• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Persepsi Mutu Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien di Puskesmas Simpang Limun Tahun 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Persepsi Mutu Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien di Puskesmas Simpang Limun Tahun 2017"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepuasan Pelanggan/ Pasien

Gerson (2002), Kotler (2002), dan Tjiptono (2000) menyatakan kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Bila kinerja dibawah harapan, pelanggan kecewa. Bila kinerja sesuai harapan, pelanggan puas dan bila kinerja melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas, senang atau gembira. Harapan pelanggan dibentuk oleh pengalaman pembelian terdahulu, komentar teman dan kenalannya serta janji dan informasi yang ada.

Dalam pelayanan kesehatan istilah pasien sudah baku dan lebih tepat digunakan dibandingkan dengan klien, pemakai, konsumen atau pelanggan. Menurut Iskandar (1998), pasien adalah orang sakit yang dirawat dokter dalam pelayanan kesehatan. Pasien memiliki harapan memperoleh perawatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan atas dasar kemampuan dan kecakapan menerapkan ilmu dan teknologi kesehatan. Dengan demikian kepuasan adalah suatu fungsi dan perbedaan antar penampilan yang dirasakan dan harapan. Ada tiga tingkat kepuasan bila penampilan kurang dari harapan, pelanggan tidak dipuaskan. Bila penampilan sebanding dengan harapan, pelanggan puas. Apabila penampilan melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang.

(2)

1. Pendekatan dari perilaku petugas, perasaan pasien terutama saat pertama datang.

2. Mutu informasi yang diterima, seperti apa yang dikerjakan, apa yang diharap. 3. Prosedur perjanjian.

4. Waktu tunggu.

5. Fasilitas umum yang tersedia.

6. Outcome terapi dan perawatan yang diterima 2.2 Pengukuran Kepuasan Pasien

Menurut Kottler (2002), terdapat 4 metode untuk mengukur kepuasan pelanggan:

1. Sistem keluhan dan saran

Setiap perusahaan atau organisasi yang berorientasi kepada pelanggan (customer oriented) memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat dan keluhan mereka. Media yang digunakan adalah melalui kotak saran yang dapat diletakkan ditempat-tempat strategis yang mudah dijangkau, menyediakan kartu komentar yang bisa diisi langsung.

2. Ghost shoping

Cara ini mempekerjakan beberapa orang yang berperan atau bersikap sebagai pembeli potensial kemudian melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan dari organisasi maupun pesaingnya.

(3)

Dengan cara ini organisasi (Puskesmas) menghubungi para pelanggan yang telah berhenti menggunakan jasa layanan dan mencari tahu alasan hal tersebut. Peningkatan kehilangan pelanggan/pasien lama menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggan.

4. Survei kepuasan pelanggan

Apabila pelanggan tidak puas terhadap suatu produk, kebanyakan pelanggan beralih keproduk lain daripada menyampaikan keluhannya, karena itu perusahaan tidak dapat menggunakan banyaknya keluhan sebagai ukuran kepuasan pelanggan. Perusahaan yang tanggap akan selalu mengukur kepuasan pelanggannya. Dari hasil pengukuran, perusahaan akan mendapat umpan balik secara langsung dari pelanggan.

Survei dapat dilakukan dengan cara: 1. Pengukuran secara langsung

Pelanggan diberi daftar pertanyaan secara langsung dan diminta untuk menjawab.

2. Derived satisfaction

Pelanggan diberi pertanyaan menyangkut 2 hal utama, yakni mengenai seberapa besar harapan mereka dan besarnya kinerja yang mereka rasakan. 3. Problem analysis

(4)

4. Importance-performance analysis

Responden diminta untuk membuat ranking dari berbagai elemen pelayanan. Ukuran pembuatan ranking ini didasari oleh kepentingan elemen dimata pelanggan serta seberapa baik kinerja perusahaan dalam memenuhi elemen tersebut.

Menurut Tjiptono (2000) terdapat 5 langkah pengukuran kepuasan pelanggan dengan cara survei :

1. Penetapan tujuan

Langkah pertama yang dilakukan dalam membuat suatu survey pelanggan adalah menentukan terlebih dahulu tujuan dari survei tersebut.

2. Seleksi metode

Langkah kedua yaitu dengan memilih metode pengumpulan data yang akan digunakan. Pemilihan didasari oleh kelompok pelanggan yang dijadikan target serta informasi yang ingin didapat sesuai kebutuhan.

3. Pengumpulan dan penyimpanan data

Dalam pembuatan instrumen pengumpulan data harus dihindari kesalahan dalam pengukuran sebelum digunakan instrumen harus diujicobakan reliabilitas dan validitasnya. Disarankan agar segala informasi yang telah didapat disimpan dalam customer information system.

4. Analisis data dan presentasi

Instrumen yang telah diuji diterapkan untuk melakukan pengukuran kepuasan pelanggan.

(5)

Pengukuran kepuasan pelanggan harus senantiasa dilakukan untuk meninjau kembali kinerja untuk meningkatkan kualitas dimasa mendatang.

Parasuraman (1990) mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang ia rasakan dengan harapannya. Sedangkan Kotler (2002) Kepuasan konsumen adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya. Supranto (1997) mengemukakan bahwa pelanggan merupakan kinerja suatu barang-barang/ jasa sekurang-kurangnya sama dengan apa yang diharapkan. 2.3 Manfaat Kepuasan

Menurut Tjiptono (2005) adanya kepuasan pelanggan/pasien dapat memberikan beberapa manfaat diantaranya :

1. Hubungan antara pemberi pelayanan dan pelanggan menjadi harmonis. 2. Memberikan dasar yang baik bagi kunjungan ulang pasien.

3. Dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan/pasien.

4. Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan pemberi pelayanan.

5. Reputasi pemberi pelayanan menjadi baik dimata pelanggan/pasien. 6. Dapat meningkatkan jumlah pendapat.

(6)

pelayanan kesehatan tersebut. Untuk itu puskesmas atau sarana kesehatan lainnya harus selalu berupaya untuk mengantisipasi ketidak puasan sekecil apapun dan sedini mungkin.

Gerson (2002) menyatakan alasan-alasan mengapa perlu mengukur mutu dan kepuasan pelanggan :

1. Untuk mempelajari persepsi pelanggan.

2. Pelanggan memiliki sifat individual dan setiap orang akan memandang sesuatu secara berbeda dari orang lain, meskipun dalam situasi yang sama. Pengukuran akan mendapatkan gambaran persepsi pelanggan yang menjadi dasar untuk meningkatkan program pelayanan.

3. Untuk menentukan kebutuhan dan harapan pelanggan

Pengukuran kepuasan pelanggan tidak hanya untuk menentukan bagaimana pelanggan menikmati produk atau jasa yang mereka beli dan pelayanan yang mereka terima, tetapi juga harus mengidentifikasi apa yang dibutuhkan dan diinginkan pelanggan keseluruhan proses pelayanan.

4. Untuk menutup kesenjangan

Dengan mengukur kesenjangan antara pelanggan dan penyedia jasa merupakan satu-satunya cara untuk menutup kesenjangan. Semua kesenjangan berdasarkan perbedaan persepsi antara penyedia jasa dengan pelanggan mengenai apa yang seharusnya disediakan oleh penyedia jasa dan apa yang seharusnya diterima pelanggan.

(7)

mutu pelayanan berdasarkan harapan pelanggan yang dihubungkan dengan tujuan pelayanan penyedia jasa. Karena peningkatan mutu sejalan dengan peningkatan laba peningkatan mutu pelayanan dapat memberikan kepuasan bagi pelanggan dan akan meningkatkan jumlah pelanggan yang membutuhkan jasa pelayanan, sehingga dapat memberikan laba/ keuntungan bagi penyedia jasa pelayanan.

6. Untuk mempelajari bagaimana melakukannya dan apa yang harus dilakukan dikemudian hari. Alasan ini merupakan yang terpenting untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya pelayanan yang diberikan saat ini dan digunakan sebagai informasi untuk merencanakan apa yang dilakukan di masa mendatang.

7. Untuk menerapkan proses perbaikan berkesinambungan

Semua kegiatan yang terkait dengan pelayanan senantiasa harus ditingkatkan secara berkesinambungan untuk menghindari persaingan dari penyedia jasa pelayanan yang lain. Dengan demikian mutu pelayanan dapat selalu dijaga, diperbaiki dan ditingkatkan secara berkelanjutan (Supranto 1997).

2.4 Persepsi

(8)

Persepsi merupakan proses internal yang bermanfaat sebagai filter dan metode

untuk mengorganisasikan stimulus, yang mungkin kita hadapi dilingkungan kita. Proses persepsi menyediakan mekanisme melalui stimulus yang diseleksi dan dik elompokkan dalam wujud yang hampir bersifat otomatik dan bekerja dengan cara yang sama pada setiap individu sehingga secara karakteristik menghasilkan persepsi yang berbeda-beda (Winardi, 2001).

Menurut Miftah Toha (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut :

1. Faktor internal : perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan jiwa, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi.

2. Faktor eksternal : latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidakasingan suatu objek. Menurut Sunaryo (2004) syarat-syarat terjadinya persepsi adalah sebagai berikut :

1. Adanya objek yang dipersepsi

2. Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi.

3. Adanya alat indera/reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus

(9)

2.5 Mutu Pelayanan

Mutu pelayanan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Depkes RI, 2009).

Mutu pelayanan kesehatan merupakan kesempurnakan suatu produk dalam pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa. Pelayanan yang bermutu merupakan penyelenggaraan pelayanan yang diberikan sesuai dengan prosedur dan standar pada kode etik profesi yang telah ditetapkan, dengan menyesuaikan potensi dari sumber daya yang tersedia secara aman dan memuaskan yang dilakukan dengan wajar, efisien dan efektif dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat konsumen (Azwar, 2007). Menurut Wijono (2011) pelayanan kesehatan berdasarkan profesi dapat dibagi menjadi berikut:

1. Menurut pengguna layanan kesehatan atau masyarakat, mutu pelayanan kesehatan merupakan pelayanan yang dapat memenuhi keinginan atau cara pengharapan mereka dan kebutuhan yang diselenggarakan dengan cara sopan, ramah, empati, menghargai, dan tanggap.

(10)

3. Menurut pihak manajemen, mutu pelayanan kesehatan adalah seorang pemimpin atau manajer yang mampu mengatur staf dan masyarakat sebagai konsumen untuk mengikuti prosedur yang berlaku.

4. Menurut pemilik pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan merupakan tenaga professional yang dimiliki oleh perusahaan dan mampu memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada pasien atau masyarakat.

Teori diatas serupa dengan pendapat Supardi (2008) yang menyatakan mutu pelayanan kesehatan dapat dilihat dari sudut pandang pengguna layanan, penyandang dana layanan, dan penyelenggara pelayanan.

Menurut Zeithaml mutu jasa/pelayanan merupakan kontruksi mutu dimensi, yang terdiri dari banyak atribut yang berbeda satu sama lain, yang meliputi (Parasuraman, 1990):

1. Nyata/berwujud (Tangible) 2. Kehandalan (Reliability)

3. Cepat tanggap (Responsiveness) 4. Kompetensi (Competence) 5. Kemudahan (Access) 6. Keramahan (Courtesy)

7. Komunikasi (Communication) 8. Kepercayaan (Credibility) 9. Keamanan (Security)

(11)

Dalam perkembangan selanjutnya, dirasakan adanya dimensi mutu pelayanan yang saling tumpang tindih satu dengan yang lainnya yang dikaitkan dengan kepuasan pelanggan. Selanjutnya oleh Parasuraman dimensi-dimensi tersebut difokuskan menjadi 5 dimensi (ukuran) kualitas jasa/pelayanan karena dirasakan adanya dimensi mutu yang saling tumpang tindih, yaitu :

1. Bukti fisik (Tangible)

Bukti fisik berupa ketersediaan sarana dan prasarana termasuk alat yang siap dipakai serta penampilan karyawan/staf yang menyenangkan.

2. Kehandalan (Reability)

Kemampuan memberikan pelayanan dengan segera, tepat (akurat) dan memuaskan. Secara umum dimensi kehandalan merefleksikan konsisten dan kehandalan (hal yang dapat dipercaya dan dipertanggung jawabkan) dari penyedia pelayanan. Dengan kata lain, kehandalan berarti sejauh mana jasa mampu memberikan apa yang telah dijanjikan kepada pelanggan dengan memuaskan. Hal ini berkaitan erat dengan apakah perusahaan/instasi memberikan tingkat pelayanan yang sama dari waktu ke waktu, apakah perusahan/instasi memenuhi janjinya, membuat catatan yang akurat dan melayani secara benar.

3. Cepat tanggap (Responsiveness)

(12)

masalah pelanggan. Dimensi ketanggapan ini mereflleksikan komitmen perusahaan atau instasi untuk memberikam pelayanan yang tepat pada waktunya dan persiapan perusahaan/instansi sebelum memberikan pelayanan. 4. Jaminan (Assurance)

Karyawan/staf memiliki kompetensi, kesopanan dan dapat dipercaya, bebas dari bahaya, serta bebs dari resiko dan keragu-raguan. Dimensi-dimensi ini merefleksikan kompetensi perusahaan, keramahan (sopan santun) kepada pelanggan. Kompetensi ini berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan jasa.

5. Empati (Emphaty)

Karyawan/staf mampu menempatkan dirinya pada pelanggan, dapat berupa kemudahan menjalin hubungan dan komunikasi termasuk perhatian terhadap pelanggannya, serta dapat memahami kebutuhan pelanggan. Dimensi ini menunjukan derajat yang diberikan kepada setiap pelanggan dan merefleksikan kemampuan pekerja (karyawan) untuk melayani perasaan pelanggan.

2.6 Pelayanan Kesehatan

(13)

Menurut PP RI NO 47 TAHUN 2016 tentang fasilitas pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan dibagi menjadi tiga tingkatan pelayanan yang terdiri atas:

a. Fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama memberikan pelayanan kesehatan dasar.

b. Fasilitas pelayanan kesehatan tingkat kedua memberikan pelayanan kesehatan spesialistik

c. Fasilitas pelayanan kesehatan tingkat ketiga memberikan pelayanan kesehatan subspesialistik.

2.7 Puskesmas

2.7.1 Pengertian Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat yang disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan pereorangan tingkat pertama dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya diwilayah kerjana.

2.7.2 Persyaratan Puskesmas

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 persyaratan sebuah puskesmas harus memenuhi:

1. Puskesmas harus didirikan pada setiap kecamatan.

(14)

3. Puskesmas didirikan berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk dan aksebilitas.

4. Pendirian puskesmas harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, peralatan kesehatan, ketenagaan, kefarmasian dan laboratorium. 2.7.3 Tugas dan Fungsi Puskesmas

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 yang menjadi tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugasnya Puskesmas menyelenggarakan fungsi:

1. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya 2. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya. 2.7.4 Kategori Puskesmas

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 puskesmas dapat dikategorikan berdasarkan karateristik wilayah kerja dan kemampuan penyelenggaraan adalah sebagai berikut:

1. Puskesmas kawasan perkotaan. 2. Puskesmas kawasan pedesaan.

3. Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil. 2.7.5 Perizinan dan Registrasi Puskesmas

(15)

1. Setiap puskesmas wajib memiliki izin untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

2. Izin puskesmas diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

3. Izin berlaku untuk jangka lima tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.

4. Perpanjangan izin dilakukan dengan mengajukan permohonan perpanjangan selambat-lambatnya enam bulan sebelum habis masa berlakunya izin.

2.7.6 Organisasi Puskesmas

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 organisasi puskesmas paling sedikit harus terdiri atas:

1. Kepala Puskesmas.

2. Kepala Sub bagian tata usaha.

3. Penanggung jawab UKM dan Keperawatan Kesehatan Masyarakat. 4. Penanggung jawab UKP, Kefarmasian dan Laboratorium.

5. Penanggung jawab Jaringan Pelayanan Puskesmas dan Jejaring Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

2.7.7 Pendanaan Puskesmas

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang pendaan adalah sebagai berikut :

1. Pendanaan dipuskesmas bersumber dari :

(16)

2. Pengelolaan dana dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.7.8 Sistem Informasi Puskesmas

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi Puskesmas adalah sebagai berikut :

1. Setiap Puskesmas wajib melakukan kegiatan sistem informasi Puskesmas. 2. Sistem Informasi Puskesmas dapat diselenggarakan secara elektronik dan non

elektronik

3. Sistem informasi Puskesmas paling sedikit mencakup :

a. Pencatatan dan pelaporan kegiatan Puskesmas dan jaringannya b. Survei kelapangan

c. Laporan lintas sektor terkait, dan

d. Laporan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan diwilayah kerjanya. 2.7.9 Pembinaan dan Pengawasan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pembinaan dan Pengawasan adalah sebagai berikut :

(17)

2. Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat melibatkan organisasi profesi dalam melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Puskesmas.

3. Pembinaan dan pengawasan diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat

4. Pembinaan dan pengawasan dalam bentuk fasilitas, konsultasi, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan

(18)

2.8 Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka konsep Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan

1. Bukti Langsung (Tangibles) 2. Kehandalan (Reliability) 3. Daya tanggap (Responsiveness) 4. Jaminan (Assurance)

5. Empati (Emphaty)

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka konsep

Referensi

Dokumen terkait

[r]

medium of supporting outside the class and to improve student learning activity. The experiment use quasy experiment method with two group posttest

Tingginya kandungan asam lemak tak jenuh menyebabkan minyak mudah rusak oleh proses penggorengan ( deep frying ) karena selama proses menggoreng minyak akan

Hasil penelitian menunjukan bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran Keterampilan Komputer Pengelolaan Informasi (KKPI) pada siswa kelas XI di SMK N 1 Pringapus

PENGARUH DOSIS INOKULUM AZOLLA DAN PUPUK KALIUM ORGANIK TERHADAP KETERSEDIAAN K DAN HASIL PADI PADA ALFISOL JUMANTONO, KARANGANYAR. Pembimbing: Hery Widijanto,

Dengan keadaan tersebut dan berbgai faktor yang dapat mempengaruhi nasabah untuk menggunakan Go-Mobile maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait

Dari hasil penelitian yang telah dianalisis dan didukung dengan landasan teori maka penelitian Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Kegawatdarutan Pada Balita Dengan Tindakan

“A da beberapa kendala yang masih dikeluhkan dalam menjalankan usaha koperasi yakni masalah permodalan, masih lemahnya sistem manajemen yang digunakan, penurunan