2.1Tinjauan Pustaka
2.1.1 Karakteristik Beras
Menurut Yoshida (1981) dalam Makarim dan Suhartantik (2009), beras dalam
pengertian sehari–hari adalah gabah yang bagian kulitnya sudah dibuang dengan
cara digiling dan disosoh. Gabah yang hanya terkupas bagian kulit luarnya
(sekam) disebut beras pecah kulit (brown rice). Sedangkan beras pecah kulit yang
seluruh atau sebagian dari kulit arinya telah dipisahkan dalam proses penyosohan,
disebut beras giling (milled rice).
Beras memiliki kandungan amilosa yang relatif tinggi.Amilosa adalah rangkaian
dari unit-unit gula (glukosa) yang menyusun molekul-molekul besar dari pati
beras.Kandungan amilosa ini mempengaruhi 65 persen rasa nasi, kepulenan nasi,
sifat pemekaran volume beras, dan cepatnya nasi mengeras setelah dimasak.
Semakin kecil kadar amilosa beras, maka nasi akan semakin pulen, semakin tidak
mekar, dan semakin lama menjadi keras satelah dingin. Berdasarkan hal tersebut,
maka beras ketan memiliki kadar amilosa sangat rendah (1-2 persen), sedangkan
beras yang kadar amilosanya lebih besar dari 2 persen disebut beras bukan ketan
atau beras biasa (Astuti, 2008).
Berdasarkan kandungan amilosanya, beras bukan ketan digolongkan menjadi 4
golongan, yaitu beras beramilosa tinggi (25 – 33 persen), beras beramilosa sedang
(20-25 persen), beras beramilosa rendah (9-20 persen) dan beras dengan kadar
sampai tinggi, sedangkan pada japonika kandungan amilosanya rendah sampai
sedang.
Ukuran beras secara umum digolongkan atas butir sangat panjang (> 7mm),
panjang (6-6,9 mm), sedang (5-5,9 mm) dan pendek (< 5 mm). Sedangkan
bentuknya digolongkan menjadi tiga tipe, yaitu lonjong (ramping), sedang, dan
bulat.Di pasaran internasional, beras ukuran panjang mempunyai preferensi yang
tinggi serta memberikan perbedaan harga yang jelas.Berbeda dengan di Indonesia,
ukuran biji beras tidak memberikan perbedaan terhadap harga beras (Damardjati,
1995).
2.2Landasan Teori
2.2.1 Konsumen dan Perilaku Konsumen
Konsumen adalah orang yang melakukan tindakan menghabiskan nilai barang dan
jasa setelah mengeluarkan sejumlah biaya.Tujuan utama dari mengkonsumsi
barang dan jasa adalah untuk memenuhi kebutuhan dan diukur sebagai kepuasan
yang diperoleh.Besarnya kepuasan konsumen diukur dari sejumlah nilai yang
diperoleh dari mengkonsumsi suatu barang dan jasa terhadap biaya yang
dikeluarkan (Kotler, 2000).
Menurut Engel et al. (1994) perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung
terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa,
termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.
Sedangkan menurut Simamora (2004), perilaku konsumen adalah proses
pengambilan keputusan yang mensyaratkan aktivitas individu yang mengevaluasi,
2.2.2 Karakteristik Konsumen
Karakteristik konsumen menurut Sumarwan (2004) meliputi pengetahuan dan
pengalaman konsumen, kepribadian konsumen, dan karakteristik demografi
konsumen.Konsumen yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak
mengenai produk mungkin tidak termotivasi untuk mencari informasi, karena
konsumen sudah merasa cukup dengan pengetahuannya untuk mengambil
keputusan. Konsumen yang mempunyai kepribadian sebagai seorang yang senang
mencari informasi, (information seeker) akan meluangkan waktu untuk mencari
informasi lebih banyak. Pendidikan adalah salah satu karakteristik demografi yang
penting. Konsumen yang berpendidikan tinggi cenderung mencari informasi yang
banyak mengenai suatu produk sebelum ia memutuskan untuk membelinya.
Karakteristik konsumen yang berguna untuk mengetahui segmentasi pasar dapat
dibagi dalam empat kategori yaitu demografi, perilaku, profil psikografi, dan
karakteristik kepribadian. Ukuran demografi konsumen yang terdiri dari usia,
jenis kelamin, pendapatan, agama, status perkawinan, pendidikan, etnik dan
kebangsaan, memiliki dua manfaat penting dalam proses segmentasi. Pertama, hal
itu dapat digunakan baik secara terpisah maupun dikombinasikan untuk
mengembangkan berbagai subbudaya dimana para anggotanya saling berbagi
nilai, kebutuhan, ritual, dan perilaku tertentu.Contohnya kombinasi pendidikan,
pekerjaan, dan pendapatan, dapat dipergunakan untuk mengembangkan kelas
sosial konsumen.Manfaat kedua, variabel demografi dapat digunakan untuk
menggambarkan para konsumen yang diklasifikasikan menjadi segmen melalui
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsi beras adalah
sebagai berikut:
1. Tingkat Pendapatan
Pada umumnya jika tingkat pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan
cenderung membaik juga (Suhardjo, 2008).
Keluarga yang tergolong mampu dalam setiap masyarakat mempunyai persediaan
pangan yang mencukupi bahkan berlebih untuk sepanjang tahun, sedangkan pada
keluarga kurang mampu pada masa-masa tertentu sering mengalami kurang
pangan. Hal ini menyangkut dalam peluang mencari nafkah (Sajogyo dkk, 1994).
Tingkat pendapatan yang nyata dari keluarga menentukan jumlah dan kualitas
makanan yang diperoleh.Pada tingkat pendapatan yang rendah sumber energi
utama diperoleh dari padi-padian, umbi-umbian dan sayur(Suhardjo, 2008).
Pendapatan rumah tangga sangat besar pengaruhya terhadap tingkat
konsumsi.Biasanya makin baik (tinggi) tingkat pendapatan, tingkat konsumsi
semakin tinggi.Karena ketika tingkat pendapatan meningkat, kemampuan rumah
tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi menjadi makin besar.Atau
mungkin juga pola hidup makan konsumtif, setidak-tidaknya semakin menuntut
kualitas yang baik. Contoh yang amat sederhana adalah jika pendapatan sang ayah
masih sangat rendah, biasanya beras yang dipilih untuk konsumsi juga beras kelas
rendah/menengah (Khoirina, 2011).
2. Jumlah Anggota Keluarga
Menurut Suhardjo (1996), sumber pangan keluarga terutama mereka yang miskin
makan jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar
mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluargatersebut,
tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar
tersebut.
3. Usia
Sumarwan (2004) berpendapat bahwa semua penduduk berapapun usianya adalah
konsumen. Oleh karena itu, pemasar harus memahami distribusi usia penduduk
dari suatu wilayah yang akan dijadikan target pasarnya. Perbedaan usia akan
mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap produk. Usia merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi preferensi dan persepsi konsumen dalam
proses keputusan untuk menerima sesuatu yang baru, baik produk maupun jasa.
Seseorang yang berusia relatif muda, akan lebih cepat menerima sesuatu yang
baru.
4. Kondisi Kesehatan
Penyakit menahun yang disebabkan oleh penyakit degeneratif seperti diabetes
melitus meningkat sangat tajam. Perubahan pola penyakit ini diduga berhubungan
dengan cara hidup yang berubah. Pola makan di kota-kota telah bergeser dari pola
makan yang tradisional yang banyak mengandung karbohidrat dan serat dari
sayuran berubah menjadi pola makan yang kebarat-baratan dan sedikit
serat.Komposisi makanan yang tinggi lemak, garam, dan sedikit serat pada
makanan siap saji, pada akhir-akhir ini sangat digemari di kalangan masyarakat
5. Pendidikan
Menurut Sumarwan (2004), pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan seorang
konsumen. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangan
responsif terhadap informasi, pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam
pilihan produk maupun merek. Pendidikan yang berbeda akan menyebabkan
selera konsumen yang berbeda pula. Pendidikan yang rendah juga akan
mencerminkan jenis pekerjaan dan pendapatan serta daya beli konsumen tersebut.
2.2.3 Preferensi Konsumen
Menurut Kotler (2000), preferensi konsumen didefinisikan sebagai suatu pilihan
suka atau tidak suka oleh seseorang terhadap produk (barang dan jasa) yang
dikonsumsi. Preferansi konsumen menunjukkan kesukaan dari berbagai pilihan
produk yang ada.Teori preferensi digunakan untuk menganalisis tingkat kepuasan
bagi konsumen. Misalnya ada konsumen yang ingin mengkonsumsi produk
dengan sumberdaya terbatas, maka ia harus memilih alternatif sehingga nilai guna
atau utilitas yang diperoleh mencapai optimal.
Preferensi konsumen dapat diketahui dengan mengukur tingkat kegunaan dan nilai
relatif penting setiap atribut yang terdapat pada suatu produk.Atribut fisik yang
ditampilkan pada suatu produk dapat menimbulkan daya tarik pertama yang dapat
mempengaruhi konsumen.Penilaian terhadap produk menggambarkan sikap
konsumen terhadap produk tersebut dan sekaligus dapat mencerminkan perilaku
konsumen dalam membelanjakan dan mengkonsumsi suatu produk.
Konsumen memiliki sikap berbeda-beda dalam menimbang atribut yang dianggap
memberikan manfaat-manfaat yang dicarinya. Pasar sebuah produk sering
disegmentasikan berdasarkan atribut yang menonjol dalam kelompok konsumen
yang berbeda (Kotler, 2000).
2.2.4Teori Kepuasan Konsumen
Kepuasan adalah penilaian terhadap penampilan dan kinerja barang atau jasa,
apakah dapat memenuhi tingkat keinginan, hasrat, kebutuhan, harapan dan tujuan
yang sesuai.Artinya kepuasan konsumen adalah sebagai suatu keadaan dimana
kebutuhan, keinginan dan harapan konsumen dapat terpenuhi melalui barang atau
jasa yang dibeli atau dikonsumsi. Teori yang menjelaskan bagaimana kepuasan
atau ketidakpuasan konsumen terbentuk adalah the expectancydisconfirmation
model, yang mengemukakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasankonsumen
merupakan dampak dari perbandingan antara harapan konsumen sebelum
pembelian dengan apa yang sesungguhnya diperoleh konsumen dari produk yang
dibeli tersebut (Sumarwan, 2004).
Berdasarkan fungsinya, produk dibagi menjadi tiga.Pertama, produk yang
berfungsi lebih baik dari yang diharapkan, disebut sebagai diskonfirmasi positif
(positive disconfirmation). Jika ini terjadi, maka konsumen akan merasa puas.
Kedua, produk berfungsi seperti yang diharapkan, inilah yang disebut sebagai
konfirmasi sederhana (simple confirmation). Produk tersebut tidak memberikan
rasa puas, dan produk tersebut pun tidak mengecewakan konsumen. Konsumen
akan memiliki perasaan netral. Ketiga, produk berfungsi lebih buruk dari yang
diharapkan, inilah yang disebut sebagai diskonfirmasi negatif (negative
konsumen akan menyebabkan kekecewaan, sehingga konsumen merasa tidak
puas.
Menurut Kotler (2001), menyatakan bahwa terdapat ciri-ciri konsumen yang
merasa puas. Ciri-ciri tersebut antara lain yaitu loyal terhadap produk, adanya
komunikasi dari mulut ke mulut yang bersifat positif (rekomendasi kepada calon
konsumen lain dan mengatakan hal-hal yang baik mengenai produk dan
perusahaan), dan perusahaan menjadi pertimbangan utama ketika membeli merek
lain.
Empat metode yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan konsumen,
yaitu(Kotler, 2001):
1. Sistem Keluhan dan Saran
2. Ghost Shopping
3. Lost Consumer Analysis
4. Survey Kepuasan Pelanggan
Terdapat tujuh alasan utama mengapa perlu melakukan pengukuran kepuasan
konsumen, yaitu(Gerson, 2008) :
1. Untuk mempelajari persepsi konsumen.
2. Untuk menentukan kebutuhan, keinginan, persyaratan dan harapan konsumen.
3. Untuk menutup kesejahteraan.
4. Untuk memeriksa apakah peningkatan mutu pelayan dan kepuasan konsumen
sesuai dengan harapan anda atau tidak.
5. Kenapa peningkatan kinerja membawa peningkatan laba.
kemudian.
7. Untuk menerapkan proses perbaikan berkesinambungan.
2.3Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang pengaruh karakteristik dan preferensi konsumen terhadap
jumlah konsumsi beras telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti
terdahulu.Penelitian tersebut dapat digunakan sebagai rujukan yang relevan bagi
penelitian ini.Untuk pemaparan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul Identifikasi Masalah
Preferensi dan Kepuasan Konsumen Terhadap Beras Di Kecamatan Mulyorejo
Surabaya Jawa Timur
1. Mengkaji karakteristik s preferensi konsumen
terhadap atribut-atribut beras
4.Menganalisi s kepuasan konsumen
terhadap atribut-atribut beras
5. Menyusun rekomendasi bauran
Penelitian ini menggunakan analisis
deskriptif untuk meringkas dan mempermudah pemahaman mengenai karakteristik
dan proses pengambilan
keputusan dalam
pembelian beras oleh responden. Selain itu, digunakan juga Important&Perf ormance
Analisis (IPA) dan Customer Satisfaction
Index (CSI) untuk melihat preferensi dan kepuasan
konsumen terhadap atribut-atribut
Hasil dari analisis
karakteristik responden
adalah sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan,
telah menikah, pekerjaan ibu rumah tangga, bersuku Jawa, dan berada dalam usia matang sebagai pengambil
keputusan
terkait dengan konsumsi beras. Beberapa
perbedaan karakteristik responden berdasarkan
kelas sosial terkait tingkat pendidikan dan pendapatan
Peneliti Judul Identifikasi
yang sesuai berdasarkan studi perilaku konsumen
beras. bulan. Semakin
tinggi kelas sosial, tingkat pendidikan dan rata-rata
pendapatan per bulan
keluarganya
akan semakin tinggi. Hal ini mempengaruhi
Analisis Pola Konsumsi
Pangan Di Provinsi Jawa Barat
1.Bagaiman pola konsumsi pangan
sumber karbohidrat dan protein menurut tipe daerah?
2.Bagaimana pola konsumsi pangan
sumber karbohidrat dan protein menurut golongan pengeluaran? 3. Bagaimana tingkat dan keanekaragam an konsumsi pangan
menurut
tipe daerah dan golongan pengeluaran?
Pengolahan data dilakukan
Pangan dan Gizi” yang dikembangkan
oleh Heryatno, Baliwati,
Martianto, & Herawati 2004 dan program komputer
Microsoft Excel, kemudian dianalisis secara deskriptif
Konsumsi beras masih
mendominasi pola konsumsi sumber
karbohidrat,
baik di pedesaan,
perkotaan, maupun wilayah jawa barat. Apabila dilihat dari tipe daerah terlihat bahwa rata-rata
konsumsi beras rumah tangga di pedesaan lebih tinggi dari perkotaan.
Selain itu, terigu juga menjadi pola konsumsi pangan sumber karbohidrat di pedesaan,
perkotaan
Peneliti Judul Identifikasi
Tingkat dan Pola Konsumsi Beras
Masyarakat
Kota Medan Serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
nya (Studi Kasus : Perumahan
Taman Setia Budi Indah (TASBI)
Kelurahan
Tanjung Sari Kecamatan Kota Medan di
daerah penelitian. 2.Untuk mengetahui pola konsumsi beras
masyarakat Kota Medan di daerah
penelitian. 3.Untuk Kota Medan yang dilihat dari frekuensi makan nasi di
dengan metode Sampling
Kuota. Sistem pengambilan sampel dilakukan
secara simple random
sampling (secara acak).
Dari hasil penelitian
diperoleh bahwa Kebutuhan
beras di masyarakat
Kelas Bawah lebih besar dibandingkan
dengan
kebutuhan beras masyarakat Kelas
Menengah dan Kelas Atas; pola konsumsi beras responden di kelas atas lebih kecil baik itu pada waktu sarapan, makan siang maupun makan malam jika
dibandingkan
dengan pola makanan di kelas menengah dan bawah; dan faktor-faktor sosial ekonomi (tingkat
pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan, usia, harga beras dan frekuensi konsumsi
makanan
pengganti beras) secara serempak tidak
Peneliti Judul Identifikasi pola konsumsi beras responden (frekuensi
konsumsi nasi). Sedangkan
secara parsial, faktor sosial ekonomi yang berpengaruh
secara nyataadalah harga beras.
Agung Provinsi DKI Jakarta
1. Bagaimana pola konsumsi pangan di DKI Jakarta? 2. Faktor-faktor apa saja yang
Pengolahan data yang diperoleh dilakukan
pengolahan data yang
dilakukan
adalah editing, cleaning, dan analisis. Proses cleaning
dilakukan
terhadap data berat badandan konsumsi yang tidak lengkap serta sampel yang
sesuai dengan kriteria inklusi dan
konsumsi energi rumah tangga sebesar 1500 ±711.48
kkal/kap/hari, sedangkan
untuk protein sebesar 50.82 ± 27.10
g/kap/hari. Tingkat Konsumsi
Energi (TKE) sebagian besar rumah tangga (53.1%)
termasuk dalam kategori defisit tingkat
sebagian besar (47.2%)
termasuk dalam kategori normal dan
lebih.Kualitas konsumsi
Peneliti Judul Identifikasi Masalah
Metode Analisis
Hasil Penelitian deskriptif, uji
normalitas, serta
korelasiSpearm an.
Jakarta masih rendah, ditandai dengan skor PPH sebesar
76.6 masih jauh dari standar pelayanan
minimal (SPM) sebesar 90 dan skor ideal
100.
Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman tidak ada hubungan (p>0.05)
antara
pendidikan ibu rumah tangga, besar keluarga dan pengeluaran pangan
rumah tangga dengan TKE dan TKP rumah tangga.
2.4 Kerangka Pemikiran
Konsumsi beras rata-rata di Sumatera Utara pada tahun 2009 sebesar 134,13,
sedangkan pada tahun 2013 sebesar 131,46. Konsumsi beras rata-rata perkapita di
Kota Medan sebesar 134 kg/kapita bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan
konsumsi beras rata-rata nasional sebesar 114 kg/kapita, data ini diperoleh
berdasarkan data BPS/Kemendag.
Jumlah konsumsi dan preferensi konsumen terhadap beras berbeda-beda.
akandibeli oleh konsumen. Bagaimana perbedaan karakteristik dan preferensi
konsumen akan dikaji dalam kajian ini secara komprehensif.
Kajian ini membagi konsumen dalam karakteristik yang bervariasi yakni
berdasarkan usia, pendapatan, jumlah anggota keluarga, kondisi kesehatan, dan
pendidikan.Pada umumnya jika tingkat pendapatan naik, jumlah dan jenis
makanan cenderung membaik juga.Pada tingkat pendapatan yang rendah sumber
energi utama diperoleh dari padi-padian, umbi-umbian dan sayur.
Sumber pangan keluarga, terutama mereka yang miskin akan lebih mudah
memenuhi kebutuhan makanannya jika yang harus diberi makan jumlahnya
sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup
untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluargatersebut, tetapi tidak cukup
untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut.
Dilihat dari segi usia, perbedaan usia akan mengakibatkan perbedaan selera dan
kesukaan terhadap produk. Dengan demikian perbedaaan usia juga akan
mempengaruhi perbedaan jumlah konsumsinya. Begitu juga dengan kondisi
kesehatan, konsumsi beras erat kaitannya dengan penyakit diabetes militus dan
kolesterol, perubahan kesehatan mengakibatkan terjadinya perubahan dalam
mengkonsumsi nasi (beras).
Tingkat pendidikan terhadap jumlah konsumsi konsumen. Hal ini dikarenakan
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin baik pula jenis
pekerjaannya, dan ini akan mempengaruhi tingkat pendapatannya. Tingkat
jumlah yang di konsumsi oleh konsumen. Selain itu, pendidikan juga
mempengaruhi pengetahuan konsumen tentang produk beras.
Preferensi konsumen terhadap beras akan dianalisis berdasarkan atribut-atribut
beras yakni jenis beras, kepulenan, aroma, daya tahan, harga, bentuk beras,
kemasan, dan lokasi pembelian. Kedua variabel tersebut akan dianalisis
pengaruhnya terhadap jumlah konsumsi beras. Secara rinci kerangka kajian ini
digambarkan dalam Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Konsumen Beras
Jumlah Konsumsi Beras
Karakteristik Konsumen Preferensi Konsumen
Terhadap Beras
Jenis Beras
Daya Tahan
Harga
Lokasi Pembelian Aroma Usia
Jumlah Anggota Keluarga
Kondisi Kesehatan Pendapatan
Pendidikan
Kepulenan
Bentuk Beras
Kemasan
Keterangan :
2.5 Hipotesis
1. Karakteristik konsumen yaitu usia, pendapatan, jumlah anggota keluarga,
kondisi kesehatan, dan pendidikan berpengaruh nyata secara parsial dan
serempak terhadap jumlah konsumsi beras.
2. Preferensi konsumen terhadap beras yaitu jenis beras, kepulenan, aroma, daya
tahan, harga, bentuk beras, kemaasan dan lokasi pembelian memiliki