• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Fungsi Sosial Lembaga Agama Dalam Meningkatkan Pendidikan Anak Pada Keluarga Ekonomi Lemah (Studi Deskriptif pada Gereja Bethel Indonesia di Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Fungsi Sosial Lembaga Agama Dalam Meningkatkan Pendidikan Anak Pada Keluarga Ekonomi Lemah (Studi Deskriptif pada Gereja Bethel Indonesia di Medan)"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.Kajian Pustaka 2.1.1. Fungsi Sosial 2.1.1.1.Pengertian

Istilah fungsi sosil mengacu pada cara-cara bertiingkah laku atau melakukan tugas-tugas kehidupan dalam memenuhi kebutuhan hidup individu , orang seorang maupun sebagai keluarga, kolektif, masyarakat., organisasi dsb. Pelaksanaan fungsi sosial dapat dievaluasi / dinilai apakah memenuhi kebutuhan dan membantu mencapai kesejahteraan bagi orang ybs, dan bagi masyarakat, apakah normal dapat diterima masyarakat sesuai dengan norma sosial. Untuk dapat berfungsi sosial secara baik ada tiga faktor penting yang saling berkaitan untuk dilaksanakan yaitu (Husain, 2011):

1. Faktor status sosial yaitu kedudukan seseorang dalam suatu kehidupan bersama , dalam keluarga, kelompok, organisasi atau masyarakat yaitu seseorang yang diberi kedudukan agar melakukan tugas - tugas yang pokok sebagai suatu tanggung jawab atas kewajibannya ( kompetensi ). Misalnya seorang berstatus sebagai : Ketua , Ayah, Mahasiswa, Pegawai, dsb.

(2)

3. masyarakat ) Misalnya Ayah harus berperan sebagai pencari nafkah bagi keluarga, Ibu berperan sebagai pengurus rumah tangga dan mengasuh anak, Anak berperan sebagai pembantu mengurus adik-adiknya yang kesekolah , dsb. Penampilan peranan sosial secara efektif menyangkut penyediaan sumber dan pelakasanan tugas sehingga individu dan atau kelompok, seperti keluarga, mampu mempertahankan diri, tumbuh dan berkembang, menyenangi dan menikmati kehidupan . Penampilan peran ini dinilai baik oleh orang yang bersangkutan maupun dinilai normal oleh masyarakat dilingkungannya

4. Faktor norma sosial yaitu hukum, peraturan , nilai-nilai masyarakat, adat istiadat, agama, yang menjadi patokan apakah status sosial sudah diperankan sudah dilaksanakan sebagaiman mestinya , dengan normal, wajar, dapat diterima oleh masyarakat , bermanfaat bagi orang – orang dalam kehidupan bermasyarakat. Pekerja Sosial dapat mengadakan evaluasi dan intervensi pelaksanaan fungsi yang dilakukan orang secara individu maupun sebagai kelompok.

2.1.1.2.Teori Fungsi Sosial

(3)

bagian atau elemen bersifat fungsional terhadap bagian atau elemen yang lain. sebaliknya jika tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau akan hilang dengan sendirinya (George Ritzer, 2010:21). Teori ini juga menjelaskan bahwa struktur sosial dan institusi sosial berhubungan denganfungsi dari fakta-fakta sosial. MenurutRobert K Merton penganut teori ini, berpendapat bahwa obyek analisa sosiologi adalahfakta sosial seperti: peranan sosial, pola-pola institusional, proses sosial, organisasikelompok, pengendalian sosial dan lain-lain (George Ritzer, 2010)

2.1.2.Kelembagaan 2.1.2.1.Pengertian

Djogo, et al (2003) mengemukakan bahwa kelembagaan adalah “suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat yang dapat menentukan bentuk hubungan antar manusia atau antar organisasi yang diwadahi dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik aturan formal maupun informal untuk pengendalian perilaku sosial serta insentif untuk bekerjasama dan mencapai tujuan bersama.

Institusi atau kelembagaan adalah aturan – aturan (constraints) yang diciptakan oleh manusia untuk mengatur dan membentuk interaksi politik, sosial dan ekonomi. Aturan – aturan tersebut terdiri dari aturan – aturan formal (misalnya: peraturan – peraturan, undang – undang, konstitusi) dan aturan – aturan

(4)

Aturan – aturan tersebut diciptakan manusia untuk membuat tatanan (order) yang baik dan mengurangi ketidakpastian di dalam proses pertukaran (Arsyad, 2010),

Menurut Pratama (2012) kelembagaan, institusi, pada umumnya lebih di arahkan kepda organisasi, wadah atau pranata. Organisasi berfungsi sebagai wadah atau tempat, sedangkan pengertian lembaga mencakup juga aturan main, etika , kode etik, sikap dan tingkah laku seseorang atau suatu organisasi atau suatu system.

Kelembagaan berasal dari kata lembaga, yang berarti aturan dalam organisasi atau kelompok masyarakat untuk membantu anggotanya agar dapat berinteraksi satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Selain itu lembaga juga dapat diartikan sebagai aturan dalam sebuah kelompok sosial yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, politik dan ekonomi (Pratama, 2012).

(5)

rules) dan kegiatan kolektif (collective action) untuk mewujudkan kepentingan

umum atau bersama. Kelembagaan menurut beberapa ahli, sebagian dilihat dari kode etik dan aturan main. Sedangkan sebagian lagi dilihat pada organisasi dengan struktur, fungsi dan menejemennya. Saat ini kelembagaan biasanya dipadukan antara organisasi dengan aturan main. Kelembagaan merupakan suatu unit sosialn yang berusaha untuk mencapai tujuan tertentu dan menyebabkan lembaga tunduk pada kebutuhan tersebut.

Kelembagaan adalah suatu jaringan yang terdiri dari sejumlah orang dan lembaga untuk tujuan tertentu, memiliki aturan dan norma, serta memiliki struktur. Dalam konteks kelembagaan ada tiga kata kunci, yaitu: norma, perilaku, kondisi dan hubungan sosial. Signifikansi ketiga kata kunci tersebut dicerminkan dalam perilaku dan tindakan, baik dalam tindakan tindakan individu, maupun dalam tindakan kolektif. Setiap keputusan yang diambil selalu akan terkait atau dibatasi oleh norma dan pranata sosial masyarakat dan lingkungannya. Kondisi demikian menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan dalam masyarakat merupakan suatu tindakan berbasis kondisi komunitas (community-based action) yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu celah masuk (entry-point) upaya diseminasi teknologi.

(6)

milik, organisasi, insentif. Kelembagaan lokal dan area aktifitasnya terbagi menjadi tiga kategori, yaitu kategori sektor publik (administrasi lokal dan pemerintah lokal), kategori sektor suka rela (organisasi keanggotaan dan koperasi), organisasi swasta (organisasi jasa dan bisnis swasta).

Berdasarkan beberapa teori diatas dapat diketahui pengertian kelembagaan adalah suatu pola hubungan antara anggota masyarakat yang saling mengikat, diwadahi dalam suatu jaringan atau organisasi dengan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik aturan formal dan nono-formal untuk bekerjasama demi mencapai tujuan yang diinginkan.

2.1.2.2.Aspek Kelembagaan

Kelembagaan berisikan dua aspek penting yaitu (Yudha, 2012) : a. Aspek kelembagaan

Aspek kelembagaan meliputi perilaku atau perilaku social dimana inti kajiannya adalah tentang nilai (value), norma (norm), custom, mores, folkways, usage, kepercayaan, gagasan, doktrin, keinginan, kebutuhan,

orientasi dan lain-lain. Bentuk perubahan social dalam aspek kelembagaan bersifat kultural dan proses perubahannya membutuhkan waktu yang lama. b. Aspek keorganisasian

(7)

perubahan social dalam aspek keorganisasian bersifat structural dan berlangsung relatif cepat.

2.1.2.3.Jenis-jenis Kelembagaan

a. Jenis-jenis lembaga pemasyarakatan dibagi atas berbagai tipe sesuai dengan berbagai sudut pengamatan (Yudha, 2012) :

b. Dari sudut perkembangannya kelembagaan terdiri dari Criscive Institution and Enacted Institution. Yang pertama merupakan lembaga yang tumbuh dari

kebiasaan masyarakat. Sementara yang kedua dilahirkan dengan sengaja untuk memenuhi kebutuhan manusia.

c. Dari sudut sistem nilai kelembagaan masyarakat dibagi menjadi dua yakni Basic institution and Subsidiary Institution. Yang pertama merupakan lembaga yang memegang peranan penting dalam mempertahankan tata tertib masyarakat sementara yang kedua kurang penting karena hanya jadi pelengkap.

d. Dari sudut penerimaan masyarakat, terdiri dari dua yaitu Sanctioned Institution and unsanctioned Institution. Yang pertama merupakan kelompok yang dikehendaki seperti sekolah dll, sementara yang kedua ditolak meski kehadirannya akan selalu ada. Lembaga ini berupa pesantren sekolah, lembaga ekonomi lain dan juga lembaga kejahatan.

(8)

f. Dari sudut fungsinya dibedakan atas dua yaitu Operatif Institutional and regulatif Institutional. Yang pertama berfungsi untuk mencapai tujuan, sementara yang kedua untuk mengawasi tata kelakuan nilai yang ada di masyarakat.

Lembaga dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu lembaga formal dan non-formal (Pratama, 2012).

a. Lembaga formal

Lembaga formal adalah kumpulan dua orang atau lebih yang memiliki hubungan kerja rasional dan mempunyai tujuan bersama, biasaya mempunyai struktur organisasi yang jelas, contohnya perseroan terbatas, sekolah, pertain politik, badan pemerintah, dan sebagainya.

b. Lembaga non-formal

(9)

di dalam di lakukan secara terstruktur atau memiliki struktur organisasi yang lengkap dan terumuskan.

2.1.2.4. Peran Kelembagaan

Kelembagaan merupakan salah satu unsur yang memegang peranan penting dalam pembangunan di Indonesia. Banyak masalah-masalah pertanian dan kehutanan yang hanya dapat dipecahkan oleh suatu lembaga. Sumberdaya manusia, sumberdaya alam dan teknologi yang dipayungi oleh suatu kelembagaan merupakan faktor penggerak sebagai satu kesatuan sistem dalam pembangunan pertanian dan kehutanan (Yohanes, et al. dalam Setiana, 2012).

Kelembagaan dalam hal ini bukan hanya menyangkut kelembagaan usaha tani, tetapi juga peranan kelembagaan-kelembagaan penunjang dalam pengembangan pertanian yag dapat mendukung pembangunan dan usaha agribisnis. Lebih jauh lagi pentingnya lembaga di pedesaan dalam pembangunan pertanian dan kehutanan diuraikan sbb. (Yohanes, et al. dalam Setiana, 2012) a. Banyak masalah-masalah pertanian hanya dapat dipecahkan oleh suatu

lembaga.

b. Suatu organisasi atau lembaga dapat memberi kontribusi pada usaha-usaha pertanian terkait dengan penyebaran dan pengembangan teknologi. Dalam jangka panjang, kemampuan masyarakat petani untuk bekerjasama, sama pentingnya dengan perolehan pengetahuan teknis.

(10)

Peran Kelembagaan membuat orang atau anggota masyarakat saling mendukung dan bisa berproduksi atau menghasilkan sesuatu karena ada keamanan, jaminan akan penguasaan atas sumberdaya alam yang didukung oleh peraturan dan penegakan hukum serta insentif untuk mentaati aturan atau menjalankan institusi.

2.1.2.5.Teori Kelembagaan

Teori kelembagaan merupakan suatu visi yang meliputi beberapa pendekatan lain, bahkan beberapa bidang ilmu pengetahuan lain sperti sosiologi dan ekonomi. Institusionalisme baru mempunyai banyak aspek dan variasi. Misalnya, institusionalisme baru sosiologi, institusionalisme baru ekonomi,dan sebagainya. Disebut institusional baru karena ia merupakan penyimpangan dari institusionalisme lama. Institusionalisme baru melihat institusi negara sebagai hal yang dapat diperbaiki ke arah suatu tujuan tertentu, seperti misalnya membangun masyarakat yang lebih makmur. Usaha itu perlu ada semacam rencana yang secara praktis menetukan langkah-langkah untuk tercapainya tujuan itu.

Intitusionalisme baru sebenarnya dipicu oleh pendekatan behavioralis yang melihat politik dan kebijakan publik sebagai hasil dari perilaku kelompok besar atau massa, dan pemerintah sebagai institusi yang hanya mencerminkan kegiatan masa itu. Bentuk dan sifat institusi ditentukan oleh aktor serta pilihannya. Dengan demikian kedudukan sentral dari institusi-institusi dalam membentuk kebijakan publik dinomorduakan.

(11)

yang diutamakan oleh pendekatan behavioralis. Pendekatan institusionalisme baru menjelasskan bagaimana organisasi institusi itu, apa tanggung jawab dari setiap peran dan bagaimana peran dan institusi berinteraksi.

Dapat dikatakan bahwa suatu institusi adalah organisasi adalah organisasi yang tertata melalui pola perilaku yang diatur oleh peraturan yang telah diterima sebagai standar. Institusi adalah peraturan-peraturan yang stabil, yang memungkinkan orang yang sebenarnya hanya mementingkan diri sendiriuntuk bekerjasama dengan orang lainuntuk tujuan bersama (Fitrianti, 2012)

Institusi-institusi memengaruhi dan menentukan cara para aktor berusaha mencapai tujuannya. Intitusi menentukan, siapa aktor yang sah, jumlah aktor,siapa menentukan tindakan.intitusi memberik stabilitas, sebabtidak tidak dapat diubah begitu saja. Intitusi mempunyai kekuasaan yang sedikit banyak otonom dan para aktor yang ingin mengubah institusi tertentu akan mempertimbangkan akibat-akibat yang sering tidak dapat diramalkan

2.1.3.Lembaga Sosial 2.1.3.1.Pengertian

(12)

Lembaga sosial atau dikenal juga sebagai lembaga kemasyarakatan salah satu jenis lembaga yang mengatur rangkaian tata cara dan prosedur dalam melakukan hubungan antar manusia saat mereka menjalani kehidupan bermasyarakat dengan tujuan mendapatkan keteraturan hidup.

2.1.3.2.Ciri-ciri Lembaga Sosial

Menurut Gillin (Ary, 2010) ciri-ciri umum lembaga sosial yaitu:

a. Suatu organisasi pola-pola pemikiran dan pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Lembaga sosial terdiri atas adat istiadat, tata kelakuan, kebiasaan-kebiasaan dan unsur-unsur kebudayaan lainnya.

b. Suatu tingkat kekekalan tertentu yang merupakan ciri dari semua lembaga masyarakat. Sistem-sistem kepercayaan dan aneka tindakan, baru akan menjadi bagian lembaga kemasyarakatan setelah melewati waktu yang relatif lama. Misalnya, suatu sistem pendidikan tertentu akan dapat diterapkan seluruhnya setelah mengalamai masa percobaan.

c. Lembaga sosial mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Mungkin saja tujuan tersebut tidak sesuai atau sejalan dengan fungsi lembaga yang bersangkutan apabila dipandang dari sudut kebudayaan secara keseluruhan. d. Mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan

lembaga yang bersangkutan, seperti bangunan, peralatan dan mesin. Bentuk serta penggunaan alat-alat tersebut biasanya berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya.

(13)

tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan. Contohnya setiap angkatan bersenjata mempunyai panji-panji, dan perguruan tinggi atau sekolah mempunyai lambang masing-masing.

f. Mempunyai tradisi tertulis dan tidak tertulis yang merumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku dan lain-lain. Tradisi tersebut merupakn dasar bagi lembaga itu.

2.1.3.2.Tujuan Lembaga Sosial

Lembaga sosial dibentuk oleh masyarakat dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok manusia, pada dasarnya mempunyai beberapa fungsi, diantaranya (Ary, 2010) :

a. Memberikan pedoman pada anggota-anggota masyarakat bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat yang bersangkutan.

b. Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan.

c. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control) artinya sistem pengawasan dari masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.

2.1.3.4.Fungsi Lembaga Sosial

Secara umum fungsi lembaga sosial dapat dibedakan atas dua bentuk yaitu (Ary, 2010):

a. Fungsi manifes (nyata)

(14)

dalam masyarakat. Lembaga ekonomi berfungsi mengatur sistem produksi, distribusi, dan konsumsi barang yang dibutuhkan oleh anggota masyarakat. b. Fungsi laten

Fungsi laten adalah fungsi lembaga sosial yang tidak disadari dan bukan menjadi tujuan utama banyak orang. Dengan kata lain, fungsi laten adalah fungsi yang tidak tampak di permukaan dan tidak diharapkan masyarakat, tetapi ada. Contoh dalam lembaga keluarga perkawinan dijadikan sarana untuk menutup rasa malu dari anggapan yang mengatakan bahwa orang yang tidak menikah berarti tidak laku. Dalam lembaga politik pemilu dijadikan sarana untuk mendapat kekuasaan semata karena dengan ekuasaan seseorang dapat menumpuk kekakayaan sebanyak-banyaknya.

2.1.3.5. Jenis-Jenis Lembaga Sosial

Kebutuhan manusia baik sebagai individu maupun kelompok sangat beranekaragam. Untuk itu bentuk lembaga juga bermacam-macam sesuai dengan fungsinya dalam memenuhi kebutuhan manusia yang beranekaragam tersebut.terdapat beberapa lembaga sosial pokok yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat seperti lembaga keluarga, lembaga ekonomi, lembaga pendidikan, lembaga politik, dan lembaga agama.

a. Lembaga Keluarga

(15)

b. Lembaga Ekonomi

Lembaga ekonomi adalah lembaga-lembaga berkisar pada lapangan produksi, distribusi, konsumsi (pemakaian) barang-barang dan jasa yang diperlukan bagi kelangsungan hidup masyarakat. Setiap pemenuhan kebutuhan tudak selamanya dapat dihasilkan masyarakat sendiri, adakalanya memerlukan masyarakat lain yang memiliki barang-barang yang dibutuhkan maka timbullah proses tukar menukar barang-barang kebutuhan tersebut, prosesnya dimulai dari sistem barter, kemudian menggunakan uang sebagai alat tukar yang sah, sesuai dengan harga yang disepakati.

c. Lembaga Politik

(16)

rakyat dan kesejahteraan umum dari berbagai tekanan dan dorongan pihak yang ingin mengacaukan.

d. Lembaga Pendidikan

Pendidikan sebenarnya hampir sama dengan proses sosialisasi terhadap anak, tetapi pendidikan sekolah selain proses sosialisasi juga mentransfer pengetahuan dasar dari setiap bidang ilmu atau menyosialisasikan kebudayaan kepada warga masyarakat terutama generasi muda, dengan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu pendidikan mempunyai tugas mempertahankan atau melakukan pelestarian terhadap sistem nilai-nilai yang berlaku, dan pendidikan dituntut dapat berperan penuh dalam mempercepat perubahan sosial. Nilai dan budaya diturunkan dari generasi ke generasi melalui pendidikan sekolah, berarti sekolah berbagai pranata formal adalh tempat untuk menyosialisasikan warisan nilai budaya, disamping pengetahuan kepada anak didik.

e. Lembaga Agama

Hubungan antara manusia maupun hubungan manusia dengan TuhanNya, dapat dikaji melalui sisiologi agama. Agama menurut sosiologi adalah suatu jenis sistem sosial yang dibuat oleh penganut – penganutnya yang berporos kepada kekuatan non empiris yang dipercayainya dan didayagunakan untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat luas pada umumnya.

Berdasarkan definisi agama tersebut maka diuraikan pengertiannya satu per satu meliputi berikut ini :

(17)

b. Agama berporos pada kekuatan – kekuatan non – empiris. Ungkapan ini hendak mengatakan bahwa agama memiliki ciri khas yang berurusan dengan dunia luar yang dihuni oleh kekuatan – kekuatan yang lebih tinggi daripada kekuatan manusia dan dipercayai sebagia arwah, roh, dan kekuatan supranatural.

c. Manusia mendayagunakan kekuatan – kekuatan tersebut untuk kepentingan dirinya sendiri. Yang dimaksud dengan kepentingan (keselamatan) ialah keselamatan di dunia sekarang ini dan keselamatan di alam lain (akhirat) yang dimasuki manusia sesudah kematiannya.

2.1.4. Gereja sebagai Lembaga Sosial

(18)

Sebagai institusi sosial, gereja memiliki:

a. sejarah dan struktur tertentu serta sepertangkat rumusan kepercayaan b. visi dan misi

c. tujuan

Sebagai lembaga sosial, Fungsi Gereja dapat diketahui dari sejauh mana Pendekatan Pelayanan Gereja sebagai Lembaga Sosial terhadap masyarakat (Wiyanto, 2008).

J. C. Sikkel pernah mengatakan bahwa “The church can live without

buildings, without diakonea the church dies”. Secara teologis ini berarti , bahwa diakonia adalah nafas gereja. Ia baru menjadi gereja bila ia melakukan diakonia (Patola, 2007).

Berbicara tentang kiprah pelayanan gereja dalam pemberdayaan anggotanya, bahkan sampai menyentuh kepentingan masyarakat luas, serta membangun kua- litas kehidupan manusia yang lebih baik, dapat digolongkan dalam tiga model pendekatan pelayanan karitatif, reformatif dan transformatif.

Institusi Sosial adalah suatu perkumpulan yang dilembangakan oleh undang-undang, adat atau kebiasaan atau juga dapat berarti perkumpulan, paguyuban, organisasi sosial yang berkenaan dengan masyarakat.

Perbedaan gereja dengan institusi sosial adalah gereja bersifat rohani dan institusi sosial bersifat duniawi.Persamaan gereja dan institusi sosial

a. Memiliki keanggotaan yang teratur b. Ada pengurus

(19)

e. Memiliki visi, misi, program kerja, angenda rapat 2.1.5.Diakonia

2.1.5.1.Pengertian

Secara harafiah, kata diakonia berarti memberi pertolongan atau pelayanan. Dalam bahasa Ibrani pertolongan, penolong, ezer dalam Kej. 2:18, 20; Mzm. 121:1. Diakonia dalam bahasa Ibrani disebut syeret yang artinya melayani. Dan dalam terjemahan bahasa Yunani, kata diakonia disebutkan diakonia (pelayanan), diakonein (melayani), dan diakonos (pelayan) ( Noordegraaf, 2004).

Pengertian diakonia sendiri diambil dari bahasa Yunani “Diakonein.”

Diakonein berarti melayani meja, melayani kebutuhan-kebutuhan fisik. Secara luas pada zaman itu diartikan menyiapkan makanan sebagai korban kepada dewa -dewi. Pada perkembangannya diakonia diartikan melayani dalam arti umum atau melayani kebutuhan jemaat. Diakonia adalah tindakan dari diakonein, sedangkan diakonos adalah orang yang melakukan diakonia (Surbakti, 2010).

(20)

memperdulikan orang Israel dan menyatakan keselamatan serta penebusan. Pembebasan ini bertujuan supaya bangsa yang sudah dibebaskan melayani Allah dalam kebebasannya dan menjawab kasih-Nya dengan belas kasih (Sihombing, 2013).

Dalam kebudayaan Yunani, kata diakonein dan diakonos memiliki arti yang luas dan tidak dapat diterjemahkan hanya dengna memakai bahasa Indonesia saja. Itu dapat merujuk kepada beberapa arti, yaitu (Sihombing, 2013):

a. Diakonia berarti suatu pekerjaan yang hina sifatnya, yang hanya dilakukan budak belian.

b. Diakonia adalah kewajiban para budak belian, yang harus dilakukannya tanpa pamrih. Itu berarti bahwa pelaku diakonia itu dituntut kesediaannya menanggung penderitaan demi pemuasan hati tuannya.

c. Diakonia adalah kesediaan memberikan tenaga pengolahan pertanian, peternakan, bongkar muat barang ke dalam kapal, bahkan menjadi tenga pendayung kapal layar.

Salah satu dari tri tugas gereja adalah diakonia (selebihnya marturia dan koinonia). Secara singkat, diakonia dapat berarti melayani. Tentu tidaklah sulit

bagi orang Kristen menemukan atau mendengar kata melayani atau pelayanan. Tanya saja kepada pendeta yang akan bertugas berkhotbah pada hari Minggu – kalau tidak salah – beliau akan menjawab “pelayanan”. Atau kepada mahasiswa teologi yang diberikan tugas pada kebaktian kampus-kalau tidak salah juga-baliau akan menjawab “melayani”.

(21)

berdiakonia memiliki makna yang dalam dan cukup menantang untuk dilakukan orang-orang Kristen. Dalam perspektif Perjanjian Baru, diakonia mendapat posisi penting sampai-sampai orang yang melaksanakan diakonia tersebut pun harus dipilih dan tugasnya pun diberikan khusus. Selain itu, masalah yang timbul juga adalah, mengapa ada beberapa Gereja yang tidak mempunyai diaken untuk mengerjakan tugas diakonia Gereja itu sendiri atau tugas itu dilimpahkan kepada para Penatua atau pendeta sendiri. Syarat-syarat untuk menjadi diaken (orang yang mengerjakan diakonia/ pelaku diakonia) harus ditetapkan (lih. Kis. 6:1-7).

Pelayanan diakonia sebenarnya tidak hanya dilakukan institusi gereja. Lembaga Swadaya Masyarakata (LSM) sudah amat akrab dengan pemberdayaan masyarakat, tanpa membedakan agama, golongan, suku. Bagi institusi gereja praktik berdiakonia dilakukan sebagai suatu "panggilan iman" untuk mewujudkan tatanan dunia yang lebih baik, damai sejahtera dapat dialami umat manusia, dibebaskan dari penderitaan, kelaparan dan mereka mendapatkan hak hidup yang layak.

Dari semua kata di atas yang artinya saling berkaitan, kelompok kata diakonein mempunyai nuansa khusus, mengenai pelayanan antarsesama yang sangat pribadi sifatnya. Kata-kata tersebut di atas di sana-sini menunjukkan arti diakonal. Ada hubungan antara liturgi dan diakonia, sementara therapeuo dalam arti perawatan orang sakit erat kaitannya dengan apa yang dimaksudkan dengan diakonia.

2.1.5.2.Bentuk-bentuk Diakonia Dalam Gereja

(22)

a. Diakonia Karitatif.

Diakonia karitatif mengandung pengertian perbuatan dorongan belas kasihan yang bersifat kedermawanan atau pemberian secara sukarela. Motivasi perbuatan karitatif pada dasarnya adalah dorongan prikemanusiaan yang bersifat naluriah semata-mata. Pelayanan gereja terutama pada tindakan-tindakan karitatif atau amal berdasar pada Mat. 25:31-36. Model ini merupakan model yang dilakukan secara langsung, misalnya orang lapar diberikan makanan (roti). Diakonia ini didukung dan dipraktikkan oleh instansi gereja karena dianggap dapat memberikan manfaat langsung yang segera dapat dilihat dan tidak ada risiko sebab didukung oleh penguasa. Diakonia jenis ini merupakan produk dan perkembangan dari industrialisaasi di Eropa dan Amaerika Utara pada abad ke-19

b. Diakonia Reformatif atau Pembangunan.

(23)

c. Diakonia Transformatif.

Dalam perspektif ini, diakonia dimengerti sebagai tindakan Gereja melayani umat manusia secara dimensional (roh, jiwa dan tubuh) dan juga multi-sektoral (ekonomi, politik, cultural, hukum dan agama). Diakonia bukan lagi sekedar tindakan-tindakan amal (walaupun perlu dan tetap dilakukan) yang dilakukan oleh Gereja melainkan tindakan-tindakan transformatif yang membawa manusia dengan sistem dan struktur kehidupannya yang menandakan datangnya Kerajaan Allah. Diakonia ini bukan hanya berarti memberi makan, minum, pakaian dan lain-lain, tetapi bagaimana bersama masyarakat memperjuangkan hak-hak hidup. Diakonia transformatif atau pembebasan boleh digambarkan dengan gambar mata terbuka. Artinya, diakonia ini adalah pelayanan mencelikkan mata yang buta dan memampukan kaki seseorang untuk kuat berjalan sendiri.

2.1.5.3.Tujuan Diakonia

(24)

diakonia mempunyai fungsi kritis dalam jemaat maupun di dalam masyarakat (Sihombing, 2013)

2.1.5.4. Pemberdayaan Fungsi Sosial Gereja

Tinjauan norma-norma atau pendapat bagaimana semestinya orang bertindak merupakan suatu pokok bahasan terpenting saat membicarakan lembaga sosial. Hal itu karena dalam memenuhi kebutuhan masyarakat melalui lembaga -lembaga sosial yang dibentuk oleh masyarakat itu sendiri ada tuntutan bahwa prosedurnya harus sesuai dengan norma yang diakui bersama.

Dengan memerhatikan jenis norma yang menjadi landasan lembaga sosial, maka dapat dijelaskan pola perilaku, pendukung, dan peralatan yang dipergunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehubungan dengan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, maka lembaga sosial secara umum mempunyai fungsi berikut ini.

a. Memberikan pedoman bagi anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku di masyarakat, terutama yang menyangkut pemenuhan kebutuhan pokok manusia.

(25)

c. Memberikan pedoman kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (kontrol sosial). Kontrol sosial dalam suatu lembaga sosial dapat dilakukan melalui berikut ini.

Pemberdayaan Fungsi sosial gereja yang dilakukan bersifat kompleks, artinya bahwa gereja sebagai lembaga agama memiliki fungsi dan tanggungjawab antara lain ::

1. Pelayanan /Bimbingan Mental

Bimbingan mental ini dilakukan secara intensif oleh pihak gereja kepada para penghuni Rumah Singgah Pemulihan Anak Indonesia Gereja Bethel Indonesia di Medan.. Bagian ini merupakan bagian yang sangat penting guna menumbuhkan rasa percaya diri serta spiritualitas penghuni Rumah Singgah. Karena pada dasarnya mereka memiliki semangat dan rasa percaya diri yang selama ini tersimpan jauh di dalam dirinya. Selain itu mereka juga mempunyai potensi yang cukup besar, hanya saja belum memiliki penyaluran atau sarana penghantar dalam memanfaatkan potensi-potensi tersebut.

2. Pelayanan/Bimbingan Kesehatan

(26)

3. Pelayanan/Bimbingan Ketertiban

Bimbingan ketertiban ini diisi oleh departemen Diakonia Rumah Singgah Pemulihan Anak Indonesia Gereja Bethel Indonesia di Medan), dengan tujuan memberikan pengarahan tentang tata tertib lalu lintas, serta peraturan di jalan raya, sehingga para Rumah Singgah tidak lagi berkeliaran dijalan raya, karena keberadaan mereka di jalanan sangat mengganggu keamanan serta ketertiban lalu lintas.

4. Pelayanan/Bimbingan Keagamaan

Bimbingan keagamaan dilakukan secara intensif oleh pihak departemen Diakonia Rumah Singgah Pemulihan Anak Indonesia Gereja Bethel Indonesia di Medan, guna untuk menguatkan kembali keimanan..mereka diberikan pembinaan setiap hari selasa oleh gereja Betani dan Gereja persatuan masyarakat kota.

2.2.Fungsi Gereja dalam Pemberdayaan Agama dalam Masyarakat

Dalam hal fungsi, masyarakat dan agama itu berperan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat dipecahakan secara empiris karena adanya keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian. Oleh karena itu, diharapkan agama menjalankan fungsinya sehingga masyarakat merasa sejahtera, aman, stabil, dan sebagainya. Agama dalam masyarakat bisa difungsikan sebagai berikut (Bennydaniarsa, 2011) :

1. Fungsi Edukatif

(27)

2. Fungsi Penyelamatan

Bahwa setiap manusia menginginkan keselamatan baik dalam hidup sekarang ini maupun sesudah mati. Jaminan keselamatan ini hanya bisa mereka temukan dalam agama. Agama membantu manusia untuk mengenal sesuatu “yang

sakral” dan “makhluk teringgi” atau Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya.

Sehingga dalam yang hubungan ini manusia percaya dapat memperoleh apa yang ia inginkan. Agama sanggup mendamaikan kembali manusia yang salah dengan Tuhan dengan jalan pengampunan dan Penyucian batin.

3. Fungsi Pengawasan sosial (social control) Fungsi agama sebagai kontrol sosial yaitu :

a. Agama meneguhkan kaidah-kaidah susila dari adat yang dipandang baik bagi kehidupan moral warga masyarakat.

b. Agama mengamankan dan melestarikan kaidah-kaidah moral ( yang dianggap baik ) dari serbuan destruktif dari agama baru dan dari system hukum Negara modern.

4. Fungsi Memupuk Persaudaraan

Kesatuan persaudaraan berdasarkan kesatuan sosiologis ialah kesatuan manusia-manusia yang didirikan atas unsur kesamaan.

a. Kesatuan persaudaraan berdasarkan ideologi yang sama, seperti liberalism, komunisme, dan sosialisme.

(28)

c. Kesatuan persaudaraan atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi karena dalam persatuan ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja melainkan seluruh pribadinya dilibatkan dalam satu intimitas yang terdalam dengan sesuatu yang tertinggi yang dipercayai bersama 5. Fungsi Transformatif.

Fungsi transformatif disini diartikan dengan mengubah bentuk kehidupan baru atau mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat.

Sedangkan menurut Thomas F. O’Dea menuliskan enam fungsi agama dan masyarakat yaitu:

a. Sebagai pendukung, pelipur lara, dan perekonsiliasi.

b. Sarana hubungan transendental melalui pemujaan dan upacara c. Ibadat.

d. Penguat norma-norma dan nilai-nilai yang sudah ada. e. Pengoreksi fungsi yang sudah ada.

f. Pemberi identitas diri. g. Pendewasaan agama.

(29)

2.3.Kemiskinan 2.3.1.Pengertian

Suatu situasi atau kondisi yang dialami oleh seseorang atau kelompok orang yang gtidak mampu menyelenggarakan sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi. (Parwoto,2011)

Keadaan serba kekurangan harta benda dan benda berharga yang diderita oleh seseorang atau sekelompok orang yang hidup dalam lingkungan serba miskin atau serba kekurangan modal, uang, pengetahuan, kekuatan sosial, fisik, hokum, maupun akses terhadap fasilitas pelayanan umum, kesempatan kerja dan berusaha. ( Suparlan, 2000).

Kemiskinan mempunyai banyak sisi ekonomi sosial politik. (Harris-White, 2005). Secara ekonomi penduduk miskin tidak memiliki apa-apa (giving-nothing), secara sosial tidak memiliki apa-apa (being-nothing), dan secara politik mereka tidak memperoleh hak kecuali korban pembangunan (having no rights and being wrong) karena multidimensi, kemiskinan itu ibarat kecantikan yang didefinisikan berbeda oleh orang yang melihatnya.

(30)

ketakutan dan kecurigaan serta sikap apatif dan fatalistik, dan (5) ketidakmampuan membebaskan diri dari mental dan budaya miskin serta senantiasa merasa mempunyai martabat dan harga diri yang rendah.

2.3.2. Ciri-ciri kemiskinan

Ciri-ciri kemiskinan menurut rumah tangga miskin di Indonesia berdasarkan hasil penelitian oleh Tjiptohedjanto dalam Yuanita Harahap (2006) adalah sebagai berikut:

a. Pada umumnya memiliki jumlah anggota rumah tangga yang besar. b. Kepala rumah tangga merupakan pekerja rumah tangga.

c. Tingkat pendidikan kepala dan anggota rumah tangga rendah. d. Sering berubah pekerjaan.

e. Sebagian besar mereka yang telah bekerja namun masih menerima tambahan pekerjaan lain bila ditawarkan.

f. Sumber penghasilan pertama dari sektor pertanian

2.3.3.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan menurut para Ahli.

Setiap permasalahan timbul pasti karna ada faktor yang mengiringinya yang menyebabkan timbulnya sebuah permasalahan, begitu juga dengan masalah kemiskinan yang dihadapi oleh negara indonesia.

Kartasasmita dalam Rahmawati (2006) mengemukakan bahwa, kondisi kemiskinan dapat disebabkan oleh sekurang-kurangnya empat penyebab, diantaranya yaitu :

1. Rendahnya Taraf Pendidikan

(31)

Taraf pendidikan yang rendah juga membatasi kemampuan seseorang untuk mencari dan memanfaatkan peluang.

2. Rendahnya Derajat Kesehatan

Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir dan prakarsa.

3. Terbatasnya Lapangan Kerja

Selain kondisi kemiskinan dan kesehatan yang rendah, kemiskinan juga diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan.

4. Kondisi Keterisolasian

Banyak penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati

Referensi

Dokumen terkait

Sumber data dalam penelitian ini berupa dokumen tentang kebijakan olahraga, observasi, dan hasil wawancara dengan Bupati Sukoharjo, Kasi Olahraga Dinas Pemuda,

Tingkat efisiensi biaya produksi suatu perusahaan dapat diukur dengan berapa banyak bahan baku, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik yang digunakan

kebijakan (gugus struktur dominasi), dan keleluasaan pemerintah pusat memberi ‘reward’ dan ‘sanksi’ (gugus struktur legitimasi) kesemuanya dapat dikendalikan oleh

Akan tetapi di Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) yang memerankan kamar kedua dalam lembaga perwakilan Indonesia, sering kali tidak dapat

GROUPS AFFECT INDIVIDUAL PERFORMANCE ( SOCIAL FACILITATION to SOCIAL LOAFING)..  Social facilitation :

: suatu prinsip yang abstrak dan umum yang berkaitan dengan pola tingkah laku suatu budaya atau masyarakat tertentu, yang mendapat tempat melalui proses

Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah memperoleh gambaran mengenai pedagogical content knowledge (PCK) guru ekonomi, tingkat kemampuan kognitif siswa pada mata

Adapun perbedaan bada>’ dengan naskh adalah: walaupun kedua sama- sama membatalkan hukum yang telah ada dan diganti degan hukum yang baru, tetapi bada>’ tidak