mengacu

pasa, tanpa cukup jauh mengkonstruksi (atau merekonstruksi), budaya yang

mereka ekpresikan (Kurniawan, 2001:69). Gnomik atau kode kututral

(budaya) banyak jumlahnya. Kode ini merupakan acuan teks ke

benda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh budaya. Menurut Bathes,

realisme tradisional didefinisikan oleh acuan ke apa yang telah diketahui.

Rumusan suatu budaya atau sub budaya adalah hal-hal kecil yang telah

dikodifikasi. (Sobur, 2004:66)

Kode semik atau semantic, yaitu kode mengandung konotasi pada

level penanda. (Tinarbuko, 2008:18) Kode semik menawarkan banyak sisi.

Dalam proses pembacaan, proses pembaca menyusun tema suatu teks. Ia

melihat bahwa konotasi kata atau fase tertentu dalam teks dapat

dikelompokkan dengan konotasi kata atau fase yang mirip. Jika kita melihat

(32)

26

cerita. Perlu dicatat bahwa Barthes menganggap bahwa denotasi sebagai

konotasi yang paling kuat dan paling “akhir”. (Sobur, 2004:65-66)

Kode simbolik (tema) yang bersifat tidak stabil dan dapat dimasuki

melalui beragam sudut pendekatan. Kode simbolik merupakan aspek

pengkodean fiksi yang paling khas bersifat struktural, atau tepatnya menurut

konsep Barthes, pascastruktural. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa

makna berasal dari beberapa oposisi biner atau pembedaan baik dalam taraf

bunyi menjadi favem dalam proses produksi wicara, maupun taraf oposisi

psikoseksual yang melalui proses. (Sobur, 2004:66)

Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya

tentang tanda adalah peran pembaca. Konotasi, walaupun merupakan sifat

asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes

secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem

pemaknaan tataran kedua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada

sebelumnya. Sastra merupakan contoh paling jelas sistem pemaknaan

tataran ke-dua yang dibangun diatas bahasa sebagai sistem yang pertama.

Sistem kedua ini oleh Barthes disebut konotatif, yang di dalam

Mythologies-nya secara ia bedakan dari denotasi atau sistem pemaknaan

tataran pertama. Melanjutkan studi Hjelmslev, Barthes menciptakan peta

tentang bagaimana tanda bekerja. (Cobley & Jansz dalam Sobur, 2004:69)

Dalam pengkajian tekstual, Barthes menggunakan analisis naratif

struktural yang dikembangkannya. Analisis naratif struktural secara

(33)

27

linguistik struktural sebagaimana perkembangan akhirnya dikenal sebagai

semiologi teks atau semiotika. Jadi secara sederhana analisis naratif

struktural dapat disebut juga sebagai semiologi teks karena memfokuskan

diri pada naskah. Intinya sama yakni mencoba memahami makna suatu

karya dengan menyusun kembali makna-makna yang tersebar dengan suatu

cara tertentu. (Kurniawan, 2001:89)

Menurut Barthes (2001) tanda adalah suatu kesatuan dari suatu

bentuk penanda dan petanda. Penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau

“coretan yang bermakna”. Jadi penanda adalah aspek material dari bahasa

apa yang dikatakan, apa yang didengar dan apa yang ditulis atau dibaca.

Petanda adalah gambaran mental, pikiran atau konsep. Jadi petanda adalah

aspek mental dari bahasa. Yang harus diperhatikan adalah bahwa dalam

tanda bahasa yang konkret, kedua unsur tersebut tidak dapat dilepaskan.

Tanda bahasa selalu mempunyai dua segi signifier (penanda) dan signified

(petanda). Suatu penanda tanpa petanda berarti apa-apa karena itu tidak

merupakan tanda. Sebaliknya suatu petanda, tidak mungkin disampaikan

atau ditangkap lepas dari penanda, petanda atau yang ditandaskan itu

termasuk tanda sendiri dan dengan demikian merupakan suatu faktor

linguistik. “Penanda dan petanda merupakan kesatuan, seperti dua sisi dari

sehelai kertas”. (Sobur, 2004:46) Setiap tanda kebahasaan, menurut

Saussure pada dasarnya menyatukan sebuah konsep dan suatu citra suara

(sound image), bukan menyatakan sesuatu sebagai nama. Suara yang

(34)

28

sedangkan konsepnya adalah petanda (signified). Dua unsur ini tidak dapat

dipisahkan, memisahkan hanya akan berakibat menghancurkan “kata”

tersebut. (Sobur, 2004:47)

Semiologi Barthes tersusun atas tingkatan-tingkatan sistem bahasa.

Umumnya Barthes membuatnya dalam dua tingkatan bahasa, bahasa pada

tingkat pertama adalah sebagai objek dan bahasa tingkat kedua yang disebut

sebagai metabahasa. Bahasa ini merupakan suatu sistem tanda yang memuat

penanda dan petanda tingkat pertama sebagai petanda baru yang kemudian

memiliki penanda baru sendiri dalam suatu sistem tanda baru pada taraf

yang lebih tinggi. Sistem tanda pertama kadang disebutnya dengan istilah

denotasi atau sistem terminologis, sedang sistem tanda tingkat kedua

disebutnya sebagai konotasi atau sistem retoris atau mitologi. Fokus kajian

Barthes terletak pada sistem tanda tingkat kedua atau metabahasa.

(Kurniawan, 2001:115)

Tatanan pertanda pertama adalah landasan kerja Saussure. Tatanan

ini menggambarkan relasi antara penanda dan petanda di dalam tanda, dan

antara tanda dengan referennya dalam realitas eksternal. Barthes

menyebutkan tatanan ini sebagai denotasi. Hal ini mengacu pada anggapan

umum, makan jelaslah tentang tanda. Sebuah contoh foto tentang keadaan

jalan mendenotasi jalan tertentu; kata jalan perkotaan yang membentang

diantara bangunan. (fiske, 2006:118). Denotasi menurut Barthes merupakan

sistem signifikasi tingkat pertama, dan lebih diasosiasikan dengan

(35)

29

Konotasi dan metabahasa adalah cerminan yang berlawanan satu

sama lain. Metabahasa adalah operasi yang membentuk mayoritas

bahasa-bahasa ilmiah yang berperan untuk menerapkan sistem, dan dipahami sebagai

petanda, diluar kesatuan penanda-penanda asli, diluar alam deskriptif.

Sedangkan konotasi meliputi bahasa-bahasa yang sifat utamanya sosial dalam

hal pesan literal memberi dukungan bagi makna kedua dari sebuah tatanan

arifisial atau ideologis secara umum. (Kurniawan, 2001:68)

Pendekatan semiologi Barthes secara umum tertuju pada jenis tuturan

(speech) yang disebut sebagai mitos. Menurut Barthes, bahasa membutuhkan

kondisi tertentu untuk dapat menjadi mitos. (Budiman, 2003:64)

Mengenai bekerjanya tanda dalam tatanan kedua adalah melalui

mitos. Mitos biasanya mengacu pada pikiran bahwa mitos itu keliru, namun

pemakaian yang biasa itu adalah bagi penggunaan oleh orang yang tak

percaya. Barthes menggunakan mitos sebagai seorang yang percaya, dalam

artiannya yang orisinal. Mitos adalah cerita yang digunakan suatu

kebudayaan untuk menjelaskan atau memahami beberapa aspek dari realitas

atau alam. Mitos primitif berkenan dengan hidup dan mati manusia dan dewa,

baik dan buruk. Mitos kita yang lebih bertakik-takik adalah tentang

maskulinitas dan feminitas, tentang keluarga, tentang keberhasilan atau

tentang ilmu. Bagi Barthes, mitos merupakan cara berfikir dari suatu

kebudayaan tentang sesuatu, cara berfikir dari suatu kebudayaan tentang

sesuatu, cara untuk mengkonseptualisasikan atau memahami sesuatu. Barthes

(36)

30

konotasi merupakan tatanan kedua dari penanda, maka mitos merupakan

pemaknaan tatanan kedua dari petanda. (Fiske, 2006:121)

Gambar 2.2 : Dua tatanan pertandaan Barthes

Sumber : John Fiske, 2006:122

Barthes menegaskan bahwa cara kerja pokok mitos adalah untuk

menaturalisasikan sejarah. Ini menunjukkan kenyataan bahwa mitos

sebenarnya merupakan produk kelas sosial yang mencapai sominasi melalui

sejarah tertentu. Mitos menunjukkan maknanya sebagai alami, dan bukan

bersifat historis atau sosial. Mitos memistifikasi atau mengaburkan

asal-usulnya sehingga memiliki dimensi, sambil menguniversalisasikannya dan

membuat mitos tersebut tidak bisa diubah tapi juga cukup adil. (Fiske,

2006:123)

Untuk membuat ruang atensi yang lebih lapang bagi diseminasi

makna dan pluralitas teks. Barthes mencoba memilah-milah penanda-penanda

pada wacana naratif ke dalam serangkaian fragmen ringkas dan beruntun Denotasi

Penanda

Petanda

Konotasi

Mitos

Realitas Tanda Kultur

(37)

31

yang disebutnya sebagai teksia-teksia (lexias), yaitu satuan-satuan pembacaan

(unit of reading) dengan panjang-pendek yang bervariasi. Sepotong bagian

teks yang apabila diisolasikan akan berdampak atau memiliki fungsi yang

khas apabila dibandingkan dengan teks lain disekitarnya adalah sebuah leksia.

Akan tetapi sebuah leksia sesungguhnya bisa berupa apa saja, kadang hanya

berupa satu-dua patah kata, kadang kelompok kata, kadang beberapa kalimat,

bahkan sebuah paragraf, tergantung pada ke”gampang”annya (convenience)

saja. Dimensinya tergantung kepada kepekatan dari konotasi-konotasinya

yang bevariasi sesuai dengan momen-momen teks.dalam proses pembacaan

teks, leksia-leksia tersebut dapat ditemukan baik pada tataran kontak pertama

diantara pembaca dan teks maupun pada saat satuan-satuan itu dipilah-pilah

sedemikian rupa sehingga diperoleh aneka fungsi pada tataran-tataran

pengorganisasian yang lebih tinggi. (Budiman,2003:54)

Dalam memaknai sebuah ”teks” kita akan dihadapkan pada

pilihan-pilihan pisau analisis mana yang bisa kita pakai dari sekian jumlah

pendekatan yang begitu melimpah. Ketika kita sampai pada pilihan tertentu

semestinya ”setia” dengan satu pilihan, namun bisa juga mencampuradukkan

dengan beberapa pilihan tertentu, tergantung kepentingan dari tujuan

”pembaca” dalam membedah pembacaannya. Bisa pula benar-benar hanya

memfokuskan pada teks dan ”melupakan” sang pengarang, ”pembaca”

kemudian dapat melakukan interprestasi terhadap suatu karya. Dalam hal ini

”pembacalah” yang memberikan makna dan penafsiran. ”pembaca”

(38)

32

lagu) yang dilihatnya, bahkan tidak harus sama dengan maksud pengarang.

Semakin cerdas pembaca itu menafsirkan, semakin cerdas pula karya lirik

lagu itu memberikan maknanya. Wilayah kajian ”teks” yang dimaksud

Barthes memang sangat luas,mulai bahasa verbal seperti karya sastra hingga

fashion atau cara berpakaian. Barthes melihat seluruh produk budaya

merupakan teks bisa dibaca secara otonom dari para penulisnya.

2.1.7 Representasi

Konsep representasi adalah proses pemaknaan yang berupa

simbol-simbol yang terdapat dalam lirik lagu yang diteliti, sehingga kita dapat

mengetahui hasil yang di dapat seteleh melakukan representasi terhadap lirik

lagu yang di teliti.

Representasi menunjuk pada proses maupun produk dari pemaknaan

suatu tanda. Representasi juga bisa berarti proses perubahan konsep-konsep

ideologi yang abstrak dalam bentuk-bentuk yang konkret. Representasi

adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem

penandaan yang tersedia : dialog, tulisan, video, film, fotografi, dan

sebagainya. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui

bahasa. (http://kunci.or.id/esai/nws/04/representasi.htm)

Menurut Stuart Hall (1997), representasi adalah salah satu praktek

penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep

yang sangat luas, kebudayaan menyangkut ’pengalaman berbagi’. Seseorang

dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada

(39)

33

yang sama, berbicara dalam bahasa yang sama, dan saling berbagi

konsep-konsep yang sama. (http://kunci.or.id/esai/nws/04/representasi.htm)

Menurut Stuart Hall, ada dua proses representasi. Pertama,

representasi mental yaitu, konsep tentang ’sesuatu’ yang ada dikepala kita

masing-masing (peta konseptual). Representasi mental ini masih berbentuk

sesuatu yang abstrak. Kedua, ’bahasa’, yang berperan penting dalam proses

kontuksi makna. Konsep dan ide-ide tentang sesuatu dengan tanda dan

simbol-simbol tertentu.

Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan

mengkontruksikan seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan

sistem ’peta konseptual’ dengan bahasa atau simbol yang berfungsi

mempresentasikan konsep-konsep kita tentang sesuatu. Relasi antara

’sesuatu’, ’peta konseptual’, dan ’bahasa/simbol’ adalah jantung dari produksi

makna lewat bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara

bersama-sama itulah yang kita namakan representasi.

Konsep representasi bisa berubah-ubah. Selalu ada pemaknaan baru

dan pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah pernah ada.

Intinya adalah makna tidak inheren dalam sesuatu di dunia ini, ia selalu di

kontruksikan, di produksi, lewat proses representasi. Ia adalah hasil dari

praktek penandaan. Praktek yang membuat sesuatu hal bermakna sesuatu.

(http://kunci.or.id/esai/nws/04/representasi.htm).

Dalam penelitian ini, representasi menunjuk pada pemaknaan

(40)

34

alam. Dimana kondisi alam di bumi ini yang sangat menghawatirkan sebagai

gambaran realitas kebudayaan yang ada di masyarakat.

2.1.8 Definisi Air

Pengertian Air atau Definisi Air adalah zat atau materi atau unsur

yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di

bumi, tetapi tidak di planet lain. Air menutupi hampir 71% permukaan bumi.

Terdapat 1,4 triliun kubik (330 juta mil³) tersedia di bumi. Jenis-jenis air

sendiri di bagi menjadi 2 macam.

Penempatan Air sebagian besar terdapat di laut / air asin dan pada

lapisan-lapisan es (di kutub dan puncak-puncak gunung), akan tetapi juga

dapat hadir sebagai awan, hujan, sungai, muka air tawar, danau, uap air dan

lautan es, Air dalam obyek-obyek tersebut bergerak mengikuti suatu siklus

air, yaitu: melalui penguapan, hujan dan aliran air di atas permukaan tanah

(runoff, meliputi mata air, muara, sungai) menuju laut.

Air yang bersih sangat penting bagi kehidupan manusia dan alam

sekitar, Di banyak tempat di dunia terjadi kekurangan persediaan air. Selain di

bumi, sejumlah besar air juga diperkirakan terdapat pada kutub utara dan

selatan planet Mars, serta pada bulan-bulan Eropa dan Enceladus. Air dapat

berwujud padatan (es), cairan (air) dan gas (uap air). Air merupakan

satu-satunya zat yang secara alami terdapat di permukaan bumi dalam ketiga

(41)

35

Pengelolaan sumber daya air yang kurang baik dapat menyebakan

kekurangan air, monopolisasi serta privatisasi dan bahkan menyulut konflik.

Indonesia telah memiliki undang-undang yang mengatur sumber daya air

sejak tahun 2004, yakni Undang Undang nomor 7 tahun 2004 tentang

Sumber Daya Air.

2.2 Kerangka Berfikir

Setiap individu memiliki latar belakang yang berbeda-beda dalam

mempresentasikan suatu peristiwa atau objek. Hal ini dikarenakan latar

belakang pengalaman (field of experience) dan pengetahuan (frame of

reference) yang berbeda-beda dalam setiap individu tersebut. Begitu juga

individu dalam menciptakan sebuah pesan komunikasi, dalam hal ini pesan

yang di sampaikan dalam sebuah lirik lagu atau bentuk sebuah lagu, maka

pencipta lagu tidak terlepas dari dua hal tersebut.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan representasi terhadap tanda

dan lambang berbentuk tulisan, lirik lagu ”Krisis Air” akan dianalisis dengan

menggunakan pendekatan semiologi dari Roland Barthes.

Dalam penelitian ini, peneliti tidak menggunakan metode semiotik

peirce. Karena dalam lirik lagu ”Krisis Air” kata-kata yang digunakan adalah

kata-kata lugas atau kalimat langsung sehingga peneliti tidak banyak

menemukan adanya simbol-simbol yang bisa digunakan untuk memenuhi

analisis. Tetapi tidak berarti bahasa tidak langsung tidak ada sama sekali

disini. Oleh karena itu, peneliti menggunakan metode semiologi Roland

(42)

36

kode. Roland Barthes menunjukkan aspek-aspek denotatif tanda-tanda dalam

menyikapkan konotasi yang pada dasarnya adalah mitos-mitos yang

dibangkitkan oleh sistem tanda yang lebih luas yang membentuk masyarakat.

Dalam pendekatan Roland Barthes terdapat signifikasi dua tahap yaitu

tahap terdapat komponen penanda dan petanda dan makna denotasi. Tanda itu

akan dikaitkan dengan reality eksternal (kenyataan yang ada diluar). Tahap

kedua adalah penanda dan petanda itu mempunyai bentuk makna konotasi

yang isinya mengandung mitos dan berkaitan dengan budaya sekitar.

Secara sistematis dapat ditujukan bagan kerangka berfikir sebagai

[image:42.612.143.523.401.486.2]

berikut :

Gambar 2.3 Kerangka Berfikir

Lirik lagu “Krisis Air” dari band

Slank

Analisis menggunakan metode semiologi

Roland Barthes

Hasil dari representasi krisis air dalam

(43)

37

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode

kualitatif. Artinya, data yang digunakan merupakan data kualitatif (data yang

tidak terdiri atas angka-angka) melainkan berbentuk kata-kata,

kalimat-kalimat, narasi-narasi. Data kualitatif subjektif, sebab data itu ditafsirkan lain

oleh orang yang berbeda. (Ridwan, 2005:5) penelitian ini akan

mengungkapkan secara terperinci fenomena kehidupan sosial masyarakat

tertentu tanpa harus melakukan hipotesa yang telah dirumuskan secara ketat.

Menurut Bodgan dan Taylor dalam Moleong (2001:3) menggunakan

metode kualitatif sebagai berikut :

”Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

dan perilaku yang diamati. Pendekatan ini diarahkan pada individu

secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan

individu ke dalam variabel atau hipotesis tetapi memandangnya

sebagai keutuhan”.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptif kualitatif, dengan memaknai lirik lagu ”Krisis Air” dari grup band

(44)

38

kualitatif lebih mudah menyesuaikan apabila ditemukan kenyataan ganda

dalam penelitian. Selain itu, metode ini lebih peka dan lebih dapat

menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola dan nilai

yang dihadapi. (Maleong, 1995:5) kemudian memaknai sebuah lirik lagu

harus diketahui dahulu sistem tanda yang ada pada lirik-lirik yang akan

dijadikan korpus dan oleh sebab itu peneliti menggunakan pendekatan

semiologi untuk mempresentasikan krisis air dalam lagu tersebut.

3.2 Korpus

Korpus adalah sekumpulan bahan yang terbatas yang ditentukan pada

perkembangannya oleh analisis dengan semacam kesemenaan. Korpus

haruslah cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan bahwa

unsur-unsurnya yang akan memelihara sebuah sistem kemiripan yang lengkap.

Korpus juga bersifat sehomogen mungkin, baik homogen pada taraf

substansia maupun homogen pada taraf waktu (sinkroni). (kurniawan,

2001:70)

Meninjau kembali pada tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui

bagaimana representasi krisis air dalam lirik lagu, maka korpus dalam

penelitian ini adalah lirik lagu dengan judul ”Krisis Air” dalam album ”Jurus

Tandur No.18” dari kelompok musik Slank yang ada dalam situs resmi grup

band Slank di (http://whencoih.blogspot.com

(45)

39

Alasan penggambilan lirik lagu diatas sebagai korpus adalah karena

dalam lirik lagu tersebut memuat tentang representasi krisis air yang terjadi

di Indonesia. Selain itu dalam lirik lagu ini, pencipta lagu memposisikan diri

sebagai bagian dari kehidupan sosial masyarakat, sehingga akan

memudahkan untuk melakukan penghayatan dan mengekspresikan apa yang

ingin digambarkan pada lirik lagu tersebut.

Lirik lagu ”Krisis Air” selengkapnya sebagai berikut :

Krisis Air

Ketika sungai-sungai kotor Mata air terkontaminasi Ketika air tanah berlimbah Jangan cuma diam dan menunggu Berbuatlah untuk air, yeah

Ketika sumur-sumur mengering Ketika bumi makin memanas Sumber kehidupan tak ada lagi Jangan cuma diam dan menunggu, hei Berhematlah, berhematlah

Berhematlah untuk air

Krisis krisis air air krisis [8x]

Ketika kesegaran hilang Ketika kehausan datang Ketika kematian menjelang Jangan cuma diam dan menunggu

Berlarilah, berlarilah, berlarilah, berlarilah Berlarilah untuk air

Krisis krisis air air krisis [8x]

Air air air

Ember kosong mencuri tenang dan tidurku Lagi-lagi bingkai mimpi kehilangan satu sudut

(46)

40

Air berteriak sampai kering

Detik jantung hutan berhenti ditusuki ranting kering Penyakit datang berakhir kematian

Bukan karena perang tapi langkanya air bersih

Kotori saja bumi kita biar senang puaskan diri sendiri Habiskan sumber mata air kita buat cepat dunia binasa Apakah itu keinginan kita

Apa yang telah kita lakukan kepada bumi kita, sampai kapan

Aku butuh nafas untuk berhati bersih Bumi rindu penyelamat air kehidupan Apakah anda penyelamat itu

Ayo beri air untuk anak cucu tapi bukan air mata

3.3 Unit Analisis

Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanda-tanda

berupa tulisan, terdiri kata-kata atau lirik pada lagu ”Krisis Air” yang

kemudian di analisis dengan menggunakan penanda dan petanda (peta tanda

Roland Barthes), kode Barthes dan denotasi (sistem tanda pertama), konotasi

(sistem tanda kedua).

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data

primer yaitu data yang diperoleh melalui pemahaman lirik lagu ”Krisis Air”.

Pada setiap pemahaman ini diperoleh data primer, yaitu lirik lagu ”Krisis

Air” itu sendiri. Teknik pengumpulan data lainnya, melalui penggunaan

bahan dokumenter buku-buku, koran, internet. Sumber dokumenter tersebut

untuk memperoleh tentang berbagai hal mengenai representasi krisis air

(47)

41

3.5 Metode Analisis Data

Untuk menganalisis seluruh temuan data yang ada dalam lirik lagu

“Krisis Air” peneliti akan menggunakan peta tanda dari Roland Barthes.

Peneleti menganalisis unit analisis yang terkumpul tersebut dalam aspek

semiologi barthes, yaitu petanda (aspek material), penanda (aspek mental).

Kemudian beberapa diantara kode dari Roland Barthes dan dikategorikan

dalam dua tahapan signifikasi konsep Roland Barthes (denotasi dan

konotasi).

Pada tahap tataran pertama makna denotasi oleh penanda melalui

hubungan penanda melalui hubungan petanda yang terdapat dalam tanda

yang mana merupakan sebuah realitas. Sedangkan bentuk konotasi dalam

lirik lagu ”Krisis Air” sebagai tataran kedua merupakan pencerminan dalam

(48)

42

BAB 1V

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek dan Penyajian Data

4.1.1 Gambaran Umum Objek

Di Indonesia, Slank adalah band yang berkharisma kuat. Slank merupakan

sebuah fenomena. Dimana perjalanan panjang yang mereka tempuh telah menjadi

suatu eksistensi mereka sebagai band papan atas dengan kualitas ”legenda”.

Predikat ini tidak muncul begitu saja diterima oleh Slank secara Cuma-Cuma.

Mereka telah merasakan asam manis dunia musik Indonesia selama kurang lebih

24 tahun. Era narkotika sudah lamamereka tinggalkan. Slank kini menjadi sebuah

ikon, ”idiologi”, dan gaya hidup tersendiri.

Tema populis dan dekat dengan kehidupan sehari-hari menjadi suatu

kekuatan lagu-lagu Slank. Lagu-lagu seperti makan nggak makan asal kumpul,

kupu-kupu malam, tong kosong, dan lain-lain, membuat mereka merebut hati

jutaan penikmat musik. Demografi penggemar Slank pun sangat luas. Laki-laki,

perempuan, pelajar, mahasiswa, karyawan bahkan eksekutif profesional. Tak

hanya di Indonesia Slank memiliki penggemar namun juga di negara sebrang

mulai Malaysia, Jepang, bahkan Amerika pernah mereka kunjungi. Hal tersebut

menggambarkan daya sebar popularitas mereka cukup luas.

Rupanya tantangan sebagai musisi tidak membuat mereka berhenti

berkreasi. Mereka merambah jalur lain seperti menjadi duta diberbagai kegiatan

(49)

43

dan lain-lain. Mereka pun turut mendukung gerakan mahasiswa dalam reformasi

1998.

Dalam usia 17 tahun Bimo Setiawan (Bimbim), sudah menyukai Rolling

Stones. Lingkungannya juga penuh dengan penggemar band asal inggris yang

dipimpin oleh Mick Jangger itu. Bimbim lalu membentuk band CSC (Cikini

Stones Complex) pada tahun 1983 yang anggotanya adalah anak-anak SMA

Perguruan Cikini yaitu Bimo Setiawan (drum), Boy (gitar), Abi (bass), Uti

(vokal), dan Well Welly (vokal). Sesuaai namanya, Cikini Stones Complex

membawakan lagu-lagu The Rolling Stones. Kata Bimbim, ”yang gue lihat dari

Rolling Stones, sesama penggemarnya punya rasa kekeluargaan yang sangat kuat.

Istilahnya begini, preman Jakarta sama preman Bandung ketemu, mau berantem,

tapibegitu ngobrol dan tahu sama-sama suka Rolling Stones, langsung damai,

tenang.”

Anak-anak muda pada masa tahun 80-an memang sedang mengalami

siklus 20 tahunan. Kelompok musik era 60-an kembali populer, lengkap dengan

atributnya. Itu pula yang dialami Bimbim dan Cikini Stones Complex. Namun

Bimbim merasa terus-menerus membawakan lagu Rolling Stones itu

membosankan. Dia ingin berekspresi lewat lagu karya sendiri. Dia sadar kalau

dirinya adalah orang yang cenderung tertutup, termasuk ketika menghadapi

masalah. Baginya, lagu adalah suatu media untuk menyampaikan suatu

komunikasi atau suatu pesan.

Keinginan Bimbim itu justru tidak didukung oleh teman-temannya di

(50)

44

Complex kemudian membentuk Cikini Metal Stones. Bimbim sendiri lantas

mendirikan band Red Evil dengan formasi Bimbim (drum), Erwan (vokal),

Bongky (gitar), Denny (bass), dan Kiki (gitar). Dalam aksinya, mereka mulai

berani menampilkan lagu-lagu ciptaan sendiri.

Penampilan mereka di atas panggung cenderung asal-asalan serta urakan.

Para penonton yang sering menyaksikan penampilan mereka pun lantas menjuliki

Red Evil sebagai band Slenge’an. Makasejak 26 Desember 1983 mereka

memutuskan untuk mengubah nama menjadi Slank. Nama ini dipilih sesuai

dengan gaya mereka yang Slenge’an (seenaknya sendiri). Bimbim beruntung

karena tekad dan aktivitasnya di dunia musik mendapat dukungan cukup besar

dari kedua orang tuanya yaitu pasangan Sidharta Soemarnodan Iffet. Orang tua

Bimbim merelakan sebagian ruang di rumahnya di jalan Potlot No. 14, Pasar

Minggu, Jakarta Selatan dijadikan tempat latihan sekaligus markas berkumpulnya

anak-anak Slank.

Setelah sekian kali berganti formasi, baru pada formasi ke-13 Slank

mempunyai personel solid yaitu Bimbim (drum), Pay (gitar), Indra Q (keyboard),

dan Kaka (vokal). Meskipun Slank sudah membuat karya lagu mereka sendiri,

Slank tidak bisa dengan mudah masuk dapur rekaman. Mereka sudah mendatangi

perusahaan rekaman, tapi terus ditolak karena musik Slank dianggap tidak laku

untuk dipasarkan, yang pada masaitu musik Indonesia ramai dengan musik rock

ala Nicky Astria, Ikang Fawzy, pop kreatif ala Dedi Dhukun, dan pop cengeng ala

Rinto Harahap dan Obbie Mesakh. Musik Slank dianggap tidak bisa

(51)

45

Lalu pada 1989-an, perusahaan rekaman bernama Proyek Q meminta

Slank menyerahkan demo lagu mereka. Menurut Boedi Soesatio perwakilan dari

Proyek Q menyebutkan Slank mempunyai perpaduan musik rock ’n roll, jazz,

blues reggea dan balads. Dimana warna musik Slank merupakan suatu warna

tersendiri yang memiliki suatu karakter dimana pada waktu it

Gambar

Gambar 2.1: Peta Tanda Roland Barthes
Gambar 2.3 Kerangka Berfikir

Referensi

Dokumen terkait

Dalam proyek Tugas Akhir ini akan dibuat suatu alat berbasis mikrokontroler ATMega 16 untuk mengukur kualitas air minum berdasarkan parameter PH dan TDS.

Tingkat pengetahuan perawat juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa hal- hal yang berkaitan dari diri individu

maka akan semakin sulit manajemen akan memprediksi lingkungan akan berubah. Ketidakmampuan manajemen dalam memprediksi perubahan lingkungan, akan memburuk citra perusahaan

T he C compiler may change the size (or to an unsigned integer) if necessary to fit the value into the specified data type.. 123U unsigned i nt , in the Never a decimal point; a

terhadap kemampuan berpikir kritis di MA NU Mazro’atul Huda Karanganyar Demak).. Kesimpulannya adalah Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa

Variabel kepemimpinan yang diteliti oleh (Setyowati & Haryani, 2016 ; Renggani, 2014) menunjukan bahwa kinerja dipengaruhi oleh kepemimpinan hal ini dibuktikan dengan

15 Menurut Masrukhin, analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,

Penelitian ini bertujuan untuk menduga umur simpan cookies kaya serat dari tepung campuran berbasis mocaf dengan menggunakan metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) dengan